• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN ROTAN DI AREAL KONSERVASI EX-SITU

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI, JAWA BARAT

NURHAMIDAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014 Nurhamidah NIM E44090031

(4)

ABSTRAK

NURHAMIDAH. Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR.

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) membangun tegakan konservasi ex-situ pada tahun 2005 namun pertumbuhannya belum pernah dievaluasi. Tujuan penelitian ini adalah i) untuk mengkaji ulang jenis rotan yang ditanam dan ii) menguraikan keragaan rotan di HPGW terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan pohon naungannya serta faktor lingkungan (cahaya dan hama). Keragaan rotan dikaji melalui komposisi dan struktur tegakan, sebaran diameter dan panjang, estimasi biomassa dan pengaruh faktor lingkungan (cahaya dan hama). Hasil penelitian menunjukkan bahwa i) terdapat tiga jenis rotan yang ditanam yaitu Calamus manan (rotan manau), Daemonorops melanochaetes (rotan seel) dan Daemonorops rubra (rotan pelah). ii) Komposisi tegakan dalam plot didominasi oleh naungan (damar, puspa). Selain itu, stratifikasi rotan berada di bawah naungan yaitu pada strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m). Diameter dan panjang menyebar normal pada rotan manau dan rotan seel. Rotan pelah memiliki estimasi biomassa tertinggi yaitu 26.6 ton/ha. Cahaya hanya berpengaruh nyata terhadap diameter rotan pelah, sedangkan tingkat serangan hama tidak memiliki pengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan rotan.

Kata kunci: keragaan, konservasi ex-situ, rotan

ABSTRACT

NURHAMIDAH. Rattan Growth Performance at Ex-Situ Conservation Stands in Gunung Walat University Forest, Sukabumi, West Java. Supervised by ISKANDAR Z. SIREGAR.

Ex-situ conservation stands has been established in Gunung Walat University Forest (GWUF) since 2005. However, the performance of rattan has never been evaluated. The objectives of the research were i) to review the correct species name of rattan and ii) to assess the growth variation of rattan with respect to shade trees, environmental factors (light and pest). The growth performance was observed through assessment of species composition and structure of the stand including distribution of diameter and length, biomass estimation and environmental effects (light and pest). The results showed that i) there were 3 (three) rattan species planted in the ex-situ conservation stand, namely Calamus manan, Daemonorops melanochaetes and Daemonorops rubra, ii) The composition and structure of the stands were still dominated by the shade trees. Rattan was found predominantly at strata C (4–20 m) and strata D (1–4 m). The normal distribution was observed only on diameter and length of C.manan and D.melanochaetes, respectively. The highest biomass was observed in D. rubra that was estimated as much as 26.6 tons/ha. The light had significant effect on D.rubra diameter only. On the other hand, pest had no significant effect on rattan growth variables.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

KERAGAAN ROTAN DI AREAL KONSERVASI EX-SITU

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI, JAWA BARAT

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat

Nama : Nurhamidah

NIM : E44090031

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah keragaan rotan, dengan judul: Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, solusi, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi, serta Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScFTrop yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat, Ibu Dra Titi Kalimah, MSi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam serta Bapak Degi Harja Asmara dari International Centre for Research Agroforestry (ICRAF) yang telah membantu dan memfasilitasi terlaksananya kegiatan penelitian ini. Bapak,

ibu, kakak, dan keluarga tercinta yang selalu memberikan do’a dan dukungan secara moral dan spiritual dalam penyusunan skripsi. Teman satu angkatan di Silvikultur 46, teman-teman Kost Wisma Fio, teman-teman satu bimbingan, serta sahabat penulis Yuka, Abieta, Chaca, Deasy, Sindi, Tintin, Vera, Gayuh, Nurani, Kholid atas bantuan, semangat, dan keceriaan yang diberikan dalam penyusunan skripsi. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Tahapan Penelitian 3

Pengumpulan Data 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Identifikasi Jenis Rotan 7

Keragaan Rotan 9

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(11)

DAFTAR TABEL

1 Skoring serangan hama daun pada bibit tanaman Acacia crassicarpa 4

2 Pengumpulan data primer dan identifikasi jenis 5

3 Analisis kuantitatif vegetasi 9

4 Deskripsi statistik sebaran diameter, panjang dan biomassa rotan 11

5 Estimasi biomassa rotan menurut jenis (ton/ha) 13

6 Korelasi antar variabel pertumbuhan rotan 13

7 Korelasi cahaya 14

8 Korelasi serangan hama 16

9 Hasil analisis sifat tanah 17

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Tanaman dan voucher C. manan 7

3 Tanaman dan voucher D. melanochaetes 8

4 Tanaman dan voucher D. rubra 8

5 Profil diagram plot pengamatan 1, 2 dan 3 10

6 Sebaran diameter dan panjang rotan 12

7 Model regresi diameter dan panjang rotan 14

8 Model regresi cahaya dan diameter rotan 14

9 Model regresi cahaya dan panjang rotan 15

10 Model regresi cahaya dan biomassa rotan 15

11 Kategori dan jumlah individu yang terserang hama 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 20

2 Hasil identifikasi jenis rotan 21

3 Rekapitulasi analisis kuantitatif vegetasi 22

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang mempunyai nilai ekonomis dan manfaat ekologi yang cukup signifikan. Rotan termasuk tumbuhan pemanjat yang memerlukan naungan untuk proses pertumbuhannya. Rotan termasuk ke dalam 13 suku anggota Arecaceae, anak suku Calamoideae (Tellu 2004). Di Indonesia terdapat 8 marga rotan yang terdiri atas kurang lebih 312 jenis (Jasni et al. 2012), sementara itu pemanfaatan rotan selama ini masih terbatas pada jenis-jenis tertentu seperti jenis Calamus dan Daemonorops.

