• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJUAN PUSTAKA A. Teknologi Bioflok Padat Tebar Optimal pada Budidaya Lele (Clarias gariepinus, Burchell) dengan Sistem Bioflok.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "II. TINJUAN PUSTAKA A. Teknologi Bioflok Padat Tebar Optimal pada Budidaya Lele (Clarias gariepinus, Burchell) dengan Sistem Bioflok."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5

prinsip asimilasi nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) oleh komunitas mikroba (bakteri heterotrof) dalam media budidaya yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai sumber makanan (De Schryver dkk., 2008). Bioflok merupakan suatu agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, mikroalga (fitoplankton), protozoa, bahan organik serta pemakan bakteri (Avnimelech, 2007) dan dapat mencapai ukuran hingga 1000 μm (De Schryver dkk., 2008). Konversi akumulasi nitrogen anorganik dalam

budidaya menjadi biomasa bakteri heterotrof bergantung pada rasio karbon/nitrogen atau C/N rasio. Manipulasi C/N rasio dapat dilakukan dengan penambahan sumber karbon ke media budidaya (Avnimelech dkk., 1999).

Menurut Avnimelech dkk. (1999) C/N rasio optimal untuk produksi bakteri heterotrof berkisar antara 12-15 g : 1 g. Adanya pemanfaatan nitrogen anorganik oleh bakteri heterotrof mencegah terjadinya akumulasi nitrogen anorganik pada kolam budidaya yang dapat menurunkan kualitas perairan. Penambahan sumber karbon ke dalam air menyebabkan nitrogen dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof yang selanjutnya akan mensintesis protein dan sel baru (protein sel tunggal). Bioflok kemudian dimanfaatkan sebagai pakan ikan sehingga dapat mengurangi kebutuhan protein pakan.

prinsip asimimiilasi nitrogen anonorggannikk ((amamoniaia, nitrit dan nititrar t) oleh komunita mikroboba (bakteri hheteterrootrof)) ddalam medediaia bbududididaya a yang kkememudian dapa

di

dimanfaaatktkanan ooleh orgaganinisme budidaya sebagaiai ssumber mamakakanan n (De e Schryve

dkk.k.,, 2020008). BBioflok merupakan suatu agregat yang g terssuusunun aatat s bbakter

pe

pembmbentuukk flok, bakteri filamen, mikroalga (fitoplankton), prototozoa, bbahahaan organanik

se

serrta pepemakan bakteri (Avnimelech, 2007) dan dapat mencapai ukururan hhinngggga a10000

μm ((De Schryver dkk., 2008). Konversi akumulasi nitrogen anoorganikik dalalamam

budiidaya menjadi biomasa bakteri heterotrof bergantung pada rasisio

ka

karbrbono /nitrogen atauau CC/N/N rrasio. Manipulasisi CC/N/N rrasio dapat dilakkukukan denengagan

penambahan sumber karbon ke memedida a bubudidaya (Avnimelech dkk., 1999). Menurut Avnimelech dkk. (1999) C/N rasio optimal untuk prooduduksksii babakkter

he

heterotrtrofof bbererkikisasar r anantatarara 1122-1515 gg :: 1 g1g. AdAdanyaa ppememananfafaatatanan nnititrrogenn ananoorganik

olleheh bbaktkteri heti etererotrof menceggaha terjadidinnya akumulasasii nintrogen anonorrganik pad

kolam budidaya yang dapat mmenurunkan kualitas perairan. Penambahan sumbe

karbon ke dalam air menyebabbkak n nitroggen dimanfaatkan oleh bakteri heterotro

yang selanjutnya akan mensintesiss prprotein dan sel baru (protein sel tunggal)

(2)

Peningkatan pengambilan nitrogen karena pertumbuhan bakteri heterotrof dapat menurunkan konsentrasi amonia lebih cepat dibandingkan bakteri nitrifikasi. Immobilisasi amonia oleh bakteri heterotrof terjadi lebih cepat karena laju pertumbuhan dan hasil biomassa mikroba per unit substrat dari bakteri heterotrof 10 kali lebih tinggi daripada bakteri nitrifikasi. Selain itu, adanya komponen Poly-β -hydroxybutyrate (PHB) pada bioflok menjadikan bioflok dapat berperan sebagai agen biokontrol patogen pada ikan budidaya. PHB merupakan komponen khusus pada sel mikroba yang bisa didegradasi intraseluler dan diproduksi oleh berbagai mikroorganisme sebagai respon terhadap kondisi stres fisiologis. PHB telah diteliti dapat mencegah Artemia franciscana dari infeksi virus dan bakteri patogen (De Schryver dkk., 2008).

Di beberapa negara seperti Israel, Amerika Tengah, dan beberapa negara lainnya telah membuktikan keberhasilan teknologi bioflok baik untuk nila merah, udang vaname, dan udang windu (Avnimelech dan Ritvo, 2003). Budidaya udang vaname sistem bioflok di Indonesia telah dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia beberapa tahun terakhir ini tetapi untuk budidaya ikan air tawar baru dikembangkan di Indonesia. Teknik bioflok dapat memberikan keuntungan terutama dalam mempertahankan kualitas air dan efisiensi pakan 10%–20% (Pantjara dkk., 2010). Menurut Hepher dan Prugnin (1984), beberapa faktor kunci pengembangan sistem Bioflok dalam budidaya yaitu:

1. padat tebar tinggi

2. aerasi cukup untuk mempertahankan pencampuran (mixing) air, dan

dapat menurunkan konsentrasi aamomonia lebii bihh cec pap t dibandingkan bakteri nitrifikasi

Immobilisasi amonia a oleh bakteri heterotrof terjaddii lebih cepat karena laju pertumbuhan dadan hasil biomassaa mikikrorobabapperer unint substrat darii bab kteri heterotrof 10

kali lebihh tinggi daripapadada bbakterii niitrifikasii. SeSelalainin iitutu,, adanya kommpop nen Poly-β

hydrrooxybutyryratate e(P(PHB) papadadabbioflok menjadikan bibiofoflolok dapaatt beberprperan sebebagai agen

b

biokonntrtrolol ppataogenen pada ikan budidaya. PHB merupakan kommponeen khkhusususu padada se

mikrrobobaa yanng bisa didegradasi intraseluler dan diproduksksi ololeheh berbaagag

miikrkroooorgananisme sebagai respon terhadap kondisi stres fisiologis. PHHB tteelahah dditeliit

dapat memencegah Artemia franciscana dari infeksi virus dan bakterii patotogen (D(De

S

Schryveer dkk., 2008).

