• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regresi Kuantil Lasso Dan Gulud Dengan Validasi Silang Untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Regresi Kuantil Lasso Dan Gulud Dengan Validasi Silang Untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

REGRESI KUANTIL LASSO DAN GULUD DENGAN VALIDASI

SILANG UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM

HILDA ZAIKARINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Regresi Kuantil Lasso dan Gulud dengan Validasi Silang untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Hilda Zaikarina

NIM G151140031

*

(4)

RINGKASAN

HILDA ZAIKARINA. Regresi Kuantil Lasso dan Gulud dengan Validasi Silang untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim. Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi di sektor pertanian. Salah satu wilayah penghasil padi di Indonesia adalah Kabupaten Indramayu yang memiliki areal persawahan 56.11% dari luas wilayah keseluruhan. Salah satu unsur iklim yang mempengaruhi produktivitas pertanian adalah curah hujan. Kondisi curah hujan yang tinggi, disebut juga curah hujan ekstrim berada jauh dari curah hujan lainnya, dapat menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak.

Regresi kuantil merupakan salah satu metode analisis untuk menduga curah hujan ekstrim. Peubah prediktor yang digunakan pada regresi kuantil adalah data luaran presipitasi GCM. Data luaran GCM memiliki multikolinieritas yang dapat mengakibatkan solusi pendugaan parameter regresi menjadi tidak unik. Solusi yang unik dapat diperoleh dengan menambahkan regularisasi lasso dan gulud pada regresi kuantil.

Penambahan regularisasi menyebabkan dibutuhkan koefisien lasso dan koefisien gulud yang diperoleh dari proses validasi silang (VS). Validasi silang memilih dugaan koefisien lasso dan gulud berdasarkan nilai galat validasi silang (GVS) yang minimum, namun proses VS dinilai tidak stabil dalam memilih koefisien yang optimum. Ketidakstabilan proses VS terlihat pada pemilihan nilai koefisien yang berbeda pada setiap ulangan yang berbeda. Ketidakstabilan proses VS diatasi dengan metode persentil. Metode persentil adalah proses VS yang diulang lebih dari satu kali dan memilih koefisien berdasarkan posisi persentil yang ditentukan.

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi metode persentil untuk menentukan kritertia terbaik koefisien lasso dan gulud untuk prediksi curah hujan ekstrim. Modifikasi yang dilakukan adalah memilih koefisien lasso dan gulud yang memiliki GVS minimum. Nilai koefisien yang terpilih akan dibangun model

statistical downscaling menggunakan regresi kuantil dengan penambahan

regularisasi lasso dan gulud untuk menduga curah hujan ekstrim. Kedua model regresi kuantil tersebut akan dipilih model terbaik dalam memprediksi curah hujan berdasarkan nilai RMSEPvalidasi terkecil dan korelasi tertinggi. Posisi kuantil yang

dipilih adalah Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95).

Data yang digunakan adalah data curah hujan sebagai peubah respon dan data luaran presipitasi GCM sebagai peubah prediktor. Data curah hujan pada tahun 1981-2013 diambil dari rataan empat stasiun yaitu Stasiun Krangkeng, Sukadana, Karangkendal, dan Gegesik. Keempat stasiun tersebut berada pada satu zona musim (ZOM) yang sama yaitu ZOM 79. Data luaran GCM yang digunakan adalah data curah hujan bulanan data Climate Model Intercomparison Project

(CMIP5). Jumlah grid yang digunakan adalah 8 8 grid, sehingga terdapat 64 peubah prediktor.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, kriteria terbaik koefisien lasso adalah pada P . Hal ini ditunjukkan dengan nilai RMSEPvalidasi yang konsisten

(5)

berdasarkan GVS minimum. Berbeda dengan regulasasi gulud, pada Q(0.75) dan Q(0.90) lebih baik memilih koefisien gulud berdasarkan GVS minimum, sedangkan pada Q(0.95) lebih baik memilih koefisien gulud yang berada pada P .

Koefisien terpilih tersebut lalu digunakan untuk membangun model regresi kuantil. Regresi kuantil regularisasi lasso dan gulud dapat menggambarkan kondisi curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu dengan baik karena nilai RMSEPvalidasi yang kecil dan korelasi yang tinggi. Pada regresi kuantil regularisasi

lasso untuk prediksi curah hujan tahun 2013 diperoleh RMSEPvalidasi sebesar

13.57, 15.78, dan 16.74 untuk masing-masing Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95). Nilai RMSEPvalidasi pada regresi kuantil gulud yang diperoleh adalah 15.94, 15.85,

dan 18.00 pada masing-masing Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95). Pada regularisasi lasso dan gulud, nilai korelasi antara prediksi dengan data aktual kuantil yang diperoleh adalah 0.99, yang berarti prediksi curah hujan sudah mampu memprediksi curah hujan aktual. Berdasarkan RMSEPvalidasi terkecil, regresi

kuantil lasso lebih baik dalam memprediksi curah hujan ekstrim dibandingkan regresi kuantil gulud. Regresi kuantil lasso dan gulud dapat memprediksi dengan tepat curah hujan ekstrim di bulan Januari yang berada pada Q(0.75) dan curah hujan ekstrim bulan Desember yang berada pada Q(0.90). Oleh karena itu, regresi kuantil dengan regularisasi lasso terbaik dalam prediksi curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu.

(6)

SUMMARY

HILDA ZAIKARINA. Lasso and Ridge Quantile Regression using Cross Validation to Estimate Extreme Rainfall. Supervised by ANIK DJURAIDAH and AJI HAMIM WIGENA.

Indonesia in an agricultural country with potential in agricultural sector. One of the rice producing region is Indramayu that has 56.11% rice cutivation of total area. One of climate elements that affecting agricultural productivity is rainfall. High rainfall conditions, also known as extreme rainfall, caused negative effect.

Quantile regression is one method to estimate extreme rainfall. A model in quantile regression relates functionally the precipitation of GCM output as predictor variables with rainfall data as response variable. High dimension of precipitation of GCM output leads to multicollinearity that makes the solution of regression becomes not unique. The solution to handle that problem is to select variables and to shrinkage coefficient using lasso and ridge.

