• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Sambungan Balok Dengan Kolom Menggunakan Sambungan Baut Berdasarkan SNI 03-1729-2002 Dibandingkan Dengan PPBBI 1983

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Sambungan Balok Dengan Kolom Menggunakan Sambungan Baut Berdasarkan SNI 03-1729-2002 Dibandingkan Dengan PPBBI 1983"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA SAMBUNGAN BALOK DENGAN KOLOM MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT BERDASARKAN SNI 03-1729-2002

DIBANDINGKAN DENGAN PPBBI 1983 Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Disusun oleh:

GRACE NENTA T. SITUMORANG 050404147

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Sambungan berguna untuk memindahkan gaya dari satu elemen ke elemen lainnya. Sambungan harus mampu memikul gaya yang dipindahkannya beserta gaya sekunder yang ditimbulkannya. Alat sambung memindahkan gaya melalui elemen penyambung serta meneruskannya ke elemen lain. Indonesia merupakan negara yang berada pada daerah rawan gempa sehingga konstruksi bangunan harus direncanakan untuk dapat memikul beban gempa sehingga menjadi bangunan yang layak secara struktural. Oleh karena itu, sambungan yang merupakan hal penting dalam perencanaan konstruksi baja juga harus direncanakan dengan dengan baik sehingga saat gempa terjadi pelelehan tidak terjadi pada sambungan. Perencanaan konstruksi baja mengalami beberapa perubahan yang hal ini telah diatur dalam peraturan terbaru yakni Tata Cara Perencanaan Bangunan Tahan Gempa untuk Struktur Baja SNI 03-1729-2002, di mana sebelumnya diatur dalam Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983 (PPBBI 1983).

Adapun tujuan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui efisiensi sambungan baut pada hubungan balok kolom berdasarkan SNI 03-1729-2002 dan dibandingkan dengan PPBBI 1983. Profil yang digunakan baik untuk balok dan kolom adalah profil WF. Mutu profil yang digunakan adalah ASTM A36 sedangkan untuk mutu pelat penyambung adalah BJ55. Baut yang digunakan adalah baut mutu tinggi. Mutu baut sebagai alat penyambung adalah A325.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas hikmat yang diberikan

kepada penulis hingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul

“Analisa Sambungan Balok dengan Kolom pada Portal Baja Menggunakan Sambungan Baut Berdasarkan SNI 03- 1729- 2002 Dibandingkan dengan PPBBI 1983 pada Wilayah Gempa 3 (Medan)”.

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang

harus dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Sub Jurusan Struktur pada

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyadari bahwa

penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan

banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa

terima kasih kepada:

1. Orang tua, Alm. Jonner Situmorang dan Rosma Pinta Sihotang yang telah

banyak berkorban bagi penulis sehingga dapat menikmati pendidikan

sampai sekarang dan adik, May Laura T. Situmorang yang juga mendukung

penulis selama ini dan membantu dalam pengeditan.

2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku pembimbing penulis yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing tiada hentinya

kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

(4)

5. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, Ir. Torang Sitorus dan Ir. Robert

Panjaitan selaku dosen pembanding.

6. Bapak/ Ibu dosen staff pengajar dan pegawai administrasi Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Buat B’Budi, Elli Wu, Yana dan Daniel Dianto yang banyak membantu dan

memberi masukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini dan teman-teman,

abang kakak dan adik-adik di Teknik Sipil.

8. Keluarga besar penulis; S. Sihotang & keluarga, Tante Rusmi, B’Velyn &

keluarga dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

9. Teman-teman di UP FT terkhusus B’Amran, Alm. B’Hendri, B’Iven, Chay,

Dian, Elli Wu, K’Melda, Ndak, Renny, Saor, Trisna, Alin, Yana, Wita,

Afry, Alvin, Monang, dan Elis.

10. Buat B’Herbet, B’Jeko dan K’Eva yang juga membantu penulis dalam dana

dan doa.

11. B’Jay yang juga mendukung dan memberi semangat kepada penulis di

akhir-akhir masa studi yang begitu banyak tantangan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun. Akhirnya penulis

berharap semoga Tugas Akhir ini memberi manfaat bagi yang membaca.

Medan, November 2011

Penulis,

Grace Nenta T. Situmorang

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR NOTASI...vi

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL...ix

I. BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Permasalahan...3

1.3 Tujuan Penulisan...4

1.4 Pembatasan Masalah...4

1.5 Metode Pembahasan...5

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1 Umum...6

2.2 Sambungan...10

2.3 Sambungan Baut...13

2.4 Persyaratan/ Ketentuan untuk Struktur Bangunan Baja Tahan Gempa...17

III. BAB III ANALISA SAMBUNGAN BALOK DENGAN KOLOM PADA PORTAL BAJA...22

3.1 Sambungan Penahan Momen...22

(6)

3.3 Analisa Sambungan Baut pada Balok dan Kolom Berdasarkan Tata Cara

Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI

03-1729-2002...24

3.4 Analisa Sambungan Baut pada Balok dan Kolom Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983 (PPBBI 1983)...32

IV. BAB IV APLIKASI...46

4.1 Umum...46

4.2 Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002...49

4.3 Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983 (PPBBI 1983)...62

V. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...70

5.1 Kesimpulan...70

5.2 Saran...71

(7)

DAFTAR NOTASI

= faktor reduksi beban

Rn = kuat nominal komponen struktur

Ru = pengaruh aksi terfaktor

V = gaya geser dasar rencana total

R = faktor modifikasi respons

Wt = berat total struktur

I = faktor kepentingan struktur

C = koefisien percepatan gempa

fub = kuat tarik baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

m = jumlah bidang geser

db = diameter baut pada daerah tak berulir

tp = tebal pelat

fu = tegangan tarik putus profil baja

µ = koefisien gesek

fy = tegangan leleh profil baja

tw = tebal penampang web

E = modulus elatisitas baja (200000 Mpa)

Ag = luas penampang kotor

An = luas penampang netto

(8)

s, u = jarak antarsumbu lubang pada arah sejajar dan tegak lurus sumbu

komponen struktur.

s1 = jarak sumbu baut ke tepi pelat

Ep = modulus elastisitas pelat

Eb = modulus elastisitas baut

tp = tebal pelat penyambung

Sp = jarak antar baut

Lp = panjang baut

Ab = luas penampang baut

F b = gaya tarik pikul baut

= tegangan ijin baut

= tegangan ijin pelat

µ = koefisien gesek

C = gaya ungkit (praying force)

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan Regangan untuk Uji Tarik pada Baja

Lunak...9

Gambar 2.2 Sambungan Berdasarkan Keuatan Geser...12

Gambar 2.3 Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar dengan Periode Ulang 500 Tahun...19

Gambar 2.4 Respon Spektra Gempa Rencana untuk Wilayah Gempa 3...20

Gambar 3.1 Sambungan T-Connection...22

Gambar 3.2 Baut yang Mengalami Geser Tunggal...25

Gambar 3.3 Baut yang Mengalami Geser Rangkap...25

Gambar 3.4 Tekanan Sumbu pada Sambungan Baut...27

Gambar 3.5 Keruntuhan Potangan 1-1 dan Potongan 2-2...32

Gambar 3.6 Jarak Baut...36-37 Gambar 3.7 Pemodelan Sambungan Baut Diberi dan Tidak Diberi Pratarik....40

Gambar 3.8 Deformasi Pelat Penyambung Akibat Gaya Tarik P...43

Gambar 4.1 Denah Bangunan...47

Gambar 4.1 Potongan Memanjang Bangunan...47

Gambar 4.1 Potongan Melintang Bangunan...48

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural ...8

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Baut...14

Tabel 2.3 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah untuk Masing-Masing Wilayah Gempa di Indonesia...20

Tabel 3.1 Jarak Tepi Minimum Baut...28

Tabel 3.2 Harga Faktor Geser Permukaan...34

Tabel 4.1 Berat Bangunan Tiap Lantai...51

Tabel 4.2 Gaya Gempa di Tiap Lantai...52

Tabel 4.3 Tabel Momen Maksimum dan Gaya Geser Maksimum pada Tiap

Titik/Joint (SNI 03-1729-2002)...53-54

Tabel 4.4 Tabel Momen Maksimum dan Gaya Geser Maksimum pada Tiap

(11)

ABSTRAK

Sambungan berguna untuk memindahkan gaya dari satu elemen ke elemen lainnya. Sambungan harus mampu memikul gaya yang dipindahkannya beserta gaya sekunder yang ditimbulkannya. Alat sambung memindahkan gaya melalui elemen penyambung serta meneruskannya ke elemen lain. Indonesia merupakan negara yang berada pada daerah rawan gempa sehingga konstruksi bangunan harus direncanakan untuk dapat memikul beban gempa sehingga menjadi bangunan yang layak secara struktural. Oleh karena itu, sambungan yang merupakan hal penting dalam perencanaan konstruksi baja juga harus direncanakan dengan dengan baik sehingga saat gempa terjadi pelelehan tidak terjadi pada sambungan. Perencanaan konstruksi baja mengalami beberapa perubahan yang hal ini telah diatur dalam peraturan terbaru yakni Tata Cara Perencanaan Bangunan Tahan Gempa untuk Struktur Baja SNI 03-1729-2002, di mana sebelumnya diatur dalam Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983 (PPBBI 1983).