D

Di beberapa negagarara ssepeperti Israel, Amemeririkaka TTengah, dan bebbererapa neegagara la

lainnya telah membuktikan keberhhasasiliann tteknologi bioflok baik untuk nila mmereraah

ud

udana g g vav name, dan udang windu (Avnimelech dan Ritvo, 2003). Budididadayaya uuddang

va

vananamem sisistetemm bibiofoflolok k didi IIndondonesesiaia telelahah ddikikemmbabangngkakann didi bbebebeerapa a dadaeerah d

Indonenesisia bbebberapapa ttahun terakhiir r ini tetaapipi untuk buddididayaya ikikan airir tawar baru dikembangkan di Indonesia. Tekninik bioflok dad pat memberikan keuntungan terutam

dalam mempertahankan kualitas aair dan effiisiensi pakan 10%–20% (Pantjara dkk

2010). Menurut Hepher dan Prugninn (19884), beberapa faktor kunci pengembangan

(3)

3. Input bahan organik yang tinggi yang akan dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh ikan dan bakteri, serta dapat menciptakan keseimbangan nutrien yang dibutuhkan bakteri seperti karbon dan nitrogen

B. Bakteri Heterotrofik

Sistem heterotrofik merupakan sistem budidaya ikan yang menggunakan bakteri heterorofik dan menggunakan sumber karbon organik sebagai sumber energinya. Pada sistem heterotrofik ini, amonia akan diubah menjadi biomassa bakteri. Bakteri heterotrofik akan mengkonversi limbah nitrogen organik (amonia, nitrit, dan nitrat) menjadi biomassa. Bakteri heterotrofik merupakan golongan bakteri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks baik yang mengandung unsur C, H, dan N. Kelompok bakteri ini mengawali tahap degradasi senyawa organik dengan serangkaian tahapan reaksi enzimatis, dan menghasilkan senyawa yang lebih sederhana atau senyawa anorganik, senyawa tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan sel-sel baru dan untuk reproduksi yang menyebabkan pertambahan populasi. Pemecahan senyawa organik dapat berlangsung lebih cepat apabila tersedia oksigen yang mencukupi (Parwanayoni, 2008).

Kelangsungan hidup bakteri heterotrofik di perairan tergantung dari senyawa-senyawa organik baik untuk energinya maupun sebagai sumber karbon yang diperlukan untuk pembentukan biomasanya. Dibandingkan dengan bakteri autotrofik bakteri ini merupakan mikroorganisme yang dalam ekosistem berfungsi menghancurkan bahan-bahan organik pencemar dalam perairan (Achmad, 2004).

makanan oleh ikan dan baaktkteerii, sertaddapapat menciptakan keseimbangan nutrien

yang dibutuhkaann bakteri seperti karbon dan nitrogegen

B. Bakteri Heeteterotrofik

Sistem hettererototroroffik merupakan siistemem bbududididayaya ikan yang g menggunakan

ba

bakteri heheteterooror fik daann menggunakan sumber kkarabon ororgaganinik k sebagagai sumbe

enerergiginynya.a Padada sistem heterotrofik ini, amonia akan ddiuiubah memenjnjadadi biomomassa

ba

baktkteeri. BBaakteri heterotrofik akan mengkonversi limbah nitrogeen norgaganinikk (amoonina

ni

nittrit, ddan nitrat) menjadi biomassa. Bakteri heterotrofik meruppakanan ggololongaan

ba

b kteeri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organa ikkkomplplekek

baikk yang mengandung unsur C, H, dan N. Kelompok bakteri ini menngawalili tahhaap

de

degrgrada asi senyawa ororgaganinik k dengan serangkgkaiaianan ttaha apan reaksi enenzizimatis,, ddaan

menghasilkan senyawa yang lebibih h seedederhana atau senyawa anorganik, seenynyawaw

tersrsebe ut digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan sel-s-selel bbarru u dan un

untukk rereprprododukuksisi yyanang g mmenyebebababkakan n pepertrtamambbahahann popopupulalasisi. PePememecahaan n seenyaw

orgaganinikk ddapapat beberlrlangsung lebibih h cepat apapabila terseddiaia ooksigi en yanngg mencukup

(Parwanayoni, 2008).

Kelangsungan hidup bbakteri heeterotrofik di perairan tergantung dar

senyawa-senyawa organik baik uuntuk energinya maupun sebagai sumber karbon

(4)

Pertumbuhan bakteri hetrotrofik di perairan juga didukung oleh faktor lingkungan, diantaranya yaitu kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme banyak dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen, misalnya pH. Pada kebanyakan bakteri umumnya tumbuh optimum antara pH 6,5 - 8,5 (Waluyo, 2009).

Mikroba yang termasuk bakteri heterotrofik berasal dari genus Mycobacterium, Streptomyces, Agrobacterium, Bacillus dan Pseudomonas. Genus Bacillus termasuk

salah satu bakteri heterotrofik, yang ketergantungan energinya berasal dari oksidasi atau deasimilasi senyawa karbon organik. Bacillus sp. dapat hidup dengan baik dalam medium sintetik berisi gula, asam-asam organik, alkohol sebagai sumber karbon dan sebagai sumber nitrogen. Secara morfologi genus Bacillus merupakan batang tebal dengan spora central, subterminal maupun terminal. pergerakannya dengan flagella. Bacillus sp. banyak ditemui dalam lapisan rhizosphere dan kemungkinan sebagai

habitatnya. Pada habitat tersebut Bacillus tumbuh aktif pada pH 5,5-8,5 (Abdillah, 2009).

Bakteri heterotrofik Bacillus sp menghasilkan enzim-enzim hidrofilik ekstrasellular yang memecah polisakarida, lemak serta menggunakannya sebagai sumber karbon dan energi. Kemampuan dalam menguraikan bahan-bahan organik ini, menyebabkan bakteri ini berperan penting dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik (Abdillah, 2009).

lingkungan, diantaranya yaitu kaadadarr oksigen nteterlrarut, pH dan suhu. Pertumbuhan dan

perkembangan mikroororganisme banyak dipengaruhi oleleh h konsentrasi ion hidrogen

misalnya pH. PPadada kebanyakan baakteeriiumumumnmnyaatumbuh optimuum mantara pH 6,5 - 8,5

(Waluyo,o,22009).

Mikrroboba ayayang termamasusukk bakteri heterotrofikkbbererasal darri i gegenunusMycobab cterium

S

Streptomomycyceses, Aggrorobacterium, Bacillus dan Pseudomonas. GeGenus BaBacicilllusu terrmam suk

salahh sasatutu bakakteri heterotrofik, yang ketergantungan energinya bbere asalal ddarari oksiddas atauauddeeasimmilasi senyawa karbon organik. Bacillus sp. dapat hidup denngan n babaikik dalamm

medidium sintetik berisi gula, asam-asam organik, alkohol sebagai sumbber kkararbbon dad nn

se

sebagai sumber nitrogen. Secara morfologi genus Bacillus merupakann batangg tebaba

denganan sspora central, suubtbterermiminan l maupun termiminanall. pperergeg rakannya denenggan flaggeellla

B

Bacillus sp. banyak ditemui dalam lalapiisasan rhizosphere dan kemungkinan sesebabagga

ha

habibtatatntnyay . Pada habitat tersebut Bacillus tumbuh aktif pada pH 5,5-8,8,55 (A(Abdbdilillah

20 200909).).

