PENGARUH PEMBINAAN & PELATIHAN SDM DAN AKSES PEMASARAN TERHADAP KINERJA UMKM
(Kerja Sama Kemitraan LotteMart Cabang Bintaro dengan Pemerintah
Daerah Kota Tangerang Selatan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.,Sy)
Oleh:
IDEA SUKMA BAKTI
NIM : 109046100212
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v
ABSTRAK
IDEA SUKMA BAKTI 109046100212. PENGARUH PEMBINAAN & PELATIHAN SDM DAN AKSES PEMASARAN TERHADAP KINERJA UMKM (Kerja Sama Kemitraan LotteMart Cabang Bintaro dengan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan). Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M, 129 halaman + 14 halaman Lampiran
Potensi UMKM yang sangat besar dilihat dari kuantitasnya sebagai penggerak ekonomi kerakyatan ternyata tidak diikuti dengan kualitas kinerja yang sepadan, terbukti dari daya ekspor produk-produk UMKM yang sangat lemah apabila dibandingkan dengan produk-produk Usaha Besar. Padahal skala UMKM merupakan penyumbang PDB terbesar yang berhasil menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak daripada Usaha Besar. Hal ini disebabkan karena kurangnya akses UMKM terhadap permodalan dari lembaga keuangan formal, diperparah dengan maraknya
pembangunan Mall sebagai pusat perbelanjaan di kota-kota besar karena dampak
dari perjanjian perdagangan bebas yang baru-baru ini gencar disepakati oleh pemerintah, sehingga membuat produk-produk UMKM semakin tersingkir karena lemahnya daya saing pemasaran terhadap produk-produk asing yang justru semakin digemari konsumen lokal. Melihat problematika tersebut, Pemerintah Daerah Dinas Koperasi & UKM Tangerang Selatan bersama LotteMart cabang Bintaro berupaya menggali dan mengangkat kembali potensi kinerja UMKM dengan cara melakukan kemitraan usaha. Skripsi ini meneliti bagaimana pola kemitraan yang terjalin oleh pihak-pihak terkait dan bagaimana pengaruh dari aspek kemitraan dilihat dari pembinaan & pelatihan SDM dan akses permodalan tersebut terhadap kinerja UMKM.
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan dua variabel terikat (X) dan satu variabel bebas (Y) yaitu pembinaan & pelatihan SDM (X1), akses pemasaran (X2), dan Kinerja UMKM (Y). Penulisan skripsi ini menggunakan metode kuantitatif, data primer diperoleh melalui kuesioner yang diberikan kepada 59 responden yaitu pelaku UMKM anggota kemitraan di LotteMart cabang Bintaro. Data primer diolah menggunakan teknik analisa regresi linier berganda. Sebagai tambahan untuk memperkuat teori, penulis juga mengadakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan menelaah buku-buku, dokumen-dokumen, rujukan, artikel yang berkaitan dengan penelitian ini.
vi
Tangerang Selatan berperan sebagai fasilitator dan regulator terbentuknya kemitraan di LotteMart.
Berdasarkan hasil uji hipotesis secara parsial antara variabel pembinaan &
pelatihan SDM dengan Kinerja UMKM, diperoleh hasil print out nilai thitung
pembinaan & pelatihan SDM (X1) = 0,583 dengan tingkat signifikansi untuk variabel pembinaan dan pelatihan 0,562 yang menandakan lebih besar dari 0,05. Nilai thitung < ttabel atau 0,583 < 1.671. Artinya variabel pembinaan & pelatihan SDM tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja UMKM. Hal ini bisa dikarenakan metode pelatihan & pembinaan SDM kurang sesuai dengan jenis usaha, dan masih terdapat anggota UMKM kemitraan di LotteMart cabang Bintaro yang tidak menerima pembinaan & pelatihan SDM.
Berdasarkan hasil uji hipotesis secara parsial antara variabel akses pemasaran
dengan Kinerja UMKM diperoleh hasil print out nilai thitung akses pemasaran (X2) =
3,484 dengan tingkat signifikansi untuk variabel akses pemasaran sebesar 0,001 yang menandakan lebih kecil dari 0,05. Nilai thitung > ttabel atau 3,484 > 1.671, artinya variabel akses pemasaran berpengaruh nyata terhadap kinerja UMKM. Hal ini berarti bahwa strategi kemitraan yang dibangun di LotteMart cabang Bintaro dalam memberikan akses pemasaran kepada produk-produk UMKM sudah berdampak pada peningkatan nilai tambah UMKM, dalam penelitian ini nilai tambah yang dimaksud adalah peningkatan aset usaha dan peningkatan pendapatan UMKM setelah mengikuti kemitraan di LotteMart cabang Bintaro.
Kata kunci: Pola Kemitraan, SDM, Pemasaran, Kinerja UMKM
Pembimbing: Dr. Nurhasanah M.Ag
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Tidak lupa shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad
SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Dengan izin Allah SWT, penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembinaan & Pelatihan SDM dan Akses Pemasaran
Terhadap Kinerja UMKM (Kerja Sama Kemitraan LotteMart Cabang Bintaro dengan
Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan)” dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penelitian untuk penulisan skripsi ini tidak dapat
terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak, karena
banyak rintangan yang dilalui penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, tetapi dengan
kesabaran hati, kerja keras, serta bantuan dan do’a dari berbagai pihak, akhirnya
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ayah Idaman Bakti dan Ibu Nani Hanifah yang senantiasa selalu
mencurahkan kasih sayang, do’a, dukungan, bimbingan, serta kesabaran
bagi anak-anaknya.
2. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas
viii
3. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Mu’min Rouf, S.Ag., M.Ag., Sekretaris Konsentrasi Perbankan Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan, serta meluangkan waktunya untuk
penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis semasa
kuliah. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan mendapat balasan
dari Allah SWT.