Pemanfaatan rotan yang terjadi sejauh ini mengarah pada eksploitasi berlebih sehingga upaya untuk melestarikan rotan dianggap penting. Upaya ini di antaranya dapat dilakukan melalui konservasi in-situ/ex-situ. Konservasi ex-situ dan in-situ sekarang dianggap sebagai solusi untuk menjaga hilangnya sumber genetik rotan (Vivekanandan et al. 1998). Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) mempunyai tegakan konservasi ex-situ yang dibangun pada tahun 2005 namun pertumbuhannya belum pernah dievaluasi.

Konservasi ex-situ sebaiknya diikuti dengan upaya pemantauan terhadap pertumbuhannya. Pertumbuhan tanaman salah satunya dapat dilihat melalui keragaan yang terbentuk di dalam komunitas. Keragaan dapat dikaji melalui komposisi dan struktur tegakan sebagai akibat adanya interaksi dari faktor lingkungan yang ada. Faktor lingkungan ini terdiri dari faktor abiotik dan biotik. Cahaya merupakan bagian dari komponen abiotik yang merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan tanaman (Manokaran 1984). Bagian komponen biotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman di antaranya yaitu adanya serangan hama. Untuk mengkaji ulang jenis rotan yang ditanam dan menguraikan keragaan rotan terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan pohon naungannya serta faktor lingkungan (cahaya dan hama) di areal konservasi ex-situ HPGW, maka penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat rumusan penelitian sebagai berikut:

1. Jenis apa sajakah yang ditanam di areal konservasi ex-situ Hutan Pendidikan Gunung Walat?

2. Bagaimana kondisi pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan naungannya terkait faktor lingkungan yang mempengaruhinya?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(13)

2

2. Menguraikan keragaan rotan di areal konservasi ex-situ Hutan Pendidikan Gunung Walat terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan pohon naungannya serta faktor lingkungan (cahaya dan hama).

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi perspektif kondisi rotan di areal konservasi ex-situ Hutan Pendidikan Gunung Walat sebagai data dasar pertimbangan dalam pengelolaan dan perbaikan manajemen penanaman rotan ke depannya.

2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penjelasan kondisi rotan di areal konservasi ex-situ Hutan Pendidikan Gunung Walat terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan pohon naungannya serta beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhinya (cahaya dan hama). Sifat tanah digunakan sebagai data penunjang penelitian. Variabel pertumbuhan yang digunakan adalah diameter, panjang dan biomassa rotan. Asosiasi rotan dengan pohon naungan dijelaskan melalui analisis vegetasi (komposisi dan struktur tegakan).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2013 yang terdiri dari kegiatan pengambilan data primer di areal penanaman rotan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Identifikasi rotan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Pengukuran biomassa dan analisis tanah di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa bahan primer dan bahan sekunder. Bahan primer terdiri dari areal penanaman rotan Hutan Pendidikan Gunung Walat dan alkohol 70%. Bahan sekunder berupa data penanaman awal rotan, data kondisi umum lokasi penelitian dan data yang berkaitan dengan studi literatur ekologi rotan.

(14)

3 Photoscape v3.6.2. Perlengkapan lapangan dan laboratorium seperti buku identifikasi, tallysheet, kompas, tali rafia, pita ukur, label, kaliper, galah numerik, luxmeter, densiometer, alat tulis, milimeter blok, parang, kamera digital, kantong plastik, cangkul dan ring tanah, oven, timbangan, benang dan jarum, kertas herbarium dan pisau/gunting.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer terdiri dari pembuatan voucher rotan, analisis vegetasi, pengukuran variabel pertumbuhan rotan dan analisis tanah. Pengumpulan data sekunder berupa studi literatur ekologi rotan. Selengkapnya tercantum pada Gambar 1.

(15)

4

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pengukuran di lapangan berupa herbarium/voucher rotan, data profil tegakan, variabel pertumbuhan rotan yang terdiri dari diameter, panjang batang dan biomassa rotan, faktor lingkungan yang terdiri dari radiasi (cahaya matahari) dan tingkat serangan hama, serta sampel tanah.

Herbarium rotan diperlukan untuk identifikasi jenis. Data lapangan yang diambil untuk identifikasi jenis yaitu bagian rotan (voucher) yang terdiri dari batang pelepah, pelepah daun dan daun sirus. Voucher tersebut diambil dari individu rotan yang terlihat sehat dan tua kemudian dibuat herbarium dengan cara basah.

Pengumpulan data profil tegakan (analisis vegetasi) dilakukan untuk setiap plot jenis rotan pada plot pengamatan 50 m x 20 m dengan sub plot 10 m x 10 m (fixed plot sampling in rattan inventory practices) (Supardi et al. 1999). Data yang diambil di lapangan yaitu meliputi nomor jenis (rotan dan pohon naungan), jarak lapangan (nilai x dan y), tinggi total, tinggi bebas cabang, keliling serta arah tajuk (utara, selatan, timur, barat).