Ba

Baktkterii heeteterrotrofik Bacicilllus sp menghasilkann enziim-enzimim hidrofilik

ekstrasellular yang memecah pollisakarida, lemak serta menggunakannya sebaga

sumber karbon dan energi. Kemampmpuan dalamm menguraikan bahan-bahan organik ini

menyebabkan bakteri ini berperan ppene tingng dalam proses dekomposisi bahan-bahan

(5)

C. Budidaya Perikanan Sistem Intensif

Budidaya perikanan sistem intensif adalah sistem budidaya perikanan paling modern. Budidaya ikan intensif merupakan kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Sistem budidaya seperti ini akan menghasilkan total beban limbah pakan yang lebih banyak daripada yang teretensi menjadi daging ikan. Limbah budidaya yang dimaksud merupakan akumulasi dari residu organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan, ekskresi amoniak, feces dan partikel-partikel pakan (Avnimelech dkk., 1994).

Budidaya perikanan ini dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dengan pengairan yang baik. Intensifikasi budidaya perikanan ditandai dengan peningkatan padat penebaran yang diikuti dengan peningkatan pemakaian pakan buatan kaya protein (Avnimelech, 2006). Pembesaran ikan secara intensif dicirikan dengan padat penebaran yang tinggi, teknik pemberian pakan dan manajemen lingkungan yang baik (Gunadi dkk., 2009).

Pergantian air pada budidaya perikanan intensif dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih. Makanan hariannya 3% dari berat biomassa populasi ikan per hari. Makanan berupa pelet yang berkadar protein 25-26% dan lemak 6-8%. Produksi ikan yang dihasilkan cukup tinggi (Sugiarto, 1988).

Budidaya perikanan ssisisttem intetensnsifif adalah sistem budidaya perikanan

paling modern. BBududidaya ikan intensif merupakan kek giatan usaha yang efisien secara mikkroro tetapi inefisienn seecacarara mmakakro,, terutama apabibilal ditinjau dari seg

damppaaknya terhaddapap llininggkungan. Sistem bubudididadayaya ssepeperti ini akan n menghasilkan

to

total bebaban n lilimbmbah pakkanan yang lebih banyak daripipadada yangttereretetenensi menjajadi daging

ikanan..LiLimbm ah bbudidaya yang dimaksud merupakan akummuluasi dad riri rresesidi u ororgag nik ya

yangng berasasal dari pakan yang tidak termakan, ekskresi amoniak,k, fecessddanan partiikek l

pa

parrtikelel pakan (Avnimelech dkk., 1994).

Budidaya perikanan ini dapat dilakukan di kolam atau tammbak aiair paayay uu

denggan pengairan yang baik. Intensifikasi budidaya perikanan ditana dai dedenggaan

peenininngkatan padat pepenenebabararan yang diikuti ddenengagann pepeningkatan pemamakakaian papakakan

buatan kaya protein (Avnimelech,h 220006)6). Pembesaran ikan secara intensif diiciciririkkan de

dengngan padat penebaran yang tinggi, teknik pemberian pakan dann mmananajajeemen

li

lingn kuk ngngananyyanangg babaikik((GuGunadididdkkkk.,.,2200009)9).

P

Pergantitianan air pada budididaya perrikikanan intensisiff ddapap tt didillakukukakan sesering

mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan iki an. Volume air yang diganti setiap har

sebanyak 20% atau bahkan lebebih. Makaanan hariannya 3% dari berat biomassa

populasi ikan per hari. Makanan beb ruppa pelet yang berkadar protein 25-26% dan

(6)

D. Karakteristik Ikan Lele ( Clarias gariepinus,Burchell)

Ikan Lele termasuk dalam jenis ikan air tawar dengan ciri–ciri tubuh yang memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak memiliki sisik, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele dumbo tidak beracun (Suyanto, 2007).

Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip sirip dadanya. Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan pembuangan. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat gelap ( Saanin, 1984).

Ikan Lele termasuk ddalalamam jjenisiikakann air tawar dengan ciri–ciri tubuh yang

memanjang, agak bubulat, kepala gepeng, tidak memiililikik sisik, mulut besar, warna

kelabu sammppai hitam. Di sekiittar r mumuluut t teterdr appat bagian nasall, maksila, mandibul

luar ddaan mandibulaaddalalamam, masing-masiing teterddapapatatssepepasang kumiis.s. Hanya kumi

ba

bagian mmanandidibub la yanngg ddapat digerakkan untukuk mmeraba mamakakanan nnya. KuK lit lel

dumbmbo o beberlendidir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagiianan punnggggunung g (d(dorsaal) dan

ba

bagigiaan samamping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan siripp dububur r mem rupaakak n

si

sirirp tuunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan siirirp gagandnda.a. Padda

sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Paatil lelele dummbo

tidakk beracun (Suyanto, 2007).

Lele juga meemimililikikiaalat pernafasan tamambabahahan nberupa modifikkasasii dari bbuusuu

insangnya. Terdapat sepasang patatilil, yayaknkni duri tulang yang tajam, pada sirripipssiirip da

dadadanya. Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, keccuaualii llelleelau

ya

yang tterergogololongng kkee dadalalamm margrga a dadan n susukuku yang g beberbrbededaa (A(Aririididaeae)). HHababititatatnya d

suungngaiaiddengagan araruus air yang perlrlahan, rawwa, telaga, waduduk,k, sawah yh yanang tergenang air. Bahkan ikan lele bisa hiduup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan

selokan pembuangan. Ikan lelee bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencar

makanan pada malam hari. Pada sisang ghhari, ikan lele berdiam diri dan berlindung

(7)

Menurut Saanin (1984), Klasifikasi ikan lele : Filum : Chordata

Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus, (Burchell, 1822 )

E. Padat Penebaran

Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar persatuan luas atau volum wadah pemeliharaan ikan. Padat penebaran erat sekali kaitannya dengan produksi dan pertumbuhan ikan. Padat penebaran yang tinggi berpengaruh terhadap kegiatan ikan budidaya yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kesehatan ikan. Peningkatan padat penebaran dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap empat faktor utama lingkungan, yaitu pengawasan suhu, pemberian pakan, suplai oksigen, dan pembersihan limbah metabolisme. Pengawasan terhadap empat faktor tersebut memungkinkan untuk meningkatkan padat penebaran ikan tanpa harus mengurangi laju pertumbuhannya (Hepher dan Prugnin, 1984).

