• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Di Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Di Provinsi Jawa Barat"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA SUBSEKTOR

PERIKANAN DI PROVINSI JAWA BARAT

GRACE OCTAVIA NAPITUPULU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

GRACE OCTAVIA NAPITUPULU. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan SAHARA.

Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang cukup besar, hal tersebut terlihat dari volume dan nilai produksi perikanannya yang mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir. Ironisnya, besarnya potensi subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat tersebut tidak diikuti oleh kontribusi penyerapan tenaga kerja yang yang tinggi. Perkembangan jumlah tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat selama 10 tahun terakhir baik sebagai nelayan maupun pembudidaya secara umum cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat, dan 2) merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian ini melingkupi 17 wilayah kabupaten/kota untuk subsektor perikanan tangkap dan 26 wilayah kabupaten/kota untuk subsektor perikanan budidaya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan menggunakan data berkala 5 tahun mulai tahun 2009 sampai dengan 2013. Pendekatan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis data secara kuantitatif melalui model regresi linear berganda dengan data panel untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat. Dalam analisis ini terdapat dua model regresi tenaga kerja subsektor perikanan yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat. Data ditabulasi dan diolah secara matematik menggunakan program komputer (software) E-views 7. Analisis data secara deskriptif untuk merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat mampu menyerap tenaga kerja yang relatif besar, sehingga akan berdampak pada pengurangan angka pengangguran. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat adalah nilai produksi perikanan tangkap, jumlah kapal penangkap ikan, dan jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap. Faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat adalah luas lahan budidaya, nilai produksi perikanan budidaya, jumlah rumah tangga perikanan budidaya, dan minapolitan budidaya. Strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat adalah dengan menambah nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya, jumlah kapal penangkap ikan, luas lahan budidaya, jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap dan budidaya, serta minapolitan budidaya melalui pengembangan kawasan minapolitan khususnya pengembangan sentra produksi baik sentra produksi perikanan tangkap maupun budidaya.

(6)

SUMMARY

GRACE OCTAVIA NAPITUPULU. Analysis of Manpower Absorption Fisheries Subsector In West Java. Supervised by DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO and SAHARA.

West Java province has potential for fisheries is large enough, it is visible from the volume and value of fishery production which has increased over the last 10 years. Ironically, the magnitude of the potential of the fisheries sub-sector in West Java province was not followed by the contribution of employment are high. The development of the fisheries sub-sector workforce in West Java province during the last 10 years in general tend to decrease. Therefore, this study aims to: 1) examine the factors that affect employment in the fisheries sub-sector of West Java province, 2) formulate fisheries sub-sector strategy in order to contribute to employment in the province of West Java.

This research was conducted in the province of West Java. This research area covers 17 districts / cities for capture fisheries sub-sector and 26 districts / cities for aquaculture sub-sector. The data used in this research is secondary data, using periodic data 5 years from 2009 up to 2013. The data analysis approach quantitative and descriptive. Analysis of quantitative data through multiple linear regression analysis with panel data to examine the factors that affect employment in the fisheries sub-sector of West Java province. In this analysis, there are two regression models workforce fisheries subsector, namely fisheries and aquaculture in the province of West Java. Data were tabulated and mathematically processed using computer programs (software) E-views 7. Analysis of descriptive data to formulate fisheries sub-sector strategy in order to contribute to employment in the province of West Java.

The results showed that the fisheries sub-sector in West Java province is able to absorb the labor force which is relatively large, so that will have an impact on reducing the unemployment rate. Factors that influence the employment sub-sectors of fisheries in West Java province is the value of fisheries production, the number of fishing vessels, and the number of households fishery / fisheries industry. Factors that influence the employment sub-sectors of aquaculture in West Java province is the area of cultivated land, the value of aquaculture production, the number of households aquaculture and cultivation minapolitan. The development strategy fishery subsector in order to contribute to employment in West Java province is to increase the production value of fisheries and aquaculture, the number of fishing vessels, the area of cultivation, the number of households fishery / companies fisheries and aquaculture, as well as minapolitan cultivation through development minapolitan particularly good production center development centers of production of capture fisheries and aquaculture.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA SUBSEKTOR

PERIKANAN DI PROVINSI JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(9)
(10)

Judul Tesis : Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Di Provinsi Jawa Barat

Nama : Grace Octavia Napitupulu NIM : H152130151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dominicus Savio Priyarsono, MS Ketua

Sahara, SP MSi PhD Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2015 di Jawa Barat. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Di Provinsi Jawa Barat“.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dominicus Savio Priyarsono, MS dan Ibu Sahara, SP Msi PhD selaku pembimbing. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Direktur Bina Mutu dan Diversifikasi Produk Kelautan, Direktorat Jenderal Penguatan Daya saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi pascasarjana di Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan cinta dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan yang diberikan kepada penulis melanjutkan studi teruntuk bapak (alm. JK Napitupulu), ibu (T Siagian), suami (Alfanso Manurung), dan anak-anak (Alicia dan Wayne) serta seluruh keluarga dan teman-teman PWD angkatan2013 atas dukungan dan doanya.

Proposal ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Disadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharap masukan dan saran yang membangun guna perbaikan proposal dan penyelesaian tesis, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga laporan penelitian ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Agustus 2016

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Pembangunan Subsektor Perikanan 7

Minapolitan 9

Pembangunan Ekonomi Wilayah 10

Tenaga Kerja, Upah Riil dan Pengangguran 11

Penelitian Terdahulu 16

Kerangka Pemikiran 20

Hipotesis Penelitian 21

3 METODE PENELITIAN 23

Lokasi dan Waktu 23

Jenis, Sumber Dan Metode Pengumpulan Data 23

Definisi Operasional 24

Metode Analisis Data 27

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 38

Karakteristik Wilayah Provinsi Jawa Barat 38

Kondisi Oseanografi Provinsi Jawa Barat 40

Kondisi Penduduk, Pengangguran dan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat 41 Potensi dan Kondisi Subsektor Perikanan Provinsi Jawa Barat 46 Kebijakan Pengembangan Subsektor Perikanan Provinsi Jawa Barat 73

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 81

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Subsektor Perikanan di Provinsi Jawa Barat 81