A method commonly used is cross validation (CV) to determined lasso and ridge coefficients. It was found that the process of CV is not stable in choosing lasso and ridge coefficients when the processes are repeated. Some variation is expected because the grouping of data in CV is random. Percentile method was proposed to deal with instability CV and found that from a hundred replicates the best lasso cefficient to build linear model is over than P(0.75).

In this research, there is modification of percentile method to determined the best criteria of lasso and ridge coefficients. Modification carried out on choosing lasso and ridge coefficients not only in over than P(0.75) but also in minimum of cross validation error (CVE). Those coefficients used in quantile regression model to predict extrem rainfall. Between the lasso and quantile regression models will choosed the best model to predict extrem rainfall based on the smallest root mean square error prediction (RMSEPtesting) and the highest correlation. The main focus is on the extreme values at Q(0.75), Q(0.90), and Q(0.95).

Data used in this research are local monthly rainfall and precipitation of GCM data. Local monthly data in 1981-2013 at Indramayu, Indonesia, is the average of four weather stations Krangkeng, Sukadana, Karangkendal, and Gegesik. All of stations in the same zone of season, ZOM 79. Precipitation of GCM data are consists of monthly rainfall data Climate Model Intercomparison Project (CMIP5). The observed area is a square shaped area of 8 8 grid, which resulting in 64 predictor variables.

Results shows the best criteria of lasso coefficients are in over than P(0.75). It is indicated by the value of RMSEPtesting ineach quantile are smaller

than CVE minimum. While in ridge coefficients are better to choose them in CVE minimum for Q(0.75) and Q(0.90), but in Q(0.95) is better to chosse in over than P(0.75). The value of RMSEPtesting of lasso regualrization are 13.57, 15.78, and

(7)

regression models can capture the actual quantile data. Based on the smallest RMSEPtesting, lasso quantile regression was better than that with ridge

regularization to estimate extreme rainfall in Indramayu. Quantile regression with lasso and rigde regularization can capture extreme rainfall in 2013, such as extreme rainfall in January and December at Q(0.75) and Q(0.90).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika

REGRESI KUANTIL LASSO DAN GULUD DENGAN VALIDASI

SILANG UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Regresi Kuantil Lasso dan Gulud dengan Validasi Silang untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim

Nama : Hilda Zaikarina

NIM : G151140031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Anik Djuraidah, MS Ketua

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika

Dr Ir Kusman Sadik, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 ini ialah

statistical downscaling, dengan judul Pemodelan Statitistical Downscaling

menggunakan Regresi Kuantil Lasso dan Gulud dengan Validasi Silang untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS dan Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Bagus Sartono MSi selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran. Penulis pun mengucapkan terima kasih pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa Fresh Graduate yang diberikan, seluruh dosen dan staf Departemen Statistika IPB atas ilmu, bimbingan, dan bantuannya. Terima kasih penulis sampaikan pada Global Journal of Pure and Applied Mathematics

(GJPAM) atas diterimanya tesis ini dalam bentuk jurnal. Penghargaan setinggi-tinggi nya penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Suami, Ade, serta seluruh keluarga, atas segala pengorbanan, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Statistical Downscaling (SD) 3

Regresi Kuantil 4

Persentil Lasso (L1) dan Gulud (L2) 6

3 METODE 8

Data 8

Prosedur Analisis Data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Eksplorasi 10

Pemodelan Regresi Kuantil Regularisasi Lasso dan Gulud 11

Prediksi Curah Hujan Ekstrim 12

Prediksi Curah Hujan Ekstrim Tahun 2013 14

5 SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 16

(15)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi Curah Hujan Bulanan Tahun 1981-2013 10

2 Rangkuman Model M4 Prediksi Tahun 2013 14

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi downscaling. 3

2 RMSEPpemodelan Model Regresi Kuantil Lasso dan Gulud 12

3 RMSEPvalidasi dan Korelasi Model Regresi Kuantil Lasso dan Gulud 12

4 Plot Data Kuantil Curah Hujan Aktual dengan Prediksi Curah Hujan

Regresi Kuantil Regularisasi Lasso Tahun 2013 15

5 Plot Data Kuantil Curah Hujan Aktual dengan Prediksi Curah Hujan

Regresi Kuantil Regularisasi Gulud Tahun 2013 15

6 Plot Data Aktual Curah Hujan Tahun 2013 dengan Prediksi Curah Hujan (a) Regresi Kuantil Regularisasi Lasso dan (b) Regresi Kuantil

Regularisai Gulud 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur Proses Validasi Silang(VS) 21

2 Perbandingan Pola Curah Hujan dengan Peubah Presipitasi GCM

sebelum dan sesudah digeser (lag) 22

3 Nilai Korelasi antara Curah Hujan dengan Peubah Presipitasi GCM

sebelum dan sesudah digeser (lag) 23

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi di sektor pertanian. Salah satu hasil pertanian yang menjadi sumber makanan pokok di Indonesia adalah padi. Kabupaten Indramayu adalah salah satu produsen padi terbesar di Jawa Barat. Sebesar 57.94% atau sekitar 118211 ha wilayahnya adalah areal persawahan (BPS 2015). Hal ini menyebabkan Kabupaten Indramayu dikenal sebagai lumbung padi.

Produktivitas padi tergantung dari salah satu unsur iklim yaitu curah hujan. Setiap tahun di musim penghujan terjadi banjir di Kabupaten Indramayu dengan penyebab utama adalah faktor alam dan ulah manusia (BPS 2015). Pada awal bulan Januari 2013, ratusan areal sawah Kabupaten Indramayu terendam banjir (Shantika 2013). Banjir yang terjadi mengakibatkan produktivitas padi menjadi menurun. Banjir terjadi ketika curah hujan tinggi atau disebut juga sebagai curah hujan ekstrim yang memiliki nilai jauh dari curah hujan lainnya. Dampak negatif curah hujan ekstrim menyebabkan kajian pendugaan curah hujan ekstrim menjadi penting.