Langkah awal yang penting dalam usaha pemeliharaan ikan yaitu pengaturan padat penebaran. Pengaturan padat penebaran pada suatu sistem lokasi

Filum : Chordata a

Kelas ::PPisces

Subkkelelas : Teleostei

Ordo ::OsOstaarriophysi

Suubobordrdo o : Sillururoiidae

Fa

Famimli : Clariidae

Geennus : Clarias

S

Spesies : Clarias gariepinus, (Burchell, 1822 )

E. PaP daat Penebaran

Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang dditebbaa

peersrsaatuan luas atau vovolulumm waw dah pemeliharaaanan iikakan.n Padat penebarranan erat sesekakal

kaitannya dengan produksi dan pepertumumbbuhan ikan. Padat penebaran yangg ttininggg

be

berprpengaruh terhadap kegiatan ikan budidaya yaitu kelangsuungngann hhididup

pe

pertummbubuhahann dadann kesekesehahattan ikikanan.. PePeniningngkakattan papadadat t pepenenebabararann dadapat t didilalakukan

deengngan melakukl ukanan pengawasaan n terhadapap empat faktoorr utuama lilinggkukungan, yaitu pengawasan suhu, pemberian pakan, suplpai oksigen, dan pembersihan limbah

metabolisme. Pengawasan terhhada ap emppat faktor tersebut memungkinkan untuk

meningkatkan padat penebaran ikakan tannpa harus mengurangi laju pertumbuhannya

(8)

budidaya ikan bertujuan untuk menentukan secara tepat jumlah ikan optimal yang ditebarkan pada suatu perairan sehingga dapat menghasilkan produksi yang baik secara kualitas dan kuantitas. Padat penebaran yang terlalu tinggi akan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air dan secara tidak langsung akan mempengaruhi nafsu makan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Semakin tinggi tingkat kepadatan ikan dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang timbul, seperti serangan penyakit, memburuknya kualitas air serta terjadinya kompetisi dalam mengambil pakan (Stickney, 1979).

F. Limbah Nitrogen

Nitrogen dan senyawanya tersebar dalam biosfer. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Di perairan nitrogen berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3+), nitrit (NO2¯ ), nitrat (NO3¯ ), dan molekul gas N2, sedikit nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea (Effendi, 2003).

Seluruh nitrogen dalam pakan yang diberikan kepada ikan, 25%-nya akan digunakan ikan untuk tumbuh, 60%-nya akan dikeluarkan dalam bentuk NH3 dan 15%-nya akan dikeluarkan bersama kotoran (Brune dkk., 2003). Nitrogen yang terkandung dalam pakan ikan sebanyak 33% akan diekskresikan oleh ikan dan dapat didaur ulang (Avnimelech dkk., 1992). Empat jalur utama kehilangan nitrogen dari kolam adalah pemanenan ikan (31,5 %), denitrifikasi (17,4 %), ditebarkan pada suatu perairranan sehingga h dadapapat menghasilkan produksi yang baik

secara kualitas dadan kuantitas. Padat penebaran yyang terlalu tinggi akan

mengakibatatkakan berkurangnyaa ooksksigigenen tterlaarur t di dalam aairi dan secara tidak

langsusung akan mempmpenengag ruhii nafsu makkann ddanan ppadada a akhirnya akakann berpengaruh

te

terhadapp pperertutumbuhanan iikan.k Semakin tinggii titingkat kekepapadad tan ikikan dapa

meenynyebebababkan ssemakin banyak masalah yang timbul, seepeperti sseraangnganan pennyay kit me

membmburukuknya kualitas air serta terjadinya kompetisi dalam mengngamambil paakak n

(S

(Stitcknney, 1979).

F. LiLmbbah Nitrogen

Nitrogen dan senyawanya tersebar dalam biosfer. Pada tuumbuhaan dadan

he

hewawan, senyawa nitrorogegenn diditemukan sebagagaii pepenynyusu un protein danan kklorofil.l DD

perairan nitrogen berupa nitrogegenn ororgaganik dan anorganik. Nitrogen anororgagannik

terdrdiri atas amonia (NH3+), nitrit (NO2¯ ), nitrat (NO3¯ ), dan mollekekulul ggasas N2

se

sediikikitt ninitrtrogogenenoorgrgananikikbberuppaa prprototeiein,n, aasasamm amminino,o,ddananuurereaa (E(Effffendi,,2020003).

S

Selluruh h ninittrogen dalam ppakan yanang diberikan kekepapadaiikkan,n, 225%5%-nya akan

digunakan ikan untuk tumbuh, 60%-nya aakan dikeluarkan dalam bentuk NH3 dan

15%-nya akan dikeluarkan berrsas ma kotooran (Brune dkk., 2003). Nitrogen yang

terkandung dalam pakan ikan seebab nyyaak 33% akan diekskresikan oleh ikan dan

(9)

volatilisasi amonia (12,5%) dan akumulasi di sedimen dasar (22,6%) (Gross dkk., 2000).

Nitrogen akan mengalami transformasi di dalam siklus nitrogen. Transformasi nitrogen ini melibatkan mikroorganisme. Transformasi nitrogen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nitrifikasi, yaitu oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH 8. Bakteri nitrifikasi bersifat mesofilik dan menyukai suhu 30ºC.

2. Denitrifikasi, yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2¯ ), dinitrogen oksida (N2O), dan molekul nitrogen (N2). Proses ini melibatkan bakteri dan jamur (Ida, 2009).

G. Amonia

Amonia (NH3+) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu hasil dari proses penguraian bahan organik. Amonia biasanya timbul akibat kotoran organisme dan aktivitas jasad renik dalam proses dekomposisi bahan organik yang kaya akan nitrogen. Tingginya kadar amonia biasanya diikuti naiknya kadar nitrit (Boyd, 1981). Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap biota dan toksisitas tersebut akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan dapat menyebabkan sufokasi (kematian secara perlahan karena lemas) (Effendi, 2003).

2000).

Nitrogen aakkan mengalami transformasi ddi i dalam siklus nitrogen Transformaasisi nitrogen ini mem liibabatktkanan mmikroroorganisme. TTraransformasi nitrogen

tersebbuut adalah sebabagaai beb rikut:t

1

1. Nitrififikakasisi, , yaitu okoksisiddasi amonia menjadi ninitrtritit dan nititrarat.t.NNitrifikaasis berjalan

se

secacarara optimimum pada pH 8. Bakteri nitrifikasi bersifatt mmesofofilikikddanan mennyuy ka su

suhu 3300ºC.

2.

2. Denenitrifikasi, yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2¯ ), ddininitroogegen n oko sidd (NN2O), dan molekul nitrogen (N2). Proses ini melibatkan bakteriddan jamamur ((IdIdaa

2 2009).