Pengukuran diameter batang diambil pada jarak tetap dari dasar (Dbh) dengan menggunakan kaliper (Supardi et al. 1999). Panjang batang dapat diukur sebagai panjang bagian kering (stem tanpa daun selubung dan/atau dengan selubung kering) atau seluruh panjang tanaman. Pengukuran panjang batang dilakukan dengan menggunakan galah/ galah numerik (Supardi et al. 1999). Pengambilan sampel biomassa rotan dilakukan dengan cara destruktif yaitu dengan menebang dan menggali akarnya. Masing-masing sampel kemudian dipisahkan menurut komponen-komponen biomassa yaitu: akar, batang/pelepah dan daun (Sutaryo 2009).

Besarnya cahaya matahari yang diterima rotan dapat diukur dengan menggunakan luxmeter. Pengambilan data dilakukan pada pagi, siang dan sore hari di waktu yang paling baik untuk mengukur cahaya yaitu saat cuaca cerah dan sedikit awan (Kimmins 1987). Besarnya persentase (tingkat keparahan) gejala serangan hama daun dilihat dari banyaknya jumlah bagian rotan yang terkena serangan dan dinyatakan dalam skoring (Tabel 1).

Tabel 1 Skoring serangan hama daun pada bibit tanaman Acacia crassicarpa Skor Tingkat keparahan Keterangan

0 Sehat Bagian tanaman hampir tidak menunjukkan adanya gejala serangan hama

1 Ringan Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang terserang ulat dan kutu 1 - 25%

2 Sedang Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang terserang ulat dan kutu 26 - 50%

3 Berat Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang terserang ulat dan kutu 51 - 75%

4 Sangat berat Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang terserang ulat dan kutu > 75%

(16)

5 Sampel tanah diambil pada setiap plot rotan untuk analisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah didapatkan dari tanah tidak terusik, sedangkan sifat kimia tanah didapatkan dari tanah terusik. Tanah tidak terusik diambil menggunakan ring tanah pada satu titik dalam plot dengan kedalaman 0–15 cm, sedangkan sampel tanah terusik dilakukan secara komposit (diambil pada lima titik berbeda kemudian dicampur menjadi satu) pada kedalaman 0–15 cm.

Pengumpulan data (Tabel 2) dilakukan secara sensus untuk data cahaya dan serangan hama terhadap diameter dan panjang rotan yaitu 35 individu Calamus manan, 26 individu Daemonorops melanochaetes dan 45 individu Daemonorops rubra. Pengumpulan data untuk cahaya dan serangan hama terhadap biomassa rotan dilakukan secara purposive sampling pada petak 2 m x 2 m (sub plot in rattan inventory practices) (Supardi et al. 1999) sebanyak tiga kali ulangan dari setiap jenis. Pengumpulan data voucher rotan untuk identifikasi jenis diambil sebanyak satu kali per bagian tanaman.

Tabel 2 Pengumpulan data primer dan identifikasi jenis No Jenis n diidentifikasi kemudian dijadikan koleksi voucher melalui tahapan remounting (penyusunan kembali) dan dokumentasi di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi yang dilakukan di lapangan disajikan dalam komposisi dan struktur tegakan. Data komposisi tegakan di lokasi penelitian diolah melalui analisis kuantitatif vegetasi sebagai berikut:

(17)

6

b) Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis

c) Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh plot

d) Frekuensi relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis e) Dominansi (D) = Jumlah luas bidang dasar

Luas plot contoh

f) Dominansi relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis g) Indeks nilai penting (INP) = KR + FR + DR untuk pohon h) Indeks nilai penting (INP) = KR + FR untuk rotan

Struktur tegakan diuraikan melalui struktur horizontal dan struktur vertikal tegakan. Struktur horizontal tegakan disajikan dalam sebaran diameter dan panjang rotan, sedangkan struktur vertikal disajikan dalam profil diagram. Profil diagram didapatkan dari data profil yang diambil di lapangan, diinput ke dalam Ms. Excel 2007 dan notepad kemudian diolah menggunakan software SExI- FS 2.1 dan dimodifikasi dengan Photoscape untuk disesuaikan dengan morfologi tanaman rotan. Profil diagram disajikan dalam bentuk 2D dan 3D.

Analisis Tanah

Analisis sifat fisik tanah meliputi nilai bulk density, porositas dan kadar air volume. Analisis sifat kimia tanah meliputi KTK, C/N rasio, pH, nilai tukar kation (Ca, Mg, K, Na). Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Hasil analisis digunakan sebagai data penunjang penelitian.

Hubungan dan Pengaruh Faktor Lingkungan

Hubungan dan pengaruh dari faktor lingkungan (cahaya dan hama) dapat diprediksi melalui korelasi dan regresi unsur cahaya dengan variabel pertumbuhan rotan. Hubungan antara serangan hama dengan variabel pertumbuhan rotan diprediksi melalui korelasi dua variabel tersebut. Analisis data menggunakan softwareMs. Excel 2007 dan SPSS 18.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HPGW secara geografis berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS dengan luas kawasan yaitu 359 ha. HPGW terletak pada ketinggian tempat 460–715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan di bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan nilai Q = 14.3%–33.0% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600–4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29 °C dan minimum 19 °C di malam hari (HPGW 2009).

