• Tidak ada hasil yang ditemukan

El Niño Modoki dan Dampaknya terhadap Keragaman Curah Hujan Pulau Jawa (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "El Niño Modoki dan Dampaknya terhadap Keragaman Curah Hujan Pulau Jawa (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

EL NIÑO MODOKI DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KERAGAMAN CURAH HUJAN PULAU JAWA

(Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)

SHAILLA RUSTIANA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul El Niño Modoki dan Dampaknya terhadap Keragaman Curah Hujan Pulau Jawa (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

SHAILLA RUSTIANA. El Niño Modoki dan Dampaknya terhadap Keragaman Curah Hujan Pulau Jawa (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu). Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT dan EDDY HERMAWAN.

Petani Indonesia saat ini sedang berupaya menghadapi masalah kekeringan di wilayah lumbung padi, salah satunya di Kabupaten Indramayu yang terletak di Pulau Jawa. Kekeringan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh El Niño, kini telah mengalami perkembangan kajian yang menyatakan terdapat kolam panas yang hanya terkonsentrasi di tengah Samudera Pasifik, dikenal dengan El Niño Modoki dan belum banyak dikaji dampaknya di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan analisis terhadap dampak El Niño dan El Niño Modoki terhadap keragaman curah hujan di wilayah tersebut. Penelitian lebih difokuskan terhadap curah hujan 5 wilayah di Kabupaten Indramayu (Bondan, Indramayu, Krangkeng, Anjatan, dan Cikedung). Analisis Wavelet terhadap data anomali suhu permukaan laut (ASPL) Niño 3.4 dan El Niño Modoki Indeks (EMI) periode Januari 1979-Desember 2013 menghasilkan perbedaan karakteristik secara temporal. Hasil komposit anomali curah hujan, ASPL, anomali kecepatan angin horizontal di ketinggian 850 hPa, dan Sirkulasi Walker pada tahun-tahun terjadinya kondisi El Niño maupun El Niño Modoki secara spasial dengan software GrADS, menunjukkan terjadi penurunan curah hujan di Pulau Jawa pada musim SON (September-Oktober-November). Model prediksi curah hujan musiman 5 wilayah pengamatan menggunakan software CPT menghasilkan nilai koefisien komponen utama tertinggi dengan variabel penduga EMI negatif tinggi pada musim SON yang berarti saat kondisi El Niño Modoki, terjadi penurunan curah hujan pada musim tersebut dengan pengaruh paling tinggi di Kecamatan Cikedung (-0.53), sementara koefisien komponen utama dengan variabel penduga Niño 3.4 juga bernilai negatif tinggi pada musim SON dengan pengaruh paling tinggi di Kecamatan Krangkeng (-0.58).

(6)

ABSTRACT

SHAILLA RUSTIANA. El Niño Modoki and The Impact to Java Island’s Rainfall Variability (Study Case: Indramayu District). Supervised by RAHMAT HIDAYAT and EDDY HERMAWAN.

Indonesian farmers are currently struggling to face drought probles in the region of rice barn, one of which is Indramayu District located int he Java Island. One of main factors of the drought is perceived that there is warm pool concentrated in the middle of Pacific Ocean the so-called El Niño Modoki. However, its impacts to Indonesia region did not much investigated yet. Hereby, it is necessary to do analysis of the impact of El Niño and El Niño Modoki on Indonesia’s rainfall variability. The study focused on rainfall over 5 areas in Indramayu District, i.e. Bondan, Indramayu, Krangkeng, Anjatan, and Cikedung. Wavelet analysis of sea surface temperature anomaly (SSTA) data Niño 3.4 and El Niño Modoki Index (EMI) along period of January 1979-December 2013 resulted differences in temporal characteristics. The composite rainfall anomalies, SSTA, anomalies of horizontal wind speed at altitude of 850hPa, and the Walker Circulation in the spatially El Niño and the El Niño Modoki years analyzed by GrADS software showed a decline trend of rainfall in the Java Islad along September-October to November (SON). Seasonal rainfall prediction model in the 5 observated areas using CPT software resulted the highest value of the principal component (PC) coefficient with high negative of EMI predictor variables in the SON season, which meant that the current El Niño Modoki caused a decline of rainfall in related season where the biggest influences occured in the Cikedung District (-0.53 ), while the PC coefficient with Niño 3.4 as variable also had high negative value in the SON season with the greatest influences occured in the Krangkeng District (-0.58).

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

EL NIÑO MODOKI DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KERAGAMAN CURAH HUJAN PULAU JAWA

(Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)

SHAILLA RUSTIANA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : El Niño Modoki dan Dampaknya terhadap Keragaman Curah Hujan Pulau Jawa (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu) Nama : Shailla Rustiana

NIM : G24100050

Disetujui oleh

Dr. Rahmat Hidayat, MSc Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Ir. Tania June, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul El Niño Modoki dan Dampaknya terhadap Keragaman Curah Hujan Pulau Jawa (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu) ini berhasil diselesaikan. Berbagai pihak telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian, penulisan, dan penyusunan tugas akhir ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada Mamah Sri Rustini dan Bapak Suryana yang menjadi kausalitas utama inspirasi penulis, lalu kepada:

1. Bapak Rahmat Hidayat dan Bapak Eddy Hermawan selaku pembimbing yang telah memberikan ide, ilmu, pengarahan, masukan, nasehat, dan tentu saja bimbingan hingga tugas akhir ini terselesaikan.

2. Beasiswa Bidikmisi yang telah membiayai penulis dalam menyelesaikan pendidikan Strata-1 di IPB.

5. Abdul Basith H, kak Amalina, kak Laode Nurdiansyah, kak Rahmi, Rizki Basit, Adi atas diskusinya dalam pengolahan data.

6. Sister sebimbingan (Murni NNA, Resti S, Enggar YA, Deti T, dan Sri M) dan sodara Alan Purba atas diskusi dan semangatnya.

7. Gembelle (teh Pipit, mbanyu Irza, tante Yadisti, ceu Anggi, dede Annisa) atas dukungan dan semangatnya.

8. Segenap sahabat GFM 47 (Aulia, Dewi Sul, Ryco, Taufiq R, Aret, Thaisir, Bude Wahyu, Iftah, Jeffry, Fei, Ernat, Duwi, Nunung, Mani, Emji, Arisal, Himma, Rifqi, Linda, Ina, Jeany, Frima, Hasby, Daus, Khariza, Mail, Aji, Hasan, Aden, Daus, Givo, Aat, Ryan, Haykal, Rony, Indi, Angga, Mue, Bayu, Dirgha, Reza, Nani, Ghalib, Onip, Lira, Alfi, Neni, Windita, Putri, Niki, Hendy, Indi, Edy), TooILate Band (Rizal, Hamzah, Luqman), Aisyah Fams (ka Elin, mba Nur-Ginna-Devi-Andin), Girls Generation, MBMers, keluarga BEM FMIPA 2011, CenturyIPB, HIMAGRETO, TPB B21, dan INOVASIA atas dukungannya.