Adapun tujuan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui efisiensi sambungan baut pada hubungan balok kolom berdasarkan SNI 03-1729-2002 dan dibandingkan dengan PPBBI 1983. Profil yang digunakan baik untuk balok dan kolom adalah profil WF. Mutu profil yang digunakan adalah ASTM A36 sedangkan untuk mutu pelat penyambung adalah BJ55. Baut yang digunakan adalah baut mutu tinggi. Mutu baut sebagai alat penyambung adalah A325.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.6 Latar Belakang

Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

kolom, baik yang terbuat dari baja, beton atau kayu. Pada tempat-tempat tertentu

elemen-elemen tersebut harus disambung. Hal ini dikarenakan ketersediaan

material di pasaran dan juga berhubungan dengan kemudahan dalam pemasangan

di lapangan.

Pada konstruksi baja sambungan merupakan hal yang harus diperhatikan

dengan serius karena elemen-elemen strukturnya tidak bersifat monolit (menyatu

secara kaku) seperti pada konstruksi beton.

Sambungan berguna untuk memindahkan gaya dari satu elemen ke elemen

lainnya. Sambungan harus mampu memikul gaya yang dipindahkannya beserta

gaya sekunder yang ditimbulkannya. Alat sambung memindahkan gaya melalui

elemen penyambung serta meneruskannya ke elemen lain.

Alat-alat sambung yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

1. Sambungan dengan paku keling (rivet)

2. Sambungan dengan baut (bolt)

3. Sambungan dengan las (welding)

Untuk sekarang ini sambungan paku keling sudah jarang digunakan karena

kesulitan dalam pemasangannya. Jadi, Tugas Akhir ini direncanakan

(13)

Klasifikasi sambungan adalah sebagai berikut:

1. Sambungan pada hubungan buhul pertemuan batang batang memikul gaya

aksial tarik dan tekan.

2. Sambungan pada hubungan balok kolom memikul gaya momen, gaya lintang

dan normal.

Sambungan pada hubungan balok kolom antara lain:

1. Sambungan Sendi (Simple Connected)

Sambungan tidak mampu memikul momen dan bebas berotasi di antara kedua

elemen yang disambung.

2. Sambungan Semi Kaku (Semi Rigid)

Sambungan mampu memikul sebagian momen dan tidak mampu

mempertahankan sudut di antara elemen baja yang disambung.

3. Sambungan Kaku (Rigid Connected)

Sambungan yang dianggap mampu mempertahankan sudut di antara elemen

baja yang disambung.

Indonesia berada pada wilayah gempa 3 seperti ditunjukkan pada gambar.

Wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan terendah sedangkan wilayah

gempa 6 adalah wilayah dengan kegempaan tertinggi. Pembagian wilayah gempa

didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana

dengan periode ulang 50 tahun.

Gempa bumi merupakan fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak

dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa kekuatannya. Gempa bumi juga

menimbulkan kerugian karena kerusakan infrastruktur dan juga menimbulkan

(14)

aktif seperti di Indonesia harus direncanakan tahan terhadap gempa. Kerusakan

akibat gempa dapat dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya

gempa yang bekerja padanya.

1.7 Permasalahan

Suatu struktur dinyatakan stabil jika tidak mudah terguling, miring atau

tergeser selama umur rencana bangunan. Risiko terhadap kegagalan struktur dan

hilangnya kemampulayanan selama umur rencana harus diminimalisir. Seperti

diketahui bahwa dalam konstruksi baja sambungan adalah hal yang sangat

diperhatikan sehingga bangunan stabil. Sambungan harus mampu memikul gaya

yang dipindahkanya sekaligus gaya sekunder yang ditimbulkannya. Dalam Tugas

akhir saya ini saya menggunakan sambungan baut mutu tinggi untuk

menghubungkan kolom dan balok suatu portal. Dengan demikian dapat dijamin

bahwa selama gempa terjadi, pelelehan tidak terjadi pada sambungan.

Ketentuan mengenai tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan

gedung di Indonesia telah mengalami pembaharuan. Saat ini peraturan terbaru

yang telah dipublikasikan sejak 2002 adalah SNI- 03- 1729- 200 yang mengacu

pada metode perencanaan Load Resistance and Factor Design (LRFD).

Dalam SNI- 03- 1729- 2002 dinyatakan bahwa sambungan pada struktur

pemikul gempa harus mampu mengakomodasi terjadinya penyerapan energi yang

baik pada sendi. Dengan penomoran wilayah gempa sesuai dengan peraturan

terbaru untuk wilayah Medan, maka saya akan menganalisa perbandingan

sambungan balok dan kolom antara baut dengan untuk menahan beban gempa

(15)

1.8 Tujuan Penulisan

Maksud dan tujuan tugas akhir ini adalah mengkaji penggunaan baut pada

sambungan pertemuan kolom dengan balok pada konstruksi baja di wilayah

gempa 3. Hasil yang diharapkan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk

mengetahui efisiensi sambungan balok dengan kolom menurut SNI 03-1729-2002

yang layak secara struktural dalam menerima gaya gempa dan dibandingkan

dengan PBBII 1983.

1.9 Pembatasan Masalah

Ada beberapa hal yang menjadi pembatasan masalah pada Tugas Akhir saya

ini, antara lain :

1. Metode yang digunakan pada pengerjakan Tugas Akhir menurut SNI

03-1729-2002 dan dibandingkan dengan PBBII 1983.

2. Menggunakan peta zonasi gempa tahun 2002.

3. Wilayah gempa yang digunakan adalah wilayah gempa 3 (Medan).

4. Jenis sambungan yang dianalisa adalah sambungan baut.

5. Baut yang dianalisa adalah baut mutu tinggi.

6. Mutu sambungan adalah A325.

7. Mutu profil ASTM A36 dengan tegangan leleh fy = 250 Mpa, dan kekuatan

tarik fu = 400 MPa.

8. Beban yang ditahan adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa

9. Dimensi balok dan kolom menggunakan profil baja IWF.

10. Analisa dilakukan menurut Hukum Hooke di mana hubungan tegangan

(16)

11. Material yang digunakan bersifat linier elastik, isotropik homogen.

12. Pembahasan hanya meliputi hubungan balok dengan kolom.

13. Konstruksi yang dianalisa adalah portal tiga lantai.

1.10Metode Pembahasan

Adapun metode yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir ini

adalah studi literatur dengan mengumpulkan data-data dan keterangan yang

berhubungan dengan analisis yang akan dibahas pada tugas akhir ini. Adapun

sumbernya adalah buku dan jurnal serta masukan-masukan dari dosen

pembimbing.

Berikut ini adalah metodologi yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini :

I. Pendahuluan

II. Tinjauan Pustaka

III. Analisa Sambungan Balok dengan Kolom pada Portal Baja

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

7.1 Umum

Salah satu tahapan yang penting dalam perencanaan suatu struktur adalah

pemilihan jenis material yang akan digunakan. Jenis-jenis material yang selama

ini digunakan adalah baja, beton dan kayu. Material baja telah banyak dan lama

digunakan sebagai bahan bangunan karena beberapa keunggulannya dibandingkan

material lain, antara lain:

1. Mempunyai kekuatan yang tinggi sehingga dapat mengurangi ukuran dan berat

struktur. Hal ini menguntungkan bagi struktur-struktur jembatan yang panjang

dan bangunan yang tinggi.

2. Material baja jauh lebih homogen dibandingkan material lain dan memiliki

tingkat keawetan yang tinggi jika dirawat sebagaimana seharusnya.

3. Baja memiliki sifat yang cukup elastis sehingga mempunyai perilaku yang

cukup dekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk menganalisa,

mengikuti Hukum Hooke.

4. Daktailitas baja juga cukup tinggi karena batang baja yang menerima tegangan

tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum

keruntuhan terjadi.

5. Kemudahan dalam hal penyambungan antarelemen dengan menggunakan baut

dan las.

6. Baja dibentuk dengan proses gilas panas sehingga mudah dibentuk menjadi

penampang-penampang yang diinginkan.

