ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PABRIK KELAPA
SAWIT UNIT GUNUNG BAYU PT. NUSANTARA IV (PERSERO)
TESIS
Oleh
BUHARI IMRAN
087019007/IM
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
SE K O L
A
H
P A
S C
A S A R JA N
ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PABRIK KELAPA
SAWIT UNIT GUNUNG BAYU PT. NUSANTARA IV (PERSERO)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BUHARI IMRAN
087019007/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PABRIK KELAPA SAWIT UNIT KEBUN GUNUNG BAYU PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)
Nama Mahasiswa : Buhari Imran
Nomor Pokok : 087019007
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui, Komisi Pembimbing:
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.) (Dr. Elisabet Siaahan, MEc Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Paham Ginting.,M.S.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.)
Telah diuji pada
Tanggal : 10 November 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang MSIE
Anggota : 1. Dr. Elisabeth Siahaan, M.Ec.
2. Prof. Dr. Rismayani, MS
3. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul:
“ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PABRIK KELAPA SAWIT
UNIT GUNUNG BAYU PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)”
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun juga sebelumnya.
Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan benar.
Medan, November 2011 Yang membuat pernyataan,
Buhari Imran
ABSTRAK
Untuk memenuhi tuntutan di era globalisasi, seorang karyawan harus mampu bekerja sesuai dengan harapan perusahaan jika ia memiliki kompetensi yang sesuai
dengan pekerjaannya. Kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe yaitu soft skill
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi
dengan orang lain sedangkan kompetensi yang kedua sering disebut dengan hard skill
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kecerdasan emosi terhadap produktivitas kerja karyawan pabrik kelapa sawit Unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero), dan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional karyawan. Teori yang digunakan adalah teori kecerdasan emosional dan teori produktivitas kerja karyawan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan survey. Adapun sifat penelitian adalah menguraikan atau menjelaskan (descriptive explanatory reseach). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam
penelitian ini sebanyak 60 orang. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis pertama menggunakan analisis regresi linear sederhana dan pengujian hipotesis kedua menggunakan analisis regresi linier berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hasil uji hipotesis pertama berdasarkan uji t kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pabrik kelapa sawit unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional karyawan maka tingkat produktivitas kerja karyawan pabrik di PT. Nusantara IV (Persero) semakin tinggi. Hipotesis kedua, berdasarkan uji serentak (uji F) diketahui bahwa faktor kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional karyawan pabrik kelapa sawit unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero). Secara parsial (uji t) diketahui bahwa faktor empati dan faktor keterampilan sosial berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional karyawan pabrik. Faktor keterampilan sosial berpengaruh dominan terhadap kecerdasan emosional karyawan pabrik kelapa sawit Unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero)
ABSTRACT
In order to meet the demand of the globalization era, an employee has to be able to work according to company’s expectation as far as he has the competence in his job. Competence is often divided into two types: soft skill competency or the type of competency which is closely related to the ability to manage the job, the human inter-relation, and the interaction with other people, and hard skill competency or the type of competency which is closely related to functional or technical capabilities of the job. The aim of this research was to know and to analyze the influence of emotional intelligence on work productivity of the palm oil factory employees of Unit Kebun Gunung Bayu PT Nusantara IV (Incorporated) and the factors which influenced the employees’ emotional intelligence. The theories used in this research were the theories of the emotional intelligence and the work productivity of employees.
This research was the descriptive quantitative using a survey approach. The nature of the research was to describe or to explain (descriptive explanatory research). The data were collected by conducting interviews, using questionnaires and documentation studies. 60 people were used as the samples. The variables were measured by Likert scale. The first hypothesis was tested by using simple linear regression analysis, and the second hypothesis was tested by using multiple linear regression analysis through F- test and t-test in order to know the influence of the independent variable on the dependant variable at the reliability level of 95% (α = 0,05).
The results of the research showed that the first hypothesis, based on the t-test of emotional intelligence, had significant influence on the work productivity of employees of palm oil factory of Kebun Gunung Bayu Unit PT Nusantara IV (Incorporated). In the second hypothesis, based on the simultaneous test (F-test), it was found out that the factors of awareness, self adjustment, motivation, empathy, and social skill had significant influence on the emotional intelligence of employees of palm oil factory of Kebun Gunung Bayu Unit PT Nusantara VI (Incorporated). Partially (t-test), it was known that the factors of empathy and social skill had significant influence on the emotional intelligence of the factory workers. The social skill factors had dominant influence on the emotional intelligence of employees of palm oil factory of Kebun Gunung Bayu Unit PT Nusantara IV (In corporate).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, kehadirat ALLAH SWT, atas segala Karunia
dan limpahan Rahmat-Nya dan shalawat beriring salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian tesis ini
merupakan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatra Utara Medan. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah:
“Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosi Terhadap Produktivitas Kerja
Karyawan Pada Pabrik Kelapa Sawit Unit Gunung Bayu PT. Perkebunan
Nusantara IV (Persero).”
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang mendukung, membantu, dan memberikan sumbangannya
kepada penulis baik moril maupun materil selama proses pembuatan Tesis ini yang
penulis tujukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Ketua Komisi pembimbing.
2. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Elisabeth Siahaan, M.Ec selaku anggota komisi pembimbing.
4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, MS selaku Pembanding I.
5. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA selaku pembanding II
7. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda tercinta (Alm) Ahmad Nainggolan dan
Ibunda tersayang Rajimah Manurung.
8. Istri tersayang Elly Syahriani, SPd dan anak saya Nefertiti.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh
pembaca.
Medan, November 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Buhari Imran, lahir di Gunung Bayu Kabupaten Simalungun Propinsi
Sumatera Utara pada tanggal 25 November 1974, anak kedua dari empat bersaudara,
dari pasangan ayahanda (alm) Ahmad Nainggolan dan Ibunda Rajimah Manurung.
Menikah pada tahun 2004 dengan Elly Syahriani, SPd dan dikaruniai seorang putri
yang bernama Nefertiti.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 091688 Afd. VI Gunung Bayu
Kabupaten Simalungun lulus pada tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Bosar Maligas Kab. Simalungun lulus tahun 1990, Sekolah Menengah Atas
di SMA Negeri 1 Perdagangan Pematang Bandar Kab. Simalungun lulus tahun 1993,
selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Sastra USU lulus tahun 2001,
melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana
USU Medan lulus pada tahun 2011.
