• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut (Studi Literatur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut (Studi Literatur)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SAMBUNGAN LAS DAN BAUT

(Studi Literatur)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

DIAN SUKMA ARIFWAN

NIM 04 04 24 004

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Maksud dan Tujuan D. Pembatasan Masalah E. Metodologi

F. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Umum

B. Sifat Bahan Baja C. Sambungan

1. Permodelan Sambungan 2. Tipe-tipe Sambungan 3. Jenis Alat Penyambung

i. Baut ii. Las

4. Sambungan Balok Rangka 5. Sambungan Sudut Portal Kaku

(3)

KOLOM

A. Sambungan Penahan Momen

B. Sambungan Penahan Momen yang Direncanakan C. Kekuatan Sambungan Baut

a. Kekuatan Geser Baut

b. Kekuatan Desak (Tumpu) Baut

c. Sambungan Baut Mengalami Pembebanan Eksentris D. Kekuatan Sambungan Las

a. Kekuatan Sambungan Las b. Kekuatan Las Sudut

c. Sambungan Las yang Eksentris

BAB IV APLIKASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(4)

1. Bresler, Lin, Scalzi, Design of Steel Structures, John Wiley & Sons, Inc., 1960, 1968

2. Charles G. Salmon dan John E. Johnson, Struktur Baja Desain dan Perilaku, Jilid 1

dan 2, edisi ke-3, Penerbit Erlangga, 1996

3. Edwin H. Gaylor, Jr dan Charles N. Gaylord, Design of Steel Structures,

McGraw-Hill, Book Company, Inc., 1957

4. Rasdinanta Tarigan, ST. Tugas Akhir Analisa Sambungan Kolom Baja Dengan

Pondasi, 2004

5. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI), 1983

(5)

memberikan Pengetahuan, Kekuatan, dan Kesempatan kepada penulis sehingga mampu

menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat

untuk menempuh ujian Sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas

Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA

ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN

LAS DAN BAUT”.

Dalam penulisan tugas akhir, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak baik bantuan berupa dukungan moril, materil, spiritual, maupun

administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc, Ketua jurusan Teknik Sipil;

2. Bapak Ir. Faizal Ezeddin, MS Koordinator Program Pendidikan Ekstension Jurusan

Teknik Sipil;

3. Bapak Ir. Robert Panjaitan, Dosen Pembimbing penulis dalam penulisan Tugas

Akhir ini;

4. Orang Tua Tercinta yang terus menerus berdoa agar penulis dapat menyelesaikan

studi, juga atas dorongan motivasi dan kepercayaan yang telah diberikan pada

penulis agar menyelesaikan Tugas Akhir ini;

(6)

serta pihak-pihak lain yang turut berperan serta dalam penyelesaian tugas akhir ini

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis

menyadari kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kesilapan di dalam tugas akhir

ini. Oleh karena itu penulis terbuka dan mengharapkan sekali kritikan dan saran yang

sifatnya membangun guna memperbaiki tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Agustus 2007

Hormat saya

Dian Sukma Arifwan Sitepu

(7)

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. iii

ABSTRAK………. v

DAFTAR NOTASI……… vi

DAFTAR GAMBAR………. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1

B. Permasalahan……….. 3

C. Maksud dan Tujuan……… 6

D. Pembatasan Masalah……….. 7

E. Metodologi………. 9

F. Sistematika Penulisan………. 9

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Umum………. 1

B. Sifat Bahan Baja………. 2

C. Sambungan………. 7

1. Permodelan Sambungan………. 7

2. Tipe-tipe Sambungan………. 14

3. Jenis Alat Penyambung……….. 17

i. Baut……… 17

ii. Las……….. 25

4. Sambungan Balok Rangka………. 34

5. Sambungan Sudut Portal Kaku……….. 37

(8)

A. Sambungan Penahan Momen………. 1

B. Sambungan Penahan Momen yang Direncanakan………. 2

C. Kekuatan Sambungan Baut……… 3

a. Kekuatan Geser Baut………. 4

b. Kekuatan Desak (Tumpu) Baut………. 6

c. Sambungan Baut Mengalami Pembebanan Eksentris……… 9

D. Kekuatan Sambungan Las………. 19

a. Kekuatan Sambungan Las………. 19

b. Kekuatan Las Sudut……….. 20

c. Sambungan Las yang Eksentris……… 24

BAB IV APLIKASI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……… 1

B. Saran……….. 2

(9)

Suatu balok baja yang pada kedua ujungnya disambungkan terhadap kolom-kolom dengan menggunakan sambungan memakai baut, maka balok diatas merupakan konstruksi statis tertentu, karena kedua ujung tersebut bersifat sendi. Akan tetapi bila sambungan pada kedua ujung menggunakan beberapa baut ataupun dilas, maka akan terbentuk konstruksi statis tidak tentu, karena sambungan tidak dapat lagi berputar bebas. Dalam keadaan ekstrim sambungan dapat bersifat kaku sempurna (rigid), dimana sudutnya adalah nol.

Akan tetapi pada sambungan-sambungan yang menggunakan paku keling/baut selalu akan terjadi deformasi elastis, yang mengakibatkan sifat kaku sempurna tidak tercapai. Sambungan menjadi semi kaku (semi rigid). Keberadaan lain dari suatu sambungan (sendi, semi kaku atau kaku sempurna) atau dengan kata lain tingkat kekakuan dari sambungan, akan mempengaruhi besarnya perubahan bentuk (lenturan ataupun putaran sudut) dan gaya-gaya dalam (momen lentur, gaya lintang, gaya normal dan torsi) pada analisis strukturnya.

(10)

A = luas tahanan efektif las

Ab = luasan baut

a = lebar luasan tertarik pada baut

b = lebar profil pengaku

be = lebar efektif

D = gaya lintang

d = diameter baut

e = eksentrisitas

Fp = gaya putus las sudut

h = tinggi penampang profil kolom

I = momen kelembaman

J = momen inersia polar

l = panjang las

M = momen

m = jumlah baris baut

n = jumlah baut

P = beban terpuusat

q = beban mati

R = resultante

s = jarak sumbu ke sumbu baut

T = gaya tarik

(11)

= tebal profil yang dilas

α = tegangan dasar baja

1 = tegangan idiil

τ = tegangan geser ijin baja

(12)

Gambar 1.1 Bidang Momen dan Garis Lentur Balok ... I - 4

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan Regangan untuk Uji Tarik Pada Baja Lunak II - 3

Gambar 2.2 Penentuan Tegangan Leleh ... II - 5

Gambar 2.3 Deformasi Rotasi Sambungan ... II - 8

Gambar 2.4 Kurva M- r Sambungan ... II - 8

Gambar 2.5 Tipe Sambungan (a) Single Web-Angle dan (b) Single Plate II -10

Gambar 2.6 Tipe Sambungan Double Single Web-Angle ... II -10

Gambar 2.7 Tipe Sambungan Top and Seat Web-Angle with ...

Double web-Angle ... II -11

Gambar 2.8 Tipe Sambungan Top and Seat-Angle ... II -11

Gambar 2.9 Tipe Sambungan Header Plate ... II -11

Gambar 2.10 Tipe Sambungan Extended End-Plate ... II -12

Gambar 2.11 Tipe Sambungan Flush End Plate ... II -12

Gambar 2.12 Tipe Sambungan Top And Seat Angle

dengan Double Web Angle ... II -13

Gambar 2.13 Pengaruh Deformasi Elaastis Terhadap Sambungan Top And Seat

Angle dengan Double Web angle ... II -13

Gambar 2.14 Mekanisme Collapse pada Tipe Sambungan Top And Seat Angle

dengan Double Web Angle ... II -15

Gambar 2.15 Hubungan Antara Tegangan Tarik dengan Perpanjangan

Batang Baut ... II -22

Gambar 2.17 Tipe-tipe Las ... II -27

(13)

