ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA USAHATANI
KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) DI KABUPATEN
BENER MERIAH KECAMATAN BANDAR
SKRIPSI
NURUL AZLINA AZIZ 060304055
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA USAHATANI
KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) DI KECAMATAN BANDAR
KABUPATEN BENER MERIAH
SKRIPSI
NURUL AZLINA AZIZ 060304055
SEP AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan
OLEH:
NURUL AZLINA AZIZ 060304055
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JUDUL : ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA USAHATANI KOPI ARABIKA
(Coffea arabica L.) DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BENER MERIAH
NAMA : NURUL AZLINA AZIZ NIM : 060304055
DEPARTEMEN : AGRIBISNIS PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS
Disetujui oleh Komisi Pembimbing :
Ketua Anggota :
(Dr. Ir. Salmiah, MS) (Rulianda P. Wibowo, SP, M.Ec)
NIP: 195702171986032001 NIP: 19801021200511004
Mengetahui,
Ketua Departemen Agribisnis
ABSTRAK
Nurul Azlina Aziz (060304055 / Agribisnis) dengan judul skripsi “ANALISIS
OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA USAHATANI KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BENER
MERIAH” dengan mengambil studi kasus di Desa Beranun Teleden yang dilakukan pada tahun 2010. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kopi Arabika, tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja usahatani kopi Arabika, dan perbedaan tingkat optimasi tenaga kerja usahatani kopi arabika skala luas dengan skala sempit.
Penelitian di daerah penelitian dilakukan secara purposive, dengan besar sampel ialah 30 sampel yang dilakukan dengan disproportional stratified random sampling, berdasarkan strata luas lahan yaitu strata I dengan luas lahan > 1 Ha sebanyak 6 orang dan strata II dengan luas lahan < 1 Ha sebanyak 24 orang. Metode analisis data untuk hipotesis I dianalisis dengan uji beda rata-rata. Untuk hipotesis 2 dan 3 dengan menghitung tingkat optimasi dari elastisitas produksi. Tingkat optimasi tenaga kerja pada usahatani kopi Arabika dihasilkan dari rasio nilai produk marjinal (NPM) dengan harga masing-masing input produksi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan berikut:
1. Curahan tenaga kerja dalam keluarga secara nyata lebih besar daripada tenaga kerja luar keluarga.
2. Penggunaan tenaga kerja lebih besar daripada satu, yaitu 5,051 (secara keseluruhan), menunjukkan tenaga kerja belum optimal, maka harus dilakukan penembahan jumlah tenaga kerja,agar produktivitasnya meningkat.
3. Tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja pada strata I, yaitu 5,886 lebih besar daripada strata II, yaitu 4,792. Hal ini menunjukkan bahwa strata II lebih optimal daripada strata I, karena lebih mendekati nilai optimal, yaitu 1. Maka untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja strata I perlu dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja.
RIWAYAT HIDUP
NURUL AZLINA AZIZ lahir di Medan 19 Nopember 1988, anak kedua dari
empat bersaudara dari ayah (Alm) Abdul Aziz Hudha dan ibu Mayusnah.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah:
1. Pada tahun 2006 tamat dari SMA Negeri 4 Medan, dan pada tahun 2006
diterima sebagai mahasiswa di program studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
2. Tahun 2010 mengikuti kegiatan PKL di Desa Rantai Besi, Kecamatan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Optimasi Penggunaan Tenaga
Kerja pada Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica) Di Kecamatan Bandar
Kabupaten Bener Meriah”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Secara istimewa penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada orangtua
tercinta (Alm) Abdul Aziz Hudha dan Mayusnah yang selalu menjadi orang
terpenting dalam hidup penulis. Karena atas semua cinta, kasih sayang, dukungan
dan motivasinya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara,
2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
membantu dalam memberikan bimbingan mulai dari awal sampai
selesainya skripsi ini,
3. Bapak Rulianda P. Wibowo, SP, M.Ec selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah membantu dalam memberikan bimbingan mulai
dari awal sampai selesainya skripsi ini,
4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
5. Sahabat dan teman seperjuangan SEP 2006.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga skripsi ini
dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis
mengucapkan banyak terima kasih
Medan, Mei 2011
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8
2.2. Landasan Teori ... 11
2.3. Kerangka Pemikiran ... 14
2.4. Hipotesis Penelitian... 17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18
3.2. Metode Pengambilan Sampel... 19
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 20
3.4. Metode Analisis Data ... 20
Definisi dan Batasan Operasional ... 22
Definisi ... 22
Batasan Operasional ... 23
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 24
4.1.1. Letak Geografis, Batas, dan Luas Daerah Penelitian ... 24
4.1.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penggunaan Tenaga Kerja di Daerah Penelitian ... 30 5.2. Penggunaan Tenaga Kerja Per Petani Per Hektar
Per Tahun pada Setiap Pekerjaan Usahatani Kopi
Arabika ... 40 5.3. Perbedaan Pencurahan Tenaga Kerja Dalam
Keluarga (TKDK) dan Pemcurahan Tenaga
Kerja Luar Keluarga (TKLK) ... 49 5.4. Optimasi Penggunaan Tenaga Kerja ... 50 5.4.1. Optimasi Tenaga Kerja pada Seluruh Petani... 51 5.4.2. Optimasi Tenaga Kerja pada Strata I dan
Strata II ... 52 5.5. Optimasi Tenaga Kerja Untuk Berbagai Jenis Lahan
Per Petani Per Hektar Per Tahun ... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 55 6.2. Saran... 56
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Tanam dan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten/
Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tahun 2008 ... 2
2. Komoditi, Produksi, Dan Luas Lahan yang Sudah Digunakan Di Kabupaten Bener Meriah ... 3
3. Luas Areal dan Komposisi tanaman kopi rakyat di Kabupaten Bener Meriah ... 18
4. Populasi dan Sampel Petani Kopi di Desa Batang Beranun ... 19
5. Metode Pengumpulan Data ... 20
6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 25
7. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 25
8. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan ... 26
9. Distribusi Penduduk Menurut Suku ... 26
10.Karakteristik Petani sampel di desa Batang Beranun tahun 2010 ... 27
11.Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Petani Per Tahun (2010) ... 36
12.Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Petani Per Tahun Per Hektar (2010) ... 38
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1. Skema Kerangka Pemikiran ... 16
2. Kurva Pekerjaan Membesik Strata I ... 40
3. Kurva Pekerjaan Membesik Strata II ... 42
4. Kurva Pekerjaan Membabat Strata I ... 43
5. Kurva Pekerjaan Membabat Strata II ... 44
6. Kurva Pekerjaan Pemupukan Strata I ... 45
7. Kurva Pekerjaan Pemupukan Strata II ... 45
8. Kurva Pekerjaan Membuat Lubang Angin Strata I ... 46
9. Kurva Pekerjaan Membuat Lubang Angin Strata II ... 47
10.Kurva Pekerjaan Panen Strata I ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
1. Karakteristik Petani Sampel
2. a. Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Per Petani Per Tahun Pada Strata I
b. Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Per Petani Per Tahun Pada Strata II
3. a. Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Strata I Per Tahun Per Hektar
b. Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Strata II Per Tahun Per Hektar
4. Produksi Kopi (Bambu) Per Tahun Per Hektar
5. Produksi Kopi (Bambu) dan Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Petani Per Tahun Per Hektar
6. Uji Beda Rata-rata Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dengan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)
7. Regresi Linier Tenaga Kerja Terhadap Produksi Kopi Petani Pada Keseluruhan Sampel
8. Regresi Linier Tenaga Kerja Terhadap Produksi Kopi Petani Pada Strata I
9. Regresi Linier Tenaga Kerja Terhadap Produksi Kopi Petani Pada Strata II
10.Regresi Linier Tenaga Kerja Terhadap Produksi Kopi Petani Pada Lahan 1 Hektar
11.Regresi Linier Tenaga Kerja Terhadap Produksi Kopi Petani Pada Lahan 10 Rante
ABSTRAK
Nurul Azlina Aziz (060304055 / Agribisnis) dengan judul skripsi “ANALISIS
OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA USAHATANI KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BENER
MERIAH” dengan mengambil studi kasus di Desa Beranun Teleden yang dilakukan pada tahun 2010. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani kopi Arabika, tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja usahatani kopi Arabika, dan perbedaan tingkat optimasi tenaga kerja usahatani kopi arabika skala luas dengan skala sempit.
