• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea Obtusa) Terhadap Artemia Salina Dan Sel Vero

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea Obtusa) Terhadap Artemia Salina Dan Sel Vero"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN TOKSISITAS EKSTRAK KEONG MATAH

MERAH (

Cerithidea obtusa

) TERHADAP

Artemia salina

DAN SEL VERO

AZIZA NOVA AULIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dan Sel

Vero adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Aziza Nova Aulia

NIM C34110027

(4)
(5)

ABSTRAK

AZIZA NOVA AULIA. Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dan Sel Vero. Dibimbing oleh ELLA

SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.

Ekstrak keong matah merah memiliki aktivitas antioksidan, antikanker dan antidiabetes sehingga dapat dijadikan sebagai bahan obat alami. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap

Artemia salina dan sel Vero, serta kandungan komponen aktifnya. Tahapan dari

penelitian ini yaitu karakterisasi bahan, ekstraksi (maserasi, perebusan dan sonikasi), dan karakterisasi ekstrak (uji toksisitas terhadap Artemia salina (BSLT),

uji toksisitas terhadap sel Vero (MTT assay), serta analisis fitokimia). Penelitian

ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk menganalisis hasil pengujian toksisitas terhadap Artemia salina dan sel Vero. Hasil pengujian

toksisitas terhadap Artemia salina menunjukkan nilai LC50 terendah terdapat pada

ekstrak aseton 773,52 ppm dan nilai LC50 tertinggi terdapat pada ekstrak air perebusan 1672,57 ppm. Hasil pengujian toksisitas terhadap sel Vero menunjukkan ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol, ekstrak aseton dan ekstrak n-heksana bersifat tidak toksik. Komponen aktif yang terkandung dalam ekstrak keong matah merah adalah alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid.

Kata kunci: Artemia salina,matah merah, sel Vero, toksisitas

ABSTRACT

AZIZA NOVA AULIA. Toxicity Test of Matah Merah Snail (Cerithidea obtusa)

Extract againts Artemia salina and Vero Cell. Supervised by ELLA SALAMAH

and SRI PURWANINGSIH.

Matah merah snail extract has an antioxidant, anticancer and antidiabetic activity that can be used as natural medicine. The aim of this research was to determine the toxicity of matah merah snail extract against Artemia salina and

Vero cell, and the active compounds. The steps of this research included characterization of materials, extraction (maceration, boiling and sonication), and characterization of extracts (toxicity test against Artemia salina (BSLT), toxicity

test against Vero cell (MTT assay), and phytochemical analysis). In this study, the data results of toxicity test against Artemia salina and Vero cell were analyzed

with completely randomize design. The result of toxicity test against Artemia salina showed that the lowest LC50 value was 773.52 ppm contained in acetone

extract and the highest LC50 value was 1672.57 ppm contained in boiling water extract. The result of toxicity test against Vero cell showed that boiling water extract, sonication water extract, methanol extract, acetone extract and n-hexane extract were not toxic. Active compounds detected in matah merah snail extract were alkaloid, flavonoid, saponin, steroid and triterpenoid.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PENGUJIAN TOKSISITAS EKSTRAK KEONG MATAH

MERAH (

Cerithidea obtusa

) TERHADAP

Artemia salina

DAN SEL VERO

AZIZA NOVA AULIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Pengujian Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dan Sel

Vero” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Dra Ella Salamah, MSi dan Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis,

2 Dr Kustiariyah, SPi MSi dan Bambang Riyanto, SPi MSi selaku dosen penguji dan komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala saran yang diberikan kepada penulis,

3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan,

4 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan,

5 Orangtua dan keluarga yang telah memberikan doa serta dukungan secara moril maupun materil,

6 Ema Masruroh, SSi, Dini Indriyani, SSi dan teman-teman (Gesti, Fianita, Restiani dan Aisyah) yang telah membantu penulis selama penelitian, 7 Keluarga besar Teknologi Hasil Perairan angkatan 48 atas segala doa,

bantuan, semangat dan dukungan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Karakterisasi ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 6

Prosedur Analisis ... 6

Rendemen Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)... 13

Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ... 16

Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Sel Vero dengan Metode MTT assay ... 18

Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ... 22

(16)

DAFTAR TABEL

1 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)... 11

2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 12

3 Rendemen ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 15

4 Hasil uji toksisitas ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 17

5 Komponen aktif ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 22

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian ... 4

2 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)... 5

3 Proporsi keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 12

4 Hasil ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa) ... 14

5 Persentase viabilitas sel Vero pada konsentrasi ekstrak keong matah merah ... 18

6 Gambaran morfologi sel Vero ... 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan proporsi keong matah merah ... 33

2 Perhitungan analisis proksimat keong matah merah ... 33

3 Perhitungan rendemen ekstrak keong matah merah ... 34

4 Hasil pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap Artemia salina... 34

5 Hasil uji normalitas LC50 ekstrak keong matah merah ... 36

6 Analisis ragam LC50 ekstrak keong matah merah ... 36

7 Hasil uji lanjut Duncan LC50 ekstrak keong matah merah ... 36

8 Hasil uji normalitas ekstrak air perebusan terhadap viabilitas sel Vero ... 36

9 Hasil uji lanjut Duncan ekstrak air perebusan terhadap viabilitas sel Vero 37

10 Analisis ragam ekstrak air perebusan terhadap viabilitas sel Vero ... 37

11 Hasil uji normalitas air sonikasi terhadap viabilitas sel Vero ... 37

12 Analisis ragam ekstrak air sonikasi terhadap viabilitas sel Vero ... 37

13 Hasil uji normalitas metanol terhadap viabilitas sel Vero ... 37

14 Analisis ragam ekstrak metanol terhadap viabilitas sel Vero ... 37

15 Hasil uji normalitas aseton terhadap viabilitas sel Vero ... 38

16 Analisis ragam ekstrak aseton terhadap viabilitas sel Vero ... 38

17 Hasil uji normalitas n-heksana terhadap viabilitas sel Vero ... 38

18 Analisis ragam ekstrak n-heksana terhadap viabilitas sel Vero ... 38

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan bahan alami dalam bidang kesehatan di Indonesia telah berkembang pesat. Masyarakat mulai menyadari pentingnya penggunaan bahan-bahan alami untuk pencegahan dan pengobatan penyakit dibandingkan dengan obat-obatan berbahan kimia. Indonesia yang memiliki perairan laut sangat luas dengan keanekaragaman biota laut melimpah tentunya berpotensi dalam menyediakan berbagai bahan obat-obatan alami. Hussain et al. (2012)

menyatakan bahwa biota laut mengandung berbagai macam komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Salah satu biota laut yang berpotensi sebagai bahan obat alami adalah keong matah merah. Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu jenis biota laut dari kelas

gastropoda yang telah lama dimanfaatkan bangsa Cina dan Taiwan sebagai bahan obat (Purwaningsih 2007). Kemampuannya sebagai obat diduga karena keong matah merah memiliki kandungan komponen aktif.

Penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan untuk mengetahui potensi komponen aktif dari keong matah merah. Ekstrak aseton keong matah merah diketahui memiliki aktivitas antikanker yang ditunjukkan oleh kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan kanker payudara pada mencit C3H dengan skor lesio ekstrak 9,48-4,38 dibandingkan skor lesio kontrol 13,05 (Purwaningsih 2006). Purwaningsih et al. (2008) melaporkan bahwa ekstrak

aseton keong matah merah mampu menghambat sel kanker serviks 90,62%, sel kanker paru 79,84% dan sel kanker leukemia 76,71% pada konsentrasi ekstrak 25 ppm. Penelitian Purwaningsih (2012) juga menunjukkan bahwa ekstrak metanol keong matah merah memiliki aktivitas sebagai antioksidan karena mempunyai nilai IC50 58,19 ppm. Cahyani et al. (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ekstrak metanol keong matah merah memiliki aktivitas antidiabetes dengan nilai IC50 36.400 ppm.

