• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Makrozoobenthos Pada Ekosistem Mangrove Di Pulau Damar Maluku Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Makrozoobenthos Pada Ekosistem Mangrove Di Pulau Damar Maluku Utara"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS PADA

EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU DAMAR

MALUKU UTARA

NASIR HAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul” Keanekaragaman Makrozoobenthos pada Ekosistem Mangrove di Pulau Damar Maluku Utara” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(3)
(4)

RINGKASAN

NASIR HAYA. Keanekaragaman Makrozoobenthos pada Ekosistem Mangrove di Pulau Damar Maluku Utara dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan DEDI SOEDHARMA.

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang khas didaerah pantai tropik, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai yaitu sebagai penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup melata, menempel, memendam baik didasar perairan maupun di permukaan perairan. Pulau Damar merupakan salah satu yang berada di daearah Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara, yang memiliki potensi ekosistem mangrove yang besar, dimana ekosistem mangrove dapat tumbuh disepanjang pesisir pantai, dan beragam biota yang hidup didalamnya sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji keanekaragaman makrozoobenthos yang hidup pada kawasan mangrove.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji keanekaragaman makrozoobenthos pada ekosistem mangrove di Pulau Damar Maluku Utara, dan menganalisis faktor lingkungan yang berpengaruh pada keanekaragaman makrozoobenthos. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014, di kawasan ekosistem mangrove di Pulau Damar. Metode yang digunakan yaitu metode transek kuadran. Pengumpulan data, yaitu data primer diperoleh dengan melakukan survei, dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman makrozoobenthos di lokasi penelitian tergolong sedang kisaran nilai 2.33 dengan kerapatan mangrove relatif padat sebesar 0.50 (ind/m2). Jenis makrozoobenthos yang ditemukan 22 jenis terdiri dari kelas Gastropoda, dan Bivalva. 6 spesies mangrove di lokasi penelitian yaitu: Rhizophora apiculata, Sonneratia Alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Rhizophora mucronata. Keanekaragaman makrozoobenthos sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti salinitas, pH, DO, dan aktifitas manusia.

(5)

SUMMARY

NASIR HAYA. Macrozoobenthos Diversity on the Mangrove Ecosystem in North

Maluku Damar Island guided by NEVIATY PUTRI ZAMANI and DEDI

SOEDHARMA.

Mangrove ecosystem is a natural resource which is typical tropical beach area, has a strategic function for coastal ecosystems as a fitting and balancing those terrestrial and marine ecosystems. Macrozoobenthos is a living organism upright, stick, harbored both the bottom waters and surface waters. Damar island is one which is in the affluent South Halmahera in North Moluccas Province, which has the potential of mangrove ecosystem is great, where ecosystems can grow along the coast, and diverse biota that live in it so necessary a study to assess the diversity of macrozoobenthos who live in the region mangrove.

The aim of this study is to examine the diversity of macrozoobenthos in the mangrove ecosystem in Damar Island of North Moluccas. The research was conducted from October to November 2014, in the area of mangrove on the island of Damar. The method used is the quadrant transects method. Data collection, primary obtained by conducting surveys, and direct observations in the field. The results show the diversity of macrozoobenthos at the study site were medium value range 2.33 with relatively dense mangrove density of 0.50 (ind/m2). Macrozoobenthos species were found 22 species consist of gastropod class, and bivalve. Six mangrove species at the study site are: Rizhopora apiculata, Sonneratia Alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Rhizophora mucronata. Macrozoobenthos diversity is strongly influenced by environmental factors such as salinity, pH, DO, and human activities.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Kelautan

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBNETHOS PADA

EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU DAMAR

MALUKU UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Keanekaragaman Makrozoobenhos pada Ekosistem Mangrove di Pulau Damar Maluku Utara

Nama : Nasir Haya NIM : C551130081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Neviaty Putri Zamani, MSc Ketua

Prof Dr Ir Dedi Seodharma, DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr Ir Neviaty Putri Zamani , MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis” Keanekaragaman Makrozoobenthos pada Ekosistem Mangrove di Pulau Damar Maluku Utara” beerhasil diselesaikan sebagai syarat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Neviaty P Zamani, M.Sc sebagai ketua komisi dan Bapak Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA anggota komisi serta civitas akademik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberi masukan dan saran, serta kepada pemerintah Provinsi Maluku Utara, dan pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Kepada teman-teman IKL angkatan 2013, Nur Ikhsan, Lalang, S.Pi M.Si, Riska, S.Pi, M.Si, Syahrial, Dea Fauzia Larasati, Chandrika Eka Larasati, Rhojim Wahyudi, Ilham Antariksa, Adam, Albida, Juraij, Nisa, Yayoi, M. Kemal Idris, Anma Hari Kusuma, M.Si dan juga kepada teman-teman kontrakan (PTD) Kismanto Koroy, Syarif Robo, Iswandi Wahab, M.Charis Kamarullah, Marwan Adam, Sukarmin Idris, terima kasih atas meluangkan waktunya untuk berdiskusi. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda, Ibunda (Alm), dan istriku tercinta Nur Kasim, S.Pd dan anandaku tersayang M. Zulvin dan seluruh keluargaku, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan demi penyempurnaan tesis ini.

Semoga karya ilmiah saya ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

Penentuan Lokasi Stasiun Pengamatan ... 5

Pengukuran Parameter Fisika – Kimia Perairan 5

Pengukuran Parameter Substrat 5

Pengamatan Data Vegetasi Mangrove ... 6

Pengumpulan Data Makrozoobenthos ... 6

Analisis Data Ekologi Mangrove 7

Analisis Data Makrozoobenthos ... 8

(12)

DAFTAR TABEL

1. Kondisi dan Karakteristik Lokasi Penelitian 5

2. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Lokasi Penelitian 10 3. Hasil Pengukuran Substrat di Lokasi Penelitian 11 4. Distribusi Jenis Mangrove di Lokasi Penelitian 11 5. Perbandingan Kerapatan Mangrove dan Kepadatan Makrozoobenthos 18 6. Indeks Komunitas Makrozoobenthos di Lokasi Penelitian 19 7. Matriks korelasi antara keanekaragaman dan parameter lingkungan 21

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Penelitian 3

2. Peta Lokasi Penelitian di Pulau Damar 4

3. Skema Penempatan Petak Contoh Sampling Mangrove dan

Makrozoobenthos 6

4. Kerapatan jenis mangrove di lokasi penelitian 13 5. Perbandingan Komposisi Jenis Makroozoobenthos antar Stasiun 14 6. Kepadatan rata-rata (Ind/m2) jenis makrozoobenthos di stasiun 1 15 7. Kepadatan Rata-rata (Ind/m2) jenis Makrozoobenthos di Stasiun 2 16