Penelitian di daerah penelitian dilakukan secara purposive, dengan besar sampel ialah 30 sampel yang dilakukan dengan disproportional stratified random sampling, berdasarkan strata luas lahan yaitu strata I dengan luas lahan > 1 Ha sebanyak 6 orang dan strata II dengan luas lahan < 1 Ha sebanyak 24 orang. Metode analisis data untuk hipotesis I dianalisis dengan uji beda rata-rata. Untuk hipotesis 2 dan 3 dengan menghitung tingkat optimasi dari elastisitas produksi. Tingkat optimasi tenaga kerja pada usahatani kopi Arabika dihasilkan dari rasio nilai produk marjinal (NPM) dengan harga masing-masing input produksi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan berikut:
1. Curahan tenaga kerja dalam keluarga secara nyata lebih besar daripada tenaga kerja luar keluarga.
2. Penggunaan tenaga kerja lebih besar daripada satu, yaitu 5,051 (secara keseluruhan), menunjukkan tenaga kerja belum optimal, maka harus dilakukan penembahan jumlah tenaga kerja,agar produktivitasnya meningkat.
3. Tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja pada strata I, yaitu 5,886 lebih besar daripada strata II, yaitu 4,792. Hal ini menunjukkan bahwa strata II lebih optimal daripada strata I, karena lebih mendekati nilai optimal, yaitu 1. Maka untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja strata I perlu dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan minuman internasional dan digemari oleh bangsa-bangsa di
seluruh dunia. Kopi sudah pula menjadi bagian dari kehidupan manusia
sehari-hari. Kopi diperlukan untuk menopang berbagai kegiatan bangsa-bangsa selain
memberikan rasa lezat khas kopi. Kopi merupakan salah satu bahan perdagangan
penting dunia dan melibatkan jaringan perdagangan antar bangsa dan lebih
merupakan perdagangan dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju
yang merupakan konsumen-konsumen utama (Siswoputranto, 1993).
Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering
dibudayakan hanya kopi Arabika, Robusta, dan Liberika. Penggolongan kopi
tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali kopi Robusta. Kopi
Robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan
keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora
(Najiyati dan Danarti, 1997).
Kopi adalah salah satu komoditi yang memiliki pengaruh besar dalam
perdagangan dunia. Beberapa Negara masih tergantung devisanya pada komoditi
tersebut, seperti Brazil dan Kolumbia. Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan
komoditi ekspor andalan yang menjadi gantungan harapan jutaan petani kopi
kecil. Indonesia berada pada tingkat ke-3 peringkat kopi dunia setelah Brazil
Kabupaten Bener Meriah dengan jenis tanah yang sangat cocok untuk
pengembangan tanaman kopi, yaitu jenis tanah podsolik yang sangat potensial
untuk pengembangan tanaman pertanian menjadikan Kabupaten ini terkenal
sebagai penghasil kopi terbesar di Sumatera bahkan di Indonesia. Selain penghasil
kopi terbesar juga sebagai penghasil komoditi holtikultura seperti : tomat, cabe,
wortel dan lain-lain yang telah mendapat pasar baik domestik maupun
regional. Kopi Gayo Arabika asal Kabupaten ini sudah lama dikenal oleh
kalangan pengusaha kopi baik itu tingkat Regional, Nasional dan Manca Negara.
Sehingga importir dari dalam dan luar negeri secara berkala sering berkunjung ke
Kabupaten ini (Ruhdi, 2009).
Tabel 1. Luas Tanam dan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tahun 2008
Kabupaten/Kota
Dari tabel 1 diketahui bahwa kabupaten Bener Meriah merupakan kabupaten/kota
yang memiliki luas tanam komoditi kopi terbesar kedua di Nanggroe Aceh
Darussalam yaitu sebesar 39.490 ha. Selain itu, Bener Meriah juga merupakan
kabupaten/kota produksi kopi terbesar kedua di Nanggroe Aceh Darussalam yaitu
sebesar 13.287 ton pada tahun 2008 setelah Kabupaten Aceh Tengah yaitu sebesar
27.789 ton.
Berikut ini adalah data beberapa komoditas yang berpotensi di Kabupaten Bener
Meriah (pecahan Kabupaten Aceh Tengah ):
Tabel 2. Komoditi, Produksi, Dan Luas Lahan yang Sudah Digunakan Di Kabupaten Bener Meriah
No Komoditi Unggulan
/ Tidak Sumber Data : Statistik Perkebunan Indonesia 2006-2008
Dari data tabel diatas, komoditas kopi merupakan salah satu komoditi unggulan di
Kabupaten Bener Meriah dengan produksi dan penggunaan lahan terbesar, dan
kopi dari Bener Meriah merupakan salah satu komoditi ekspor maka kabupaten
Bener Meriah ditetapkan sebagai daerah objek penelitian, terutama kecamatan
inilah menjadi latar belakang penulis untuk menjadikan Kecamatan Bandar
Kabupaten Bener Meriah sebagai daerah penelitian.
Setiap usaha pertanian yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh
karena itu, dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian,
penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan
tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai
(Soekartawi, 1989).
Tenaga kerja pertanian adalah orang yang melaksanakan kegiatan penanaman,
pemeliharaan tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) dan tanaman
perkebunan baik di lahan sendiri maupun di lahan milik orang lain. Tenaga kerja
pertanian merupakan tenaga kerja yang aktivitasnya secara langsung berhubungan
dengan faktor alam (tanah, iklim, dan sebagainya) serta masyarakat tani di
lingkungannya. Pengaruh yang kuat atas faktor alam tersebut menjadikan tenaga
kerja pertanian mempunyai corak sebagai tenaga kerja musiman (Ravianto, 1985).
Salah satu ciri faktor tenaga kerja dalam usaha tani adalah keperluan akan tenaga
kerja yang tidak berkelanjutan dan tidak merata akibat pekerjaan dalam usahatani
itu sifatnya bertumpuk-tumpuk pada suatu atau beberapa kegiatan, ketika yakni
pada pengolahan tanah, waktu bertanam, maupun pemungutan hasil sesuai dengan
pola tanaman yang ada. Konsekuensi dari ciri tersebut adalah timbulnya
pengangguran tersembunyi dari tenaga kerja dalam keluarga petani yang tersedia
dan di lain pihak usahatani tersebut membutuhkan tenaga kerja tambahan (luar
Dalam usahatani kopi terdapat beberapa kegiatan utama yang dilakukan, yaitu
pengolahan lahan, pembibitan, pembuatan tanaman pelindung, pembuatan lubang
tanam, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen, pasca panen. Di daerah
penelitian penggunaan tenaga kerja dalam keluarga banyak digunakan pada
kegiatan yang tidak terlalu sibuk seperti kegiatan pemeliharaan, sedangkan
penggunaan tenaga kerja luar keluarga paling besar digunakan pada saat panen.