Data luaran Global Circulation Model (GCM) berupa presipitasi dapat digunakan sebagai alat prediksi iklim dan cuaca secara numerik serta sebagai sumber informasi primer untuk menilai perubahan iklim (Wigena 2006). Informasi GCM masih berskala global, sehingga diperlukan suatu teknik untuk menduga curah hujan skala lokal dengan tingkat akurasi yang tinggi yaitu teknik

statistical downscaling (SD). Beberapa penelitian sebelumnya tentang pemodelan

SD untuk prediksi curah hujan di Kabupaten Indramayu telah dilakukan. Wigena (2006) menggunakan regresi projecction pursuit, Djuraidah dan Wigena (2011) menggunakan regresi kuantil, Handayani (2014) menggunakan model aditif terampat, Kinanti (2015) menggunakan model linier dengan sebaran pareto terampat, dan Soleh (2015) menggunakan model linier sebaran pareto teramapat dan sebaran gamma untuk memprediksi curah hujan.

(17)

2

Pemilihan dugaan koefisien lasso dan gulud pada model regresi kuantil dilakukan dengan metode validasi silang (VS). Proses VS memiliki ketidakstabilan dalam memilih koefisien. Hasil koefisien lasso dan gulud dari proses validasi silang pada setiap ulangan tidak unik. Untuk mengatasi hal ini, Roberts dan Nowak (2013) mengembangkan suatu metode yang disebut metode persentil. Penelitian Roberts dan Nowak (2013) diaplikasikan pada regresi linier regularisasi lasso. Pada penelitian ini, metode persentil diterapkan pada regresi kuantil regularisasi lasso dan regularisasi gulud.

Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kriteria terbaik koefisien lasso dan gulud pada regresi kuantil. 2. Memodelkan regresi kuantil dengan regularisasi lasso dan gulud

menggunakan koefisien terbaik.

(18)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Statistical Downscaling (SD)

GCM merupakan suatu model berorientasi spasial dan temporal yang menjadi alat prediksi utama iklim dan cuaca secara numerik serta sebagai sumber informasi primer untuk menilai pengaruh perubahan iklim (Wigena 2006, Wigena 2011). GCM menghasilkan data dalam bentuk grid atau petak wilayah dengan resolusi rendah (2.5o 2.5o atau ± 300 km 300 km).

Sutikno (2008) mengungkapkan GCM memiliki potensi dalam hal mensimulasikan iklim masa lampau dan sekarang, namun terdapat ketidaksesuaian skala antara GCM yang beresolusi rendah dengan skala ruang untuk kajian dampak regional. Pada daerah topografi kompleks, sepanjang garis pantai dan daerah-daerah dengan tutupan lahan yang heterogen, model GCM hasilnya dinilai kurang sensitif.

Berbagai teknik downscaling dikembangkan untuk meningkatkan informasi regional yang dihasilkan GCM serta menyediakan informasi iklim resolusi tinggi. Teknik tersebut adalah GCM, dynamic downscaling, dan

statistical downscaling (SD). Teknik SD merupakan pendekatan yang relatif

sederhana dan murah dalam komputasinya. Model SD menggambarkan hubungan data berskala besar (global) sebagai peubah prediktor dengan data berskala kecil (lokal) sebagai peubah respon (Mejia et al. 2010). Hubungan ini terlihat pada ilustrasi Gambar 1.

Menurut Busuioc et al. (2010), model SD dapat memberikan hasil yang baik jika memiliki: 1) hubungan yang erat antara peubah respon dengan peubah prediktor, sehingga keragaman iklim lokal dapat dijelaskan dengan baik, 2) peubah prediktor disimulasi baik oleh GCM, dan 3) hubungan antara respon dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim. Berikut adalah model umum SD:

dengan y peubah skala lokal respon (data curah hujan) berukuran , adalah peubah prediktor (data presipitasi GCM) berukuran , adalah banyaknya waktu (bulan), dan adalah banyak grid skala global GCM.

Gambar 1 Ilustrasi downscaling.

(19)

4

Regresi Kuantil

Regresi kuantil diperkenalkan oleh Koenker dan Bassett tahun 1978 yang merupakan perluasan dari fungsi kuantil (Buhai 2005). Peubah acak respon (Y) respon. Berbeda pada model regresi linier konvensional, regresi kuantil tidak memerlukan asumsi kehomogenan ragam sisaan atau asumsi lainnya terkait dengan sisaan. Regresi kuantil dapat memberikan hasil yang memuaskan seperti regresi linier konvensional pada kondisi seluruh asumsi sisaan terpenuhi (Tareghian dan Rasmussen 2013).

Fungsi regresi kuantil linier adalah sebagai berikut:

|

dengan adalah vektor peubah penjelas,

adalah matriks parameter dari regresi kuantil ke- dan adalah banyaknya peubah prediktor. Penduga parameter , pada observasi

dengan diperoleh dari persamaan berikut:

̂ ∑

dengan didefinisikan sebagai berikut:

{

atau penduga regresi kuantil ke- merupakan solusi dari minimisasi fungsi:

[∑ | |

| � �

∑ | |

| �

]

Perbedaan mendasar yang dapat terlihat adalah pemberian bobot. Observasi dengan sisaan kurang dari nol diberikan bobot sedangkan sisanya diberikan bobot sebesar .

(20)

5

Regularisasi Lasso (L1)

Lasso atau least absolute shrinkage and selection operator diperkenalkan oleh Tibshirani (1996). Prinsip kerja lasso adalah meminimumkan jumlah mutlak koefisien kurang dari suatu konstanta, dengan konstanta tersebut lebih dari sama dengan nol. Batasan ini yang menyebabkan lasso cenderung untuk menghasilkan koefisien mendekati atau sama dengan nol. Koefisien yang bernilai nol menunjukkan bahwa lasso melakukan seleksi peubah, sehingga efek dari peubah prediktor yang terkuat yang dapat diperoleh dan dapat mengurangi keragaman dari nilai prediksi (Tibshirani 1996). juga dituliskan dalam persamaan Lagrange sebagai berikut:

∑ ( )

� ∑| |

(21)

6

Penduga koefisien regresi yang diperoleh menggunakan regresi gulud tidak equivariant, artinya penduga koefisien tersebut akan berbeda hasilnya jika peubah asal dibakukan dengan peubah asal tidak dibakukan. Pendugaan disarankan sebelumnya membakukan skala peubah prediktor sehingga memiliki nilai harapan nol dan ragam satu.