7. Segenap karyawan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan
Nasional Jakarta yang telah memfasilitasi penulis dalam mencari bahan
literatur yang berkaitan dengan skripsi ini.
8. Koordinator dan staff Outlet UKM di LotteMart cabang Bintaro, Ibu Sri
Lestari yang telah memberikan informasi dan bantuannya untuk
kebutuhan penyusunan skrpsi ini.
9. Segenap keluarga Soewarno dan Keluarga Susnendar yang telah
ix
10.Segenap keluarga besar KKN AKSARA 2012 yang telah memberikan
inspirasi dan pengalaman.
11.Segenap teman-teman FSH yang menemani dan memberikan kritik
membangun dalam penulisan skripsi ini di antaranya Nur
Wakhidurrohman dan Gandy Perdana Putra.
12.Segenap teman-teman komplek Kranggan Permai yang telah rela
menghabiskan waktunya untuk bercanda tawa diantaranya Yoga Budi
Satria, Fadlil Luthfi dan Tika Prapti Aryanti
13.FIKSIKATA, sebagai sarana bernaungnya semua syair keluhan hati
bentuk nada dan irama, yaitu Muhammad Faisal Kahfi, Bagus Arie dan
Abdul Hakim
14.Teruntuk seorang kasih yang menemani dalam suka maupun maupun,
serta dukungannya yang tidak terbatas ruang dan waktu, Dina Raisa
Oktaviana.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
namun penulis berharap bahwa skripsi ini bisa bermanfaat dan memberikan
kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang
kewirausahaan dan ekonomi islam.
x
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 14
C. Perumusan Masalah ... 15
D. Tujuan Penelitian ... 15
E. Manfaat Penelitian ... 16
F. Tinjauan Studi Terdahulu ... 16
G. Sistematika Penulisan ... 20
xi
2. Manfaat & Kendala Kemitraan Usaha ... 24
3. Kemitraan Usaha sebagai Strategi Bisnis ... 28
4. Kemitraan Usaha dalam Sudut Pandang Islam ... 30
5. Aspek Kemitraan Usaha ... 31
6. Pola Kemitraan Usaha ... 34
B. Teori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 1. Kriteria UMKM ... 45
2. Karakteristik UMKM ... 49
3. Permasalahan UMKM ... 50
4. Definisi Akses Pemasaran ... 53
5. Definisi Pembinaan & Pelatihan Sumber Daya Manudia (SDM) ... 54
6. Definisi Kinerja UMKM ... 55
C. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Pembinaan Manajemen & SDM terhadap Kinerja UMKM 57 2. Pengaruh Akses Pemasaran Terhadap Kinerja UMKM ... 59
BAB III: METODELOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 61
B. Lokasi Penelitian ... 61
C. Jenis Penelitian ... 62
D. Sumber Data ... 63
E. Populasi ... 64
xii
G. Teknis Analisis Data
1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 66
2. Uji Asumsi Klasik ... 71
3. Analisa Regresi Linier Berganda ... 74
4. Koefisien Determinasi (R2) ... 75
5. Pengujian Hipotesis ... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kemitraan Usaha di LotteMart cabang Bintaro 1. Sejarah Kemitraan di LotteMart cabang Bintaro ... 78
2. Pola Kemitraan ... 81
3. Prosedur Pelaksanaan Teknis ... 86
4. Kendala Kemitraan ... 88
5. Strategi Kemitraan ... 90
B. Profil Responden 1. Jenis Kelamin ... 93
2. Usia ... 94
3. Status Pernikahan ... 95
4. Profesi Utama ... 96
5. Jenis Usaha ... 97
6. Sumber Permodalan... 99
xiii
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas ... 111
b. Multikolinieritas ... 111
c. Heteroskedastisitas ... 112
d. Uji Autokorelasi ... 113
3. Analisa Regresi Linier Berganda a. Fungsi Regresi ... 115
b. Koefisien Determinasi (R2) ... 116
c. Uji Parsial (t) ... 118
d. Uji Simultan (F) ... 122
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 123
B. Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA... 123
DAFTAR TABEL
xiv
Tabel 1.A.1 Perkembangan Unit Usaha Tahun 2011 – 2012 ... 1
Tabel 1.A.2 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Usaha tahun 2011-2012 ... 2
Tabel 1.A.3 Kontribusi PDB sektor usaha pada tahun 2011-2012 ... 3
Tabel 1.A.4 Kontribusi Ekspor Non-Migas sektor usaha tahun 2011-2012 ... 5
Tabel 2.B.1 Kriteria UMKM Menurut Pasal 6 UU nomor 20 Tahun 2008 ... 48
Tabel 2.B.2 Kriteria UMKM menurut Badan Pusat Statistik ... 49
Tabel 3.C.1 Teknik pengukuran skala Likert... 63
Tabel 3.G.1 Uji Validitas Variabel Pembinaan & Pelatihan SDM ... 67
Tabel 3.G.2 Uji Validitas Variabel Akses Pemasaran ... 68
Tabel 3.G.3 Uji Validitas Variabel Kinerja UMKM ... 69
Tabel 3.G.4 Uji Reliabilitas Variabel Pembinaan dan Pelatihan SDM ... 70
Tabel 3.G.7 Uji Reliabilitas Variabel Akses Pemasaran ... 71
Tabel 3.G.8 Uji Reliabilitas Variabel Kinerja UMKM ... 71
Tabel 4.C.2 Kurangnya pembinaan & pelatihan SDM ... 100
Tabel 4.C.4 Metode pelatihan & pembinaan sudah sesuai ... 102 Tabel 4.C.12 Uji Multikolinieritas ... 112 Tabel 4.C.14 Uji Autokorelasi ... 114 Tabel 4.C.15 Analisa Regresi Linier Berganda ... 115
DAFTAR TABEL
xv
Tabel 4.C.17 Uji Parsial (t) ... 116
Tabel 4.C.18 Uji Simultan (F) ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.A.1 Faktor yang mempengaruhi Kinerja UMKM... 33
xv Gambar 2.C.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 60
Gambar 3.F.1 Variabel-Variabel yang di teliti ... 65
Gambar 3.F.2 Indikator-Indikator Variabel X ... 66
Gambar 3.F.3 Indikator variabel Y ... 66
Gambar 3.G.9 Model Uji Regresi ... 74
Gambar 4.A.1 Pola Kemitraan Tahap Madya LotteMart cabang Bintaro.. 83
Gambar 4.B.1 Jenis Kelamin Responden ... 93
Gambar 4.B.2 Usia Responden ... 88
Gambar 4.B.3 Status Pernikahan Responden ... 95
Gambar 4.B.4 Profesi Utama Responden ... 96
Gambar 4.B.5 Jenis Usaha Responden ... 97
Gambar 4.C.1 Sumber Permodalan Responden ... 99
Gambar 4.C.3 Metode pembinaan & pelatihan ...
