• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan Gaya Atribusi Bermusuhan Terhadap Perilaku Agresif Satpol PP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan Gaya Atribusi Bermusuhan Terhadap Perilaku Agresif Satpol PP"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KONTROL DIRI, HARGA DIRI, DAN GAYA

ATRIBUSI BERMUSUHAN TERHADAP PERILAKU

AGRESIF SATPOL PP

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ALFI KHAIRANI

071301017

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan Gaya Atribusi Bermusuhan Terhadap Perilaku Agresif Satpol PP

Alfi Khairani dan Meutia Nauly ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional untuk mengetahui peran kontrol diri, harga diri, dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif Satpol PP. Penelitian ini menggunakan subjek penelitian sebanyak 60 Satpol PP yang bertugas di Kantor Satpol PP Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel diambil dengan teknik non probabilty sampling tipe accidental. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa dengan uji-F untuk melihat peran ketiga variabel prediktor terhadap variabel outcome secara bersama-sama. Serta uji-t untuk melihat peran masing-masing variabel prediktor terhadap variabel outcome.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 buah skala yaitu, skala perilaku agresif yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori perilaku agresif dari Barbara Krahe (2005), skala kontrol diri yang disusun berdasarkan teori kontrol diri rendah dari Gottfredson dan Hirschi (1990), skala harga diri yang disusun berdasarkan teori harga diri Coopersmith (1981), dan skala gaya atribusi bermusuhan yang disusun berdasarkan teori atribusi bermusuhan dari Krahe dan Moller (2004). Dari hasil uji coba diketahui masing-masing skala memiliki reliabilitas sebesar 0,967 untuk skala perilaku agresif, 0,931 untuk skala kontrol diri, 0,893 untuk skala harga diri, dan 0,939 untuk skala gaya atribusi bermusuhan.

Dari hasil analisis regesi berganda diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 45,063+ 0,895X1+ (-0,476X2) + 0,646X3. Uji keberartian korelasi antara variabel

prediktor dengan variabel outcome dengan uji F, diperoleh F hitung = 24,115 dengan signifikansi sebesar 0,000. Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0,751 dan nilai koefisien determinasi berganda (R2) sebesar 0,564. (56,4%).

Hasil uji parsial (uji-t) diperoleh nilai t untuk kontrol diri 3,639 dengan signifikansi 0,001, harga diri = -2,433 dengan signifikansi 0,018, dan gaya atribusi bermusuhan= 2,986 dengan signifikansi 0,004. Nilai koefisien korelasi parsial (r) kontrol diri = 0,437, harga diri = -0,309 dan gaya atribusi bermusuhan = 0,371. Peran masing-masing variabel prediktor terhadap variabel outcome diketahui dari hasil perhitungan koefisien determinasi parsial (r2) dimana kontrol diri berperan sebesar 0,19 (19%), harga diri berperan sebesar 0,095 (9,5%), dan gaya atribusi bermusuhan berperan sebesar 0,138 (13,8%).

Mengacu dari hasil penelitian, variabel kontrol diri berperan paling besar terhadap perilaku agresif Satpol PP dibanding dua variabel prediktor lainnya yaitu harga diri dan gaya atribusi bermusuhan.

(3)

The Role of Self Control, Self-Esteem, and Hostile Attribution Style on Aggressive Behavior’s Satpol PP

Alfi Khairani and Meutia Nauly ABSTRACT

This research is a quantitative study which used correlational design to know the role of self-control, self-esteem, and hostile attribution style on aggressive behavior’s Satpol PP. Subjects in this study were 60 Satpol PP who served in the Office of Satpol PP Langkat. The samples were taken with non probabilty sampling technique accidental type. Data obtained in this study were analyzed by test-F to see role of the three predictor variables on outcome variable simultaneously. And t-test to see the role of each predictor variable on outcome variable.

Measuring instruments used in this study are four scales. Aggressive behavior scale is a scale made by the researcher based on the theory of aggressive behavior by Barbara Krahe (2005), control scale which is based on low self-control theory by Gottfredson and Hirschi (1990), self-esteem scale which is based on the theory of self-esteem by Coopersmith (1981), and hostile attribution style scale which is based on hostile attributional theory by Krahe and Moller (2004). From the test results are known of each scale has a reliability of 0.967 for aggressive behavior scale, 0.931 for self-control scale, 0.893 for self-esteem scale, and 0.939 for hostile attributional style scale.

From the results obtained by regression analysis, the equation of multiple regression is Y = 45.063 + 0.895 X1 + (-0.476 X2) + 0.646 X3. Significance test of

correlation between predictor variables with outcome variables with F test, obtained F value = 24.115 with a significance 0.000. The value coefficient of multiple correlation (R) is 0.751 and coefficient of multiple determination (R2) is 0.564. (56.4%).

Partial test results (t-test) obtained t values for self-control is 3.639 with a significance 0.001, self-esteem is -2.433 with a significance 0.018, and hostile attribution style is 2.986 with a significance 0.004. Value of coefficient partial correlation of self control (r) is 0.437, self esteem is -0.309 and hostile attribution style is 0.371, the role of each predictor variable to the outcome variable is known from the calculation of the coefficient partial determination (r2) where the role of self-control is 0.19 (19%), the role of self-esteem is 0.095 (9.5%), and the role of hostile attribution style 0.138 (13.8%).

Referring to the results of research, self-control variables contribute most impact on aggressive behavior Satpol PP compared to two other predictor variables of self-esteem and hostile attribution style.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan Gaya Atribusi Bermusuhan pada Perilaku Agresif Satpol PP.

Selama menyusun skripsi ini, peneliti banyak mendapat dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih setulusnya kepada :

1. Ibu Meutia Nauly, M. Si., selaku pembimbing yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membimbing saya dengan sabar dan memberikan semangat dan saran yang berarti bagi penyelesaian penelitian ini.

2. Ibu Prof. Dr. Irmawati, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, atas bimbingan, saran, dan arahan yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Ibu Rika Eliana, M. Psi., selaku ketua Departemen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, atas bimbingan, saran, dan arahan yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

(5)

5. Teman-teman di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

6. Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyampaikan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Akhir kata, saya menyadari betapa penelitian ini tidaklah sempurna, oleh karena itu saya menerima masukan dan saran yang membangun untuk kebaikan proposal penelitian ini. Terima kasih.

Medan, 16 Mei 2011

(6)

DAFTAR ISI

E. Sistematika Penulisan... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ... 14

C.1. Definisi Satpol PP ... 14

C.2. Tugas dan Kewajiban Satpol PP ... 14

B. Perilaku Kolektif ... 16

B.1. Definisi Perilaku Kolektif ... 16

B.2. Pengaruh Kelompok terhadap perilaku individu ... 16

B.3. Individualitas Dalam Kelompok ... 17

C. Perilaku Agresif ... 19

A.1. Definisi Perilaku Agresif ... 19

A.2. Aspek-Aspek perilaku agresif ... 20

A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ... 21

D. Kontrol Diri ... 25

B.1. Definisi Kontrol Diri ... 25

B.2. Aspek-Aspek Kontrol Diri ... 27

B.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri ... 28

E. Harga Diri ... 29

C.1. Definisi Harga Diri ... 29

C.2. Aspek-Aspek Harga Diri ... 30

C.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 31

F. Gaya Atribusi Bermusuhan ... 32

C.1. Definisi Gaya Atribusi bermusuhan ... 32

C.2. Aspek-Aspek Gaya Atribusi bermusuhan ... 33

C.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Atribusi bermusuhan ... 35

G. Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan Gaya Atribusi Bermusuhan dengan Agresif... 36

(7)