Penelitian keong matah merah yang telah dilakukan pada penelitian terdahulu belum mencakup pengujian toksisitas ekstrak bahan. Bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai obat belum tentu tidak memiliki efek samping yang merugikan, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian toksisitas ekstrak bahan. Nondo et al. (2015) menjelaskan bahwa beberapa komponen aktif yang

terkandung dalam bahan alami dapat bersifat toksik bagi manusia jika penggunaannya kurang tepat.

Pengujian toksisitas suatu bahan merupakan salah satu metode uji yang digunakan untuk mengetahui keamanan suatu bahan alami yang akan dijadikan produk neutraseutikal (Lestari 2014). Pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan MTT assay. Metode BSLT merupakan metode

pengujian toksisitas nonspesifik yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan komponen aktif secara farmakologi terhadap larva udang Artemia salina.

Parameter yang digunakan pada metode BSLT adalah kematian larva udang

A. salina (Meyer et al. 1982). Metode MTT assay merupakan metode pengujian

(18)

2

menggunakan kultur sel. Senthilraja dan Kathiresan (2015) menjelaskan bahwa sel Vero merupakan sel normal yang diisolasi dari sel ginjal monyet hijau Afrika. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang toksisitas ekstrak keong matah merah dan dapat dijadikan dasar pengembangan keong matah merah menjadi produk obat yang dapat dipakai secara luas oleh masyarakat.

Perumusan Masalah

Ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) memiliki aktivitas

antioksidan, antikanker dan antidiabetes, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan alami. Penelitian mengenai manfaat ekstrak keong matah merah telah banyak dilakukan, namun pengujian toksisitas ekstrak bahan belum dilakukan sebelumnya. Pengujian toksisitas dilakukan untuk mengetahui keamanan ekstrak keong matah merah yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan obat berbahan alami.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan toksisitas ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) terhadap A. salina dan sel Vero, serta kandungan

komponen aktif dari ekstrak keong matah merah.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ilmiah mengenai toksisitas ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)

menggunakan metode BSLT terhadap A. salina dan metode MTT assay terhadap

sel Vero, serta mengenai kandungan komponen aktif ekstrak keong matah merah yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangannya sebagai obat berbahan alami.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi bahan, ekstraksi dan karakterisasi ekstrak. Karakterisasi keong matah merah meliputi pengamatan morfometrik, preparasi dan analisis proksimat (AOAC 1980). Ekstraksi keong matah merah menggunakan metode maserasi, perebusan dan sonikasi (Purwaningsih et al. 2008). Karakterisasi ekstrak keong matah merah meliputi

pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT terhadap A. salina (Krishnaraju et al. 2005) dan metode MTT assay terhadap sel Vero (Mattana et al. 2012), serta

(19)

3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga November 2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang berasal dari Pasar Ikan Muara Angke. Informasi

dari penjual menyebutkan bahwa keong matah merah ini dipasok dari Desa Simpang Tiga Jaya, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi akuades, selenium, larutan H2SO4 pekat, NaOH 40%, asam borat (H3BO3) 2%, indikator bromocresol green-methyl red berwarna merah muda, larutan HCl 0,1 N,

pelarut n-heksana. Bahan-bahan untuk ekstraksi meliputi pelarut air, metanol, aseton, dan n-heksana. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji toksisitas dengan metode BSLT meliputi larva udang A. salina dan air laut. Bahan-bahan yang

digunakan untuk uji toksisitas dengan metode MTT assay meliputi sel Vero,

reagen 3-(4-,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT), media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Bovine Serum

(FBS), penisilin, dan streptomisin. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis fitokimia meliputi H2SO4 2N, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff, serbuk Mg, larutan amil alkohol, larutan alkohol 70%, HCl 2 N, larutan FeCl3 1%, etanol 70%, CHCl3, larutan anhidrat asam asetat, larutan H2SO4, dan larutan FeCl3 5%.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital (Sartorius TE212-L, Bradford-UK), blender (National MX-T1GN,

Jakarta-Indonesia), cawan porselen, aluminium foil, labu Erlenmeyer, gelas ukur, kertas

saring, orbital shaker, rotary vacuum evaporator (Eyela 0SB-2100,

Tokyo-Japan), sonikator (Bransonic 1510E-MTH, Danbury-USA), freeze dryer (Christ

Alpha 2-4 LDplus, Shropshire-UK), mikropipet, vortex, tabung reaksi, pipet tetes, inkubator CO2 (Binder CB160, Tuttlingen-Germany), mikropelat 96-sumur, mikroskop inverted (Nikon TE2000-S, Tokyo-Japan), dan ELISA reader

(Bio-Rad, iMark Microplate Absorbance Reader 168-1130, Richmond-California).

Prosedur Penelitian

(20)

4

bahan, dan analisis proksimat. Tahap kedua yaitu ekstraksi keong matah merah menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol, aseton dan n-heksana, serta metode perebusan dan sonikasi dengan pelarut air. Tahap ketiga yaitu karakterisasi ekstrak keong matah merah meliputi pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT terhadap A. salina dan metode MTT assay terhadap

sel Vero serta analisis fitokimia. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian Ekstrak kasar keong

matah merah

Ekstrak kasar keong matah merah terpilih

Uji toksisitas terhadap Artemia salina dengan metode BSLT

Uji toksisitas terhadap sel Vero dengan metode MTT assay

Ekstraksi maserasi tunggal (b:v = 1:5) dengan pelarut metanol (polar), aseton (semi polar), dan n-heksana (non polar)

Ekstraksi sonikasi (b:v = 1:5) dengan pelarut air (polar) Ekstraksi perebusan (b:v = 1:5) dengan pelarut air (polar)

Keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Preparasi

(pemisahan cangkang dengan daging dan jeroan, pemotongan, penghalusan)

Daging dan jeroan halus keong matah merah Pengamatan morfometrik (panjang, lebar, tebal dan berat)

Analisis proksimat

Analisis fitokimia Karakterisasi ekstrak keong matah

(21)

5

Panjang 4,52 cm

Lebar 1,73 cm Tebal

1,54 cm

Karakterisasi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (Insanabella 2012)

Proses karakterisasi dimulai dengan pengamatan morfometrik. Pengamatan morfometrik keong matah merah sebanyak 30 ekor yang dilakukan meliputi pengukuran panjang, lebar, tebal dan berat. Morfometrik keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Sampel yang sudah diamati morfometriknya selanjutnya dipreparasi dengan memisahkan daging dan jeroan dari cangkangnya. Daging dan jeroan keong matah merah dipotong-potong menggunakan pisau untuk mempermudah proses penghalusan selanjutnya diblender hingga halus. Sampel yang sudah halus kemudian digunakan untuk analisis proksimat dan ekstraksi.

Ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (Purwaningsih et al. 2008)

Sampel keong matah merah yang telah melalui tahap karakterisasi kemudian dilanjutkan dengan tahap ekstraksi. Ekstraksi keong matah merah dilakukan menggunakan metode maserasi, perebusan dan sonikasi.