Sejak Tahun 2006 sampai 2010 bekerja sebagai PNS di Dinas Pendidikan
Kabupaten Simalungun, tahun 2010 sampai sekarang bekerja sebagai Kepala
SubBagian (KASUBBAG) Sumber Daya pada Bagian Sumber Daya dan Potensi
3.3.1. Populasi ... 40
3.3.2. Sampel ... 40
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41
3.5. Jenis dan Sumber Data ... 41
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 42
3.6.1. Identifikasi Variabel Hipotesis Pertama ... 42
3.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 42
3.6.3. Identifikasi Variabel Hipotesis Kedua ... 43
3.6.4. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 44
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 46
4.2.1.3. Uji Hipotesis Pertama ... 126
4.2.2. Pengujian Hipotesis Kedua ... 129
4.2.2.1. Pengujian Asumsi Klasik Hipotesis Kedua ... 129
4.2.2.2. Hasil regresi Hipotesis Kedua ... 132
4.2.2.3. Uji Serempak Hipotesis Kedua ... 134
4.2.2.4. Uji Parsial Hipotesis Kedua ... 135
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 140
5.1. Kesimpulan ... 140
5.2. Saran ... 141
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 43
3.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 45
3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Kesadaran Diri (X1) ... 48
3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Pengaturan Diri (X2) ... 49
3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Motivasi (X3) ... 50
3.6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Empati (X4) ... 51
3.7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Keterampilan Sosial (X5) ... 52
3.8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional ... 53
3.9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Produktivitas Kerja (Y) ... 55
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 77
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 78
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 78
4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 79
4.5. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Kecerdasan Emosional (Y) ... 80
4.6. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Produktivitas Kerja ... 89
4.7. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Kesadaran Diri (X1) ... 97
4.9. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Motivasi (X3) ... 104
4.10. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Empati (X4) ... 107
4.11. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Keterampilan Sosial (X5) ... 113
4.12. Variabel Entered/Removed (b) ... 118
4.13. Coefficients(a) ... 118
4.14. Variable Entered/Removed (b) ... 120
4.15. Coefficients (a) ... 120
4.16. Hasil Uji Multikolinearitas Hipotesis Pertama ... 123
4.17. Hasil Uji Koefisien Regresi Hipotesis Pertama ... 125
4.18. Hasil Uji Determinasi Hipotesis Pertama ... 126
4.19. Hasil Uji t Hipotesis Pertama ... 126
4.20. Hasil Uji Multikolinearitas Hipotesis Kedua ... 131
4.21. Hasil Uji Koefisien Regresi Hipotesis Kedua ... 133
4.22. Hasil Uji Determinasi Hipotesis Kedua ... 134
4.23. Hasil Uji F Hipotesis Kedua ... 134
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Kerangka Konseptual ... 38
4.1 Hasil Uji Normalitas Hipotesis Pertama ... 122
4.2 Hasil Uji Heterokedastisitas Hipotesis Pertama ... 124
4.3 Hasil Uji Normalitas Hipotesis Kedua ... 130
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner ... 145
2 Hasil Uji Normalitas Hipotesis Pertama ... 154
3 Hasil Uji Normalitas Hipotesis Kedua ... 156
4 Hasil Uji Regresi Hipotesis Pertama ... 158
5 Hasil Uji Regresi Hipotesis Kedua ... 159
ABSTRAK
Untuk memenuhi tuntutan di era globalisasi, seorang karyawan harus mampu bekerja sesuai dengan harapan perusahaan jika ia memiliki kompetensi yang sesuai
dengan pekerjaannya. Kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe yaitu soft skill
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi
dengan orang lain sedangkan kompetensi yang kedua sering disebut dengan hard skill
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kecerdasan emosi terhadap produktivitas kerja karyawan pabrik kelapa sawit Unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero), dan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional karyawan. Teori yang digunakan adalah teori kecerdasan emosional dan teori produktivitas kerja karyawan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan survey. Adapun sifat penelitian adalah menguraikan atau menjelaskan (descriptive explanatory reseach). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam
penelitian ini sebanyak 60 orang. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis pertama menggunakan analisis regresi linear sederhana dan pengujian hipotesis kedua menggunakan analisis regresi linier berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hasil uji hipotesis pertama berdasarkan uji t kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pabrik kelapa sawit unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional karyawan maka tingkat produktivitas kerja karyawan pabrik di PT. Nusantara IV (Persero) semakin tinggi. Hipotesis kedua, berdasarkan uji serentak (uji F) diketahui bahwa faktor kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional karyawan pabrik kelapa sawit unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero). Secara parsial (uji t) diketahui bahwa faktor empati dan faktor keterampilan sosial berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional karyawan pabrik. Faktor keterampilan sosial berpengaruh dominan terhadap kecerdasan emosional karyawan pabrik kelapa sawit Unit Kebun Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero)
ABSTRACT
In order to meet the demand of the globalization era, an employee has to be able to work according to company’s expectation as far as he has the competence in his job. Competence is often divided into two types: soft skill competency or the type of competency which is closely related to the ability to manage the job, the human inter-relation, and the interaction with other people, and hard skill competency or the type of competency which is closely related to functional or technical capabilities of the job. The aim of this research was to know and to analyze the influence of emotional intelligence on work productivity of the palm oil factory employees of Unit Kebun Gunung Bayu PT Nusantara IV (Incorporated) and the factors which influenced the employees’ emotional intelligence. The theories used in this research were the theories of the emotional intelligence and the work productivity of employees.
This research was the descriptive quantitative using a survey approach. The nature of the research was to describe or to explain (descriptive explanatory research). The data were collected by conducting interviews, using questionnaires and documentation studies. 60 people were used as the samples. The variables were measured by Likert scale. The first hypothesis was tested by using simple linear regression analysis, and the second hypothesis was tested by using multiple linear regression analysis through F- test and t-test in order to know the influence of the independent variable on the dependant variable at the reliability level of 95% (α = 0,05).
The results of the research showed that the first hypothesis, based on the t-test of emotional intelligence, had significant influence on the work productivity of employees of palm oil factory of Kebun Gunung Bayu Unit PT Nusantara IV (Incorporated). In the second hypothesis, based on the simultaneous test (F-test), it was found out that the factors of awareness, self adjustment, motivation, empathy, and social skill had significant influence on the emotional intelligence of employees of palm oil factory of Kebun Gunung Bayu Unit PT Nusantara VI (Incorporated). Partially (t-test), it was known that the factors of empathy and social skill had significant influence on the emotional intelligence of the factory workers. The social skill factors had dominant influence on the emotional intelligence of employees of palm oil factory of Kebun Gunung Bayu Unit PT Nusantara IV (In corporate).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Era globalisasi merubah segalanya menjadi cepat, hal ini menuntut organisasi
untuk membuka diri terhadap beragam tuntutan perubahan, dan berupaya untuk
menyusun strategi serta berbagai kebijakan yang sesuai dengan lingkungan baru, baik
lingkungan eksternal maupun lingkungan internal.