101
Gambar 4.C.5 Lokasi outlet LotteMart ...
103
Gambar 4.C.6 Produk yang dijual di outlet LotteMart lebih mahal ...
104
Gambar 4.C.7 Nilai nilai aset usaha Responden ...
106
Gambar 4.C.8 Peningkatan nilai aset usaha Responden ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.A.1 Aspek Kemitraan Usaha yang Diteliti ... 32
Gambar 4.C.9 Pendapatan (omzet) usaha per bulan Responden ... 108
Gambar 4.C.10 Peningkatan Pendapatan (omzet) usaha responden ...
109
Gambar 4.C.11 Uji Normalitas ... 108
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I HASIL UJI VALIDITAS... 130
LAMPIRAN II HASIL UJI RELIABILITAS... 131
LAMPIRAN III HASIL UJI ASUMSI KLASIK... 131
LAMPIRAN IV HASIL UJI REGRESI LINIER BERGANDA... 132
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
UMKM memiliki peran penting dalam pengembangan kegiatan
ekonomi di berbagai sektor dan pemberdayaan masyarakat, juga sebagai
alternatif usaha di tengah krisis ekonomi global yang melanda para pelaku
usaha besar Indonesia di ranah internasional. Hal ini dapat dibuktikan
berdasarkan data yang tersedia mengenai peningkatan jumlah unit usaha mulai
dari tahun 2011-2012
Tabel 1.A.1
Perkembangan Unit Usaha Tahun 2011 – 2012
No Unit Usaha Tahun 2011 Tahun 2012 Perkembangan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
terbesar di Indonesia, tercatat sekitar 56.534.592 unit usaha atau sekitar
99,99% pangsa unit usaha dengan peningkatan sebanyak 1.328.147 unit pada
2
didominasi penuh oleh Usaha Mikro dengan jumlah 55.856.176 unit usaha.
Artinya UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perkembangan dunia usaha, sangat jelas bahwa UMKM berperan penting
dalam penyerapan tenaga kerja karena merupakan unit usaha yang dominan
dijalani para pelaku usaha, sehingga UMKM masih memiliki potensi besar
terhadap pengembangan yang lebih prospektif.
Sebagaimana dijelaskan oleh Tulus Tambunan bahwa di negara-negara
sedang berkembang (NSB) khususnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin,
UMKM juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif kesempatan
kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan
dan pengurangan kemiskinan serta pembangunan ekonomi pedesaan.1 Di
Indonesia, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat
secara statistik mengenai bagaimana peran UMKM dalam menyerap tenaga
kerja.
Tabel 1.A.2
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Usaha tahun 2011-2012
No
Indikator Tenaga Kerja Tahun 2011 Tahun 2012 Perkembangan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013
1
3
Berdasarkan data statistik pada tabel 1.2, terlihat bahwa UMKM
adalah sektor usaha yang memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja
terbanyak dari semua sektor usaha yang ada, sebesar 97,16% dengan angka
hampir setengah penduduk Indonesia yaitu 107.657.509 jiwa apabila
dibandingkan dengan Usaha Besar yang hanya mencapai 2,84%. Hal yang
menarik adalah penyerapan tenaga kerja terbesar secara signifikan
dikontribusi penuh oleh sektor Usaha Mikro sebesar 90,12%, artinya UMKM
adalah sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan hampir
seluruhnya diserap oleh skala Usaha Mikro. Dengan demikian UMKM
memiliki peran penting dalam mengurangi pengangguran sehingga
memungkinkan adanya pemerataan distribusi pendapatan terutama pada
masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah.
Melihat banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh sektor UMKM,
menjadikan UMKM sebagai pionir dalam memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional, ditinjau juga
dari data statistik yang dirangkum oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menegah, sebagai berikut.
Tabel 1.A.3
Kontribusi PDB sektor usaha pada tahun 2011-2012
No Indikator PDB Tahun 2011 Tahun 2012 Perkembangan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
4
Berdasarkan data statistik pada Tabel 1.3, juga terlihat bahwa sektor
UMKM memberikan kontribusi PDB sebesar 57,94% pada tahun 2011 dan
terus meningkat menjadi 59,08% pada tahun 2012. Disisi lain, Usaha Besar
juga hampir mengungguli UMKM dengan kontribusi PDB sebesar 42.06%
pada tahun 2011, namun pada tahun 2012 PDB Usaha Besar menurun ke
angka 40,92%. Hal yang menarik adalah nilai kontribusi skala Usaha Mikro
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional lebih besar bila dibandingkan
dengan skala Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Terhitung bernilai Rp
2.579.388,4 Miliar hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh Usaha Mikro
pada tahun 2011 dan nilainya terus meningkat hingga menembus angka Rp
2.5951.120,6 Miliar hingga tahun 2012.