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

B. Definisi Operasional ... 42

1. Perilaku Agresif ... 42

2. Kontrol Diri ... 43

3. Harga Diri ... 44

4. Gaya atribusi Bermusuhan... 44

C. Subjek Penelitian ... 45

4. Skala Gaya Atribusi Bermusuhan ... 51

F. Uji Coba Alat Ukur ... 53

F.1. Validitas Alat Ukur ... 53

F.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 54

F.3. Uji Daya Beda Item ... 55

G. Hasil Uji Coba ... 56

1. Hasil Uji Coba Skala Perilaku Agresif ... 56

2. Hasil Uji Coba Skala Kontrol Diri ... 59

3. Hasil Uji Coba Skala Harga Diri ... 60

4. Hasil Uji Coba Skala Gaya Atribusi Bermusuhan ... 62

H. Prosedur Penelitian ... 64

H.1. Persiapan Penelitian... 64

H.2. Pengolahan Data ... 65

H.2.1. Metode Analisa data ... 65

H.2.2. Uji Asumsi ... 66

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 69

1. Berdasarkan Usia ... 69

2. Berdasarkan Suku Bangsa ... 70

3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 71

4. Berdasarkan Masa Kerja... 72

5. Berdasarkan Status Pernikahan ... 72

B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 73

1. Kategori Perilaku Agresif satpol PP ... 73

2. Kategori Kontrol Diri satpol PP ... 75

3. Kategori Harga Diri satpol PP ... 76

4. Kategori Gaya Atribusi Bermusuhan satpol PP ... 77

C. Hasil Utama Penelitian ... 78

C.1. Uji asumsi ... 79

1. Uji Normalitas ... 79

(8)

3. Uji Multikolinieritas ... 80

4. Uji Heterokedastisitas ... 80

C.2. Pengujian Hipotesis ... 81

1. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Berganda ... 82

2. Penghitungan koefisien Korelasi Berganda (R) dan Koefisien Determinasi Berganda (R2) ... 83

3. Penghitungan koefisien Korelasi parsial (r) dan Koefisien Determinasi parsial (r2) ... 84

D. Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 94

1. Saran Metodologis ... 94

2. Saran Praktis ... 95

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Item-Item Skala Perilaku Agresif Sebelum Uji Coba ... 48

Tabel 2. Distribusi Item-Item Skala Kontrol Diri Sebelum Uji Coba... 50

Tabel 3. Distribusi Item-Item Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba ... 51

Tabel 4. Distribusi Item-Item Skala Gaya Atribusi Bermusuhan Sebelum Uji Coba ... 53

Tabel 5. Hasil Uji Coba Skala Perilaku Agresif ... 57

Tabel 6. Distribusi Item-Item Skala Penelitian Perilaku Agresif ... 58

Tabel 7. Hasil Uji Coba Skala Kontrol Diri ... 59

Tabel 8. Distribusi Item-Item Skala Penelitian Kontrol Diri ... 60

Tabel 9. Hasil Uji Coba Skala Harga Diri ... 61

Tabel 10. Distribusi Item-Item Skala Penelitian Harga Diri ... 62

Tabel 11. Hasil Uji Coba Skala Gaya Atribusi Bermusuhan ... 63

Tabel 12. Distribusi Item-Item Skala Penelitian Gaya Atribusi Bermusuhan ... 63

Tabel 13. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 69

Tabel 14. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa ... 70

Tabel 15. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat pendidikan ... 71

Tabel 16. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 72

Tabel 17. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan ... 72

Tabel 18. Norma Kategorisasi Tiga Tingkat ... 73

(10)

Tabel 20. Kategorisasi Data Perilaku Agresif Satpol PP ... 74

Tabel 21. Nilai empirik dan nilai hipotetik kontrol diri satpol PP ... 75

Tabel 22. Kategorisasi Data kontrol diri Satpol PP ... 76

Tabel 23. Nilai empirik dan nilai hipotetik harga diri satpol PP ... 76

Tabel 24. Kategorisasi Data harga Satpol PP ... 77

Tabel 25. Nilai empirik dan nilai hipotetik Gaya atribusi bermusuhan satpol PP ... 77

Tabel 26. Kategorisasi Data gaya atribusi bermusuhan Satpol PP ... 78

Tabel 27. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov ... 79

Tabel 28. Hasil perhitungan VIF (Variance Inflation Factor) ... 80

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Mentah Hasil Uji Coba dan Hasil Penelitian Lampiran 2 Reliabilitas dan Uji Daya Beda Alat Ukur Lampiran 3 Hasil Uji Asumsi

Lampiran 4 Hasil Analisa Data dengan Uji-F dan Uji-t Lampiran 5 Alat Ukur Penelitian

(12)

Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan Gaya Atribusi Bermusuhan Terhadap Perilaku Agresif Satpol PP

Alfi Khairani dan Meutia Nauly ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional untuk mengetahui peran kontrol diri, harga diri, dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif Satpol PP. Penelitian ini menggunakan subjek penelitian sebanyak 60 Satpol PP yang bertugas di Kantor Satpol PP Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel diambil dengan teknik non probabilty sampling tipe accidental. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa dengan uji-F untuk melihat peran ketiga variabel prediktor terhadap variabel outcome secara bersama-sama. Serta uji-t untuk melihat peran masing-masing variabel prediktor terhadap variabel outcome.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 buah skala yaitu, skala perilaku agresif yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori perilaku agresif dari Barbara Krahe (2005), skala kontrol diri yang disusun berdasarkan teori kontrol diri rendah dari Gottfredson dan Hirschi (1990), skala harga diri yang disusun berdasarkan teori harga diri Coopersmith (1981), dan skala gaya atribusi bermusuhan yang disusun berdasarkan teori atribusi bermusuhan dari Krahe dan Moller (2004). Dari hasil uji coba diketahui masing-masing skala memiliki reliabilitas sebesar 0,967 untuk skala perilaku agresif, 0,931 untuk skala kontrol diri, 0,893 untuk skala harga diri, dan 0,939 untuk skala gaya atribusi bermusuhan.

Dari hasil analisis regesi berganda diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 45,063+ 0,895X1+ (-0,476X2) + 0,646X3. Uji keberartian korelasi antara variabel

prediktor dengan variabel outcome dengan uji F, diperoleh F hitung = 24,115 dengan signifikansi sebesar 0,000. Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0,751 dan nilai koefisien determinasi berganda (R2) sebesar 0,564. (56,4%).

Hasil uji parsial (uji-t) diperoleh nilai t untuk kontrol diri 3,639 dengan signifikansi 0,001, harga diri = -2,433 dengan signifikansi 0,018, dan gaya atribusi bermusuhan= 2,986 dengan signifikansi 0,004. Nilai koefisien korelasi parsial (r) kontrol diri = 0,437, harga diri = -0,309 dan gaya atribusi bermusuhan = 0,371. Peran masing-masing variabel prediktor terhadap variabel outcome diketahui dari hasil perhitungan koefisien determinasi parsial (r2) dimana kontrol diri berperan sebesar 0,19 (19%), harga diri berperan sebesar 0,095 (9,5%), dan gaya atribusi bermusuhan berperan sebesar 0,138 (13,8%).

Mengacu dari hasil penelitian, variabel kontrol diri berperan paling besar terhadap perilaku agresif Satpol PP dibanding dua variabel prediktor lainnya yaitu harga diri dan gaya atribusi bermusuhan.

(13)

The Role of Self Control, Self-Esteem, and Hostile Attribution Style on Aggressive Behavior’s Satpol PP

Alfi Khairani and Meutia Nauly ABSTRACT

This research is a quantitative study which used correlational design to know the role of self-control, self-esteem, and hostile attribution style on aggressive behavior’s Satpol PP. Subjects in this study were 60 Satpol PP who served in the Office of Satpol PP Langkat. The samples were taken with non probabilty sampling technique accidental type. Data obtained in this study were analyzed by test-F to see role of the three predictor variables on outcome variable simultaneously. And t-test to see the role of each predictor variable on outcome variable.

Measuring instruments used in this study are four scales. Aggressive behavior scale is a scale made by the researcher based on the theory of aggressive behavior by Barbara Krahe (2005), control scale which is based on low self-control theory by Gottfredson and Hirschi (1990), self-esteem scale which is based on the theory of self-esteem by Coopersmith (1981), and hostile attribution style scale which is based on hostile attributional theory by Krahe and Moller (2004). From the test results are known of each scale has a reliability of 0.967 for aggressive behavior scale, 0.931 for self-control scale, 0.893 for self-esteem scale, and 0.939 for hostile attributional style scale.

From the results obtained by regression analysis, the equation of multiple regression is Y = 45.063 + 0.895 X1 + (-0.476 X2) + 0.646 X3. Significance test of

correlation between predictor variables with outcome variables with F test, obtained F value = 24.115 with a significance 0.000. The value coefficient of multiple correlation (R) is 0.751 and coefficient of multiple determination (R2) is 0.564. (56.4%).