Lingkungan eksternal lebih banyak melihat pada sisi luar organisasi yang
meliputi munculnya ekspansi global, persaingan domestik dan skala internasional,
perubahan karakteristik demografi, karakteristik angkatan kerja, kemajuan teknologi,
otomasi dan sistem robotik. Sedangkan perubahan lingkungan internal lebih banyak
melihat berbagai faktor yang berada di dalam organisasi yang meliputi nilai-nilai dan
budaya, program pengembangan, struktur organisasional, pengendalian dan lain
sebagainya.
Untuk memenuhi tuntutan di era globalisasi, seorang karyawan harus mampu
bekerja sesuai dengan harapan perusahaan jika ia memiliki kompetensi yang sesuai
dengan pekerjaannya. Secara luas, kompetensi dapat diartikan sebagai kombinasi
antara keterampilan (skill), sikap (atribut personal), dan pengetahuan (knowledge)
yang tercermin melalui perilaku kerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan
dievaluasi. Di sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe yaitu
untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun
interaksi dengan orang lain, contohnya adalah kepemimpinan, komunikasi, hubungan
sosial dan lain-lain. Sedangkan kompetensi yang kedua sering disebut dengan hard
skill competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional
atau teknis suatu pekerjaan.
Memasuki abad 21, paradigma lama tentang anggapan bahwa Intelligence
Quotient (
Produktivitas kerja karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam
keberhasilan pencapaian tujuan di suatu perusahaan. Seorang tenaga kerja dinilai
produktif jika yang bersangkutan mampu menghasilkan output lebih banyak dalam
satuan waktu tertentu. Jika produktivitas kerja hanya dikaitkan dengan waktu saja,
maka jelas kiranya bahwa produktivitas kerja sangat tergantung pada segi
keterampilan dan keahlian tenaga kerja secara fisik.
IQ) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang juga sering dijadikan
parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia, digugurkan
oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang ikut menentukan
terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Banyak penelitian
menyimpulkan bahwa produktivitas kerja seseorang lebih banyak ditentukan oleh
kecerdasan emosional jika dibandingkan dengan IQ yang dimilikinya. Melalui
banyak penelitian juga dikatakan bahwa kecerdasan emosional akan terus mengalami
perkembangan sejalan dengan bertambahnya umur seseorang. Berbeda dengan IQ
yang akan mengalami penurunan atau menjadi lambat dalam proses pembelajaran
Namun produktivitas kerja karyawan tidak tergantung pada segi keterampilan
fisik saja (hard skill competency) tetapi juga kemampuan soft skill competency.
Kemampuan soft skill competency karyawan khususnya kecerdasan emosi sangat
menunjang keberhasilan tujuan perusahaan. Kecerdasan emosi mencakup
kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan
akademik, yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan
Intelligence Quotient
Melakukan pekerjaan dalam suatu organisasi yang diatur oleh berbagai
peraturan, pedoman kerja, disiplin tertentu dan standar kerja tidak saja memerlukan
tingkat kemampuan intelektual (IQ) tetapi juga kemampuan-kemampuan lain yang
sangat berperan, yaitu kecerdasan emosional (EQ). (IQ).
Banyak perusahaan telah menganggap bahwa produktivitas tidak hanya bisa
dicapai melalui peningkatan keterampilan fisik saja (hard skill competency) tetapi
juga perusahaan berupaya bagaimana meningkatkan keterampilan soft skill
competency karyawannya. Begitu juga halnya di pabrik kelapa sawit unit Gunung
Bayu di PT. Nusantara IV (persero) tidak hanya membutuhkan karyawan yang
memiliki kompetensi dibidang produksi atau hard skill saja, namun juga
membutuhkan suatu keterampilan keterampilan soft skill seperti keterampilan
berkomunikasi, bersosialisasi, membina hubungan dengan karyawan, memiliki rasa
empati sesama karyawan, kesadaran diri, dan pengaturan diri. Keterampilan soft skill
inilah yang dapat mempengaruhi peningkatan kecerdasan emosional karyawan pabrik
kecerdasan emosional karyawan pabrik diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas kerja karyawan.
Pimpinan pabrik kelapa sawit unit Gunung Bayu di PT. Nusantara IV (persero)
telah berupaya melakukan peningkatan produktivitas kerja karyawannya dengan
berbagai cara misalnya pelatihan karyawan, peralatan seperti mesin-mesin yang baru,
penerangan ruangan, pendingin ruangan. Berbagai fasilitas pendukung seperti
perumahan karyawan, poliklinik/puskesmas, keamanan, dan sekolah serta rumah
ibadah dapat dikatakan telah cukup memadai untuk melakukan kerja secara efektif
dan efisien.
Namun sampai saat ini masih dirasa belum dapat mencapai pada tingkatan
yang diinginkan perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari data produksi pabrik kelapa
sawit PTP Nusantara IV Gunung Bayu tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 yang
mengalami penurunan kualitas Randemen (CPO) persen/Kg, hal inilah yang menjadi
fenomena-fenomena yang dialami oleh Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan
Nusantara IV (Persero) Unit Kebun Gunung Bayu. Untuk lebih jelasnya dibawah ini
ditampilkan data produksi pabrik kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV
Tabel 1.1. Data produksi pabrik PTP Nusantara IV Gunung Bayu selama 7
Sumber: PT. Nusantara IV Pabrik Gunung Bayu (2010)
Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa mulai dari tahun 2004
sampai dengan 2010 hasil kadar rendemen yang dihasilkan pabrik masih dibawah
standar, idealnya kadar rendemen yang bermutu tinggi adalah 23,00 %/Kg. Hal ini
menunjukkan bahwa produktivitas karyawan secara menyeluruh masih rendah.
Permasalahan yang ada di pabrik bukan terletak pada jumlah hasil CPO tetapi
bagaimana meningkatkan kadar kualitas minyak CPO. Kualitas minyak CPO diukur
dengan tingkat kadar rendemen. Faktor yang mempengaruhi tingkat kadar rendemen
adalah kadar air (air yang terdapat CPO), kadar kotoran (kotoran yang terdapat dalam
CPO) dan ALB (Asam, Lemak, Basah) yang terdapat dalam CPO). Karyawan pabrik
bekerja mengolah minyak kelapa sawit yang menghasilkan tingkat kadar rendemen
yang tinggi. Mulai dari proses perebusan biji kelapa sawit yang sudah masak sampai
kepada proses pemurnian dan penjernihan minyak. Dibutuhkan tingkat ketelitian dan
rendemen yang tinggi. Disamping kemampuan fisik ternyata diprediksi bahwa
kemampuan mental setiap karyawan, membina hubungan yang baik antar karyawan,
prilaku karyawan sangat berperan penting dalam meningkatkan kadar rendemen
minyak kelapa sawit yang tinggi. Target yang ditetapkan oleh pabrik adalah
bagaimana menghasilkan kadar rendemen di atas 23,00%.Kg.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas perumusan masalah dalam pembahasan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana pengaruh kecerdasan emosi terhadap produktivitas kerja karyawan
pada Pabrik Kelapa Sawit Unit Gunung Bayu PT. Nusantara IV (Persero)?