(18)

Di samping keunggulan tersebut, material baja memiliki kekurangan

terutama yang berhubungan dengan perawatan. Apabila konstruksi berhubungan

langsung dengan udara atau air harus dicat secara periodik. Material baja juga

harus dilindungi dari kebakaran karena akan mengalami penurunan kekuatan

secara drastis karena naiknya temperatur. Di samping itu, api juga akan menyebar

dengan cepat kerena baja merupakan konduktor yang baik.

Baja terdiri dari berbagai bahan campuran yaitu besi, karbon (1,7%),

mangan (1,65%), silikon (0,6%) dan tembaga (0,6%). Yang merupakan bahan

utama adalah besi (Fe) dan karbon (C). Baja dihasilkan dengan meghaluskan bijih

besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang

sesuai dalam tungku temperatur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi

yang besar. Selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan zat arang dan kotoran

lain. Kekuatan karbon bergantung kepada besar kecilnya kadar karbon yang

dikandungnya. Semakin besar kadar karbonnya maka semakin besar pula

tegangan dan regangannya tetapi keliatan bahan (daktailitas) semakin kecil. Oleh

karena itu, perlu diperhatikan persentase maksimumnya sehingga daktailitas

minimumnnya dapat dijamin.

Baja karbon dibagi menjadi empat kategori berdasarkan persentase

karbonnya. Karbon rendah (kurang dari 0,15%); karbon lunak (0,15 – 0,29%);

karbon sedang (0.3 – 0.59%) dan karbon tinggi (0,6 – 1,7%). Baja karbon

struktural termasuk dalam kategori karbon lunak. Baja karbon struktur

menunjukan titik leleh definit, peningkatan persentase karbon akan meningkatkan

(19)

Dalam perencanaan struktur baja, SNI-03-1729-2002 beberapa sifat-sifat

mekanis dari material baja adalah sebagai berikut:

1. Modulus elastisitas (E) 200000 Mpa.

2. Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan: G = E/ 2 (1 + µ)

Di mana µ = angka perbandingan poisson

Dengan mengambil µ = 0,3 dan E = 200000 Mpa akan memberikan nilai G =

80000 Mpa.

3. Koefisien ekspansi (α) diperhitungkan sebesar α = 12 x 10-6/ °C

Sifat mekanis baja struktural berdasarkan tegangan putus dan lelehnya

ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural

Jenis Baja

Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002

Jika suatu benda ditarik atau diberi beban maka bahan baja akan mulur

(extension), terdapat hubungan antara pertambahan panjang dengan gaya yang

diberikan. Jika gaya persatuan luasan disebut tegangan dan pertambahan panjang

disebut regangan maka hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan

(20)

Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan tegangan dan

regangan pada baja.

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan Regangan untuk Uji Tarik padaBaja Lunak

(Sumber

1. Batas proporsional (proportional limit)

Dari titik asal 0 ke suatu titik yangdisebut batas proporsional masih

merupakan garis lurus. Pada daerah ini berlaku hukum Hooke, bahwa tegangan

sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak berlaku di seluruh diagram.

Kesebandingan ini berakhir pada batas proporsional.

2. Batas elastis (elastic limit)

Batas elastis merupakan batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi

(21)

bentuk) tetap yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik

selalu hampir lebih besar daripada batas proporsional.

3. Titik mulur (yield point)

Titik mulur adalah titik di mana bahan memanjang mulur tanpa

pertambahan beban. Gejala mulur khususnya terjadi pada baja struktur (medium-carbon structural steel), paduan baja atau bahan lain tidak memilikinya.

4. Kekuatan maksimum (ultimate strength)

Titik ini merupakan ordinat tertinggi pada kurva tegangan-regangan yang

menunjukkan kekuatan tarik (tensile strength) bahan.

5. Kekuatan patah (fracture strength)

Kekuatan patah terjadi akibat bertambahnya beban mencapai beban patah

sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan secara simultan luas

penampang bahan bertambah kecil.

7.2 Sambungan

Setiap struktur adalah gabungan dari bagian-bagian tersendiri atau

batang-batang yang harus disambung bersama. Cara yang digunakan untuk

menggabungkannya adalah pengelasan dan dengan menggunakan alat

penyambung, baik itu paku keling atau baut (baut berkekuatan tinggi/high strength bolt dan baut hitam). Sambungan ini harus mampu menyalurkan gaya-gaya yang bekerja dari suatu komponen ke komponen lainnya. Oleh karena itu,

sambungan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan

(22)

Berdasarkan gaya-gaya yang dipikul sambungan terdiri atas:

1. Sambungan tunggal (lap joint) yaitu sambungan yang beririsan satu. 2. Sambungan rangkap/double (butt joint) yaitu sambungan beririsan kembar. 3. Tampang T yang digunakan sebagai batang gantung yang menimbulkan

tegangan tarik pada baut.

Kriteria dasar perencanaan sambungan adalah:

1. Kekakuan (strength) yakni harus mampu menahan momen, gaya geser dan gaya aksial yang dipindahkan dari batang satu ke batang yang lain.

2. Kekakuan (stiffness) yang dimaksudkan untuk menjaga lokasi semua komponen struktur satu sama lain.

3. Cukup ekonomis yakni sambungan harus sederhana, biaya untuk fabrikasinya

murah tetapi memenuhi syarat cukup kuat dan mudah dalam pelaksanaannya.

4. Praktis dalam pelaksanaannya.

Dari segi kekakuannya sambungan dapat dibagi atas:

1. Sambungan definitif artinya sambungan tidak dapat dibuka lagi tanpa

merusak alat-alat penyambungnya, pada umumnya menggunakan paku keling

atau pengelasan.

2. Sambungan tetap artinya bagian yang disambung tidak dapat bergerak lagi,

pada umumnya juga digunakan paku keling.

3. Sambungan sementara artinya dapat dibuka lagi tanpa merusak alat

penyambungnya, biasanya menggunakan baut.

4. Sambungan bergerak artinya sambungan yang memungkinkan pergerakan

yang dibutuhkan menurut perhitungan statis pada bagian-bagian yang

(23)

Berdasarkan kekuatan geser sambungan (connection rigidity) sambungan dapat dibagi menjadi:

1. Sambungan kaku yang mengembangkan kapasitas momen penuh dari bagian

konstruksi penyambung dan mempertahankan sudut yang relatif konstan di

antara bagian-bagian yang disambung di bawah setiap rotasi sambungan.

2. Kerangka sederhana/ sendi yakni tanpa terjadinya perpindahan momen di

antara bagian-bagian yang disambung. Sebenarnya sejumlah kecil momen

akan dikembangkan tetapi momen tersebut diabaikan dalam perencanaan.

Setiap eksentrisitas sambungan yang kurang dari 63 mm akan diabaikan.

3. Sambungan semi kaku, dengan kapasitas momen yang dipindahkan kurang

dari kapasitas momen penuh dari bagian-bagian konstruksi yang

disambungkan. Perencanaan ini mengharuskan untuk menganggap (dengan

dekomentasi yang memadai) adanya sejumlah kapasitas momen sembarang,

misalnya 20, 30,atau 75 % dari kapasitas bagian konstruksi.

a. Sendi b. Kaku c. Semi Kaku

Gambar 2.2 Sambungan Berdasarkan Keuatan Geser

(24)

7.3 Sambungan Baut

Sambungan baut yang lebih sering digunakan adalah baut mutu tinggi. Di

samping itu ada juga baut hitam (baut mutu normal) A307 yang terbuat dari baut

mutu rendah.

1. Baut kekuatan tinggi/ High Strength Bolt (HSB)

Ada dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh American Standard Testing of Materials (ASTM) yaitu tipe A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepala berbentuk segi enam. Baut A325 terbuat dari baja karbon yang

memiliki kuat leleh 560-630 Mpa sedangkan baut A490 terbuat dari baja alloy

dengan kuat leleh 790-900 Mpa, tergantung diameternya. Diameter baut mutu

tinggi berkisar antara - 1 in. Yang sering digunakan untuk struktur bangunan

adalah diameter dan sedangkan untuk desain jembatan menggunakan baut

mutu tinggi berdiameter antara hingga 1 in.

Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang

cukup diperoleh dari pengencangan awal. Gaya ini akan memberikan friksi

sehingga cukup kuat untuk memikul beban yang bekerja. Gaya ini dinamakan

proff load yang diperoleh dengan mengalikan luas daerah tegangan tarik (As)

dengan kuat leleh yang diperoleh dengan metode 0,2% tangen atau 0,5%

(25)

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Baut

Sumber: Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid I Edisi Kedua, Penerbit Erlangga,1997

Keterangan:

a

Beban leleh (proof load) dan beban tarik sesungguhnya yang diperoleh dengan

mengalikan harga tegangan tertentu dam luas tegangan tarik As; As = 0,7854

[D-(0,9743/n)] 2, dengan As = luas tegangan dalam inci persegi, D = diameter baut

nominal dalam inci,dan n = jumlah ulir per inci.

b

(26)

c

Nilai pada regangan tetap 0,2%

d

2. Baut hitam (Baut mutu normal)

Baut hitam ini dibuat dari baja karbon rendah memenuhi standar ASTM

A-307. Dipakai pada struktur ringan seperti gording, rangka batang yang kecil, rusuk

dinding dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini dibagi atas

dua jenis yaitu baut sekrup (turned bolt) dan baut bersirip (ribbed bolt).