Dari hal tersebut terdapat perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan
luar keluarga. Hal ini merupakan salah satu latar belakang dalam penelitian ini.
Optimasi secara ekonomi yang dibicarakan selama ini adalah sisi keuntungan
maksimum dari suatu proses produksi. Dari sisi lain, optimasi dapat pula dicapai
optimum dari sisi meminimumkan biaya (cost). Jadi optimasi dapat dikatakan
memaksimumkan keuntungan dengan meminimumkan biaya (Tarigan, 2007)
Setiap usahatani pasti memerlukan optimasi tenaga kerja untuk mencapai hasil
yang maksimum sehingga sangat perlu diketahui bagaimana penggunaan atau
pencurahan tenaga kerja pada usahatani kopi di daerah penelitian baik tenaga
kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Dengan mengetahui
faktor tenega kerja sebagai faktor produksi dapat secara tidak langsung
mempengaruhi produktivitas dan pendapatan usahatani kopi di daerah penelitian.
Jadi, yang menjadi perhatian adalah bahwa untuk meningkatkan produktivitas
petani, meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petanidapat ditempuh dengan
upaya meningkatkan hasil per satuan luas per satuan waktu serta mendistribusikan
tenaga kerja dengan optimal. Optimasi tenaga kerja sangat diperlukan untuk
Penggunaan tenaga kerja sangat mempengaruhi produktivitas dalam suatu
usahatani. Seluruh tahapan-tahapan pekerjaan pada usahatani membutuhkan
tenega kerja, seperti pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit, pemeliharaan atau penyiangan, panen sampai kepada pasca
panen. Penggunaan tenaga kerja dalam berbagai tahapan dalam usahatani
berbeda-beda. Hal ini juga terjadi pada luas lahan yang berbeda pula, yaitu lahan
skala sempit dan lahan skala luas. Hal ini juga yang menjadi latar belakang dalam
penelitian ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah- masalah yang akan
diteliti, yaitu:
1. Bagaimana perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga dalam usaha tani kopi arabika ?
2. Bagaimana tingkat optimasi tenaga kerja pada usahatani kopi arabika di
daerah penelitian?
3. Bagaimana perbedaan tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja antara
petani yang berusahatani kopi arabika berskala sempit dengan yang
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga dalam usaha tani kopi arabika.
2. Untuk menganalisis tingkat optimasi tenaga kerja pada usahatani kopi
arabika di daerah penelitian.
3. Untuk menganalisis perbedaan tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja
antara usahatani kopi arabika skala sempit dengan usahatani kopi arabika
skala luas di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi atau masukan bagi petani kopi untuk perbaikan dan
peningkatan dalam memproduksi kopi.
2. Bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang terkait dalam
pengembangan perkebunan kopi rakyat.
3. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi
meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah
tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5)
banyaknya pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat
pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan
tanah, (9) iklim atau musim, dan (10) modal yang tersedia (Tohir, 1991).
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam usahatani
kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja dalam perusahaan
pertanian yang besar-besar atau perkebunan, kehutanan, peternakan, dan
sebagainya. Pembedaan ini penting karena apayang dikenal sebagai tenaga kerja
dalam usahatani tidak sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian
tenega kerja dalam perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam
usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dalam uang. Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan
(Mubyarto, 1991).
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang
sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya
penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan
kualitas produk (Suratiyah, 2009).
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja
perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor
produksi tenaga kerja adalah :
1. Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja
yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan
dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
2. Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang
pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga
kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai
spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah
yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan,
maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai
alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga
3. Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam
proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi
dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja
wanita mengerjakan tanam.
4. Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja
musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi
pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi
atau urbanisasi musiman.
(Soekartawi, 2003).
Produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan menunjukkan penekanan input
produksi yang efisien bagi usahatani karena tingkat produksi yang tinggi akan
dicapai tenaga kerja. Efisiensi kerja dipengaruhi oleh luas areal, cara budidaya,
pendidikan, keterampilan, dan pola konsumsi. Makin luas usahatani, maka
pengelolaan kerja dapat diusahakan seoptimal mungkin (Daniel, 2002).
Penelitian tentang optimasi penggunaan tenaga kerja dan uji beda penggunaan
tenaga kerja dalam dan tenaga kerja luar keluarga pada komoditas usaha tani
lainnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian pada
tanaman padi yang dilakukan oleh Jones T. Simatupang (2006). Di dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada penelitian
tersebut sudah berlebihan (tidak optimum), maka diperlukan pengurangan tenaga
petani padi pada penelitian tersebut. Selain itu, pencurahan tenaga kerja dalam
keluarga secara nyata lebih besar daripada pencurahan tenaga kerja luar keluarga.
2.2. Landasan Teori
Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi
meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah
tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5)
banyaknya pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat
pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan
tanah, (9) iklim atau musim, dan (10) modal yang tersedia (Tohir, 1991).
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam usahatani
kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja dalam perusahaan
pertanian yang besar-besar atau perkebunan, kehutanan, peternakan, dan
sebagainya. Pembedaan ini pentingkarena apayang dikenal sebagai tenaga kerja
dalam usahatani tidak sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian
tenega kerja dalam perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam
usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dalam uang. Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan
(Mubyarto, 1991).
Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya
merupakan faktor yang penting dalam usahatani, khususnya tenaga kerja petani
dan anggota keluarganya (Tohir, 1983).
Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja
dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal
dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah, istri, dan anak-anak. Tenaga
kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada
produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang.
Tohir (1983) menyatakan bahwa tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu tenaga
kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja keluarga banyak
dipakai dalam usaha tani skala kecil, pembagian kerja dalam keluarga didasarkan
atas tradisi dan perbedaan-perbedaan fisik.
Pemakaian tenaga kerja luar keluarga berkaitan erat dengan besarnya usaha.
Setiap usaha pertama-tama mengerahkan tenaga kerja keluarga, setelah dirasa
tidak mencukupi maka diambil tenaga kerja luar keluarga. Hernanto (1989)
menyatakan bahwa tenaga kerja luar hanya sebagai bantuan, khususnya untuk
kegiatan atau pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih dari potensi tenaga kerja
yang dimiliki petani.
Menurut Teori Skala Produksi (Theory of Scale), semakin besar skala pertanian,
maka akan semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah
satunya adalah penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi.
Sehingga dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang
Pada umumnya dalam proses produksi terutama produksi biologis tunduk kepada
suatu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return (LDR) atau hukum
kenaikan hasil yang semakin berkurang, yang berbunyi “Bila satu faktor produksi
ditambah terus dalam suatu proses produksi, cateris paribus, maka mula-mula
akan terjadi kenaikan hasil, kemudian angka kenaikan hasil itu menurun, lalu
kenaikan hasil nol dan akhirnya kenaikan hasil negatif”. Hukum ini dalam fungsi
produksi tergolong single variable atau jumlah variabel X adalah satu. LDR
berlaku di sektor pertanian dan luar pertanian (Tarigan, 2007).
Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan
model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang
diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut
menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran
data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya
apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi
non-linier (Soekartawi,1990).
Optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana
menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Efisiensi penggunaan
tenaga kerja dapat diperhitungkan sebgai upaya penggunaan input tenaga kerja
yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya.
Kondisi efisien menghendaki NPMx sama dengan harga tenaga kerja per HKP
(Px), atau dapat dituliskan:
NPMx = Px
1
=
Dimana NPMx adalah nilai produk marginal tenaga kerja (Soekartawi, 2002).
Untuk menguji perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan
pencurahan tenaga kerja luar keluarga digunakan analiss uji beda rata-rata sampel
bebas (satu pihak), atau dapat ditulis:
th =
Dalam mengelola usahatani, kesediaan faktor produksi yang terdiri dari tanah,
tenaga kerja, modal, dan manajemen sangat diperlukan untuk dapat menentukan
lancar atau tidaknya suatu usahatani tersebut. Dalam hal ini, penelitian hanya
dibatasi pada faktor produksi tenaga kerja yang pada prakteknya diperlukan
tenaga kerja yang produktif dalam mengelola usahatani.
Di dalam pencurahan tenaga kerja terdapat dua jenis pencurahan tenaga kerja,
yaitu pencurahan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan pencurahan tenaga
kerja luar keluarga (TKLK). Dari dua jenis pencurahan tenaga kerja tersebut
penulis menggunakan analisis uji beda untuk mengetahu pencurahan tenaga kerja
yang nyata lebih besar.
Dalam menjalankan usahataninya, petani harus dapat mengalokasikan tenaga
menghasilkan produksi yang optimal. Optimalisasi tenaga kerja di sini artinya
adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh petani untuk menemukan kombinasi
tenaga kerja yang baik sehingga diperoleh produksi yang maksimal sesuai dengan
ketersediaan tenaga kerja tersebut.
Dalam penelitian ini, usaha tani kopi Arabika dibagi menjadi 2 bagian yaitu
usaha tani skala sempit ( < 1 ha lahan) dan usaha tani skala luas ( > 1 ha lahan).
Untuk mengusahakan tanaman kopi Arabika, petani menggunakan tenaga kerja.
Dari penggunaan tenaga kerja ini, petani membayar upah yang kemudian
dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja.
Dalam usaha tani kopi Arabika, penggunaan tenaga kerja dalam jumlah tertentu
menghasilkan produksi kopi Arabika. Setelah produksi dikalikan dengan harga
output (kopi Arabika), maka petani memperoleh penerimaan. Setelah penerimaan
dikurangi dengan biaya tenaga kerja dan biaya lainnya, akan diperoleh pendapatan
bersih. Dari pendapatan bersih ini, akan dilihat tingkat optimasi penggunaan
tenaga kerja apakah sudah optimal atau belum.
Tingkat optimasi tenaga kerja akan tercapai pada saat produk marginal sama
dengan produk rata-rata, sehingga elastisitas produksi (EP) = 1. Tingkat optimasi
tenaga kerja maksimal apabila nilai produk marginal sama dengan nilai input
produksi. Nilai NPM lebih besar daripada Px, maka penembahan tenaga kerja
masih menguntungkan, sebaliknya apabila NPM lebih kecil daripada Px maka
penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi. Secara singkat optimalisasi tenaga kerja
pada usahatani kopi Arabika dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran berikut
Usahatani Skala luas
TKDK Usahatani
Skala sempit
Tenaga Kerja
Tingkat Optimasi Usahatani Kopi Arabika
Melebihi Optimal
Optimal Belum
Optimal
TKLK
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Menyatakan hubungan
Hipotesis Penelitian
1. Pencurahan tenaga kerja dalam keluarga secara nyata lebih besar daripada
pencurahan tenaga kerja luar keluarga.
2. Tingkat optimasi tenaga kerja di daerah penelitian < 1.
3. Tingkat optimasi tenaga kerja di daerah penelitian pada petani yang
berusahatani kopi Arabika skala luas lebih besar dari usahatani kopi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive di Kabupaten Bener
Meriah. Dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bener Meriah merupakan
daerah penghasil kopi yang cukup potensial karena Kabupaten Bener Meriah
merupakan salah satu daerah yang memiliki luas tanam tanaman kopi dan
produksi kopi terbesar di Nangroe Aceh Darussalam. Selain itu, Kabupaten Bener
Meriah juga merupakan kabupaten pecahan dari Kabupaten Aceh Tengah.
Tabel 3. Luas Areal dan Komposisi tanaman kopi rakyat di Kabupaten Bener Meriah
No Kecamatan Luas (Ha) Komposisi Tanaman (Ha)
TBM TM TTM
1 Bukit 2.924,96 144,37 2.072,96 707,63
2 Bandar 5.367,00 227,40 2.641,14 2.498,45
3 Permata 9.147,50 471,47 3.917,25 4.758,78
4 Wih Pesam 2.595,50 187,75 1.786,50 621,25
5 Timang Gajah 8.127,00 104,35 4.983,95 3.038,70
6 Pintu Rime Gayo 6.751,50 207,75 2.941,44 3.602,31
7 Syiah Utama 4.567,55 404,22 996,01 3.176,32
Jumlah 39.490,01 1.747,31 19.339,25 18.403,44
Sumber Data: Dinas Kehutanann dan Perkebunan Kabupaten Bener Meriah (2008)
Dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Bener Meriah, dipilihlah Kecamatan
Bandar, Desa Beranun Teleden dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
yang digunakan adalah berdasarkan informasi primer dari Balai Penelitian Kopi
Gayo dan importir kopi yang menyatakan bahwa Desa Beranun Teleden
Kecamatan Bandar sedang mengembangkan kopi arabika organik yang memiliki
produksi yang tinggi dan kualitas kopi yang lebih baik.
.
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian adalah petani kopi yang berada di Desa Beranun Teleden
Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah. Jumlah sampel yang diambil
adalah 30 petani kopi. Penarikan sampel ditentukan secara acak stratifikasi
(stratified random sampling). Adapun distribusi populasi dan sampel penelitian
sebagai berikut:
Tabel 4. Populasi dan Sampel Petani Kopi di Desa Batang Beranun
Strata Luas Lahan Jumlah Petani Jumlah Sampel
I >1 6 6
II <1 64 24
Jumlah 70 30
Pengambilan sampel pada strata I diambil seluruhnya karena jumlah sampel
sedikit, yaitu berjumlah 6 orang. Hal ini menurut Sugiono (2008) yang
menyatakan bahwa jumlah sampel terlalu kecil, maka sampelnya diambil semua.
Pengambilan sampel pada strata II diambil 24 sampel untuk memenuhi jumlah 30
sampel. Besarnya sampel untuk masing masing strata dibagi secara tidak merata
(disproporsional). Hal ini sesuai dengan Suyanto dan Sutinah (2008) yang
mengatakan bahwa penentuan besar sampel pada masing-masing strata ada dua
cara, yaitu proporsional dan disproporsional. Secara disproporsional, penentuan
besarnya sampel dalam setiap strata tidak berdasarkan proporsi masing-masing
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan
responden atau petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga
terkait.