2. Sejauh mana pengaruh kesadaran diri (X1), pengaturan diri (X2), motivasi (X2),
empati (X3) dan keterampilan sosial (X4) terhadap tingkat kecerdasan emosi (Y)
karyawan pada Pabrik Kelapa Sawit Unit Gunung Bayu PT. Nusantara IV
(persero)?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap
produktivitas kerja karyawan pada pabrik kelapa sawit unit Gunung Bayu PT.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kesadaran diri, pengaturan diri,
motivasi, empati dan keterampilan sosial terhadap kecerdasan emosional
karyawan pada pabrik kelapa sawit unit Gunung Bayu PT. Nusantara IV
(persero).
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Sebagai bahan masukan bagi pabrik kelapa sawit unit Gunung Bayu PT.
Nusantara IV (persero) tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap
produktivitas kerja karyawan.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan
hal-hal yang berhubungan dengan Manajemen Sumber Daya Manusia
khususnya yang berkaitan dengan kecerdasan emosional karyawan.
3. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti permasalahan
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Penelitian Terdahulu
Mustafa (2007), meneliti dengan judul ”Pengaruh Kecerdasan Emosi
Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Fungsi Operasi dan Penunjang PT.
Pertamina (Persero) Unit Pengolahan Balongan Indramayu.” Pengujian hipotesis
menggunakan analisis regresi linear berganda dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Hasil uji serentak memperlihatkan bahwa 96,2% tinggi rendahnya
produktivitas kerja karyawan dipengaruhi kecerdasan emosional karyawan sedangkan
sisanya 3,87%. Jadi dapat disimpulkan ada pengaruh yang sangat kuat dimensi
kecerdasan emosional secara serentak terhadap produktivitas kerja karyawan. Hasil
uji F memperlihatkan F=535,204 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000.
Menggunakan standar taraf signifikansi dalam pengujian (5%), maka hasil pengujian
tersebut dapat disimpulkan “secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat kuat dan
signifikan kecerdasan emosi terhadap produktivitas kerja karyawan.
Febrian (2009), meneliti judul “Pengaruh Pelatihan dan Kecerdasan emosional
terhadap Kinerja Karyawan PT. Coca Cola Bottling North Sumatra Operation”.
Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05). Nilai Fhitung (63,805) lebih besar daripada nilai Ftabel
pelatihan, dan kecerdasan emosional secara serempak berpengaruh sangat signifikan
terhadap kinerja pegawai pada PT Cocacola Bottling North Sumatra Operation.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Tentang Kecerdasan Emosional
Menurut Cooper dan Sawaf (1997) organisasi berada ditengah-tengah revolusi
bisnis. Dengan sengaja tanpa perdebatan mengarah ke perubahan dari kecerdasan
Inteligent (IQ) ke kecerdasan emosi (EI). Nilai ekonomis dari kecerdasan/inteligen
emosional telah tersebut secara ekstensif dalam penelitian perilaku keorganisasian
masa kini. Kecerdasan emosional sangat penting dalam organisasi karena, ”dari
perspektif pekerjaan, perasaan akan mengarahkan kepada mereka untuk memudahkan
atau mempersulit pencapaian tujuan. (Goleman, 1998 : 287). Di era informasi
kemampuan emosional menjadi keahlian yang sangat penting bagi manusia untuk
mengerjakan pekerjaan melalui kerja sama dengan orang lain dan kemampuan
mereka untuk mengkomunikasikan secara efektif disamping keahlian teknis.
Menurut Goleman (2007 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk
bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam
diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
Goleman (2007 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi, yaitu :
a. Amarah : Beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : Pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus
asa
c. Rasa takut : Cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri
d. Kenikmatan : Bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta : Penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
f. Terkejut : Terkesiap, terkejut
g. Jengkel : Hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. Malu : Malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa semua emosi menurut Goleman
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu
mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap
stimulus yang ada. Dalam The Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara
filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah
menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih
dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan
kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak
bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan
cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2007 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya
khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam
dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi
setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih
bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh
Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan
tekanan lingkungan (Goleman, 2007 :180).
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2007 :
50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang
penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan
yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial,
kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh
Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai
kecerdasan emosional.
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka,
Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah
ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri
sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan
modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2007 :
52).
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi
itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat
suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antar
pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses
menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan
perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.
(Goleman, 2007 : 53).
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
(Goleman, 2007:57) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal
untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri
individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan
orang lain.
Pada tahun 1995, seorang psikolog dan wartawan bernama Daniel Goleman
menerbitkan tulisannya tentang Emotional Intelligence, yang disusun berdasarkan
atas. Kecerdasan Emosional didefinisikan sebagai kemampuan secara terus
menerus untuk memotivasi diri sendiri dalam keadan frustasi; mengendalikan
gerakan hati dalam suasana kegembiraan; pengendalian suasana hati yang
dikarenakan kelebihan beban berfikir; berempathi dan selau optimis (Goleman,
2007). Menurut Goleman (2007 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our
emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
(the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Cooper dan Sawaf (1997) menjelaskan bahwa, “kecerdasan emosi adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan kekuatan dan
kekuasaan emosi sebagai sumber energi manusia, informasi, hubungan dan
pengaruh.” Dengan pemahaman kecerdasan emosi ini menjelaskan bahwa pemimpin
yang memiliki kesadaran pengendalian emosi dapat mempengaruhi emosi orang lain.
Kecerdasan emosi sangat penting bagi pemimpin karena orang yang memiliki
kemampuan untuk mengendalikan hal-hal negatif cenderung menjadi layak.