Gambar 2.21 Las Slot dan Las Plug dalam Kombinasi dengan Las Fillet II -30

Gambar 2.22 Tebal Las ... II -31

Gambar 2.23 Gaya P yang Membentuk Sudut Terhadap Bidang retak Las II -31

Gambar 2.24 Gaya P Izin yang Dapat Dipikul Beberapa Jenis

Sambungan Las ... II -33

Gambar 2.25 Sambungan Balok Rangka ... II -35

Gambar 2.26 Kegagalan Akibat Sobekan di Ujung Pada Sambungan

Balok Rangka ... II -36

Gambar 2.27 Sudut Portal Kaku ... II -39

Gambar 2.28 Sambungan Kolom ke Balok Menerus ... II -40

Gambar 3.1 Sambungan T-Conection ... III -1

Gambar 3.2 Sambungan Bracket Conection ... III -2

Gambar 3.3 Sambungan Penahan Momen ... III -3

Gambar 3.4 Baut yang Mengalami Geser Tunggal ... III -4

Gambar 3.5 Baut yang Mengalami Geser Rangkap ... III -5

Gambar 3.6 Bentuk-bentuk Kegagalan yang Mungkin Timbul Pada

Sambungan Baut ... III - 6

Gambar 3.7 Tekanan Tumpu Pada Sambungan Baut ... III - 7

Gambar 3.8 Jarak Baut ... III - 9

Gambar 3.9 Sambungan Eksentris ... III-10

Gambar 3.10 Analisa Sambungan yang Eksentrisitas ... III-10

(14)

Gambar 3.13 Peristiwa Double Flexture ... III-18

Gambar 3.14 Distribusi Tegangan Tipikal pada Lap Join dengan

Las Fillet Longitudinal ... III-21

Gambar 3.15 Distribusi Tegangan Tipikal pada Suatu Sambungan Impit yang

Transversal Terhadap Las Fillet ... III-21

Gambar 3.16 Dimensi Leher Efektif untuk Las Fillet... III-22

Gambar 3.17 Hubungan Las yang Dibebani Eksentris ... III-25

Gambar 3.18 Beban-beban pada Las ... III-25

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu maupun

beton, pada tempat-tempat tertentu harus disambung. Hal ini dikarenakan keterbatasan

ketersediaan material dipasaran dan juga berhubungan dengan kemudahan pemasangan

dilapangan. Khusus untuk konstruksi yang terbuat dari bahan beton, boleh jadi

sambungan bukan merupakan sesuatu hal yang perlu dipermasalahkan, karena pada

konstruksi beton struktur secara keseluruhan adalah bersifat monolit (menyatu secara

kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang terbuat dari baja maupun kayu, sambungan

merupakan sesuatu hal yang perlu mendapat perhatian serius yang matang karena pada

konstruksi baja dan kayu, elemen-elemen struktur yang disambung tidak dapat bersifat

monolit seperti konstruksi beton.

Pada umumnya sambungan berfungsi untuk memindahkan gaya-gaya yang

bekerja pada elemen-elemen struktur yang disambung. Sambungan dibuat karena

keterbatasan bahan yang tersedia di pasaran dan juga untuk kemudahan pemasangan

dilapangan serta kemudahan dalam hal pengangkutan. Misalkan saja akan dibuat suatu

struktur ranngka gading-gading kap terbuat dari baja profil siku, maka tidak mungkin

melaksanakannya secara langsung dilapangan karena tidak akan ekonomis, tetapi akan

lebih hemat jika terlebih dahulu merakitnya di pabrikasi (bengkel/workshop), baru

(16)

Alat-alat sambung yang biasa digunakan pada konstruksi baja adalah :

1. Sambungan dengan paku keling (rivet) 2. Sambungan dengan baut (Bolt)

3. Sambungan dengan las (welding)

Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambung yang

menghasilkan kekakuan yang paling besar, sedangkan paku keling menghasilkan

sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi kurang kaku jika

dibandingkan dengan las. Tetapi pada dewasa ini sambungan dengan menggunakan

paku keling sudah jarang digunakan karena kesulitan dalam pemasangannya. Oleh

karena itu pada tugas akhir ini perencanaan sambungan akan memakai sambungan baut

(tipe baut : baut bubut) dan las (tipe las : las fillet/sudut).

Bahan baja sebagai bahan bangunan, diproduksi di pabrik-pabrik peleburan

dalam bentuk ukuran dan panjang yang tertentu sesuai dengan standar yang dilakukan.

Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit

(diprabikasi, dicetak) akan tetapi terpaksa dibangun dari elemen-elemen yang

disambung satu persatu di lapangan dengan menggunakan salah satu alat-alat sambung

atau kombinasi dari dua alat sambung seperti yang telah disebutkan diatas.

Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi

sambungan, bervariasai mulai dari yang berkekakuan sendi sampai dengan kaku

sempurna. Untuk menghilangkan salah pengertian, perlu terlebih dahulu dijelaskan

tentang istilah kekakuan pada struktur batang, kata stifness. Suatu struktur sambungan

dapat bersifat sendi (ekstrem bawah) dan kaku atau rigid pada ekstrem atas. Diantaranya

terdapat sifat semi kaku "semi rigid". Tidak ada ukuran yang dapat dipakai untuk

(17)

adalah dengan menggunakan kombinasi sendi dengan pegas momen sebagai pengganti

sambungan (perletakan) yang semi kaku. Besarnya konstanta pegas adalah

menunjukkan tingkat kekakuan dari sambungan. Maka untuk seterusnya bila terpakai

kata kekakuan sambungan, yang dimaksud adalah kekakuan (konstante) pegas yang

dimaksud diatas.

B. Permasalahan

Sambungan menerus balok dan kolom ditunjukkan untuk memindahkan semua

momen dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan (yaitu jenis:

AISC – sambungan portal kaku).

Kolom dapat berhubungan secara kaku dengan balok-balok pada kedua

sayapnya, tingkat kekakuan dari sambungan pada konstruksi tersebut mempunyai

peranan penting pada analisa struktur untuk menghitung gaya-gaya dalam dan

deformasi, terutama untuk struktur statis tak tentu. Contoh berikut ini akan

memperlihatkan permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda-beda dari

ujung-ujung (sambungan) dari satu batang. Apabila titik ujung A dan B adalah sendi

dan beban mati terpusat berada di tengah-tengah bentang yaitu di C maka momen di A

atau di B adalah nol. Momen di C yakni Moc = ¼ PL. Tetapi bila titik A dan B kaku

sempurna maka besar momen akan berubah menjadi:

M’A = M’B = -1/8 PL dan M’C =1/8 PL = ½ MoC

Bila titik A dan B bersifat diantara sendi dan kaku (semi kaku), maka

momen-momen tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari

(18)

P

A B

C

½ l ½ l

Gambar 1.1 Bidang momen dan garis lentur balok MoC

MB

MoC MoB

MC

BIDANG MOMEN

GARIS LENTUR

YoC Y”C Y’C

Dimana:

0 < M”B < M’B dan MOC > M”C > M’C

Hal yang sama terjadi pada lenturan, yakni bahwa:

Yoc>Y”c>Y’c

Kalau pada waktu perencanaan titik hubungan A dan B diasumsikan sendi, akan tetapi

pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan kaku atau semi kaku, maka ditengah bentang

terdapat momen yang lebih kecil dari yang dihitung semula. Sedangkan pada jepitan

timbul momen sebesar M”B yang semula adalah nol. Sebaliknya bila pada waktu

pelaksanaan terjadi hubungan yang semi kaku maka ditengah bentang terjadi momen

M”C yang lebih besar dari M’C yang dihitung pada awalnya (jadi ada bahaya),

sedangkan di titik A dan B momen menjadi berkurang.

Dalam menentukan tingkat kekakuan sambungan ada dua cara, yaitu

(19)

menentukan derajat kekakuan K dari sambungan adalah dengan menentukan jumlah dan

susunan dari baut penyambung dan menentukan dari pelat dasar sebagai pelat

penyambung adalah menentukan tipe las dan tebal las. Sedangkan bila berdasarkan

perhitungan secara analitis, derajat kekakuan K dari sambungan dapat ditentukan

melalui prosedur literasi metode kekakuan. Secara teoritis faktor-faktor yang

mempengaruhi besarnya derajat kekakuan K dari sambungan adalah:

1. Ukuran baut, jumlah baut dan jarak baut.

2. Tebal pelat penyambung

3. Kekakuan dan panjang dari batang tersambung, baik itu balok maupun kolom.

4. Gaya dalam (pada Tugas Akhir ini yang dibahas hanya momen lentur M) yang

bekerja pada sambungan.

5. Deformasi akibat tegangan tarik aksial pada bidang persentuhan antara baut dan

pelat (batang) tersambung.

6. Lenturan pada baut sendiri.

7. Adanya kelonggaran antara baut dengan pelat-pelat tersambung. Dengan

perkataan lain ukuran lobang baut lebih besar dari diameter baut.

8. Adanya tahanan gesek antara pelat-pelat tersambung yang ditimbulkan oleh

pengunci baut yang sangat kuat.