8. Kepadatan Rata-rata (Ind/m2) jenis Makrozoobenthos di Stasiun 3 17

9. Grafik analisis komponen utama (PCA) Hubungan Kondisi Lingkungan dan

Keanekaragaman Makrozoobenthos 20

10.Korelasi Jenis Makrozoobenthos dengan Vegetasi Mangrove 22

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jenis Makrozoobenhtos yang di Lokasi Penelitian 28 2. Kerapatan Rata-rata (ind/m2) Jenis Mangrove di Lokasi Penelitian 29 3. Dokumentasi Jenis Makrozoobenthos yang ditemukan di Pualau Damar 30

4. Jenis Mangrove di Pulau Damar 31

5. Dokumentasi Kegiatan Pengumpulan Data di Lokasi Penelitian 32

6. Peta Lokasi Peneltian 33

(13)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem mangrove Indonesia merupakan hutan mangrove terluas di dunia yang terdiri dari 75% total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kondisi mangrove Indonesia secara kualitatif maupun kuantitatif terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Indonesia mempunyai hutan mangrove seluas 9.36 juta Ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diaman sekitar 48% (4.51 juta Ha) rusak sedang dan 23% (2.15 juta Ha) lainnya rusak berat. Kerusakan tersebut sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia, berupa konversi mangrove menjadi sarana pemanfaatan lain seperti pemukiman, industri, rekreasi dan lain sebagainya (IMI 2010).

Mangrove merupakan formasi hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, dimana hutan mangrove tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut (Kusmana 2007). Mangrove mampu bertahan hidup dari terpaan ombak yang kuat dan salinitas yang tinggi. Umumnya, tumbuh di atas dataran lumpur yang digenangi air laut atau air payau, sewaktu air pasang atau digenangi air sepanjang hari (Nontji 2002). Mangrove mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai. Secara fisik berperan dalam mencegah terjadinya abrasi pantai dan mampu melindungi pantai dari kerusakan akibat tsunami (Istiyanto et al. 2003; Dahdouh et al. 2005). Secara ekologi mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya (Valiela et al. 2001), serta merupakan sumber pakan bagi kehidupan biota darat seperti burung, mamalia dan jenis lainnya (Odum 1994). Salah satu biota perairan yang hidup di daerah mangrove adalah makrozoobenthos.

Makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup melata, menempel, memendam dan meliang baik didasar perairan maupun di permukaan dasar perairan. Organisme ini hidup pada daerah berlumpur, berpasir, kerikil maupun sampah organik, baik di perairan laut, sungai serta danau. Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos (Odum 1994). Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia adalah makrozoobenthos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan Polychaeta (Arief 2003). Dalam siklus hidupnya beberapa makrozoobenthos hanya hidup sebagai benthos dalam separuh fase hidupnya, misalnya pada stadia muda saja atau sebaliknya. Kondisi habitat vegetasi mangrove yang meliputi komposisi dan kerapatan jenisnya akan menentukan karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang selanjutnya digunakan untuk menentukan struktur komunitas organisme yang berasosiasi dengan mangrove seperti makrozoobenthos (Arifin 2002).

(14)

2

mengenai hal tersebut sangat penting sebagai bahan informasi untuk pengelolaan ekosistem mangrove beserta biota yang hidup di dalamnya termasuk makrozoobenthos sehingga perlu dilakukan penelitian di daerah tersebut.

Rumusan Masalah

Pulau Damar memiliki sumberdaya ekosistem mangrove yang cukup baik sehingga bermanfaat bagi biota-biota yang hidup di dalamnya termasuk makrozoobenthos maupun manusia. Makrozoobenthos memanfaatkan mangrove sebagai habitat hidup dan mencari makan. Manusia adalah ancaman terbesar ekosistem mangrove. Minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove menyebabkan masyarakat melakukan banyak pengrusakan mangrove. Umumnya masyarakat Pulau Damar memanfaatkan mangrove sebagai bahan bangunan dengan melakukan pembukaan lahan mangrove untuk daerah pemukiman. Aktifitas tersebut tentunya akan mempengaruhi kehidupan dan keanekaragaman makrozoobenthos yang hidup di dalamnya sehingga dampaknya juga akan meluas, dan mempengaruhi kehidupan biota lainnya. Apabila ekosistem mangrove mengalami degradasi yang berpotensi terhadap kerusakan ekosistem, tentunya hal ini akan merubah karakteristik lingkungan yang akan berpengaruh terhadap fungsi ekologisnya, terutama sebagai habitat berbagai organisme termasuk makrozoobenthos

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah aktifitas masyarakat dikawasan mangrove dapat berdampak pada keanekaragaman makrozoobenthos

2. Bagaimana kondisi ekosistem mangrove di Pulau Damar dan faktor lingkungan apa yang mempengaruhi kenakeragaman makrozoobenthos tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji keanekaragaman makrozoobenthos pada ekosistem mangrove di Pulau Damar, dan menganalisis faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman makrozoobenthos pada ekosistem mangrove di Pulau Damar

Manfaat Penelitian

(15)

3

Makrozoobenthos

1. Kepadatan 2. Keanekaragaman 3. Keseragaman 4. Dominasi Vegetasi Mangrove

1. Kerapatan Jenis 2. Kerapatan Relatif 3. Frekuensi Jenis

4. Frekuensi Relatif Jenis 5. Penutupan Jenis 6. Penutupan Relatif

1. Parameter Fisika-Kimia Perairan (Suhu, Salinitas, pH, DO) 2. Parameter Fisika-Kimia Substrat

Keanekaragaman Makrozoobenthos Ekosistem Mangrove

Korelasi antara Mangrove dengan Makrozoobenthos

Hubungan Keanekaragaman makrozoobenthos dan Parameter

Lingkungan Analisis Faktorial Koresponden

(CA) Analisis Komponen Utama (PCA)

Kerangka Pemikiran Penelitian

(16)

4

2 METODE PENELITIAN

Waktu danTempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014, pengambilan sampel dilakukan di kawasan ekosistem mangrove Pulau Damar geografis terletak pada LU 0°59'20" BT 128°21'47" dengan luas sekitar 51.4 km2.