Pemimpin menciptakan lingkungan yang saling percaya, menghormati, dan adil serta
dapat bertindak sebagai panutan dalam peningkatan hasil dan produktivitas. (Harvard
Business Review, 2004 dalam Brown, 2005: 5)
Menurut Bar-on ( Jones, 2007: 39) kecerdasan emosional didefinisikan
sebagai suatu kemampuan noncognitive, dan ketrampilan yang mempengaruhi
dan memaksa. Lebih Lanjut menurut Mayer & Salovey (1997:87) Kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan emosi, untuk mengakses dan menghasilkan
emosi agar supaya dapat membantu dipikirkan, untuk memahami emosi dan
pengetahuan emosional dan untuk mengatur emosi secara tepat agar supaya dapat
mempromosikan emosional dan pertumbuhan intelektual. Lebih lanjut kecerdasan
emosi merupakan kemampuan untuk berbicara dengan dan tentang emosi,
mengkombinasikan perasaan dengan pikiran, menggambarkan kecerdasan emosi
sebagai “anggota dari kelas kecerdasan yang terdiri dari kecerdasan sosial,
kecerdasan praktikal, dan kecerdasan pribadi.” (Mayer, Salovey & Caruso, 2004:197)
Kecerdasan emosional dianggap sebagai keahlian (Goleman, 2007), sifat
(Mayer & Salovey, 1997), atau kombinasi dari keduanya (Robets, Zeidner &
Matthews, 2001). Penelitian kecerdasan emosional dewasa ini difokuskan dalam
dampaknya terhadap performance karyawan (Bar-On, 1997; Goleman, 1995; Salovey
& Mayer, 1990)
2.2.1.1. Sejarah Kecerdasan Emosional dan Perkembangannya
Dalam bidang psikologi, akar dari teori kecerdasan emosional (EI) mulai
muncul sejak permulaan pengujian kecerdasan intelligent (IQ). E.L. Thorndike,
(1920) Profesor psikologi pendidikan pada Columbia University Teachers College,
adalah salah seorang pertama yang mendidentifikasikan aspek-aspek dari kecerdasan
emosi yang dia sebut dengan “kecerdasan sosial”. Thorndike mendefinisikan
kecerdasan sosial sebagai “the ability to understand and manage men and women,
Selanjutnya pada tahun 1937, Thorndike and Stern mengidentifikasikan tiga
area perbedaan sebagai perluasan terhadap kecerdasan sosial, yaitu sifat mengarah ke
masyarakat, pengetahuan sosial, dan tingkat derajat penyesuaian sosial (attitute
toward society, social knowledge, and degree of social adjustment). (Thorndike
dalam Smith, 2005:12). Sayang pekerjaan pioner ini dilewatkan ataupun dilupakan.
Tahun 1940-an Penelitian di Ohio State Leadership Studies mengusulkan
bahwa “consideration” adalah aspek penting dalam kepemimpinan yang efektif.
Lebih spesifiknya dari penelitian ini mengusulkan bahwa pemimpin yang dapat
membangun “kepercayaan yang menguntungkan, rasa hormat, dan hubungan yang
hangat dan keramahan” dengan anggota dari kelompoknya akan menjadi lebih efektif.
Di tahun 1952, David Wechsler, yang mengembangkan secara luas penggunaan IQ
test yang menunjukkan bahwa “affective capacities” sebagai bagian dari kemampuan
repetoir manusia. (Wechsler dalam Smith, 2005:12). Wechsler mendefinisikan
kemampuan (intelligence) sebagai kemampuan keseluruhan atau kemampuan global
dari individu untuk bertindak secara penuh arti, untuk berpikir secara rasional dan
untuk menghadapi lingkungannya secara efektif.
Tahun 1983, Gardner, seorang psikolog Harvard, salah seorang yang
membantu kebangkitan Emotional Intelligence(EI). Gadner merupakan salah seorang
yang menunjukkan perbedaan antara kemampuan intelektual dengan kemampuan
emosional. Gardner memperkenalkan teori Multiple Intelligence (MI) tahun 1983.
Dalam teori ini menidentifikasikan delapan kemampuan (intelligences) yaitu:
(kemampuan untuk memahami manusia dan hubungannya), and intrapersonal (untuk
mengakses kehidupan emosional seseorang dengan tujuan untuk memahami dirinya
dan orang lain) and naturalist.(Gardner dalam Law, et al, 2008: 2)
Kemampuan lingustik (Linguistic intelligence) adalah kemampuan untuk
menggunakan kata-kata yang efektif dan verbal, kemampuan untuk memanipulasi
sintak, fonologi, semantik dan aspek pragmatik dalam bahasa. Kemampuan logis dan
matematik (Logical or mathematical intelligence) adalah kemampuan untuk
menggunakan angka-angka dan alasan secara efektif. Seseorang dengan kemampuan
logis yang tinggi cenderung sensitif terhadap pola logis, hubungan, proposisi (sebab
dan akibat), kategori, inferensi, generalisasi, kalkulasi dan pengujian hipotesis.
Kecerdasan spatial (spatial intelligence) adalah memampuan untuk menerima visual
dunia secara tepat dan dapat melaksanakan perubahan berdasarkan apa yang
dipersepsikan. Seseorang dengan kemampuan spatial cenderung memiliki kepekaan
terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungannya diantara elemen-element
tersebut. Kemampuan bodi-kinetik (Bodily-kinesthic intelligence) adalah kemampuan
seseorang dengan menggunakan anggota seluruh badan untuk menyatakan gagasan
dan perasaan dan untuk merasakan dunia orang lain. Kecerdasan ini meliputi
keterampilan fisik yang meliputi kordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan,
fleksibilitas. Kemampuan musikal (musical intelligence) adalah kemampuan untuk
menerima, membedakan dan mengekpresikan bentuk musik. Kemampuan ini
menyangkut kepekaan terhadap irama, tangga nada dan melodi dan warna dari suatu
Gardner menggambarkan kemampuan sosial sebagai kemampuan
inter-pribadi dan kemampuan intra-inter-pribadi (inter-personal and intrapersonal intteligence).
Kemampuan inter-pribadi adalah kemampuan untuk menerima dan merasakan
suasana hati, niat, motivasi dan perasaan orang lain Kemampuan intra-pribadi adalah
pengetahuan diri pribadi dan kemampuan untuk bertindak adaptif atas dasar
kemampuan tersebut. Kemampuan ini mencakup suatu gambaran yang akurat tentang
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, niat, suasana hati, perangai, motivasi, hasrat dan
kemampuan untuk disiplin diri, dan pemahaman diri. Gardner dalam Law, et al, 2008:
3-4). Gardner mengungkapkan “IQ penting, tetapi bukan segala-galanya. Banyak
orang yang memiliki IQ tinggi bekerja dengan orang yang memiliki IQ yang lebih
rendah memiliki kemampuan emosional yang tinggi.”
Tahun 1988, Bar-On (Smith, 2005:16), dalam disertasi doktornya
menggunakan istilah “emotional quotient (EQ)” lama sebelum istilah tersebut
dikenal luas dengan nama kecerdasan emosional (emotional intelligence). Kemudian
Bar-On mendefinisikan kemampuan emosional sebagai suatu kemampuan dan
pengetahuan sosial yang dapat mempengaruhi keseluruhan kemampuan seseorang
secara efektif dengan lingkungannya.