9. Maerani, Puti, teh Lilis K dan keluarga, Girinkz, Alumni SDN Binong 1, OSIS17, GFM 48-49, Staff Pengajar serta Staff TU Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang senantiasa menyemangati dan mendukung penulis, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan, walaupun demikian harapannya semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Aamiin

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODOLOGI 3

Data 3

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Curah Hujan Kabupaten Indramayu 9

Identifikasi Tahun-Tahun El Niño dan El Niño Modoki 11

Analisis Korelasi 19

Model Prediksi Curah Hujan Musiman dengan CPT 20

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(12)

DAFTAR TABEL

1. Tahun-tahun terjadinya fenomena El Niño dan El Niño Modoki periode Januari 1979 – Desember 2013 berdasarkan analisis temporal 14

2. Koefisien komponen utama (PC) 12 musim (3 bulanan) dengan

2. Klimatologi curah hujan Indonesia (mm/bulan) musim (a) JJA, (b) SON,

(c) DJF, (d) MAM tahun 1979- 2012 7

3. Klimatologi suhu permukaan laut (kontur; oC) dan kecepatan angin 850 hPa (vektor; m/s) musim (a) JJA, (b) SON, (c) DJF, (d) MAM tahun

1979-2012 8

4. Pemetaan wilayah kajian berdasarkan kelompoknya (Haryoko 2002). 10

5. Rataan curah hujan observasi dan curah hujan satelit CRU 5 wilayah di kabupaten Indramayu periode Januari 1979 – Desember 2012 10

6. Time series Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) pada EMI (bar) dan indeks Niño 3.4 (line) pada periode Januari 1979 - Desember 2013 12

7. Analisis Wavelet Niño 3.4 periode Januari 1979-Desember 2013 12

8. Analisis Wavelet EMI periode Januari 1979-Desember 2013 13

9. Komposit anomali curah hujan Indonesia (mm/bulan) pada saat El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON,

DJF, MAM) 15

10. Komposit anomali curah hujan pulau Jawa (mm/bulan) pada saat El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA,

SON, DJF, MAM) 16

11. Komposit anomali suhu permukaan laut (oC) (kontur) dan anomali kecepatan angin 850 hPa (U,V; m/s) (vektor) saat kondisi El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON, DJF,

MAM) 17

12. Komposit anomali Sirkulasi Walker (vektor) berdasarkan rataan kecepatan angin zonal (U; m/s) dan angin vertikal (ɷ; 10-2Pa/s) (kontur) 5oLU-5oLS di ketinggian 1000-100 hPa pada kondisi El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON, DJF,

MAM) 18

13. Koefisien korelasi antara EMI dengan curah hujan observasi (biru) dan korelasi antara Niño 3.4 dengan curah hujan observasi (merah) 5

wilayah pengamatan di Kabupaten Indramayu 20

14. Model prediksi CPT dengan penduga EMI pada musim SON di wilayah Bondan, Indramayu, Krangkeng, Anjatan, dan Cikedung 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Script analisis Wavelet EMI periode Januari 1979- Desember 2013 27

2. Script klimatologis curah hujan Indonesia (mm/bulan) tahun

1979-2012 29

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keragaman dan perubahan iklim merupakan dua fenomena anomali iklim yang menjadi isu strategis karena diyakini mempunyai dampak besar bagi kehidupan di berbagai sektor. Pertanian merupakan salah satu sektor untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Di Indonesia, padi merupakan tanaman pangan penting yang banyak diproduksi oleh petani, terutama di Pulau Jawa. Produksi tanaman pangan tersebut sangat mudah terpengaruh oleh keadaan iklim karena merupakan tanaman semusim yang masa penanamannya berjangka pendek dan sangat bergantung dengan curah hujan.

Iklim di Indonesia sangat kompleks dan dinamis. Kondisi tidak normal cuaca/iklim di Indonesia sering terjadi karena pengaruh fenomena iklim global. Dalam mempelajari fenomena iklim global diperlukan beberapa pemahaman terkait sistem sirkulasi umum atmosfer Indonesia. Dua komponen sirkulasi umum yang mempengaruhi sistem cuaca/iklim Indonesia yaitu peredaran timur–barat (zonal) yang disebut Sirkulasi Walker dan peredaran utara–selatan (meridional) yang disebut Sirkulasi Hadley. Keragaman iklim yang berkaitan dengan dinamika sirkulasi walker, salah satunya berhubungan dengan fenomena interaksi lautan-atmosfer yang dikenal dengan istilah El Niño and Southern Oscillation (ENSO) dengan kemungkinan kejadiannya yaitu El Niño dan berdampak terhadap penurunan produksi di sektor pertanian.

El Niño merupakan fenomena naiknya suhu permukaan laut (SPL) di timur dan tengah kawasan tropis Samudera Pasifik. El Niño sebenarnya merupakan sebuah fenomena alami yang telah terjadi sejak berabad-abad yang lalu, walaupun tidak selalu dengan pola yang sama. Fenomena El Niño biasanya muncul antara 4-7 tahun sekali, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul lebih awal dan semakin sering terjadi. Menurut Yeh et al. (2009), hal ini diperkirakan berkaitan dengan perubahan iklim yang terjadi sebagai akibat adanya pemanasan global. Data Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) di wilayah Niño (sepanjang Samudera Pasifik ekuator bagian tengah dan timur) menunjukkan bahwa frekuensi kejadian El Niño semakin meningkat. Ashok et al. (2007) telah melakukan kajian terhadap ASPL di Samudera Pasifik tropis yang terjadi pada tahun 2004 terutama terkait dengan pola penghangatan dan pola interaksinya, memperkenalkan suatu istilah yang menggambarkan pola penghangatan ASPL yang berbeda dari biasanya yang dikenal dengan istilah El Niño Modoki.

(16)

2

tahun yang menunjukkan pola penghangatan SPL yang terkonsentrasi hanya di Pasifik bagian tengah. Hasil analisis kajian Weng et al. (2007) dan Ashok et al. (2007) menyatakan bahwa semua fenomena iklim ektrim tersebut tidak bisa dijelaskan oleh pola interaksi El Niño biasa karena ada indikasi kecenderungan fenomena iklim ekstrim sebagai dampak interaksi El Niño Modoki terhadap kondisi iklim global.