Tabel 5. Metode Pengumpulan Data
No Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan Data
Observasi Wawancara Lain-lain
1 Penentuan Daerah
Penelitian
Data Sekunder
√
2 Penentuan Sampel
Penelitian
Responden
(data primer) √ √
3 Deskripsi Wilayah
Penelitian
Kantor Camat
(dara sekunder) √
4 Identitas Responden Responden
(data primer) √
5 Karakteristik Usahatani Sampel
Responden
(data primer) √ √
3.4. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis hipotesis 1, digunakan analisis uji beda rata-rata satu pihak
untuk menguji perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan
pencurahan tenaga kerja luar keluarga, yaitu dengan rumus:
dimana: X1 = Rata-rata pencurahan tenaga kerja dalam keluarga
X2 = Rata-rata pencuraran tenaga kerja luar keluarga
S12 = Simpangan baku X1
S22 = Simpangan baku X2
n1 = Besar sampel X1
n2 = Besar sampel X2
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
Jika th < t (α; n-2); terima H0, tolak H1
th> t (α; n-2); tolak H0, terima H1
Dalam penelitian ini α = 0,05
(Sudjana, 2005)
Untuk hipotesis 2 dan 3 yaitu perhitungan penentuan tingkat optimasi tenaga kerja
yang digunakan pada usahatani kopi Arabika dihitung dari marginal produk yaitu
perubahan output sebagai akibat dari perubahan satu satuan input (tenaga kerja) .
Nilai produk marginal (NPM) adalah perkalian antara produk marginal dengan
harga persatuan. Dengan melihat harga input produksi, maka diperoleh tingkat
optimasi masing-masing produksi.
Tingkat Optimasi =
Px NPMx
• Jika
Px NPMx
• Jika
Px NPMx
< 1, maka penggunaan input produksi tersebut sudah melebihi
optimal dan harus dikurangi.
• Jika
Px NPMx
> 1, maka penggunaan input produksi tersebut belum optimal dan
harus ditambah.
(Soekartawi, 2003)
Dalam prakteknya, tingkat optimum sempurna jarang ditemukan, makin dekat
nilai ke angka satu, maka semakin tinggi tingkat optimasi penggunaan suatu input
dalam proses produksi (Tarigan, 2007)
Definisi dan Batasan Operasional
Definisi
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka penulis membuat
definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
1. Usahatani kopi Arabika adalah usahatani yang mengusahakan tanaman
kopi Arabika di lahan.
2. Petani kopi Arabika adalah orang yang mengelola tanaman kopi Arabika
pada lahan.
3. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
4. Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak
dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi
(HKO).
5. Optimasi adalah penggunaan input produksi (dalam hal ini tenaga kerja)
dengan kombinasi tertentu sehingga menekankan atau menurunkan biaya
produksi atau memaksimumkan pendapatan.
6. Nilai produk Marginal adalah perubahan output sebagai akibat dari
perubahan satu satuan input (tenaga kerja) yang diperoleh.
7. Lahan adalah jumlah bidang tanah yang digunakan petani kopi Arabika
dalam melakukan produksi kopi Arabika (Ha)
8. Usahatani skala sempit adalah usahatani kopi Arabika dengan penggunaan
lahan < 1 Ha.
9. Usahatani skala luas adalah usahatani kopi Arabika dengan penggunaan
lahan > 1 Ha.
10. TBM adalah tanaman belum menghasilkan.
11.TM adalah tanaman menghasilkan.
12.TTM adalah tanaman tidak menghasilkan.
Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bener Meriah Kecamatan Bandar
2. Tahun penelitian adalah 2010
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis, Batas dan Luas Daerah Penelitian
Desa Beranun Teleden merupakan salah satu dari 21 desa yang termasuk dalam
wilayah Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam. Secara administratif desa ini berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Desa Keramat Jaya
Sebelah Selatan : Desa Hakim Wih Ilang
Sebelah Timur : Desa Tanjung Beringin
Sebelah Barat : Desa Sedenge
Luas wilayah Desa Beranun Teleden adalah 129 hektar, dengan luas lahan non
pertanian 9,8 hektar dan luas lahan pertanian 108 hektar. Luas kebun kopi di desa
ini adalah 74 hektar, hortikultura 33 hektar, dan palawija 1 hektar.
Desa Beranun Teleden berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut,
dengan topografi umumnya dataran tinggi, dengan curah hujan rata-rata 1200
4.1.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan
Desa Beranun Teleden terdiri atas 78 kepala keluarga dan 303 jiwa, dengan
distribusi penduduk sebagai berikut:
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 143 47,2
2 Perempuan 160 52,8
Total 303 100
Sumber: Kantor Kecamatan Bandar, 2010
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk Desa Beranun Teleden
lebih banyak berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Jumlah penduduk
perempuan ialah 160 jiwa atau sekitar 52,8 %, sedangkan yang berjenis kelamin
laki-laki hanya 143 jiwa atau 47,2 %.
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 0 – 15 115 37,9
2 16–55 118 55,5
3 >55 20 6,6
Total 303 100
Sumber: Kantor Kecamatan Bandar, 2010
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Desa Beranun Teleden memiliki
distribusi penduduk pada usia produktif (16-55 tahun) yang paling tinggi, yaitu
sebesar 55,5 % dari jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan tenaga kerja di Desa
Beranun Teleden sangat besar.
Desa Beranun Teleden merupakan daerah pertanian karena sebagian besar
pekebun. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel distribusi penduduk di Desa
Beranun Teleden menurut Jenis Pekerjaan
Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Jenis Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Petani Pekebun 132 90,4
2 Pedagang 12 8,2
3 Kios bahan Bakar Minyak (BBM) 2 1,4
Total 146 100
Sumber: Kantor Kecamatan Bandar, 2010
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Beranun Teleden
memiliki mata pencaharian utama sebagai petani pekebun, yaitu sebesar 90,4 %
dari jumlah tabel penduduk. Sebagian penduduk di desa Beranun Teleden juga
memiliki mata pencaharian dengan berdagang sebesar 8,2 % dan membuka kios
BBM sebesar 1,4 %.
Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Suku
No Suku Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Gayo 296 97,67
2 Aceh 2 0,67
3 Jawa 4 1,32
4 Minang 1 0,34
Total 303 100
Sumber: Kantor Kecamatan Bandar, 2010
Masyarakat Desa Beranun Teleden terdiri dari berbagai macam suku dan agama,
yang masih menghormati adat istiadat, norma, dan kebiasaan dari setiap suku dan
agama. Berdasarkan suku, penduduk Desa beranun Teleden mayoritas adalah
suku Gayo, yaitu sebesar 296 orang. Sedangkan penduduk suku lainnya adalah
4.2. Karakteristik Petani sampel
Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terlihat dari luas lahan yang
dikelola petani, pendidikan terakhir, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, dan
umur tanaman. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10. Karakteristik Petani sampel di desa Batang Beranun tahun 2010
No Uraian Range Rataan
1 Luas Lahan (Ha) 0,19 - 4 0,877
2 Umur (Tahun) 24 – 75 50,533
3 Pendidikan terakhir (Tahun) 6 – 15 10,467
4 Pengalaman Bertani (Tahun) 2 – 30 16,7
5 Jumlah Tanggungan (Orang) 1 - 8 2,9
6 Umur Tanaman (Tahun) 3 - 40 13,2
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1)
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa rata-rata luas lahan tanaman kopi
petani sampel berada pada kisaran 0,19 – 4 Ha, dengan rata-rata 0,877 Ha. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan petani sampel relatif kecil ( < 1 Ha).
Petani sampel di daerah penelitian lebih banyak yang memiliki lahan sempit
( < 1 Ha) yaitu sebanyak 26 petani sampel. Sedangkan petani sampel berlahan
luas ( > 1 Ha) sebanyak 4 sampel. Banyaknya petani berlahan sempit di daerah
penelitian disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu warisan dan jual beli lahan.