Kekakuan pada suatu sambungan antara balok dan kolom mempengaruhi besar

beban yang dapat bekerja pada struktur tersebut. Bagaimana bila sambungan antara

balok dan kolom mengalami pembebanan sampai batas elastisnya?.

Oleh karena itu sangat perlu untuk menganalisa M sambungan pada perencanaan

sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi baja dan bagaimana pengaruhnya

(20)

balok hanya akan mengalami lendutan (dengan catatan tidak ada sambungan

balok-balok pada span balok-balok dari kolom) sebab balok-balok bersifat monolit, sedangkan sambungan

balok-kolom tidak. Apakah M sambungan dapat memikul M kapasitas elastis?

Berdasarkan hal inilah, maka dalam tugas akhir ini dalam perencanaan kekuatan

sambungan balok – kolom pada suatu konstruksi portal baja sangat perlu

memperhatikan hubungan dibawah ini:

M sambungan ≥ M kapasitas elastis.

C. Maksud dan Tujuan

Penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk membahas mengenai analisis

sambungan portal baja antara balok dan kolom dengan menggunakan sambungan las,

baut dan paku keling.

Adapun tujuannya adalah untuk

1. Menganalisis kekuatan sambungan balok dan kolom pada portal baja dengan

cara membandingkan momen yang terjadi pada sambungan dengan momen

kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam batas elastisnya sehingga

tidak menimbulkan resiko pada konstruksi yang direncanakan.

2. Menganalisis kekuatan sambungan balok dan kolom pada portal baja dengan

(21)

D. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dibahas dalam tulisan ini mengarah kepada tujuan yang

relevan dengan judulnya dan juga keterbatasan literatur serta untuk mempermudah

perhitungan tetapi hasilnya masih mendekati kebenaran, maka perlu diadakan

pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Konstruksi yang akan dianalisis adalah portal dengan elemen 2 dimensional

dalam bentuk portal bidang (plane frame)

2. Analisis hanya dilakukan terhadap gaya dalam momen lentur M saja yang

bekerja, sedangkan gaya dalam lainnya seperti gaya lintang D dan gaya

normal N yang seharusnya bekerja tidak turut diperhitungkan.

3. Analisis dilakukan dalam batas elastis menurut hukum Hooke, dimana

hubungan tegangan regangan adalah linear.

4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropik

homogen.

5. Pembahasan hanya meliputi hubungan sambungan balok dan kolom.

6. Sambungan yang dianalisis pada tugas akhir ini adalah tipe sambungan baut

dan sambungan las.

7. Baut yang dianalisis adalah baut biasa, yaitu baut bubut yang terbuat dari

besi beton; direncanakan: Mutu U-52 ((Baut (elastis) = 2400 kg/cm2).

Perencanaan profil : Mutu U-37 ((Profil (Elastis) = 1600 kg/cm2)

8. Baut yang dianalisis bukan merupakan baut mutu tinggi, sehingga efek

(22)

9. Analisis tidak dilakukan terhadap pengaruh ketidak seragaman tegangan

yang ditanggung oleh komponen-komponen sambungan (yaitu ada

komponen yang lebih awal mengalami leleh).

10.Perubahan bentuk geometri struktur adalah linear.

11.Dimensi balok dan kolom menggunakan profil baja IWF.

12.Deformasi akibat tegangan tarik aksial (oleh momen lentur M yang bekerja)

yaitu deformasi rotasi r pada bidang persentuhan antara baut dan pelat dasar

atau baja siku (batang) tersambung tidak dianalisa.

13.Lenturan pada baut sendiri tidak dianalisa.

14.Analisa tidak dilakukan terhadap tekuk flens dan atau web kolom ataupun

balok yang terjadi disekitar sambungan.

15.Derajat kekakuan K pada sambungan hubungan balok-kolom diasumsikan

100 %

16.Dalam penentuan inflexient point (garis netral) pada sambungan yang

direncanakan dengan baut sebagai alat penyambung, perhitungan luasan

bidang pengganti di ekivalensikan dengan pengasumsian jarak-jarak baut

adalah sama (dalam perencanaan sambungan, jarak-jarak baut tidak sama

(23)

E. Metodologi

Dalam penulisan Tugas Akhir ini metoda yang digunakan adalah study literatur,

adapun sumbernya adalah buku-buku jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan

analisa yang akan dibahas

Analisis dalam Tugas Akhir ini dilakukan dalam batas elatis dengan

menggunakan metoda analisa perhitungan ASD (Allowable Stress Design). Perencanaan

profil baja untuk balok, kolom, pelat penyambung, baja siku penyambung menggunakan

U-37 ( Elastis = 1600 kg/cm2). Baut penyambung menggunakan baut bubut (yang

terbuat dari besi beton) dengan mutu baja U-52 ( Elastis = 2400 kg/cm2) dan las

merupakan tipe las fillet (las sudut).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan Tugas Akhir ini, maka isi

Tugas Akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan, Maksud dan

Tujuan, Pembatasan Masalah, Metodologi dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN, terdiri dari Penjelasan Umum mengenai

sambungan antara balok dan kolom baja, Sifat Bahan Baja berisikan sifat

bahan baja, Sambungan berisikan penjelasan mengenai sambungan las dan

baut, serta penjelasan mengenai sambungan sudut portal kaku.

BAB III : ANALISIS KEKAKUAN SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM, terdiri

dari Sambungan Penahan Momen, Sambungan Penahan Momen yang

Direncanakan, Kekuatan Sambungan Baut yang berisikan penjelasan

(24)

baut yang mengalami pembebanan eksentris dan Kekuatan Sambungan Las

yang berisikan penjelasan mengenai kekuatan sambungan las, kekuatan las

sudut dan sambungan las yang eksentris.

BAB IV : APLIKASI

(25)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1. UMUM

Sambungan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam

perencanaan struktur baja. Hal ini dikarenakan bentuk struktur bangunan yang begitu

kompleks. Adapun contoh yang dapat kita jumpai di struktur bangunan adalah

sambungan antara kolom dan balok. Kegagalan dalam sambungan tersebut dapat

mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan tersebut, dan yang paling berbahaya

adalah keruntuhan pada struktur tersebut. Sehingga untuk mencegah hal tersebut maka

kekakuan sambungan antara balok dan kolom tersebut harus baik.

Alat penyambung yang sering digunakan adalah dengan pembautan dan

pengelasan yang diberi pengaku samping. Secara umum sambungan antara balok dan

kolom baja terdiri dari 3 elemen yaitu:

a) Balok

b) Kolom

c) Alat penyambung.

Jadi ketiga elemen tersebut yang harus kita perhitungkan sehingga perencanaan

struktur tersebut akan sesuai seperti yang direncanakan. Dan pada akhirnya struktur

(26)

II.2. Sifat Bahan Baja

Sifat baja yang terpenting dalam penggunaannya sebagai bahan konstruksi

adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lain seperti kayu, dan sifat

keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan

baik dalam regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat

homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.

Baja merupakan bahan campuran besi (Fe), 1,7 % zat arang atau karbon (C),

1,65 % mangan (Mn), 0,6 % silikon (Si), dan 0,6 % tembaga (Cu). Baja dihasilkan

dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan

tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku tempratur tinggi untuk menghasilkan

massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan kelebihan

zat arang dan kotoran-kotoran lain.

Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan

sebagai berikut:

1. Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel)

yakni lebih kecil dari 0.15%

2. Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel)

yakni 0.15% - 0.29%

3. Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel)

yakni 0.30% - 0.59%

4. Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel)

yakni 0.60% - 1.7%

Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat arang

yang ringan (mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung di

dalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang

(27)

1. Modulus elastisitas (E) berkisaran antara 193000 Mpa sampai 207000 Mpa. Nilai

untuk design lazimnya diambil 210000 Mpa.

2. Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan:

G = E / 2(1+ )

Dimana: = angka perbandingan poisson

Dengan mengambil = 0.30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 810000

Mpa

3. Koefisien ekspansi ( ), diperhitungkan sebesar:

= 11.25 x 10-6 per º C

4. Berat jenis baja ( ), berat jenis baja diambil 7.85 t/m3

Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat

dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan

menghasilkan bentuk hubungan tegangan dan regangan seperti Gambar 2.1 di bawah

ini.

0

Gambar 2.1 Hubungan tegangan regangan untuk uji tarik pada baja lunak

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

B

A'

A

M

(28)

Keterangan gambar: σ = tegangan baja ε = regangan baja

A = titik proporsional

A’ = titik batas elastis

B = titik batas plastis

M = titik runtuh

C = titik putus

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan

dengan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan

garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan untuk baja

lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), yu dan daerah leleh datar.

Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya

sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis (elasticity limit).

Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan

berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali

kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.

Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan

tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai

keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai

perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0.014.

Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan

akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan

dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini

didefinisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20% dari panjang

(29)

batas (ultimate tensile strength). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi

maka titik C batang akan putus.

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh.

Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan

dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap. Sebagai standar

menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan

sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2% (Gambar 2.2) σ

0 . 0 0 2

0 0 . 0 0 4

C B

C D D

0 B

ε

Gambar 2.2 Penentuan tegangan leleh

Dari titik regangannya 0.2% ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga

memotong grafik tegangan regangan sehingga memotong sumbu tegangan. Tegangan

yang diperoleh ini disebut tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari

(30)
[image:30.612.127.537.99.307.2]

Tabel 2.1 Harga tegangan leleh

Macam baja

Tegangan leleh

Kg/cm2 Mpa

Bj 34

Bj 37

Bj 41

Bj 44

Bj 50

Bj 52

2100

2400

2500

2800

2900

3600

210

240

250

280

290

360

Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya:

1. Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat

2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu

3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas

4. Daktilitas yang tinggi

5. Mudah untuk diadakan pengembangan struktur

Di samping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal:

1. Biaya perawatan yang besar

2. Biaya pengadaan anti api yang besar (fire proofing costs)

3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil

4. Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang/periodik, hal

ini biasa disebut dengan leleh atau fatigue.

Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran pada baja

(31)

II.3. Sambungan

Bahan baja sebagai bahan bangunan, diproduksi dipabrik-pabrik peleburan

dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standard yang ditentukan.

Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit (

dipabrikasi dicetak), akan tetapi terpaksa dibangun dari elemen-elemen yang disambung

satu persatu dilapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan

konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai

dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan digunakan untuk faktor

EI dari batang atau dalam bahasa inggris disebut stiffnes. Suatu struktur sambungan

dapat bersifat sendi, kaku (rigid), semi kaku (semi rigid). Tidak ada ukuran yang pasti

dipakai untuk menentukan tingkat dari sambungan yang dimaksud.

II.3.1 Permodelan Sambungan

Suatu sambungan merupakan sarana dimana beban-beban yang bekerja

disalurkan. Untuk sambungan balok ke kolom, beban-beban yang bekerja disalurkan.

Untuk sambungan balok ke kolom, beban-beban yang disalurkan meliputi gaya normal

N, gaya lintang D dan Momen M saja.

Selanjutnya dalam tugas akhir ini deformasi sambungan akibat momen lentur M

saja yang diperhitungkan, yaitu deformasi rotasi r, biasanya rotasi ditulis dalam fungsi

momen. Apabila momen lentur M bekerja pada sambungan maka akan timbul deformasi

(32)

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

Rotasi yang dimaksud adalah perubahan sudut yang terjadi antara balok dan

kolom dari kondisi aslinya yang merupakan sesuatu ukuran putaran relatif balok

terhadap kolom. Hubungan M – r sambungan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Dari gambar diatas dapat diambil beberapa pengamatan antara lain:

[image:32.612.149.478.369.668.2]

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

Gambar 2.3. Deformasi Rotasi Sambungan

(33)

Semua tipe sambungan menunjukkan perilaku hubungan M – r yang berada

diantara rigid (sumbu vertikal) dan sendi (sumbu horizontal).

a) Untuk nilai momen yang sama, sambungan yang lebih fleksibel memiliki

sudut rotasi r yang lebih besar. Sebaliknya untuk nilai r tertentu, sambungan

yang lebih fleksibel menyalurkan momen yang lebih kecil.

b) Momen maksimum yang mampu disalurkan suatu sambungan (kapasitas

momen ultimate) menurun pada sambungan yang lebih fleeksibel.

c) Hubungan M - r senantiasa non – linear untuk setiap jenis pembebanan.

Ketidak linearan ini disebabkan oleh berbagai faktor, yang terpenting

diantaranya adalah:

a) Ketidak seragaman material.

Sambungan tersebut terdiri atas berbagai macam dan susunan baut, siku dan

pelat. Hal ini memungkinkan terjadinya slip dan pergerakan relatif pada tingkat

pembebanan yang berbeda.

b) Tercapainya kondisi leleh dari sebagian komponen sambungan.

Karena tidak seragamnya tegangan yang ditanggung oleh komponen –

komponen sambungan, maka ada komponen yang lebih awal mengalami leleh.

Ini merupakan faktor utama penyebab kenonlinearan perilaku suatu sambungan.

c) Konsentrasi tegangan dan regangan yang disebabkan oleh lobang (baut),

pengencangan dan bidang kontak elemen yang diterapkan pada sambungan.

d) Tekuk flens dan atau web kolom ataupun balok yang terjadi disekitar

sambungan

(34)

Berikut ini dapat dilihat tipe – tipe sambungan tersebut.

[image:34.612.168.492.80.449.2]

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

Gambar 2.5. Tipe Sambungan (a) Single Web-Angle dan (b) Single Plate

(35)
[image:35.612.225.442.515.690.2]

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

Gambar 2.7. Tipe Sambungan Top-and Seat-Angle with Double Web Angle

Gambar 2.8. Tipe Sambungan Top-and-Seat-Angle

(36)
[image:36.612.160.455.103.456.2]

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

[image:36.612.149.480.382.667.2]

Gambar 2.10. Tipe Sambungan extended plate; (a) extended on tension side only (b) extended on tendion and compression sides

(37)

Dalam penganalisaan kekuatan sambungan balok – kolom tersebut, akan

dilakukan penganalisaan terhadap momen yang bekerja pada sambungan yang akan

dibandingkan dengan momen kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam batas

elastisitasnya. Pada tugas Akhir ini M sambungan tidak dibandingkan terhadap M

kapasitas, sehingga analisa M sambungan terhadap M kapasitas elastis tidak dibahas.

Pada gambar berikut ini dapat dilihat pengaruh deformasi elastis yang terjadi pada

sambungan balok – kolom adalah tipe sambungan top – angle with double web angle.

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

[image:37.612.160.466.266.652.2]

Gambar 2.13 Tipe Sambungan top-and seat-angle dengan double web

(38)

Sebagai gambaran, dibawah ini dapat dilihat pengaruh terjadinya mekanisme

collapse (pada sambungan dengan tipe seperti diatas) akibat M sambungan < M

kapasitas plastis.

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

II.3.2 Tipe – Tipe Sambungan

Konstruksi baja dikategorikan oleh LRFD – A2.2 dan ASD – A2.2 kedalam

beberapa tipe tergantung pada besarnya kekangan yang dihasilkan sambungannya.

Dikenal tiga buah tipe sambungan, antara lain:

a) Tipe Terkekang Penuh (rangka rigid atau rangka kontinu)

Keadaan ini terjadi jika pada sambungan diberikan kontinuitas penuh

sehingga sudut awal antara batang – batang yang berpotongan dipertahankan

konstan selama pembebanan struktur, yaitu dengan kekangan rotasi 90 % atau

lebih dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Oleh LRFD – A2.2

sambungan ini disebut “Tipe FR” (dari Fully Restrain = terkekang penuh) dan

di dalam ASD – A2.2 dikenal ebagai “Tipe 1”.

[image:38.612.163.442.143.357.2]

(39)

b) Tipe Rangka Sederhana (tipe tak terkekang atau tipe ujung bebas)

Keadaan ini terjadi jika kekurangan rotasi pada ujung – ujung batang

dibuat sekecil mungkin. Untuk balok, perangkaan sederhana diharapkan

hanya memberikan transfer geser pada ujung – ujungnya. Biasanya rangka

sederhana dianggap terjadi jika sudut awal antara batang-batang yang

berpotongan dapat berubah sekitar 80 % atau lebih dari jumlah perubahan

sudut yang secara teoritis jika digunakan sambungan berengsel bebas. Jika

dikehendaki suatu balok bertumpuan sederhana, sambungan rangka

sederhana harus digunakan. Jika digunakan analisis plastis, karena

kontinuitasnya dianggap sama (inheren) maka pada keadaan ini penggunaan

sambungan rangka sederhana tidak sesuai. Tetapi dua atau lebih sistem

bidang yang dirancang menggunakan analisis plastis dapat dirangkai dengan

sambungan rangka sederhana yang dikombinasikan dengan suatu sistem

penopang (misalnya penopang silang / cross bracing). Struktur yang

menggunakan sambungan rangka sederhana disebut sebagai konstruksi

“Tipe 2” di dalam allowable Stress Design (ASD – A2.2), sedangkan di

dalam LRFD – A2.2 dikenal dengan “Tipe PR” (partially restrained =

terkekang sebagian). Penyebutan terkekang sebagian untuk jenis sambungan

ini adalah untuk menunjukkan fakta selalu ada sejumlah kekangan pada

sambungan ini. LRFD – A2.2 mensyaratkan jika konstruksi “Tipe PR”

diinginkan sebagai rangka sederhana, maka harus memenuhi tiga syarat

(40)

Reaksi balok bertumpuan sederhana akibat beban terfaktor harus

mampu ditahan oleh sambungan tersebut.