Namun ramainya dominasi unit UMKM belum tentu berbanding lurus
dengan kemampuan produktivitasnya dalam menghasilkan barang dan jasa.
Sebagaimana yang dikemukakan Tulus Tambunan, apabila melihat kenyataan
bahwa jumlah unit usahakelompok UMKM jauh melebihi kelompok Usaha
Besar, maka dapat dikatakan bahwa kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan
PDB yang secara besar tersebut dari UMKM lebih disebabkan oleh jumlah
unitnya yang banyak, bukan karena tingkat produktivitasnya (secara individu
menurut faktor produksi, misalnya produktivitas tenaga kerja atau
produktivitas faktor total) yang tinggi.2. Pernyataan ini didukung berdasarkan
data statistik yang menunjukkan lemahnya kontribusi jumlah ekspor
2
5
migas, khususnya produk-produk manufaktur pada UMKM apabila disanding
dengan Usaha Besar, sebagai berikut.
Tabel 1.A.4
Kontribusi Ekspor Non-Migas sektor usaha pada tahun 2011-2012
No Indikator Tenaga Kerja Tahun 2011 Tahun 2012 Perkembangan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Sumber:Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013
Berdasarkan data statistik pada Tabel 1.4, Usaha Besar membuktikan
kemampuan produktivitasnya dengan menyumbangkan kontribusi ekspor
sebesar 85,06% dengan total ekspor bernilai Rp 1.067.243,5Miliar pada tahun
2011 dan mengalami penurunan sebesar Rp 48.479,0Miliar menjadi Rp
1.067.243,55Miliar hingga tahun 2012, walaupun kemampuan ekspornya
menurun, pangsa Usaha Besar sedikit naik dari 85,06% menjadi 85,94%.
Diikuti oleh perkembangan ekspor UMKM yang melemah sebesar 11,10%
dari Rp 187.441,82Miliar menjadi Rp 166.625,5Miliar dalam kurun waktu 1
tahun. Hal yang menarik dapat dilihat dari skala Usaha Mikro yang
sebelumnya berhasil menyumbangkan kontribusi unit usaha terbanyak namun
hanya dapat memberikan kontribusi ekspor non-migas terkecil sebesar 1,29%
dengan nilai Rp 15.235,2Miliar hingga tahun 2012.
Dilihat dari Kontribusi PDB, UMKM adalah sektor usaha yang
6
disebabkan karena perbandingan jumlah unit skala UMKM jauh melebihi
jumlah unit pada skala Usaha Besar. Tetapi dari segi produktivitasnya dilihat
dari jumlah Ekspor non-migas yang dihasilkan, kinerja UMKM masih belum
pantas di setarakan dengan Usaha Besar karena kemampuan ekspornya yang
tergolong rendah terhadap Usaha Besar.
Menurut hasil kajian Snordgrass dan Biggs3, lemahnya perkembangan
UMKM di negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh berbagai
faktor dilihat dari:
1. Aspek Internal, meliputi keterbatasan modal, keahlian tenaga
kerja, akses pasar hingga teknologi dan modernisasi UKM.
2. Aspek Eksternal seperti kebijakan pemerintah yang masih belum
terimplementasi dengan baik dan ekonomi biaya yang tinggi
seperti pungutan liar yang menghambat UKM untuk tumbuh dan
berkembang.
Untuk mengatasi problematika tersebut, pemerintah memberikan
kebijakan melalui payung hukum yaitu Undang-Undang Dasar Nomor 20
Tahun 2008 tentang peran UMKM dalam memperluas lapangan kerja, proses
pemerataan dan peningkatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi
dan mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu untuk mengatasi permasalahan
3
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Integrasi Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah,(UMKM) Dalam Strategi Perencanaan Ekonomi Nasional, (Jakarta:
7
permodalan, pemerintah juga memberikan pedoman mengenai jumlah
maksimal pinjaman atau kredit yang diberikan dari Lembaga Keuangan
Pelaksana (LPK) kepada nasabah yang bergerak di sektor UMKM4. Artinya
pemerintah mendukung kegiatan wirausaha serta memberikan pedoman dalam
upaya peningkatan perekonomian sektor UMKM dan menghimbau lembaga
keuangan dalam hal ini perbankan formal untuk memberikan akses
permodalan dan kredit usaha dalam rangka mengatasi permasalahan pada
pertumbuhan UMKM.
Namun pada kenyataannya hingga tahun 2011 baru sekitar 25% atau
sekitar 13 juta pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang mendapat akses ke
lembaga keuangan5. Hal ini bisa dikarenakan oleh bermacam-macam hal, ada
yang tidak pernah dengar atau menyadari adanya skim-skim tersebut, ada
yang pernah mencoba tetapi ditolak karena usahanya dianggap tidak layak
untuk didanai atau mengundurkan diri karena rumitnya prosedur administrasi,
atau tidak bisa memenuhi persyaratan termasuk penyediaan jaminan, atau ada
banyak pengusaha kecil yang dari awal memang tidak berkeinginan
meminjam dari lembaga-lembaga keuangan formal6. Artinya peran lembaga
4
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, Bab II (Tujuan), Pasal 3 Usaha yang dibiayai.
5
Herderu Purnomo, “52 Juta UMK di Indonesia, 60% Dijalankan Perempuan”, artikel diakses pada 28 Desember 2012 dari
http://finance.detik.com/read/2011/12/05/160638/1783039/5/52-juta-umk-di-indonesia-60-dijalankan-perempuan.