Strategi Pengembangan Subsektor Perikanan di Provinsi Jawa Barat 87

6 KESIMPULAN DAN SARAN 95

Kesimpulan 95

(15)

DAFTAR TABEL

Volume produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat, tahun

2004-2013 (ribu ton) 1

Nilai produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat, tahun 2004-2013

(miliar rupiah) 2

Lima provinsi terbesar penghasil produksi perikanan tangkap dan

budidaya, tahun 2013 (ton) 2

Matriks penelitian 23

Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya 34 Panjang pantai menurut kabupaten di Provinsi Jawa Barat 40 Penduduk Provinsi Jawa Barat di perkotaan dan perdesaan berumur 15 tahun ke atas laki-laki dan perempuan menurut jenis kegiatan

tahun 2013-2014 42

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Jawa Barat di perkotaan dan perdesaan laki-laki dan perempuan menurut

kabupaten/kota tahun 2014 (persen) 43

Penduduk Provinsi Jawa Barat di perkotaan dan perdesaan berumur 15 tahun ke atas laki-laki dan perempuan yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama tahun

2013-2014 (orang) 44

Penduduk Provinsi Jawa Barat di perkotaan dan perdesaan 15 tahun ke atas laki-laki dan perempuan yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan pendidikan tertinggi

yang ditamatkan tahun 2014 (orang) 44

Penduduk Provinsi Jawa Barat di perkotaan dan perdesaan berumur 15 tahun ke atas laki-laki dan perempuan yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut golongan umur dan lapangan pekerjaan

utama (orang) 45

Perkembangan jumlah tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi

Jawa Barat tahun 2003-2013 (orang) 46

Perkembangan volume dan nilai produksi subsektor perikanan di

Provinsi Jawa Barat tahun 2004-2013 48

Perkembangan volume dan nilai produksi perikanan tangkap di

Provinsi Jawa Barat tahun 2004-2013 49

Perkembangan volume produksi 5 (lima) jenis ikan pelagis utama di

Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (ton) 49

Perkembangan volume produksi 5 (lima) jenis ikan demersal utama di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (ton) 50 Perkembangan volume produksi 3 (tiga) jenis kelompok non ikan utama di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (ton) 50 Perkembangan volume produksi ikan d ominan di p erairan u mum d i Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (ton) 51 Perkembangan volume dan nilai produksi perikanan budidaya di

Provinsi Jawa Barat tahun 2004-2013 51

(16)

Perkembangan jumlah unit alat penangkapan perikanan menurut jenis alat tangkap di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2013 (unit) 56 Perkembangan luas areal pem e li h ar aa n yang digunakan pada perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 59 Sebaran UPI pengolahan ikan segar di Provinsi Jawa Barat tahun

2013 (unit) 63

Sebaran UPI pengalengan di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 (unit) 64 Sebaran UPI pembekuan di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 (unit) 64 Sebaran UPI penggaraman/pengeringan di Provinsi Jawa Barat

tahun 2013 (unit) 65

Sebaran UPI pemindangan di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 (unit) 66 Sebaran UPI pengasapan/pemanggangan di Provinsi Jawa Barat

tahun 2013 (unit) 67

Sebaran UPI fermentasi di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 (unit) 68 Sebaran UPI pereduksian di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 (unit) 69 Sebaran UPI jelly ikan/surimi di Provinsi Jawa Barat tahun 2013

(unit) 70

Sebaran tenaga kerja subsektor perikanan menurut kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Barat tahun 2013 (orang) 72

Tujuan dan sasaran jangka menengah Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Jawa Barat tahun 2014-2018 74

Lokasi kawasan minapolitan perikanan tangkap dan komoditas

unggulan di Provinsi Jawa Barat 78

Lokasi kawasan minapolitan perikanan tangkap dan komoditas

unggulan di Provinsi Jawa Barat 79

Hasil analisis regresi linear berganda dengan data panel model

tenaga kerja subsektor perikanan tangkap 81

Hasil analisis regresi linear berganda dengan data panel model

tenaga kerja subsektor perikanan budidaya 85

DAFTAR GAMBAR

PDRB Jawa Barat sektor pertanian atas dasar harga konstan menurut

lapangan usaha tahun 2013 3

PDRB Jawa Barat atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha

tahun 2013 4

Grafik perkembangan jumlah tenaga kerja nelayan dan pembudidaya subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat tahun 2004-2013 5

Kerangka pemikiran 22

Peta administratif Provinsi Jawa Barat 39

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel volume produksi perikanan di Indonesia tahun 2013 (ton) 102 Tabel ruang lingkup penelitian kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Barat 103

Tabel jumlah tenaga kerja subsektor perikanan tangkap (nelayan) di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (orang) 104 Tabel nilai produksi perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat tahun

2009-2013 (ribu rupiah) 105

Tabel jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Jawa Barat tahun

2009-2013 (buah) 106

Tabel jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (unit) 107 Tabel jumlah unit alat penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat

tahun 2009-2013 (unit) 108

Tabel jumlah trip penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat tahun

2009-2013 (trip) 109

Tabel upah riil di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (rupiah) 110 Tabel jumlah tenaga kerja subsektor perikanan budidaya (pembudidaya) di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (orang) 111 Tabel nilai produksi perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat

tahun 2009-2013 (ribu rupiah) 112

Tabel luas lahan budidaya di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013

(M2) 113

Tabel jumlah rumah tangga perikanan budidaya di Provinsi Jawa

Barat tahun 2009-2013 (unit) 114

Tabel jumlah benih ikan yang ditebar di Provinsi Jawa Barat tahun

2009-2013 (ribu ekor) 115

Tabel upah riil di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013 (rupiah) 116 Hasil analisis regresi linear berganda dengan data panel model

tenaga kerja subsektor perikanan tangkap 117

Hasil analisis regresi linear berganda dengan data panel model

tenaga kerja subsektor perikanan budidaya 124

(18)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari 17 508 pulau, dengan garis pantai terpanjang di dunia keempat setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia yaitu sepanjang 81 000 km, serta dua per tiga dari luas wilayahnya berupa laut. Luas wilayah perairan laut Indonesia sebesar 5.8 juta km2 yang terdiri dari 3.1 juta km2 perairan nusantara dan 2.7 juta km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar karena memiliki potensi ikan lestari sekitar 6.17 juta ton per tahun, yang terdiri atas 4.07 juta ton di perairan nusantara (baru 38 persen dimanfaatkan) dan 2.1 juta ton per tahun di perairan ZEE (baru 20 persen dimanfaatkan) (Dahuri 2002).

Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar adalah Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang cukup besar karena letaknya berhadapan dengan dua sisi Lautan Jawa pada bagian utara dan Samudera Hindia di bagian selatan dengan garis pantai sepanjang 755.83 km, sehingga sebagian besar wilayah di Jawa Barat berbatasan dengan laut (Pusdatin KKP 2013b). Besarnya potensi perikanan di Provinsi Jawa Barat terlihat dari volume produksi perikanan pada tahun 2013 sebesar 1 189 ribu ton yang meliputi: perikanan tangkap sebesar 218 ribu ton dan perikanan budidaya sebesar 970 ribu ton (Tabel 1).

Tabel 1 Volume produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat, tahun 2004-2013 (ribu ton)

Sumber: Pusdatin KKP 2014 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1 volume produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat

mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2004 sebesar 433 ribu ton menjadi 1 189 ribu ton pada tahun 2013. Kenaikan rata-rata volume produksi perikanan

tersebut sebesar 10.94 persen per tahun. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan budidaya yang lebih besar dibandingkan dengan perikanan tangkapnya. Hal tersebut terlihat dari volume produksi perikanan budidaya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan volume produksi perikanan tangkap. Kontribusi produksi perikanan tangkapnya didominasi oleh perikanan tangkap di laut.

Potensi perikanan di Provinsi Jawa Barat yang cukup besar tersebut juga terlihat dari nilai produksi perikanannya yang mencapai 18 989 miliar rupiah.

Kenaikan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 rata-rata

(%) Perikanan laut 160 155 150 167 176 173 180 186 199 207.5 3.46

Perairan umum 8.4 6.7 12.8 7.2 8.1 7.6 10.4 11.2 12.7 11.1 12.35 265 301 356 392 436 442 623 695 779 970.6 15.87

433.4 462.7 518.8 566.2 620.1 622.3 813.4 892.2 990.7 1189.2 10.94 Rincian

Tahun

Perikanan tangkap

(19)

2 produksi perikanan tersebut sebesar 19.02 persen per tahun. Kontribusi nilai produksi perikanan tangkapnya didominasi oleh perikanan tangkap di laut. Berdasarkan nilai produksi perikanannya, terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan budidaya yang lebih besar dibandingkan dengan perikanan tangkapnya. Hal tersebut didukung oleh luas lahan yang dimiliki untuk kegiatan perikanan budidayanya baik budidaya air laut, air payau, maupun air tawar. Adapun luas lahan perikanan budidaya pada tahun 2013 di

Provinsi Jawa Barat sebesar 1 125 549 ha, yang terdiri dari; budidaya laut 325 825 ha, tambak 650 509 ha, kolam 176 509 ha, karamba 218 ha, jaring

apung 1 345 ha, dan mina padi 124 057 ha (Pusdatin KKP 2014d).

Dengan besarnya potensi perikanan tersebut, pada tahun 2013 Provinsi Jawa Barat masuk dalam lima provinsi terbesar di Indonesia penghasil produksi perikanan (baik tangkap maupun budidaya) sebesar 1.2 juta ton setelah Sulawesi Selatan (2.9 juta ton), Nusa Tenggara Timur (2 juta ton), Sulawesi Tengah (1.6 juta ton), dan Jawa Timur (1.4 juta ton). Kontribusi terbesar dari kelima provinsi tersebut terdapat pada perikanan budidaya, sedangkan untuk kontribusi perikanan tangkap didominasi oleh perikanan laut (Tabel 3).

Tabel 3 Lima provinsi terbesar penghasil produksi perikanan tangkap dan budidaya, tahun 2013 (ton)

Sumber: Pusdatin KKP 2014 (diolah)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Perikanan

Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Timur Sulawesi Tengah Jawa Timur Jawa Barat

Perikanan laut 277 896 103 825 259 984 378 329 207 462

(20)

Akan tetapi iron

ronisnya, potensi subsektor perikanan di Provinsi J tersebut selama ini belum mendapat perhatian y

adahal apabila dikelola secara serius subsektor kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan lainnya dalam sektor pertanian. Subsektor perika ibusi sebesar 6 persen sehingga menempati pos tanaman bahan makanan serta subsektor petern g dapat dilihat pada Gambar 1. Ini menunjukk erikanan yang besar di Provinsi Jawa Barat belum us khususnya dari pemerintah sehingga belum dima

iolah)

Jawa Barat sektor pertanian atas dasar harg lapangan usaha tahun 2013

DRB sektor pertanian atas dasar harga konstan p subsektor perikanan masuk didalamnya pun ma dingkan dengan sektor lainnya. Sektor pertani ibusi sebesar 11 persen sehingga menempati po stri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan

(21)

4 tersebut juga ditunjukkan p 2013 jumlah tenaga kerja y nelayan. Hal tersebut men Barat pada tahun 2014 men perkotaan sebanyak 28 282 sebanyak 14 770 817 jiwa (

perhatian pemerintah dalam mengoptima sektor perikanan yang besar di Provinsi Jawa B n pada Gambar 3. Sejak tahun 2004 sampai den a yang terserap pada subsektor perikanan di Prov an dan pembudidaya masih di bawah angka 1 000 h angkatan kerja di Jawa Barat pada tahun 2

a (BPS Jabar 2014). Berdasarkan Gambar 3, ter umlah tenaga kerja subsektor perikanan di Prov

2004 sampai dengan 2013 secara umum cende Dimana jumlah tenaga kerja subsektor perika cenderung lebih tinggi dibandingkan seb mengakibatkan jumlah pengangguran di Provinsi J

(22)

Sumber: DKP Jabar 2014

perkembangan jumlah tenaga kerja nela didaya subsektor perikanan di Provinsi Jawa B

013

wilayah berbasis sumber daya perikanan perlu tream) pembangunan untuk meningkatkan pere arenakan beberapa alasan, yaitu: (1) melimpahn

g kita miliki, dengan sejumlah keunggulan yang sangat tinggi; (2) keterkaitan yang kuat ges) antara industri berbasis perikanan dengan in

lainnya; (3) merupakan sumber daya yang senant a keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapa gan pengelolaan yang arif; (4) dari aspek politik luar negeri dapat dicapai jika kita memilik hanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan (5

, merupakan penemuan kembali (reinventin nah dominan dalam budaya dan tradisi kita seba 002). Apabila pembangunan subsektor perikanan,

asca panen (penanganan dan pengolahan hasil kan secara profesional dan berbasis ilmu pengeta

, maka keunggulan komparatif yang dimiliki sub enjadi keunggulan kompetitif yang merupakan a kemakmuran bangsa Indonesia (Dahuri 2000).