Baut mutu normal dikencangkan dengan tangan. Baut mutu tinggi

mula-mula dipasang dengan kencang tangan kemudian diikuti setengah putaran lagi

(turn of the nut method). Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika dikehendaki tak ada slip) atau juga sebagai sambungan

tipe tumpu.

Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan

menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan atau baut mutu tinggi yang

dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang

kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada

bagian-bagian yang disambungkan. Sambungan ini digunakan apabila kelebihan beban

tidak penting walaupun menyebabkan tangkai baut mendesak sisi lubang. Untuk

pembebanan lainnya, beban dipindahkan oleh gesekan bersama dengan desakan

(27)

tak berubah arah dan setelah itu baut akan bertumpu pada bahan di sisi lubang.

Pada sambungan tipe ini satu-satunya kriteria yang harus dipenuhi adalah

kekuatan sambungan harus memadai.

Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan

baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum

yang disayaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan

melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan

antara bidang-bidang kontak. Tipe ini digunakan apabila gelinciran pada beban

kerja tidak dikehendaki. Pada tipe ini daya tahan gelincir memadai pada kondisi

beban kerja harus disediakan di sampingkekuatan sambungan yang memadai.

Menurut Spesifikasi AISC setiap baut kekuatan tinggi harus dipasang

dengan cara yang sama hingga tarikan awalnya sama tanpa memandang tipe

sambungan apakah tipe geser atau tipe tumpu. Penampilan pada beban kerja pada

umumnya identik yaitu beban kerja disalurkan melalui gesekan antara potongan

yang disambung. Perbedaan penampilan hanyalah akibat perbedaan faktor

keamanan terhadap gelincir.

Secara struktural sambungan harus mampu mencegah terjadinya gerakan

material yang akan disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut.

Kasus seperti ini disebut bahwa baut mengalami geser. Kekuatan pikul beban

desain suatu baut yang mengalami geser tunggal sama dengan hasil kali antara

luas penampang melintang tangkainya (shank) dan tegangan geser ijin. Pgeser = Ab . τo

di mana: Pgeser = kekuatan geser

(28)

τo = tegangan geser ijin baut

Untuk meninjau kekuatan plat di sekitar lubang baut. Jika pelat tidak kuat

maka lubang baut pada plat akan berubah bentuk dari bundar menjadi oval. Pada

bidang kontak antara baut dan plat terjadi tegangan yang disebut sebagai tegangan

tumpu.

Ptumpu = d. t. τtp

di mana: Ptumpu = kekuatan tumpu

d = diameter lubang

t = tebal pelat terkecil

τtp = tegangan tumpu

7.4 Persayaratan/ Ketentuan untuk Struktur Bangunan Baja Tahan Gempa

Apabila struktur bangunan baja berada pada daerah zonasi gempa maka

dalam perencanaannya harus memenuhi beberapa ketentuan yang telah dibuat di

Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung

SNI-03-1729-2002. Ketentuan ini dimaksudkan untuk perencanaan dan pelaksanaan komponen

struktur bangunan baja termasuk sambungan dalam struktur dengan gaya yang

bekerja dihasilkan dari beban gempa yang telah ditentukan dengan

memperhatikan disipasi energi di dalam daerah respon nonlinier struktur

bangunan tersebut.

Komponen struktur bangunan baja tahan gempa harus memenuhi,

Rn ≥ Ru Keterangan:

(29)

Rn = kuat nominal komponen struktur

Ru = pengaruh aksi terfaktor yaitu momen atau gaya yang diakibatkan

oleh suatu kombinasi pembebanan atau pengaruh aksi perlu yaitu

momen atau gaya yang disyaratkan untuk struktur tahan gempa

Gaya geser dasar rencana total (V) pada suatu arah ditetapkan:

V = Wt

Keterangan:

V = gaya geser dasar rencana total, N

R = faktor modifikasi respons

Wt = berat total struktur, N

I = faktor kepentingan struktur

C = koefisien percepatan gempa

Struktur harus direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut:

1. Beban mati (Dead Load), dinyatakan dengan DL

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur baja tahan gempa adalah

berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi struktural menahan

beban. Berat jenis baja adalah 7850 kg/m2. Beban tersebut harus disesuaikan

dengan volume struktur yang digunakan dan akan dihitung dengan menggunakan

bantuan program SAP 2000.

2. Beban hidup (Live Load), dinyatakan dengan LL

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan.

Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena lebih kecil

(30)

kepada standar pedoman pembebanan yakni beban hidup pada lantai gedung

sebesar 250 kg/m3 dan beban hidup pada atap gedung sebesar 100 kg/m2.

3. Beban Gempa (Earthquake Load), dinyatakan dengan E

Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah

pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa

perlu diketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar. Berdasarkan penelitian

Indonesia dibagi dalam 6 wilayah gempa. Struktur bangunan direncanakan di kota

Medan. Berdasarkan SNI-03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan

Gempa Rumah dan Gedung, kota Medan berada pada wilayah zona gempa 3.

Berikut ini adalah tabel dan grafik respon spektra pada wilayah zona gempa 3.

Gambar 2.3 Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar

dengan Periode Ulang 500 Tahun

(31)

Gambar 2.4 Respon Spektra Gempa Rencana untuk Wilayah Gempa 3

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002)

Tabel 2.3 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah

untuk Masing-Masing Wilayah Gempa Indonesia

Wilayah

Percepatan Puncak Muka Tanah (‘g’)

Tanah

Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002

Dengan mengacu pada kombinasi pembebanan SNI 03-1726-2002 maka

terdapat 6 standar kombinasi yakni sebagai berikut:

1) 1,4D

(32)

3) 1,2D + 1,6(La atau H) + (γL L atau 0,8W)

4) 1,2D + 1,3W + γL L + 0,5(La + H)

5) 1,2D ± 1,0 E + γL L

6) 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)

Keterangan:

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,

termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan

layan tetap

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk

kejut tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan dan

lain-lain

L adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh

pekerja, peralatan dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang

dan benda bergerak

H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air

W adalah beban angin

E adalah beban gempa

dengan,

(33)

BAB III

ANALISA SAMBUNGAN BALOK DENGAN KOLOM PADA PORTAL BAJA

8.1 Sambungan Penahan Momen

Di dalam setiap perencanaan struktur baja, sambungan harus direncanakan

untuk dapat menahan momen dan gaya geser. Hal ini dikarenakan persoalan ini

ditemui pada setiap konstruksi menerus seperti portal dan bangunan bertingkat.

Gambar 3.1 Sambungan T-Connection

(Sumber: Dian Sukma Arifwan, Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok dan Kolom

dengan Menggunakan Sambungan Baut dan Las, 2003)

Reaksi R harus dipikul oleh baut yang ada pada baja siku penyambung yang

dipasang pada pelat badan balok. Momen M harus dipikul oleh baut yang ada

(34)

Baut yang menghubungkan flens balok pada baja T memikul gaya geser

horizontal sebesar:

P =

di mana h = tinggi balok

Baut yang menghubungkan baja T pada kolom bagian atas harus mampu memikul

gaya aksial tarik sebesar P sedangkan bagian bawah flens langsung menekan pada

kolom.

8.2 Sambungan Penahan Momen yang Direncanakan

Sambungan penahan momen yang direncanakan terdapat pada portal baja.

Tugas akhir ini menganalisa portal baja bertingkat (tiga lantai) dengan elemen tiga

dimensional (ruang). Gaya dalam yang diperhitungkan yang bekerja pada portal

hanya momen lentur M. Gaya dalam lainnya yakni gaya lintang D, gaya normal N

dan momen lentur (momen sekunder) yang diakibatkan oleh baut tidak dianalisa.