Struktur dan sambungannya harus mampu menahan beban-beban

lateral terfaktor.

Sambungan harus mempunyai kapasitas rotasi tak elastis yang cukup

sehingga perubahan sudut yang sama (inheren) dalam rangka

sederhana dapat terjadi pada beban terfaktor tanpa mengakibatkan

pembebanan berlebih pada sistem penyambung ujung.

c) Tipe Rangka Setengah Kaku

Rangka setengah kaku terjadi jika kekangan rotasi kira-kira antara 20%

hingga 90% dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut relatif.

Ini berarti bahwa dengan rangka setengah kaku momen yang dipindahkan

melalui sambungan tidaklah nol (atau dalam jumlah kecil) sebagaimana pada

rangka sederhana dan tidak pula momen kontinuitas penuh seperti dalam

analisis rangka kaku elastis. Khususnya di dalam ASD-A2.2, rangka

setengah kaku tercakup dalam “Tipe 3”. Dalam Load and Resistence Factor

Design (LRFD), rangka setengah kaku tercakup dalam “Tipe PR” di mana

penggunaannya tergantung pada proporsi tertentu dari kekangan penuh.

Dalam ASD desain sambungan semi rigid menghendaki kapasitas momen

yang diandalkan dan diketahui pada derajat pertengahan antara rigiditas Tipe

(41)

II.3.3 Jenis Alat Penyambung

Setiap struktur adalah gabungan dari bagian-bagian tersendiri atau batang-batang

yang harus disambung bersama (biasanya di ujung batang) dengan beberapa cara.

Adapun cara yang sering digunakan menggunakan: baut (bolt), paku keling (rivet) dan

pengelasan (welding). Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya dua alat sambung

yakni baut dan las.

II.3.3.1 Baut (bolt)

Pada setiap struktur baja baut merupakan suatu elemen yang paling vital untuk

diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering

digunakan. Ada dua jenis utama baut kekuatan (mutu) tinggi ditunjukkan oleh ASTM

sebagai A325 dan A490. sifat bahan dari baut ini diringkas dalam tabel 2.3. baut ini

memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan mur segi enam yang

setengah halus (semi finished) dan tebal seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.16.a.

bagian berulirnya lebih pendek dari baut tidak struktural dan dapat dipotong atau

digiling (rolled). Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan

panas dengan kekuatan leleh sekitar 81 sampai 92 ksi (558 sampai 634 Mpa) yang

tergantung pada diameter. Baut A490 juga diberi perlakuan panas tetapi terbuat dari

baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 115 sampai 130 ksi (793 sampai 896

Mpa) yang tergantung pada diameter. Baut A449 kadang-kadang digunakan bila

diameter yang diperlukan berkisar dari 1 ½ sampai 3 inchi dan juga untuk baut angkur

(42)

Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½ dan 1 ½ inchi ( 3 inchi untuk

A449). Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah ¾ inchi

dan inchi, sedang ukuran yang paling umum dalam perencanaan jembatan adalah

inchi dan 1 inchi.

Tabel 2.3 Sifat-siifat Baja

Identifikasi ANSI/ASTM

Diameter Inchi (mm)

Beban Leleh1) Beban Leleh 1) Kekuatan Tarik

Minimum Metode

Pengukuran Panjang 2)

Metode Kekuatan

Leleh3) Ksi (Mpa) Ksi

(Mpa)

Ksi (Mpa) A3074), baja karbon

rendah

Mutu A dan B ¼ s/d 4 (6,35 – 10,4)

- - 60

A325 5), baja berkekuatan tinggi

Tipe 1, 2 dan 3

Tipe 1, 2 dan 3

½ s/d 1 (12,7 - 25,40)

1 s/d 1 ½ (28,6 – 38,1)

85 (585) 74 (510) 92 (635) 81 (560) 120 (825) 105 (725)

A449 6), baja berkekuatan

tinggi

(catatan: pemakaiannya dibatasi oleh AISC hanya untuk baut yang lebih besar dari 1 ½ inchi sea untuk batang berulir dan baut angkur)

¼ s/d 1 (6,35 – 25,4)

1 s/d 1 ½ (28,6 – 38,1)

1 ¾ s/d 3 (6,35 – 76,2)

85 (585) 74 (510) 55 (380) 92 (635) 81 (560) 58 (400) 120 (825) 105 (725) 90 (620)

A4907), baja paduan yang diberi perlakuan panas

½ s/d 1 ½ (12,7 – 38,1)

(43)

1). Beban Leleh (prof load) dan beban tarik sesungguhnya yang diperoleh dengan

mengalikan harga tegangan tertentu dan luas tegangan tarik As; As = 0,7584

[D-(0,9743/n]2, dengan As = luas tegangan dalam inchi persegi, D = diameter baut

nominal dalam inchi dan n = jumlah ulir per inchi.

2). Perpanjangan 0,5 % akibat beban

3). Nilai pada regangan tetap 0,2 %

4). ANSI/ASTM A307 – 78

5). ANSI/ASTM A325 – 78a

6). ANSI/ASTM A449 – 78a

(44)

Baut kekuatan tinggi dikencangkan (tightened) untuk menimbulkan tegangan

tarik yang ditetapkan pada baut sehingga terjadi gaya jepit (klem/clamping force) pada

sambungan. Oleh karena itu, pemindahan beban kerja yang sesungguhnya pada

sambungan terjadi akibat adanya gesekan (friksi) pada potongan yang disambung.

Sambungan dengan baut kekuatan tinggi dapat direncanakan sebagai tipe geser (friction

type), bila daya tahan gelincir yang tinggi tidak dibutuhkan.

Selain baut kekuatan tinggi, juga ada jenis baut yang lain masih di gunakan

sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain:

a) Baut Hitam

Baut ini dimuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM

A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu

menghasilkan sambungan yang paling murah, karena banyaknya jumlah baut

yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya terutama pada struktur

yang ringan, batang skunder atau pengaku, anjungan (platform), jalan haluan

(catwalk), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang

bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat

penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan

tinggi, paku keling atau las. Baut hitam (yang tidak dihaluskan) kadang-kadang

disebut baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala dan murnya dapat

berbentuk bujur sangkar.

b) Baut Sekrup (Turned Bolt)

Baut yang secara praktis sudah ditinggalkan ini dibuat dengan mesin dari

bahan berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar 1/50 inchi)

(45)

memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini

bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang

posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali digunakan pada

sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.

c) Baut Bersisip (Ribbed Bolt)

Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan

tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersirip telah lama dipakai

sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut

bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut

tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi keliling lubang

sehingga diperoleh cengkraman yang relatif erat. Jenis baut ini terutama

bermanfaat pada sambungan tumpu (bearing) dan pada sambungan yang

mengalami tegangan berganti (bolak-balik).

Variasi moderen dari baut bersirip adalah baut dengan tangkai bergigi

(interference-body bolt) pada Gambar 2.16, yang terbuat dari baja baut A325.

sebagai pengganti sirip longitudinal, baut ini memiliki gerigi keliling dan sirip

sejajar tangkainya. Karena gerigi sekeliling tangkai memotong sirip sejajar, baut

ini kadang-kadang disebut bersirip terputus (interrupted-rib). Baut kekuatan

tinggi A325 dengan tangkai bergerigi yang sekarang juga sukar dimasukkan ke

lubang yang melalui sejumlah plat, namun baut ini digunakan bila hendak

memperoleh baut yang bercengkraman erat pada lubangnya. Selain itu pada saat

pengencangan mur, kepala baut tidak perlu dipegang seperti yang umumnya

(46)

Dari hasil penyelidikan, apabila dalam satu baris dipakai lebih dari 6 baut maka

baut yang paling akhir memikul 65% beban yang diterima sambungan. Penyelidikan

dari Hertwig dan Petermann menyatakan bila jumlah baut dalam satu baris maksimum 5

buah baut, maka perencanaan sambungan dengan asumsi setiap baut dapat menerima

beban sama besar dapat diterima. Dari penyelidikan di laboratorium terhadap baut mutu

tinggi diperoleh grafik hubungan tegangan baut terhadap perpanjangan batang baut,

dapat dilihat pada Gambar 2.17 dibawah ini. Baut yang digunakan adalah baut A325.