Istilah kecerdasan emosional pertama sekali diusulkan pada tahun 1990 oleh
Jack Mayer, seorang profesor psikologi dari Universitas New Hampshire dan Peter
Salovey, seorang ahli psikologi dari Yale. Salovey dan Mayer (1990),
menggambarkan kecerdasan emosional sebagai "suatu bentuk kecerdasan sosial yang
dimiliki, dan mampu membedakan di antaranya, serta menggunakan informasi ini
untuk membimbing pemikiran serta tindakan". Menurut identifikasi yang dilakukan
oleh Mayer dan Salovey terdapat Empat bagian dari kecerdasan emosional, yaitu:
1. Pengidentifikasian emosi : kemampuan untuk mengenalisa satu perasaan yang
dimiliki dan perasaan tersebut ada di sekitar mereka.
2. Pemahaman Emosi : kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memahami
emosi, seperti apa yang diistilahkan Mayer dan Salovey sebagai "emotional
chains" – transisi dari satu emosi ke lainnya.
3. Menggunakan emosi : kemampuan untuk mengakses satu emosi dan alasannya
(menggunakannya untuk membantu berpikir dan mengambil keputusan).
4. Mengelola emosi : kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri dan
mengaturnya.
Banyak para ahli mengkontribusikan ilmunya dalam pengembangan ilmu
pengetahuan tentang kemampuan emosional. Daniel Goleman, CEO of
Emotional Intelligence Service, dalam bukunya, Emotional Intelligence, adalah
yang pertama mempopulerkan ide bahwa kemampuan emosional sama
pentingnya dengan kemampuan inteligennya bagi kesuksesan hidup
manusia.(Goleman, 1998). Goleman mengungkapkan bahwa terdapat dua
komponen dalam kecerdasan emosional yaitu keahlian personal dan keahlian
sosial. Keahlian personal terdiri dari kesadaran diri sendiri, pengaturan diri, dan
Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami
suasana hati diri sendiri, emosi dan dampaknya terhadap orang lain. Seseorang
yang memiliki kesadaran diri menyadari hubungan antara apa yang dirasakan,
apa yang dipikirkan, apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan orang lain.
Goleman (2007) mengadakan studi kepada para pemimpin dan menemukan
bahwa ada beberapa kemampuan yang berbeda antara pemimpin yang superior
dan pemimpin yang tidak superior. Pemimpin yang efektif menunjukkan
kesadaran diri dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Mereka memiliki
kemampuan untuk menilai kekuatan dan keterbatasan mereka sendiri. Menurut
Goleman (2007), Kesadaran diri barangkali merupakan keahlian emosional
yang paling utama. Seseorang yang memiliki kesadaran diri yang rendah akan
sangat berbahaya terhadap hubungan pribadinya seperti halnya dengan karirnya.
Keahlian pribadi yang kedua adalah pengaturan diri atau penguasaan diri
yang merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan emosi (
self-control); untuk tetap tenang dan fokus terhadap tugas yang ada. Seseorang yang
memiliki penguasaan diri cenderung untuk memahami perbedaan pandangan
orang lain. Hal lain yang berkaitan dengan pengaturan diri atau penguasaan diri
adalah dapat dipercaya, integritas (kejujuran), mendengarkan kata hati dan
memiliki rasa tanggung jawab terhadap tindakan diri sendiri. Seseorang yang
memiliki derajat pengaturan diri yang tinggi cenderung merasa nyaman dan
terbuka terhadap gagasan, pandangan dan informasi baru. Individu dengan
pribadi ditengah-tengah perubahan atau kesulitan. Kebahagiaan tidak begitu
saja terjadi. Kebahagiaan harus dilatih dan dipertahankan oleh setiap orang.
Motivasi, komponen ketiga dari keahlian personal mencakup komitmen,
optimisme, keyakinan, antusias dalam melakukan kegiatan tanpa memandang
uang atau status dan untuk mencapai tujuan dengan ketekunan dan kekuatan
yang dimiliki (Goleman, 2007). Individu yang termotivasi memiliki keinginan
kuat untuk berhasil dan tetap optimis, walaupun pada saat mengalami
kegagalan. Individu yang tidak termotivasi di lain pihak cenderung menjadi
pesimis dan menyerah lebih cepat. Seseorang yang memiliki kecerdasan
emosional yang tinggi cenderung memiliki stamina dan dan daya tahan yang
tinggi.
Keahlian keempat dan kelima yang merupakan keahlian sosial yang
cenderung untuk dilakukan pemahaman dan pengembangan yang lebih
dibanding dengan keahlian yang lain. Empati merupakan kemampuan untuk
memahami emosi orang lain. Sebagai hasil dari pemahaman ini, seseorang yang
memiliki rasa empati cenderung untuk memperlakukan orang lain menurut
emosionalnya. Seseorang tersebut dapat membangun dan mempertahankan
bakat, memiliki kepekaan terhadap keanekaragaman budaya, menghargai
pandangan yang berbeda dan menghindari konflik yang tidak produktif.
Keterampilan sosial atau keahlian inter-pribadi mencakup kecakapan dalam
2.2.1.2. Kecerdasan Emosional kaitannya dengan Organisasi Bisnis
Konsep kecerdasan emosional banyak diterapkan dalam organisasi
perusahaan, Goleman, Mayer dan Salovey mengatakan bahwa kecerdasan emosional
lebih penting dibandingkan kemampuan koqnitif atau keahlian teknis. Goleman
mengatakan, “Penjelasan tentang nilai organisasi, jiwa, dan misi mendorong kepada
keyakinan diri terhadap pengambilan keputusan perusahaan.” (Goleman, 1998:281).
Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang berinteraksi dan
mengkontribusikan kepada fleksibilitas organisasi, adaptasi, perubahan manajemen
dan kesuksesan organisasi. Perusahaan yang bekerja keras untuk meraih tujuan
dengan penggunaan soft skill, seperti emosi dihubungkan dengan kepemimpinan yang
efektif dan kesuksesan organisasi. (Brooks, 2003). Oleh karenanya hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kemampuan lainnya perlu diselidiki. Yang menarik adalah
untuk melihat saling pengaruh antara kecerdasan emosi dengan kecerdasan praktis
dan hubungan keduannya terhadap organisasi.
Buku Goleman (1998, 2007) dengan judul Emotional Intelligence, dan
Working with Emotional Intelligence memberikan konsep bahwa kecerdasan
emosional dapat diterapkan dalam dunia bisnis. Dalam beberapa bagian dari
perusahaan seperti komunikasi, pemasaran, kepemimpinan dan keuangan
kepercayaan, integritas dan kesadaran organisasi adalah wilayah dimana kecerdasan
emosional itu diterapkan. (Caruso, Bienn, & Kornacki, 2006; Humber, 2002).