Gambar 2 Lokasi penelitian di Pulau Damar

Alat dan Bahan

(17)

5

kemudian hasil ayakan butiran sedimen ditimbang untuk mengetahui berat butiran sedimen terdiri dari debu, pasir dan liat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kantong sampel untuk menyimpan sampel makrozoobenthos dan sedimen, kertas label untuk menandai sampel, alkohol 70% untuk mengawetkan sampel makrozoobenthos, dan buku identifikasi untuk mengidentifikasi sampel seperti: buku siput dan kerang Indonesia Jilid I dan II serta Conchology Dharma (1988) dan buku identifikasi mangrove (Noor et al. 2006).

Prosedur dan Metode Penelitian

Penentuan Lokasi Stasiun Pengamatan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat yang diawali dengan survei lapangan pada lokasi penelitian untuk melihat kondisi vegetasi ekologi mengrove dan biota sepanjang pesisir Pulau Damar, menentukan titik sampling dan titik koordinat masing-masing stasiun dengan menggunakan GPS. Pemilihan titik sampling atau pengambilan data dilakukan berdasarkan keterwakilan kondisi ekologis, dan vegetasi ekosistem mangrove di Pulau Damar. Kondisi dan karakteristik lokasi penelitian dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kondisi dan karakteristik lokasi penelitian

Stasiun Koordinat Karakteristik lokasi sampling 1 LU'' 00.95700

BT'' 128.30721

Terletak pada bagian barat pulau, kondisi mangrove masih baik, dan kondisi substrat pasir berlumpur bercampur dengan patahan karang

2 LU''00.94520 BT'' 128.30791

Letak pada bagian barat pulau, berdekatan dengan pemukiman warga dan kondisi ekosistem mangrove masih cukup baik

3 LU'' 00. 94243 BT'' 128.32741

Terletak pada bagian timur pulau, dengan kondisi ekosistem mangrove yang terekploitasi warga untuk pembukaan lahan pembangunan dermaga

Pengukuran Parameter Fisika – Kimia Perairan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada lokasi pengamatan sebanyak 2 kali pada tiap stasiun, parameter yang diamati berupa fisika seperti (salinitas, suhu DO), sedangkan kimia yaitu substrat.

Pengukuran Parameter Substrat

(18)

6

Pengambilan Data Vegetasi Mangrove

Pengambilan data mangrove dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak. Transek tersebut ditarik tegak lurus garis pantai kearah darat pada setiap stasiun. Data kemudian ditulis dalam tabel pengamatan yang kemudian dideskripsikan dan dianalisis.

Prosedur pengamatan untuk ekosistem mangrove pada penelitian ini menggunakan metode yang ditentukan oleh (Bengen 2002).

1. Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) 2. Pada setiap zona hutan mangrove yang berada disepanjang transek garis,

diletakkan secara sistematik petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak paling kurang 3 (tiga) petak contoh (plot).

3. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, dihitung jumlah individu setiap jenis dan diukur lingkar batang setiap mangrove pada setinggi dada (sekitar 1.3 m).

4. Apabila belum diketahui nama jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan maka dipotong bagian ranting lengkap dengan daunnya, dan bila mungkin bunga dan buahnya.

5. Pada setiap petak contoh (plot) diamati dan dicatat tipe subtrat (lumpur, lempung, pasir, debu dan sebagainya). Metode peletakan plot transek di masing-masing stasiun ditampilkan dalam (Gambar 3)

Gambar 3 Skema Penempatan Petak Contoh Sampling Mangrove dan Makrozoobenthos

Pengumpulan Data Makrozoobenthos

(19)

7

BA A

Ci /

sampel, kemudian diberi pengawet alkohol 70%, dan diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi (Dharma 1988).

Analisis Data Ekologi Mangrove

Pendekatan kajian ekologi mangrove ini menggunakan beberapara parameter ekologis (Bengen 2004) yaitu:

Kerapatan jenis (Di), yaitu jumlah individu jenis i dalam suatu area yang

Kerapatan relatif jenis (RDi), yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis-i (ni) dan jumlah total individu seluruh jenis, yang diukur dengan persamaan:

RDi = (ni / ∑ n ) x 100

Frekuensi jenis (Fi) yaitu peluang ditemukannya suatu jenis ke-i dalam semua petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang dibuat. Untuk menghitung frekuensi jenis (Fi) digunakan rumus

Fi = pi∑ p dimana :

Fi = frekuensi jenis ke-i

pi = jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis ke-i ΣF= jumlah total petak contoh yang dibuat

Frekuensi Relatif Jenis (RFi), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis, dengan persamaan

RF i = (Fi / ∑ F) x 100 dimana :

RFi = Frekuensi relatif jenis Fi = Frekuensi jenis ke-i

F= Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit areal tertentu yang diukur dengan persamaan

dimana : BA =

DBH2/4

= Suatu konstanta

DBH = Diameter pohon dari jenis-i

(20)

8 penutupan jenis i (Ci) dan luas total areal penutupan untuk seluruh jenis, dengan persamaan:

dimana :

RCi : penutupan relatif Ci : penutupan jenis ke-i

∑C : penutupan total untuk seluruh jenis

Nilai Penting Jenis (IVi) adalah jumlah nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan relatif jenis (RCi), yang diukur dengan persamaan:

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300. Nilai penting ini memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

Analisis Data Makrozoobenthos

Variabel yang diukur untuk komunitas makrozoobenthos adalah kepadatan makrozoobnthos, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi makrozoobenthos.

Kepadatan makrozoobenthos dihitung berdasarkan English et al. (1997) sebagai berikut:

Indeks keanekaragaman (H’) dihitung dengan rumus Shannon-Wiener (Odum,1994)

dimana : H’ = Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu jenis

N = Jumlah total individu dengan kriteria:

H' ≤ 2 = Keanekaragaman Rendah 2 < H'≤ 3 = Keanekaragaman Sedang H' > 3 = keanekaragaman tinggi

Indeks keseragaman (E) dihitung dengan menggunakan rumus Evennes-Indeks (Odumm 1994).