Perumusan Masalah

a Barat memiliki potensi perikanan yang tinggi, h e dan nilai produksi perikanannya yang mengalam terakhir (Tabel 1 dan 2). Besarnya potensi per

(23)

6

dan jasa yang harus dipenuhi Jawa Barat ke daerah lain seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah dan daerah lainnya adalah ikan. Walaupun sudah dipasok dari berbagai daerah, sampai saat ini kebutuhan akan ikan di provinsi-provinsi tersebut khususnya DKI Jakarta masih saja kurang. Hal ini merupakan peluang besar bagi Jawa Barat untuk mengembangkan potensi subsektor perikanan sehingga dapat memenuhi permintaan dari daerah lain termasuk DKI Jakarta.

Ironisnya, besarnya potensi subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat tersebut tidak diikuti oleh kontribusi penyerapan tenaga kerja yang yang tinggi. Perkembangan jumlah tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat selama 10 tahun terakhir secara umum cenderung mengalami penurunan (Gambar 1).

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor

perikanan di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab perumusan dari masalah di atas, yaitu:

1. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat.

2. Merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk masyarakat, para peneliti, akademisi serta pemerintah. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pemerintah dalam melakukan penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat sehingga berdampak pada pengurangan tingkat pengangguran.

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Subsektor Perikanan

Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan dinamakan perikanan (UU Nomor 45 Tahun 2009). Tujuan pengelolaan perikanan dalam UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah: (a) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, (b) meningkatkan penerimaan dan devisa negara, (c) mendorong perluasan dan kesempatan kerja.

Pembangunan berbasis sumber daya perikanan perlu dijadikan arus utama (mainstream) pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Hal ini dikarenakan: (1) sumber daya perikanan, baik ikan, sumber daya perairan, dan lahan tambak masih cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal, (2) PDRB subsektor perikanan, walaupun masih relatif kecil kontribusinya, menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat, (3) permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingginya tingkat pendidikan, (4) pola hidup masyarakat dunia pada saat ini dicirikan dengan semakin selektifnya makanan yang disajikan dengan memenuhi kriteria gizi yang tinggi, mudah disajikan, dan menjangkau masyarakat, dan (5) jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan mencapai lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk perikanan (Kusumaatmaja dalam Mudzakir 2008).

Menurut Soemokaryo (2001) pembangunan perikanan disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan devisa, juga meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan dan petani ikan disamping aspek kelestariannya. Lebih lanjut Soemokaryo (2001) menjelaskan bahwa peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (a) faktor internal, seperti pendidikan, pengalaman dan penguasaan teknologi, dan (b) faktor eksternal, seperti potensi sumber daya, mekanisme pasar, pola penentuan harga, proses pengakumulasian modal dan keadaan infrastruktur.

(25)

8

Pembangunan subsektor perikanan yang telah dilaksanakan selama ini dalam rangka mewujudkan tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan). Dengan melihat potensi yang ada, pembangunan subsektor perikanan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik daripada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada (KKP 2010c).

Pembangunan subsektor perikanan merupakan salah satu pembangunan sektoral yang diharapkan mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja serta pembangunan nasional secara menyeluruh. Cukup berasalan jika subsektor ini menjadi salah satu prioritas pembangunan karena subsektor perikanan didukung oleh dua komponen utama yang menjadi tulang punggung pengembangannya, yaitu komponen biofisik dan sosial ekonomi. Komponen biofisik, perairan Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan (potensi perikanan air tawar dan laut) yang beragam jumlahnya, dan masing-masing sumber daya tersebut memiliki nilai penting baik dari sisi pasar domestik maupun pasar internasional. Komponen sosial ekonomi, secara sosial sebagian besar penduduk Indonesia (kurang lebih 60 persen) hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata-rata 2 persen per tahun). Hal ini disebabkan secara administratif sebagian besar kota dan kabupaten terletak di kawasan pesisir. Implikasi dari sisi ekonomi, industri perikanan menjadi andalan sektoral yang menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung (PKSPL 2002).

Akan tetapi, pembangunan subsektor perikanan secara umum mempunyai keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut: (1) miskinnya masyarakat pada kawasan usaha perikanan, (2) kemampuan sumber daya manusia yang rendah sebagai akibat kurangnya sentuhan pendidikan formal walaupun kaya dengan pengetahuan tradisional, (3) sumber daya alam hayati tidak dimanfaatkan secara efisien dan efektif, (4) lingkungan laut maupun daratnya mengalami kerusakan serius, dan (5) kesenjangan pembangunan selama ini antara pembangunan berbasis lautan dan daratan (Dahuri 2002).

(26)

9 Minapolitan

Konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas, dan percepatan dinamakan minapolitan (Permen KP Nomor 12 Tahun 2010a). Oleh karena itu kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.

Penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan dapat berupa sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan, atau pun kombinasi ketiga hal tersebut. Sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan adalah pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan (TPI). Sementara itu, penggerak utama minapolitan di bidang perikanan budidaya adalah sentra produksi dan perdagangan perikanan di lahan-lahan budidaya produktif. Sentra produksi pengolahan ikan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan juga dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan.

Berdasarkan Kepmen KP Nomor 32 tahun 2010b ada 11 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan menjadi kawasan minapolitan, antara lain: Karawang, Bogor, Garut, Cirebon, Kota Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Bekasi, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Secara konseptual minapolitan mempunyai 2 unsur utama, yaitu: (a) minapolitan sebagai konsep

pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah, dan (b) minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama

produk kelautan dan perikanan. Dimana konsep minapolitan tersebut didasarkan pada 3 asas, yaitu: (a) demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, (b) keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui pemberdayaan masyarakat, dan (c) penguatan peran ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat- bangsa dan negara kuat. Menurut Kepmen KP Nomor 18 Tahun 2011, minapolitan bertujuan untuk: (a) meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan, (b) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata, dan (c) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.