(18)

7 HPGW didominasi tanaman damar (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidia sp., Shorea sp., dan akasia (Acacia mangium) (HPGW 2009). Lokasi penelitian terdiri dari 7 plot pengamatan dengan jenis tegakan damar, puspa dan pinus. Selengkapnya informasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Identifikasi Jenis Rotan

Berdasarkan hasil identifikasi dari voucher setiap jenis rotan didapatkan tiga jenis rotan yang ditanam di lokasi penelitian yaitu Calamus manan Miq. (rotan manau), Daemonorops melanochaetes Blume (rotan seel) dan Daemonorops rubra (Reinw.ex Blume) Mart. (rotan pelah). Hasil identifikasi jenis diuraikan melalui karakter morfologi rotan (Lampiran 2).

Gambar 2 Tanaman dan voucher C. manan. (a) individu rotan; (b) batang pelepah; (c) pelepah daun; (d) daun sirus. Sumber: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (2013)

Karakter morfologi dari C. manan (rotan manau) (Gambar 2) yaitu rotan tumbuh tunggal, diameter dengan pelepah sampai 110 mm. Pelepah daun berwarna hijau kelabu kusam, ditumbuhi duri rapat berwarna hitam, tersusun seperti sisir dan tersebar, di antara duri terdapat lapisan lilin yang tipis. Lutut rotan terlihat jelas. Panjang tangkai 5–12 cm, panjang sirus sampai 3 m. Anak daun berbentuk melanset dengan ukuran sampai 60 cm x 6 cm, warna daun hijau-kelabu pucat, tersusun menyirip teratur dan dapat berjumlah sampai 45 pasang.

Rotan manau tumbuh di hutan dipterokarpa dataran rendah terutama dekat lereng curam dengan kisaran ketinggian tempat antara 500–1000 mdpl. Rotan ini memiliki diameter besar dengan kualitas sangat baik dan merupakan bahan baku kerangka mebel. Perbanyakannya menggunakan biji. Saat penanaman, semai membutuhkan pohon penopang dengan intensitas pencahayaan kurang lebih 50% (Jasni et al. 2012). Rotan ini memiliki regenerasi alami rendah. Ketersediaan buah-buahan untuk regenerasi buatan juga miskin. Untuk program pemuliaan diperlukan studi tentang karakteristik benih, pengelolaan pembibitan, pertumbuhan bibit dan faktor ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan, seperti karakteristik kanopi hutan, tanah dan kondisi mikroklimatik (Nainggolan 1984).

(19)

8

Gambar 3 Tanaman dan voucher D. melanochaetes. (a) individu rotan; (b) batang pelepah daun; (c) daun; (d) daun tanpa sirus. Sumber: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (2013)

Karakter morfologi dari D. melanochaetes (rotan seel) (Gambar 3) yaitu rotan tumbuh berumpun, diameter dengan pelepah 30–52 mm. Pelepah daun berwarna hijau kecoklatan, ditumbuhi duri rapat berwarna hitam, panjang duri 2.0–3.5 cm, ditumbuhi indumentum warna coklat, mulut pelepah daun dikelilingi duri hitam panjangnya sampai 5 cm. Lutut rotan terlihat jelas. Panjang daun sampai 2.8 m, panjang tangkai 25 cm. Anak daun berbentuk pita sampai lanset berukuran 45.0 cm x 1.5 cm, tersusun menyirip teratur, berjumlah 80 pasang. Rotan seel terdapat di lahan kering dekat pantai, di dataran rendah berawa dan beraluvial sampai ketinggian tempat 20 m, di Jawa terdapat sampai 1400 mdpl. Perbanyakan tanaman dengan biji. Rotan ini dimanfaatkan sebagai bahan komponen rangka mebel dan anyaman/pengisi (Jasni et al. 2010).

Gambar 4 Tanaman dan voucher D. rubra. (a) individu rotan; (b) batang pelepah; (c) pelepah daun; (d) daun sirus. Sumber: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (2013)

Karakter morfologi dari D. rubra (rotan pelah) (Gambar 4) yaitu rotan tumbuh berumpun, diameter batang dengan pelepah 3.5 cm. Warna pelepah daun hijau, ditutupi duri pipih berwarna hijau muda kekuningan, panjang duri 5 cm tersusun seperti sisir dan tersebar. Lutut rotan terlihat jelas. Panjang daun mencapai 3.5 m, tangkai daun sampai 85 cm, panjang sirus 80 cm. Anak daun berukuran 40–53 cm x 2–4 cm dan tersusun menyirip tidak teratur. Rotan pelah

a b c d

(20)

9 biasa tumbuh di hutan primer dataran rendah pada berbagai jenis tanah, pada ketinggian tempat 150–200 mdpl. Perbanyakan tanaman dengan biji. Rotan ini digunakan untuk komponen bahan baku mebel (Jasni et al. 2012).

Hasil identifikasi menunjukkan adanya perbedaan spesifik pada setiap jenis rotan. Hal ini diperkuat oleh Ridley (1993) yang menyebutkan bahwa individu dalam suatu populasi di alam dapat memiliki variasi karakter morfologi. Tellu (2004) menjelaskan bahwa penentuan jenis rotan dapat dilakukan dengan mengamati jumlah batang pada setiap rumpun, sistem perakaran, bentuk dan jenis alat pemanjat, serta bentuk dan perkembangan daun, bunga dan buah.