(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)

Harga proof load (beban tarik awal) N0 dapat dihitung dengan persamaan:

N0 = 0.75 x e x Ae

Dimana:

Ae = Luas efektif baut, yakni luas pada bagian yang berulir

[image:46.612.161.490.278.491.2]

e = Tegangan Leleh Baut

(47)

Adapun defenisi harga proof load pada baut mutu tinggi adalah tegangan yang

diberikan pada baut mutu tinggi pada waktu pemasangan baut. Untuk mendapatkan

perencanaan yang efektif, hendaklah dipakai baut dengan kekuatan tarik minimum

(tensile strength) 8000 kg/cm2 dan faktor geser minimum 0,35. bila baut mutu tinggi

pada pemasangan mengalami over strained, maka baut tersebut harus diganti dengan

baut mutu tinggi yang baru.

Untuk baut mutu tinggi tipe geser kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung

dengan persamaan:

Ng = (F/ ).n.N0 ……… (2.1)

Kekuatan sebuah baut terhadap gaya aksial tarik dihitung dengan persamaan:

Untuk beban statis : Nt = 0,6. N0 ……… (2.2)

Untuk beban bolak-balik : Nt = 0,5. N0 ……… (2.3)

Kekuatan terdapat kombinasi pembebanan tarik dan geser, maka”

Ng = (F/ ).n.(N0 -1,7 T).……… (2.4)

Dimana:

F = Faktor geser permukaan

= Faktor keamanan = 1,4

N0 = Pembebanan tarik awal (proof load)

n = Jumlah bidang geser

(48)
[image:48.612.155.454.331.538.2]

Tabel 2.4 Harga faktor geser permukaan

Keadaan Permukaan F

Bersih

Digalvanis

Dicat

Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan

Disemprotkan pasir (saud blasted)

0,35

0,16 – 0,26

0,07 – 0,10

0,45 – 0,70

0,40 – 0,70

Sumber: Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 1983

Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan dalam

menghitung kekuatan baut adalah:

Tegangan geser yang diijinkan:

=0,6.

Tegangan tarik yang diijinkan:

=0,7.

Tegangan tumpu yang diijinkan:

Untuk s1≥ 2.d, tu =1,5

Untuk 1,5 d ≤ s1≤ 2.d, tu =1,2

Untuk persamaan tegangan geser dan tegangan tarik menggunakan tegangan

dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu menggunakan tegangan dasar

yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu

pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian

(49)

II.3.3.2 Las

Proses pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang menghasilkan

peleburan bahan yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu

yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian

bahan pengisi. Energi pembangkit panas dapat dibedakan menurut sumbernya: listrik,

kimiawi, optis, mekanis dan bahan semi konduktor. Panas digunakan untuk mencairkan

logam dasar dan bahan pengisi agar terjadi aliran bahan (terjadi peleburan). Selain itu

panas dipakai untuk menaikkan daktilitas (ductility) sehingga aliran plastis dapat terjadi

walaupun jika bahan tidak mencair. Lebih jauh lagi pemanasan membantu

menghilangkan kotoran pada bahan.

Proses pengelasan yang paling umum terutama untuk mengelas baja struktural

memakai energi listrik sebagai sumber panas, yang paling banyak digunakan adalah

busur listrik (nyala). Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif besar antara

elektroda dan bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil pemanasan,

kolom gas ini disebut plasma. Pada pengelasan busur nyala, peleburan terjadi akibat

aliran bahan yang melintasi busur dengan tanpa diberi tekanan.

Proses lain yang jarang dipakai untuk struktur baja menggunakan sumber energi

yang lain dan beberapa proses ini menggunakan tekanan tanpa memandang ada atau

tidak adanya pencairan bahan. Pelekatan (bonding) dapat juga terjadi akibat difusi.

Dalam proses difusi partikel seperti atom di sekitar pertemuan saling bercampur dan

bahan dasar tidak mencair.

Beberapa proses pengelasan dipakai khusus untuk logam dan ketebalan tertentu.

Pembahasan dalam bagian ini ditekankan pada proses yang digunakan dalam

(50)

busur nyala merupakan kategori proses yang terutama dibahas, untuk profil baja ringan

(light gage) pengelasan yang digunakan adalah tahanan listrik.

Kebanyakan baja konstruksi dalam spesifikasi ASTM dapat dilas tanpa prosedur

khusus atau perlakuan khusus. Kemampuan dilas (weldability) dari baja adalah ukuran

kemudahan menghasilkan sambungan struktural yang teguh tanpa retak. Beberapa baja

struktural lebih sesuai dilas daripada yang lain. Prosedur pengelasan sebaiknya

didasarkan pada kimiawi baja, bukan pada kandungan paduan maksimum yang

ditetapkan. Karena kebanyakan hasil pabrik berada dibawah dalam batas ini, sedang

baja yang berkekuatan lebih tinggi dapat melampaui analisa ideal yang ditunjukkan

dalam Tabel 2.5

Tabel 2.5 Analisa kimia ideal dari baja karbon untuk Kemampuan Dilas yang Baik.

Unsur Batas Nominal

(%)

Persen yang Memerlukan

Pelakuan Khusus

Karbon

Mangan

Silikon

Sulfur

Fosfor

0.06 – 0.25

0.35 – 0.80

0.10 maks

0.035 maks

0.030 maks

0.350

1.400

0.300

0.050

0.040

Dalam pekerjaan konstruksi, ada empat tipe pengelasan yakni: Groove, fillet,

slot dan plug seperti terlihat dalam Gambar 2.18 dibawah ini. Masing-masing tipe las

memiliki kelebihannya sendiri yang menentukan rentang penggunaannya. Secara kasar

(51)

tumpul) 15%, fillet (las sudut) 80%, sisanya terbagi-bagi untuk slot, plug dan las-las

khusus lainnya.

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

a. Las Groove

Kegunaan umum las groove adalah untuk menghubungkan batang-batang

struktur yang dipasarkan pada bidang yang sama. Karena las groove biasanya

dimaksudkan untuk mentransmisikan beban penuh batang-batang yang

dihubungkannya, las tersebut harus memiliki kekuatan yang sama dengan

batang-batang yang digabungkan. Las groove demikian ini disebut sebagai las groove

dengan penetrasi sambungan yang lengkap. Bila sambungan didesain sedemikian

rupa sehingga las groove tidak sepenuhnya menjangkau ketebalan bagian-bagian Ujung-ujung harus

berbentuk setengah lingkaran

atau memiliki sudut-sudut yang dibundarkan dengan jari-jari tidak kurang dari ketebalan bagian pelat yang berisi slot

(a) Las Groove (b) Las Fillet

[image:51.612.126.537.160.506.2]

(c) Las Slot (d) Las Plug

(52)

yang digabungkan, las sedemikian disebut sebagai las groove dengan penetrasi

sambungan sebagian. Untuk ini berlaku persyaratan-persyaratan desain yang khusus.

Ada banyak variasi las groove dan masing-masing diklasifikasikan menurut

bentuknya yang khusus. Kebanyakan las groove membutuhkan persiapan pinggiran

yang khusus dan diberi nama menurut persiapannya. Gambar 2.19 menunjukkan

beberapa tipe las groove dan menunjukkan persiapan groove yang dibutuhkan.