(27)

10

Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada (Rustiadi, et al. 2011). Menurut Todaro, et al. (2006) pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustainance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat secara terus-menerus dalam jangka panjang (Sukirno 2004). Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada satu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi perlu juga diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.

Pembangunan ekonomi secara umum difokuskan pada usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan pendapatan nasional baik secara total maupun per kapita dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan dapat didistribusikan secara merata ke seluruh masyarakat sehingga permasalahan-permasalahan sosial ekonomi seperti penggangguran, kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan, dan sebagainya dapat dipecahkan melalui mekanisme trickle down effect (Todaro, et al. 2006).

Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan sektor ekonomi, dimana sektor ekonomi memiliki relevansi yang kuat dengan pengembangan wilayah. Pembangunan wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor unggulan pada wilayah tersebut yang mendorong perkembangan sektor lain. Selanjutnya sektor yang lain akan berkembang sehingga mampu mendorong perkembangan sektor lain yang terkait, sehingga membentuk suatu sistem keterkaitan antar sektor (Djakapermana 2010).

(28)

11 Tenaga Kerja, Upah Riil dan Pengangguran

Tenaga kerja,

Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Selanjutnya menurut Sumarsono (2009), tenaga kerja atau sumber daya manusia menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Sumarsono (2009), membagi tenaga kerja menjadi dua kelompok, yaitu: angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran yang aktif mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya.

Permintaan tenaga kerja,

Permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksikan barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Simanjuntak 1998).

Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu, dimana keuntungan usaha yang didapat akan memberikan hasil yang maksimum. Menurut Sumarsono (2009) permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh: (1) perubahan tingkat upah, (2) perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen, dan (3) harga barang modal turun.

Penyerapan tenaga kerja,

Ada perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta atau dalam hal ini tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan atau suatu sektor. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah orang yang diminta untuk dipekerjakan, sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditunjukkan kepada kuantitas atau banyaknya permintaan tenaga pada tingkat upah tertentu (Sukirno 2004).

(29)

12

dalam penelitian ini adalah jumlah/banyaknya orang yang bekerja sebagai nelayan di 17 kabupaten/kota dan sebagai pembudidaya di 26 kabupaten/kota.

Menurut Sumarsono (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap tenaga kerja antara lain: (1) Kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain, misalnya modal, (2) Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, (3) Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi, (4) Elastisitas persediaan faktor peroduksi pelengkap lainnya. Jadi, semakin besar elastisitas penyediaan faktor pelengkap, maka akan semakin besar elastisitas permintaan akan tenaga kerja (Simanjuntak, 1998). Pada industri kecil, permintaan akan tenaga kerja tidak dipengaruhi oleh permintaan masyarakat terhadap barang yang akan diproduksi, dengan kata lain hanya berorientasi supply, sehingga berapapun jumlah tenaga kerja yang digunakan tidak tergantung pada berapa target output yang harus dihasilkan. Pada kondisi ini, pengusaha dapat menjual berapa saja produksinya dengan harga yang berlaku. Dalam memaksimumkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakannya.

Penawaran tenaga kerja,

Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk ditawarkan. Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada: (1) besarnya penduduk, (2) persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, dan (3) jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja, dimana ketiga komponen tersebut bergantung pada tingkat upah (Simanjuntak 1998).

Kenaikan tingkat upah mempengaruhi penyediaan tenaga kerja melalui dua daya yang saling berlawanan, kenaikan tingkat upah disatu pihak meningkatkan pendapatan (income effect) yang cenderung untuk mengurangi tenaga kerja. Dipihak lain peningkatan upah membuat waktu senggang (substitution effect). Daya substitusi ini akan meningkatkan jumlah tenaga kerja, tetapi setelah mencapai titik tertentu, pertambahan upah justru akan mengurangi waktu yang disediakan oleh keluarga untuk keperluan bekerja. Hal ini disebut backward bending curve atau kurva penawaran yang membelok. Pasar tenaga kerja,

Menurut Simanjuntak (1998), pasar tenaga kerja adalah seluruh aktivitas dan pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pasar tenaga kerja dibutuhkan karena dalam kenyataannya terdapat banyak perbedaan-perbedaan dikalangan pencari kerja dan diantara lowongan kerja. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah: (1) pencari kerja mempunyai tingkat

pendidikan, keterampilan, kemampuan, dan sikap pribadi yang berbeda; (2) setiap perusahaan menghadapi lingkungan yang berbeda, sehingga

mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memberikan tingkat upah, jaminan sosial, dan lingkungan pekerjaan; (3) baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir (1) dan (2).

(30)

13 terjadi dalam pasar kerja. Keseimbangan ini dapat berupa: (1) lebih besarnya penawaran dibanding permintaan tenaga kerja (adanya excess supply of labor), dan (2) lebih besarnya permintaan dibandingkan penawaran tenaga kerja (adanya excess demand of labor).

Hubungan tenaga kerja dengan upah riil,

Dalam teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha (Sukirno 2004). Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian dari upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Kaum ekonomi klasik menyatakan, bahwa tenaga kerja/karyawan mendasarkan penawaran tenaga kerja atas upah riil. Oleh karena itu, kenaikan upah nominal tidak akan mengubah penawaran tenaga kerja apabila kenaikan tersebut disertai dengan kenaikan tingkat harga yang sepadan. Orang yang merasa kaya karena kenaikan upah nominal dan kenaikan tingkat harga yang sama dikatakan money illusion. Orang rasional tidak akan mengalami ilusi uang, karena mereka hanya mau mengubah penawaran tenaga kerja apabila terjadi peruahan dalam upah riil.

Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah. Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural, maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan. Saat upah riil melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaan-perusahaan diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada pekerja. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tanga kerja (Mankiw 2007).

Menurut Mankiw (2007), kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran. Kekakuan upah ini terjadinya sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut berpotensi menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengangguran.

(31)

14

dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah (Tjiptoherijanto, 1990).