Partial test results (t-test) obtained t values for self-control is 3.639 with a significance 0.001, self-esteem is -2.433 with a significance 0.018, and hostile attribution style is 2.986 with a significance 0.004. Value of coefficient partial correlation of self control (r) is 0.437, self esteem is -0.309 and hostile attribution style is 0.371, the role of each predictor variable to the outcome variable is known from the calculation of the coefficient partial determination (r2) where the role of self-control is 0.19 (19%), the role of self-esteem is 0.095 (9.5%), and the role of hostile attribution style 0.138 (13.8%).

Referring to the results of research, self-control variables contribute most impact on aggressive behavior Satpol PP compared to two other predictor variables of self-esteem and hostile attribution style.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara dalam menata dan mengatur sistem pemerintahannya pasti mempunyai cita-cita yang ingin dicapai. Negara Indonesia mempunyai tujuan seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) khususnya alinea IV yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka sehubungan dengan adanya kondisi ketentraman dan ketertiban, perlu diadakan pembinaan terhadap ketentraman dan ketertiban di daerah secara terencana dan terpadu. Dalam penanggulangan ancaman gangguan ketentraman dan ketertiban diterapkan suatu sistem pembinaan ketentraman dan ketertiban menurut pola-pola tertentu, baik melalui usaha-usaha masyarakat maupun pemerintah melalui pendekatan prosperity (Kemakmuran) dan security (keamanan) (Noor, 2007) .

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2010 (PP No. 6/2010) menyatakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(15)

kemerdekaan yang belum menentu. Satuan yang terpisah dari kepolisian ini dibentuk sebagai bagian perangkat pemerintah daerah (Pemda) dalam menegakkan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman masyaraka. Dalam berbagai upayanya 'menertibkan wilayah' Pemda biasanya mengerahkan Satpol PP untuk menutup lokasi usaha, mengusir pedagang kaki lima, dan menggusur masyarakat yang dianggap tinggal di tanah milik Pemda. Sebagai senjata Satpol PP dilengkapi pentungan dan pisau, namun untuk kegiatan seperti penggusuran, pasukan ini seringkali dilengkapi pula alat berat (BBC Indonesia, 15 April 2010).

Pelaksanaan penertiban wilayah yang dilaksanakan satpol PP tak jarang menimbulkan berbagai aksi bentrok antara masyarakat dengan petugas satpol PP. Kasus yang baru-baru ini terjadi saat Petugas Satpol PP berupaya membongkar makam Mbah Priok pada 14 April 2010 di Koja, Jakarta Utara yang mengakibatkan bentrok hingga tercatat menewaskan tiga orang anggota Satpol PP dan ratusan korban luka dari pihak masyarakat dan aparat yang pada saat kejadian disebutkan Satpol PP memukuli anak-anak dan juga wanita (Detiknews, 17 Oktober 2010).

Kasus bentrok lainnya, antara masyarakat dengan petugas Satpol PP juga banyak terjadi di daerah Medan. Misalnya, kutipan berita berikut yang menguraikan kasus kekerasan yang dilakukan oleh Satpol PP saat menertibkan pedagang kaki lima di Binjai.

(16)

Kutipan berita berikut juga menguraikan bentrok yang terjadi antara satpol PP dengan masyarakat saat penertiban pedagang kaki lima di Pasar Marelan, Medan.

“...puluhan pedagang kaki lima terlibat bentrok dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Medan, pada Selasa (05/01/2010). Akibat bentrokan tersebut, tiga orang pedagang kaki lima pasar Marelan luka-luka dipukul oknum Satpol PP kota Medan. Ketiga korban yakni Sena, Ros, dan Fuji. Tidak hanya pedagang, Kepala Lingkungan bernama Seno, tak luput menjadi korban pemukulan oknum Satpol PP Kota Medan. Dalam aksi penggusuran ini, sempat terjadi adu mulut hingga berujung saling lempar jeruk dari sejumlah pedagang yang lapaknya tak ingin digusur. Aksi tersebut, memancing amarah petugas Satpol PP untuk mengambil tindakan tegas. Tiga orang menderita luka-luka akibat kena pukul petugas satpol PP. Pedagang menilai, penertiban itu dilakukan tanpa alasan yang jelas, mengingat Pemko Medan tidak memberikan solusi atas pembongkaran lapak pedagang dikawasan itu...”

(Ekspos News, 05 Januari 2010)

Maraknya aksi bentrok antar Satpol PP dengan masyarakat yang dikenai penertiban, juga diakui oleh salah seorang anggota Satpol PP melalui wawancara dengan peneliti.

“…kalau bentrok ya memang sering sekali terjadi, itu karena warganya bandel, dan mereka sering yang mulai, kita dilempari batu, malah dikeroyok, kami kan juga manusia biasa, kalau mendapat perlakuan buruk ya kami nyoba pertahanin diri…..” (komunikasi personal, 12 November 2010)

(17)

keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimulus yang merugikan itu. Kemudian juga didukung oleh definisi agresi Robert A. Baron (2003) yaitu tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.

Perilaku agresif Satpol PP terhadap masyarakat yang dikenai penertiban adalah perilaku agresif kolektif, karena terjadi dalam situasi kelompok massa, dimana menurut Krahe (2005), perilaku kolektif mencakup berbagai macam bentuk perilaku yang dilakukan kelompok atau individu sebagai bagian kelompok. Selanjutnya menurut Hewstone dan Stroebe (2001) perilaku kolektif adalah perilaku yang dilakukan secara serentak oleh sejumlah besar orang, kelompok atau massa, baik yang terjadi secara spontan maupun yang terencana.

(18)

Selanjutnya teori emergent norm Ralph turner and lewis killian (dalam Forsyth, 1990) yang menyatakan adanya keseragaman aksi individu dalam massa, dimana mereka menyatakan massa, kerumunan, dan kelompok lainnya terlihat bersatu dalam emosi dan aksi karena anggotanya mematuhi norma yang relevan dalam situasi tersebut. Karena norma ini muncul dalam situasi kelompok, ini menghasilkan pengaruh yang besar terhadap perilaku.

Dalam kasus bentrok yang terjadi antar Satpol PP dengan masyarakat yang dikenai penertiban sendiri, terlihat adanya perbedaan individu yakni tidak semua petugas satpol PP bereaksi sama saat terjadi bentrok antar Satpol PP dengan masyarakat yang dikenai penertiban, beberapa menunjukan reaksi agresi, namun ada juga yang tidak. hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan salah satu petugas satpol PP.

“………..kalau daerah tempat penertiban itu diketahui rawan, biasanya sampai seratus petugas diturunkan, ...kalau terjadi bentrok itu ya karena lihat kawan diserang gitu kan, ya ikut nolong juga, tapi kan tidak semua juga terlibat pemukulan, ya ada juga yang melerai itu……” (komunikasi personal, 12 Oktober 2010)

(19)

terhadap masyarakat saat melakukan penertiban, faktor individual yang menyebabkan adanya perbedaan individu dalam perilaku agresif.

Membicarakan individualitas dalam kelompok massa bukanlah suatu hal yang tidak mungkin, merujuk pada teori individualistic tradition oleh Floy Allport (dalam Hogg, 2001) yang menyatakan:

“There is no psychology of groups which is not essentially and entirely a psychology of individual” (Allport, 1924 : p.4)

Kemudian, dalam kaiatannya terhadap aksi kolektif, Alport (dalam Hogg, 2001) menyatakan:

“The individual in the crowd behaves just as he would behave alone only more so” (Allport, 1924 : p.295)

Alport (dalam Hogg, 2001) menolak istilah group mind yang dinyatakan oleh Le Bon, menurutnya fikiran yang terpisah dari jiwa individu memiliki arti yang abstrak.

(20)

membentuk urutan kemungkinan hasil dari aksi alternatif, serta yang kelima mereka memutuskan aksi yang paling meminimalisir kerugian dan meningkatkan keuntungan. Selanjutnya Berk (dalam Hogg, 2001) menyatakan efek dari massa adalah mengubah perilaku dengan tetap mempertahankan standart individual dan kecendrungan perilaku dasar.

Berdasarkan uraian diatas, maka disini peneliti ingin melihat faktor-faktor individual yang berperan dalam perilaku agresif Satpol PP, faktor individual yang menyebabkan adanya perbedaan individu dalam perilaku agresif, disini peneliti mengabaikan faktor situasional dengan asumsi bahwa ketika terjadi perilaku agresif dalam pelaksanaan penertiban, anggota satpol PP berada dalam situasi yang sama.