(21)

9

dimana: E = Indeks keseragaman jenis H’= Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis organisme

Indeks domonansi (C) dihitung dengan rumus Dominance of Simpson (Odum 1994).

dimana : C = Indeks dominansi

ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah total individu

Hubungan Keanekaragaman Makrozoobenthos dengan Parameter Lingkungan dan Korelasi Mangrove Jenis Makrozoobenthos

(22)

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Parameter Lingkungan di Lokasi Penelitian

Faktor-faktor fisika kimia lingkungan merupakan penentu utama pertumbuhan dan perkembangan mangrove serta biota lainnya seperti makrozoobenthos (Perry et al. 2009). Pencemaran sangat berpengaruh terhadap kondisi komponen biotik mangrove di Pulau Damar baik flora maupun faunanya. Secara umum dapat dikatakan telah terjadi penurunan fungsi ekologis kawasan mangrove sebagai habitat berbagai macam organisme termasuk makrozoobenthos. Kondisi kualitas air laut berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut yang hidup di habitat mangrove telah mengalami penurunan kualitas air berdasarkan Kepmen LH No 51 (2004) tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Kondisi fisika kimia perairan kawasan mangrove Pulau Damar berdasarkan ulangan dalam pengukuran disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pengukuran parameter lingkungan di lokasi penelitian

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku Mutu

Salinitas %o 31.5±0.69 33.5±0.69 31.5±0.69 ≤ 34

Suhu oC 29.±2.00 28.50±0.69 27.38±0.52 ≤ 32

DO mg/1 3.25±1.88 7.57±0.11 2.23±0.31 >5

pH- 7±1.39 7.5±0.60 7±0.60 ≤ 8,5

Keterangan: Baku mutu, berdasarkan KepMen LH No. 51 tahun 2004

Hasil pengamatan di lokasi penelitian bahwa kondisi parameter lingkungan yang masih dapat ditoleran bagi pertumbuhan mangrove dan kehidupan biota lainnya termasuk makrozoobenthos. Menurut Laffoley et al. (2009), kisaran suhu optimum bagi kehidupan organisme, utamanya untuk proses fotosintesis berkisar antara 25-35 0C. Menurut Effendi (2003) nilai salinitas perairan payau berkisar antara 35-36 ppt, sedangkan air laut berkisar antara 30-40 ppt. Hasil pengukuran salinitas di lokasi penelitian pada titik pengamatan salinitas kisaran 31.5-33.5 %o, yang merupakan indikasi air laut, sehingga cocok untuk kehidupan mangrove dan biota lainnya. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/2004 menyebutkan bahwa standar baku mutu pH bagi biota laut adalah 6.5-8.5. Effendi (2003) juga menjelaskan bahwa umumnya biota akuatik menyukai kisaran pH 7-8,5. Effendi (2000) bahwa kadar oksigen terlarut perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan tidak kurang dari 5 mg/l. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/L mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik. Hasil pengukuran pH di lokasi penelitian kirasan rata-rata 7-7.5, sedangkan DO kisaran 2.23-7.57 mg/L. Martoyo et al. (2006) menjelaskan bahwa kadar oksigen terlarut yang sesuai untuk kehidupan makrozoobenthos berkisar antara 4-8 mg/l.

(23)

11

hewan makrozobenthos. Hasil pengukuran rata-rata parameter substrat lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengukuran substrat di lokasi penelitian

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Pasir (%) 86.65±2.92 86.4±1.66 91.57± 4.32

Debu (%) 0.3±0.1 0.4±0.1 1.25±0.6

Liat (%) 13.16±0.1 13.35±0.15 7.02±1.37

Berdasarkan analisa tipe substrat dengan menggunakan program segitiga miller yang terlihat pada (Tabel 3), bahwa tipe substrat di lokasi penelitia yang dominan pasir, sedangkan debu, dan liat hanya sebagian kecil (USDA 2009). Hal ini menunjukkan tinggat pertumbuhan mangrove dan kehidupan biota asosiasi mendukung.

Kondisi Ekosistem Mangrove di Lokasi Penelitian

Jenis mangrove yang tumbuh di sepanjang pesisir berdasarkan hasil penelitian ditemukan 6 jenis yaitu Rhizophora mucronata. Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, dan Ceriops tagal , distribusi jenis mangrove dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi jenis mangrove di lokasi penelitian

Jenis mangrove Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Rhizophora apiculata + + +

Keterangan : + (ditemukan) – (tidak ditemukan)

(24)

12

(2001) penurunan ekosistem mangrove akibat tekanan aktivitas manusia akan mengakibatkan pertumbuhan mangrove terancam. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan pada kawasan mangrove bagian timur R. apiculata, A. marina, dan B. gymnorrhiza, dimana dari ke 3 stasiun jenis yang kerapatannya tinggi berada pada jenis R. apiculata, A. marina.

Spesies R. apiculata, dan A. marina merupakan jenis yang paling sering dijumpai di seluruh lokasi penelitian. Kusmana et al. (2011) menyatakan A. marina merupakan jenis yang toleran terhadap perubahan salinitas, hidup di dataran lumpur dan berpasir. A. marina dan R. apiculata merupakan spesies pioneer yang berperan penting dalam struktur komunitas mangrove. Arief (2003) menyatakan bahwa mangrove R. apiculata kebanyakan hidup pada substrat yang mengandung lumpur dan pasir. Kondisi ini sesuai dengan kawasan mangrove di lokasi penelitian dengan salinitas kisaran 31.5-33.5 ppt sehingga spesies ini bisa beradaptasi. Mangrove merupakan vegetasi yang bersifat salt-tolerant bukan salt-demanding, sehingga dapat tumbuh dengan baik pula di habitat air tawar.

Indeks nilai penting (INP) menunjukan bahwa secara ekologi jenis mangrove A. Marina dan R. apiculata memiliki peranan dalam struktur komunitas mangrove nilai penting dapat dlihat pada (Lampiran 2), Indeks nilai penting (INP) untuk kedua jenis ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis lain. Kedua jenis mangrove ini menyebar dan ditemukan hampir diseluruh petak contoh pengamatan sehingga ini menandakan adanya jenis mangrove yang apabila mengalami kerusakan maka ekosistem mangrove juga mengalami kerusakan dan mempengaruhi keberadaan hewan asosiasi salah satunya adalah makrozoobenthos.

(25)

13

Gambar 4 Kerapatan jenis mangrove di lokasi penelitian

(26)

kondisi-14

kondisi tertentu yang disebabkan oleh eksploitasi. Faktor lngkungan terpenting yang mempengaruhi mangrove adalah tipe tanah atau substrat, salinitas, suhu.