Kejadian El Niño Modoki ditunjukkan oleh adanya kolam panas yang terkonsentrasi hanya di bagian tengah Samudera Pasifik ekuator, sedangkan di bagian timur dan baratnya tetap dingin. Fenomena ini juga baru dipublikasikan tahun 2004 oleh peneliti Badan Riset Kelautan Jepang, JAMSTEC (Japan Agency for Marine–Earth Science and Technology) pada berbagai press release. Pengaruh dari El Niño Modoki kemudian menjadi bahasan yang menarik untuk dikaji dan sudah cukup banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai topik tersebut hingga saat ini, tetapi belum banyak yang melakukannya untuk wilayah kajian di Indonesia. Karakteristik dari El Niño Modoki yang berbeda dengan El Niño biasanya jelas akan memberikan dampak yang berbeda pula. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Windari (2012) memberikan hasil bahwa terjadi penurunan curah hujan dari keadaan normal akibat El Niño Modoki sebesar 26% dan 33% akibat El Niño di wilayah kajiannya, yaitu Lampung, Indramayu, Makasar, Banjar Baru, dan Sumbawa Barat. Penelitian mengenai perbedaan El Niño dan El Niño Modoki terhadap wilayah yang lebih sempit belum pernah dikaji.

Pemilihan Kabupaten Indramayu sebagai wilayah kajian penelitian karena wilayah ini sering mendapatkan dampak iklim ekstrim seperti kekeringan dan banjir yang parah, sehingga dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas mengenai perbedaan El Niño, yang biasanya juga disebut El Niño konvensional dengan El Niño Modoki dan kaitannya dengan keragaman curah hujan di Pulau Jawa, khusunya 5 wilayah di Kabupaten Indramayu secara temporal dan spasial.

Tujuan Penelitian

(17)

3 wilayah Niño 3.4 diperoleh dari website NOAA; data observasi curah hujan bulanan (mm/bulan) 5 stasiun di kabupaten Indramayu (Jawa Barat) yaitu Bondan, Indramayu, Krangkeng, Anjatan, Cikedung periode Januari 1979– Desember 2013 yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Darmaga serta Center For Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) IPB; data curah hujan bulanan satelit Climate Research Unit (CRU) yang memiliki resolusi 0.5ᵒ x 0.5ᵒ (Mitchell & Jones 2005) periode Januari 1979– Desember 2012, diperoleh dari website: (http://badc.nerc.ac.uk/); data satelit Extended Reconstructed Sea Surface Temperature V3B (ERSST) yang memiliki resolusi spasial berukuran 2o x 2o (Smith et al. 2008), data satelit kecepatan angin zonal (barat-timur) dan meridional (utara-selatan) pada ketinggian 850 hPa, serta kecepatan angin vertikal (omega) ketinggian 1000-100 hPa yang diperoleh dari situs resmi NOAA. Data-data tersebut di atas digunakan untuk mengetahui beberapa kondisi unsur meteorologi di permukaan laut dan atmosfer atasnya saat kondisi El Niño Modoki serta untuk mengetahui dampaknya terhadap keragaman curah hujan di Pulau Jawa, khususnya 5 wilayah di Kabupaten Indramayu.

Alat

Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007, Grid Analysis and Display System (GrADS) versi 2.0.a9.oga.1 yang dapat diunduh secara bebas di website: (http://www.iges.org/), MATLAB 2011a, dan Climate Predictability Tools (CPT)versi 14 diperoleh dari website IRI.

Prosedur Analisis Data

(18)

4

Data Bulanan : CH Obs 5 wilayah Indramayu, Indeks ERSST Niño3.4 indeks, EMI ( periode

1979-2013). Data Satelit format GrADS (CH satelit CRU, ERSST, kec. angin (u,v) 850 hPa, omega

(19)

5 Analisis Temporal

Mulyana (2004) menyatakan bahwa salah satu metode dalam analisis temporal data deret waktu adalah analisis spektral. Analisis spektral membahas mengenai cara menelaah periodisitas data tersembunyi (hidden periodecities) yang sulit diperoleh pada saat kajian dilakukan pada kawasan waktu. Kajian periodisitas data perlu dilakukan untuk menambah informasi mengenai karakteristik dari data deret waktu tersebut, dan harus dilakukan pada kawasan frekuensi melalui analisis spektral. Analisis spektral yang digunakan pada penelitian ini berupa metode Wavelet. Metode Wavelet digunakan untuk mengetahui pola osilasi dominan dan karakterisitik temporal dari masing-masing indeks fenomena iklim global yang dikaji. Indeks fenomena iklim global yang dimaksud adalah ASPL Niño3.4 dan EMI. Periode yang dipilih adalah deret waktu Januari 1979–Desember 2013 dalam satuan ⁰C.

Analisis Komposit

Analisis spasial digunakan untuk mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut keruangan (lintang-bujur) dan waktu. Analisis spasial dalam penelitian ini ditampilkan melalui perangkat lunak GrADS dengan memilih tahun-tahun pengamatan berdasarkan analisis temporal. Peta sebaran yang dianalisis meliputi unsur curah hujan Indonesia, curah hujan Pulau Jawa, ERSST V3B dan kecepatan angin zonal (barat-timur) dan meridional (utara-selatan) pada ketinggian 850hPa serta kecepatan angin vertikal (untuk sirkulasi walker) pada ketinggian 1000-100 hPa. Ilustrasi yang dibuat berupa rataan bulanan unsur-unsur tersebut di atas selama periode Januari 1979-Desember 2012 dan pergerakan anomali menggunakan analisis komposit tahun-tahun kejadian El Niño dan El Niño Modoki berdasarkan analisis temporal.

Analisis komposit merupakan suatu teknik penarikan contoh kemungkinan berdasarkan kondisi rata-rata beberapa fenomena tertentu yang sama sehingga hasilnya dapat mewakili secara umum perkiraan waktu yang menunjukkan fenomena tersebut. Analisis ini dilakukan pada setiap unsur meteorologi dengan menggunakan data anomalinya berdasarkan tahun-tahun hasil idenifikasi di setiap fenomena. Selain data dikompositkan setiap bulan, data dikelompokkan pada empat musim yaitu Juli-Agustus (JJA),cSeptember-November (SON), Desember-Februari (DJF), Maret-Mei (MAM). Penentuan anomali unsur meteorologi (CH, SPL, kecepatan angin zonal, meridional, dan vertikal) menggunakan persamaan:

∆X = Xi- ij

dengan: X = Anomali unsur meteorologi Xi = Unsur meteorologi bulan ke-i

Xij = Unsur meteorologi rata-rata bulan ke-i selama j tahun Analisis Korelasi

(20)

6

penelitian ini, analisis korelasi digunakan dengan menghitung koefisien korelasi (R) antara curah hujan bulanan setiap wilayah kajian di Kabupaten Indramayu dengan indeks EMI dan hubungan antara curah hujan bulanan setiap wilayah kajian di Kabupaten Indramayu dengan indeks ASPL Niño3.4. Persamaan yang digunakan adalah:

r = n∑ −(∑ ) (∑ )

{n∑ −(∑ ) } {n∑ −(∑ ) }

dengan rxy = korelasi, x = variabel 1, y = variabel 2, dan n = jumlah data Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai 1. Tanda positif mengartikan korelasi kedua variabel berbanding lurus, naiknya nilai y diikuti dengan peningkatan nilai x. Sebaliknya, tanda negatif mengartikan korelasi antara kedua variabel berbanding terbalik, yaitu saat nilai y turun makan nilai x akan naik.