Berkaitan dengan pemahaman terhadap perbedaan individu dalam perilaku agresif, terdapat 6 aspek kepribadian yang menjelaskan perbedaan individu dalam agresi yaitu, iritabilitas, Kerentanan emosional, pikiran kacau versus perenungan, kontrol diri, harga diri serta gaya atribusi bermusuhan (Krahe, 2005).

(21)

mana seseorang yang mendapatkan stimulus agresi langsung menanggapi secara negatif atau mampu memikirkan pengalaman tersebut.

Menurut Caprara (dalam Geen & Doneirstein, 1998) beberapa studi eksperimental menunjukan bahwa efek utama dari agresi terhadap ketiga aspek kepribadian ini yakni iritabilitas, kerentanan emosianal, dan pikiran kacau versus perenungan, sejajar dengan efek utama dari frustasi seperti kegagalan tugas. Studi yang menunjukan kaitan antara variabel-variabel ini dengan agresi menimbulkan pernyataan bahwa status mereka hanya sebagai variabel moderator yakni menjadi aspek penyebab agresi secara tak langsung.

Aspek kepribadian selanjutnya menurut Krahe (2005) yang relevan untuk memahami perbedaan individu dalam agresi adalah kontrol diri. Kontrol diri menurut Krahe (2005) mengacu pada hambatan internal yang seharusnya mencegah keterlepasan kecendrungan respon agresif.

Tokoh lain yang menjelaskan kaitan kontrol diri dengan perilaku agresif adalah Gottfredson dan Hirschi (dalam Miller, 2009) yang menyatakan level yang rendah pada kontrol diri adalah penyebab dari kriminalitas, kenakalan remaja, agresi, dan tindakan-tindakan sejenis lainnya. Selanjutnya Baumeister & Boden (dalam Geen & Donnerstein, 1998) juga menyatakan lemahnya kontrol diri menjadi penyebab yang sangat dekat dengan perilaku kekerasan dan agresi yang terjadi secara spontan. Kemudian Miller (2005) menyatakan kegagalan dalam kontrol diri merupakan penyebab penting dari agresi.

(22)

dalam agresi. Harga diri Menurut Coopersmith (1981) adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan dalam suatu bentuk sikap dan menunjukan tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga.

Secara tradisional diasumsikan bahwa rendahnya harga diri akan memicu perilaku agresif, yakni bahwa perasaan negatif mengenai diri sendiri membuat orang lebih berkemungkinan menyerang orang lain. Menurut Krahe (2005) sebagian peneliti mendukung konsepsi ini, namun Baumeister dan Boden (dalam Krahe, 2005) menyatakan bahwa individu-individu dengan harga diri yang tinggilah yang lebih rentan terhadap perilaku agresif, terutama saat stimulus agresi berupa umpan balik negatif yang dipersepsikan sebagai ancaman terhadap harga diri mereka yang tinggi.

(23)

menyatakan ada 3 faktor dari dalam diri yang menyebabkan agresi, yaitu frustasi, mood yang tidak baik, dan gaya atribusi bermusuhan.

(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: ”Adakah peran kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif petugas Satpol PP?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif petugas Satpol PP.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi sosial, mengenai adakah peran kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif petugas Satpol PP

(25)

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai wacana bagi setiap mahasiswa maupun masyarakat luas mengenai peran peran kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif petugas Satpol PP?”

b. Sebagai masukan bagi pemerintah, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan Satpol PP dalam melaksanakan tugas.

c. Bagi peneliti untuk lebih mengetahui peran peran kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif petugas Satpol PP.

(26)

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel dalam penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai Satpol PP, perilaku kolektif, perilaku agresif, Kontrol diri, Harga diri, dan gaya atribusi bermusuhan.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, Subjek penelitian dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan, dan metode analisa data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini memuat hasil analisa data penelitian, berisi tentang gambaran subjek penelitian, gambaran variabel penelitian dan hasil penelitian utama serta ditutup dengan pembahasan berdasarkan teori.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) A.1. Definisi Satpol PP

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010 tentang satuan polisi pamong praja, dalam Bab I (1) mengenai ketentuan umum disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan daerah (Perda) dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

A.2. Tugas dan Kewajiban Satpol PP

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010 tentang satuan polisi pamong praja, dalam Bab II (5) mennyatakan, tugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP) adalah :

A. Menyusun program dan melaksanaan penegakan Perda, menyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat

B. Melaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah

(28)

D. Melaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.

E. Melaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, menyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya.

F. Melakukan pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah.

G. Melaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

Selanjutnya dalam Bab III (8) PP Nomor 6/2010 disebutkan mengenai kewajiban satpol PP dalam melaksanakan tugasnya, yakni :

A. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat

B. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja C. Membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat

D. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana

(29)

B. Perilaku Kolektif

B.1. Definisi Perilaku Kolektif

Menurut Krahe (2005), perilaku kolektif mencakup berbagai macam bentuk perilaku yang dilakukan kelompok atau individu sebagai bagian kelompok.

Menurut Hewstone dan Stroebe (2001) perilaku kolektif adalah perilaku yang dilakukan secara serentak oleh sejumlah besar orang, kelompok atau massa, baik yang terjadi secara spontan maupun yang terencana.

Menurut McPhail (dalam Forsyth, 1990) perilaku Kolektif adalah aksi yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok besar yang merespon sesuatu dengan cara yang mirip dalam suatu kejadian atau situasi.

Forsyth (1990) menjelaskan perilaku kolektif sebagai perilaku yang sama dan terkadang merupakan aksi tidak biasa yang dilakukan individu dalam kelompok besar.

Dari pendapat beberapa tokoh diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku kolektif adalah aksi yang dilakukan secara bersama-sama/serentak dengan cara yang mirip oleh sejumlah besar orang dalam kelompok dalam suatu situasi atau kejadian tertentu, yang terkadang dapat berupa aksi yang tidak biasa.

B.3. Pengaruh Kelompok Terhadap Perilaku Individu

(30)

Beberapa teori massa menjelaskan adanya keseragaman aksi pada individu-individu didalam kelompok massa. Misalnya Gustave Le Bon (dalam Forsyth, 1990) yang menyatakan individu-individu didalam massa akan bereaksi diarahkan oleh single collective mind/ group mind. Le Bon menyatakan bagaimanapun individu-individu yang berada dalam massa, apapun pekerjaannya, karakteristiknya, inteligensinya, mereka akan bereaksi mengikuti pemikiran kelompok dan menghasilkan perilaku yang berbeda dengan perilaku saat mereka terpisah dari kelompok. Menurut Le Bon adanya efek contagion yang menyebarkan emosi dan perilaku dari satu kepala ke lainnya, sehingga menyebabkan individu-individu dalam massa bereaksi dengan cara yang sama.

Selanjutnya teori emergent norm Ralph turner and lewis killian (dalam Forsyth, 1990) yang menyatakan adanya keseragaman aksi individu dalam massa, dimana mereka menyatakan massa, kerumunan, dan kelompok lainnya terlihat bersatu dalam emosi dan aksi karena anggotanya mematuhi norma yang relevan dalam situasi tersebut. Karena norma ini muncul dalam situasi kelompok, ini menghasilkan pengaruh yang besar terhadap perilaku.

B.4. Individualitas Dalam Kelompok

Membicarakan individualitas dalam kelompok massa bukanlah suatu hal yang tidak mungkin, merujuk pada teori individualistic tradition oleh Floy Allport (dalam Hogg, 2001) yang menyatakan:

(31)

Kemudian, dalam kaiatannya terhadap aksi kolektif, Alport (dalam Hogg, 2001) menyatakan:

“The individual in the crowd behaves just as he would behave alone only more so” (Allport, 1924 : p.295)

Alport (dalam Hogg, 2001) menolak istilah group mind yang dinyatakan oleh Le Bon, menurutnya fikiran yang terpisah dari jiwa individu memiliki arti yang abstrak.

(32)

C. Perilaku Agresif

C.1. Definisi Perilaku Agresif

Barbara krahe (2005) menyatakan definisi agresi disajikan berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek, yaitu akibat yang merugikan/menyakiti, niat dan harapan untuk merugikan, dan keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimulus yang merugikan itu.