G. AmAmoonia

Amonia (NH3+) yang terkaandndunng g ddalam suatu perairan merupakan sallahah ssaatu

ha

hasisilldari proses penguraian bahan organik. Amonia biasanya timbul aakikibabatt kokototoran

or

orgag niismmee dadannakaktitivivitatass jajasadd rereninik k dadalalam m prprosessddekekomompoposisisisibbahahaan orgrgananikik yang

kayaya akak n nitrogi ogenen. Tingginya kak dar amononia biasanya didiikikutii naikiknynyaa kkadar nitri

(Boyd, 1981). Amonia bebas yyang tidak tterionisasi bersifat toksik terhadap biot

dan toksisitas tersebut akan menini gkat jikaa terjadi penurunan kadar oksigen terlarut

Ikan tidak dapat bertoleransi terhaddapa kadadar amonia bebas yang terlalu tinggi karen

(10)

Keberadaan amonia mempengaruhi pertumbuhan karena mereduksi masukan oksigen akibat rusaknya insang, menambah energi untuk detoksifikasi, menggangu osmeregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Boyd, 1990). Puncak ekskresi amonia pada ikan berukuran 4-20 g berlangsung pada waktu 4-6 jam setelah pemberian pakan dimulai sampai 6-10 jam setelah periode pemberian pakan berakhir (Merino dkk., 2007). Potensi pasokan amonia ke dalam air budidaya ikan adalah sebesar 75% dari kadar nitrogen dalam pakan. Sebanyak 70-80% nitrogen dalam pakan diubah menjadi amonia oleh ekskresi langsung maupun melalui mineralisasi oleh bakteri (Wyk dan Avnimelech, 2007).

Amonia yang dikeluarkan oleh ikan di dalam air akan membentuk kesetimbangan dengan ion ammonium. Amonia dalam bentuk ion ammonium akan mengalami proses nitrifikasi oleh bakteri kemoautotrof menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat. Namun demikian dengan adanya bahan organik, proses mikrobial yang berlangsung didominasi oleh bakteri heterotrofik yang lebih cepat menyerap ammonium menjadi biomasa bakteri. Bakteri ini bisa menyerap sampai 50% dari jumlah ammonium terlarut dalam air (Montoya dan Velasco, 2000).

H. Nitrit

Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (Nitrifikasi) (Ida, 2009). Nitrit juga dikatakan sebagai hasil dari oksidasi ammonia dalam proses nitrifikasi oleh bakteri autotropik Nitrosomonas, yang menggunakan amonia sebagai sumber energi (Boyd,1981). Nitrit biasanya ditemukan dalam

masukan oksigen akibat russakaknnya insangg, mem nambah energi untuk detoksifikasi menggangu osmeereregulasi dan mengakibatkan kerrusu akan fisik pada jaringan

(Boyd, 1999900). Puncak ekskrese i amamonniaia ppada a ikan berukurann 4-20 g berlangsung

padaa waktu 4-6 jamam setetelah pemberian pakakanan ddimimululai sampai 6-6 101 jam setelah

p

periode pepembmbere ian papakakan berakhir (Merino dkkkk., 2007). PoPotetensnsi pasokakan amoni

keeddalalamam air bbuudidaya ikan adalah sebesar 75% dari kaddarar nitrorogegen n dadalam pap kan

Se

Sebabanyakk 70-80% nitrogen dalam pakan diubah menjadi ammonia oolelehh ekskkrer s

la

langsuung maupun melalui mineralisasi oleh bakteri (Wyk dan Avnnimelelecch,h, 220077)

Amonia yang dikeluarkan oleh ikan di dalam air akan n meembennttukk

keseetimbangan dengan ion ammonium. Amonia dalam bentuk ionn ammmooniuumm

ak

akanan mengalami pprorosesess ninitrt ifikasi oleh bakkteteriri kkememoautotrof menjnjadadii nitritt ddaan

selanjutnya menjadi nitrat. Namuun n deemimikkian dengan adanya bahan organik,, prprosose mi

mikrk obial yang berlangsung didominasi oleh bakteri heterotrofik yangngllebbihihccepa

m

menyererapapaammmmononiuium m mmenjadjadii bibiomomasasaa babaktkterii.BBakakteteririiininibbisisaa mmenyererapapssampa

50

50% % ddariijjumlalahh ammonium tererlarut dalalam air (MontooyayadanVVelascol co, 2000).

H. Nitrit

Nitrit merupakan bentukk peralihann (intermediate) antara amonia dan nitra

(Nitrifikasi) (Ida, 2009). Nitrit jugga dikkaatakan sebagai hasil dari oksidasi ammoni

(11)

jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat karena tidak stabil dengan keberadaan oksigen (Ida, 2009).

Konsentrasi nitrit maksimum yang diperbolehkan dalam kegiatan budidaya ikan adalah < 0.06 mg/L (Effendi, 2003). Toksisitas nitrit terhadap ikan terutama dalam transpor oksigen dan kerusakan jaringan. Nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin menjadi methemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Boyd, 1981).

Pada masa pertumbuhan, bakteri heterotrofik mereduksi nitrit menjadi amonium untuk digunakan dalam sintesis biomasa. Mikroorganisme cenderung untuk mereduksi nitrit menjadi amonium karena amonium dapat digunakan untuk sintesis biomassa sel (Gottschalk, 1986). Amonium juga digunakan untuk sintesis asam amino dan protein melalui glutamine dan glutamat (Joklik dkk., 1992).

I. Nitrat

Senyawa nitrat merupakan hasil akhir dari proses bakteriologis kemoautotrofik yakni bakteri nitrifikasi. Pada proses ini amonia terlebih dahulu diubah menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas sp. dan selanjutnya nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrococcus sp. (Montoya dan Velasco, 2000). Berbeda dengan amonia maupun nitrit, nitrat jarang sekali menjadi masalah dalam budidaya hewan akuatik baik di tawar, payau, maupun laut. Efek nitrat pada hewan akuatik hampir sama dengan nitrit yaitu pada transportasi oksigen dan proses osmoregulasi. Kadar nitrat dalam air yang berbahaya bagi ikan maupun invertrebata berkisar antara 1.000 – 3.000 ppm. Oleh karena itu,keracunan nitrat pada hewan akuatik keberadaan oksigen (Ida, 20009)9).

Konsentrassii nitrit maksimum yang diperbolehkhkana dalam kegiatan budidaya ikan adalah h << 0.06 mg/L (Efffeendid,,20200303).). Tokoksisitas nitrit tererhah dap ikan terutama dalamm transpor oksksigigenen ddan kerusakan jjarinngagan.n. NNititriritt dalam darah h mengoksidas

ha

haemoglolobibin nmem njadi memeththemoglobin yang tidakak mmampu mmenengigikak t oksigegen (Boyd

198181).).

Paadda masa pertumbuhan, bakteri heterotrofik mereduduksi ninitrtriit menjajad

am

amoniuum untuk digunakan dalam sintesis biomasa. Mikroorgannisi mee ccenended runng

untukk mereduksi nitrit menjadi amonium karena amonium dapat diggunakakan unnttukk

sinteesis biomassa sel (Gottschalk, 1986). Amonium juga digunakanuuntuk ssiinteesii

assamam amino dan proteteininmmelelalui glutamine ddanangglulutatamat (Joklik dkk.k.,,191992).

I.