Beberapa petani yang dahulunya memiliki lahan luas membagi-bagi lahannya
karena warisan untuk anaknya, sehingga luas lahan per petani semakin kecil.
Selain itu ada juga petani yang berlahan luas menjual sebagian lahannya kepada
orang lain sehingga luas lahan petani tersebut semakin sempit.
Umur petani sampel berada pada kisaran 24 – 75 tahun, dengan rata-rata 50,533
produktif sehingga masih besar potensi tenaga kerja yang dimiliki oleh petani
dalam mengelolan usahataninya untuk beberapa waktu yang akan datang.
Pendidikan terakhir yang pernah diikuti oleh petani sampel berada pada kisaran
6 – 15 tahun, dengan rata-rata 10,467 tahun. Dari lamanya pendidikan ini, dapat
diketaui bahwa pendidikan terakhir rata-rata masing-masing petani sampel adalah
SMP. Pendidikan petani berpengaruh pada wawasan, pengetahuan serta cara
berpikir dan bertindak petani dalam rangka pengelolaan usahataninya.
Pengalaman bertani adalah lamanya petani dalam mengusahakan komoditi kopi.
Dari tabel dapat dilihat bahwa rata-rata pengalaman bertani berkisar antara 2 – 30
tahun, dengan rata-rata 16,7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa para petani sudah
berpengalaman dalam mengusahakan komoditi kopi. Umumnya petani sampel
memiliki pekerjaan sebagai petani sejak remaja karena membantu orang tua, dan
memilih pekerjaan sebagai petani kopi setelah berumah tangga. Pengalaman
bertani berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan petani dalam mengelola
usahataninya, semakin besar pengalaman petani dalam mengelola usahataninya,
semakin besar atau tinggi pula pengetahuan dan wawasan petani terhadap
pengelolaan usahataninya.
Jumlah tanggungan petani sampel di daerah penelitian berada pada angka 1 – 8
orang, dengan rata-rata 2,9 orang. Data ini menunjukkan bahwa petani sampel di
daerah penelitian memiliki jumlah tanggungan yang relatif kecil, dimana jumlah
tanggungan keluarga ini akan berpengaruh terhadap pembagian atau distibusi
pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dimiliki oleh
Umur tanaman kopi petani sampel berkisar antara 4 – 40 tahun, dengan rata-rata
13,2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kopi tersebut masih tergolong
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penggunaan Tenaga Kerja di Daerah Penelitian
Petani kopi di Desa Batang Beranun rata-rata merupakan penggarap pemilik,
yaitu mengolah sendiri usahataninya mulai dari penyiapan lahan, penanaman,
pemupukan, pemeiharaan, panen, dan penjualan. Hanya sedikit petani yang
mengolah sendiri hasil panennya, karena rata-rata petani di Desa Batang Beranun
ingin cepat mendapatkan hasil (uang).
Petani kopi di Desa Batang Beranun rata-rata memiliki umur tanaman kopi di atas
4 tahun. Kegiatan usahatani yang dilakukan petani kopi ialah membesik ialah
membabat dan panen.
Pada usahatani di daerah penelitian terdapat beberapa kegiatan dalam usahatani
dimana garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengolahan lahan
2. Pembibitan
3. Pembuatan tanaman pelindung
4. Pembuatan lubang tanam
5. Penanaman
6. Pemupukan
7. Pemeliharaan
a. Pemangkasan
b. Pembabatan
c. Membesik
d. Pembuatan Lubang Angin
e. Pemberantasan Hama Penyakit
8. Panen
9. Pasca panen
Tahapan kegiatan pengolahan lahan, pembibitan, pembuatan tanaman pelindung,
pembuatan lubang tanam, penanaman, pemupukan, pemangkasan dalam hal ini
tidak dianalisis karena usahatani kopi yang diteliti seluruhnya sudah
menghasilkan (tanaman menghasilkan) dan rata-rata sudah berumur di atas empat
tahun.
Tahap kegiatan pemupukan biasanya dilakukan oleh petani kopi bersamaan
dengan kegiatan membesik. Pemupukan dilakukan setelah panen, terutama panen
raya. Pemupukan dilakukan oleh petani sendiri, tidak dilakukan oleh tenaga kerja
luar keluarga. Walaupun pada beberapa petani kegiatan membesik dilakukan oleh
tenaga kerja luar keluarga, petani tetap memupuk tanaman kopinya sendiri.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari kulit buah kopi
pupuk telah dikeringkan selama bebarapa hari setelah pemecahan biji kopi
dengan kulitnya.
Pada tahap kegiatan no. 7.a, yaitu pemangkasan, sudah tidak dilakukan lagi
karena petani hanya melakukan pemangkasan pada umur tanaman kopi tiga tahun,
agar tanaman kopi tidak terlalu tinggi, untuk peremajaan cabang, dan agar sinar
matahari dapat masuk ke bagian tanaman kopi secara menyeluruh. Petani kopi
berlahan sempit biasanya melakukan pemangkasan tanaman kopinya sendiri,
sedangkan petani berlahan luas melakukan pemangkasan dengan bantuan tenaga
kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan kurangnya kebutuhan tenaga kerja yang
ada dan lahan petani yang luas.
Pada tahap kegiatan 7b, yaitu pembabatan, petani berlahan luas menggunakan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh jumlah lahan yang luas,
sedangkan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang sedikit, sehigga petani
menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga bekerja
dengan borongan. Biasanya dilakukan oleh satu orang yang diselesaikan dalam
beberapa hari. Petani berlahan sempit membabat lahannya sendiri dengan dibantu
tenega kerja luar keluarga.
Pada tahap kegiatan 7c, yaitu membesik, sama dengan pekerjaan membabat,
petani berlahan luas lebih dominan menggunakan tenaga kerja luar keluarga
dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan petani berlahan sempit
membesik lahannya sendiri dan menggunakan menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga untuk memperkecil biaya produksin. Selain itu, petani juga dapat
membesik petani sekaligus melakukan pemupukan dan pemberantasan hama
penyakit.
Di daerah penelitian, petani kopi pada umumnya membuat lubang angin pada
lahan usahatani kopinya. Adapun kegunaan dari lubang angin ini adalah sebagai
tempat untuk menampung ranting-ranting dan daun-daun tanaman kopi dan
tanaman pelindung setelah dipangkas, dimana nantinya daun-daun dan
ranting-ranting ini akan membusuk dan dapat dijadikan pupuk kompos. Biasanya
pembuatan lubang angin dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga baik di
usahatani luas maupun usahatani sempit.
Pada tahap kegiatan 7.e , yaitu pemberantasan hama dan penyakit tanaman kopi
tidak rutin dilakukan, karena tanaman kopi berasal dari bibit yang baik, dan bebas
dari hama dan penyakit. Selain itu, juga ada tanaman pelindung, sehingga dapat
membantu tanaman kopi terhindar dari penyakit tanaman. Hama dan penyakit
yang biasa menyerang tanaman kopi di daerah penelitian adalah hama ulat bubuk
buah dan penyakit cendawan akar. Hama ulat bubuk buah dapat menyebabkan
buah kopi muda gugur dan buah kopi berlubang. Penyakit cendawan akar dapat
menyebabkan daun tanaman kopi kuning, batangnya lapuk, dan busuk akar.
Hama dan penyakit ini dapat dikendalikan dengan membersihkan lahan. Kegiatan
pemberantasan hama dan penyakit dilakukan petani sekaligus dengan kegiatan
membesik.