Persentil Lasso (L1) dan Gulud (L2)

Validasi silang (VS) merupakan metode yang umum digunakan pada penambahan regularisasi di regresi kuantil untuk mendapatkan nilai koefisien regularisasi. Larson pada tahun 1931 pertama kali memperkenalkan VS. Ide awal ini dikembangkan karena adanya keterbatasan jumlah data yang dapat digunakan pada suatu analisis, sehingga satu set data yang sama dibagi menjadi data pemodelan dan sisanya data validasi (Arlot dan Celisse 2010). Proses VS dapat

dilihat pada Lampiran 1. Prosedur VS yang paling klasik adalah leave-one-out (LOO). Pada

prosedur LOO, seluruh observasi dikurangi satu digunakan sebagai data pemodelan dan satu observasi sebagai data validasi. Proses LOO membutuhkan waktu relatif lama pada (Lund 2013). Pada LOO menghasilkan galat tinggi karena pengepasan model pada set data pemodelanukurannya dekat dengan data set lengkap.

Alternatif dari LOO yang biasa digunakan adalah -folds, yaitu membagi data ke dalam K bagian dengan setiap bagian terdiri dari . Pada prosedur

-folds, observasi sebanyak digunakan sebagai data pemodelan dan

sebanyak observasi sebagai data validasi. Hanya sebanyak iterasi yang dibutuhkan untuk menghitung galat validasi silang (GVS), sehingga waktu yang diperlukan untuk mendapatkan koefisien regularisasi menjadi lebih sedikit dan ragam dugaan galat menjadi lebih kecil.

Kelemahan dari VS pada regularisasi lasso adalah pemilihan koefisien lasso tergantung dari ukuran yang ditentukan (Roberts dan Nowak, 2013). Nilai yang berbeda dapat menghasilkan nilai lambda optimum yang berbeda juga. Hal ini menunjukkan terdapat ketidakstabilan pada VS. Hasil VS yang tidak unik diduga karena proses pengelompokan observasi ke dalam setiap grup dilakukan secara acak (Lund, 2013). Ketidakstabilan VS diatasi dengan suatu metode yang disebut metode persentil (Roberts dan Nowak, 2013). Metode ini diterapkan pada

generalized linier model dengan regularisasi lasso, sehingga disebut persentil

lasso. Pada penelitian ini, metode persentil akan diterapkan pada analisis regresi kuantil regularisasi lasso dan gulud. Berikut adalah algoritma dari metode persentil pada regresi kuantil:

1. Untuk sampai dengan

a) Secara acak masukkan data observasi berukuan ke dalam -grup untuk proses VS.

b) Pengepasan model regresi kuantil dengan regularisasi lasso atau gulud. c) Diperoleh �̂ sebagai koefisien optimum dengan nilai GVS minimum. 2. Lakukan langkah 1 sebanyak M kali. Sehingga diperoleh koefisien lasso atau

(22)

7 3. Tentukan , yaitu persentil dari . Nilai �̂ terpilih merupakan �̂

dengan adalah persentil dari .

4. Koefisien lasso atau gulud optimum metode persentil adalah �̂ .

(23)

8

3

METODE

Data

Data yang digunakan adalah data curah hujan lokal bulanan pada tahun 1981-2013 sebagai peubah respon. Data curah hujan diambil dari stasiun yang berada di satu zona musim yang sama (ZOM 79). ZOM 79 berada di Kabuparen Indramayu Timur Bagian selatan Propinsi Jawa Barat. Data curah hujan yang digunakan berasal dari Stasiun Krangkeng, Sukadana, Karangkendal, dan Gegesik, Kabupaten Indramayu.

Data global, sebagai peubah prediktor, yang digunakan adalah data curah hujan bulanan Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) yang dikeluarkan oleh KNMI, Belanda dari situs web http://www.climatexp.knmi.nl/ pada tahun 1981-2013 dengan posisi wilayah 18.75o – 1.25oLS dan 101.25o – 116.25oBT. Luasan daerah berbentuk persegi berukuran 8 x 8 grid, sehingga terdapat 64 peubah prediktor.

Prosedur Analisis Data

Berikut ini adalah langkah-langkah analisis data:

1. Deskripsi data curah hujan sebagai informasi awal keragaman data amatan. 2. Membandingkan plot curah hujan dengan setiap peubah prediktor dan

menghitung korelasi antara keduanya. Jika plot peubah prediktor belum mengikuti pola curah hujan dan korelasi keduanya kecil, maka peubah prediktor akan di geser (lag) menggunakan cross correlation function (CCF). 3. Membagi data menjadi dua, yaitu data pemodelan dan data validasi. Model

yang dibuat sebanyak empat untuk melihat konsistensi model. Berikut adalah model yang dibentuk:

1) Model 1 (M1) : data pemodelan tahun 1981-2009 dan data validasi tahun 2010.

2) Model 2 (M2) : data pemodelan tahun 1981-2010 dan data validasi tahun 2011.

3) Model 3 (M3) : data pemodelan tahun 1981-2011 dan data validasi tahun 2012.

4) Model 4 (M4) : data pemodelan tahun 1981-2012 dan data validasi tahun 2013.

4. Menyiapkan data kuantil curah hujan aktual, yaitu data curah hujan pada setiap model yang dikelompokkan berdasarkan bulan dari Januari sampai dengan Desember lalu dipilih Q(0.75), Q(0.90) dan Q(0.95) pada setiap bulan. Data kuantil keempat model dibangun berdasarkan tahun yang sama seperti data pemodelan pada langkah (3). Data kuantil curah hujan aktual digunakan untuk menentukan root mean square error of prediction (RMSEP), baik RMSEPpemodelan maupun RMSEPvalidasi.

5. Melakukan analisis SD pada setiap model menggunakan metode regresi kuantil regularisasi lasso (L1) dan gulud (L2), dengan langkah-langkah berikut:

(24)

9 GVS minimum. Pada poin ke-3 algoritma Roberts dan Nowak (2013), setiap �̂ pada memiliki GVS masing-masing. Nilai �̂ dipilih berdasarkan nilai GVS minimum dari keseluruhan �̂ pada . Hal ini dilakukan untuk membandingkan hasilnya dengan pemilihan persentil

.