6
8
keuangan dalam melayani dan memberikan pembiayaan kepada kegiatan
Usaha Mikro belum dikatakan maksimal.
Sebaliknya dari perspektif UMKM, permodalan tidak hanya menjadi
salah satu permasalahan krusial karena pada kenyataannya hingga saat ini
UMKM mau tidak mau juga dihadapkan oleh persaingan pasar dengan Usaha
Besar milik swasta. Terutama dengan maraknya pembangunan dan
keberadaan Mall serta ritel besar di ibukota yang terbukti memberikan
kemudahan, keberagaman, kenyamanan dan keamanan dalam menjajakan
produk hasil usaha pada satu tempat. Kelebihan-kelebihan tersebut membuat
masyarakat konsumen lebih memilih Mall dan ritel modern skala besar
lainnya dalam bertransaksi pemenuhan kebutuhan hidupnya ketimbang pergi
ke pasar tradisional tempat para UMKM kebanyakan menjual hasil usahanya.
Dampaknya adalah UMKM sulit untuk memasarkan hasil usahanya, bahkan
output UMKM juga bisa tidak tersentuh oleh golongan masyarakat dengan
daya beli yang tinggi sehingga berujung pada ketimpangan kesempatan
berusaha dan makin melebarnya kesenjangan pendapatan.
Ditambah lagi dengan maraknya perdagangan bebas yang saat ini
dapat digambarkan sebagai kesepakatan untuk membuka pintu akses keluar
dan masuknya beragam produk dari berbagai belahan dunia dengan kualitas
dan harga yang pastinya sangat bersaing, hal ini bisa mempengaruhi
pemasaran produk yang dihasilkan oleh pengusaha lokal. Semenjak
9
banyak masuknya produk murah yang dihasilkan dari beberapa negara benua
Asia khususnya Cina, hal bisa berdampak pada melemahnya pemasaran
produk buatan lokal dari UMKM dan jika terus menerus dibiarkan maka
berkurangnya kesejahteraan para pelaku UMKM tidak dapat terelakkan.
Menyikapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM
membuat pemerintah tidak tinggal diam menghadapi skala usaha yang banyak
ditekuni oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini, namun terfokusnya
pemerintah pada akar permasalahan UMKM yaitu lemahnya akses
permodalan, membuat pemerintah memberikan solusi khusus untuk
membantu permasalahan para pelaku UMKM, mengingat bahwa hal ini
merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian
negara. Salah satu solusi yang telah diimplementasikan adalah dengan
mengaplikasikan program skim kredit usaha bernama Kredit Usaha Rakyat
(KUR).
KUR adalah kredit/pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah
Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi
yang didukung fasilitas penjaminan usaha produktif. KUR adalah program
yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal
sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap
risiko KUR sebesar 70% sementara sisanya 30% ditanggung oleh bank
10
pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksanaan,
yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).7
Seiring berjalannya waktu, faktanya program KUR belum sepenuhnya
maksimal dalam mengatasi permasalahan UMKM. Sebagaimana
dikemukakan oleh Tulus Tambunan pada laporan BI tahun 2009 mengenai
evaluasi terhadap penyaluran KUR disebutkan sejumlah kendala dan
permasalahan, seperti pemahaman yang belum sama terhadap skim KUR, baik
oleh para petugas bank lapangan maupun masyarakat, sehingga muncul
persepsi yang keliru tentang KUR, misalnya tentang ketentuan agunan,
persyaratan administrasi, dan sumber dana KUR. 8
Kurang berhasilnya program KUR membuktikan bahwa tidaklah
mudah dalam mengatasi salah satu permasalahan UMKM, padahal tantangan
utama yang dihadapi oleh UMKM terlihat bukan hanya dari segi permodalan,
namun juga akses pemasaran yang semakin menyempit serta lemahnya tata
kelola usaha (manajemen) dan sumber daya manusia (SDM) bagi para pelaku
usaha. Lepasnya penyertaan pembinaan dalam hal manajemen ketika
memberikan kredit kepada pala pelaku usaha juga berakibat pada lemahnya
pemasaran, selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kwik Kwan Gie
yaitu “...yang khas untuk pembinaan usaha kecil adalah penyuntikan modal
7
Bernard Limbong, Ekonomi Kerakyatan dan Nasionalisme Ekonomi, (Jakarta Selatan: Margaretha Pustaka: 2011), h. 645
8
11
yang mutlak harus disertai dengan bimbingan dan pembinaan manajemen.
Pemasaran merupakan titik lemah, yang tidak berdiri sendiri, karena
kemungkinan berhasilnya yang begitu erat kaitannya dengan kualitas produk
yang dihasilkan. Ini pada gilirannya sangat tergantung pada kemampuan
manajemen tadi.”9
Dengan kata lain tidak mudah bagi UMKM dengan hanya diberikan
permodalan lalu dibiarkan sendiri untuk mengembangkan usahanya tanpa
adanya pembinaan multi aspek dari pihak pemberi pinjaman. Oleh karena itu
untuk memperkokoh keberadaan UMKM sebagai ujung tombak dari ekonomi
kerakyatan, dibutuhkan adanya solusi alternatif peningkatan kinerja UMKM
yang mencakup aspek permodalan, aspek manajemen, dan aspek pemasaran,
melalui kerjasama antara pelaku usaha khususnya antara skala Usaha Besar
dengan UMKM dalam bentuk kemitraan usaha.