Struktur Komunitas Makrozoobenthos

Komposisi Jenis Makrozoobenthos di Lokasi Penelitian

Berdasar hasil pengamatan di lapangan jenis makrozoobenthos ditemukan 2 kelas dari 22 jenis makrozoobenthos terdiri dari kelas Gastropoda, dan Bivalva, dengan total jumlah individu sebanyak 425 individu, hasil presentasi untuk perbandingan antar stasiun dapat dilihat pada (Gambar 5). Stasiun 1 ditemukan 2 kelas makrozoobenthos, dimana Gastropoda memiliki nilai komposisi jenis sebesar 92%, kemudian kelas Bivalva sebesar 8%. Pada stasiun 2 ditemukan 2 kelas nilai komposisi jenis yang cukup bervariasi, dimana yang mendominansi kelas Gastropoda memiliki nilai komposisi sebesar 94%, diikuti kelas Bivalva sebesar 6%, sedangkan stasiun 3 ditemukan 2 kelas dengan nilai komposisi jenis yang paling tertinggi diperoleh kelas Gastropoda sebesar 95%, di stasiun 3 ini kelas Gastropoda yang paling tinggi di bandingkan dengan stasiun 1 dan 2 sedangkan kelas yang paling terendah kelas Bivalva sebesar 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas Gastropoda yang paling dominan ditemukan pada stasiun pengamatan sehingga nilai komposisi semakin tinggi, sedangkan kelas Bivalva hanya sebagian kecil ditemukan sehingga semakin kecil nilai komposisinya, akibat faktor lingkungan yang tidak cocok.

Gambar 5 Perbandingan komposisi jenis makroozoobenthos antar stasiun Hasil pengamatan menunjukkan kelas Gastropoda ditemukan pada setiap stasiun. Hal ini disebabkan karena kelas gastropoda mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Mane et al. (2012) menyatakan bahwa Gastropoda merupakan organisme bioindikator kesehatan ekologi. Perhitungan komposisi jenis makrozoobenthos dari ke tiga stasiun jenis makrozoobenthos kelas Gastropoda yang mendominasi. Monika et al. (2011) menyatakan dominannya jumlah kelas Gastropoda dikarenakan mampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan pasang surut yang ekstrim serta kemampuannya melekatkan diri pada akar dan batang pohon mangrove.

Kepadatan Jenis Makrozoobenthos di Lokasi Penelitian

(27)

15

relatif baik dan ditemukan 2 kelas makrozoobenthos yang terdiri dari kelas Gastropoda 15 jenis , dan Bivalva 2 jenis, yang dapat dilihat pada (Gambar 6).

Gambar 6 Kepadatan rata-rata (Ind/m2) jenis makrozoobenthos di stasiun 1

Hasil perhitungan kepadatan jenis makrozoobenthos kelas Gastropoda yang dominan yaitu jenis L. scabra memiliki nilai tinggi sebesar 13.33 (Ind/m2), di ikuti jenis P. ampullacea sebesar 7.00 (Ind/m2), dan T. bruneus sebesar 4.00 (Ind/m2), P. scutata sebesar 3.66 (Ind/m2), kemudian kelas Bivalva jenis P. margaritifera sebesar 5.66 (Ind/m2), dan M. regula sebesar 0.66 (Ind/m2). Kelas Gastropoda tersebut merupakan jenis asli penghuni hutan mangrove dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hasil analisis kepadatan jenis dari semua stasiun pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan jenis makrozoobenthos lainnya nilai kepadatan rata-rata rendah akibat pengaruh faktor lingkungan dan aktifitas lainnya, yang mendukung bagi kehidupan jenis makrozoobenthos sehingga sedikit peluang ditemukan di lokasi pengamatan. Li et al (2012) menyatakan bahwa hewan-hewan dan tumbuhan yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor fisik dapat bertahan dan berkembang di mangrove. Rangan (2010) Jenis L. scabra banyak hidup di hutan mangrove dan menempel pada batang-batang sampai pada ketinggian lebih dari 1 meter. Menurut Suin (2002), faktor lingkungan sangat menentukan penyebaran dan kepadatan populasi suatu organisme, apabila kepadatan suatu genus di suatu daerah sangat berlimpah, maka menunjukkan abiotik di stasiun itu sangat mendukung kehidupan genus tersebut.

(28)

16

Gambar 7 Kepadatan rata-rata (Ind/m2) jenis makrozoobenthos di stasiun 2

(29)

17

Gambar 8 Kepadatan rata-rata (Ind/m2) jenis makrozoobenthos di stasiun 3

Hasil pengamatan pada stasiun 3, ditemukan 11 jenis makrozoobenthos yang terdiri dari 2 kelas yaitu Gastropoda, dan Bivalva, hasil analisis kepadatan yang tinggi diperoleh kelas Gastropoda yaitu jenis L. scabra sebesar 30.33 (ind/m2)jenis ini paling dominan ditemukan disetiap stasiun, kemudian jenis T. terebra memiliki nilai kepadatan sebesar 5.66 ind/m2, diikuti P. scutata memiliki nilai kepadatan 4.66 ind/m2,dan jenis T. bruneus sebesar 2.66 (ind/m2), jenis P. ampullacea sebesar 2.00 (ind/m2), sedangkan kelas Bivalva jenis P. margaritifera 3.00 (ind/m2). Jenis makrozoobenthos lainnya nilai kepadatan rendah, dikarenakan sedikit ditemukan dan faktor lingkungan yang tidak cocok. Menurut Odum (1994) organisme dengan nilai kepadatan tertinggi menandakan bahwa organisme tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ditempatinya. Tingginya kepadatan jenis diakibatkan karena banyaknya organisme yang ditemukan pada daerah tersebut, sedangkan rendahnya kepadatan akibat sedikit ditemukan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan organisme pada stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 8.

(30)

18

kondisi lingkungan. Kepadatan yang tinggi seperti kelas gastropoda yaitu jenis L. scabra, dimana jenis ini banyak ditemukan menempel pada batang, akar, dan daun mangrove. Menurut Budiman (1991), jenis L. scabra hidup di batang, cabang, akar dan daun pohon mangrove, mampu bertahan hidup dan hanya memperoleh air dari percikan-percikan air pasang.

Tabel 5 Perbandingan kerapatan mangrove dan kepadatan makrozoobenthos

Mangrove Makrozoobenthos

Stasiun Kerapatan (ind/m2) Kepadatan (ind/m2)

1 0.50±0.06 46.67±24.29

2 0.45±0.06 40.00±18.30

3 0.36±0.04 54.67±20.08

Kondisi makrozoobenthos di vegetasi mangrove di lokasi penelitian berbeda-beda berdasarkan analisis keanekaragaman dan kepadatan pada (Tabel 5). Odum (1994) menyatakan bahwa organisme dengan nilai kepadatan tertinggi menandakan bahwa organisme tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ditempatinya. Selain itu kepadatan makrozoobenthos juga dipengaruhi oleh tipe substrat dasar sebagai habitat yang spesifik dan sebagai tempat mencari makan. Menurut Kurniawati et al. (2014) menyatakan bahwa selain pengaruh kerapatan mangrove, biota diduga didukung adanya factor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas kehidupannya.