2) Memodelkan regresi kuantil dengan regularisasi lasso dan gulud menggunakan nilai koefisien lasso dan gulud yang optimum pada Q(0.75), Q(0.90) dan Q(0.95).

6. Menghitung RMSEPpemodelan dan RMSEPvalidasi dari prediksi yang diperoleh

pada langkah (5). Formula keduanya adalah sama, yaitu sebagai berikut:

√ ∑ ̂

dengan , dengan adalah banyaknya observasi data kuantil, adalah nilai curah hujan aktual pada data kuantil, dan ̂ adalah nilai prediksi curah hujan dari model.

7. Menghitung korelasi antara (data kuantil curah hujan aktual) dengan ̂ (prediksi curah hujan) model masing-masing kuantil.

(25)

10 menunjukkan curah hujan memiliki pola huruf U, dicirikan dengan memiliki satu puncak musim hujan. Puncak musim hujan terjadi pada Bulan Januari dengan rata-rata curah hujan sebesar 263.36 mm/bulan. Curah hujan ekstrim terjadi pada saat curah hujan lebih dari 400 mm/bulan (BMKG 2008). Bulan Januari dan Desember merupakan bulan dengan curah hujan ekstrim karena memiliki curah hujan tertinggi sebesar 498 mm/bulan dan 490.25 mm/bulan.

Rata-rata curah hujan pada musim kemarau relatif rendah dibandingkan dengan musim hujan yaitu sekitar 14.50 – 109.36 mm/bulan. Berbeda dengan musim kemarau, curah hujan pada bulan-bulan di musim hujan hujan relatif tinggi dengan rata-rata curah hujan berkisar 145.65 – 263.36 mm/bulan. Simpangan baku terbesar berada pada puncak musim hujan, Bulan Januari, yaitu sebesar 112.92 mm/bulan. Simpangan baku terendah berada pada puncak musim kemarau, Bulan Agustus, yaitu sebesar 19.16 mm/bulan. Dilihat dari nilai rata-rata dan maksimum curah hujan, Bulan Januari dan Desember termasuk pada bulan dengan curah hujan ekstrim dibandingkan dengan bulan hujan lainnya. Bulan pada curah hujan ekstrim ini yang akan menjadi salah satu perhatian model agar dapat menangkap bulan ekstrim basah tersebut.

(26)

11 Pergeseran Waktu padaData Presipitasi GCM

Data presipitasi GCM diharapkan mampu menangkap curah hujan dengan optimal. Hal ini ditunjukkan melalui pola data presipitasi GCM yang mengikuti pola dari curah hujan. Indikasi pola antara keduanya mirip adalah nilai korelasi antara curah hujan dengan data presipitasi GCM tinggi. Pada Lampiran 3 diperoleh nilai korelasi setiap peubah pada data presipitasi GCM dengan curah hujan berada diantara nilai sampai dengan . Masih terdapat nilai korelasi kecil yang berarti terdapat peubah yang belum mengikuti pola curah hujan. Untuk mengatasinya digunakan metode fungsi korelasi silang (CCF) pada data presipitasi GCM. Melalui metode ini akan diperoleh nilai pergeseran berdasarkan nilai korelasi silang tertinggi antara data presipitasi dengan data curah hujan. Besarnya pergeseran waktu sesuai dengan hasil CCF. Pergeseran

dapat bernilai negatif, nol, dan positif. Jika nilai negatif maka peubah prediktor bergeser maju sebanyak bulan. Nilai sama dengan nol menunjukkan peubah prediktor tidak bergeser. Jika nilai positif, maka peubah prediktor bergeser mundur sebanyak bulan

Sebagai contoh, Lampiran 2(b) menunjukkan peubah � memiliki pola yang tidak sama dengan pola curah hujan dan nilai korelasi keduanya sebesar (Lampiran 3). Melalui metode CCF pada Lampiran 2(c) terlihat bahwa peubah � memiliki korelasi tertinggi pada , sehingga peubah � perlu digeser sejauh 2 bulan ke belakang. Hasil dari pergeseran menunjukkan pola peubah � sudah mengikuti pola curah hujan (Lampiran 2(d)) dengan nilai korelasi yang meningkat menjadi (Lampiran 3). Berbeda dengan peubah � yang memiliki korelasi tertinggi pada (Lampiran 2(e)). Peubah � perlu digeser sejauh 1 bulan ke depan. Hasil persgeseran (Lampiran 2(f)) menunjukkan peubah � sudah mengikuti pola curah hujan. Sama halnya pada presipitasi lainnya dilakukan pergeseran sesuai dengan nilai pergeseran yang diperoleh. Lampiran 3 menunjukkan nilai korelasi sebelum dan sesudah lag. Diperoleh hasil seluruh presipitasi GCM memiliki nilai ��� . Berdasarkan nilai korelasi antara curah hujan dengan data luaran GCM, sebanyak 10.94% atau 7 peubah tidak digeser, sedangkan sisanya sebesar 89.04% atau 57 peubah presipitasi digeser sejauh bulan. Data presipitasi GCM yang sudah digeser selanjutnya digunakan untuk membangun model.

Pemodelan Regresi Kuantil Regularisasi Lasso dan Gulud

(27)

12

Pada Lampiran 4, dari keempat model nilai koefisien lasso dan gulud optimum yang terpilih tidak berbeda jauh, namun persentil yang terpilih berbeda-beda untuk setiap kuantil, baik lasso atau pun gulud. Nilai �̂ pada regresi kuantil regularisasi lasso lebih besar dibandingkan dengan regularisasi gulud, hal ini bukan berarti lasso memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan regularisasi gulud pada model regresi kuantil. Besarnya koefisien lasso dan gulud tidak dapat dibandingkan secara langsung karena batasan yang dimiliki kedua regularisasi tersebut berbeda. Regularisasi lasso memiliki batasan dengan tanda mutlak sedangkan gulud memiliki batasan dengan tanda kuadratik.