Pada kegiatan panen, petani berlahan luas maupun berlahan sempit menggunakan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah tanaman
itu juga disebabkan oleh agar tanaman tidak rusak karena terlalu lama dipanen.
Terkadang pada saat panen tenaga kerja luar keluarga tersebut memanen tanaman
yang belum siap panen (masih hijau/tidak merah), sehingga kematangan buah
tidak sama, dan harus disortir kembali di tempat petani pengumpul. Tujuan tenaga
kerja luar keluarga melakukan ini adalah untuk memperbesar tingkat upahnya.
Pada tahap kegiatan 9, yaitu pasca panen, kebanyakan petani di daerah penelitian
tidak melakukannya karena petani di daerah penelitian ingin cepat mendapatkan
hasil (uang), karena hanya sedikit petani yang memiliki mesin pemecah buah
kopi, sehingga petani hanya menjual buah kopi hasil panen tanpa mengolahnya.
Apabila petani kopi melakukan kegiatan pasca panen, petani mendapatkan nilai
tambah yang besar dibandingkan hanya menjual kopi hasil panen.
Tenaga kerja yang digunakan oleh petani berasal dari dalam keluarga dan luar
keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga biasanya anak, istri, dan anggota keluarga
lainnya petani kopi itu sendiri. Tenaga kerja luar keluarga dengan menggunakan
penduduk setampat dengan upah Rp. 50.000,- per hari.
Selain itu, tenaga kerja luar keluarga yang digunakan oleh petani kopi di Desa
Batang Beranun dapat berupa upahan borongan kerja dan upahan berdasarkan
produktivitas atau hasil kerja. Tenaga kerja luar keluarga upahan borongan kerja
ditemukan pada pekerjaan membabat dan membesik.
Pada pekerjaan membabat digunakan satu orang atau lebih tenaga kerja luar
keluarga dengan upah Rp. 350.000,- / hektar, waktu pengerjaan + 3 – 4 hari. Pada
pekerjaan membesik digunakan satu orang atau lebih tenaga kerja luar keluarga
Pekerjaan membuat lubang angin biasanya dibayar berdasarkan jumlah lubang
yang dibuat oleh pekerja. Upah membuat lubang angin ialah Rp. 200,- / lubang.
Petani berlahan luas dan berlahan sempit menggunakan tenaga kerja luar
keluarga.
Pada panen, digunakan tenaga kerja luar keluarga yang banyak karena hasil buah
kopi yang sudah siap panen harus segera dipanen agar tidak rusak dan mencegah
buah kopi terlalu matang. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dibayar
menurut jumlah buah kopi yang dipetik (per kaleng). Upah per kaleng sebesar
Rp. 10.000,- . 1 kaleng = 10 bambu. 1 bambu = + 1,2 kg.
Tenaga kerja di daerah penelitian melakukan pekerjaan hanya sekitar + 7 jam per
hari, yaitu antara jam 8 pagi – 12 siang melakukan pekerjaan, jam 12 – 2 siang
istirahat, dan 2 siang – 5 sore melakukan pekerjaannya kembali. Tenaga kerja di
daerah penelitian ini hanya melakukan pekerjaan 7/8 HKP dalam sehari baik
tenaga kerja pria dan tenaga kerja pria.
Tidak ada perbedaan antara tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria dalam
usahatani kopi arabika. Perbedaannya hanyalah pada jenis pekerjaan yang
dilakukan. Tenaga kerja wanita biasanya hanya melakukan pekerjaan pada
kegiatan panen. Kecuali jika pemilik lahan adalah wanita, ia akan turut andil
dalam pemeliharaan lahan kopi, seperti membesik.
Tenaga kerja pria lebih dominan dalam kegiatan usahatani. Tenaga kerja pria
melakukan seluruh kegiatan usahatani, yaitu pengolahan lahan, pembibitan,
pemupukan, pemangkasan, pembabatan, membesik, pembuatan lubang angin,
pemberantasan hama penyakit, dan juga panen.
Tabel 11. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Petani Per Tahun (2010)
Kegiatan Strata I Strata II Keseluruhan
Membesik TKDK 12,125 7,066 8,078
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2a dan 2b)
Rata-rata penggunaan tenaga kerja per tahun pada kegiatan membesik dan
membabat jumlah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) pada strata I lebih kecil
dibandingkan jumlah tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Hal ini disebabkan oleh
kurangnya tenaga kerja di dalam keluarga dan luasnya lahan sehingga petani
berlahan luas menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
Pada strata II rata-rata penggunaan tenaga kerja per tahun jumlah tenaga kerja
dalam keluarga lebih dominan dalam proses produksi usahatani kopi yaitu
membabat dan membesik dibandingkan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini
disebabkan oleh petani berlahan sempit (strata II) memiliki tenaga kerja yang
Dilihat secara keseluruhan, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih
dominan daripada tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh rata-rata
petani kopi di Desa Batang Beranun memiliki lahan sempit ( < 1 hektar), sehingga
petani kopi lebih memilih membesik lahannya sendiri atau dengan anggota
keluarga dibandingkan dengan membayar tenaga kerja luar keluarga yang mahal
upahnya per hektar. Selain itu, petani kopi juga dapat memanfaatkan waktu
luangnya sambil menunggu panen kopi.
Pada pekerjaan pemupukan strata I, strata II, dan dilihat secara keseluruhan hanya
dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Pemupukan dilakukan petani setelah
panen raya. Pemupukan menggunakan kulit kopi.
Pada pekerjaan pembuatan lubang angin strata I, strata II, dan dilihat secara
keseluruhan hanya dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Para petani
membayar tenaga kerja luar untuk membuat lubang di sekitar tanaman kopi.
Pada strata I, strata II, dan dilihat secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja
luar keluarga lebih dominan daripada dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh
pada umumnya petani kopi mengutamakan penggunaan tenaga kerja luar keluarga
agar lebih cepat dalam proses pemanenan dan buah kopi siap panen tidak rusak
Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) Petani Per Tahun Per Hektar (2010)
Kegiatan Strata I Strata II Keseluruhan
Membesik TKDK 7,179 12,780 11,660
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3a dan 3b)
Pada pekerjaan membesik, jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada strata I lebih
kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu sebesar 7,179 HKO.
Hal ini disebabkan oleh lahan petani strata I yang berlahan luas ( > 1 hektar)
mengakibatkan petani lebih memilih menggunakan tenaga kerja luar keluarga
untuk membesik lahannya. Namun pada strata II, jumlah tenaga kerja dalam
keluarga lebih besar daripada jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu sebesar
12,78 HKO. Hal ini disebabkan oleh lahan petani kopi strata II yang sempit
( < 1 hektar), sehingga petani dapat menghemat biaya usahataninya. Dan hal ini
juga terjadi pada secara keseluruhan yaitu sebesar 11,66 HKO pada tenaga kerja
dalam keluarga.
Pada pekerjaan membabat, jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada strata I lebih
Hal ini disebabkan oleh lahan petani strata I yang berlahan luas ( > 1 hektar)
mengakibatkan petani lebih memilih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga
untuk membabat lahannya karena petani strata I rata-rata mempunyai mesin
babatnya sendiri. Hal ini juga terjadi pada strata II, jumlah tenaga kerja dalam
keluarga lebih besar daripada jumlah tenaga kerja luar keluarga, yaitu
sebesar 2,53 HKO. Hal ini disebabkan oleh lahan petani kopi strata II yang
sempit ( < 1 hektar), sehingga petani dapat menghemat biaya usahataninya Selain
itu petani juga mendapatkan mesin babat dari para importer kopi. Dan hal ini juga
terjadi secara keseluruhan yaitu sebesar 2,723 HKO.