Keragaan Rotan

Komposisi dan Struktur Tegakan

Komposisi rotan dan pohon naungannya dapat dilihat dari hasil analisis kuantitatif vegetasi (Tabel 3). Struktur rotan dan naungannya secara vertikal dapat dilihat dari profil diagram. Profil diagram dapat menggambarkan stratifikasi. Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan (Indriyanto 2005). Tiap lapisan dalam stratifikasi itu disebut stratum atau strata. Struktur horizontal rotan dapat dilihat dari sebaran diameter dan panjang rotan.

Tabel 3 Analisis kuantitatif vegetasi dominansi; DR = dominansi relatif; INP = indeks nilai penting; n.a = not analyzed.

(21)

10

pada plot 1 yaitu sebesar 39.7%, INP rotan seel pada plot 2 yaitu sebesar 88.2% dan INP rotan pelah pada plot 3 yaitu sebesar 87.1%. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa komposisi tegakan di lokasi penelitian masih didominasi oleh jenis naungan.

Struktur tegakan dapat menjelaskan kedudukan rotan di dalam komunitas. Struktur tegakan dapat disajikan melalui profil diagram. Plot 1 merupakan plot pengamatan rotan manau dengan naungannya. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada plot 1 terdapat dua jenis naungan yaitu puspa (Schima wallichii) dan damar (Agathis loranthifolia). Rotan manau tumbuh cukup berdekatan satu dengan lainnya, berada pada strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m) sedangkan puspa dan damar berada pada strata A (> 30 m) dan strata B (20–30 m) (Onrizal 2008). Plot 1

(a) (b) Plot 2

(a) (b) Plot 3

(a) (b)

Gambar 5 Profil diagram plot pengamatan 1, 2 dan 3: (a) 2D, (b) 3D (skala 1:1000)

(22)

11 Plot 3 merupakan plot pengamatan rotan pelah dengan dua jenis tegakan naungannya. Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis naungan pada plot 3 terdiri dari puspa (Schima wallichii) dan damar (Agathis loranthifolia). Rotan pelah tumbuh cukup berjauhan satu dengan lainnya. Stratifikasi rotan pelah berada dalam strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m). Stratifikasi puspa dan damar berada pada strata A (> 30 m) dan strata B (20–30 m) (Onrizal 2008).

Hasil menunjukkan bahwa stratifikasi dalam plot pengamatan didominasi oleh naungan yang berada dalam strata A (> 30 m) dan strata B (20–30 m), sementara untuk jenis rotan berada di bawah naungan yaitu berada dalam kisaran strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m) (Onrizal 2008). Adanya perbedaan stratifikasi pada naungan dan rotan ini dapat disebabkan oleh dua hal penting yaitu akibat persaingan antar tumbuhan yang mengakibatkan adanya pohon-pohon dominan yang menyusun stratum paling atas dan akibat sifat toleransi spesies tumbuhan terhadap intensitas radiasi matahari (Indriyanto 2005).

Perbedaan pertumbuhan menyebabkan adanya variasi komposisi dan struktur tegakan dalam komunitas. Kimmins (1987) menyebutkan bahwa keberhasilan menjadi individu baru dalam suatu komunitas dipengaruhi oleh fertilitas dan ekunditas yang berbeda untuk setiap jenis sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing jenis. Variasi suatu jenis tumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik meliputi suhu, kelembaban, curah hujan, tanah dan cahaya. Faktor biotik dapat berupa interaksi baik intraspesifik maupun interspesifik. Bentuk interaksi ini di antaranya berupa neutralisme, parasitisme, mutualisme, kompetisi, predasi, dll (Indriyanto 2005).

Selain struktur vertikal, kondisi rotan juga dapat dilihat dari struktur horizontal tegakannya yang dianalisis melalui deskripsi statistik sebaran diameter dan panjang rotan. Estimasi biomassa dapat diprediksi dari sampel pengukuran yang diambil dari lapangan (Tabel 4).

(23)

12

Berdasarkan hasil dapat diketahui bahwa tiap-tiap sebaran variabel pertumbuhan memiliki nilai yang cukup berbeda. Pencarian sebaran normal hanya dilakukan untuk diameter dan panjang rotan (Gambar 6). Estimasi biomassa rotan dapat diprediksi melalui nilai tengah sebarannya.

Diameter

(a) (b) (c) Panjang

(a) (b) (c) Gambar 6 Sebaran diameter dan panjang rotan; a = rotan manau;

b = rotan seel; c = rotan pelah

(24)

13 Sebaran panjang secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai tengahnya yaitu rotan manau, rotan pelah dan rotan seel. Nilai koefisien keragaman tertinggi yaitu pada rotan manau sebesar 60.03%. Hal ini menunjukkan bahwa panjang rotan manau lebih bervariasi dibandingkan dengan panjang jenis rotan lainnya. Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5%, didapatkan bahwa panjang rotan manau dan rotan seel menyebar normal, sedangkan panjang rotan pelah sebaliknya. Panjang rotan pelah yang tidak menyebar normal, ditunjukan dengan nilai skewness yang lebih tinggi dari rotan lainnya.

Estimasi biomassa rotan di lokasi penelitian memiliki nilai rata-rata 18.57 ton/ha dengan nilai koefisien keragaman sebesar 32.85% (Tabel 4). Estimasi biomassa terbesar secara berurutan yaitu rotan pelah, rotan manau dan biomassa terkecil pada rotan seel (Tabel 5). Indriyanto (2005) menyebutkan bahwa distribusi biomassa merupakan bagian dari penyusun ekosistem hutan dan dapat dikatakan sebagai hasil produksi dari kegiatan pertumbuhan.