Sambungan direncanakan dengan menggunakan baut sebagai alat

penyambung dan pelat dasar sebagai pelat penyambung. Baut yang digunakan

adalah baut mutu tinggi (High Strength Bolt) A325. Sambungan pada balok dan

kolom ini akan direncanakan berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja

untuk Banguna Gedung SNI-03-1729-2002 dan dibandingkan dengan Peraturan

(35)

8.3 Analisa Sambungan Baut pada Balok dan Kolom Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002

Tujuan dari perencanaan struktur menurut Tata Cara Perencanaan Struktur

Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002 adalah menghasilkan suatu

strukturyang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan

lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur dikatakan

stabil jika tidak mudah terguling, miring atau tergeser selama umur rencana

bangunan. Risiko terhadap kegagalan struktur dan hilangnya kemampulayanan

selama umur rencananya juga harus diminimalisir dalam batas-batas yang masih

dapat diterima. Perencanaan menurut Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk

Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002 mengacu kepada konsep Load and Resistance Factor Design (LRFD)

3.3.1. Tahanan Nominal Baut

Suatu baut yang memikul beban terfaktor, Ru, sesuai persyaratan LRFD

harus memenuhi:

Ru ≤ . Rn

dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan adalah faktor reduksi

kekuatan.

1. Tahanan Geser Baut

Pada hampir semua hubungan struktural baut harus dapat mencegah

terjadinya gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus terhadap

(36)

Gambar 3.2 Baut yang Mengalami Geser Tunggal

(Sumber: Dian Sukma Arifwan, Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok dan Kolom

dengan Menggunakan Sambungan Baut dan Las, 2003)

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa baut mengalami geser. Dalam

hubungan tumpang tindih (lap joint) seperti gambar di atas baut cenderung mangalami geser di sepanjang bidang kontak tunggal antara kedua pelat yang

disambung. Baut mengalami geser tunggal karena menahan kedua pelat yang

menggelincir pada pada bidang kontak dan mengalami geser pada satu bidang

saja.

Pada hubungan lurus (butt joints) ada dua bidang kontak sehingga baut memberikan tahanan di sepanjang dua bidang seperti terlihat pada gambar di

bawah ini. Hal ini disebut geser rangkap.

Gambar 3.3 Baut yang Mengalami Geser Rangkap

(Sumber: Dian Sukma Arifwan, Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok dan Kolom

(37)

Tahanan nominal suatu baut yang memikul gaya geser berkaitan dengan

jumlah bidang gesernya, memenuhi persamaan:

Rn = m. r1. fub. Ab

di mana:

r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser

r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser

fub = kuat tarik baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

m = jumlah bidang geser

2. Tahanan Tarik Baut

Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung menurut:

Rn = 0,75. fub. Ab

di mana:

fub = kuat tarik baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

3. Tahanan Tumpu Baut

Tahanan batas tumpu berkaitan dengan deformasi di sekitar lobang baut.

Meskipun baut telah memadai dalam meneruskan beban yangbbekerja dengan

mengalami geser, akan tetapi bisa juga mengalami kegagalan kecuali bila material

yang disambung dapat meneruskan beban ke baut yang baik. Kapasitas

merupakan fungsi dari kekuatan tumpu material yang disambung. Distribusi

(38)

sekeliling lobang tidak diketahui sehingga luas kontak yang diambil adalah

diameter normal dikalikan dengan tebal material yang disambung. Ini diambil

dengan menganggap bahwa tekanan merata terjadi pada luas segi empat.

Gambar 3.4 Tekanan Sumbu pada Sambungan Baut

(Sumber: Dian Sukma Arifwan, Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok dan Kolom

dengan Menggunakan Sambungan Baut dan Las, 2003)

Tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang terlemah dari baut atau

komponen pelat yang disambung. Besarnya ditentukan oleh:

Rn = 2,4. db. tp. fu

di mana :

db = diameter baut pada daerah tak berulir

tp = tebal pelat

fu = tarik putus terendah dari baut atau pelat

Persamaan tersebut berlaku untuk semua baut sedangkan untuk lubang baut

selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku:

Rn = 2,0 db. tp. fu

Apabila suatu sambungan yang akan didisain dikehendaki sambungan tanpa

slip (tipe friksi), maka satu baut yang hanya memikul gaya geser terfaktor, Vu,

dalam bisang permukaan friksi harus memenuhi:

(39)

Kuat rencana Vd = . Vn adalah kuat geser satu baut dalam sambungan tipe friksi

yang besarnya dihitung menurut:

Vd = .Vn = 1,13. . µ. m. proof load

di mana:

= 1,0 (lubang standar); 0,85 (lubang selot pendek dan lubang besar); 0,7

(lubang selot panjang tegak lurus arah gaya); 0,6 (lubag selot panjang

searah gaya)

µ = koefisien gesek (0,35)

m = jumlah bidang geser

3.3.2. Tata Letak Baut

Tata letak baut juga diatur dalam SNI-03-1729-2002. Jarak antarpusat

lubang baut harus diambil tidak kurang dari 3 kali diameter nominal baut. Jarak

tepi minimum antara baut dengan ujung pelat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Jarak Tepi Minimum Baut

Tepi dipotong dengan tangan

Tepi dipotong dengan mesin

Tepi profil bukan hasil potongan

1,75db 1,5db 1,25db

Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002

Di mana db adalah diameter nominal baut pada daerah tidak berulir.

Dan jarak maksimum antarpusat lubang baut tidak boleh melebihi 15 tp, di

mana tp adalah tebal pelat lapis tertipis dalam sambungan atau 200 mm,

sedangkan jarak tepi maksimum harus tidak melebihi (4tp + 100 mm) atau 200

(40)

3.3.3. Jumlah Baut

Jumlah baut dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

n =

Rn = . 0,5. fub. m.Ab

di mana:

= faktor reduksi di mana untuk sambungan baut adalah sebesar 0,75

fub = kuat tarik baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

Sedangkan rumus untuk Pn dapat dilihat pada persamaan-persamaan di bawah.

Untuk mencegah leleh pada web, maka panjang tumpuan ditentukan oleh:

Pn = = fy.tw (N + 2,5k) atau N = - 2,5k

di mana:

= 1,0 (lubang standar); 0,85 (lubang selot pendek dan lubang besar); 0,7

(lubang selot panjang tegak lurus arah gaya); 0,6 (lubag selot panjang

searah gaya)

fy = tegangan leleh profil baja (Mpa)

tw = tebal penampang web

k = kekakuan

N = panjang tumpuan, Nmin = k

Kuat tekuk dukung dari balok juga harus diperiksa dengan rumus berikut:

(41)

di mana:

d = ukuran balok

E = modulus elatisitas baja (200000 Mpa)

Jika N/d > 0,2 harus diperiksa terhadap persamaan:

Pn = 0,75 (0,39).tw2 [1 + (4 -0,2) ( )1,5]

3.3.4. Baja Siku Penyambung

Untuk merencanakan baja siku dan panjangnya pada flens kolom yang akan

digunakan dalam penyambungan maka digunakan rumus-rumus berikut ini:

d =

di mana:

M = momen ultimit (kNm)

T = Rn (kN)

Jarak baut terhadap flens atas balok, a = ½ (d-b) – t siku – r siku

di mana:

d, b = ukuran profil baja

Kemudian dihitung gaya yang bekerja pada profil siku dengan:

T =

Dan momen yang ditimbulkannya pada baja siku yakni:

(42)

Panjang baja siku pada flens kolom dihitung dengan rumus kapasitas nominal

penampang:

Mn = 0,9 (bd2/4).fy

di mana

d = tebal penampang baja siku

3.3.5. Luas Netto

Luas yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat pengencang

mengurangi luas penampang sehingga mengurangi tahanan penampang tersebut.

Menurut SNI-03-1729-2002, dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut

harus dipotong dengan mesin pemotong, dengan api, atau dibor penuh, atau

dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons penuh. Suatu

lubang yang dipons hanya diijinkan pada material yang memiliki tegangan leleh

(fy) tidak lebih dari 360 Mpa dan ketebalannya tidak melebihi 5600/fy mm.

Diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi harus 2 mm lebih besar

dari diameter nominal baut utnuk suatu baut yang diameternya tidak lebih dari24

mm. Untuk baut yang diameternya lebih dari 24 mm, maka lubang harus diambil

3 mm lbih besar dari diameter nominal baut. Untuk lubang baut yang diletakkan

berselang-seling dinyatakan bahwa luas netto harus dihitung berdasarkan luas

(43)

Gambar 3.5 Keruntuhan Potangan 1-1 dan Potongan 2-2

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002)

Dari potongan 1-1 diperoleh:

An = As- n.d.t

Dari potongan 1-2 diperoleh:

An = Ag- n.d.t + Σ s2 .t/ 4u di mana:

Ag = luas penampang kotor

An = luas penampang netto

n = banyak lubang dalam satu potongan

d = diameter lubang

t = tebal penampang

s, u = jarak antarsumbu lubang pada arah sejajar dan tegak lurus sumbu

komponen struktur.