Pengangguran,

Salah satu modal pembangunan yang dimiliki oleh negara berkembang adalah jumlah penduduk dan angkatan kerja yang cukup besar jumlahnya. Akan tetapi jumlah penduduk dan angkatan kerja tersebut dapat menjadi masalah apabila tidak dibarengi dengan ketersediaan kesempatan kerja yang memadai yaitu timbulnya pengangguran. Dengan adanya pengangguran, maka pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah sosial lainnya.

Secara umum pengangguran adalah suatu situasi dimana orang-orang yang memiliki kemampuan bekerja dan juga keinginan untuk bekerja tidak memperoleh pekerjaan. Menurut BPS, pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai bekerja. Pengangguran terbuka adalah penduduk yang berusia 15-55 tahun, bekerja kurang dari 36 jam per minggu, dan sedang mencari pekerjaan. Situasi tersebut disebabkan oleh banyak faktor antara lain: pertumbuhan populasi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tidak memadai, pekerjaan yang bersifat musiman dan lambatnya pembangunan industri.

Menurut Simanjuntak (1998), pengangguran dapat digolongkan atas tiga jenis. Pertama pengangguran friksional, terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari lowongan dengan pencari kerja dan lowongan kerja akibat adanya faktor jarak atau kurangnya informasi. Kedua pengangguran struktural, terjadi karena adanya perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian, misalnya dalam suatu pergeseran dari ekonomi yang berat agraris menjadi ekonomi yang berat industri. Disatu pihak, akan terjadi pengurangan tenaga kerja di sektor pertanian, dan dipihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Akan tetapi yang berlebih di sektor pertanian tidak dapat begitu saja diserap disektor industri, karena sektor industri memerlukan tenaga dengan keterampilan tertentu. Akibatnya tenaga berlebih di sektor pertanian tersebut merupakan pengangguran struktural. Ketiga pengangguran musiman, terjadi karena pergantian musim. Diluar musim panen dan turun ke sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru. Selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.

(32)

15 Analisis Regresi Linear Berganda Dengan Data Panel

Penelitian ini menggunakan data panel, Verbeek (2008) menjelaskan bahwa penggunaan model data panel memiliki dua keunggulan utama bila dibandingkan dengan model cross section dan time series murni. Pertama, dengan mengkombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga paramater yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Jumlah data dalam data panel meningkatkan jumlah derajat bebas (degree of freedom) dan mengurangi kolinieritas di antara variabel penjelas, yang dalam hal ini meningkatkan efisiensi dari penduga ekonometrik. Kedua, penggunaan model data panel dapat mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang, sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.

Estimasi dengan menggunakan data panel memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut (Baltagi 2005):

1. Data panel mampu mengakomodasi tingkat heterogenitas variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model (unobserved heterogeneity).

2. Data panel dapat memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih bervariasi, berkurangnya kolinearitas antar variabel, meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien.

3. Data panel umumnya lebih baik digunakan untuk meneliti dynamics of adjustment, yang dapat mendeteksi efek-efek yang tidak dapat dilakukan oleh model cross section murni atau time series murni.

4. Data panel dapat digunakan untuk mengkontruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni.

5. Data panel lebih baik dalam mengukur, mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan data cross section atau time series murni.

Meskipun estimasi data panel memiliki beberapa keuntungan, namun estimasi data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya khususnya apabila data panel tersebut dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Beberapa kelemahan dan keterbatasan dari estimasi dengan data panel sebagai berikut (Baltagi 2005):

(33)

16

2. Estimasi dengan data panel memungkinkan terjadinya distorsi dari kesalahan pengukuran (measurement error) yang umumnya terjadi karena kesalahan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain).

3. Estimasi dengan data panel dapat menimbulkan masalah selektivitas, yakni: self selectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survey lanjutan).

4. Estimasi dengan data panel dapat menimbulkan cross cestion dependence (contoh: apabila macro panel data dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulan yang tidak tepat (miss leading inference).

Penelitian Terdahulu

Safatillah (2014), melakukan penelitian mengenai Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri elektronik di Indonesia. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri elektronik di Indonesia adalah jumlah perusahaan dan pengeluaran tenaga kerja, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh. Variabel yang paling berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja industri elektronik di Indonesia adalah jumlah perusahaan. Pengaruh variabel-variabel tersebut cukup besar yang ditunjukkan oleh Koefisien Determinasi (R2) yang tinggi, yaitu sebesar 0.988. Persamaan penelitian ini adalah pada tujuan penelitian, yaitu sama-sama mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Perbedaannya adalah pada obyek yang diteliti.

Budiawan (2013), melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja terhadap industri kecil pengolahan ikan di Kabupaten Demak. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel upah, modal dan nilai produksi secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap besarnya variabel penyerapan tenaga kerja. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja adalah upah. Pengaruh ketiga variabel tersebut cukup besar yang ditunjukkan oleh Koefisien Determinasi (R2) yang tinggi, yaitu sebesar 0.758. Penelitian ini hanya mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perikanan di tingkat off-farm yaitu pengolahan. Padahal kegiatan pengolahan hasil perikanan tidak terlepas dari kegiatan penangkapan, karena ketersediaan bahan baku untuk produksi kegiatan pengolahan diperoleh dari penangkapan.

(34)

17 pekerja berpengaruh tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga. Pengaruh ketiga variabel tersebut cukup besar yang ditunjukkan oleh Koefisien Determinasi (R2) yang tinggi, yaitu sebesar 0.884. Persamaan penelitian ini adalah pada tujuan penelitian, yaitu sama-sama mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Perbedaannya adalah pada obyek yang diteliti.

Zamrowi (2007), melakukan penelitian mengenai Analisis penyerapan tenaga kerja pada industri kecil mebel di Kota Semarang. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel upah, produktivitas, modal dan non upah berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja pada industri kecil mebel di Kota semarang. Pengaruh keempat variabel tersebut cukup besar yang ditunjukkan oleh Koefisien Determinasi (R2) yang tinggi, yaitu sebesar 0.741. Variabel yang berpengaruh negatif adalah upah/gaji, produktivitas, dan non upah; sedangkan variabel modal berpengaruh positif. Keterbatasan dari penelitan ini adalah peneliti merekomendasikan strategi untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja adalah melalui peningkatan unit usaha yang telah ada, tetapi jumlah unit usaha industri kecil yang ada di Kota semarang tidak dimasukkan sebagai variabel dalam analisis regresinya.