Sampel keong matah merah diekstraksi menggunakan berbagai pelarut dengan perbandingan 1:5 (b/v) secara maserasi tunggal. Pelarut yang digunakan adalah pelarut metanol, aseton dan n-heksana. Sampel keong matah merah sebanyak 200 g direndam dalam 400 mL pelarut dan dimaserasi selama 24 jam menggunakan orbital shaker. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas Whatman 42 dan filtrat yang dihasilkan disimpan dalam botol kaca. Residu

direndam kembali menggunakan pelarut sebanyak 400 mL dan dimaserasi selama 24 jam, selanjutnya residu yang diperoleh direndam kembali menggunakan pelarut sebanyak 200 mL. Filtrat yang dihasilkan dihilangkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 40 °C selama 6 jam.

(22)

6

kaca. Filtrat hasil perebusan kemudian dipisahkan dengan sisa pelarut air menggunakan freeze dryer hingga didapat ekstrak kasar.

Sampel keong matah merah diekstraksi menggunakan metode sonikasi dengan pelarut air dalam perbandingan 1:5 (b/v). Sebanyak 200 g sampel keong matah merah dicampurkan dengan pelarut air sebanyak 1000 mL untuk disonikasi. Sonikasi dilakukan selama 2 jam dengan frekuensi 42 kHz pada suhu 28 ºC. Sampel keong matah merah hasil sonikasi disaring menggunakan kertas

Whatman 42 dan filtratnya disimpan dalam botol kaca. Filtrat yang diperoleh

selanjutnya dipisahkan dengan sisa pelarut air menggunakan freeze dryer,

sehingga diperoleh ekstrak kasar keong matah merah.

Karakterisasi ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Ekstrak yang dihasilkan dari metode maserasi, perebusan dan sonikasi selanjutnya ditimbang bobotnya untuk memperoleh rendemen ekstrak keong matah merah yang dihitung menggunakan rumus berikut:

endemen e at ekst ak g e at sampel g 100

Hasil ekstraksi keong matah merah yang diperoleh meliputi 5 jenis ekstrak yaitu ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol, ekstrak aseton dan ekstrak n-heksana. Masing-masing jenis ekstrak tersebut diuji toksisitasnya menggunakan metode BSLT terhadap A. salina dan metode MTT assay terhadap

sel Vero, serta dilakukan analisis fitokimia.

Prosedur Analisis

Analisis proksimat (AOAC 1980)

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan. Analisis yang dilakukan terhadap sampel keong matah merah ini meliputi analisis kadar air, abu, protein dan lemak.

1) Analisis kadar air

Analisis kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator selama 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 8 jam. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang kembali. Kadar air ditentukan menggunakan rumus berikut:

a da ai e at contoh a a l g be at contoh akhi g e at contoh a a l g 100 2) Analisis kadar abu

(23)

7 dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600°C selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut:

a da abu obot setelah tanu g ca an kosong g e at sampel a a l g 100 3) Analisis kadar protein

Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi diawali dengan menimbang sampel sebanyak 0,25 g, kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Labu yang berisi larutan dimasukkan ke dalam alat destruksi selama 1 jam pada suhu 410 ºC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan berwarna jernih. Tahap selanjutnya adalah destilasi. Larutan hasil destruksi ditambahkan dengan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40% lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi pada suhu 100 ºC. Hasil destilasi tersebut ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi 10 mL larutan H3BO3 2% dan 2 tetes indikator bromocresol green-methyl red yang berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan setelah volume destilat mencapai 10 mL dan berwarna hijau kebiruan. Hasil destilasi selanjutnya dititrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan dalam labu erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Kadar protein ditentukan dengan rumus: kedua ujungnya ditutup kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2), kemudian disambungkan dengan tabung soxhlet. Refluks selanjutnya dilakukan selama 6 jam dengan pelarut lemak (n-heksana) sebanyak 150 mL. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut menguap. Pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor pada saat destilasi. Pelarut tersebut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam, kemudian labu lemak disimpan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus berikut:

(24)

8

Uji toksisitas terhadap Artemia salina dengan Brine Shrimp Lethality Test (Krishnaraju et al. 2005)

Sebanyak 50 mg telur A. salina dimasukkan ke dalam wadah berisi air laut

yang sudah disaring dan diaerasi. Telur dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas digunakan untuk uji toksisitas.

Pembuatan larutan stok ekstrak keong matah merah dalam konsentrasi 2000 ppm dengan pelarut air laut kemudian diencerkan hingga diperoleh konsentrasi 10, 100, 200, 500, dan 1000 ppm. Sebanyak 400 μ air laut, 10 ekor larva A. salina dalam 600 μ ai laut dan 1 m ekst ak dimasukkan ke

dalam multiwall plate. Multiwell plate ditutup dan dibiarkan selama 24 jam

dibawah pencahayaan lampu. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva A. salina yang mati.

Uji toksisitas terhadap sel Vero dengan MTT assay (Mattana et al. 2012)

Sel Vero yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sel lestari normal. Sel Vero dibiakkan dalam media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium

(DMEM). Media penumbuh sel dilengkapi dengan 10% Fetal Bovine Serum

(FBS), 100 unit/mL penicillin, dan 100 μg/m st eptomisin. Sel dibiakkan dengan konsent asi 5000 sel dalam 100 μ media penumbuh selama 24 jam dalam inkubator pada suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2.

Sel Vero yang telah dibiakkan selama 24 jam selanjutnya ditambahkan dengan ekstrak keong matah merah sebanyak 100 μ dengan konsent asi ekst ak 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm. Inkubasi dilakukan kembali dalam waktu 48 jam pada inkubator dengan suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Sel yang tidak mendapat perlakuan ekstrak keong matah merah digunakan sebagai kontrol.

Uji MTT assay dilakukan selanjutnya setelah inkubasi 48 jam dengan

menambahkan 5 mg/mL reagen 3-(4-,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) sebanyak 10 μ ke dalam setiap well, kemudian

diinkubasi selama 4 jam pada suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Sel hidup akan bereaksi dengan reagen MTT membentuk formazan. Formazan dilarutkan menggunakan etanol 70%, lalu nilai serapannya diukur menggunakan ELISA

reader pada panjang gelombang 595 nm. Hal uji berupa serapan dikonversikan ke

dalam bentuk persentase viabilitas menggunakan rumus:

ia bilitas (abso bansi kont olabso bansi sampel) 100

Analisis fitokimia (Harborne 1987)

Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen aktif pada suatu bahan. Analisis yang dilakukan terhadap ekstrak keong matah merah ini meliputi pemeriksaan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol hidroquinon, steroid dan triterpenoid.

1) Alkaloid

(25)

9 putih dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan terbentuk endapan jingga dengan pereaksi Dragendorff.

2) Flavonoid

Sampel sebanyak 50 mg ditambahkan dengan 0,05 mg serbuk Mg, selanjutnya ditambahkan 0,2 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol 70%. Hasil uji dinyatakan positif apabila larutan berwarna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3) Saponin

Uji saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 50 mg sampel diletakkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas sebanyak 20 mL. Tabung reaksi dikocok dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya ditambahkan HCl 2N sebanyak 1 tetes. Hasil uji positif saponin ditunjukkan dengan adanya busa yang stabil.

4) Tanin

Sebanyak 50 mg sampel ditambahkan dengan air panas 20 mL, sampel tersebut disaring ditetesi dengan FeCl3 1% sebanyak 2 tetes. Hasil uji tanin positif jika larutan berwarna biru tua atau hijau kehitaman.