Salah satu upaya solusi yang dianggap tepat dalam memecahkan
masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan usaha yang besar dan yang
kecil, antara yang kuat dan yang lemah.10 Kemitraan Usaha adalah hubungan
kerjasama usaha di antara berbagai pihak yang strategis, bersifat sukarela dan
berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling
menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh
9
Kwik Kwan Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 216-217
10
12
usaha besar.11 Dalam hal kemitraan usaha, yang perlu diciptakan adalah
situasi kerja sama yang saling menguntungkan antara Usaha besar dan
UMKM, sehingga tujuan dari Kemitraan Usaha adalah supaya UMKM dapat
berkembang dalam meningkatkan pendapatannya dan mampu bersaing serta
mengatasi permasalahan pada aspek pemasaran di era globalisasi seperti
sekarang ini.
Konsep mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan
besar dalam bentuk kemitraan sudah dicetuskan sejak tahun 1980 dan
dicanangkan melalui Gerakan Kemitraan Usaha Nasional (GKUN) pada tahun
1996. Tujuan dilakukannya kemitraan usaha adalah sebagai upaya untuk
mempersempit kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil menengah yang
sebagian besar memayungi masyarakat miskin dengan BUMN dan swasta. 12
Untuk mewujudkan situasi kemitraan usaha yang kondusif, diperlukan
adanya legalitas hukum yang mengatur secara khusus mengenai kemitraan
usaha. Lahirnya Undang-Undang No.9 tahun 1995 dalam Peraturan
Pemerintah (PP) merupakan upaya Pemerintah melalui berbagai departemen
dan organisasi kemasyarakatan untuk membina dan mendorong terlaksananya
kemitraan usaha. Namun demikian karena kompleksnya permasalahan yang
11Titik Sartika Pratomo & Abd Rachman Soedjono, Ekonomi Skala Kecil/Menengah
& Koperasi, (Bogor: Ghalia Indonesia. 2002), h. 30
12
13
timbul dan belum terkoordinasinya pihak-pihak yang akan bermitra maka
sasaran utama dari upaya-upaya ke arah kemitraan masih perlu pembuktian.13
Hingga saat ini, salah satu bukti konkret penerapan kemitraan usaha
antara Usaha Besar swasta milik asing dengan UMKM di Indonesia yaitu
pada perusahaan LotteMart milik konglomerat Korea bernama Shin Kyuk-Ho
yang telah berdiri sejak 1 April 1998 dan hingga 1 November 2013 telah
memiliki 244 cabang yang tersebar di Korea, Cina, Vietnam dan Indonesia.
Perusahaan divisi dari Lotte Co, Ltd ini bergerak pada industri ritel atau
eceran, yaitu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang
melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung ke konsumen akhir
untuk penggunaan pribadi atau keluarga.14 LotteMart juga disebut sebagai
Hypermarket yang menjual berbagai bahan makanan, pakaian, mainan,
elektronik dan barang kebutuhan lainnya dengan kapasitas yang sangat besar.
Di Indonesia, LotteMart merupakan hasil afiliasi dan akuisisi 100 persen
saham milik PT. Makro Indonesia, sehingga sekarang ini perusahaan ritel
Makro Indonesia telah berubah nama dan kepemilikan menjadi PT LotteMart
Indonesia selama hampir 5 tahun sejak bulan Oktober 2008. Dalam
melaksanakan kemitraan dengan UMKM, LotteMart cabang Bintaro juga
melakukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan
melalui Dinas Koperasi & UKM sebagai fasilitator terjalinnya kemitraan.
13
Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, h. 5.
14
14
Melihat bahwa potensi UMKM yang masih sangat besar namun
ternyata skala usaha ini masih membutuhkan bantuan berupa stimulus untuk
meningkatkan kinerjanya, LotteMart berupaya untuk menggali potensi
UMKM tersebut dengan cara kemitraan usaha, namun yang menjadi
pertanyaan dasar adalah apakah LotteMart cabang Bntaro dan Pemerintah
Daerah Kota Tangerang Selatan terbukti berhasil meningkatkan kinerja dan
perekonomian UMKM?. Lalu bagaimana pola kemitraan yang ditawarkan
antara Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan dengan LotteMart kepada
UMKM serta dilihat dari aspek apa saja LotteMart fokus dalam meningkatkan
kinerja usaha UMKM tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul“PENGARUH
PEMBINAAN& PELATIHAN SDM DAN AKSES PEMASARAN TERHADAP KINERJA UMKM (Kerja sama kemitraan LotteMart Cabang Bintaro dengan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan)”. B. Identifikasi Masalah
Penulis mengidentifikasi beberapa uraian yang menjadi permasalahan
terkait dengan topik penelitian, di antaranya:
1. Aspek pembinaan SDM, lepasnya penyertaan pembinaan dalam
hal manajemen ketika lembaga keuangan memberikan kredit
modal usaha kepada para pelaku UMKM
2. Aspek akses pemasaran, UMKM dihadapkan pada persaingan
15
pembangunan dan keberadaan Mall serta ritel besar di ibukota,juga
perdagangan bebas semenjak disepakatinya kebijakan
China-Asean Free Trade Area (CAFTA), ini memberikan dampak pada
melemahnya pemasaran produk UMKM buatan lokal.
C. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dijelaskan, maka rumusan masalah yang harus dikaji dan dianalisis adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana polakemitraan yang terjalin antara denganLotteMart
cabang Bintaro dan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan
dalam meningkatkan Kinerja UMKM?
2. Bagaimana pengaruhPembinaan & Pelatihan SDM terhadap
kinerja UMKM?