Gambar 2 menunjukkan perbandingan nilai RMSEPpemodelan pada keempat

model untuk regularisasi lasso dan gulud. Pada regularisasi lasso maupun gulud Q(0.75) konsisten memiliki nilai RMSEPpemodelan yang paling kecil dibandingkan

kuantil lainnya. Nilai RMSEPpemodelan tertinggi berada pada kuantil 0.95 pada

setiap model. Nilai RMSEPpemodelan yang kurang dari 40 dan korelasi lebih dari

0.97 untuk seluruh kuantil menunjukkan model regresi kuantil dengan penambahan regularisasi lasso dan gulud termasuk model yang baik.

Prediksi Curah Hujan Ekstrim

Keempat model yang dibentuk sebelumnya akan digunakan untuk memprediksi curah hujan ekstrim. Model 1 akan digunakan untuk memprediksi tahun 2010, model 2 tahun 2011, model 3 tahun 2012, dan model 4 tahun 2013. Keempat prediksi dari model ini akan dibandingkan untuk melihat konsistensi model dalam hal memprediksi curah hujan ekstrim. Prediksi yang dihasilkan dari model 1 akan dibandingkan dengan data kuantil tahun 1981-2010, model 2 tahun

Gambar 2 RMSEPpemodelan Model Regresi Kuantil Lasso dan Gulud

(28)

13 1981-2011, model 3 tahun 1981-2012, dan model 4 tahun 1981-2013. Gambar 3 menunjukkan hasil RMSEPvalidasi dan korelasi prediksi curah hujan dari model

regresi kuantil. Hasil yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan RMSEPvalidasi.

Q(0.75) konsisten memiliki nilai RMSEPvalidasi yang paling kecil dibandingkan

dengan Q(0.90) dan Q(0.95) untuk setiap prediksi tahun. Tabel 2 menunjukkan nilai RMSEPvalidasi kurang dari 50 dengan korelasi lebih dari 0.95. Hal ini

menunjukkan bahwa model sudah akurat dalam memprediksi curah hujan ekstrim untuk setiap kuantil.

Nilai koefisien lasso dan gulud yang digunakan pada model untuk prediksi curah hujan ekstrim adalah yang memiliki GVS terkecil dari kandidat 100 nilai koefisien lasso dan gulud yang optimum. Roberts dan Nowak (2013) menyarankan untuk mengambil persentil atas yaitu P( ) dengan lebih dari

. Nilai RMSEPvalidasi dari metode GVS terkecil dibandingkan dengan

RMSEPvalidasi dari metode persentil Roberts dan Nowak (2013). Pada Lampiran 4

terlihat nilai koefisien lasso dan gulud dengan GVS terkecil untuk setiap ulangan tidak bergeser besar satu sama lain. Nilai pergeseran yang tidak besar terlihat dari simpangan baku dari 100 nilai koefisien optimum, pada Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95) regularisasi lasso berturut turut adalah 0.006, 0.211, dan 0.004. Simpangan baku pada regularisasi gulud Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95) adalah 0.002, 0.108, dan 0.001. Nilai koefisien lasso dan gulud dari ulangan 100 proses VS yang tidak berbeda jauh, akan tetapi menghasilkan nilai RMSEPvalidasi yang

berbeda cukup besar.

Untuk melihat perbedaan nilai RMSEPvalidasi, 100 koefisien lasso dan gulud

yang optimum pada sebelumnya dibangun model M1, M2, M3, dan M4. Model ini digunakan untuk memprediksi curah hujan yang akan digunakan untuk menghitung RMSEPvalidasi, sehingga diperoleh sebanyak 100 RMSEPvalidasi mulai

dari P(0.01) sampai dengan P(1). Nilai koefisien lasso dan gulud terpilih berdasarkan GVS minimum pada Lampiran 5 setiap prediksi tahun untuk seluruh kuantil bukan merupakan RMSEPvalidasi yang terkecil. Nilai RMSEPvalidasi tersebut

berada di antara nilai minimum dan maksimum P(0.01) sampai dengan P(1). Sekalipun RMSEPvalidasi yang berasal dari koefisien dengan GVS minimum tidak

mencapai nilai maksimum RMSEPvalidasi keseluruhan 100 RMSEPvalidasi, hasil

yang diperoleh relatif besar. Hal ini terlihat signifikan pada regularisasi lasso terutama di Q(0.95) yang mendekati nilai maksimum P . Jika dibandingkan dengan pemilihan persentil atas yaitu P , mengandung kemungkinan diperoleh RMSEPvalidasi yang maksimum. Akan tetapi, jika dilihat

pada nilai minimum RMSEPvalidasi untuk P secara konsisten pada

regularisasi lasso di setiap kuantil memberikan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan RMSEPvalidasi untuk GVS minimum. Berbeda dengan

regularisasi gulud, nilai RMSEPvalidasi pada koefisien yang memiliki GVS

minimum lebih kecil dibandingkan dengan P untuk Q(0.75) dan Q(0.90). Namun pada Q(0.95) regularisasi gulud, RMSEPvalidasi dari P

(29)

14

Prediksi Curah Hujan Ekstrim Tahun 2013

Pada penelitian sebelumnya, Mondiana (2012) melakukan pendugaan curah hujan ekstrim menggunakan regresi kuantil dengan penambahan komponen utama untuk mengatasi multikolinier. Hasil RMSEPvalidasi dari model regresi kuantil

dengan komponen utama adalah 85.43 untuk Q(0.75), Q(0.90) sebesar 116.98, dan Q(0.95) sebesar 179.65. Sari (2015) mengembangkan penelitian Mondiana (2012) dengan mengatasi multikolinier menggunakan analisis komponen utama fungsional, diperoleh RMSEPvalidasi pada Q(0.90) dan Q(0.95) adalah 100.45 dan

124.69. Nilai RMSEPvalidasi yang diperoleh pada penelitian Mondiana (2012) dan

Sari (2015) didapatkan dari perbandingan antara curah hujan prediksi model dengan curah hujan aktual tahun 2008. Berbeda pada penelitian ini yang membandingkan curah hujan prediksi model dengan curah hujan dari data kuantil curah hujan aktual. Perbandingan prediksi curah hujan dengan data kuantil dinilai lebih tepat karena prediksi yang diperoleh dari model adalah prediksi pada kuantil tertentu, sehingga lebih sesuai jika prediksi tersebut dibandingkan dengan data aktual curah hujan pada kuantil yang bersesuaian.