Tabel 5 Estimasi biomassa rotan menurut jenis (ton/ha)

Jenis ∑ind/ha Biomassa (ton/ha) Diameter (cm) Panjang (cm)

Rotan manau 146 15.5 2.97 407.89

Rotan seel 72 13.6 0.85 232.81

Rotan pelah 150 26.6 1.33 248.91

Sebaran diameter, panjang dan biomassa rotan menunjukkan nilai yang cukup berbeda dilihat dari nilai tengah dan koefisien keragamannya. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh pengaruh dari beberapa faktor lingkungan baik komponen abiotik maupun biotik. Perbedaan pada biomassa dapat terjadi karena adanya peristiwa alam dan atau oleh aktivitas manusia seperti pemanenan dan degradasi (Sutaryo 2009).

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diduga hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan rotan secara keseluruhan (Tabel 6). Pencarian hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan dapat diketahui melalui suatu model korelasi (Pearson correlation) dan atau model regresi pada taraf uji nyata 5%.

Tabel 6 Korelasi antar variabel pertumbuhan rotan

Diameter - biomassa Panjang - biomassa Diameter - panjang

Pearson

correlation -0.169 -0.300 0.602*

(25)

14

Gambar 7 Model regresi diameter dan panjang rotan

Hasil menunjukkan bahwa hanya pada hubungan diameter dan panjang saja yang memiliki pengaruh nyata. Nilai 0.602 menyatakan diameter berkorelasi nyata dengan panjang sebesar 60.2%. Pencarian hubungan dengan model regresi menunjukkan koefisien determinasi tertinggi sebesar 36.8% yaitu pada hubungan dan pengaruh antara diameter dengan panjang (Gambar 7).

Hubungan dan Pengaruh Faktor Lingkungan

Cahaya. Hubungan dan pengaruh cahaya terhadap diameter, panjang dan

biomassa rotan dapat diketahui melalui suatu model korelasi (Pearson correlation) (Tabel 7) dan atau model regresi pada taraf uji nyata 5%.

Tabel 7 Korelasi cahaya dengan diameter, panjang dan biomassa rotan Pearson correlation

(26)

15 Hasil menunjukkan untuk hubungan dan pengaruh cahaya dengan diameter, hanya pada rotan pelah saja yang berpengaruh nyata sedangkan yang lainnya tidak. Nilai 0.525 menyatakan diameter berkorelasi nyata dengan cahaya sebesar 52.5%. Nilai korelasi positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan cahaya, diikuti dengan kenaikan diameter. Nilai korelasi negatif (rotan manau) artinya terjadi hubungan terbalik. Pencarian hubungan dengan model regresi antara cahaya dan diameter menunjukkan koefisien determinasi tertinggi 27.6% (rotan pelah) (Gambar 8).

Gambar 9 Model regresi cahaya dan panjang rotan

Hasil menunjukkan untuk hubungan dan pengaruh cahaya dengan panjang, tidak ada korelasi yang nyata antara kedua variabel tersebut. Nilai korelasi yang kecil menunjukkan kecilnya hubungan antara dua variabel tersebut. Pencarian hubungan dengan model regresi antara cahaya dan panjang rotan menunjukkan koefisien determinasi tertinggi 1.2% (rotan manau) (Gambar 9).

.

Gambar 10 Model regresi cahaya dan biomassa rotan

Hasil menunjukkan tidak ada korelasi yang nyata dari hubungan dan pengaruh cahaya dengan biomassa rotan. Koefisien negatif menggambarkan hubungan berbanding terbalik, yaitu kenaikan cahaya diikuti dengan penurunan biomassa rotan. Pencarian hubungan dengan model regresi antara cahaya dan biomassa rotan menunjukkan koefisien determinasi 10.7% (Gambar 10).

(27)

16

Pencarian hubungan dan pengaruh antara cahaya dengan diameter, panjang dan biomassa rotan menunjukkan hasil yang cukup berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal. Berdasarkan hasil maka dapat dikatakan bahwa unsur cahaya merupakan bukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap variabel pertumbuhan rotan. Hardjowigeno (2007) menyebutkan bahwa selain faktor sinar matahari, pertumbuhan tanaman juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti suhu, udara, air, unsur-unsur hara dalam tanah dan lain-lain.

Hama. Jenis hama daun yang menyerang rotan adalah ulat dan kutu (Lampiran 4). Hubungan antara tingkat serangan hama dengan diameter, panjang dan biomassa rotan dapat diketahui melalui suatu model korelasi yaitu Spearman's rho (correlation coefficient) (Tabel 8).

Tabel 8 Korelasi serangan hama dengan diameter, panjang dan biomassa rotan Correlation coefficient

Hasil menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara hubungan serangan hama dengan diameter, panjang dan biomassa rotan. Nilai korelasi yang kecil menunjukkan kecilnya hubungan antara dua variabel tersebut. Korelasi pada kedua variabel pun menunjukkan adanya hubungan yang bersifat sebanding dan terbalik.

Secara umum kondisi rotan pada lokasi penelitian berada pada kategori sehat sampai dengan sedang (Gambar 11). Perbedaan tingkat kategori serangan hama yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan rotan dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena faktor ketahanan individu terhadap gejala serangan hama, faktor genetik tanaman maupun lainnya. Sifat ketahanan terhadap gangguan hama tidak dimiliki secara mutlak oleh suatu organisme atau dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya.