I Nitrat

Senyawa nitrat merupakan hasil akhir dari proses bbakakteteririolologi

ke

kemoauautototrtrofofikik yyakaknini bbakaktteriri nnititrirififikakasisi.. PaPadda pproroseses s ininii amamononiaia tterleebibihh ddahulu

diiububahah menjajadidi nnititrit oleh bakkteteri Nitrososomonas sp. dadann selal njjutnyt ya a ninitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrrococcus sp.. (Montoya dan Velasco, 2000). Berbed

dengan amonia maupun nitrit, nnitirat jarangng sekali menjadi masalah dalam budidaya

hewan akuatik baik di tawar, payaau, mamaupun laut. Efek nitrat pada hewan akuatik

(12)

sangat jarang terjadi (Hanggono, 2004). Namun untuk ikan budidaya sebaiknya kurang dari 10 ppm (Supratno dan Kasnadi, 2003).

J. Sumber Karbon (Molases)

Tetes tebu merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, trace element, dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar 37% (Suastuti, 1998). Molases adalah salah satu sumber karbon yang dapat digunakan untuk mempercepat penurunan konsentarasi N-anorganik di dalam air. Molase berbentuk cair bewarna coklat seperti kecap dengan aroma yang khas (Suastuti, 1998). Oleh karena itu, penambahan molases ke dalam media budidaya diharapkan mampu menurunkan amonia dan peningkatan pertumbuhan ikan sehingga dapat meningkatkan produksi ikan.

K. Pertumbuhan

Menurut Affandi dan Tang (2002), pertumbuhan adalah sebagai proses perubahan ukuran (panjang, berat atau volume) pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi : umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan untuk mendapatkan makanan. Sedangkan faktor luar meliputi : suhu, besarnya ruang gerak, kualitas air, jumlah dan kualitas makanan (Huet, 1975). Mudjiman (1995), yang menyatakan bahwa dengan pemberian pakan yang lebih banyak menyebabkan pertumbuhan ikan lebih baik dibandingkan dengan jumlah sedikit, sedangkan mortalitasnya menjadi sedikit.

kurang dari 10 ppm (Supratnonoddan Kasnaadidi,2003).

J. Sumber Karbon ((MMolases)

Tetetess tebu merupakanan hhasasill ssamampingng industri gulala yang mengandung

senyyawawa nitrogen, trtracace eelement, dan kandudungnganan ggulula ayang cukupttini ggi terutama

ka

kandungagan nsusukrkrosa sekikitatar 34% dan kandungan tototatal karbononssekekititar 37%%((Suastuti

199898).). MMolaseses adalah salah satu sumber karbon yang dad paatt didigugunanakan untuk

me

mempmperceepat penurunan konsentarasi N-anorganik di dalam air.r. Mololasaseeberbenntut k ca

cairi bewewarna coklat seperti kecap dengan aroma yang khas (Suastututi, 191 9898).) Oleeh

ka

k renna itu, penambahan molases ke dalam media budidaya diharrapa kan n mampm uu

mennurunkan amonia dan peningkatan pertumbuhan ikan sehhingga dapapa

me

meniningkatkan produuksksii ikikanan.

K K

K

K.

K Pertumbuhan

M

Menurut Affandi dan Tang (2002), pertumbuhan adalah sebbaagaiai pprrose

pe

perubabahahann ukukururanan ((papanjnjang, bbereratat ataatau u vvollumeme)) papadada ppererioiodede wakaktutu teertentu

Pe

Pertrtumumbbuhhan ikikanan dipengaruhihi oleh dua fafaktor yaitu ffakaktotor dad llam dadann faktor luar Faktor dalam meliputi : umur, kketahanan tterhadap penyakit dan kemampuan untuk

mendapatkan makanan. Sedanngkg an faktotor luar meliputi : suhu, besarnya ruang

gerak, kualitas air, jumlah dan kuualitass makanan (Huet, 1975). Mudjiman (1995)

(13)

L. Kelulushidupan

Kelulushidupan yang biasa disebut Survival rate ( SR) adalah perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah individu yang hidup diawal pemeliharaan. Kelulushidupan merupakan peluang hidup dalam suatu saat tertentu. Kelulushidupan ikan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi yaitu kompetitor, parasite, umur, predasi, kepadatan populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan manusia. Faktor abiotik yang berpengaruh antara lain sifat fisika dan sifat kimia dari suatu lingkungan perairan. Jumlah waktu pemberian pakan dan pemberian shelter pada kolam pemeliharaan akan mempengaruhi kelulushidupan ikan karena dapat mengurangi ( Effendi, 2003).

Pertumbuhan ikan yang baik akan meningkatkan produksi dari usaha budidaya. Besarnya produksi bergantung pada tingkat pertumbuhan dan kelulushidupan ikan yang dibudidayakan. Semakin besar jumlah ikan yang hidup dan semakin besar ukuran bobot individunya maka akan semakin tinggi hasil produksi ( Wahyudi, 2006). Padat penebaran yang tinggi berpengaruh terhadap kegiatan ikan budidaya yaitu kelulushidupan, pertumbuhan dan kesehatan ikan ( Kordi dan Tancung, 2007). Kelulushidupan yang biasasa ddiisebut SuSurvrvival rate ( SR) adalah perbandingan

antara jumlah indivividudu yang hidup pada akhir pemelihhararaan dengan jumlah individu

yang hidup ddiiawal pemeliharaaaan. KeKeluululushhidupupan merupakann ppeluang hidup dalam

suatu ssaat tertentu.KKelelululuushidupan ikan dipi engaengaruruhihioolleh faktor biootitik dan abiotik

Fa

Faktor bbioiotitik k yay ng mmemempengaruhi yaitu kompmpetetitor, papararasisitete, umurr, , predasi

kepaadadatatan n popupullasi, kemampuan adaptasi dari hewan dadan n penan ngnganananan mananusia

Faaktktoror abiiootik yang berpengaruh antara lain sifat fisika dan siffata kkimimiaia dari suuatu

li

lingngkungngan perairan. Jumlah waktu pemberian pakan dan pemberriai n shshelelteter r padda ko

k lamm pemeliharaan akan mempengaruhi kelulushidupan ikan karenna daapapa

menggurangi ( Effendi, 2003).

P

Peertumbuhan ikan n yayangngbbaik akan meningkgkatatkakann prp oduksi dari ussahahaa budidadayya

Besarnya produksi bergantung padadaa tingngkkat pertumbuhan dan kelulushiduppananiikkan ya

y ngng dibudidayakan. Semakin besar jumlah ikan yang hidup dan sememakakiin bbesa

uk

ukuru an bbobobotot iindndivivididununyaya makaka a akakanan ssememakakiin ttininggggi i hahasisill prprododukuksi (( WWaahyudi

(14)

M. Kualitas Air Pendukung 1. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang paling menentukan pada budidaya ikan. Ketersediaan oksigen menentukan lingkaran aktivitas ikan. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Peningkatan suhu sebesar 10C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Effendie, 2003).