Berdasarkan RMSEPvalidasi yang terbaik dari hasil perbandingan pemilihan

koefisien antara GVS minimum dan P , Tabel 2 menunjukkan RMSEPvalidasi dan korelasi untuk prediksi tahun 2013. Nilai RMSEPvalidasi pada

penelitian ini jauh lebih kecil dari penelitian sebelumnya. Oleh karena itu perbandingan prediksi curah hujan model regresi kuantil lebih tepat dibandingkan dengan curah hujan aktual pada kuantil yang bersesuaian.

Tabel 2 Rangkuman Model M4 Prediksi Tahun 2013 Regularisasi Kuantil

ke- Koefisien Kriteria RMSEPvalidasi Korelasi Lasso Nilai korelasi pada seluruh kuantil bernilai 0.99 yang menunjukkan model regresi kuantil yang dibangun sudah mampu menggambarkan pola curah hujan pada setiap kuantil. Pola ini terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5, curah hujan dugaan setiap kuantil dari model dekat dengan data kuantil aktual pada kuantil yang sama. Kedekatan pola ini pun terbukti dengan nilai RMSEPvalidasi yang relatif

kecil. Pada regularisasi lasso, nilai RMSEPvalidasi yang terkecil adalah Q(0.75)

dibandingkan kuantil lainnya. Sedangkan pada regularisasi gulud, RMSEPvalidasi

yang terkecil berada pada Q(0.90), tetapi nilai ini tidak berbeda jauh dengan Q(0.75). Semakin besar kuantil menunjukkan curah hujan yang semakin ekstrim. Pada Kabupaten Indramayu ZOM 79 curah hujan ekstrim tinggi, yaitu Q(0.90) dan Q(0.95), lebih baik digambarkan oleh regresi kuantil regularisasi gulud karena nilai RMSEPvalidasi yang lebih kecil dibandingkan dengan penambahan regularisasi

(30)

15

RMSEPvalidasi yang lebih kecil dibandingkan dengan regresi kuantil dengan

regularisasi gulud.

Gambar 6 menunjukkan nilai prediksi curah hujan masing-masing kuantil yang digabungkan dengan plot aktual curah hujan pada tahun 2013. Terlihat bahwa curah hujan ekstrim bulan Januari dan Desember berada di prediksi curah hujan regresi kuantil regularisasi lasso. Curah hujan pada bulan Januari berada di Q(0.75), sedangkan bulan Desember berada di Q(0.90). Bulan basah lainnya bulan April berada pada Q(0.75). Gambar 6 untuk regresi kuantil regularisasi gulud mampu memprediksi curah hujan ekstrim pada bulan Januari dan Desember. Curah hujan bulan Januari berada pada Q(0.75) dan bulan Desember berada pada Q(0.90). Hal ini menunjukkan bahwa model regresi kuantil regularisasi lasso dan gulud mampu menduga curah hujan ekstrim Kabupaten Indramayu pada tahun 2013.

Gambar 5 Plot Data Kuantil Curah Hujan Aktual dengan Prediksi Curah Hujan Regresi Kuantil Regularisasi Gulud Tahun 2013

(31)

16

(a)

(b) Keterangan:

(32)

17

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kriteria pemilihan dugaan koefisien lasso pada Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95) yang terbaik adalah melalui metode persentil Roberts dan Nowak (2013). Koefisien lasso terbaik memiliki RMSEPvalidasi terkecil pada P .

Berbeda dengan regularisasi gulud, koefisien gulud yang terbaik pada Q(0.75) dan Q(0.90) adalah melalui metode galat validasi silang (GVS) minimum, sedangkan pada Q(0.95) koefisien gulud terbaik adalah melalui metode persentil Roberts dan Nowak (2013).

Regresi kuantil lasso pada prediksi curah hujan tahun 2013 memiliki RMSEPvalidasi sebesar 13.57, 15.78, dan 16.74 untuk masing-masing Q(0.75),

Q(0.90), dan Q(0.95). Pada regresi kuantil gulud nilai RMSEPvalidasi yang

diperoleh adalah 15.94, 15.85, dan 18.00 untuk masing-masing kuantil yang sama. Korelasi pada setiap masing-masing Q(0.75), Q(0.90), dan Q(0.95) adalah sebesar 0.99 menunjukkan regresi kuantil lasso dan gulud baik dalam memprediksi curah hujan. Regresi kuantil lasso lebih baik dibandingkan regresi kuantil gulud dalam memprediksi curah hujan di Kabupaten Indramayu karena memiliki RMSEPvalidasi

yang paling kecil.

Saran

(33)

18

DAFTAR PUSTAKA

Arlot S, Celisse A. 2010. A survey of cross-validation procedures for model selection. Statsitics Surveys. (4): 40-79.

Buhai S. 2005. Quantile Regression Overview and Selected Applications. Journal Ad Astra. 4.2005.

Busuioc A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance Of Statistical Downscaling Models In GCM Validation And Regional Climate Change Estimates: Application For Swedish Precipitation. Int J Climatol. 21:557-578.

Djuraidah A, Wigena AH. 2011. Regresi Kuantil untuk Eksplorasi Pola Curah Hujan di Kabupaten Indramayu. Jurnal Ilmu Dasar. 1(12):50-56.

Handayani L. 2014. Statistical Downscaling dengan Model Aditif Terampat untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kinanti SL, Wigena AH, Djuraidah A. 2015. Statistical Downscaling with Generalized Pareto Distribution (Study Case: Extreme rainfal estimation). Di dalam: Kusumo FA, Wijayanti IE, Alucius IE, Susanti Y, editor.

Proceedings of the 7th SEAMS UGM International Conference on Mathematics and its applications 2015: Enhancing the Role of

Mathematics in Interdisciplinary Research; 2015 Ags 18-21; Yogyakarta,

Indonesia Yogyakarta (ID): AIP Publishing LLC.