8.4 Analisa Sambungan Baut pada Balok dan Kolom Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983 (PPBBI 1983)

Sebelum Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan

peraturan terbaru yakni Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan

Gedung SNI-03-1729-2002 telah ada peraturan yang menjadi acuan dalam

(44)

Indonesia 1983 yang telah dikeluarkan pada tahun 1983. Peraturan ini lah yang

dipakai sejak saat itu sampai peraturan terbaru dikeluarkan. Bahkan pada

praktiknya masih banyak yang menjadikan peraturan ini sebagai acuan. PPBBI

1983 dibuat untuk mengatur syarat-syarat minimum untuk perencanaan

bangunan-bangunan struktur baja.

3.4.1. Baut Tipe Geser

Kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung dengan persamaan:

Ng = . n.No

Kekuatan sebuah baut terhadap sebuah gaya tarik aksial dihitung dengan:

• Untuk beban statis : Nt = 0,6 No

• Untuk beban bolak balik : Nt = 0,5 No

Jika terjadi kombinasi beban geser dan tarik , maka:

Ng = . N (No- 1,7 T)

di mana:

F = faktor geser permukaan

= faktor keamanan (1,4)

No = pembebanan tarik awal (proof load)

n = jumlah bidang geser

(45)

Berikut tabel harga faktor geser permukaan untuk baut:

Tabel 3.2 Harga Faktor Geser Permukaan

Keadaan Permukaan µ

Bersih 0,35

Digalbani 0,16-0,26

Dicat 0,007-0,10

Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan 0,45-0,70

Disemprot pasir (saud blasted) 0,40-0,70

Sumber: Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983( PPBBI1983)

3.4.2. Baut Tipe Tumpu

Tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah:

Tegangan geser yang diijinkan:

τ’ = 0,6 σ’ (menggunakan tegangan dasar baut yang ada pada tabel) Tegangan tarik yang diijinkan:

σ’ta = 0,7 σ’ (menggunakan tegangan dasar baut yang ada pada tabel)

Tegangan tumpu yang diijinkan:

• Untuk s1≥ 2d, maka: σ’tu = 1,5 σ’... • Untuk 1,5d ≤ s1≤ s2, maka σ’tu = 1,2 σ’

(menggunakan tegangan terkecil antara bahan baut dan bahan batang yang

(46)

3.4.3. Jarak Baut

Beberapa ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PPBBI 1983 yakni:

1. Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris searah gaya tidak boleh lebih

dari 5 buah.

2. Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ujung bagian yang disambung,

tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3 d atau 6 t (t

adalah tebal terkecil bagian yang disambung).

3. Jika sambungan terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari dua

baut yang berututan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih dari 7d

atau 14 t.

4. Jika sambungan lebih dari satu baris baut yang tidak berseling maka jarak

antara kedua baris baut itu dan jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang

berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih

besar dari 7 d atau 14 t.

2,5 d ≤ s ≤ 7 d atau 14 t 2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t 1,5 d ≤ s1≤ 3 d atau 6 t

5. Jika sambungan lebih dari satu baris baut yang berselang seling, jarak baut (u)

tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak oleh lebih besar dari 7 d atau 14,

sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya (s2)

tidak boleh lebih besar dari 7 d-0,5 u atau 14 t-0,5 u.

(47)

(a)

(b)

(48)

(d)

Gambar 3.6 Jarak Baut

(Sumber: Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983( PPBBI1983))

Keterangan:

s = jarak antarsumbu baut

s1 = jarak antara sumbu baut paling luar dengan tepi atau ujung bagian yang

disambung

s2 = jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya

u = jarak antara baris-baris baut

Pada sambungan balok dengan kolom pelat penguat tidak diperlukan apabila

tebal badan kolom memenuhi sayarat berikut ini:

tbk ≥

tbk ≥ hk :30 di mana:

Ab = luas penampang balok

hb = tinggi balok

(49)

tbk = tebal badan kolom

Apabila tebal kolom tidak memenuhi persyaratan maka kolom harus

diperkuat baik dengan penguat sayap atau penguat badan.

Apabila digunakan penguat sayap, tebal penguat harus memenuhi syarat:

tp ≥ (Ab- tbk (hb + 6h’k))

tp ≥ b : 27

Apabila digunakan penguat badan, tebal penguat harus memenuhi syarat:

tp ≥

tp ≥ tbk

di mana:

tsb = tebal sayap balok

Badan harus diberi penguat untuk menahan geser apabila ternyata:

tb ≥

di mana:

Δ M dinyatakan dalam ton meter

tb, hk, hb dinyatakan dalam cm

hb = tinggi balok terbesar

3.4.4. Analisa Sambungan Baut Mutu Tinggi

Pada sambungan balok kolom yang menggunakan baut mutu tinggi akan

menmbah kapasitas daya dukung sambungan. Hal ini disebabkan oleh kekuatan

bautnya dan pengaruh gaya tarik minimum dengan cara pemutaran muroleh

(50)

ini menyebabkan terjadinya gesekan antara dua elemen pelat yang disambung.

Gaya gesek ini rata-rata kurang dari 34% kali gaya tarik minimum menurut hasil

penelitian Jhon W. Fisher atau menurut tabel PPBBI yang pula sebesar 70% dari

kekuatan gaya tarik bautnya. Pada sambungan balok kolom, alat sambung baut

yang menyatukan pelat penyambung dengan sayap kolom melulu menerima gaya

tarik akibat momen luar, gaya gesek/desak akibat gaya lintang.

Untuk baut mutu biasa yang tidak mampu memikul pratarik atau baut mutu

tinggi yang tidak diberikan pratarik (pretension) dimodelkan menjadi sebuah tampang kontiniu atau ditransformasi dari model dicrete menjadi model kontiniu

dengan cara mengkonversi luasan baut dan luasan pelat masing-masing menerima

tarik pada daerah atas dan menerima tekan pada daerah bawah garis netral

tampang T terbalik.

Baut mutu tinggi tidak lagi seperti pemodelan baut mutu biasa akibat baut

sudah lebih dulu mengalami tarik minimum (pratarik). Artinya smeua baut

mengalami tarik dan semua bidang kontak mengalami tekan. Ketika beban luar

bekerja (momen luar), garis netral berada di tengah-tengah kumpulan alat

(51)

Gambar 3.7 Pemodelan Sambungan Baut Diberi dan Tidak Diberi Pratarik

(Sumber:

http://strukturbaja.blog.usu.ac.id/files/2009/10/analisis-baut-mutu-tinggi-serta-aplikasinya-dupl.pdf)

Di mana dapat dihitung besarnya luasan pengganti baut

a = 2.

b = lebar pelat penyambung

Dengan letak pusat beratnya untuk selanjutnya dapat dihitung inersia tampang

luasan pengganti dan diperoleh tegangan pada serat paling atas

½ b. x2 = ½ a (h-x)2

x =

IX = 1/3 b.x3 + 1/3 a (h-x)3

(52)

fM =

fD =

fi =

atau,

Selanjutnya bekerja momen luar yang menimbulkan tegangan pada pelat

dan baut

Ix = 1/12 b.h3

fa = fb = =

Sedangkan tegangan awal akibat pratarik sebesar

fN =

Tegangan yang terjadi akibat gaya luar adalah:

fa = fM- fN

fa = –

(53)

Akibat pengencangan baut mutu tinggi, berpengaruh pula terhadap perlawanan

gesek sebesar:

fTS =

fs = fD- fTS

Maka dapat dihitung tegangan idiil untuk baut paling atas

fi =

atau

di mana,

≈ 1,5

n = jumlah baut dalam satu baris

3.4.5. Analisa Perilaku Pelat Penyambung

Untuk mengetahui perilaku pelat penyambung maka pelat sayap kolom

dianggap sangat kaku (fixed) sehingga tidak terjadi deformasi pada badan dan sayap di sepanjang daerah sambungan. Oleh karena itu, biasanya badan dan sayap

kolom diperkaku dengan stiffner dari pelat-pelat.

Akibat terjadinya tegangan tarik pada sambungan sebelah atas garis netral

akanmenimbulkan gaya tarik pada penyambung alat dan timbul gaya ungkit

(54)

akibat terjadinya gaya ungkit menambah besarnya perlawanan tarik pada baut.

Dalam masalah praying force dianalisa dengan model matematik sederhana yang dibantu metode kekauan. Baut diasumsikan sebgai spring konstan.

Gambar 3.8 Deformasi Pelat Penyambung Akibat Gaya Tarik P

(Sumber:

http://strukturbaja.blog.usu.ac.id/files/2009/10/analisis-baut-mutu-tinggi-serta-aplikasinya-dupl.pdf)

Persamaan differensial pada pelat yang dimodelkan sebagai pelat kantilever

dengan anggapan perletakan jepit pada baut yang sekaligus dianggap bisa

terdeformasi.