5) Fenol hidroquinon

Sebanyak 50 mg sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi. Sampel dicampurkan dengan etanol 70% sebanyak 0,25 mL dan ditambahkan FeCl3 5% sebanyak 2 tetes. Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk warna hijau atau hijau biru.

6) Steroid/ Triterpenoid

Sebanyak 50 mg sampel ditambah dengan 2 mL kloroform. Sampel tersebut selanjutnya ditetesi dengan anhidrida asam asetat sebanyak 5 tetes, lalu ditetesi dengan H2SO4 2N sebanyak 3 tetes. Hasil uji steroid positif bila warna larutan berubah menjadi biru, sedangkan hasil uji triterpenoid positif bila terbentuk warna merah kecoklatan pada lapisan permukaan sampel.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data dianalisis dengan Analysis of Varians (ANOVA) dan apabila

terdapat pengaruh nyata, maka dianalisis dengan uji Duncan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16. Model

matematika rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie 1993) sebagai berikut: ij μ i ij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada taraf i ulangan ke-j

µ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan

(26)

10

Data hasil pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap

A. salina ditunjukkan dengan nilai LC50 pada masing-masing jenis ekstrak.

Hipotesa rancangan acak lengkap (RAL) toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap A. salina adalah sebagai berikut:

H0 = jenis ekstrak keong matah merah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai LC50

H1 = jenis ekstrak keong matah merah berpengaruh nyata terhadap nilai LC50 Data yang diperoleh dari uji toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap sel Vero berupa persentase viabilitas sel pada masing-masing konsentrasi ekstrak di setiap jenis ekstrak. Hipotesa rancangan acak lengkap (RAL) toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap sel Vero adalah sebagai berikut:

H0 = konsentrasi ekstrak keong matah merah tidak berpengaruh nyata terhadap persentase viabilitas sel Vero

H1 = konsentrasi ekstrak keong matah merah berpengaruh nyata terhadap persentase viabilitas sel Vero

Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh nyata pada selang 95% (α = 0,05) maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan adalah:

p ( α p dbg)

Keterangan:

= Nilai Duncan tabel

r = Ulangan α = Taraf nyata

p = Banyaknya perlakuan yang dibandingkan dbg = Derajat bebas galat

Uji normalitas data dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam perhitungan. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji

normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah galat data yang digunakan menyebar normal, apabila nilai Pvalue ≥ α 0 05), maka data berdistribusi normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)

(27)

11 Tabel 1 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Parameter Nilai Nilai*

Panjang (cm) 3,90 ± 0,26 4,53 ± 1,01

Lebar (cm) 1,92 ± 0,19 3,75 ± 0,35

Tebal (cm) 1,51 ± 0,22 1,73 ± 0,18

Berat (g) 4,81 ± 1,02 1,80 ± 0,13

Keterangan: * Purwaningsih et al. (2015)

Keong matah merah merupakan salah satu spesies dari genus Cerithidea

yang memiliki bentuk khas dengan panjang antara 3-5 cm, dan memiliki cangkang dengan pola ulir dengan ujung cangkang yang tumpul. Ujung cangkang yang tumpul inilah yang menjadi ciri khas spesies Cerithidea obtusa untuk dibedakan

dengan jenis Cerithidea yang lain. Obtusus berarti tumpul sehingga penamaan obtusa digunakan untuk spesies ini. Keong matah merah adalah spesies umum

pada ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan lingkungan yang ekstrim karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut, suhu dan salinitas yang berubah-ubah. Kondisi tersebut menyebabkan keong matah merah memiliki kemampuan beradaptasi untuk dapat bertahan hidup (Dharma 1992). Menurut Ernanto et al. (2010) bahwa adaptasi gastropoda mencakup daya tahan

terhadap kehilangan air dan pemeliharaan keseimbangan panas tubuh. Gastropoda masuk ke dalam cangkang ketika pasang turun, kemudian menutup celah menggunakan operkulum sehingga kehilangan air dapat dikurangi. Gastropoda juga memiliki toleransi terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim, serta memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas internal. Hewan ini hanya aktif ketika pasang naik dan tubuhnya terendam air.

Penyebaran keong matah merah umumnya pada daerah mangrove di kawasan Indo-Pasifik Barat yang meliputi Madagaskar, India, Indonesia, Filipina dan Australia. Keong matah merah hidup dengan menempel pada substrat berupa pasir atau lumpur. Substrat yang ada digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan dan sumber untuk mendapatkan makanan keong. Makanan keong berupa bahan organik yang berasal dari dekomposisi daun mangrove, fitoplankton, maupun bakteri (Sreenivasan 1982). Hasil pengamatan morfometrik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa keong matah merah memiliki panjang, lebar, tebal dan berat yang bervariasi. Variasi ukuran keong matah merah ini diduga disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan setiap keong.

Pertumbuhan suatu biota dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu keturunan, jenis kelamin, parasit dan penyakit, serta umur. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah biota yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kadar amonia di perairan dan salinitas (Effendie 1997).

Pengukuran morfometrik dilanjutkan dengan perhitungan rendemen. Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu bahan atau produk. Rendemen adalah persentase bagian bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Purwaningsih et al. (2015) menjelaskan bahwa persentase

(28)

12

daging, jeroan dan cangkang dengan berat total keong. Proporsi keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Proporsi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (%)

cangkang, daging, jeroan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi keong matah merah terbesar adalah cangkang kemudian diikuti oleh daging dan jeroan. Perhitungan proporsi keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cahyani (2015) bahwa proporsi rendemen keong matah merah terbesar terdapat pada bagian cangkang sebesar 66,7%, diikuti daging sebesar 18,1% dan jeroan 15,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa cangkang merupakan bagian terbesar dari keseluruhan berat keong. Keong matah merah memiliki proporsi cangkang terbesar karena seluruh tubuhnya tertutupi oleh cangkang.

Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)

Informasi mengenai komposisi kimia yang terkandung dalam keong matah merah dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, abu, lemak, dan protein. Hasil analisis komposisi kimia keong matah merah dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.

Tabel 2 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Parameter Keong matah merah Komposisi (% bb) Keong matah merah*

Kadar air 78,56 ± 0,42 82,80 ± 0,10

Kadar abu 3,15 ± 0,10 2,00 ± 0,20

Kadar lemak 0,18 ± 0,01 0,30 ± 0,10

Kadar protein 10,60 ± 0,25 11,90 ± 0,10

Keterangan : *Cahyani (2015)

Kadar air keong matah merah menunjukkan persentase yang tinggi yaitu sebesar 78,56%. Tingginya kadar air juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Cahyani (2015) pada keong matah merah yaitu 82,80%. Keong matah merah yang merupakan produk hasil perairan termasuk dalam bahan pangan yang

20,93%

(29)

13 memiliki kandungan air tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan (high perishable food). Arifin (2008) menyatakan bahwa kadar air hewan laut berkisar

antara 70,1-85%. Perbedaan kadar air diduga dipengaruhi oleh jenis spesies, kondisi lingkungan, umur, dan kesegaran bahan.

Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar abu keong matah merah sebesar 3,15%. Besar kecilnya kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan jenis organisme, serta perbedaan kondisi habitat dan lingkungan hidup. Menurut Padidela dan Thummala (2015) kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan habitat dan lingkungan. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya.