Pemilihan las groove yang tepat tergantung pada proses pengelasan yang digunakan,

biaya persiapan pinggiran dan biaya pembuatan las. Las groove dapat juga

digunakan pada sambungan T Gambar 2.20

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

(a) Persegi (b) V-Tunggal (c) V-Ganda

(d) Serong Tunggal (e) Serong Ganda (f) U-Tunggal

[image:52.612.127.531.284.631.2]

(g) U-Ganda (h) J-Tunggal (i) J-Ganda

Gambar 2.19 Tipe-tipe las Groove

(53)

b. Las Fillet

Las sudut (fillet weld) merupakan jenis las yang paling banyak digunakan, hal

ini dikarenakan las jenis ini adalah jenis las yang hemat, mudah dipabrikasi dan

adaptibilitasnya baik. Dalam Gambar 2.21 diperlihatkan beberapa kegunaan las

fillet. Pada umumnya jenis las ini kurang membutuhkan presisi pada pengepasannya

karena masing-masing bagian itu cukup ditumpang-tindihkan. Sedangkan las groove

membutuhkan pengepasan yang teliti dengan celah alur bukaan tertentu (bukaan

akar) di antara bagian-bagiannya. Las fillet secara khusus berguna bagi pengelasan

di lapangan, pengepasan kembali batang-batang atau pun pada

sambungan-sambungan yang dipabrikasi dengan toleransi yang masih dapat diterima namun

mungkin tidak dipasang pas seperti yang dikehendaki. Lagi pula pinggiran

bagian-bagian yang disambungkan jarang membutuhkan persiapan khusus seperti

pemotongan miring atau pengirisan tegak, karena kondisi pinggiran hasil

pemotongan dengan api atau pengirisan pun sudah memadai.

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

c.

a) Sambungan T b) Konsol c) Pelat Penikul Balok

[image:53.612.152.516.371.648.2]

d) Pelat Dasar Kolom e) Konsol Balok f) Penampang Built Up

(54)

d. Las Slot dan Plug

Las slot dan plug dapat digunakan secara eksklusif hanya dalam sambungan

seperti gambar 2.22 atau dalam kombinasi dengan las fillet seperti Gambar 2.21.

kegunaan utama las plug dan slot adalah untuk mentransmisikan geser pada

sambungan impit bila ukuran sambungan tersebut tidak cukup untuk las fillet atau

las pinggir lainnya. Las slot dan plug berguna untuk mencegah agar bagian-bagian

yang saling tumpang-tindih tidak mengalami tekuk..

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

Untuk mendapatkan sambungan las yang memuaskan, diperlukan kombinasi

dari banyak ketrampilan individu yang dimulai dengan desain sebenarnya dari las

tersebut dan diakhiri dengan operasi pengelasan. Panjang las netto tidak boleh kurang

dari 40 mm atau 8a sampai 10a dan tidak boleh lebih dari 40a (a = tebal las). Dapat

[image:54.612.155.493.264.485.2]

ditulis dengan 40 mm (8-10a) ≤ Ln ≤ 40a. panjang netto las dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Ln = Lbrutto – 3a

(55)

Dimana: a = tebal las

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

Untuk tebal las sudut tidak boleh kurang dari ½ t 2 , dimana t adalah tebal

terkecil pelat yang dilas. Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut

dengan bidang retak las (seperti Gambar 2.24), tegangan miring yang diijinkan adalah:

c.

=

c =

3.cos sin

1

2 2 +

dimana: = tegangan dasar baja

Gambar 2.24. Gaya P yang membentuk sudut terhadap bidang retak las

(Sumber: Catatan Kuliah Struktur Baja I)

Kepala Las Kepundan Las

[image:55.612.165.528.408.647.2]

a

Gambar 2.23 Tebal Las

P Pr

Py

(56)

Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan:

= P/A

dan tidak boleh lebih besar daripada tegangan miring yang diizinkan, dimana:

P = gaya yang ditahan oleh las

A = luas bidang retak las

Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan:

2 2 1 σ 3.τ

σ = + atau 1 = /c

Dimana: = tegangan normal pada bidang retak las

= tegangan geser pada bidang retak las.

Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar yang ada.

Dalam buku Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI), harga c

[image:56.612.133.534.392.643.2]

untuk beberapa sudut telah ditabelkan guna mempermudah perhitungan las.

Tabel 2.6 Harga c untuk beberapa

α C α C

(57)

Untuk beberapa macam sambungan las, gaya P yang dapat dipikul oleh sambungan las

tersebut adalah seperti Gambar 2.25 di bawah ini:

[image:57.612.141.528.139.619.2]

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

(58)

II.3.4 Sambungan Balok Rangka

Sambungan balok rangka adalah digunakan untuk menyambung balok ke balok

lain atau ke flens kolom jika tumpuan balok dianggap sederhana. Desain sambungan

seperti ini dibakukan dan tabel “Frame Beam Connections” diberikan dalam manual

AISC. Sebuah ulasan menarik tentang desain LRFD untuk sambungan ini diberikan

oleh Thomton.

Bentuk tipikal sambungan rangka dengan baut dan las ditunjukkan pada Gambar

2.26. diharapkan pada sambungan semacam ini bahwa sudut dibuat sefleksibel

mungkin. Sambungan ke kolom (dua baris lima penyambung pada Gambar 2.26a)

biasanya dibuat di lapangan, sedangkan sambungan ke badan balok (satu baris lima

penyambung pada Gambar 2.26b) bisanya dibuat di workshop. Pada perencanaan,

lobang-lobang penyambung (fastener) yang dibuat di bengkel diperlihatkan seperti pada

Gambar 2.26b sedangkan yang dilakukan di lapangan ditandai dengan bulatan hitam.

Dalam praktek fabrikasi saat ini, sambungan yang dilakukan di bengkel biasanya

dengan las, sedangkan sambungan lapangan mungkin dengan las ataupun dengan baut.

Sambungan rangka pelat tunggal merupakan sambungan modifikasi di mana suatu pelat

tunggal (sebagai pengganti sepasang profil siku) dibuat terhadap pelat badan balok dan

kemudian dilas tegak lurus terhadap badan balok atau flens kolom atau ke pelat badan di

(59)

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

Suatu tipe baru sambungan geser adalah sambungan rangka-T sebagaimana

dipelajari oleh Astaneh dan Nader dengan flens bentuk-T disambungkan ke kolom

penyangga (atau balok) dan panjang-lewatan pelat badan bentuk-T disambungkan ke

balok atau kolom terbuat dari baut.

Jika pelat siku-siku sering disebut sebagai clips angles, digunakan untuk

menyambung balok ke kolom tersedia suatu jarak bebas sekitar ½ inchi sehingga jika

balok terlalu panjang dalam toleransi yang dapat diterima maka pelat siku-siku tersebut

dapat diatur pemasangannya tanpa memotong bagian balok. Jika balok-balok saling

berpotongan dan akan disambungkan dengan balok lain supaya kedua flens balok

mempunyai elevasi yang sama, Gambar 2.26e maka balok yang akan dirangka harus

mempunyai flanges cope atau sebagian flens dibuang. Kehilangan dari penampang ini

adalah terutama kehilangan flens yang bagaimanapun hanya menahan geser yang kecil

saja sehingga umumnya pemotongan flens hanya mengakibatkan sedikit kehilangan

kekuatan geser. Birkemoe dan Gilmor membuktikan bahwa suatu pelat badan yang Barisan Alat Penyambung A

Las A

Las B Las B

[image:59.612.142.516.104.354.2]

Torehan (Pemotongan Sayap Balok)

(60)

flensnya dipotong yang mengalami tegangan tumpu tinggi pada sambungan ujung balok

dengan baut berkekuatan tinggi dapat gagal karena robekan/tearing mode (dikenal

sebagai block shear) sepanjang garis yang melalui lobang seperti diperlihatkan dalam

Gambar 2.27. studi lainnya tentang block shear pada situasi macam ini telah dilakukan

oleh Ricles dan Yura serta Birkemoe, Yura dan Ricles.

Block shear dapat bersifat kritis pada sambungan balok rangka jika relative

hanya terdapat beberapa baut yang digunakan dan baut tersebut tidak memanjang merta

ke seluruh tinggi pelat badan. LRFD-J5 menghendaki pertimbangan keadaan batas

geseran blok jika flens atas dibuang dan pada keadaan semacam ini dimana kegagalan

dapat terjadi karena geser di sepanjang bidang yang melalui penyambungan yang

bekerja dalam kombinasi dengan tegangan tarik sepanjang bidang tegak lurus. ASD-J4

berisi persyaratan yang sama.

Selain geser blok penghilangan flens balok dapat mempengaruhi tekuk local

pelat badan seperti dilaporkan oleh Cheng dan Yura dan tekuk lateral torsional

sebagaimana dilaporkan oleh Gupta, Cheng Yura dan jhonson dan Cheng dan Yura.

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

Jejak Kegagalan Akibat Sobekan yang Potensial

(61)

Jumlah baut berkekuatan tinggi adalah berdasarkan geser langsung dengan

mengabaikan eksentrisitas pembebanan, sedangkan panjang dan ukuran las

memperhitungkan pengaruh pembebanan eksentrik.