EIy = - Cx + T (x-q) ... 1

Lalu diintegralkan menjadi,

EIy = - ½ Cx2 + ½ T (x-q)2 + A ... 2

(55)

Pada x = (g+q); y’(x) = 0, dimasukkan ke daam persamaan 2 menjadi:

- ½ Cx2 + ½ T (x-q)2 + A = 0 ... 4

A = ½ C (g+q)2 - ½ g ... 5

Selanjutnya pada y(0) = 0,00

Dapat dihitung B = 0 ... 6

Dengan mensubstitusikan persamaan 5 ke persamaan 6, diperoleh persamaan

EIy = - 1/6 Cx3 + 1/6 T (x-q)3 + ½ C (g+q)2x - ½ g2x

Di x-q; y-δb

Diperoleh gaya ungkit sebesar

C = ... 7

Di mana T = P + C

Bila T – F baut = δb ... 8

δb =

Persamaan 8 disubstitusikan ke persamaan 7

C = ... 9

(56)

Di mana,

Ep = modulus elastisitas pelat

Eb = modulus elastisitas baut

tp = tebal pelat penyambung

Sp = jarak antar baut

Lp = panjang baut

Ab = luas penampang baut

F b = gaya tarik pikul baut

= tegangan ijin baut

= tegangan ijin pelat

µ = koefisien gesek

C = gaya ungkit (praying force)

(57)

BAB IV

APLIKASI

9.1 Umum

Untuk aplikasi daripada tugas akhir ini dianalisa suatu konstruksi portal baja

bertingkat (tiga lantai) dengan elemen tiga dimensional. Ketinggian

masing-masing lantai adalah 4 meter dan dengan jarak as ke as 6 meter pada arah

memanjang dan 4 m pada arah melintang.

Portal baja direncanakan menggunakan mutu profil ASTM A36 dengan

tegangan leleh fy = 250 Mpa, dan kekuatan tarik fu = 400 MPa. Balok WF

400.200 dan kolom WF 250.250. Mutu baut sebagai sambungan adalah A325.

Perencanaan dilakukan dengan berdasarkan pada SNI-03-1729-2002 dan

dibandingkan dengan PPBBI 1983.

Adapun data-data yang dipergunakan dalam analisa struktur adalah sebagai

berikut:

• Bangunan bertingkat 3

• Fungsi bangunan: perkantoran

• Denah bangunan:

1. Jarak antar portal arah memanjang = 6 m

2. Jarak antar portal arah melintang = 4 m

3. Tinggi kolom = 4 m

• Profil balok arah memanjang dan melintang = WF 400.200

(58)

• Tebal pelat lantai dan atap = 12 cm

6000 6000

4000 4000

4000

Gambar 4.1 Denah Bangunan

6000

6000 6000 6000

4000

4000

4000

(59)

Gambar 4.3 Potongan Melintang Bangunan

6000 6000

6000

(60)

9.2 Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI-03-1729-2002

9.2.1 Beban Mati

Beban mati merupakan berat sendiri bahan bangunan komponen gedung.

Pada pemodelan struktur ini berat sendiri bangunan (self weight) akan dikalkulasi secara otomatis oleh program SAP 2000, sedangkan beban mati tambahan pada

tiap-tiap lantai dan atap (area load) akan dihitung sebagai berikut:

(61)

- Penutup lantai (keramik + spesi) = 24 kg/m2

- Plafond, Mekanikal dan Elektrikal = 30 kg/m2

- Dinding/ Pasangan bata merah (setengah batu) = 250 kg/m2

= 304 kg/m2

Area Load untuk pelat atap adalah:

- Plafond, Mekanikal dan Elektrikal = 54 kg/m2

- Dinding/ Pasangan bata merah (setengah batu) = 250 kg/m2

= 304 kg/m2

9.2.2 Beban Hidup

Beban hidup merupakan beban yang ditimbulkan oleh pengguna gedung,

termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Menurut

Peraturan Pembebanan Indonesia 1983, beban hidup yang direncanakan pada

pelat lantai untuk bangunan perkantoran adalah 250 kg/m2 dan beban hidup pada

pelat atap bangunan yang dapat dicapai atau dibebani orang harus diambil

minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.

9.2.3 Beban Gempa

a) Perhitungan Beban Gravitasi/ Berat Total Bangunan (W)

Beban gravitasi berupa beban mati dan beban hidup yang bekerja di tiap

(62)

Tabel 4.1 Berat Bangunan Tiap Lantai

Berat Total Bangunan 559904

b) Perhitungan Beban Gempa (V)

V dihitung dengan rumus:

V = Wt

ζ = koefisien yang membatasi waktu getar alami (Tabel 8 SNI-1726-2002)

n = jumlah tingkat

(63)

V = . 559.904

= 47376,49231 kg

Pada arah x, Vx = 47376,49231 kg

Pada arah y, Vy = 47376,49231 kg

c) Distribusi Fi

Dilakukan sesuai dengan rumus:

Fi = . V

Hasil perhitungan dirangkum pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Gaya Gempa di Tiap Lantai

Lantai hi Lantai 3 12 138736 1664832 18817,6731 18817,6731 Lantai 2 8 210584 1684672 19040,2902 37857,9633 Lantai 1 4 210584 842336 9520,145098 47378,1084

559904 4191840

Beban yang dipikul oleh struktur adalah beban mati, beban hidup dan beban

gempa. Kombinasi pembebanan disesuaikan dengan kombinasi pembebanan

menurut SNI-03-1726-2002, yakni:

1) 1,4D

2) 1,2D + 1,6L

3) 1,2D ± 1,0 E + 1,0 L

(64)

Berikut adalah tabel momen dan gaya geser yang bekerja pada setiap

titik/joint pada bangunan yang direncanakan:

Tabel 4.3 Tabel Momen Maksimum dan Gaya Geser Maksimum pada Tiap

Titik/Joint (SNI 03-1729-2002)

Titik/Joint Momen Maksimum (kgm) Gaya Geser Maksimum (kg)

(65)

38 -77996,2 -44787,4

Dari tabel tersebut momen paling besar ada pada titik/joint 56 dan 60 yakni

-211944 kgm dengan besar gaya geser yang bekerja sebesar 103675,8 kg.

9.2.4 Perencanaan Sambungan

Mutu profil baja untuk kolom dan balok ASTM A36 (tegangan leleh, fy = 250

Mpa dan kekuatan tarik, fu = 400 MPa)

(66)

Propertis penampang adalah:

1. Sambungan pada Badan Balok

(67)

Pelat siku profil 150x150x16

Kuat geser ( ):

Fu.r1.Ab.m = 0,75.(8250).(0,5).(3,14).(2)

= 19428,75 kg

Kuat tumpu ( ):

.2,4. Fu.db.tp = 0,75.(2,4).(4000).(2).(1,6)

= 23040 kg

Dipakai ( = 19428,75 kg (menentukan)

Jumlah baut yang dibutuhkan:

n = = =5,34 ≈ 6 baut Kontrol jarak baut

Jarak ke tepi = 1,5 dbs.d (4tp+100 mm) atau 200 mm

= 3 cm s.d 16,4 cm

Jarak antar baut = 3 db s.d 15 tp atau 200 mm

= 6 cm s.d 20 cm

2. Sambungan pada Sayap Kolom

• Pada bidang geser baut tidak ada ulir (r1 = 0,5)

• Mutu profil ASTM A36 (tegangan leleh fy = 250 Mpa = 2500 kg/cm2 dan

kekuatan tarik fu = 400 MPa = 4000 kg/cm2)

• Baut tipe A325, D = 20 mm

fub = 825 Mpa = 8250 kg/cm2

Ag = 3,14 cm2

(68)

Kuat geser ( ):

Fu.r1.Ab.m = 0,75.(8250).(0,5).(3,14).(1)

= 9714,37 kg

Kuat tumpu ( ):

.2,4. Fu.db.tp = 0,75.(2,4).(4000).(2).(1,6)

= 23040 kg

Dipakai ( = 19428,75 kg (menentukan)

Jumlah baut yang dibutuhkan:

n = = = 10,67 ≈ 12 baut (dua baris @ 6 baut) Kontrol jarak baut

Jarak ke tepi = 1,5 dbs.d (4tp+100 mm) atau 200 mm

= 3 cm s.d 16,4 cm

Jarak antar baut = 3 db s.d 15 tp atau 200 mm

= 6 cm s.d 20 cm

3. Kontrol Kekuatan Siku Penyambung

Siku direncanakan menggunakan 150x150x16, ASTM A36

fu = 4000 kg/cm2 dan fy = 2500 kg/cm2

= 20 mm + 1,5 mm (lubang dibuat dengan bor)

= 21,5 mm

Anv = Lnv.t = (L-n. ). t

= (24-(2.x2,15)).(1,6)

(69)