Keong matah merah mengandung kadar lemak sebesar 0,18%. Kadar lemak keong matah merah hasil penelitian Cahyani (2015) menunjukkan hasil sebesar 0,30%. Adanya perbedaan kadar lemak ini diduga disebabkan oleh perbedaan umur spesies dan tingkat kematangan gonad. Palpandi et al. (2010)

menjelaskan bahwa lemak akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur, karena kondisi fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi untuk berkembang biak yang disimpan dalam bentuk lemak.

Kadar protein dari keong matah merah berdasarkan analisis proksimat adalah 10,60%. Ayas dan Ozogul (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perbedaan jenis organisme, perbedaan ukuran individu yang digunakan dalam penelitian, dan waktu pengambilan sampel yang berbeda akan mempengaruhi hasil analisis proksimat dari suatu bahan.

Menurut Periyasamy et al. (2011), adanya perbedaan hasil analisis

proksimat secara keseluruhan dari daging gastropoda dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan hidup keong yang berbeda terutama kandungan bahan organik yang tersedia di lingkungannya sebagai bahan makanan utama keong. Kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein keong yang bervariasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis, ukuran, tingkat kematangan gonad, suhu, jenis makanan dan lokasi pengambilan sampel.

Rendemen Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)

(30)

14

(a) (b)

(c)

Gambar 4 Hasil ekstraksi keong matah merah: (a) Ekstrak air perebusan, (b) Ekstrak air sonikasi, (c) Ekstrak metanol, aseton dan n-heksana

Hasil ekstraksi keong matah merah menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik ekstrak keong matah merah dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut dan metode ekstraksi yang digunakan. Warna kuning kecoklatan diduga dibentuk oleh adanya senyawa hidrofobik yang tertarik oleh pelarut, seperti minyak atau essential oil yang umumnya berwarna kuning

kecoklatan. Manurung et al. (2004) menjelaskan bahwa molekul zat warna

merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen.

Makanan keong matah merah berupa bahan organik yang berasal dari dekomposisi daun mangrove dan fitoplankton yang umumnya berwarna hijau atau coklat diduga juga mempengaruhi warna dari ekstrak keong matah merah yang dihasilkan. Metode pemisahan filtrat dan pelarut yang digunakan juga dapat mempengaruhi karakteristik ekstrak. Ekstrak air perebusan dan ekstrak air sonikasi yang menggunakan freeze dryer untuk memisahkan filtrat dengan pelarut

air menghasilkan ekstrak berbentuk bubuk. Ekstrak metanol, aseton dan n-heksana menggunakan rotary vacuum evaporator untuk memisahkan filtrat

dengan pelarut menghasilkan ekstrak yang berbentuk pasta.

(31)

15 persen (%). Hasil perhitungan rendemen ekstrak keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 3. Karakteristik ekstrak keong matah merah yang meliputi rendemen, bentuk dan warna ekstrak ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Jenis ekstrak Rendemen (%) Bentuk ekstrak Warna ekstrak Air perebusan 2,37 ± 0,19 Bubuk Hijau kecoklatan

Air sonikasi 1,91 ± 0,16 Bubuk Coklat tua

Metanol 2,86 ± 0,30 Pasta Coklat tua

Aseton 1,82 ± 0,14 Pasta Coklat tua

N-heksana 0,08 ± 0,05 Pasta Kuning kecoklatan

Hasil ekstraksi keong matah merah menunjukkan bahwa rendemen tertinggi ekstrak keong matah merah terdapat pada ekstrak metanol yaitu sebesar 2,86%, sedangkan rendemen terendah terdapat pada ekstrak n-heksana sebesar 0,08%. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Prabowo (2009) yang menunjukkan bahwa rendemen ekstrak tertinggi dari keong matah merah terdapat pada ekstrak metanol yaitu sebesar 1,52% dan ekstrak terendah terdapat pada ekstrak n-heksana sebesar 0,18%.

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut terpilih yang disimpan dalam jangka waktu tertentu. Sampel dapat direndam dengan atau tanpa pengadukan (Tiwari et al. 2011). Metode maserasi

dilakukan karena metodenya yang sederhana dan bertujuan untuk mengurangi kerusakan zat aktif dalam bahan yang tidak tahan panas. Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi menunjukkan hasil yang berbeda-beda sesuai dengan pelarutnya. Ekstrak metanol menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 2,86%, diikuti dengan ekstrak aseton sebesar 1,82% dan ekstrak n-heksana dengan nilai ekstrak terendah sebesar 0,08%. Rendemen ekstrak metanol yang tinggi diduga karena kemampuan dari pelarut metanol yang bersifat polar dapat melarutkan hampir semua komponen senyawa aktif yang terkandung dalam keong matah merah. Kumoro et al. (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

semakin tinggi tingkat kepolaran suatu pelarut akan meningkatkan rendemen ekstrak dari suatu sampel.

Ekstraksi dengan pelarut air dilakukan menggunakan metode perebusan dan sonikasi. Ekstraksi keong matah merah menggunakan metode perebusan didasarkan atas kebiasaan pada masyarakat dalam mengkonsumsi keong matah merah dengan cara merebusnya menggunakan air (Insanabella 2012). Rendemen ekstrak air perebusan didapatkan hasil sebesar 2,37%. Ekstraksi keong matah merah dengan pelarut air juga dilakukan menggunakan metode sonikasi. Metode ekstraksi menggunakan sonikasi merupakan metode ekstraksi alternatif yang memanfaatkan gelombang ultrasonik. Tania et al. (2009) menjelaskan bahwa

(32)

16

akibat adanya gelombang ultrasonik yang terlalu lama. Rendemen ekstrak air sonikasi didapatkan hasil sebesar 1,9%.

Perbedaan nilai rendemen ekstrak menggunakan pelarut air dengan metode perebusan dan sonikasi diduga karena adanya proses pemanasan pada metode ekstraksi perebusan yang mempengaruhi kelarutannya. Pemanasan pelarut dapat mempercepat larutnya zat terlarut. Pelarut dengan suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat melarutkan zat terlarut dibandingkan pelarut dengan suhu lebih rendah. Proses pemanasan akan menyebabkan partikel bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah, sehingga kontak antara pelarut dengan bahan menjadi lebih efektif. Oleh karena itu rendemen ekstrak air perebusan lebih besar dibandingkan rendemen ekstrak air sonikasi. Tingginya nilai rendemen ekstrak air perebusan juga diduga karena adanya senyawa selain dari isi sel yang ikut terlarut akibat proses perebusan. Nusantoro dan Haryadi (2003) menjelaskan bahwa proses perebusan akan menyebabkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa penyusun jaringan sehingga tidak hanya isi sel saja yang terekstrak, tetapi juga akan mengekstrak senyawa-senyawa lain hasil degradasi yang larut dalam pelarut.

Rendemen ekstrak menggunakan pelarut metanol dan pelarut air menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan hasil ekstraksi dengan pelarut aseton dan pelarut n-heksana. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komponen-komponen bioaktif dalam keong matah merah lebih bersifat polar karena banyak yang terekstrak pada pelarut polar, yaitu metanol dan air. Hasil ini didukung oleh penelitian dari Susanto (2010) yang menyatakan bahwa kandungan komponen senyawa aktif yang bersifat polar pada filum moluska umumnya terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dibanding komponen-komponen senyawa aktif lain yang bersifat non polar dan semi polar.