Tebal siku-siku atau pelat perangka biasanya ditentukan oleh kekuatan geser

balok. Selain itu siku-siku harus cukup tebal sehingga tegangan tumpu tidak

menentukan. Siku-siku diharapkan melentur sehingga rotasi yang diasumsikan dari

balok yang ditumpu ujungnya dapat terjadi.

II.3.5 Sambungan Sudut Portal Kaku

Pada perencanaan portal kaku menurut metode tegangan kerja atau perencanaan

plastis, pemindahan tegangan yang aman di pertemuan balok dan kolom sangat penting.

Bila batang-batang bertemu sedemikian rupa hingga badannya terletak pada

bidang portal, pertemuannya sering disebut sambungan sudut (knee joint). Sambungan

sudut yang khas adalah:

1. sudut lurus dengan atau tanpa pengaku diagonal lainnya (Gambar 2.28a dan

2.28b)

2. sudut lurus dengan konsol (Gambar 2.28c)

3. sudut dengan pelebaran lurus (straight haunched) (Gambar 2.28d)

4. sudut dengan pelebaran lengkung (curved haunched) (Gambar 2.28e)

perencanaan tegangan kerja biasanya menganggap bentangan batang diukur dari

pusat ke pusat sudut yang berdekatan dan momen inersia batang dianggap bervariasi

sesuai dengan momen inersia penampang lintang yang diambil tegak lurus garis yang

(62)

dengan analisis portal statis tak tentu (yang melibatkan momen inersia variable jika

sudut diperlebar).

Pada perencanaan plastis dengan sudut lurus tanpa konsol atau pelebaran

(haunches), sendi plastis akan terbentuk pada batang dan sambungan sudut

direncanakan untuk mencegah kegagalan pada daerah sudut. Bila sudut diperlebar sendi

plastis dapat terjadi di dalam atau di luar daerah pelebaran.

Sudut portal kaku telah banyak diselidiki dan konsep perencanaannya telah

diringkas dalam ASCE manual No. 41 yang merupakan dasar pembahasan berikut ini.

Sambungan sudut yang direncanakan dengan tepat harus:

1. memindahkan momen ujung antara balok dan kolom

2. memindahkan gaya geser ujung balok ke kolom, dan

3. memindahkan gaya geser di puncak kolom kepada balok.

Juga dalam melakukan ketiga fungsi yang berkaitan dengan kekuatan ini, deformasi

pada sudut harus konsisten dengan analisis yang dipakai untuk menentukan momen dan

gaya geser.

Jika sendi plastis yang berkaitan dengan mekanisme keruntuhan diharapkan

terbentuk atau dekat sudut, sambungan sudut harus memiliki kapasitas rotasi yang

memadai. Sudut lurus memiliki kapasitas rotasi terbesar tetapi juga paling fleksibel

(yakni deformasi elastisnya pada kondisi beban kerja paling besar). Sudut lengkung

merupakan yang terkaku tetapi memiliki kapasitas rotasi terkecil. Karena sudut dengan

pelebaran lurus memberikan kekakuan yang cukup besar dan kapasitas rotasi yang

memadai di samping biaya pembuatannya lebih murah dari peleburan lengkung,

(63)

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

Pada perencanaan portal kaku dengan sudut lurus dua penampang profil giling

(rolled section) bertemu saling tegak lurus seperti yang diperlihatkan pada gambar

2.28a. Analisis portal baik elastis maupun plastis akan menghasilkan besarnya momen

dan gaya geser yang bekerja pada perbatasan daerah sambungan sudut lurus. Gaya yang

dipikul oleh sayap harus disalurkan oleh gaya geser ke badan.

II.3.6 Sambungan Kolom ke Balok Menerus

Pada sambungan kolom ke balok menerus adalah menjadi tujuan desain untuk

membuat transfer momen secara penuh dan sedikit atau tidak ada rotasi relative dari

batang-batang yang disambungkan tersebut (yakni LRFD tipe FR atau ASD tipe

1-sambungan rigid-frame). Karena flens suatu balok membawa sebagian besar momen a) Sudut Lurus Tanpa Pengaku b) Sudut Lurus Dengan Pengaku

c) Sudut Lurus Dengan Konsol d) Sudut Dengan Pelebaran Lurus (Sudut yang diperlebar)

[image:63.612.168.474.84.433.2]

e) Sudut Dengan Pelebaran Lengkung

(64)

lentur melalui gaya flens tekan dan tarik yang bekerja terhadap lengan momen yang

kira-kira sama dengan kedalaman balok, maka transfer gaya-gaya aksial utama inilah

yang harus dicakup oleh provisi tersebut. Karena gaya geser terutama ditahan oleh gaya

geser ini ditransfer langsung dari pelat-badan.

(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)

Pelat-pelat Ganjal a) Tidak ada pengaku kolom. Las Groove Fillet Langsung

b) Pelat Horizontal Pengaku

c) Profil - T Vertikal Pengaku d) Dudukan dan Pelat Atas

[image:64.612.140.510.230.547.2]

Bracket atau Profil Siku

(65)

ANALISIS SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM DENGAN

MENGGUNAKAN SAMBUNGAN LAS DAN BAUT

III.1 Sambungan Penahan Momen

Sering kali selain dari pada sambungan fleksibel juga sambungan digunakan

untuk memindahkan momen yang besar disamping geseran. Dan persoalan ini kita

temui pada konstruksi menerus seperti portal dan bangunan bertingkat. Didalam setiap

persoalan sambungan harus direncanakan untuk dapat menahan momen dan gaya geser.

Dalam hal ini terdapat dua alternatif, yaitu :

1. T-Connection

Reaksi R harus dipikul oleh baut yang ada pada baja siku penyambung yang

dipasang pada pelat badan balok. Momen M harus dipikul oleh baut yang ada pada baja

penyambung berbentuk T yang dipasang pada flens balok.

P

P

h

[image:65.612.135.528.338.610.2]

M

(66)

Baut yang menghubungkan flens balok pada baja T memikul gaya geser

horizontal sebesar :

h M

P= dimana h = tinggi balok

Baut yang menghubungkan baja T pada kolom sebelah atas harus memikul gaya aksial

tarik sebesar P. sebelah bawah flens baja T langsung menekan pada kolom

2. Bracket Connection

III.2 Sambungan Penahan Momen Yang Direncanakan

Pada Tugas Akhir ini yang dianalisa portal bertingkat dengan elemen dua

dimensional dan gaya dalam yang bekerja pada portal tersebut hanya momen lentur M

yang diperhitungkan, maka sambungan direncanakan:

1. Memakai baut dan las sebagai alat penyambung dan pelat dasar sebagai pelat

[image:66.612.143.454.233.476.2]
(67)

2. Tipe sambungan top-and seat-angle with double web angle seperti terlihat pada

gambar 3.3b

Sambungan antara balok dan kolom yang direncanakan tersebut dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

III.3 Kekuatan Sambungan Baut

Gambar

Tabel 2.1 Harga tegangan leleh
Gambar 2.3. Deformasi Rotasi Sambungan
Gambar 2.5. Tipe Sambungan (a) Single Web-Angle dan (b) Single Plate
Gambar 2.7. Tipe Sambungan Top-and Seat-Angle with Double Web Angle
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, sambungan yang merupakan hal penting dalam perencanaan konstruksi baja juga harus direncanakan dengan dengan baik sehingga saat gempa terjadi pelelehan tidak

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari simulasi numerik metode elemen hingga dengan perangkat lunak komputer untuk studi kasus sambungan balok ke kolom,

Berdasarkan hasil penelitian pada pengujian kekuatan kolom baja profil C gabungan dengan variasi jarak sambungan las sebesar 3h, 4h, dan 5h yang dibebani arah

Setelah menyelesaikan perencanaan komponen struktur berupa komponen balok – kolom dan perencanaan sambungan balok ke kolom pada bangunan Gedung BPJN XI, selanjutya dibuat

Tugas Akhir ini membahas perencanaan sambungan kaku balok-kolom tipe End Plate menurut Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1929 - 2002)

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari simulasi numerik metode elemen hingga dengan perangkat lunak komputer untuk studi kasus sambungan balok ke kolom,

Studi analisa mengenai sambungan balok- kolom SRC ini dimulai dengan merencanakan terlebih dahulu dua buah gedung typical sederhana, satu gedung didesain dengan

Sambungan balok baja dan kolom beton bertulang dengan detail yang diusulkan tersebut mampu memenuhi persyaratan deformasi dan kekuatan berdasarkan ANSI/AISC 341-10 sebagai Sistem Rangka