(33)

Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi agresi dari Barbara krahe untuk penelitian ini.

C.2. Aspek-Aspek Perilaku Agresif

Barbara krahe (2005) merangkum sembilan aspek perilaku agresif untuk mengkarakteristikan berbagai macam bentuk agresi, yaitu:

A. Modalitas respon (Response modality), meliputi tindakan agresif secara fisik atau secara verbal.

B. Kualitas respon (Response quality), meliputi tindakan agresif yang berhasil mengenai sasaran atau tindakan agresif yang gagal mengenai sasaran.

C. Kesegeraan (Immediacy), meliputi tindakan agresif yang dilakukan individu langsung kepada sasaran atau yang dilakukan melalui strategi-strategi secara tak langsung.

D. Visibilitas (Visibility), meliputi perilaku agresif yang tampak dari perilaku individu atau yang tak tampak dari luar namun dirasakan oleh individu. E. Hasutan (Instigation), meliputi perilaku agresif yang terjadi karena

diprovokasi atau yang merupakan tindakan balasan.

F. Arah sasaran (Goal direction), meliputi perilaku agresif yang terjadi karena adanya rasa permusuhan kapada sasaran (hostility) atau yang dilakukan karena adanya tujuan lain yang diinginkan (instrumental).

(34)

H. Durasi akibat (Duration of consquences), meliputi perilaku agresif yang menyebabkan kerusakan sementara atau yang menyebabkan kerusakan jangka panjang.

I. Unit-unit sosial yang terlibat (Social unit involved), meliputi perilaku agresif yang dilakukan individu atau yang dilakukan secara berkelompok.

C.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

C.3.1. Faktor Kepribadian

Temuan-temuan mengenai peran kepribadian dalam agresi memang masih terbatas jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang melihat dampak berbagai faktor situasional dalam agresi (Krahe, 2005). Sekalipun demikian beberapa konstruk kepribadian telah diusulkan untuk menjelaskan berbagai perbedaan individu dalam agresi. Barbara krahe (2005) menyatakan beberapa konstruk kepribadian dapat menyebabkan perbedaan individu dalam perilaku agresi, antara lain :

A. Iritabilitas

(35)

B. Kerentanan Emosional

Caprara (dalam Krahe, 2005) menyatakan kerentanan emosional didefinisikan sebagai kecendrungan individu untuk mengalami perasaan tidak nyaman, putus asa, tidak adekuat dan ringkih. Orang-orang yang rentan secara emosional memperlihatkan agresifitas yang lebih tinggi.

C. Pikiran Kacau Versus Perenungan

Caprara (dalam Krahe, 2005) menyatkan pikiran kacau versus perenungan menggambarkan sejauh mana seseorang yang mendapatkan stimulus agresi langsung menanggapi secara negatif atau mampu memikirkan pengalaman tersebut.

D. Kontrol diri

Konstruk kontrol diri mengacu pada hambatan internal yang seharusnya mencegah keterlepasan kecendrungan respon agresif. Penelitian Baumeister dan Boden (dalam Krahe, 2005) berdasarkan temuan bahwa perilaku kriminal seringkali dibarengi dengan kekurangkontrolan diri pada berbagai aktifitas lainnya (perokok berat, konsumsi alkohol yang berlebihan) mendukung pendapat bahwa masalah kontrol diri secara umum mendasari perilaku agresif.

E. Harga diri

(36)

berpendapat bahwa individu-individu dengan harga diri tinggi lebih rentan terhadap perilaku agresif, terutama dalam menghadapi stimulus negatif yang dipersepsikan sebagai ancaman terhadap harga diri mereka yang tinggi.

F. Gaya atribusi bermusuhan

Konsep ini mengacu pada kecendrungan kebiasaan seseorang untuk menginterpretasi stimulus ambigu dengan cara bermusuhan dan agresi. Hasil penelitian Burks (dalam Krahe, 2005) menunjukan bahwa struktur pengetahuan mengenai permusuhan menyebabkan anak-anak menginterpretasi stimulus sosial dengan cara yang lebih negatif sehingga mereka lebih berkemungkinan untuk merespon dengan cara agresif.

C.3.2 Faktor Situasional

Sebelumnya telah disebutkan ciri-ciri individual yang bertanggung jawab atas terjadinya perbedaan kecendrungan agresi yang relatif stabil dari waktu kewaktu (Krahe, 2005). Selanjutnya berikut pengaruh situasional terhadap perilaku agresif :

A. Penyerangan

Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Adanya aksi penyerangan dari orang lain akan menimbulkan reaksi agresi dari diri seseorang.

B. Efek senjata

(37)

lebih banyak disebabkan pembunuhan dengan senjata daripada kecelakaan lalu lintas. Perilaku agresif akan lebih sering dilakukak ketika ada senjata, pisau atau benda tajam.

C. karakteristik target

Ada karakteristik ciri tertentu yang mempuyai potensi sebagai target agresi, misalnya anggota kelompok yang tidak disukai atau orang yang tidak disukai.

D. In group vs Out group conflic

Perilaku agresif seringkali didasari atas konflik antar kelompok. Konflik antar kelompok seringkali dipicu oleh perasaan in group vs out group, sehingga anggota kelompok diwarnai prasangka.

E. Alkohol

Ada banyak temuan yang menunjukan bahwa, ketika terintoksikasi oleh alkohol, individu-individu menunjukan perilaku agresif lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak terintoksifikasi. Efek Farmakologis alkohol sangat bertanggung jawab atas efek peningkatan agresi. Alkohol memang tidak secara langsung menyebabkan perilaku agresif melainkan secara tidak langsung, yaitu alkohol mengganggu fungsi kognitif yang menyebabkan hambatan dalam pemrosesan informasi, termasuk perhatian terhadap berbagai hambatan normatif yang mestinya menekan respon agresif dalam keadaan tidak terintoksikasi.

F. Temperatur

(38)

bahwa “temperatur tinggi yang tidak nyaman meningkatkan motif maupun perilaku agresif.

D. Kontrol Diri

D.1. Definisi Kontrol Diri

(39)

didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Kopp (dalam Newman, 2008) yang menyatakan kontrol diri sebagai kemampuan untuk memenuhi keinginan dengan memodifikasi perilaku sesuai dengan situasi, menyegerakan atau menunda tindakan, dan berperilaku yang diterima secara sosial tanpa dibimbing atau diarahkan oleh hal lainnya. Nofziger (2001) menyatakan kontrol diri sebagai perlawanan terhadap godaan pada saat ini yang mungkin merintangi cita-cita jangka panjang, menunda kesenangan atau tujuan lain. Menurut pradiansyah (2003), kontrol diri adalah mampu menunda kenikmatan jangka pendek untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar secara jangka panjang. Zulkarnain (2002) menyatakan kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin tinggi kontrol diri semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku.

(40)

D.2. Aspek Kontrol Diri

Gottfredson dan Hirschi (1990) menyatakan 6 aspek yang menjelaskan ciri orang yang memiliki kontrol diri yang rendah, yaitu:

A. Impulsiveness

Konsep ini mengacu pada seseorang yang tidak mempertimbangkan

konsekuensi negatif dari perbuatan yang akan dilakukannya. Mereka memiliki

orientasi “here and now” dan gampang tergoda untuk sesuatu yang

menyenangkan.

B. Physical activity

Konsep ini menjelaskan individu dengan kontrol diri yang rendah lebih

memilih kegiatan yang melibatkan aktifitas fisik daripada aktifitas yang

melibatkan pemikiran.

C. Risk seeking

Konsep ini menjelaskan bahwa individu dengan kontrol diri yang rendah

suka terlibat dalam aktifitas-aktifitas fisik yang beresiko, membangkitkan dan

menegangkan.

D. Self-centeredness

Konsep ini menjelaskan individu dengan kontrol diri yang rendah

cenderung mementingkan diri sendiri, kurang sensitif terhadap penderitaan dan

kebutuhan orang lain, mereka sering tidak ramah, atau cenderung kurang peduli

(41)

E. Simple tasks

Individu dengan kontrol diri yang rendah akan cenderung menghindari

tugas-tugas yang sulit dan membutuhkan banyak pemikiran, mereka lebih

menyukai tugas sederhana yang tidak menuntut banyak pemikiran.