Perbedaan rendemen ekstrak dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh penggunaan jenis pelarut yang berbeda. Kumoro et al. (2009) menyatakan bahwa

perbedaan rendemen dari ekstrak dipengaruhi oleh tingkat kepolaran pelarut. Salamah et al. (2008) juga menjelaskan bahwa pelarut yang berbeda akan

melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda tergantung tingkat kepolarannya, sehingga jumlah ekstrak yang dihasilkan bergantung pada jenis pelarutnya. Penggunaan metode maserasi, perebusan dan sonikasi untuk mengekstraksi keong matah merah dalam penelitian ini juga memberikan pengaruh terhadap nilai rendemen ekstrak. Sani et al. (2014) menyatakan bahwa perbedaan pelarut dan

perbedaan metode ekstraksi yang digunakan akan mempengaruhi rendemen sampel yang dihasilkan.

Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Artemia salina dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Uji toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap A. salina dilakukan

menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan

metode untuk memprediksi senyawa yang bersifat racun dengan mudah dan sederhana, serta dapat digunakan untuk prescreening keberadaan senyawa aktif

yang terkandung dalam ekstrak (Meyer et al. 1982). Hasil uji toksisitas ekstrak

(33)

17 Tabel 4 Hasil uji toksisitas ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Jenis ekstrak LC50 (ppm) Kategori

Air perebusan 1672,57 ± 91,73d Tidak toksik Air sonikasi 1612,72 ± 9,21cd Tidak toksik

Metanol 1485,29 ± 51,72c Tidak toksik

Aseton 773,52 ± 39,16a Toksik rendah

N-heksana 1163,43 ± 59,39b Tidak toksik

Keterangan : angka-angka yang diikuti subscript berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata

(p<0,05)

Pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT terhadap larva udang

A. salina dilakukan dengan melihat tingkat kematian larva yang disebabkan oleh

ekstrak kasar sampel. Tingkat kematian atau mortalitas larva A. salina selanjutnya

dianalisis probit untuk menentukan LC50 (lethal concentration 50%). Nilai LC50 merupakan jumlah konsentrasi ekstrak uji yang dapat menyebabkan kematian larva udang A. salina sebesar 50% setelah masa inkubasi 24 jam (Meyer et al.

1982). Contoh perhitungan nilai LC50 dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil uji normalitas pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap A. salina dapat dilihat pada Lampiran 5. a sil analisis agam α 0 05

toksisitas ekstrak keong matah merah pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis ekstrak mempengaruhi nilai LC50. Uji Duncan pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai LC50 ekstrak aseton berbeda nyata dengan ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana. Perbedaan hasil ini diduga karena perbedaan metode ekstraksi dan kemampuan pelarut dalam menarik komponen aktif keong matah merah. Metode ekstraksi perebusan yang menggunakan proses pemanasan dapat menyebabkan rusaknya komponen aktif keong matah merah, hal tersebut diduga menyebabkan tingginya nilai LC50 ekstrak air perebusan. Ali et al. (2013) menyebutkan bahwa kandungan komponen

aktif yang terkandung pada masing-masing jenis ekstrak dapat mempengaruhi toksisitasnya.

Suatu ekstrak termasuk ke dalam kategori sangat toksik apabila memiliki nilai LC50 kurang dari 30 ppm, dianggap kategori toksik apabila memiliki nilai LC50 diantara 31-200 ppm, dianggap kategori toksik rendah apabila memiliki nilai LC50 diantara 201-1000 ppm dan dianggap tidak toksik apabila nilai LC50 lebih dari 1000 ppm (McLaughlin et al. 1998). Hasil dari pengujian toksisitas ekstrak

keong matah merah menunjukkan bahwa ekstrak aseton memiliki nilai LC50 terendah yaitu sebesar 773,52 ppm dan ekstrak air perebusan memiliki nilai LC50 tertinggi yaitu sebesar 1672,57 ppm. Hal ini dapat dikatakan bahwa ekstrak aseton memiliki senyawa yang lebih toksik diantara jenis ekstrak lainnya.

Hasil pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah menunjukkan bahwa ekstrak aseton termasuk dalam kategori toksik rendah. Karakteristik ekstrak aseton yang berbentuk pasta diduga mempengaruhi hasil toksisitasnya terhadap A. salina. Hasil ekstraksi yang berbentuk pasta diduga masih

mengandung pelarut aseton yang dapat mempengaruhi toksisitas ekstrak keong matah merah. Ali et al. (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

penggunaan ekstrak kasar kering untuk pengujian toksisitas terhadap larva udang

A. salina dapat mengurangi adanya toksisitas akibat pengaruh pelarut yang

(34)

18

Toksisitas ekstrak keong matah merah juga diduga dipengaruhi oleh komponen aktif yang terkandung di dalamnya. Veni dan Pushpanathan (2014) menjelaskan bahwa kandungan komponen aktif ekstrak suatu bahan dapat menyebabkan kematian larva udang dalam konsentrasi tertentu. Mustanir dan Rosnani (2008) menyatakan bahwa pelarut aseton dapat menarik senyawa aktif seperti alkaloid, terpenoid dan steroid. Senyawa-senyawa tersebut diduga dalam kadar tertentu dapat menyebabkan kematian larva udang.

Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) terhadap Sel Vero dengan Metode MTT assay

Pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap sel Vero dilakukan menggunakan metode MTT assay. Prinsip kerja dari metode ini

didasari oleh reduksi garam tetrazolium oleh enzim suksinat dehydrogenase yang terdapat pada mitokondria sel hidup. Reaksi tersebut akan menghasilkan kristal formazan yang tidak dapat larut dalam air, oleh karena itu digunakan etanol 70% untuk melarutkannya sehingga membentuk warna ungu pada sel yang hidup. Jumlah sel yang hidup pada well sebanding dengan absorban yang terukur

(Patel et al. 2009). Hasil pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap

sel Vero dapat dilihat pada Gambar 5.

(a)

(35)

19

(36)

20

terhadap sel Vero dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis agam α 0 05 pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak air perebusan memberikan pengaruh terhadap persentase viabilitas sel Vero. Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa persentase viabilitas sel Vero pada konsentrasi 160 ppm sebesar 126,66% berbeda nyata dengan persentase viabilitas sel Vero pada konsentrasi 20 ppm, 40 ppm dan 80 ppm.

Persentase viabilitas sel Vero menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada konsentrasi ekstrak air sonikasi 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm. Hasil uji normalitas pengujian toksisitas ekstrak air sonikasi keong matah merah terhadap sel Vero dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil analisis agam α 0 05 pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak air sonikasi tidak memberikan pengaruh terhadap persentase viabilitas sel Vero. Standar deviasi persentase viabilitas sel Vero pada ekstrak air sonikasi di masing-masing konsentrasi menunjukkan nilai yang besar, hal ini dapat dikatakan bahwa persentase viabilitas sel Vero pada masing-masing ulangan memiliki hasil yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh ekstrak air sonikasi tidak terlarut sempurna sehingga hasil yang diberikan pada masing-masing ulangan berbeda.

Hasil uji normalitas pengujian toksisitas ekstrak metanol keong matah merah terhadap sel Vero dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil analisis ragam α 0 05 pada ampi an 14 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak metanol tidak memberikan pengaruh terhadap persentase viabilitas sel Vero. Persentase viabilitas sel Vero tidak berbeda nyata pada konsentrasi ekstrak metanol 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm.