Kepadatan makrozoobentos terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 40.00 ±18.30 (ind/m2), sedangkan kepadatan makrozoobenthos tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 54.67±24.29 (ind/m2). Stasiun 2 menggambarkan terjadinya penurunan fungsi habitat karena kepadatan biota pada Stasiun 2 ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan kepadatan pada Stasiun 1, dan 3. Keberadaan mangrove mempengaruhi keberadaan makrozoobentos yang hidup berasosiasi pada ekosistem, hal ini jelas memiliki hubungan dengan tingkat kerapatan mangrove dimana pada stasiun 1 memiliki kerapatan mangrove paling tinggi yaitu 0.50±0.06 (ind/m2) dibandingkan dengan Stasiun 2 yaitu 0.45±0.06 (ind/m2), sedangkan stasiun 3 kerapatan yang paling rendah sebesar 0.36±0.04 (indn/m2). Mangrove yang memiliki kerapatan tinggi menyediakan tempat berlindung yang baik dan mendukung tersedianya asupan nutrien yang cukup dari serasah daun mangrove yang berjatuhan di substrat yang dijadikan sebagai sumber makanan bagi makrozoobenthos. Nugroho et al. (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan mangrove maka serasah yang dihasilkan makin banyak yang pada akhirnya menjadi perkembangan yang bagus pada kawasan tersebut.

Indeks Komunitas Makrozoobenthos

Keanekaragaman (H), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)

(31)

19

jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya, jika komunitas itu disusun sangat sedikit jenis dan hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Taqwa 2010). Keanekaragaman makrozoobenthos di kawasan mangrove Pulau Damar tergolong sedang. Selain mempunyai peran untuk menunjukkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas. Keragaman makrozoobenthos dapat memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian individu tiap jenis (Odum 1994). Keanekaragaman berkaitan dengan dua hal utama, yaitu banyaknya spesies yang berada pada suatu komunitas dan kelimpahan dari masing-masing spesies tersebut. Setiap stasiun memiliki keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi yang berbeda-beda seperti ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Indeks komunitas makrozoobenthos di lokasi penelitian

Stasiun

Indeks substasiun 1 subtasiun 2 substasiun 3

Keanekaragaman (H') 2.33 1.21 1.47

Keseragaman (E) 0.82 0.46 0.14

Dominansi (C) 0.14 0.36 0.34

Tabel 6 menunjukkan bahwa di stasiun 1 dengan nilai indeks keanekaragaman tertinggi. Nugroho (2006) menyatakan jika nilai H’ lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari 3 maka dikategorikan memilliki keanekaragaman sedang. Hal ini diartikan bahwa stasiun 1 memiliki keanekaragaman makrozoobenthos sedang, dengan kualitas perairan yang baik.

Indeks keanekaragaman (H') terendah ditemukan pada stasiun 2 sehingga dikategorikan memiliki keanekaragaman rendah. Ulum et al. (2012) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya jenis habitat tempat hidup, stabilitas lingkungan, produktifitas, kompetisi, dan penyangga rantai makanan, pertambakan penduduk, rekreasi, aktivitas industri, pembuangan limbah rumah tangga, dan berbagaimacam aktivitas. Nilai indeks keanekaragaman (H`) yang berada pada kisaran 1.21-2.33 menunjukkan stabilitas komunitas yang sedang (moderat) yang berarti bahwa kondisi komunitas ini mudah berubah hanya dengan pengaruh perubahan lingkungan yang relatif kecil. Fachrul (2007) menyatakan bahwa keanekaragaman identik dengan kestabilan suatu ekosistem, dimana jika keanekaragaman suatu ekosistem tinggi, maka kondisi ekosistem tersebut cenderung stabil. Pada umumnya organisme tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh bahan organik

(32)

20

Nilai Indeks Dominansi di lokasi pengamatan berkisar antara 0.14-0.36 Indeks dominansi rata rata yang diperoleh mendekati 1 kecuali pada stasiun 2 dan 3 yang lebih mendekati 0. Indeks dominansi yang mendekati 1 berarti ada spesies yang mendominansi spesies lainnya, sedangkan nilai Indeks dominansi yang mendekati 0 berarti bahwa hampir tidak ada dominansi oleh suatu spesies dalam komunitas tersebut. Adanya dominansi karena kondisi lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan spesies tertentu. Selain itu dominansi juga dapat terjadi karena adanya perbedaan daya adaptasi tiap jenis terhadap lingkungan.

Hubungan Keanekaragaman dengan Parameter Lingkungan

Hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan karakteristik lingkungan pada stasiun pengamatan dapat dilihat pada (Gambar 9). Hasil analisis dengan Principal Component Analisis (PCA) menuunjukkan hubungan kolerasi antara keanekaragaman dengan parameter lingkungan di lokasi penelitian

Gambar 9 Grafik analisis (PCA) hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan kondisi lingkungan

(33)

21

Tabel 7 Matriks korelasi antara keanekaragaman dan parameter lingkungan Variables Keanekaragaman Salinitas Suhu DO pH

Keanekaragaman 1

Salinitas -0.777 1

Suhu 0.447 0.216 1

Do -0.651 0.984 0.388 1

pH -0.777 1.000 0.216 0.984 1

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa terdapat korelasi negatif dengan kategori sedang/cukup antara salinitas dengan keanekaragaman makrozoobenthos (-0.777), DO (-0.657), dan pH (-0.777. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi salinitas, DO, dan pH maka semakin rendah keanekaragaman makrozoobenthos, sedang parameter lainnya seperti korelasi positif, hal tersebut menunjukan bahwa suhu tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman makrozoobenthos. Menurut Allard et al. (1987) faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terdahap kelangsungan hidup biota adalah sanilitas, DO, dan pH. Selanjutnya menurut Rosenberg (1993) menyatakan bahwa perubahan struktur dan komposisi organisme perairan terjadi berubahnya kondisi habitat yang dapat dijadikan indikator kualitas perairan.