Menurut Ferdowsian dalam Jones, (2007: 34) produktif, efisiensi dan efektif
menaikkan tingkat kinerja mereka, organisasi akan dapat menjadi produktif dan
kompetitif. Peningkatan produktivitas organisasi berasal dari peningkatan
produktivitas individu, efektivitas dan kreatifitas. Penelitian Fedowsian (2002)
mengungkapkan bahwa kepemimpinan, lingkungan, kecerdasan emosional dan
motivasi mengarah kepada kinerja karyawan. Penelitian lain mengatakan bahwa
manager yang memiliki kinerja yang efektif ditandai dengan rating yang tinggi pada
tingkat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosi memiliki kontribusi yang positif
terhadap kinerja karyawan. Kecerdasan emosi akan mempengaruhi hubungan dengan
pelanggan. Iklim kerja yang buruk yang berasal dari konflik, interaksi tim yang
lemah, moral yang rendah akan berdampak kepada kinerja. Pelatihan kecerdasan
emosi dapat dijadikan pelengkap dari keahlian-keahlian yang lain pada suatu
organisasi atau individu, dan oleh karena itu keahlian tersebut dapat digunakan pada
kondisi perubahan organisasi, peningkatan kinerja, membangun tim kerja dan lain
sebagainya.
Menurut Goleman (1998) dalam penelitiannya pada tingkat Master of
Business Administration (MBA) mengatakan bahwa terdapat tiga kemampuan yang
diinginkan oleh perusahaaan yaitu kemampuan komunikasi, kemampuan
interpersonal dan inisiatif. Ketika proses penggabungan antara keahlian analisis dan
keahlian emosional dilakukan, maka pimpinan memberikan kontribusi untuk
peningkatan produktivitas dan kualitas kerja bawahannya. Keahlian interpersonal
dengan orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda merupakan hal yang
penting dalam kesuksesan di dunia kerja. (Gardner, 1993; Goleman, 1998).
Goleman mengatakan walaupun kemampuan intelektual dan kemampuan
teknikal penting pemimpin yang efektif cenderung memiliki kecerdasan emosional
yang tinggi. Dia mengidentifikasikan ada tiga kategori keahlian pemimpin yang
khusus yaitu keahlian teknikal (seperti insinyur, dan akuntan); kemampuan koqnitif
(seperti berpikir kritis) dan kemampuan menunjukkan kecerdasan emosional (seperti
kemampuan untuk bekerja baik dengan orang lain). Goleman (2007) menemukan
bahwa keahlian intelektual dan keahlian koqnitif akan mengarah kepada peningkatan
kinerja. Bagaimanapun, ketika dia menganalisa rasio terhadap keahlian teknikal, IQ
dan kecerdasan emosional, kecerdasan emosional terbukti menjadi dua kali lebih
penting dari pada komponen yang lain. Pemimpin dalam abad ke-21 membutuhkan
keahlian baru yang dapat dihubungkan dengan kecerdasan emosi. Hawley (dalam
Brooks & Nafukho, 2006: 122) mengatakan bahwa “pemimpin masa depan adalah
pemimpin yang dapat menunjukkan empati yang besar dan perhatian terhadap orang
lain dan pemimpin yang tidak bersandar pada posisi dan status mereka”.
2.2.2. Teori Tentang Produktivitas Kerja
2.2.2.1. Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas secara umum (menyeluruh) dapat diartikan sebagai hubungan
antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan,
uang). Dibidang industri, produktivitas mempunyai arti ukuran yang relatif nilai atau
dan aktivitas; sebagai ukuran yaitu seberapa baik menggunakan sumber daya dalam
mencapai hasil yang diinginkan (Ravianto, 1991). Selanjutnya Webster (dalam
Yatman dan Abidin, 1991) memberikan batasan tentang produktivitas yaitu: (a)
keseluruhan fisik dibagi unit dari usaha produksi, (b) tingkat keefektifan dari manajer
produksi di dalam penggunaan aktivitas untuk produksi, dan (c) keefektifan dalam
penggunaan tenaga kerja dan peralatan. Dalam setiap kegiatan produksi, seluruh
sumber daya mempunyai peran yang menentukan tingkat produktivitas, maka sumber
daya tersebut perlu dikelola dan diatur dengan baik.
Tohardi (2002) menyatakan bahwa produktivitas kerja merupakan sikap
mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada.
Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik hari ini
daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
Pendapat tersebut didukung oleh Ravianto (1991) yang mengatakan
produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa kehidupan hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan hari esok
lebih baik dari hari ini. Sikap yang demikian akan mendorong seseorang untuk tidak
cepat merasa puas akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan.
Aigner dalam Hidayat (1993) menyatakan bahwa filsafat mengenai
produktivitas sudah ada sejak awal peradapan manusia, karena makna produktivitas
adalah keinginan dan upaya manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan
keinginan untuk membuat hari ini daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik dari
hari ini.
Ada tiga aspek utama yang perlu ditinjau dalam menjamin produktivitas yang
tinggi yaitu: (a) aspek kemampuan manajemen tenaga kerja, (b) aspek efisiensi
tenaga kerja, dan (c) aspek kondisi lingkungan pekerjaan. Ketiga aspek tersebut
saling terkait dan terpadu dalam suatu sistem dan dapat diukur dengan berbagai
ukuran yang relatif sederhana (Singodimendjo, 2000). Produktivitas kerja harus
menjadi bagian yang tidak boleh dilupakan dalam penyusunan strategi bisnis, yang
mencakup bidang produksi, pemasaran, keuangan dan bidang lainnya.