Model Prediksi Curah Hujan Musiman dengan CPT

Climate Predictability Tool (CPT) adalah suatu perangkat lunak berbasis windows yang digunakan untuk mengembangkan model prediksi iklim musiman berdasarkan Model Output Statistic (MOS) (Mason 2011). Ada beberapa analisis yang ditawarkan dalam perangkat lunak tersebut, namun dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah Principal Component Regression (PCR) atau Regresi Komponen utama. PCR adalah teknik statistika peubah ganda yang digunakan untuk menentukan hubungan antara dua himpunan variabel (variabel penduga (x) dan variabel respon (y)). Himpunan variabel penduga yang digunakan dalam penelitian ini berupa indeks EMI bulanan dan indeks Niño3.4 bulanan (1 bulan sebelum musim yang akan diprediksi), sedangkan variabel responnya yaitu curah hujan bulanan 5 wilayah Kabupaten Indramayu periode Januari 1979-Desember 2013.

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klimatologis Curah Hujan Indonesia, Suhu Permukaan Laut dan Kecepatan Angin Horizontal

Curah Hujan di Indonesia sangat beragam, klimatologis curah hujan Indonesia data CRU selama 34 tahun terhitung sejak Januari 1979-Desember 2012 (gambar 2) menunjukkan bahwa pada setiap musim dan wilayah di Indonesia mengalami kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan sebaran curah hujan tersebut disebabkan karena adanya gerak semu matahari, sirkulasi angin global dan topografi wilayah yang diamati. Sebaran curah hujan pada Gambar 2 menunjukkan wilayah Indonesia secara keseluruhan mengalami musim hujan sejak musim SON (Gambar 2b) hingga MAM (Gambar 2d) dengan curah hujan sekitar 150-550 mm/bulan yang digambarkan dengan sebaran warna hijau muda untuk sebagian besar wilayah Indonesia. Musim JJA (Gambar 2a) merupakan musim kemarau di Indonesia dengan curah hujan paling rendah dibandingkan musim lainnya yaitu berkisar 0-100 mm/bulan terutama pada pulau Sumatera dan Jawa yang terlihat dengan sebaran warna kuning - jingga tua di wilayah tersebut.

(22)

8

Analisis kemudian difokuskan pada wilayah kajian yang terletak pada Pulau Jawa. Curah hujan Pulau Jawa pada musim kering (JJA) terlihat paling rendah yaitu berkisar 0-50 mm/bulan dan menyebar secara merata (warna jingga hampir di seluruh pulau Jawa), sementara curah hujan tertinggi pada musim basah DJF berkisar antara 200-550 mm/bulan dengan puncak curah hujan tertinggi di bagian tengah pulau Jawa (sebaran warna ungu). Musim transisi SON dan MAM menunjukkan hampir seluruh wilayah pulau Jawa mengalami penurunan curah hujan sebesar 100-450 mm/bulan.

Gambar 3 Klimatologi suhu permukaan laut (kontur; oC) dan kecepatan angin 850 hPa (vektor; m/s) musim (a) JJA, (b) SON, (c) DJF, (d) MAM tahun 1979-2012

(23)

9 sehingga menghangatkan wilayah perairan Indonesia bagian utara. Pada musim SON (Gambar 3b), SPL perairan Indonesia bagian Utara yang lebih hangat pada musim JJA tadi bergerak ke wilayah ekuator hingga ke timur, sementara wilayah barat dan selatan mengalami SPL lebih rendah.

Musim penghujan DJF (Gambar 3c), SPL di selatan ekuator tepatnya di perairan Timur Papua dan Utara Australia lebih tinggi dibandingkan ekuator bagian utara, karena pada bulan Desember matahari berada di Belahan Bumi Selatan (BBS). Pada musim transisi MAM (Gambar 3d) wilayah perairan ekuator Indonesia memiliki SPL yang lebih tinggi seperti pada musim SON, namun pada musim ini wilayah Indonesia barat dan utara ekuator juga mengalami penghangatan SPL. Hal tersebut dikarenakan pada bulan September dan Maret, matahari berada di ekuator. Hangatnya SPL wilayah timur dan selatan Indonesia pada musim SON karena kondisi matahari mulai bergerak menuju musim DJF (BBS), sementara hangatnya SPL wilayah barat dan utara Indonesia karena kondisi matahari mulai bergerak menuju musim JJA (BBU). Kecepatan angin horizontal bergerak menuju wilayah permukaan laut yang lebih hangat karena tekanannya lebih rendah, sehingga terlihat angin berkumpul (konvergensi) di wilayah dengan SPL 29 oC (warna merah) pada setiap musim dan menyebar (divergensi) pada wilayah SPL 16-25 oC (warna ungu-kuning).

Curah Hujan Kabupaten Indramayu

Curah hujan Kabupaten Indramayu yang terletak di Pulau Jawa bagian barat bertipe monsunal, di mana puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember - Januari dan puncak curah hujan terendah pada bulan Agustus. Pemilihan wilayah pengamatan Kabupaten Indramayu didasari oleh penelitian terkait metode pengelompokkan pola hujan di Kabupaten Indramayu berdasarkan awal musim hujan oleh Haryoko (2002), diambil 5 titik pos pengamatan hujan yaitu: Bondan (kel.1), Indramayu (kel.2), Krangkeng (kel.4), Anjatan (kel.5), dan Cikedung (kel.6). Pos pengamatan pada kelompok 3 tidak digunakan karena berdasarkan penelitian Haryoko (2002), pos tersebut merupakan wilayah yang sepanjang tahun selalu lebih rendah curah hujannya. Wilayah kelompok 1, 2, 4, 5, dan 6 mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya dan awal musim hujannya pada bulan Oktober - Desember, sehingga baik untuk dikaji interaksinya dengan kondisi El Niño Modoki yang umumnya terjadi pada musim-musim transisi kemarau ke musim hujan. Letak wilayah pengamatan yang dipilih pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.