3. Bagaimana Pengaruh Akses Permodalan terhadap Kinerja
UMKM?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana pola kemitraan yang terjalin antara dengan
LotteMart cabang Bintaro dan Pemerintah Daerah Kota Tangerang
Selatan dalam meningkatkan Kinerja UMKM.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh Pembinaan & Pelatihan SDM
16
3. Mengetahui bagaimana Pengaruh Akses Permodalan terhadap
Kinerja UMKM
E. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pemerintah melalui kementrian koperasi dan UMKM sebagai informasi dalam
mengambil keputusan, menetapkan kebijakan dan mengambil
langkah-langkah konkret dalam pembinaan pengusaha UMKM khususnya di kota
Tangerang Selatan dan pemerintah Indonesia umumnya. Disamping itu
penelitian ini juga bermanfaat sebagai pedoman informasi dalam upaya
meningkatkan kinerja UMKM melalui kemitraan usaha dengan ritel
LotteMart cabang Bintaro atau dengan perusahaan ritel lainnya yang
menawarkan kemitraan usaha kepada UMKM yang memiliki potensi dan
kompetensi.
F. Tinjauan Studi Terdahulu
Untuk mendukung serta menunjang informasi kepustakaan dan
metode yang digunakan dalam penelitian ini dan juga untuk menghindari
adanya plagiat, penulis melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, diantaranya.
1. Pengaruh Kemitraan Usaha Terhadap Kinerja Usaha Pada
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Koperasi di Kabupaten
17
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kemitraan
usaha antara Usaha Kecil dan Usaha Menengah, pemerintah,
perbankan dan institusi lainnya dilihat dari aspek pemasaran,
pengembangan SDM, akses permodalan terhadap kinerja UKM
dilihat dari segi finansial dan non-finansial di Jeneponto, Sulawesi
Selatan. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif
deskriptif menggunakan metode pengumpulan data survey dengan
teknik random sampling dengan 21 unit usaha sebagai sampel.
Data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan cara studi
kepustakaan, observasi dan angket kuesioner. Data dianalisis
menggunakan metode Path Analysis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara simultan dan secara parsial terdapat
pengaruh positif yang signifikan pada program kemitraan usaha
terhadap kinerja finansial dan kinerja non-finansial UKM. Kinerja
Finansial UKM lebih banyak dipengaruhi oleh aspek akses
pengembangan SDM dan kinerja non-finansial UKM paling
banyak dipengaruhi oleh aspek organisasi manajemen.
2. Analisis Dampak Program kemitraan terhadap Pemasaran
Produk Usaha Kecil dan Menengah pada PT. Jasa Raharja
18
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak
implementasi Program Kemitraan Terhadap Pemasaran Produk
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di PT Jasa Raharja (Persero)
cabang Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif. Objek penelitian adalah semua pemilik Usaha
Kecil menengah (UKM) sebagai mitra yang dibina pada Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Jasa Raharja Cabang
Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
56,67% Pemilik UKM yang memiliki omzet sebesar Rp. 1.000.001
- Rp. 5.000.000,-. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
jumlah UKM dengan omzet yang sama dari sebelumnya program
kemitraan yang hanya 46,67% sehingga Kemitraan usaha PT. Jasa
Raharja (Persero) Cabang Kalimantan Barat memiliki dampak
pada jaringan pemasaran produk-produk UKM. Sebanyak 64,70%
dari pemilik UKM yang telah mengikuti Program Kemitraan
mengatakan produk jaringan pemasaran mereka sudah cukup baik
sehingga bisa dikatakan bahwa program kemitraan PT. Layanan
Raharja (Persero) berdampak pada peningkatan jaringan
pemasaran produk UKM.
3. Analisis Efektivitas Program Kemitraan PT Bank X dengan
19
Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen/Departemen Manajemen. 2011)
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui karakteristik umum
Mitra Binaan dalam Program Kemitraan PT Bank X, di Bogor, (2)
Menganalisis efektivitas program kemitraan PT Bank X Bogor, (3)
Menganalisis hubungan antara karakteristik mitra binaan dengan
efektivitas program, dan (4) Menganalisis hubungan antara
efektivitas program kemitraan dengan loyalitas mitra binaan. Data
primer diperoleh dari 40 Mitra Binaan PT Bank X dengan
wawancara langsung dan kuesioner. Metode yang digunakan
adalah analisis Deskriptif dengan skala Likert, Importance
Performance Analysis (IPA), Uji Tabulasi silang (Crosstabs), dan
uji korelasi Rank Spearman dengan bantuan software SPSS versi
17 dan Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan PT
Bank X Bogor memiliki proporsi yang sama antara perempuan dan
laki-laki, rentang usia >40 tahun, pendidikan terakhir SMU/SMK,
Jenis usaha yang dijalankan adalah usaha Makanan, dan Lama
bermitra antara 1-3 tahun. Untuk efektivitas Program Kemitraan
PT Bank X Bogor, dari segi realisasi program yang paling efektif
diperoleh mitra binaan adalah program pelatihan. Dari segi
20
dikatakan efektif dengan program yang paling tinggi efektivitasnya
adalah program Kredit Murah (Sangat Efektif). Berdasarkan hasil
uji Tabulasi silang (Crosstabs) terdapat hubungan yang signifikan
antara lama bermitra dengan efektivitas kredit murah. Berdasarkan
hasil uji korelasi Rank Spearman terdapat hubungan linier yang
positif antara efektivitas program kemitraan dengan Loyalitas
mitra binaan dengan koefisien korelasi 0,421 (tingkat korelasi
Sedang) dan nilai p = 0,006 (signifikan), sehingga semakin efektif
program kemitraan PT Bank X Bogor maka mitra binaan semakin
loyal.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, skripsi ini terdiri dari 6 BAB dengan beberapa
sub-bab. Agar mendapatkan arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang
tertulis, berikut ini sistematika penulisan penelitian secara ringkas.
BAB 1: PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian serta tinjauan kepustakaan beserta sistematika penulisan penelitian.