Josephus (1995), melakukan penelitian mengenai Studi penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan hasil perikanan di Sulawesi Utara. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuosien lokasi (KL), analisis pengganda tenaga kerja, analisis regresi linier berganda dan analisis kelembagaan (secara kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan hasil perikanan di Sulawesi Utara merupakan kegiatan basis khususnya dalam menyerap tenaga kerja. Koefisien pelipatgandaan tenaga kerja yang sangat besar menunjukkan dampak kegiatan pengolahan hasil perikanan yang sangat besar dalam penyediaan kesempatan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja oleh industri pengolahan tradisional modern adalah jumlah bahan baku dan investasi. Penelitian ini hanya mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perikanan di tingkat off-farm yaitu pengolahan. Padahal kegiatan pengolahan hasil perikanan tidak terlepas dari kegiatan penangkapan, karena ketersediaan bahan baku untuk produksi kegiatan pengolahan diperoleh dari penangkapan.

(35)

18

tenaga kerja, output dan nilai tambah yang terbesar. Nilai elastisitas tenaga kerja dan anggaran belanja bidang perikanan yang masih rendah diperlukan peningkatan keterampilan dan inovasi teknologi kepada tenaga kerja perikanan dan evaluasi alokasi penggunaan anggaran agar lebih efektif dalam mendukung peningkatan produksi perikanan. Persamaan penelitian ini adalah pada salah satu alat analisis yang digunakan, yaitu sama-sama menggunakan regresi linear berganda dengan data panel. Perbedaannya adalah penelitian ini mencakup perikanan on-farm dan off-farm.

Idris (2014), melakukan penelitian mengenai Strategi peningkatan peran sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah Provinsi Banten. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Input-Output (I-O), Incremental Labour Output Ratio (ILOR) dan Incremental Capital Output Ratio (ICOR), dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perikanan di Provinsi Banten merupakan: (a) sektor basis di sebagian kabupaten/kota, tetapi bukan merupakan sektor unggulan; (b) memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya walaupun sangat kecil; (c) memiliki multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja; (d) mampu menyerap tenaga kerja yang relatif besar. Pengembangan subsektor perikanan di Provinsi Banten mampu menyerap tenaga kerja yang relatif besar dengan menambah jumlah kapal perikanan, yang tentunya akan berdampak pada pengurangan angka pengangguran. Selain itu penambahan dan pengembangan unit pengolahan ikan di Provinsi Banten dapat meningkatkan nilai PDRB sektor perikanan. Penelitian ini menggabungkan perikanan on-farm dan off-farm dalam satu model regresi, padahal variabel-variabel dalam perikanan on-farm dan off-farm memiliki karakteristik yang berbeda.

Wulandari (2002), melakukan penelitian mengenai Peranan tenaga kerja sektor tersier dalam perekonomian Jawa Barat. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model persamaan simultan dan pendugaan parameter yang digunakan adalah metode 2 SLS (two stage least square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) peningkatan jumlah angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah penduduk produktif, tingkat upah, dan jumlah angkatan kerja sebelumnya; (b) penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah penduduk produktif, tingkat investasi, dan pendapatan daerah; (c) upah riil sektoral dipengaruhi oleh kebijakan Upah Minimum Regional Sektoral dan tingkat inflasi; (d) produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah dan konsumsi kalori; (e) pendapatan daerah dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja, dan tingkat pajak. Penelitian ini hanya mengkaji sektor tersier di Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas 4 sektor, yaitu sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa lainnya. Padahal selain keempat sektor tadi, subsektor perikanan juga mempunyai potensi yang besar di Provinsi Jawa Barat.

(36)

19 manusia budidaya, dan dukungan pasar di kawasan minapolitan Kecamatan Berbah telah cukup mendukung. Akan tetapi dalam beberapa dukungan yaitu dukungan sumber daya manusia wirausaha dan dukungan kelembagaan internal pembudidaya ikan terdapat beberapa komponen yang belum mendukung. Kelemahan dari beberapa dukungan tersebut berakibat tidak berjalannya sistem minapolitan sesuai dengan konsep minapolitan yang seharusnya. Penelitian ini hanya mengkaji subsektor perikanan budidaya serta peneliti tidak menggunakan metode analisis deskriptif statistik dalam melakukan penelitiannya.

Adhihapsari, et al. (2014), melakukan penelitian mengenai Perencanaan pengembangan wilayah kawasan minapolitan budidaya di Gandusari Kabupaten Blitar. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif yang dibantu dengan metode A’WOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan rencana strategi pengembangan kawasan minapolitan di wilayah ini adalah meningkatkan perhatian dan komitmen pemerintah, mendayagunakan pemuda desa dan masyarakat dalam kegiatan pengembangan usaha bidang perikanan, serta peningkatan dan pemerataan kegiatan pelatihan dan penyuluhan kegitan budidaya perikanan. Penelitian ini hanya mengkaji subsektor perikanan budidaya.

Febriyanti (2013), melakukan penelitian mengenai Kontribusi pengembangan kawasan minapolitan kampung Lele terhadap pendapatan petani Lele di Desa Tegalrejo Sawit Boyolali. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif statistik, analisis Revenue to Cost Ratio (R/C rasio), dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pengembangan kawasan minapolitan yaitu memperluas usaha budidaya lele dengan membangun kawasan minapolitan di lokasi lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa, memperluas pasar, fasilitasi produksi dan teknologi melalui kerjasama dengan usaha lain dalam sektor yang sama. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi masalah pakan dan bibit yang harganya melonjak, memberikan bantuan kredit modal kepada pembudidaya lele, pembudidaya lele diharapkan dapat memanfatkan peluang-peluang yang ada sehingga dapat membesarkan usaha budidaya lele melalui hasil produk mentah atau produk jadi dan juga pemasarannya. Penelitian ini hanya mengkaji subsektor perikanan budidaya.