(24)

10

Gambar 4 Pemetaan wilayah kajian berdasarkan kelompoknya (Haryoko 2002).

(25)

11

Curah hujan (CH) pada 5 wilayah pengamatan di Kabupaten Indramayu (Gambar 5) baik CH Observasi (jingga) ataupun CH CRU (ungu) menunjukkan berpola monsunal, terlihat puncak curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan Januari sementara puncak curah hujan terendah pada bulan Agustus. Puncak curah hujan tertinggi yang paling tinggi mencapai 370 mm/bulan berada pada wilayah Indramayu, sedangkan puncak curah hujan tertinggi yang paling rendah berada pada wilayah Krangkeng mencapai 250 mm/bulan. Tiga wilayah lainnya yaitu Bondan, Anjatan dan Cikedung memiliki puncak curah hujan tertinggi 300 mm/bulan. Dengan resolusi yang cukup tinggi dan pola rataan CH yang hampir sama dengan CH Observasi, maka CH CRU dapat menggambarkan sebaran curah hujan Pulau Jawa, termasuk di dalamnya Kabupaten Indramayu secara spasial dengan menggunakan perangkat lunak GrADS.

Identifikasi Tahun-Tahun El Niño dan El Niño Modoki

Data time series indeks ASPL Niño 3.4 menunjukkan temporal kejadian El Niño dan data EMI menunjukkan temporal kejadian El Niño Modoki. Kondisi ASPL pada periode Januari 1979 hingga Desember 2013 (Gambar 6) menunjukkan ASPL memiliki kondisi tersendiri. Kejadian El Niño dan El Niño Modoki pada gambar tersebut ditandai dengan nilai ASPL Niño 3.4 dan EMI berada di atas 0.5⁰C yang disajikan pada Tabel 1. Pola ASPL EMI hampir semuanya serupa dengan ASPL Niño 3.4, namun nilai ASPL Niño 3.4 lebih tinggi daripada nilai ASPL EMI sehingga kejadian El Niño Modoki biasanya diikuti dengan kejadian El Niño. Pada periode El Niño tahun 1982/1983, 1997/1998, dan 2006/2007 tidak diikuti dengan kejadian El Niño Modoki, begitu juga pada pada periode El Niño Modoki 1990/1991 tidak diikuti dengan kejadian El Niño.

(26)

12

Gambar 6 Time series Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) pada EMI (bar) dan indeks Niño 3.4 (line) pada periode Januari 1979 - Desember 2013

(27)

13 1-7 tahunan, berbeda dengan pola osilasi Niño 3.4 yang konsisten dengan kejadian nyatanya. Menurut Weng, et al. (2007), hal itu terjadi karena nilai-nilai EMI di kedua akhir musim panas (JJA) dan akhir musim dingin (DJF) positif tinggi. Selama periode data 1979-2005 (tahun pengamatan Weng), nilai-nilai positif dari EMI nampak berkelompok dalam tiga bagian waktu: (1) awal 1980-an, (2) paruh pertama tahun 1990-an, dan (3) sejak 2002.

Gambar 8 Analisis Wavelet EMI periode Januari 1979-Desember 2013 Ada beberapa nilai EMI yang positif terisolasi pada tahun 1986, sehingga periodisitas yang ditunjukkan relatif tinggi (gambar 8c). Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa pada skala waktu dekadal, tiga bagian waktu dengan berkelompoknya EMI positif sesuai dengan baik untuk tiga fase positif dari EMI, sementara peristiwa yang terisolasi pada tahun 1986 merupakan fase negatif. Berdasarkan kriteria untuk mendefinisikan kejadian El Niño Modoki menggunakan indeks EMI (standar deviasi > 0.7 oleh Ashok et al. 2007), nilai-nilai EMI positif di awal 1980 tidak memenuhi syarat sebagai “kejadian” (Weng, et al. 2007). Analisis Wavelet Power Spectrum (Gambar 7b dan 8b) menjelaskan warna dari kekuatan power spektral kondisi El Niño dan El Niño Modoki (Gambar 7c dan 8c), di mana warna merah menunjukkan power spektral paling kuat, yaitu mencapai +4 dan +1 bersamaan dengan periodisitas kejadian. Gambar 7a dan gambar 8a merupakan time series kejadian El Niño dan El Niño Modoki seperti yang ditunjukkan oleh gambar 6.

(28)

14

Tabel 1 Tahun-tahun terjadinya fenomena El Niño dan El Niño Modoki periode Januari 1979 – Desember 2013 berdasarkan analisis temporal

Fenomena

Iklim Tahun Terjadinya Tahun yang diamati

El Niño

Komposit Anomali Curah Hujan Indonesia dan Pulau Jawa, Anomali Suhu Permukaan Laut , Anomali Kecepatan Angin Horizontal, serta

Sirkulasi Walker saat Kondisi El Niño dan El Niño Modoki

Analisis komposit anomali curah hujan CRU Indonesia pada tahun-tahun El Niño (kolom kiri) dan El Niño Modoki (kolom kanan) berdasarkan Tabel 1 ditampilkan pada Gambar 9. Warna biru merupakan anomali curah hujan positif yang menandakan wilayah Indonesia mendapatkan curah hujan yang lebih tinggi dari kondisi normalnya (musim hujan), sedangkan warna merah merupakan anomali curah hujan negatif yang menandakan wilayah Indonesia mendapatkan curah hujan yang lebih rendah dari kondisi normalnya (musim kering), dengan semakin pekatnya warna berarti anomali tersebut semakin kuat.

(29)

15

Gambar 9 Komposit anomali curah hujan Indonesia (mm/bulan) pada saat El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON, DJF, MAM)

(30)

16

Gambar 10 Komposit anomali curah hujan pulau Jawa (mm/bulan) pada saat El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON, DJF, MAM)

Seperti pada curah hujan (Gambar 9 dan Gambar 10), ASPL dan anomali kecepatan angin horizontal 850 hPa dari nilai rata-ratanya saat kondisi El Niño dan El Niño Modoki juga berubah setiap musimnya. Kuatnya kecepatan angin diikuti dengan tingginya ASPL di Pasifik Tengah hingga Pasifik Timur (El Niño) dan hanya di Pasifik Tengah (El Niño modoki) dengan ASPL negatif berwarna biru yang berarti terjadi pendinginan SPL dan warna merah merupakan ASPL positif yang berarti terjadi penghangatan SPL (Gambar 11). Pada peristiwa El Niño (Gambar 11 kolom kiri), ASPL pada musim JJA di Pasifik Tengah hingga Timur masih bernilai rendah (0.5-1°C) kolam hangat pada samudra Pasifik cukup jelas terbentuk pada gambar tersebut, namun ASPL di perairan wilayah Indonesia lebih rendah mencapai -0.5°C hingga -1°C diikuti dengan kecepatan angin yang bergerak meninggalkan Indonesia menuju Pasifik Tengah dan Timur, sehingga wilayah Indonesia mengalami musim kering.