Persentase viabilitas sel Vero pada ekstrak aseton menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata di masing-masing konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm. Hasil uji normalitas pengujian toksisitas ekstrak aseton keong matah merah terhadap sel Vero dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil analisis ragam α 0 05 pada ampi an 16 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak aseton tidak memberikan pengaruh terhadap persentase viabilitas sel Vero.

Hasil uji normalitas pengujian toksisitas ekstrak n-heksana keong matah merah terhadap sel Vero dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil analisis ragam α 0 05 pada ampi an 18 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak n-heksana tidak memberikan pengaruh terhadap persentase viabilitas sel Vero. Persentase viabilitas sel Vero tidak berbeda nyata pada konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm.

Pengujian toksisitas menggunakan metode MTT assay bertujuan untuk

mengetahui keamanan ekstrak keong matah merah terhadap sel Vero. Menurut Senthilraja dan Kathiresan (2015) sel Vero merupakan sel normal monolayer berbentuk poligonal dan pipih yang diisolasi dari sel ginjal moyet hijau Afrika. Sel Vero sering digunakan untuk mempelajari pertumbuhan sel, diferensiasi sel, sitotoksisitas dan tranformasi sel yang diinduksi oleh berbagai senyawa kimia.

Persentase viabilitas sel Vero pada semua konsentrasi ekstrak keong matah merah menunjukkan nilai diatas 70%. Batas aktivitas ekstrak kasar berdasarkan National Cancer Institute (NCI) dalam menghambat sel lestari sebesar 50% yaitu pada konsentrasi kurang dari 30 ppm (Fadeyi et al. 2013). Hasil pengujian

(37)

21 dari 50%. Ekstrak air perebusan dan air sonikasi menunjukkan persentase viabilitas sel Vero lebih dari 100%. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa ekstrak keong matah merah memberikan nutrisi terhadap pertumbuhan sel Vero, sehingga jumlah sel Vero yang hidup lebih banyak dibandingkan jumlah sel Vero yang hidup pada kontrol.

Morfologi sel Vero tanpa pemberian ekstrak dan setelah pemberian ekstrak yang diamati menggunakan mikroskop ditampilkan pada Gambar 6. Menurut Arianingrum et al. (2011) perubahan morfologi sel Vero ditandai dengan

beberapa perubahan fisik. Sel tanpa perlakuan tampak melekat pada bagian permukaan tempat tumbuh sel dan memiliki dinding yang halus, sedangkan sel yang mati sudah tidak lagi terlihat berkoloni dan telah lepas dari tempat tumbuhnya. Sel yang mati akan kehilangan cairan sitoplasma karena rusaknya membran sel, sehingga pada hasil pengamatan menggunakan mikroskop akan menunjukkan warna hitam atau gelap.

(a) (b) Gambar 6 Gambaran morfologi sel Vero:

(a) Morfologi sel tanpa penambahkan ekstrak (b) Morfologi sel dengan penambahan ekstrak n-heksana pada konsentrasi 160 ppm (c) Sel hidup (d) Sel mati

Pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap A. salina dan sel

Vero memberikan hasil yang berbeda. Ekstrak aseton pada pengujian toksisitas terhadap A. salina dengan metode BSLT termasuk dalam kategori toksik rendah,

sedangkan pada pengujian toksisitas terhadap sel Vero dengan metode MTT assay

termasuk dalam kategori tidak toksik. Ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana termasuk dalam kategori tidak toksik pada kedua pengujian toksisitas terhadap A. salina dan sel Vero. Hasil ini sejalan

dengan penelitian Nondo et al. (2015) yang menyebutkan bahwa terdapat

beberapa tanaman obat antimalaria yang diuji menggunakan metode BSLT dan MTT assay memiliki sifat toksisitas yang berbeda.

Perbedaan hasil toksisitas ekstrak keong matah merah menggunakan kedua metode ini diduga disebabkan oleh mekanisme toksisitasnya yang berbeda. Menurut Nondo et al. (2015) bahwa metode BSLT menggunakan larva udang

lebih sensitif dalam mendeteksi senyawa toksik dibandingkan sel normal. Perbedaan kriteria yang digunakan dalam menentukan substansi beracun pada masing-masing metode juga mempengaruhi hasil toksisitasnya.

c

(38)

22

Komponen Aktif Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)

Komponen aktif yang terdapat pada ekstrak keong matah merah dianalisis menggunakan uji fitokimia. Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri komponen aktif penyebab efek racun atau efek bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar (Harborne 1987). Ekstrak keong matah merah yang diuji fitokimia adalah ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton. Ekstrak air perebusan dipilih untuk mengetahui pengaruh proses pemanasan terhadap kandungan komponen aktif. Ekstrak air sonikasi dipilih untuk mengetahui kandungan komponen aktif tanpa adanya pengaruh pemanasan. Ekstrak metanol hasil maserasi tidak digunakan karena sifat pelarutnya yang polar sama dengan sifat pelarut air, dan ekstrak n-heksana tidak digunakan karena hasil ekstraksinya sedikit sehingga ekstrak aseton yang digunakan untuk pengujian fitokimia.

Hasil pengujian komponen aktif menggunakan uji fitokimia menunjukkan ekstrak keong matah merah mengandung beberapa komponen aktif. Komponen aktif disintesis oleh makhluk hidup untuk bertahan terhadap kondisi lingkungan hidup yang ekstrim. Thakur et al. (2005) menjelaskan bahwa organisme laut

memiliki kemampuan mensintesis senyawa kimia untuk pertahanan diri. Senyawa ini membantu mereka untuk bertahan hidup dari perubahan suhu, salinitas dan tekanan yang ekstrim, mencegah predator, bertahan dari pesaing yang mengancam, melumpuhkan mangsa, dan mencegah keracunan serta infeksi. Hasil pengujian komponen aktif terhadap ekstrak keong matah merah dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 19.

Tabel 5 Komponen aktif ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)

Uji Ekstrak air perebusan Ekstrak air sonikasi Ekstrak aseton metanol* Ekstrak Alkaloid

(39)

23 positif senyawa alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff ditunjukkan dengan adanya endapan coklat, pereaksi Meyer ditunjukkan dengan adanya endapan putih kekuningan, dan pereaksi Wagner ditunjukkan dengan endapan merah. Pengujian senyawa alkaloid menunjukkan hasil positif terhadap ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton.

Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang terkenal mempunyai efek fisiologis dan psikologis (Robinson 1995). Menurut Imperatore et al. (2014) bahwa alkaloid yang terdapat pada invertebrata laut dapat

dikembangkan sebagai obat antikanker. Alkaloid yang terdapat pada invertebrata laut antara lain indole, quinoline, pyrrole, pyrazine,dan pyridoacridine.

Hasil positif ditunjukkan oleh ketiga jenis ekstrak keong matah merah, yaitu ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton terhadap pengujian komponen aktif flavonoid. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan amil alkohol berwarna merah atau kuning atau jingga. Flavonoid dikenal sebagai antioksidan yang berpotensi mengobati penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Redha (2010) menyebutkan bahwa aktivitas antioksidan flavonoid bersumber dari kemampuannya dalam mendonasikan atom hidrogen. Liu et al. (2014) menambahkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas

antioksidan dan bertanggung jawab terhadap efek klinis yang baik terhadap diabetes tipe II.