F. Volatile temper

Konsep ini menjelaskan individu dengan kontrol diri yang rendah cenderung rentan mengalami frustasi, mudah meledak-ledak, tempramental, dan ketika terlibat permasalahan dengan orang lain cenderung sulit untuk menyelesaikannya dengan kepala dingin.

D.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Kontrol Diri

Menurut Gottfredson dan Hirschi (1990) beberapa karakteristik yang berhubungan dengan lemahnya kontrol diri adalah kurangnya kedewasaan, disiplin dan pelatihan. Usia menurut gottfredson dan Hirschi (dalam Conner et all, 2009) juga mempengaruhi kontrol diri, yaitu semakin meningkat usia seseorang kemampuan mengontrol dirinya juga akan semakin meningkat.

(42)

E. HARGA DIRI

E.1 Definisi Harga Diri

Menurut Coopersmith (1981) harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan dalam suatu bentuk sikap dan menunjukan tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga.

Tokoh lain yang memberikan definisi harga diri antara lain frey & Carlock (1998) yang menyatakan harga diri merupakan penilaian positif atau negatif terhadap diri sendiri yang menunjukan sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam perilaku seseorang. Selanjutnya Branden (2000) dalam bukunya How To Raise Your Self Esteem, menyatakan bahwa harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri (self confidence) dan penghormatan diri (self respect).

Taylor, Peplau, Sears (2000) mengatakan bahwa harga diri adalah evaluasi yang kita buat terhadap diri kita sendiri, yaitu bahwa kita tidak hanya melihat apa yang kita miliki akan tetapi juga pada bagaimana kita menilai kualitas yang kita miliki tersebut.

(43)

(self rejection), merasa kurang puas terhadap dirinya (self dissatisfaction) dan menghina diri sendiri (self contempt).

Harga diri seseorang dapat menentukan bagaimana cara seseorang berperilaku didalam lingkungannya. Peran harga diri dalam menentukan perilaku ini dapat dilihat melalui proses berfikirnya, emosi, nilai, cita-cita, serta tujuan yang hendak dicapi seseorang. Bila seseorang mempunyai harga diri yang tinggi, maka perilakunya juga akan positif, sedangkan bila harga dirinya negatif, akan tercermin pada perilaku yang negatif pula (Coopersmith, 1981).

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri dapat diartikan sebagai evaluasi yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga.

E.2. Aspek-Aspek Harga Diri

Menurut Coopersmith (1981) aspek-aspek harga diri meliputi : A. Kebutuhan untuk berharga

(44)

B. Perasaan mampu

Perasaan mampu merupakan perasaan individu pada saat ia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan, perasaan mampu merupkan hasil persepsi individu mengenai kemampuannya yang akan mempengaruhi pembentukan harga diri individu tersebut. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Mereka biasanya menyukai tugas baru, menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan diluar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna melainkan tahu keterbatasan diri dan mengharap adanya pertumbuhan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan memberi penilaian yang positif pada dirinya.

C. Perasaan diterima

Bila individu merupakan bagian dari suatu kelompok dan merasa bahwa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok lainnya, maka individu akan merasa dirinya diikutsertakan atau diterima. Individu akan memiliki nilai positif tentang dirinya sebagai bagian dari kelompoknya. Sebaliknya individu akan memiliki penilaian negatif terhadap dirinya bila mengalami perasaan tidak diterima.

Dari uraian diatas maka aspek-aspek harga diri adalah perasaan berharga, perasaan mampu, dan perasaan diterima.

E.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri

(45)

A. Budaya.

Adanya harapan dari stereotipe gender terhadap daya tarik fisik pada kaum perempuan mempengaruhi harga diri khususnya bagi wanita karena menjadi khawatir dengan penampilan mereka. Crain (dalam Papalia, 2007) menemukan harga diri pada remaja wanita umumnya lebih rendah dibanding laki-laki karena kekhawatiran dengan penampilan dan kemampuan mereka.

B. Pola asuh orang tua

Dekovic et al. (dalam Papalia, 2007) menyatakan anak dari orangtua yang hangat dan positif membuat anak lebih merasa dihargai dan membantu mereka memiliki evaluasi yang positif terhadap diri, sebaliknya anak yang terabaikan dapiat menyebabkan mereka memiliki harga diri yang rendah serta berpandangan pesimis terhadap masa depan.

F. Gaya Atribusi Bermusuhan

F.1 Definisi Gaya Atribusi Bermusuhan

(46)

Tokoh lain yang memberikan definisi gaya atribusi bermusuhan antara lain Baron (2006) yang mendefinisikannya sebagai kecendrungan diri untuk mempersepsikan adanya motivasi bermusuhan dari reaksi orang lain terhadap kita ketika reaksi orang lain tersebut terkesan ambigu. Selanjutnya Beumeister dan Bushman (2008) menyatakan konsep gaya atribusi bermusuhan mengacu pada kecendrungan untuk mempersepsikan suatu aksi yang ambigu dari orang lain sebagai niat permusuhan secara sengaja.

Kirsh (2006) menyatakan, gaya atribusi bermusuhan mengacu pada situasi dimana individu menyimpulkan adanya faktor kesengajaan untuk menunjukan permusuhan dalam aksi orang lain, walaupun maksud sebenarnya belum jelas. Miller (2008) menyatakan konsep gaya atribusi bermusuhan merupakan kemungkinan seseorang untuk mengatribusikan tujuan permusuhan dari orang lain ketika situasinya sendiri tidak menjamin adanya niat permusuhan.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya atribusi bermusuhan dapat diartikan sebagai kecendrungan seseorang untuk mengartikan aksi orang lain sebagai tindakan yang memiliki tujuan bermusuhan, walaupun maksud sebenarnya belum jelas dan situasinya sendiri tidak menjamin adanya niat permusuhan.

F.2 Aspek-Aspek Gaya Atribusi Bermusuhan

Barbara krahe dan Inggrid moller (2004) dalam mengukur gaya atribusi bermusuhan pada situasi yang ambigu melibatkan 3 aspek berikut :

(47)

Krahe (2004) menyatakan konsep ini mengacu pada sejauh mana seseorang yakin bahwa tindakan tidak menyenangkan dari orang lain pada situasi yang tidak jelas merupakan kesengajaan untuk menunjukan permusuhan. Individu dengan atribut gaya atribusi bermusuhan yang tinggi akan menyatakan sangat yakin bahwa orang lain memang benar dengan sengaja menunjukan permusuhan, sebaliknya orang yang rendah pada atribut gaya atribusi permusuhan menyatakan tidak begitu yakin akan adanya kesengajaan dari orang lain untuk menunjukan permusuhan.

B. Merasakan kemarahan (anger)

Krahe (2004) menyatakan konsep ini mengacu pada sejauh mana seseorang merasakan kemarahan pada situasi mendapatkan tindakan tidak menyenangkan dari orang lain, ketika situasi tersebut tidak jelas. Pernyataan sangat marah menandakan keadaan individu dengan gaya atribusi bermusuhan yang tinggi, sementara orang dengan gaya atribusi bermusuhan yang rendah akan menjawab tidak begitu marah.

C. Keinginan membalas (wish to retaliate)

(48)

F.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gaya Atribusi Bermusuhan

Stoff, Breiling, & Maser (1997) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi gaya atribusi bermusuhan.

A. Family stressor

Crittendon dan Ainsworth (dalam Stoff, Breiling, & Maser, 1997) menyatakan anak yang terabaikan (maltreatment), mengarahkan dirinya untuk mengembangkan suatu struktur pemikiran bahwa lingkungan sosialnya adalah lingkungan yang tidak ramah, sehingga hal ini juga akan mengarahkannya untuk mempersepsikan tindakan orang lain dalam situasi yang ambigu sebagai tindakan permusuhan.

Dodge, Bates dan Pettit ( dalam Stoff, Breiling, & Maser, 1997) menyatakan riwayat kekerasan yang dialami anak oleh orang dewasa mengarahkan anak untuk mempersepsikan secara bermusuhan tanda-tanda/aksi-aksi orang lain dalam lingkungan sosialnya, bahkan dalam situasi yang belum jelas sekalipun.