Selanjutnya dijelaskan bahwa orang yang mempunyai sikap tersebut didorong
untuk menjadi dinamis, kreatif, inovatif, serta terbuka, namun tetap kritis dan tanggap
terhadap ide-ide baru dan perubahan-perubahan. Dalam kaitannya dengan tenaga
kerja, maka produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara hasil yang
dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Singodimedjo (2000)
mengemukakan rumusan umum dari produktivitas kerja yang mengandung
pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan
sumber daya yang digunakan (input). Atau yang didefinisikan sebagai indeks
produktivitas ( IP) yaitu:
Hasil yang dicapai Output
= =
Sumber daya yang digunakan Input
Produktivitas kerja memerlukan perubahan sikap mental yang dilandasi
kerja hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan cara kerja hari esok lebih
baik dari hari ini. Peningkatan produktivitas dilakukan oleh pribadi yang
dinamis dan kreatif. Uraneck dan Geoller (dalam Ravianto, 1991) memberikan
tiga belas langkah membina pribadi yang dinamis dan kreatif yaitu: (1)
kemampuan otak untuk menghasilkan gagasan yang tak terbatas jumlahnya, (2)
memperoleh gairah hidup untuk menunjang pribadi yang dinamis, (3)
memecahkan masalah hidup, dengan berhasil baik dan penuh dengan daya cipta,
(4) memanfaatkan waktu lebih baik, sehingga dapat menambah penghasilan, (5)
melontarkan gagasan kepada orang lain sehingga bisa mendatangkan hasil
pelaksanaan yang memuaskan, (6) mengembangkan suatu kepribadian yang
dinamis sepanjang hari, (7) memperbanyak penghasilan, (8) dapat berhasil
dalam bidang pekerjaan yang dipilih, (9) membuat gagasan dapat diterima
orang lain dengan cara yang leibih efektif, (10) membimbing orang lain dengan
cara yang lebih efektif, (11) membina hidup berumah tangga dan pribadi yang
lebih dinamis, (12) menikmati hidup dan memanfaatkan sebanyak mungkin
unsur-unsur dalam kehidupan, (13) menjadi manusia yang lebih baik.
Kussrianto (1990) menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu.
Peran serta tenaga kerja di sini adalah penggunaan sumber daya serta efesien
2.2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja.
Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu
meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun
faktor lain seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja,
motivasi, giji dan keseharan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja,
iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen, dan prestasi (Ravianto, 2001).
Menurut Simanjuntak (2003), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas kerja karyawan, yaitu:
1. Pelatihan
Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan
dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu
latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus
memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para
karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat,
serta dapat memperkecil atau meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah
dilakukan. Stoner (1991) mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas
bukan para pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan
karyawan yang paling utama. Dari hasil penelitiaan beliau menyebutkan 75%
peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan
2. Mental dan Kemampuan fisik Karyawan
Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk
menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan.
3. Hubungan antara atasan dan bawahan
Hubungan antara atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang
dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh
mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang saling
jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam
bekerja. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan dengan baik, maka
karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses
produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.
Sedangkan Tiffin dan Cormick dalam Siagian (2003) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua
golongan yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik
individu, kelelahan dan motivasi.
2. Faktor yang ada di luar individu yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan,
waktu, istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial dan
keluarga.
Dengan demikian jika karyawan diperlakukan secara baik oleh atasan atau
berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan
berpengaruh pada tingkat produktitas kerja.
2.2.2.3. Pengukuran Produktivitas Kerja.
Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan yang
ada di perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan
terlaksan secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan
dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut Sutrisno (2009 : 111) untuk
mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator, yaitu sebagai berikut:
1. Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang
karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta
profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.
2. Meningkatkan hasil yang dicapai.
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu
yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati
hasil pekerjaan tersebut. Jadi upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja
bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.
3. Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dpat
dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian
4. Pengembangan diri.
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.
Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan
dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya,
pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi
lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan
untuk meningkatkan kemampuan.
5. Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu.
Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja
seorang pegawai. Jadi meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil
yang terbaik pada gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan diri
sendiri.
6. Efisiensi
Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang
digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang
memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.
2.2.2.4. Upaya Peningkatan Produktivitas
Bahwa peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah
keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal
meningkatkan produktivitas kerja, sebagian diantaranya berupa etos kerja yang harus
dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi.
Yang dimaksud etos kerja ialah norma-norma yang bersifat mengikat dan
diterapkan secara eksplisit serta praktik-praktik yang diterima dan diakui sebagai
kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan
kekaryawan para anggota suatu organisasi. Sedangkan faktor-faktor tersebut menurut
Siagian (2002) adalah:
1. Perbaikan terus-menerus.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah
bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus
menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang
penting sebagai bagian dari filsafat manajemen muthakir. Pentingnya etos
kerja ini terlihat dengan lebih jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi
selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus menerus berubah, baik secara
internal maupun eksternal. Tambahan pula ada ungkapan yang mengatakan
bahwa satu-satunya hal yang konstan di dunia adalah perubahan. Secara
internal perubahan yang terjadi adalah perubahan strategi organisasi,
perubahan pemanfaatan teknologi, perubahan kebijaksanaan, dan perubahan
dalam praktik sumber daya manusia sebagai akibat diterbitkan
perundang-undangan baru oleh pemerintah dan berbagi faktor lain yang tertuang dalam
perubahan yang terjadi denganc epat karena dampak tindakan suatu organisasi
yang dominan perananya di masyarakat.
2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan.
Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus ialah
peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen
organisasi. Padahal mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang
dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi
menyangkut segala jenis kegiatan di mana organisasi terlibat. Berarti mutu
menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua satuan
kerja, baik pelaksana tugas pokok maupun pelaksana tugas penunjang dalam
organisasi. Peningkatan mutu tersebut tidak hanya penting secara internal,
akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercermin dalam interaksi
organisasi dengan lingkungannya yang pada gilirannya turut membentuk citra
organisasi di mata berbagai pihak di luar organisasi. Jika ada organisasi yang
mendapat penghargaan dalam bentuk ISO 9000, misalnya penghargaan ini
diberikan bukan hanya karena keberhasilan organisasi meningkatkan mutu
produknya, akan tetapi karena dinilai berhasil meningkatkan mutu semua
kenis pekerjaan dan proses manajerial dalam organisasi yang bersangkutan.
3. Pemberdayaan sumber daya manusia.
Bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam
organisasi. Karena itu memberdayakan sumber daya manusia merupakan etos
manajemen dalam khirarki organisasi. Memberdayakan sumber daya manusia
mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia,
perkaya mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen yang partidipatif
melalui proses demokratisasi dalam kehidupan berorganisasi.
2.3. Kerangka Konseptual
Produktivitas kerja karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam
keberhasilan pencapaian tujuan di suatu perusahaan. Seorang karyawan akan mampu
bekerja sesuai dengan harapan perusahaan jika ia memiliki kompetensi yang sesuai
dengan pekerjaannya. Secara luas, kompetensi dapat diartikan sebagai kombinasi
antara keterampilan (skill), sikap (atribut personal), dan pengetahuan (knowledge)
yang tercermin melalui perilaku kerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan
dievaluasi. Disejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe yaitu
soft skill competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan
untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun
interaksi dengan orang lain, contohnya adalah kepemimpinan, komunikasi, hubungan
sosial dan lain-lain. Sedangkan kompetensi yang kedua sering disebut dengan hard
skill competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional
atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk
beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni, sebagai contoh analisis