Pemupukan strata I, strata II, dan dilihat secara keseluruhan hanya dilakukan oleh
tenaga kerja dalam keluarga. Pembuatan lubang angin strata I, strata II, dan
dilihat secara keseluruhan hanya dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga.
Pada saat panen, penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih dominan daripada
tenaga kerja dalam keluarga pada strata I, yaitu sebesar 36,079 HKO. Hal ini
disebabkan oleh pada umumnya petani kopi mengutamakan penggunaan tenaga
kerja luar keluarga agar lebih cepat dalam proses pemanenan dan buah kopi siap
panen tidak rusak dan tidak terlalu matang. Namun, berbeda halnya dengan strata
II, pada umumnya petani pada strata II menggunakan tenaga kerja dalam keluarga
dalam kegiatan panen karena dipengaruhi oleh faktor kecilnya lahan, sehingga
dapat menghemat biaya usahatani. Pengecualian pada saat panen raya, petani pada
strata I dan II memilih lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga agar
buah kopi yang siap panen dapat segera dipanen karena kurangnya tenaga kerja
Dari total penggunaan tenaga kerja, strata I lebih banyak menggunakan tenaga
kerja luar keluarga daripada tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh
lahan yang luas pada petani strata I, tenaga kerja dalam keluarga tidak cukup
memenuhi kebutuhan tenaga kerja. sehingga petani menggunakan tenaga kerja
luar keluarga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
Total penggunaan tenaga kerja pada Strata II lebih banyak menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga daripada tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh
lahan yang sempit pada petani strata II, sehingga petani memanfaatkan sumber
daya dalam keluarganya dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja usahataninya
agar dapat memperkecil biaya usahatani.
5.2. Penggunaan Tenaga Kerja Per Petani Per Hektar Per Tahun Pada Setiap Pekerjaan Usahatani
a. Membesik
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3a)
Gambar 2. Kurva Pekerjaan membesik Strata I
0 10 20 30 40 50 60
1 2 3 4 5 6
HKO
Petani Sampel
Kurva Pekerjaan Membesik Strata I
TKDK
Kegiatan membesik pada strata I terdapat perbedaan pada masing-masing petani
dalam penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Sebagian petani lebih memilih menggunakan tenaga kerja luar keluarga seperti
petani sampel 2 dan 5. Ada juga petani yang hanya menggunakan tenaga kerja
dalam keluarga untuk kegiatan membesik yaitu pada sampel 1, 4, dan 6. Namun,
ada juga petani yang menggunakan keduanya, seperti pada sampel 3. Banyaknya
perbedaan pada tiap petani disebabkan oleh perbedaan besar kontribusi petani
dalam kegiatan usahataninya. Petani yang tidak memiliki pekerjaan lain selain
usahatani kopi lebih memilih membesik lahannya sendiri daripada menggunakan
tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan petani yang memiliki pekerjaan lain selain
usahatani kopi lebih memilih menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk
usahatani kopinya. Di samping itu, ada juga petani yang menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh
luasnya lahan yang dimiliki petani tersebut sehingga petani tetap menggunakan
tenaga kerja luar keluarga walaupun petani tersebut juga turut andil dalam
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3b)
Gambar 3. Kurva Pekerjaan Membesik Strata II
Pekerjaan membesik pada strata II, tidak terdapat terlalu banyak perbedaan antar
petani. Petani dominan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, karena petani
dapat menghemat biaya usahatani yang lebigh besar jika menggunakan tenaga
kerja luar keluarga. Petani pada strata II umumnya memiliki pekerjaan lain selain
menjadi petani kopi, yaitu pemborong (membesik/membabat/panen lahan milik
orang lain). Walaupun adanya pekerjaan lain, petani pada strata II lebih memilih
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Ada juga petani yang menggunakan
tenaga kerja luar keluarga, walaupun lahannya sempit. Hal ini disebabkan oleh
petani memiliki pekerjaan yang menguras waktu petani, sehingga petani tidak
dapat membesik usahataninya sendiri.
0
Kurva Pekerjaan Membesik Strata II
TKDK
b.Membabat
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3a)
Gambar 4. Kurva Pekerjaan Membabat Strata I
Pekerjaan Membabat pada strata I petani lebih dominan menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga daripada tenaga kerja luar keluarga. Petani strata I memiliki
mesin babat sendiri sehingga petani lebih memilih membabat lahannya sendiri
dibandingkan menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Namun ada juga petani
yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk membabat lahannya. Hal ini
disebabkan oleh petani tersebut memiliki pekerjaan lain selain usahatani kopinya.
Ada juga petani yang menggunakan keduanya, tenaga kerja dalam keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan jumlah lahan yang luas, sedangkan
tenaga kerja dalam keluarga yang berkontribusi sedikit sehingga petani
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3b)
Gambar 5. Kurva Pekerjaan Membabat Strata II
Pekerjaan membabat pada strata II, petani lebih dominan menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga. Lahan petani yang sempit, menghemat biaya produksi, dan
cukupnya kebutuhan tenaga kerja menyebabkan petani lebih memilih
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Namun ada juga petani yang
menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh petani memiliki
pekerjaan lain, sehingga petani tidak dapat membabat lahannya sendiri. Selain itu,
adanya petani yang tidak membabat lahannya. Hal ini disebabkan oleh ada
bebetrapa petani yang tidak memiliki mesin babat, dan mereka hanya melakukan
pemeliharaan dengan membesik. Dengan kurangnya perawatan dari petani
berpengaruh terhadap menurunnya produksi kopi petani. Menurunnya produksi
tersebut bisa mencapai setengah dari produksi kopi yg normal, yaitu
3 ton/ Ha/tahun.
0 2 4 6 8 10 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
HKO
Petani Sampel
Kurva Pekerjaan Membabat Strata II
TKDK
c.Pemupukan
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3a)
Gambar 6. Kurva Pekerjaan Pemupukan Strata I
Pada kegiatan memupuk, tidak ada perbedaan pada petani strata I. Petani
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Pemupukan dengan menggunakan
ampas kulit kopi. Pemupukan hanya berkisar 1-4 jam dalam sekali pemupukan
sehingga petani dapat memupuk lahannya sendiri.
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3b)
Gambar 7. Kurva Pekerjaan Pemupukan Strata II
0
Kurva Pekerjaan Pemupukan Strata I
TKDK
TKLK
Pekerjaan Pemupukan Pada Strata II
Sama halnya dengan strata I, petani pada strata II juga menggunakan tenaga kerja
dalam keluarga. Karena jumlah lahan yang sempit dan tidak terlalu banyak
memakan waktu, petani memupuk lahan kopinya sendiri dengan sisa ampas
kopinya
d. Membuat Lubang Angin
Kurva Pekerjaan Membuat Lubang Angin Strata I
0 5 10 15 20 25 30
1 2 3 4 5 6
Petani Sampel
HKO
TKDK
TKLK
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3a)
Gambar 8. Kurva Pekerjaan Membuat Lubang Angin Strata I
Pada pekerjaan membuat lubang angin, petani strata I lebih memilih
menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan
membuat lubang angin tidak memakan biaya yang cukup banyak, yaitu Rp. 200/