B. Sosial ekonomi

(49)

G. Peran Kontrol Diri, Harga Diri, dan gaya Atribusi bermusuhan

terhadap Perilaku Agresif Petugas Satpol PP

Pada bab sebelumnya telah diuraikan beberapa kasus yang menunjukan fenomena agresifitas Satpol PP dalam melaksanakan tugas penertiban.

Perilaku agresif Satpol PP terhadap masyarakat yang dikenai penertiban adalah perilaku agresif kolektif, karena terjadi dalam situasi kelompok massa, dimana menurut Krahe (2005), perilaku kolektif mencakup berbagai macam bentuk perilaku yang dilakukan kelompok atau individu sebagai bagian kelompok.

Beberapa teori mengenai efek massa menjelaskan adanya keseragaman aksi pada individu-individu didalam kelompok massa. Misalnya teori single collective mind/ group mind oleh Gustave Le Bon (dalam Forsyth, 1990) yang menyatakan adanya efek contagion yang menyebabkan individu-individu dalam massa bereaksi dengan cara yang sama, serta teori emergent norm Ralph turner and lewis killian (dalam Forsyth, 1990) yang menyatakan adanya keseragaman aksi individu dalam massa, karena anggotanya mematuhi norma yang relevan dalam situasi tersebut.

(50)

berperan dalam perilaku agresif Satpol PP, faktor individual yang menyebabkan adanya perbedaan individu dalam perilaku agresif.

Membicarakan individualitas dalam kelompok massa bukanlah suatu hal yang tidak mungkin, merujuk pada teori individualistic tradition oleh Floy Allport (dalam Hogg, 2001) yang menyatakan:

“There is no psychology of groups which is not essentially and entirely a psychology of individual” (Allport, 1924 : p.4)

Kemudian, dalam kaiatannya terhadap aksi kolektif, Alport (dalam Hogg, 2001) menyatakan:

“The individual in the crowd behaves just as he would behave alone only more so” (Allport, 1924 : p.295)

Kemudian Olson (dalam Hogg, 2001) berpendapat bahwa didalam massa, anggota-angggotanya beraksi dengan tujuan meningkatkan keuntungan individual hanya saja dibawah kondisi kelompok. Selanjutnya Berk (dalam Hogg, 2001) menyatakan efek dari massa adalah mengubah perilaku dengan tetap mempertahankan standart individual dan kecendrungan perilaku dasar.

(51)

Dari keenam faktor kepribadian yang menjelaskan perbedaan individu dalam agresi, peneliti mencoba menelaah faktor-faktor mana sajakah yang dinyatakan sebgai faktor kepribadian yang paling dekat dengan perilaku agresif.

Menurut Caprara (dalam Geen & Doneirstein, 1998) berdasarkan beberapa studi eksperimental yang menunjukan bahwa efek utama dari agresi terhadap ketiga aspek kepribadian yaitu iritabilitas, kerentanan emosianal, dan pikiran kacau versus perenungan, sejajar dengan efek utama dari frustasi seperti kegagalan tugas. Studi yang menunjukan kaitan antara variabel-variabel ini dengan agresi menimbulkan pernyataan bahwa status mereka hanya sebagai variabel moderator yakni menjadi aspek penyebab agresi secara tak langsung.

(52)

Kemudian Krahe (2005) menyatakan bahwa harga diri (self esteem) juga telah lama dianggap sebagai faktor penting yang menjelaskan perbedaan individu dalam agresi. Serta disini peneliti menemukan adanya perbedaan pendapat beberapa tokoh mengenai kaitan antara harga diri dan agresi. Secara tradisional diasumsikan bahwa rendahnya harga diri akan memicu perilaku agresif, yakni bahwa perasaan negatif mengenai diri sendiri membuat orang lebih berkemungkinan menyerang orang lain (Krahe, 2005). Sebagian peneliti mendukung konsepsi ini, namun Baumeister dan Boden (dalam Krahe, 2005) menyatakan bahwa individu-individu dengan harga diri yang tinggilah yang lebih rentan terhadap perilaku agresif, terutama saat stimulus agresi berupa umpan balik negatif yang dipersepsikan sebagai ancaman terhadap harga diri mereka yang tinggi.

(53)

Berdasarakan pemaparan diatas, peneliti menemukan 3 faktor yang dinyatakan paling dekat sebagai penyebab agresi yakni kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan. Selanjutnya peneliti ingin melihat adakah peran ketiga faktor ini dalam perilaku agresif satpol PP pada kasus-kasus agresi saat melaksanakan penertiban yang sering terjadi.

H. Hipotesa

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu penelitian, sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional, dimana penelitian korelasional menurut Arikunto (2006) bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih dan apabila ada, berapa erat hubungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kontrol diri, harga diri dan gaya atribusi bermusuhan terhadap perilaku agresif petugas Satpol PP.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini variabel yang terlibat adalah :

Variabel Prediktor (X) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif, meliputi:

X1 : Kontrol Diri

X2 : Harga diri

X3 : Gaya atribusi bermusuhan

(55)

B. Definisi Operasional (DO)

1. Perilaku Agresif (Y)

Barbara Krahe (2005) menyatakan definisi agresi disajikan berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek, yaitu akibat merugikan/menyakiti, niat, dan harapan untuk merugikan, dan keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimulus yang merugikan itu.

Maka suatu perilaku dapat dinyatakan perilaku agresif apabila memenuhi 3 kriteria yang telah disebutkan diatas, yaitu:

a. Akibat yang ditimbulkan merugikan/menyakiti b. Adanya niat dan harapan untuk merugikan/menyakiti

c. Adanya keinginan dari orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindar.

Selanjutnya Barbara krahe (2005) merangkum sembilan aspek perilaku agresif untuk mengkarakteristikan berbagai macam bentuk agresi, yaitu:

1. Modalitas respon (Response modality), meliputi agresi fisik atau agresi verbal.

2. Kualitas respon (Response quality), meliputi agresi yang berhasil atau agresi yang gagal.

3. Kesegeraan (Immediacy), meliputi agresi langsung atau tak langsung. 4. Visibilitas (Visibility), meliputi agresi yang tampak atau agresi yang tak

tampak.

(56)

6. Arah sasaran (Goal direction), meliputi Agresi permusuhan dan agresi instrumental.

7. Tipe kerusakan (Type of damage), meliputi agresi fisik atau agresi psikologis.

8. Durasi akibat (Duration of consquences), meliputi agresi yang menyebabkan kerusakan sementara atau agresi yang menyebabkan kerusakan jangka panjang

9. Unit-unit sosial yang terlibat (Social unit involved), meliputi agresi yang dilakukan individu atau agresi yang dilakukan secara berkelompok.

2. Kontrol Diri (X1)

Kontrol diri dalam penelitian ini didefinisikan sebagai derajat kemudahan seseorang terkena serangan godaan sesaat. Dimana orang yang memiliki kontrol diri rendah adalah orang-orang yang cenderung memiliki orientasi “here and now”, lebih memilih menyelesaikan sesuatu secara fisik dari pada mengandalkan kognitif, senang terlibat dalam aktifitas berbahaya, kurang sensitif pada kebutuhan orang lain, lebih memilih jalan pintas dibanding hal-hal yang kompleks, serta memiliki toleransi yang rendah terhadap sumber frustasi

Untuk mengukur kontrol diri rendah (low self control) digunakan aspek-aspek kontrol diri yang dikemukan Gottfredson dan Hirschi (1990) sebagai berikut :

1. Impulsiveness

2. Physical activity

(57)

4. Self-centeredness

5. Simple tasks

6. Volatile temper

3. Harga Diri (X2)

Harga diri adalah evaluasi yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang menunjukan tingkatan dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga.

Harga diri diungkap melalui skala harga diri yang disusun peneliti berdasarkan aspek-aspek harga diri dari Coopersmith (1981), yaitu:

1. Perasaan berharga 2. Perasaan mampu 3. Perasaan diterima

4. Gaya atribusi bermusuhan (X3)

Gaya atribusi bermusuhan diartikan sebagai kecendrungan seseorang untuk mengartikan aksi orang lain sebagai tindakan yang memiliki tujuan bermusuhan, walaupun maksud sebenarnya belum jelas dan situasinya sendiri tidak menjamin adanya niat permusuhan.