(31)

17 tenggara yang berarti wilayah tersebut mengalami musim basah, sementara ASPL di wilayah lainnya positif. Pada musim MAM kondisi El Niño melemah dengan ASPL hanya 0°C-0.5°C di Pasifik Tengah hingga Timur dengan ASPL di wilayah Indonesia sama seperti pada musim DJF.

Gambar 11 Komposit anomali suhu permukaan laut (oC) (kontur) dan anomali kecepatan angin 850 hPa (U,V; m/s) (vektor) saat kondisi El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON, DJF, MAM)

(32)

18

musim SON. Analisis kondisi El Niño dan El Niño Modoki di perairan Pasifik terhadap penurunan curah hujan Indonesia dan Pulau Jawa secara lebih jelas ditampilkan pada analisis Sirkulasi Walker (Gambar 12).

Gambar 12 Komposit anomali Sirkulasi Walker (vektor) berdasarkan rataan kecepatan angin zonal (U; m/s) dan angin vertikal (ɷ; 10-2Pa/s) (kontur) 5oLU-5oLS di ketinggian 1000-100 hPa pada kondisi El Niño (kiri) dan El Niño Modoki (kanan). Atas ke bawah (musim JJA, SON, DJF, MAM)

(33)

19 bergerak secara horizontal akan mendorong kolom udara dan bergerak naik pada wilayah tekanan permukaan laut yang rendah, sedangkan pada tekanan permukaan laut yang lebih tinggi maka kolom udara akan bergerak turun dari ketinggian 100 hPa menuju 1000 hPa.

Kondisi El Niño (Gambar 12 kolom kiri) secara vertikal wilayah Indonesia (95o-141o BT; lingkar hitam) keseluruhan mengalami subsidensi (wilayah lebih kering) pada musim JJA dan SON, sedangkan pada musim DJF dan MAM subsidensi hanya terjadi pada wilayah Indonesia bagian timur, sementara bagian baratnya mengalami konveksi. Wilayah Samudera Pasifik mengalami proses konveksi pada setiap musim dan kuat pada musim SON dan DJF (paling kuat pada musim DJF). Jika dianalisis terhadap curah hujan di Pulau Jawa (Gambar 10 kolom kiri), saat kondisi El Niño dengan ASPL positif tinggi yang diikuti konvergensi angin horizontal di Pasifik Tengah hingga Timur (Gambar 11 kolom kiri) dan konveksi kuat di Pasifik Tengah hingga Timur pada analisis Sirkulasi Walker menunjukkan Pulau Jawa mengalami penurunan curah hujan yang menyebabkan musim kering pada musim SON, sementara pada musim DJF hujan masih terjadi di Pulau Jawa walaupun ASPL positif tinggi dan konveksi kuat di Pasifik Tengah hingga Timur.

Kondisi El Niño Modoki (Gambar 12 kolom kanan) ditunjukkan dengan terjadinya konveksi di wilayah Pasifik Tengah, sementara Pasifik Barat dan Timurnya terjadi subsidensi. Konveksi kuat di Pasifik Tengah terjadi pada musim SON dan DJF, dengan paling kuat pada musim DJF sama seperti pada kondisi El Niño. Sirkulasi Walker pada wilayah Indonesia juga sama seperti pada kondisi El Niño, keseluruhan mengalami subsidensi pada musim JJA dan SON, sedangkan pada musim DJF dan MAM subsidensi hanya terjadi pada wilayah Indonesia bagian timur, sementara bagian baratnya mengalami konveksi. Analisis terhadap curah hujan di Pulau Jawa (Gambar 10 kolom kanan), saat kondisi El Niño modoki dengan ASPL positif tinggi yang diikuti konvergensi angin horizontal di Pasifik Tengah (Gambar 11 kolom kanan) dan konveksi kuat di Pasifik Tengah pada analisis Sirkulasi Walker menunjukkan Pulau Jawa mengalami penurunan curah hujan yang menyebabkan musim kering pada musim SON, sementara pada musim DJF hujan masih terjadi di Pulau Jawa walaupun ASPL positif tinggi dan konveksi kuat di Pasifik Tengah.

Analisis Korelasi

(34)

20

bulan Oktober. Korelasi positif yang berarti saat kondisi El Niño Modoki ataupun El Niño meningkatkan curah hujan di 5 stasiun pengamatan, hanya terjadi pada musim hujan (bulan Januari - Februari) dan musim transisi hujan ke musim kemarau (Maret-April-Mei).

Gambar 13 Koefisien korelasi antara EMI dengan curah hujan observasi (biru) dan korelasi antara Niño 3.4 dengan curah hujan observasi (merah) 5 wilayah pengamatan di Kabupaten Indramayu

Model Prediksi Curah Hujan Musiman dengan CPT

(35)

21 Tabel 2 Koefisien komponen utama (PC) 12 musim (3 bulanan) dengan

penduga EMI

Musim Koefisien Komponen Utama pada Wilayah Pengamatan Bondan Indramayu Krangkeng Anjatan Cikedung

JJA -0.06 -0.16 -0.07 -0.23 -0.05

Korelasi yang berbanding terbalik antara EMI dengan curah hujan di kelima wilayah pengamatan mengartikan bahwa pada saat terjadi kondisi El Niño Modoki pada musim SON maka terjadi penurunan curah hujan cukup tinggi di kelima wilayah pengamatan. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil analisis komposit secara spasial (Gambar 9, 10, 11, 12 kolom kanan). Untuk melihat keakurat model CPT dalam menganalisis hubungan antara EMI dengan curah hujan Kabupaten Indramayu, ditampilkan peta spasial skill model dalam korelasi pearson, validasi data curah hujan model dan observasi, serta Kurva ROC untuk menujukkan tingkat kehandalan model (Gambar 14).

(36)

22

Gambar 14 Model prediksi CPT dengan penduga EMI pada musim SON di wilayah Bondan, Indramayu, Krangkeng, Anjatan, dan Cikedung

Korelasi pearson pada Gambar 14 untuk kelima wilayah pengamatan bernilai positif, yaitu 0.28 (Bondan), 0.43 (Indramayu), 0.40 (Krangkeng), 0.15 (Anjatan), 0.45 (Cikedung) secara berurutan. Nilai korelasi pearson tertinggi berada pada Kecamatan Cikedung, sebanding dengan nilai koefisien komponen utama negatif paling tinggi di wilayah Cikedung pada musim SON. Series curah hujan model hampir berhimpitan dan sama tinggi dengan curah hujan observasi pada kelima wilayah pengamatan, begitu juga dengan kurva ROC atas normal (biru) ataupun bawah normal (merah) untuk kelima wilayah pengamatan yang berada di atas garis non skill yang berarti model handal.