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Komponen aktif saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa (Harborne 1987). Ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton keong matah merah memiliki kandungan saponin dengan ciri adanya busa yang stabil setelah didiamkan selama 30 menit. Francis et al. (2002) menjelaskan

bahwa saponin terdapat pada bahan alam yang mengandung protein tinggi dan beberapa saponin memiliki aktivitas antioksidan. Navarroa et al. (2001)

menyebutkan bahwa saponin pada tanaman dan obat-obatan juga memiliki beberapa macam bioaktivitas, seperti antivirus, antiinflamasi, dan antiparasit.

Triterpenoid merupakan senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbona siklik (Sitrait 2007). Steroid merupakan salah satu kelompok senyawa dari triterpenoid. Steroid merupakan senyawa yang secara umum memiliki struktur siklik dan mempunyai gugus hidroksil (Harborne 1987). Triterpenoid ditunjukkan dengan adanya warna merah atau coklat, dan steroid ditunjukkan dengan perubahan dari warna merah menjadi biru atau hijau. Hasil uji komponen aktif menunjukkan adanya senyawa triterpenoid pada ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton keong matah merah. Komponen aktif steroid berdasarkan uji fitokimia menunjukkan hasil positif pada ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton keong matah merah. Liu et al. (2014)

menyebutkan bahwa triterpenoid memiliki aktivitas antioksidan melalui pencegahan stress oksidatif. Rumondang et al. (2013) menambahkan bahwa

triterpenoid memiliki aktivitas antibakteri dengan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus.

(40)

24

keong matah merah. Ekstrak air sonikasi dan aseton keong matah merah mampu menarik lebih banyak komponen aktif dibandingkan ekstrak air perebusan. Menurut Putri et al. (2013) bahwa pelarut semi polar memiliki rentang polaritas

yang lebar sehingga mampu menarik senyawa yang bersifat polar hingga non polar. Komponen aktif steroid menunjukkan hasil positif pada ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton, sedangkan pada ekstrak air perebusan menunjukkan hasil negatif. Hal ini dapat dikatakan bahwa komponen aktif steroid yang terdapat dalam keong matah merah bersifat tidak tahan panas. Nugroho (2012) menyebutkan bahwa proses perebusan dapat menyebabkan hilangnya komponen-komponen aktif yang terdapat dalam suatu bahan.

Ekstrak aseton keong matah merah termasuk dalam kategori toksik rendah berdasarkan pengujian toksisitas terhadap A. salina. Hasil pengujian komponen

aktif menunjukkan ekstrak aseton mengandung komponen alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid. Komponen aktif dari ekstrak keong matah merah tersebut yang diduga memberikan efek toksik terhadap larva A. salina. Peteros

dan Mylene (2010) menyebutkan bahwa jenis zat aktif yang mempengaruhi nilai toksisitas adalah tanin, flavonoid dan triterpenoid.

Ekstrak air perebusan dan ekstrak air sonikasi berdasarkan pengujian toksisitas terhadap sel Vero menunjukkan persentase viabilitas sel Vero yang tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak air perebusan dan air sonikasi berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat yang aman. Kandungan komponen aktif yang terdapat pada ekstrak air perebusan adalah alkaloid, flavonoid, saponin dan triterpenoid, sedangkan ekstrak air sonikasi memiliki komponen aktif alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid. Lu et al. (2012) menyebutkan bahwa alkaloid memiliki aktivitas

antikanker dengan menghambat proliferasi beberapa sel kanker dan menghambat angiogenesis. Divakaran et al. (2013) melaporkan bahwa flavonoid

memiliki aktivitas penghambatan radikal bebas dan radioproteksi terhadap DNA. Liu et al. (2014) menambahkan bahwa flavonoid dan triterpenoid memiliki

aktivitas antioksidan dan bertanggung jawab terhadap efek klinis yang baik pada diabetes tipe II melalui pencegahan stress oksidatif dan hiperglikemia postprandial. Koneri et al. (2014) menyebutkan bahwa saponin juga memiliki

aktivitas antidiabetes dengan menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah terhadap A. salina

menunjukkan bahwa ekstrak aseton bersifat toksik rendah dengan nilai LC50 sebesar 773,52 ppm. Ekstrak air perebusan, ekstrak air sonikasi, ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana tidak bersifat toksik terhadap A. salina. Pengujian toksisitas

(41)

25 metanol, ekstrak aseton dan ekstrak n-heksana tidak bersifat toksik. Kandungan komponen aktif yang terdapat pada ekstrak air perebusan keong matah merah adalah alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid, sedangkan ekstrak air sonikasi dan ekstrak aseton keong matah merah adalah alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan saponin.

Saran

Pengujian toksisitas ekstrak keong matah merah secara in vivo terhadap

hewan uji tikus atau mencit perlu dilakukan untuk mengetahui efek jangka panjang dari pemberian ekstrak keong matah merah. Uji toksisitas sub kronis dan kronis perlu dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai toksisitas dari ekstrak keong matah merah.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists Thirteenth Edition. Washington DC (US): The Association of Official Analytical

Chemists.

Ali MR, Hossain M, Runa JF, Hasanuzzaman M. 2013. Preliminary cytotoxic activity of different extracts of Avrrhoa bilimbi. International Current Pharmaceutical Journal 2(3): 83-84.

Arianingrum R, Arty IS, Atun S. 2011. Uji sitotoksik beberapa senyawa mono para hidroksi kalkon terhadap cancer cell line T47D. Jurnal Penelitian Saintek 16(2): 121-132.

Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27(3): 99-105

Ayas D, Ozugul Y. 2011. The chemical composition of carapace meat of sexually mature blue crab (Callinectes sapidus) in the Mersin Bay. Journal of Fisheries Sciences 5(3): 262-269.

Cahyani RT, Purwaningsih S, Azrifitria. 2015. Antidiabetic potential and secondary metabolites screening of mangrove gastropod Cerithidea obtusa. Journal of Coastal Life Medicine 3(5): 356-360.

Cahyani RT. 2015. Kajian aktivitas komponen bioaktif dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dharma B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia II. Jakarta (ID): Sarana Graha.

Divakaran SA, Hema PS, Nair MS, Nair CKK. 2013. Antioxidant capacity and radioprotective properties of flavonoids galangin and kaempferide isolated from Alpinia galangal L. (Zingiberaceae) against radiation induced

cellular DNA damage. International Journal of Radiation Research 11(2):

Gambar

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 2 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Tabel 1 Morfometrik keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Gambar 3 Proporsi keong matah merah (Cerithidea obtusa) (%)              cangkang,      daging,       jeroan
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan hasil Pengambilan Keputusan sebagaimana huruf c, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.8/VI- BPPHH/2012 tanggal 17

Segala bentuk dokumen dan file-file penting punya debitur disimpan dengan rapi yang bertujuan untuk memudahkan saat petugas ADK membutuhkan file tersebut. File tersebut

Ni Made Krisna Marsela (2014),melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat inflasi, PDRB, suku bunga kredit, serta kurs dollar terhadap investasi. Model yang digunakan

Pelaksanaan kinerja Deputi Bidang Kemaritiman Tahun 2015 adalah hasil dari pelaksanaan fungsi perumusan dan analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di

komunikasi satu tahap karena ternyata komunikan tidak selalu bersifat homogen dan pasif. Model komunikasi satu tahap menyatakan bahwa saluran media massa berkomunikasi

All research intelligence contained in corre.pondence generated bY the Office and Cleaned from correspondence received bY the Office snoula be capturea and

Sedangkan dalam isu keamanan, negara-negara di kawasan memprioritaskan kepentingan dan kekhawatiran mereka di atas kebutuhan kolektif untuk menghentikan program