Korelasi Jenis Makrozoobenthos dengan Vegetasi Mangrove

(34)

22 Gambar 10 Korelasi jenis makrozoobenthos dengan jenis mangrove

Hasil analisis koresponde (CA) korelasi antara makrozoobenthos dan mangrove membentuk empat kelompok sebaran (Gambar 10). Kelompok pertama merupakan asosiasi antara mangrove jenis R. apiculata, R. mucronata dengan biota asosiasinya yang terdiri dari jenis, P. maria, N. costa, C. coralium, T. cancellata, N. millegrana, sedang kelompok kedua korelasi jenis mangrove A. marina, biota asosiasi jenis B. javanica, P. scutata, G. pusillum, J. janthina, yang berada pada sumbu 1 kemudian kelompok ketiga jenis mangrove B. gymnorrhiza biota asosiasinya spesies T. bruneus, P. ampullacea, dan P. margaritifera, sedang kelompok ke empat terdapat jenis mangrove B. gymnorrhiza, C. tagal, biota asosiasinya yaitu spesies T. sulcata, T.terebra, C. capucinus, C. tuberculatus, T. cancellata, di ikuti jenis makrozoobenthos yang hubungan erat dengan jenis mangrove C. tagal, S. alba, jenis asosiasinya yaitu G. roseum, M. major, N. costa, T. cancellata, C. coralium, P. polita. Yang berada pada sumbu 2. Seperti yang diungkapkan oleh Aksornkoae (1993) bahwa jenis makrozoobenthos ini ditemukan pada daerah zonasi vegetasi mangrove R. apiculata, A. marina, C. tagal, B. gymnorrhiza sampaizona S. alba

Am

Symmetric Plot (axes F1 and F2: 69.89 %)

Active rows

Active columns

Mangrove

(35)

23

Pape et al. (2007) menambahkan bahwa spesies makrozoobenthos jenis L. scabra, P. ampullacea, T. brunues, T. terebra, P. scutala, dengan kepadatan rata-rata yang cukup tinggi dan umumnya ditemukan pada zonasi R. apiculata dan A. marina. Jenis tersebut ditemukan paling dominan dilokasi penelitian, dimana spesies ini dapat ditemukan diseluruh stasiun . Umumnya jenis makrozoobenthos ditemukan menempel pada batang, dan akar mangrove.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: keanekaragaman makrozoobenthos di lokasi penelitian tergolong sedang, dengan kondisi mangrove relatif padat. Jenis makrozoobenthos yang ditemukan sebanyak 22 jenis terdiri dari 2 kelas yaitu Gastropoda, dan Bivalva. Keanekaragaman makrozoobenthos di lokasi penelitian sangat berpengaruh oleh parameter lingkungan seperti salinitas, DO, pH, dan aktifitas. Aktitfitas manusia yang dilakukan disekitar ekosistem mangrove juga akan mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove. Terdapat 6 jenis mangrove yang ditemukan di Pulau Damar yaitu: Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, dan Rhizophora mucronata.

Saran

(36)

24

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar S. 2006. Studi kelayakan areal pemulihan hutan mangrove berdasarkan tinjaun TIPOLOGI Pantai di Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. [tesis]. Manado (ID): Universitas Samratulangi.

Aksornkoae. 1993. Ecology and management of mangrove. Bangkok (TH): IUCN. Allard M, Moreau G. 1987. Effect of experimental acidification on lotic

Macroinvertebrate Community. Hydrobiologia. (2): 122- 144

Arief AMP. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Arifin. 2002. Struktur komunitas pasca larva udang hubungannya dengan karakteristik habitat pada ekosistem mangrove dan estuaria Teluk Cempi NTB. [tesis]. Bogor (ID): Institut PertanianBogor..

Abdurahman M, Muhidin AS. 2007. Analisis korelasi, regresi, dan jalur dalam Penelitian. Bandung (ID): CV Pustaka Setia.

Basmi J. 2000. Planktonologi: plankton sebagai bio indikator kualitas perairan. Bogor (ID): FPIK IPB.

Bengen DG, Dutton IM. 2004. Interaction mangroves, fisheries and forestry. dalam worldwide watershed interaction and management. blackwell science oxford. uk. Management in Indonesia. Vol (4). Hal 632-653 Bengen DG. 2002. Sinopsis. teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik

sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor 86 hlm Blasco F, Saenger, P, Janodet, E .1996, 'Mangroves as indicators of coastal

change', Catena. 27.(34):67-178.

Budiman A. 1991. Penelahaan beberapa gatra ekologi moluska bakau Indonesia (ID): Universitas Indonesia

Dahdouh G F. LP. Jayatissa D. Di Nitto JO. Bosire D. Lo Seen. N. Koedam. 2005. How effective weremangroves as a defence againts the recent tsunami? curr. Bio. 15: R443-R447.

Dharma B. 1988. Siput dan kerang indonesia jilid 1 dan jilid 2 (Indonesia Shell). PT. Sarana, Jakarta.

Effendi H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Bogor (ID): FPIK IPB.

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya lingkungan perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

English SC, Wilkinson V, Baker. 1997. Survey manual for tropical marine recourses. australian institute of marine science. townsville. 390 hal. Fachrul MF. 2007. Metode sampling bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Istiyanto DC, Utomo SK, Suranto. 2003. Pengaruh rumpun bakau terhadapperambatan tsunami di pantai. Makalah pada seminar nasional mengurangi dampak tsunami. Yogyakarta, 11 Maret 2003.

(37)

25

Kusmana C. 2007. Sosialisasi Bimbingan Teknis dan Pemanfaatan Pelaksanaan Rehabilitasi Mangrove. Makalah. Makassar.

Kusmana C, Istomo. 2011. Pengenalan jenis-jenis mangrove. Bogor (ID). Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Kurniawati A, Bengen DG, Madduppa H. 2014. Kondisi rawa mangrove dan kepadatan Telescopium telescopium di kawasan laguna segara anakan, Kabupaten Cilacap. Oldi. 40.(2): 211-220

Laffoley D, Grimsditch G. 2009. The management of natural coastal carbon sinks. Gland Switzerland (IE): IUCN.

Li YF, Xu RL, Wang CF. 2012. The Community Structure of Molluscs in Three Different Wetland Types in the Qi’ao-Dan’gan Island Mangrove Nature Reserve at Qi’ao Island, Pearl River Estuary, China. Zoological Studies 51(6): 745-754

Martoyo J, Aji N, Winanto T. 2006. Budidaya teripang. Jakarta (ID): Swadaya. [MNLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku mutu air laut untuk

biota laut. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 Monika NS, Niartiningsih A,Omar SAB. 2011. Struktur komunitas

makrozoobentos pada ekosistem mangrove di pesisir distrik merauke. [tesis]. Makassar (ID). Universitas Hasanudin.