(37)

20

Muchlisin, et al. (2012), melakukan penelitian mengenai Pemetaan potensi daerah untuk pengembangan kawasan minapolitan di beberapa lokasi dalam Provinsi Aceh. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap lokasi yang disurvey, yaitu Aceh Jaya, Aceh Besar, Bireuen, dan Aceh Timur berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan minapolitan. Model minapolitan yang dapat dikembangkan adalah berbasis kombinasi antara perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, dan wisata bahari. Keterbatasan dari penelitan ini adalah peneliti tidak menggunakan metode analisis deskriptif statistik dalam melakukan penelitiannya.

Kerangka Pemikiran

Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi yang telah lama terbentuk dituntut untuk terus mandiri sehingga perlu mengembangkan potensi-potensi yang sudah ada, diantaranya potensi sumber daya alam. Potensi sumber daya alam di Provinsi Jawa Barat yang cukup besar adalah perikanan. Hal tersebut terlihat dari volume dan nilai produksi perikanannya baik tangkap maupun budidaya yang mengalami peningkatan selama 10 tahun terakhir. Adapun volume produksi perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 sebesar 218 ribu ton dan perikanan budidaya sebesar 970 ribu ton. Dengan nilai produksi perikanan tangkap sebesar 3 244 miliar rupiah dan perikanan budidaya sebesar 15 745 miliar rupiah. Oleh karena itu, Provinsi Jawa Barat masuk dalam lima besar nasional provinsi penghasil produksi perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) di Indonesia pada tahun 2013.

Provinsi Jawa Barat memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan barang dan jasa untuk DKI Jakarta. Salah satu kebutuhan barang dan jasa di DKI Jakarta yang harus dipenuhi oleh daerah-daerah penyangganya adalah ikan. Walaupun dipasok dari berbagai daerah-daerah, sampai saat ini kebutuhan ikan di DKI Jakarta masih saja kurang. Hal ini merupakan peluang besar bagi Jawa Barat untuk dapat mengembangkan potensi subsektor perikanan dalam memenuhi permintaan dari DKI Jakarta tersebut. Apabila hal tersebut dapat diwujudkan, selain dapat berkontribusi terhadap perekonomian wilayah, pengembangan subsektor perikanan di Jawa Barat diharapkan dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, yang selanjutnya dapat mengurangi angka pengangguran.

(38)

21 tenaga kerja subsektor perikanan. Hasil dari regresi linear berganda dengan data panel tersebut, akan diperoleh faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya melalui uji statistik dan uji asumsi.

Berdasarkan hasil model regresi berganda dengan data panel, secara deskriptif dapat dirumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, sehingga mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Hasil dari analisis-analisis tersebut di atas, diharapkan dapat dijadikan informasi bagi pemerintah untuk menentukan prioritas dalam merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan wilayah khususnya pengembangan subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat agar pengelolaan dan pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Hipotesis Penelitian

(39)
(40)

23

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat selama tiga bulan yaitu mulai Bulan September-Desember 2015.

Jenis, Sumber Dan Metode Pengumpulan Data

(41)

24

Dipilihnya Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian secara purposive, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah termasuk subsektor perikanan dimana Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi kelima terbesar penghasil produksi perikanan. Sejalan dengan potensi sumber daya manusia yang cukup besar, dimana Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kedua hal tersebut merupakan paduan yang jika dikelola dengan baik dapat menghadirkan kemakmuran dan kesejahterahan masyarakat sekaligus menjaga keseimbangan alam agar pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan.

2. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang cukup besar, memiliki garis pantai sepanjang 755.83 km dengan 131 buah pulau-pulau kecil didalamnya. Selain itu Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar 35 377.76 km2 memiliki 17 Kabupaten, 9 kota, 626 kecamatan dan 5 941 desa/kelurahan, dimana sebagian besara desa-desa tersebut berada di wilayah pesisir.

3. Provinsi Jawa Barat merupakan lokasi yang strategis, yaitu sebagai pintu gerbang perekonomian antara arus pergerakan manusia, barang dan jasa karena adanya kedekatan jarak dengan pusat pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi nasional DKI Jakarta.

Definisi Operasional

Perikanan Tangkap Laut

Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan laut yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

Perikanan Tangkap Perairan Umum

Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan umum, seperti: sungai, danau, waduk, rawa, dan lain-lain laut yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

Kapal Perikanan

Kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

(42)

25 Nelayan

Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

Rumah Tangga Perikanan Tangkap

Rumah tangga yang melakukan kegiatan penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air dengan tujuan sebagaian/seluruh hasilnya untuk dijual. Perikanan Budidaya

Kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Budidaya Air Tawar

Kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan di lingkungan air tawar.

Budidaya Air Laut

Kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan di lingkungan air laut.

Budidaya Air Payau

Kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan di lingkungan air payau.

Tambak

Lahan basah buatan berbentuk kolam berisi air payau atau air laut di daerah pesisir yang digunakan untuk mebuidayakan hewan-hewan air payau (terutama ikan dan udang).

Keramba

Keranjang tempat ikan yang terbuat dari anyaman bambu dengan kerangka kayu untuk membudidayakan ikan di sungai, danau atau bendungan. Keramba Jaring Apung

Gambar

Tabel 1 Volume produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat, tahun 2004-2013 (ribu ton)
Gambar 3 Grafik
Tabel 4 Matriks penelitian
Gambar 5 Peta administratif Provinsi Jawa Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor- faktor tersebut meliputi PDRB, inflasi , pengeluaran pemerintah daerah, dan upah minimum kabupaten/kota.Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

Perbedaan pencapaian penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang dapat menyebabkan suatu wilayah akan semakin timpang (divergen) dalam penyerapan tenaga kerja yang nantinya

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa secara bersama-sama variabel laju pertumbuhan ekonomi, upah mini- mum Kabupaten/kota dan jumlah unit usaha

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Hasil analisis deskriptif pergerakan dinami- ka ketenagakerjaan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan fixed effect model menunjukan bahwa upah, jumlah penduduk dan PDRB memliki pengaruhterhadap

Model hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh Negatif terhadap penyerapan tenaga kerja dan PDRB tidak berpengaruh dan

signifikan sedangkan tingkat upah dan jumlah perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tenaga kerja 3 Analisis Permintaan Tenaga Kerja Pada Industri Keil dan

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yaitu data yang telah diolah dan diterbitkan oleh lembaga- lembaga pemerintahan seperti Badan