Harga diri diungkap melalui skala harga diri yang disusun peneliti berdasarkan aspek-aspek harga diri dari Krahe dan Moller (2004), yaitu:

1. Mempersepsikan adanya permusuhan (Perceived Hostile Intens) 2. Merasakan kemarahan (anger)

(58)

C. Subjek Penelitian

C.1. Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dalam penelitian ini adalah petugas satpol PP di Langkat yang memiliki karakterisitik bertugas di kantor satuan polisi pamong praja Langkat, dan merupakan petugas lapangan.

Hal ini berdasarkan pertimbangan praktis, yakni di lokasi ini adanya kemudahan bagi peneliti mendapatkan akses untuk mengambil data penelitian. Pemilihan hanya pada petugas satpol PP yang bertugas dilapangan karena perilaku agresif yang ingin dilihat adalah perilaku agresif situasional yakni hanya pada saat melaksanakan tugas penertiban, sehingga petugas satpol PP yang diukurpun hanyalah petugas yang bertugas melaksanakan penertiban.

(59)

D. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan non probabilty sampling tipe accidental yang berarti metode pengambilan sampel yang dilakukan tanpa memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dapat terpilih menjadi anggota sampel, namun lebih kepada pemilihan secara faktor kebetulan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik populasi (Hadi, 2000).

E.Alat Ukur Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala atas dasar pertimbangan tujuan penelitian, waktu, tenaga serta biaya. Skala ini dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe isian (angket terbuka) dan tipe pilihan (angket tertutup). Skala tipe isian dimaksudkan untuk mengungkap data mengenai identitas pribadi subyek. Skala tipe pilihan yang digunakan meliputi 4 bagian skala, yaitu:

1. Skala Perilaku Agresif

(60)

langsung, visibilitas (visibility) yang meliputi agresi yang tampak atau agresi yang tak tampak, hasutan (instigation) yang meliputi agresi yang terjadi karena diprovokasi atau agresi yang merupakan tindakan balasan, arah sasaran (Goal direction) yang meliputi agresi permusuhan dan agresi instrumental, tipe kerusakan (type of damage), meliputi agresi fisik atau agresi psikologis, durasi akibat (duration of consquences), meliputi agresi yang menyebabkan kerusakan sementara atau agresi yang menyebabkan kerusakan jangka panjang, dan unit-unit sosial yang terlibat (social unit involved), meliputi agresi yang dilakukan secara individual atau agresi yang dilakukan secara berkelompok. Semakin tinggi skor skala agresi yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat agresi yang dimiliki subjek. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat agresi subjek.

Skala perilaku agresif ini menggunakan skala Likert 4 poin sebagai berikut:

STS : Bila individu merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan TS : Bila individu merasa tidak setuju dengan pernyataan

S : Bila individu merasa setuju dengan pernytaan

SS : Bila individu merasa sangat setuju dengan pernyataan

(61)

ungavorable akan diberikan nilai 4 untuk setiap jawaban STS, tiga untuk TS, dua untuk S, dan 1 untuk SS. Penilaian ini berlaku untuk skala yang diujicobakan dan skala yang akan digunakan dalam penelitian.

Tabel 1.

Distribusi item-item skala perilaku agresif sebelum uji coba

No. Aspek Item

Favorable

Item Unfavorable

Jumlah

1. Agresi yang disebabkan permusuhan

11. Agresi yang menyebabkan kerusakan psikologis

(21) (47) (59) (76) (70) 5

12. Agresi yang menyebabkan kerusakan fisik

(48) (60) (22) (33) (71) 5

13. Agresi yang menyebabkan kerusakan sementara

(34) (49) (72) (11) (80) 5

14. Agresi yang menyebabkan kerusakan jangka panjang

(62)

15. Agresi yang berhasil mengenai sasaran

(13) (24) (51) (36) (77) 5

16. Agresi yang gagal mengenai sasaran.

(52) (62) (14) (25) (37) 5

TOTAL 80

2. Skala Kontrol Diri

Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat kontrol diri rendah (low self control) subyek. Skala dirancang dengan aspek kontrol diri yang dikemukakan oleh aspek-aspek kontrol diri rendah yang dikemukan Gottfredson dan Hirschi (1990) yakni Impulsiveness, Physical activity, Risk seeking, Self-centeredness,

Simple tasks dan Volatile temper.

Dalam skala ini semakin tinggi skor skala kontrol diri yang diperoleh subjek artinya maka semakin rendah tingkat kontrol diri yang dimilikinya. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat kontrol diri subjek.

Skala kontrol diri ini juga menggunakan skala Likert 4 poin sebagai berikut:

STS : Bila individu merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan TS : Bila individu merasa tidak setuju dengan pernyataan

S : Bila individu merasa setuju dengan pernytaan

SS : Bila individu merasa sangat setuju dengan pernyataan

(63)

seiap aitem favorable diberikan nilai satu untuk STS, dua untuk TS, Tiga untuk S dan empat untuk setiap item yang dijawab SS. Sedangkan untuk setiap item ungavorable akan diberikan nilai 4 untuk setiap jawaban STS, tiga untuk TS, dua untuk S, dan 1 untuk SS. Penilaian ini berlaku untuk skala yang diujicobakan dan skala yang akan digunakan dalam penelitian.

Tabel 2.

Distribusi item-item skala kontrol diri sebelum uji coba

No. Aspek Item Favorable Item Unfavorable Jumlah

1. Impulsiveness (7) (19) (31) (37)

3. Skala Harga Diri

Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat harga diri subyek. Skala harga diri ini dirancang dengan aspek harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1981). Aspek kontrol diri disini adalah perasaan berharga, perasaan mampu, perasaan diterima. Semakin tinggi skor skala harga diri yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat harga diri yang dimiliki subjek. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat harga diri subjek.

(64)

STS : Bila individu merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan TS : Bila individu merasa tidak setuju dengan pernyataan

S : Bila individu merasa setuju dengan pernytaan

SS : Bila individu merasa sangat setuju dengan pernyataan

Pernyataan-pernyataan dalam skala ini terdiri dari aitem favorable dan aitem unfavourable. Dimana pemberian skor untuk masing-masing jawaban responden pada tiap-tiap item dalam skala ditentukan oleh sifat aitemnya. Untuk seiap aitem favorable diberikan nilai satu untuk STS, dua untuk TS, Tiga untuk S dan empat untuk setiap item yang dijawab SS. Sedangkan untuk setiap item ungavorable akan diberikan nilai 4 untuk setiap jawaban STS, tiga untuk TS, dua untuk S, dan 1 untuk SS. Penilaian ini berlaku untuk skala yang diujicobakan dan skala yang akan digunakan dalam penelitian.

Tabel 3.

Distribusi item-item skala harga diri sebelum uji coba

No. Aspek Item Favorable Item Unfavorable Jumlah 1. Perasaan

4. Skala gaya atribusi bermusuhan

Gambar

Tabel 1. Distribusi item-item skala perilaku agresif sebelum uji coba
Tabel 2.  Distribusi item-item skala kontrol diri sebelum uji coba
Tabel 3.  Distribusi item-item skala harga diri sebelum uji coba
Tabel 4. Distribusi item-item skala gaya atribusi bermusuhan sebelum uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Hasibuan (2005:203) bahwa kepuasan kerja pegawai banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Dengan

2. Hubungan antara Kualitas Kelekatan Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Kendalrejo SurakartaError! Bookmark not defined. Hubungan antara

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran keluarga dan konsep diri dengan perilaku agresif remaja di SMK Kesatrian Purwokerto Kabupaten

2. Hubungan antara Kualitas Kelekatan Orang Tua dengan Perilaku Agresif pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Kendalrejo SurakartaError! Bookmark not defined. Hubungan antara

dengan judul “Pengaruh Literasi Keuangan, Gaya Hidup, dan Kontrol Diri terhadap Perilaku Pengelolaan Keuangan Pekerja di Surabaya” merupakan penelitian yang

Sebagai langkah awal agar koordinasi dalam organisasi dalam hal ini adalah Satpol PP kota pangkalpinang berjalan dengan baik maka harus ada kerjasama dan

Hasil pengujian ini bertentangan dengan hipotesis dalam penelitian ini, namun hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat oleh Siahaan (2013) yang menyatakan bahwa tidak

Hasil penelitian ini mendukung sejalan dengan penelitian [35]yang menjelaskan bahwa gaya hidup mampu memediasi pengaruh literasi keuangan terhadap perilaku keuangan dan juga hasil