(37)

23

Tabel 3 Koefisien komponen utama (PC) 12 musim (3 bulanan) dengan penduga Niño 3.4

Musim Koefisien Komponen Utama pada Wilayah Pengamatan Bondan Indramayu Krangkeng Anjatan Cikedung

JJA -0.17 -0.15 -0.14 -0.16 -0.41

JAS -0.17 -0.30 -0.16 -0.29 -0.24

ASO -0.50 -0.50 -0.50 -0.52 -0.50

SON -0.57 -0.51 -0.58 -0.45 -0.50

OND 0.52 0.41 0.61 0.38 0.43

NDJ 0.39 0.34 0.51 0.47 0.49

DJF -0.11 0.09 0.20 0.28 0.11

JFM -0.02 0.13 -0.01 0.17 0.11

FMA 0.03 -0.04 -0.09 0.12 -0.02

MAM 0.10 -0.22 -0.09 0.10 0.11

AMJ -0.05 -0.32 -0.10 0.06 0.11

MJJ 0.10 -0.06 -0.08 0.07 0.11

(38)

24

Korelasi pearson kelima wilayah pengamatan pada Gambar 15 juga bernilai positif, yaitu 0.45 (Bondan), 0.51 (Indramayu), 0.55 (Krangkeng), 0.22 (Anjatan), 0.52 (Cikedung) secara berurutan. Nilai korelasi pearson tertinggi berada pada Kecamatan Krangkeng yang juga sebanding dengan nilai koefisien komponen utama negatif paling tinggi pada musim SON di wilayah Krangkeng. Series curah hujan model hampir berhimpitan dan sama tinggi dengan curah hujan observasi pada kelima wilayah pengamatan, begitu juga dengan kurva ROC untuk kelima wilayah pengamatan yang berada di atas garis non skill yang berarti model handal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

El Niño dan El Niño Modoki berpengaruh signifikan terhadap penurunan curah hujan di Kabupaten Indramayu. Kedua kondisi tersebut mempengaruhi penurunan curah hujan pada musim SON. Komposit tahun-tahun kejadian El Niño dan El Niño Modoki pada musim SON juga menunjukkan wilayah perairan Indonesia mengalami pendinginan ASPL secara menyeluruh, sementara wilayah perairan Samudera Pasifik Tengah dan Timur mengalami penghangatan. Analisis Sirkulasi Walker menunjukkan terjadi pergerakan massa udara ke bawah (subsidensi) pada wilayah Indonesia, sedangkan pada wilayah Samudera Pasifik Tengah sampai ke Timur terjadi pergerakan massa udara ke atas (konveksi) yang menimbulkan hujan, sehingga wilayah Indonesia lebih kering. Pengaruh kondisi El Niño terhadap penurunan curah hujan Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan pada saat kondisi El Niño Modoki.

Hasil model CPT signifikan dengan hasil analisis komposit dan hasil analisis korelasi. Model prediksi CH musiman CPT dengan analisis PCR menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara penduga EMI ataupun Niño 3.4 terhadap curah hujan di 5 wilayah Kabupaten Indramayu, yang mengindikasikan terjadinya penurunan curah hujan saat kondisi El Niño Modoki dan El Niño. Nilai koefisien komponen utama dengan variabel penduga EMI negatif tinggi pada musim SON dengan pengaruh paling tinggi di Kecamatan Cikedung (-0.53), sementara koefisien komponen utama dengan variabel penduga Niño 3.4 juga bernilai negatif tinggi pada musim SON dengan pengaruh paling tinggi di Kecamatan Krangkeng (-0.58).

Saran

(39)

25

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih ES, Mahmud, Effendi I. 2004. Aplikasi analisis komponen utama dalam pemodelan penduga lengas tanah dengan data satelit multispektral. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9 No. 1: 215 – 222 Aldrian E dan Susanto RD. 2003. Identification of three dominant rainfall

regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature. Int J Clim 23: 1435–1452.

Coughlan M, Jones DA, Plummer N, Watkins AB, Trewin BC, Dawkins SS. 2004. Impacts of the 2002–03 El Niño on Australian climate. In: Plummer N. Flannery M. Mullen C. Trewin B. Watkins A. Wright W. Powell T. Power S (eds) Drought Com Workshop. Improving the Communication of Climate Information. Vol II. Extended Abstracts. 22– 23 July 2003. Melbourne. Bureau of Meteorology. Commonwealth of Australia.

Feng J and Li J. 2011. Influence of El Niño Modoki on spring rainfall over South China. Journal of Geophysical Researsch Vol 116. D13102. doi;10.1029/2010JD015160.

Gustari I. 2010. Pengaruh monsun Asia pada variabilitas curah hujan di Sumatera bagian utara. Megasains 1(3) : 130-138 ISSN 2086-5589 Haryoko U. 2002. Pewilayahan hujan untuk menentukan pola hujan (contoh

kasus Kabupaten Indramayu). Badan Meteorologi dan Geofisika.

[IRI]. International Reasearch Institute. 2014. Climate Predictability Tools (CPT) software. (http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/tools/cpt/). [15 Mei 2014].

[JAMSTEC]. Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology. 2014. EMI monthly January 1870-December 2013. (http://www.jamstec.go.jp/frcgc/research/d1/iod/DATA/emi.monthly.txt). [3 Februari 2014].

Kadarsah. 2010. Aplikasi ROC untuk uji kehandalan model HYBMG. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 11 No 1:32-42.

Mamenun. 2012. Prediksi anomali curah hujan bulanan di wilayah Makassar menggunakan teknik statistical downscaling. Jurnal Meteorolgi dan Geofisika Vol. 13 No. 3 : 169-178

(40)

26

Mitchell TD and Jones PD. 2005. An improve method of constructing a database of monthly climate observations and associated high-resolution grids. Int. J. Climatol 25: 693-712.

Mulyana. 2004. Analisis Spektral untuk Menelaah Periodisitas Tersembunyi dari Data Deret Waktu. Bandung: Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran.

[NOAA]. National Oceanic and Atmospheric Administration. 2003. Plot time series Niño3 - Niño3.4 1950-1979. http://www.cgd.ucar.edu/cas/papers/clivar97/fig_1.html. [25 November 2013].

[NOAA]. National Oceanic and Atmospheric Administration. 2014. Series data monthly ERSST Niño 3.4 January 1979-December 2013. (http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/sstoi.indices) [3 Februari 2014].