Mane UH, Khade SN. 2012. Diversity of bivalve and gastropod molluscs in mangrove ecosystem from selected sites of Raigad district, Maharashtra, west coast of India. Recent Research in Science and Technology. 4: 16-20. Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Penerbit Djambatan.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia. Bogor (ID): PHK/WI-IP.

Nugroho RA, Sugeng W, Rudhi P. 2013. Studi kandungan bahan organik dan mineral (n, p, k, fe dan mg) sedimen di kawasan mangrove Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Journal Of Marine Research. 2(1): 62-70

Nybakken JW. 1992. Biologi laut suatu pendekatan ekologis. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama..

Nugroho, A. 2006. Bioindikator kualitas air. Jakarta (ID): Universitas Trisakti. Odum EP. 1994. Dasar-dasar ekologi. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Pape EA, Muthumbi CP, Kamanu A, Vanreusel. 2007. Size-dependent Distribution and feeding habits of terebralia palustris in mangrove habitats of gazi bay, kenya. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 76 (28): 797-808. Perry CT, Berkeley A. 2009. Intertidal substrate modification as a result of mangrove planting : impact of introduce mangrove species on sediment microfacies characteristic. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 3. (81): 225-237.

Pratiwi R. 2009. Komposisi keberadaan krustasea di mangrove delta mahakam Kalimantan Timur. Makara Sains. 13(1): 65-76

Rangan JK. 2010. Inventarisasi Gastropoda di Lantai Hutan Mangrove Desa Rap-Rap Kabupaten Minahasa Selatan Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 5 (1): 63-66.

(38)

26

Suin N. 2002. Metoda ekologi. Padang (ID): Universita Andalas.

Sirante R. 2011. Studi struktur komunitas gastropoda di lingkungan perairan Kawasan mangrove Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke, Kabupaten Sinjai. Biodiversitas. 6 (5): 34-56

Taqwa A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. [tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.

Tis’in M. 2008. Tipologi mangrove dan keterkaitannya dengan Populasi gastropoda

Littorina neritoides (linne, 1758) di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[USDA] United Stataes Departement of Agricultural. 2009. Soil Survey Manual. New York (US): Soils Usda Gov.

Ulum MM, Widianingsih, Hartati R. (2012) Komposisi dan kelimpahan makrozoobenthos krustasea di kawasan vegetasi Mangrove Kel. Tugurejo, Kec. Tugu, Kota Semarang Journal Of Marine Research. 1(2): 243-251 Valiela IJL, Bowen JK, York. (2001). Mangrove forest: one of the world’s

threatened major tropical environments. Bioscience . 2 (51): 807-815 Wahono M. 1991. Aktivitas harian Dua Jenis Keong potamididae di hutan

mangrove Teluk Hurun, Lampung Selatan. [tesis]. Bogor (ID): IPB.

(39)

27

(40)

28

Lampiran 1 Jenis makrozobenthos yang di lokasi penelitian

Class Nama Jenis St 1

(41)

29

Lampiran 2 Kerapatan rata-rata (ind/m2) jenis mangrove di lokasi penelitia

Stasiun Spesies mangrove Di Fi Rdi (%) Rfi Ci Rci (%) INP

1

Rhizophora apiculata 0.12 1.00 44.87 23.08 5323.97 47.56 47.56

Avicennia marina 0.02 0.67 7.69 15.38 592.92 5.30 5.30

Rhizophora mucronata 0.03 0.33 12.82 7.69 1066.68 9.53 9.53

Brugueira gymnorrhiza 0.05 1.00 20.51 23.08 2210.81 19.75 19.75

Sonneratia alba 0.02 1.00 6.41 23.08 1022.96 9.14 9.14

Ceriops tagla 0.02 0.33 7.69 7.69 977.27 8.73 8.73

2

Rata-rata 0.26 4.33 100.00 100.00 11194.61 100.00 100.00

Rhizophora apiculata 0.1 1.00 40.00 33.33 4347.94 38.70 38.70

Avicennia marina 0.09 1.00 36.00 33.33 3916.93 34.87 34.87

Sonneratia alba 0.01 0.33 4.00 11.11 533.44 4.75 4.75

Ceriops tagla 0.05 0.67 20.00 22.22 2435.82 21.68 21.68

3

Rata-rata 0.25 3.00 100.00 100.00 11234.13 100.00 100.00

Rhizophora apiculata 0.09 1.00 50.00 33.33 3945.27 48.48 48.48

Avicennia marina 0.07 1.00 37.04 33.33 2968.98 36.48 36.48

Brugueira gymnorrhiza 0.02 1.00 12.96 33.33 1224.47 15.05 15.05

Rata-rata 0.18 3.00 100.00 100.00 8138.71 100.00 100.00

Jumlah rata-rata 0.69 10.33 300.00 300.00 30567.46 300.00 300.00

(42)

30

(43)

31

(44)

32

Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan Pengumpulan Data di Lokasi Penelitian

Pengamatan Kondisi Lingkungan Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

Penarikan Transek Stasiun 1 Pengamatan Jumlah Pohon

Pengukuran diameter batang Penarikan Transek Stasiun 2

(45)

33

LOKASI PENELITIAN

(46)

34

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Kerangka penelitian
Gambar 2 Lokasi penelitian di Pulau Damar
Tabel 3 Hasil pengukuran substrat di lokasi penelitian
Gambar 4 Kerapatan jenis mangrove di lokasi penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, akan digunakan metode ultrasonik- milling dalam proses pembuatan nanopartikel silika.. Menurut Sidqi (2011),

Hasil perhitungan debit inflow minimum maupun debit outflow pada RB-2 yang digunakan untuk menganalisis, didasarkan pada sistem jaringan distribusi air bersih

Skripsi berjudul Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Pada Siswa Bustanul Athfal Aisyiyah Sumbersari Semester Dua Melalui Media Kartu Bermain Tahun Pelajaran 2014/2015,

Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat fanatik dengan perilaku agresi pada remaja suporter sepak bola bonek di kecamatan tambaksari

Dalam perencanaan pembelajaran guru di SMPLB- BCD menyusun silabus dan RPP yang dibuat guru untuk menyampaikan materi PAI disesuaikan dengan kondisi siswa, karena selain

Berdasarkan perubahan tersebut analisis data layanan bimbingan belajar dengan audio visual terhadap perkembangan bahasa anak usia dini di PAUD Al Rizky Bandar Lampung

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar (76,4%) responden telah memiliki pengetahuan yang baik tentang pemberian ASI eksklusif di Desa Tanjung Harapan sedangkan