Oksigen dalam perairan berasal dari difusi O2 dari atmosfer serta aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton maupun tanaman lainnya. Kebutuhan oksigen pada ikan bergantung pada: kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif metabolisme tubuh ikan. Fungsi oksigen bagi ikan yaitu : berperan dalam pembakaran bahan bakarnya (makanan), dan untuk dapat melakukan aktivitas (berenang, reproduksi, pertumbuhan). Ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan aktivitas ikan, konversi pakan dan laju pertumbuhan. Pada kondisi DO < 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup namun pertumbuhan menurun (tidak optimal). Rentang tingkat DO optimal yaitu ≥ 5 ppm. Rentang tingkat DO untuk pemeliharaan

intensif yaitu 5-8 ppm. Batas toleransi kadar oksigen terlarut secara umum untuk budidaya tambak adalah 3–10 ppm, sedangkan nilai optimal untuk budidaya di tambak berkisar antara 4–7 ppm (Poernomo, 1992).

1. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarrutut merupakan parameter kualitas aiair yang paling menentukan

pada budidayaya ikan. Keterseddiiaanan ooksksigigenen mmenentukan linggkak ran aktivitas ikan

Kadar r ooksigen terlararututbbererfluktuasii secarahharriaiann dadan n mum siman, tergagantung pada

pe

pencampuuraran ndadan perggererakakan massa air, aktivitassfofotosintessisis, , rerespspirasi, ddana limbah yangg mmasasuuk kkee badan air. Peningkatan suhu sebesar 110C akakann mmeneningkgkatkan

koonsnsumumsi ooksigen sekitar 10% (Effendie, 2003).

Oksksigen dalam perairan berasal dari difusi O2 dari atmosferer serrtta aaktkivitaa

fo

f tosiinntesis oleh fitoplankton maupun tanaman lainnya. Kebutuhann oksigigen ppadada

ikan bergantung pada: kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu ddan kebbuutuhhaan

konsnsuumtif metabolismmeetutububuh hikan. Fungsi oksksigigenenbbagagi ikan yaitu :bbererpperan dadalalam

pembakaran bahan bakarnya (mmakakannanan)), dan untuk dapat melakukan aktktivvitita (b

(bererene ang, reproduksi, pertumbuhan). Ketersediaan oksigen bagi ikan n mmennentntuukan

ak

aktitviitatass ikikanan, kokonvnverersisi ppakank n ddanan llajaju u pepertrtumbubuhahan.n PPadadaa kokondndisisii DODO << 44 ppm

ikanan mmasihih mammpupu bertahan hiidudup namuunn pertumbuhann mem nurun (t(tididakak optimal)

Rentang tingkat DO optimal yaittu ≥ 5 ppm. Rentang tingkat DO untuk pemeliharaan

intensif yaitu 5-8 ppm. Batas tooleransi kaaddar oksigen terlarut secara umum untuk

budidaya tambak adalah 3–10 ppmpm, seedangkan nilai optimal untuk budidaya d

(15)

Kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam budidaya ikan, karena dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan yang dipelihara. Oksigen yang terlarut di dalam perairan sangat dibutuhkan untuk proses respirasi, baik oleh tanaman air, ikan, maupun organisme lain yang hidup di dalam air (Supratno dan Kasnadi, 2003).

Bakteri heterotrofik dan bakteri autotrofik menggunakan oksigen dalam proses pemanfaatan ammonia. Bakteri heterotrofik adalah bakteri yang mengkonsumsi oksigen dalam proses perubahan amonia dengan produk akhir biomassa sel. Sedangkan bakteri autrofik nitrifikasi mengkonsumsi oksigen dan karbondioksida pada saat oksidasi amonia dengan produk akhirnya nitrat (Moriarty, 1996).

2. Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) merupakan suatu ukuran konsentrasi ion H. Secara alamiah perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam. Dalam budidaya ikan lele nilai pH yang dianjurkan adalah 6,5-8,5 (Pescod, 1973). Air yang mempunyai pH antara 6,7 sampai 8,6 mendukung populasi ikan dalam kolam. Dalam jangkauan pH tersebut pertumbuhan dan pembiakan ikan tidak terganggu (Sastrawijaya, 2009). Kisaran pH yang dapat menunjang pertumbuhan ikan adalah 6.5-9 (Boyd, 1982). pH merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi amonia (Esoy dkk., 1998).

kualitas air yang paling krititiss dadallam bub dididadayay ikan, karena dapat mempengaruh

kelangsungan hiddupup ikan yang dipelihara. Oksigen yyananggterlarut di dalam perairan sangat dibbututuhkan untuk proso ess rresespipirarasisi, babaik oleh tanamamann air, ikan, maupun orgaaninisme lain yanang ghhidudup diddallam air (SuSuprpratatnonoddanan Kasnadi, 200030 ).

Ba

Baktktererii heterootrtrofofik dan bakteri autotroofifik k mengggugunanakakan oksiigegen dalam

prososeses ppemananffaatan ammonia. Bakteri heterotrofikk adaalalah babaktkeri yang

me

mengngkonsnsumsi oksigen dalam proses perubahan amonia denengan prprodo uk akkhi

bi

biomaassa sel. Sedangkan bakteri autrofik nitrifikasi mengkonsummsi oko sisigegen daan

k

karbbondioksida pada saat oksidasi amonia dengan produk akkhirnyya niitrraa

(Mooriarty, 1996).

2. Deerarajaj t Keasaman ((pHpH))

Derajat Keasaman (pH) memerur papakakan suatu ukuran konsentrasi ion H. SeSecacar

allamamiah perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa yayangg berersifa

as

asam. DaDalalamm bubudididadayaya iikakan lelelele nnililaiaippHHyangya ddiaianjnjururkakann adadalalahah66,5-85 8,5,5((PPescod

1997373).). AAiir yanng g mmempunyai pHpH antara 6,6,7 sampai 8,66mmenddukkungng ppoopulasi ikan dalam kolam. Dalam jangkauaan pH tersebe ut pertumbuhan dan pembiakan ikan

tidak terganggu (Sastrawijayaa, 2009). Kisaran pH yang dapat menunjang

pertumbuhan ikan adalah 6.5-9 (B( oydd, 1982). pH merupakan salah satu fakto

(16)

Bakteri nitrifikasi (bakteri pengoksidasi amonia) lebih menyukai lingkungan yang basa dengan tingkat pH optimal untuk pertumbuhan berkisar antara 7,5-8,5 (Ambarsari, 1999). Nilai pH optimum bagi pertumbuhan bakteri heterotrofik adalah sekitar 6-7 (Irianto dan Hendrati, 2003).

3. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan ikan terutama dalam proses kimia dan biologi. Ikan akan tumbuh dengan baik pada suhu 25ºC-32ºC. perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan ikan stress dan kemudian mati (Cholik, 1991). Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen. Setiap spesies mempunyai suhu optimumnya. Ada ikan yang mempunyai suhu optimum 15ºC, ada yang 24ºC, dan ada yang 32ºC. Jika suhu berbeda jauh dari optimumnya, hewan itu akan mati atau bermigrasi ke daerah baru. Selisih 5ºC sudah cukup untuk ikan mengakhiri hidupnya, terutama apabila terjadi serentak karena limbah panas (Sastrawijaya, 2009).