(28)

17

Tanah. Hasil analisis pada sifat fisik dan sifat kimia tanah menunjukkan nilai rata-rata yang cukup berbeda (Tabel 9). Sifat fisik yang dianalisis terdiri dari bulk density (g/cm3), porositas (%) dan kadar air volume (%). Sifat kimia yang dianalisis yaitu KTK (cmol/kg), C/N rasio (%), pH, nilai tukar kation seperti Ca (cmol/kg), Mg (cmol/kg), K (cmol/kg) dan Na (cmol/kg).

Tabel 9 Hasil analisis sifat tanah

Sifat tanah Parameter Nilai rata-rata Sifat fisik Bulk density (g/cm3) 0.85

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 9), maka pada masing-masing sifat fisik dan sifat kimia tanah dapat diketahui kategori kelasnya. Nilai bulk density yang terdapat dalam ketiga plot rotan memiliki nilai rata-rata 0.85 g/cm3. Jika dibandingkan dengan beberapa jenis tanah, nilai ini berada pada kisaran cukup kecil (pada umumnya 1.1–1.6 g/cm3) (Hardjowigeno 2007). Artinya, tanah ini memiliki kecenderungan kehilangan air yang sedikit lebih cepat dari umumnya. Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dan dapat lebih berpengaruh terhadap beberapa sifat tanah lainnya (Hardjowigeno 2007). Nilai rata-rata porositas tanah yaitu 67.72%. Porositas tanah erat kaitannya dengan kemampuan tanah dalam menahan air (Hardjowigeno 2007). Analisis sifat kimia menunjukkan bahwa nilai rata-rata KTK termasuk sedang. Rasio C/N termasuk sedang dengan nilai rata-rata 11.24%. pH tanah bersifat masam. Susunan kation untuk Ca termasuk kategori rendah. (Hardjowigeno 2007) menyebutkan bahwa salah satu fungsi Ca dalam tanaman adalah untuk tumbuh (elongation). Nilai Mg pada ketiga plot rotan berada pada nilai tinggi dengan nilai rata-rata 4.31 cmol/kg. Nilai K termasuk tinggi dan nilai rata-rata Na termasuk sedang (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983). Adanya perbedaan konsentrasi pada sifat fisik dan sifat kimia tanah tersebut memungkinkan adanya variasi pertumbuhan vegetasi dalam plot pengamatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hasil identifikasi jenis rotan pada areal penanaman menunjukkan adanya tiga jenis rotan yaitu C. manan, D. melanochaetes dan D. rubra.

(29)

18

manau (INP = 39.7%), rotan seel (INP = 88.2%) dan rotan pelah (INP = 87.1%). Stratifikasi rotan berada pada strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m), sedangkan naungannya berada pada strata A (> 30 m) dan strata B (20– 30 m). Diameter dan panjang menyebar normal pada rotan manau dan rotan seel, dengan nilai tengah diameter dan panjang tertinggi yaitu pada rotan manau. Estimasi biomassa rotan memiliki nilai rata-rata 18.57 ton/ha dengan nilai estimasi tertinggi pada rotan pelah sebesar 26.6 ton/ha.

3. Unsur cahaya hanya berpengaruh nyata terhadap diameter rotan pelah. Korelasi antara tingkat serangan hama dengan variabel pertumbuhan rotan menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata antara dua variabel tersebut. Sifat tanah menunjukkan terdapat perbedaan nilai pada masing-masing sifat fisik dan kimia tanah. Adanya perbedaan pada konsentrasi sifat tanah tersebut, memungkinkan adanya variasi pertumbuhan vegetasi dalam plot pengamatan.

Saran

1. Di masa datang, jika akan dilakukan penelitian sejenis dianjurkan untuk menambah variabel faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi pertumbuhan seperti suhu, kelembaban, ketinggian tempat dan sebagainya. 2. Kegiatan pemeliharaan dan pemantauan rotan pada areal konservasi ex-situ

di HPGW perlu dilakukan. Pemeliharaan dan pemantauan dilakukan untuk meninjau pertumbuhan rotan dan menjaga lokasi penanaman dari perusakan. 3. Keragaman jenis rotan di HPGW perlu ditingkatkan untuk menjaga kelestarian sumber daya genetik baik untuk tujuan konservasi maupun produksi. Kegiatan penanaman tersebut sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan kesesuaian rotan dengan tempat tumbuhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati NML. 2007. Pengaruh kultur teknis terhadap perkembangan hawar daun pada bibit tanaman Acacia crassicarpa [catatan penelitian]. Mataram (ID): Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah (Edisi Baru). Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Harja D, Vincent G. 2008. Spatially explicit individual-based on forest stimulator. User guide and software [Internet]. [2013 Jul 21]. Bogor (ID). Tersedia pada: http:// http:/sexi-fs.software.informer.com/2.1/.

[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2009. Profil Hutan Pendidikan Gunung Walat. Sukabumi (ID): HPGW.

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.

(30)

19 Jasni, Damayanti R, Kalima T. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 1 (Ke -2). Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. hlm 1-31.

Jasni, Krisdianto, Kalima T, Abdurachman. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 3. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. hlm 43-46.

Kimmins JP. 1987. Forest Ecology: A foundation for Sustainable Forest Management and Environmental Ethics in Forestry. 3rd edition. New York (US): Macmillan Publishing Co.