Kontrol terhadap leleh

0,9.Ag.Fy.2 ≥ Vu

0,9.(24 x 1,6). (2500).(2) ≥ 103675,8 kg 172800 kg ≥ 103675,8 kg ... (OK) Kontrol terhadap patah

0,75.An.fu.2 ≥ Vu 0,75.(Ag- Σd’. tw)

0,75.((24x16) – 2 (2+0,15).1,6).(4000).(2) ≥ 103675,8 kg 252160 kg ≥ 103675,8 kg ... (OK)

4. Kontrol Kekuatan Sambungan Sayap – Profil T

• Pada bidang geser baut tidak ada ulir (r1 = 0,5)

• Mutu profil ASTM A36 (tegangan leleh fy = 250 Mpa = 2500 kg/cm2 dan

kekuatan tarik fu = 400 MPa = 4000 kg/cm2)

• Baut tipe A325, D = 30 mm

fub = 825 Mpa = 8250 kg/cm2

Ag = 7,07 cm2

Gaya tarik akibat momen

2T = = =529860 kg

T = 264930 kg

Kekuatan rencana baut (B)

Kuat geser ( ):

B = 0,75.fu.(0,75.Ab).n

(70)

= 65618,44 kg < 264930 kg

Kuat tarik 1 baut (B) = = 32809,22 kg

Untuk mengatasi maka dipakai potongan profil WF 400x200x8x13 yang

dihubungkan ke bawah balok agar lengan kopel menjadi besar.

Lengan kopel = = 161,49 cm ≈165 cm

Gaya kopel menjadi = = 64225,45 kg

Dengan menggunakan 4 baut dalam tarik pada sayap kolom dengan profil, beban

terfaktor 1 baut adalah:

T = = 32112,72 kg < B = 32809,22 kg

Kontrol tebal flens profil T

Direncanakan profil T 400x400x30x50

tw = 30 mm

tf = 50 mm

bf = 417 mm

r = 22 mm

c = r + = 22 + = 37 mm

a + b = - c = .417-37 = 171,5 mm

a = 100 mm (direncanakan)

b = - a= - 100 = 93,5 mm

(71)

b’ = b – ½ baut = 93,5 – 15 = 78,5 mm

δ = = = 0,37

β = = = 0,33

α = = = 0,33 >1

dipakai α = 1

Q = T = 32112,72 = 5920,11 kg

Gaya yang terjadi pada baut:

B ≥ (T + Q)

65618,44 kg ≥ (32112,72 + 5920,11) kg 65618,44 kg ≥ 38032,83 kg

Maka tebal perlu sayap profil T

tf ≥

≥ 3,19 cm = 31,9 mm

Sehingga tf pada profil T 400x400x30x50 dapat dipakai.

5. Kontrol Kekuatan Badan Profil T dengan Flens Balok

• Pada bidang geser baut tidak ada ulir (r1 = 0,5)

• Mutu profil ASTM A36 (tegangan leleh fy = 250 Mpa = 2500 kg/cm2 dan

kekuatan tarik fu = 400 MPa = 4000 kg/cm2)

• Baut tipe A325, D = 30 mm

(72)

Ag = 7,07 cm2

Pelat siku profil 150x150x16

Kuat geser ( ):

Fu.r1.Ab.m = 0,75.(8250).(0,5).(7,07).(1)

= 21872,8 kg

Kuat tumpu ( ):

.2,4. Fu.db.tp = 0,75.(2,4).(4000).(3).(1,6)

= 34560 kg

Dipakai ( = 21872,8 kg (menentukan)

Jumlah baut yang dibutuhkan:

n = = = 2,99 ≈ 4 baut Agar simetris dipasang 3 baut pada tiap sisi

Kontrol jarak baut

Jarak ke tepi = 1,5 dbs.d (4tp+100 mm) atau 200 mm

= 4,5 cm s.d 16,4 cm

Jarak antar baut = 3 db s.d 15 tp atau 200 mm

= 9 cm s.d 20 cm

Kekuatan badan profil T

Dipakai baut 30 mm BJ 55 dengan fy = 4100 kg/cm2 dan fu= 5500kg/cm2

Ag = w. tw

= 16. (3)

= 48 cm2

An = Ag – (Σd’. tw)

(73)

= 29,1 cm2

Kontrol terhadap leleh

2T ≤ 0,9. Ag.fy

2. 32112,72 ≤ 0,9.48.4100

64225,44 kg ≤ 177120 kg ... (OK) Kontrol terhadap patah

2T ≤ 0,9. An.fu

2. 32112,72 ≤ 0,9.29,1.5500

64225,44 kg ≤ 144045 kg ... (OK)

9.3 Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983 (PPBBI 1983)

Mutu profil baja untuk kolom dan balok ASTM A36 (tegangan leleh, fy = 250

Mpa dan kekuatan tarik, fu = 400 MPa)

Tegangan dasar profil, σ’profil = 166,67 MPa

Mutu baut (tegangan leleh, fy = 635 Mpa dan kekuatan tarik, fu = 825 MPa)

(74)

Zx = 1.190 cm3 Zy = 174 cm3

Tabel 4.4 Tabel Momen Maksimum dan Gaya Geser Maksimum pada Tiap

Titik/Joint (PPBBI 1983)

Titik/Joint Momen Maksimum (kgm) Gaya Geser Maksimum (kg)

(75)
(76)

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa momen paling besar ada pada

titik/joint 56 dan pada titik/joint 60 yakni -132752 kgm dengan besar gaya geser

yang bekerja sebesar 64935,63 kg. Sambungan direncanakan pada titik/joint 56.

9.3.1 Perencanaan Sambungan

Hubungan balok dengan pelat menggunakan sambungan las dan tidak

dianalisa atau diperhitungkan dalam Tugas Akhir ini. Garis netral baut mutu

tinggi berada di tengah kumpulan baut dikarenakan sudah diberi gaya pratarik

(protension) terlebih dahulu sehingga semua bidang kontak mengalami tekan.

Jumlah baut yang digunakan direncanakan 8 buah. Diameter baut yang

digunakan adalah 30 mm.

fa = , M = -132752 kgm = -13275200 kgcm

Wa = b. h2

= (20).(40)2

= 5333,33 cm3

fa =

fa = 2489,10 kg/cm2

fD = , D = 64935,63 kg

Ab = ¼. π. d2

(77)

= 3,14 cm2

fD =

= 2585,02 kg/cm2

fN = , T min = 0,7. Fb = 0,7. (3,14). (4233,33) = 9304,13 kg

=

= 370,39 kg/cm2

fTS = , µ = 0,35 (keadaan permukaan bersih)

=

= 129,64 kg/cm2

fs = fD - fTS

= 2585,02 - 129,64

= 2455,38 kg/cm2

fi =

=

= 3678,93 kg/cm2≤ 4233,33 kg/cm2

(78)

= 3,14. (3678,93)

= 11551,84 kg

Perhitungan gaya ungkit menggunakan persamaan 7

C =

ke =

=

= 0,32

= = 2,33

C =

=

=

= 0,08P + 0,04Fb

Karena pengaruh gaya ungkit maka gaya yang dipikul baut bertambah

T = C + P – Tmin

= 1,08P + 0,04Fb - Tmin

(79)

= 3,14. (4233,33)

= 13292,66 kg

T = 1,08. (11551,84) + 0,04. (13292,66) – (9304,13)

= 3703,56 kg

Kontrol Kekuatan Pelat Penyambung

s = 11 cm

tp = 3 cm

Wpl = . tp2.s

= . (3)2.11

= 16,5 cm3

Ap = s. tp

= 11. (3)

= 33 cm2

fm =

=

= 2100,33 kg/cm2

Gambar

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Baut
Gambar 2.3 Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar
Tabel 2.3 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lama pemberian pakan mengandung tepung meniran Phyllatus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan

CATATAN: Jika Anda tidak dapat mengatur resolusi yang disarankan, hubungi produsen komputer atau pertimbangkan untuk membeli adapter grafis yang akan mendukung resolusi

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan

menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang

In order to investigate chemical aspects of the Cyperaceae plant family in Lampung Province, Indonesia, this study is aimed to find out chemical composition of

Dalam penelitian ini kekerasan yang ditunjukkan sesuai dengan kekerasan menurut Sunarto terdapat beberapa bentuk – bentuk kekerasan antara lain ( Sunarto, 2009 : 137 ) Kekerasan

Tenaga medis, laboratorium umum, instansi kesehatan, dan apotik memberikan data identitas ijin lengkap untuk diolah sehingga dapat memberikan informasi data lokasi pada

Skripsi dengan judul : Faktor–Faktor yang Berpengaruh terhadap Derajat Klinis Pasien Demam Berdarah Dengue Anak di RSUD Dr.. Rustam Siregar,