[NOAA]. National Oceanic and Atmospheric Administration. 2014. Grid data ERSST-Wind. (http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/).[3 Februari 2014].

Taschetto AS, England MH. 2009. El Niño Modoki impacts on Australian rainfall. Journal of Climate Vol 22. DOI: 10.1175/2008JCLI2589.1. Trenberth KE. 1997. The definition of El Niño. Bull Amer Meteor Soc

78:2771–2777.

Trenberth KE, Stepaniak DP, Hurrell JW, Fiorino M. 2001. Indices of El Niño evolution. J Climate 14:1697–1701.

Valli M, Sree KS, Krishna IVM. 2013. Analysis of precipitation concentration index and rainfall prediction in various agro-climatic zones of Andhra Pradesh. India. Int. Res. J. Environment Sci Vol 2(5). 53-61 ISSN 2319–1414.

Walpole. 1982. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Weng HY, Ashok K, Behera SK. Rao AS, Yamagata T. 2007. Impacts of

recent El Niño modoki on dry/wet conditions in the Pacific Rim during boreal summer. J Climate Dynamics 29:113–129.

Weng HY, Behera SK, Yamagata T. 2008. Anomalous winter climate conditions in the Pacific Rim during recent El Niño Modoki and El Niño events. Clim Dyn 32:663-674 DOI 10.1007/s00382-008-0394-6.

Windari, EH. 2012. El Niño Modoki dan pengaruhnya terhadap curah hujan monsunal di Indonesia. J.Meteorologi dan Geofisika Vol 13 No.3. Yeh SW, Kug JS, Dewitte B. 2009. El Niño in a changing climate. Nature

(41)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Script analisis Wavelet EMI periode Januari 1979- Desember 2013

%============================================================ % Program Membaca Data ASPL EMI dengan metode Wavelet

% Periode 1979-2013 % WAVETEST Example Matlab script for WAVELET, using NIÑO3 SPL dataset

% See "http://paos.colorado.edu/research/wavelets/" % Written January 1998 by C. Torrence

% Modified Oct 1999, changed Global Wavelet Spectrum (GWS) to be sideways,

% changed all "log" to "log2", changed logarithmic axis on GWS to a normal

% axis.

% normalize by standard deviation (not necessary, but makes it easier

% to compare with plot on Interactive Wavelet page, at % "http://paos.colorado.edu/research/wavelets/plot/" % Modified by Shailla Rustiana on Juni 23, 2014

% --- loading data ---% load 'EMI_shailla.txt' ; % input suhu permukaan laut series %

---lag1 = 0.72;% lag-1 autocorrelation for red noise background

% Significance levels: (variance=1 for the normalized SPL) [signif,fft_theor] = wave_signif(1.0,dt,scale,0,lag1,-1,-1,mother);

(42)

28

sig95 = power ./ sig95 ; % where ratio > 1, power is significant

% Global wavelet spectrum & significance levels:

global_ws = variance*(sum(power')/n); % time-average over all times

set(gca,'xtick',[6 46 74 114 154 222 262 290 330 370 410]); set(gca,'xticklabel',{'Jun-79' 'Okt-82' 'Feb-85' 'Jun-88' 'Okt-91' 'Jun-97' 'Okt-00' 03' 'Jun-06' 'Okt-09' 'Feb-13'});

ylabel('ASPL (^oC)','fontweight','bold','fontsize',14) title('a) Time Series El Nino Modoki Index Periode Januari 1979 - Desember 2013','fontweight','bold','fontsize',16)

set(gca,'xtick',[6 46 74 114 154 222 262 290 330 370 410]); set(gca,'xticklabel',{'Jun-79' 'Okt-82' 'Feb-85' 'Jun-88' 'Okt-91' 'Jun-97' 'Okt-00' 'Feb-03' 'Jun-06' 'Okt-09' 'Feb 13'});

(43)

29

Lampiran 2 Script klimatologis curah hujan Indonesia (mm/bulan) tahun 1979-2012

#************************************************************ #Scripting Language untuk Curah Hujan Indonesia Klimatologi 1979-2012 #Oleh : Shailla Rustiana G24100050

'define rataan = ave(pre, t+0, t=1344, 1yr)' 'modify rataan seasonal'

'draw title Klimatologi CH CRU(mm/bulan) Indonesia SON 1979-2012' 'draw ylab Latitude'

'draw xlab Longitude'

(44)

30

'define sstclim = ave(sst.1, t+0, t=408, 12)' 'modify sstclim seasonal'

'define uwindclim = ave(umon.2, t+0, t=408, 12)' 'modify umonclim seasonal'

#Klimatologi 1979 - 2012 angin meridional 'set t 1 12 '

(45)

31 'd SON'

'set arrowhead 0.05' 'set arrscl 0.5 10'

'define SONu=(umonclim(t=9)+umonclim(t=10)+umonclim(t=11))/3' 'define SONv=(vmonclim(t=9)+vmonclim(t=10)+vmonclim(t=11))/3' 'd skip(SONu,3,1);SONv'

'cbarn'

'draw title Klimatologi SPL (oC) & Angin 850 hPa (m/s) SON 1979-2012' 'printim

d:/s/sstangin/klimatologi/14_Klimatologi_ANGIN_SON1979_2012.png white'

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 3 Klimatologi suhu permukaan laut (kontur; oC) dan kecepatan
Gambar 6   Time series Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) pada EMI
Gambar 8 Analisis Wavelet EMI periode Januari 1979-Desember 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu, setidaknya ada beberapa prinsip penafsiran kontekstual (hermeneutika) Abdullah Saeed yang harus dipahami. Prinsip-prinsip ini penulis simpulkan untuk

Apabila bank memperoleh dana sebagian besar berupa deposito berjangka dan dana-dana mahal lainnya, tentu akan menimbulkan pula biaya yang tinggi. Apabila biaya ini

Selain itu penambahan bahan pengisi carbon black berfungsi untuk menambah sifat mekanik barang jadi karet dan peningkatan penambahan bahan pengisi akan mempengaruhi

keterkaitan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang penguasaan siswa dalam sistem persamaan linear, kemampuan siswa dalam matriks dan

1.5.1 Kegiatan RKTUPHHK-HA PT PAT yang akan mempengaruhi kepentingan hak- hak masyarakat setempat mendapatkan persetujuan dari para pihak atas dasar informasi awal

kuantitatif, validator juga memberikan saran untuk perbaikan modul. Secara umum saran yang diberikan adalah penambahan gambar yang sesuai dengan tema untuk menarik

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan yang dapat disampaikan untuk menjawab rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah metode

Secara bersama-sama variabel- variabel bebas dalam penelitian yaitu harga barang sendiri, harga barang lain, pengeluaran rumah tangga, jumlah anggota keluarga,