Suhu merupakan parameter lingkungan yang sangat besar pengaruhnya pada hewan akuatik. Suhu air sangat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tambak, yang akibatnya mempengaruhi fisiologis kehidupan hewan akuatik atau hewan air. Secara umum laju pertumbuhan ikan akan meningkat jika sejalan dengan kenaikan suhu pada batas tertentu. Jika kenaikan suhu melebihi batas akan menyebabkan aktivitas metabolisme organisme air atau hewan akuatik meningkat, hal ini akan menyebabkan berkurangnya gas-gas terlarut di dalam air yang penting untuk kehidupan ikan atau hewan akuatik lainnya. Walaupun ikan dapat lingkungan yang basa dengagann titingkat pHpH optimal untuk pertumbuhan berkisa

antara 7,5-8,5 (Ammbbarsari, 1999). Nilai pH optimumum bagi pertumbuhan bakter

heterotrofikk adalah sekitar 6-77(IIriranantooddanan Hene drati, 2003).

3. Suhu

Su

Suhuhummerupakanan salah satu faktor pentitingng ddalam kkehehididupupan ikann terutama

dalalam m prprooses kkiimia dan biologi. Ikan akan tumbuh dengaann baikikppadada sus huu 25ºC

32

32ºCºC. peerurubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkanan ikakan n sstress ddan

ke

kemmudidian mati (Cholik, 1991). Suhu mempunyai pengaruh yangg bessarar ttererhadaap

ke

k larurutan oksigen. Setiap spesies mempunyai suhu optimumnya. AAda iikakan yayangn

memmpunyai suhu optimum 15ºC, ada yang 24ºC, dan ada yang 32ººC. Jikkaa suuhhu

be

berbrbede a jauh dari opptitimumumnmnyaya, hewan itu akananmmatatii ataau bermigrasi keke ddaerah babarru

Selisih 5ºC sudah cukup untuk ikkanan mmenengakhiri hidupnya, terutama apabilaattererjajad

seererentak karena limbah panas (Sastrawijaya, 2009).

Su

Suhuhu mmererupupakakanan parramameteterer lliningkgkuungan n yayangng ssanangagatt bebessar pepengngararuhnya

paadada hhewan akukuatatiik. Suhu air ssangat berprpengaruh terhrhadadapp sififatt ffissikik, kimia dan biologi tambak, yang akibatnyaa mempengaaruhi fisiologis kehidupan hewan akuatik

atau hewan air. Secara umum lalaju pertummbuhan ikan akan meningkat jika sejalan

dengan kenaikan suhu pada batas tet rtenntu. Jika kenaikan suhu melebihi batas akan

(17)

menyesuaikan diri dengan kenaikan suhu, akan tetapi kenaikan suhu melebihi batas toleransi ekstrim (35°C) pada waktu yang lama akan menimbulkan stress atau kematian ikan (Supratno dan Kasnadi, 2003).

4. Total Dissolved Solid ( TDS )

Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik zat organik maupun zat anorganik misalnya: garam dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram perliter (mg/l). Tingkat konsentrasi garam yang tinggi pada air sampai batas tertentu akan meningkatkan tekanan osmotik pada ikan sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Besarnya kandungan garam biasanya disetarakan dalam bentuk konduktifitas listrik (EC) dengan satuan ppm ( mg/l) atau mS/cm (Kapoor, 2000).

N. Hipotesis

1. Budidaya lele dengan sistem bioflok dapat meningkatkan kualitas air dan menurunkan limbah nitrogen.

2. Budidaya lele dengan sistem bioflok dapat meningkatkan pertumbuhan.

3. Padat tebar maksimal yang dapat digunakan pada budidaya lele dengan sistem bioflok adalah 4.000 ekor/m2.

toleransi ekstrim (35°C) ppaddaa waktu yaangng lama akan menimbulkan stress atau

kematian ikan (Supuprratno dan Kasnadi, 2003).

4. Total Dissololved Solidd ( TDS))

Total Disssoloveve SSolid ((TDS) yaitut uukukurarann zazat terlarut (babaiki zat organik

m

maupunn zzatat aanon rganikik mmisalnya: garam dll) yaangng terdapapatt papadad sebuaahh larutan

TDDSS memennggambmbarkan jumlah zat terlarut dalam part per mmillionon((ppppm)m) atau u sama

de

dengngan mmilligram perliter (mg/l). Tingkat konsentrasi garam yayangttininggggi padaa ai

sa

sampaiai batas tertentu akan meningkatkan tekanan osmotik padada ikaan n sesehihnggga

akann menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Besarnynya kakandunngag nn

garaam biasanya disetarakan dalam bentuk konduktifitas listrik (EC)ddengan n satuuaan

pp

ppmm ( mg/l) atau mS/S/cmcm((KaK pop or, 2000).

N.

N.HHipipoto esis

1.

1. Budiddidayayaa lelelele ddenengagann sististemem bioboflflokok ddapatat mmeneniningkgkatatkakann kukualittasas aair dan

me

m nurunkananllimimbah nitrogenen.

2. Budidaya lele dengan sistemm bioflok daappat meningkatkan pertumbuhan.

3. Padat tebar maksimal yang ddapat diguunnakan pada budidaya lele dengan sistem

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan dana desa di Desa Gilang sudah berjalan dengan baik dan dalam prakteknya lembaga sosial sudah aktif, melalui lembaga

Sistem pengajaran di pondok pesantren tahfidzul Qur’an Al-Ishlah masih menggunakan metode tradisional yaitu metode sorogan, dimana para murid satu persatu menghadap

Tujuan penelitian yang dilakukan yaitu dapat mengetahui efisiensi sensibel, daya pemompaan, efisiensi sistem, dan faktor efisiensi yang dihasilkan kolektor surya CPC untuk pompa

SKENARIO PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KABUPATEN/ KOTA PENYUSUNAN SKENARIO PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KABUPATEN KOTA SURVAI KEBUTUHAN PRASARANA ANALISIS PERMASALAHAN DAN POTENSI

Hasilnya terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang menggunakan modul dengan siswa yang menggunakan metode konvensional dengan taraf

In order to evaluate the solid bioenergy properties of Paulownia tree, this study examined the heating value, moisture content (MC), pH and proximate analysis of stem, branch,

Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa f hitung lebih besar dari pada f tabel maka dari pengolahan yang dilakukan maka hasilnya variabel Tangible (X1), Responsiveness (X2),

merek copycat adalah meniru merek pabrik dalam hal desain dan kemasannya, tetapi secara umum merek copycat tersebut memiliki kualitas yang rendah dan ditawarkan dengan