Koenker R, Basset G, 1978. Regression Quantiles. Econometrica. 1(46):33-50. Koenker R, Hallock K. 2001. Quantile regression. Journal of Economic

Mondiana QM. 2012. Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Kuantil Untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Roberts S, Nowak G. 2013. Stabilizing the Lasso against Cross Validation Variability. Computational Statistics and Data Analysis .70:198-211. Santhika E. 2013. Banjir Genangi Sawah, Petani Indramayu Tunda Tanam Padi

[Internet]. [diunduh 14 Juni 2016]. Tersedia pada: http://nrmnews.com/2013/01/06/banjir-genangi-sawah-petani-indramayu-tunda-tanam-padi/.

Santri D. 2016. Statistical Downscaling Modeling with Quantile Regression using Lasso to Estimate Extreme Rainfall. Di dalam: Kusumo FA, Wijayanti IE, Alucius IE, Susanti Y, editor. Proceedings of the 7th SEAMS UGM International Conference on Mathematics and Its Applications 2015: Enhancing the Role of Mathematics in Interdisciplinary Research

(34)

19 Sari WJ. 2015. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soleh AM, Wigena AH, Djuraidah A, Saefudin A. 2015. Pemodelan Statistical

Downscaling untuk Menduga Curah Hujan Bulanan menggunakan Model

Linier Terampat Sebaran Gamma. Jurnal Informatika Pertanian. 24(2):215-222.

Sutikno. 2008. Statistical downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tareghian R, Rasmussen PF. 2013. Statsitical downscaling of precipitation using

qauntile regression. Journal of Hydrology. 487:122-135.

Tibshirani R. 1996. Regression Shrinkage and Selection via the Lasso. Journal of the Royal Statistics Society. 58:267-288.

Tibshirani R. 2015. Spasrsity and the Lasso. Statistical Machine Learning. Spring 2015.

Wigena AH. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi

Projection Pursuit Untuk Peramalan Curah Hujan Bulanan: Kasus Curah

Hujan Bulanan Di Indramayu [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wigena AH. 2011. Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Multi Respon untuk Statistical Downscaling. Forum Statistika dan Komputasi. 16(2):12-15.

Wigena AH, Djuraidah A, Sarihman S. 2015. Statistical Downscaling dengan Pergeseran Waktu berdasarkan Korelasi Silang. Jurnal Meteorologi dan

(35)

20

(36)

21 Lampiran 1 Alur Proses Validasi Silang(VS)

� � ��

� ��

� � ��

� Data pemodelan

Data Validasi

Membuat model Fit

model

Nilai aktual Nilai dugaan

MSE Grup 1= �

Data Validasi

MSE Grup 2= �

MSE Grup K= � Galat VS � = ∑��=1��

� ���

� Ulangi untuk � s.d. �

Di pilih � dengan nilai GVS paling kecil =�̂

Memodelkan data set lengkap menggunakan �̂ Bagi observasi secara acak ke dalam K grup

(37)

22

Lampiran 2 Perbandingan Pola Curah Hujan dengan Peubah Presipitasi GCM sebelum dan sesudah digeser (lag)

(b) Pola Presipitasi �

(d) Pola Presipitasi � _��� (a) Pola Curah Hujan

(c) CCF �

(e) Pola Presipitasi � (f) CCF �

(38)

23 Lampiran 3 Nilai Korelasi antara Curah Hujan dengan Peubah Presipitasi GCM

sebelum dan sesudah digeser (lag)

Peubah Korelasi Curah Hujan Peubah Korelasi Curah Hujan

(39)

24

Lampiran 4 Rangkuman Regresi Kuantil Regularisasi Lasso dan Gulud Berdasarkan Koefisien yang memiliki GVS minimum

a) Lasso

Model Persentil Koefisien GVS RMSEPpemodelan RMSEPvalidasi Korelasi

Kuantil ke-0.75

Model Persentil Lambda GVS RMSEPpemodelan RMSEPvalidasi Korelasi

(40)

25 Lampiran 5 Hasil RMSEP(Persentil) Setiap Prediksi Tahun

a) Lasso

Kuantil ke-

Tahun Prediksi

RMSEPvalidasi dengan koefisien lasso pada

GVS min Min

RMSEPvalidasi dengan koefisien gulud pada

GVS min Min

a. GVS min: RMSEPvalidasi dari model dengan koefisien yang memiliki GVS minimum

b. Min P(≥0.01): RMSEPvalidasi minimum dari 100 koefisien optimum, yaitu pada

P(0.01) s.d. P(1).

c. Max P(≥0.01): RMSEPvalidasi maksimum dari 100 koefisien optimum, yaitu pada

P(0.01) s.d. P(1).

d. Min P(≥0.75): RMSEPvalidasi minimum dari koefisien pada P(0.75) s.d. P(1).

(41)

26

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi downscaling.
Tabel 1  Deskripsi Curah Hujan Bulanan Tahun 1981-2013
Gambar 2 RMSEPpemodelan Model Regresi Kuantil Lasso dan Gulud
Gambar 4 Plot Data Kuantil Curah Hujan Aktual dengan Prediksi Curah Hujan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Sudjana (2008, p.56) bahwa evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi penca- paian program selama pelaksanaan program

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk CSR ( Corporate Social Responsibility) sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan tidak semata-mata bersifat filantrofis

This research aimed to improve students’ learning achievement on the topic of nature preservation using model combination of group investigation and numbered heads

Catatan: Untuk komponen struktur yang besar dan masif (dimana dengan menggunakan rumus luas tulangan minimum di atas maka akan menghasilkan tulangan minimum yang sangat boros

Kewirausahaan oleh Suryana (2001, h.8) didefinisikan sebagai suatu kemampuan kreatif dan inovatif yaitu menciptakan hal yang baru dan berbeda, yang dijadikan kiat, dasar,

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat disampaikan yaitu, 1) Context: untuk penyelenggaraan makan siang di Taman Penitipan Anak (TPA) Insan Cita Pemalang

Perangkat Lunak , Wiely Rabin, Ricky Alamsyah, Johannes Angkasa, Junior Lazuardi , Marwanto, Rudy Siswanto Tanaga, Tonny Wijaya, Suwandy, Stefanus Linardi, Elita, Noviani

Penggunaan model Picture and Picture terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengelompokkan macam-macam tulang pada rangka manusia.Hal ini dibuktikan