Manokaran N. 1984. Biological and ecological considerations pertinent to the silviculture of rattans. Di dalam: Wong KM, Manokaran N, editor. The Rattan Information Centre Proceedings of The Rattan Seminar [Internet]. [1984 Oct 2-4, Kuala Lumpur, Malaysia]. Malaysia: Forest Research Institute. hlm 87-97; [diunduh 2013 Jul 10]. Tersedia pada: http://www.scopus.com/ proceedings-of-the-rattan-seminar/pdf_files.

Nainggolan PHJ. 1984. Preliminary observations on the effect different canopy and soil moisture conditions on the growth of Calamus Manan (Manau). Di dalam: Wong KM, Manokaran N, editor. The Rattan Information Centre Proceedings of The Rattan Seminar [Internet]. [1984 Oct 2-4, Kuala Lumpur, Malaysia]. Bogor (ID): Seameo-Biotrop Southeast Asian Regional Centre For Tropical Biology. hlm 65-76; [diunduh 2013 Jul 10]. Tersedia pada: http://www.scopus.com/ proceedings-of-the-rattan-seminar/pdf_files.

Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Sumatera Utara (ID): Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Ormsby T, Napoleon E, Burke R, Groessl C, Bowden L. 2008. Getting to Know ArcGIS Desktop. New York (US): ESRI Press.

[PUSLITBANG-HKA] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. 2013. Identifikasi Kelti Botani dan Ekologi Hutan: Hasil Identifikasi Spesies Rotan di Lokasi Demplot 2 Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Bogor (ID): PUSLITBANG-HKA.

Ridley M. 1993. Evolution. London (GB): Blackwell Scientific Publication, Inc. Supardi MN, Khali AH, Wan Razali M. 1999. Considerations in rattan inventory

practices in the tropics. INBAR Technical Report 14. Beijing (CN): International Network for Bamboo and Rattan. 57 pp.

Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID): Wetlands International Indonesia Programme.

Tellu AT. 2004. Kunci identifikasi rotan (Calamus spp.) asal Sulawesi Tengah berdasarkan struktur anatomi batang [skripsi]. Palu (ID): Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Tadulako.

(31)

20

(32)
(33)

22

Lampiran 3 Rekapitulasi analisis kuantitatif vegetasi No frekuensi relatif; D = dominansi; DR = dominansi relatif; INP = indeks nilai penting; n.a = not analyzed.

(34)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 29 Mei 1992 dari ayah Dasiman Juhaeni dan ibu Yati Haryati. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Majalengka dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi mahasiswa dan kegiatan yang berlangsung di fakultas maupun departemen. Penulis bergabung menjadi staf Departemen Public Relation International Forestry Students Association (IFSA) 2011, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bidang minat dan bakat Fakultas Kehutanan IPB periode 2011/2012, anggota Scientific Improvement himpunan profesi Tree Grower Community periode 2011/2012 dan anggota Bussiness Development himpunan profesi Tree grower community periode 2012/2013.

Selain organisasi di atas, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan di fakultas maupun departemen, di antaranya sebagai anggota kesekretariatan Save mangrove for our earth 2010, sekertaris kegiatan Forester Cup 2011, anggota divisi komisi disiplin kegiatan BELANTARA 2011, sekertaris kegiatan Forestry Exhibition 2011, anggota divisi hubungan masyarakat kegiatan Bina Corps Rimbawan 2012, anggota divisi acara Tree Grower Community In Action 2012. Penulis juga pernah memperoleh sertifikat Mahasiswa Berprestasi Departemen Silvikultur tahun 2011 dan 2012.

Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Sancang Kamojang tahun 2011, tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi serta bulan Februari tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di IUPHHK-HA PT. East Point Indonesia, Kalimantan Tengah. Penulis telah menyelesaikan

skripsi dengan judul “Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat” sebagai upaya untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulisan dan penyusunan skripsi ini dilakukan dengan arahan dari Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Tabel 1  Skoring serangan hama daun pada bibit tanaman Acacia crassicarpa
Gambar 2 Tanaman dan voucher C. manan. (a) individu  rotan; (b) batang
Tabel 3  Analisis kuantitatif vegetasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Perusahaan yang tidak hadir pada waktu dan tempat yang telah disebutkan di atas maka akan dinyatakan tidak lulus. Demikian undangan ini kami sampaikan, atas kehadirannya

diatas telah dianulir oleh Surat Mahkamah Agung Nomor : 32/TUADA-AG/III-UM/IX/1993 yang antara lain berisi bahwa ketentuan Pasal 84 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989

Pada prinsipnya jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap

Tuturan tersebut merupakan bentuk tindak tutur tidak langsung karena tipe kalimatnya adalah kalimat tanya namun penutur tidak bermaksud untuk bertanya.. Penutur menggunakan

selama 15 hari Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan Artemia sp dengan dosis pengayaan Vitamin A yang berbeda tidak memberikan pengaruh

Dalam pada itu juga, segala pemasalahan yang dihadapi oleh pihak pengurusan sistem pengangkutan awam terutamanya LRT serta Jabatan Perancangan Bandar dan Desa

Jumlah siswa yang mendapat nilai diatas KKM pada observasi awal 10 orang, siklus I 19 orang, sedangkan pada siklus II terdapat 28 orang anak sudah mendapatkan nilai

Ajaran tasawuf mempunyai peran penting bagi masyarakat modern karena akan mengantarkan kita untuk dapat menemukan ketentraman, kedamaian dan menemukan makna hidup yang