BAB II: KAJIAN KEPUSTAKAAN
Bab ini memuat kajian kepustakaan tentang teori kemitraan usaha
beserta aspek dalam kemitraan serta implementasi kemitraan usaha sebagai
21
karakteristik UMKM serta permasalahan-permasalahan utama yang dihadapi
oleh UMKM dilihat dari segi permodalan, manajemen dan pemasaran.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini penulis membahas Metode Penelitian yang digunakan
sebagai alat untuk menganalisis data yang didapat dari angket kuesioner yang
telah diisi oleh objek penelitian yaitu unit UMKM yang mengikuti kemitraan
usaha di LotteMart cabang Bintaro.
BAB IV: HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini menjawab rumusan permasalahan yaitu pola dan
prosedur, strategi serta kendala kemitraan di LotteMart cabang Bintaro, dan
Uji Validitas, Reliabilitas, Normalitas, Autokorelasi,profil responden,
pembahasan deskriptif serta analisa pengaruh kemitraan usaha terhadap
kinerja UMKM.
BAB V: PENUTUP
Bab ini memuat uraian kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian
22
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Teori Kemitraan Usaha
1. Konsep & Definisi Kemitraan Usaha
Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemitraan
berasal dari kata dasar “mitra” yang berarti teman, kawan kerja, pasangan
kerja, rekan. Kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerja sama
sebagai mitra. Secara terminologi, konsep kemitraan merupakan terjemahan
kebersamaan (partnership) atau bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep manajemen
berdasarkan sasaran atau partisipatif. Karena sesuai konsep manajemen
partisipatif, perusahaan besar harus bertanggung jawab mengembangkan
usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya hanya
konsep kemitraan (partnership) yang dapat menjamin eksistensi perusahaan
besar, terutama untuk jangka panjang.1
Thee Kian Wie dalam dialognya menyimpulkan bahwa Kemitraan
merupakan kerja sama usaha antara perusahaan besar/menengah yang
bergerak di sektor produksi barang-barang maupun di sektor jasa-jasa dengan
industri kecil berdasarkan asas (1) saling membutuhkan, (2) saling
1
23
memperkuat, dan (3) saling menguntungkan.2 Jafar Hafsah mendefinisikan
kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.3 Jadi kesimpulannya
adalah bahwa kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dalam bentuk kerja
sama yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam waktu tertentu dengan
prinsip saling membutuhkan, saling membesarkan, saling memperkuat dan
tentunya saling membutuhkan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995
Tentang Usaha Kecil, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 yang
berisi beberapa butir ayat sebagai berikut
(1) Usaha menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan
dengan Usaha Kecil, baik yang memiliki maupun tidak memiliki
keterkaitan usaha
(2) Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
(3) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan
pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan
2
Thee Kian Wie, Dialog Kemitraan dan Keterkaitan Usaha Besar & Kecil dalam sektor Industri Pengolahan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 2
3
24
pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan
teknologi.
(4) Dalam melaksanakan hubungan kedua belah pihak mempunyai
kedudukan hukum yang setara.
2. Manfaat & Kendala Kemitraan Usaha
Dengan kemitraan atau partnership, pelaku usaha besar bisa
melakukan usaha bersama dengan pelaku usaha kecil melalui kerja sama
dalam mengelola dan mengoperasikan kegiatan usahanya agar sama-sama
saling berkembang dan saling menguntungkan. Manfaat yang dapat diperoleh
bagi UMKM dan Usaha Besar yang melakukan kemitraan yaitu:4
1. Meningkatnya produktivitas
2. Efisiensi
3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
4. Menurunkan risiko kerugian
5. Memberikan social benefit yang cukup tinggi
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional
Selain manfaat yang diberikan melalui kemitraan, juga terdapat
kelebihan dan kelemahan dari teknis pelaksanaan kemitraan. Zimmerer dan
4
25
Scarborough mengemukakan tentang faktor-faktor kelebihan dan kelemahan
dari kemitraan, yaitu:5
1. Kelebihan Kemitraan
a) Mudah pendiriannya
Seperti juga usaha perseorangan, kemitraan juga mudah dan
murah pendiriannya. Pemilik harus memperoleh perizinan
bisnis dan menyerahkan formulir-formulir yang tidak terlalu
banyak.
b) Keterampilan yang saling melengkapi
Dalam kemitraan yang berhasil, keterampilan dan kemampuan
masing-masing anggota kemitraan saling melengkapi satu
sama lain, sehingga memperkuat landasan manajemen
perusahaan.
c) Pembagian laba
Tidak ada pembatasan mengenai cara para anggota kemitraan
membagi laba perusahaan sejauh konsisten dengan anggaran
dasar kemitraan dan tidak melanggar hak anggota yang mana
pun.
d) Pengumpulan modal yang lebih besar
5
Thomas W. Zimmerer dan Norman M. Scarborough, Essentials of
26
Bentuk kepemilikan kemitraan secara nyata memperluas
kumpulan modal yang tersedia untuk suatu bisnis.
e) Kemampuan menarik anggota mitra
Apabila para mitra berbagi dalam memiliki, mengoperasikan,
dan mengelola suatu bisnis, mereka umumnya adalah mitra
aktif. Mitra aktif memiliki kewajiban tidak terbatas dan
biasanya memiliki peran aktif di perusahaan.
f) Tidak banyak Peraturan Pemerintah
Bentuk operasi kemitraan tidak banyak dibebani oleh
peraturan-peraturan pemerintah.
g) Keluwesan
Kemitraan biasanya dapat bereaksi cepat terhadap situasi pasar
yang berubah, sebab tidak ada organisasi raksasa yang dapat
bergerak cepat memberi tanggapan kreatif terhadap peluang-
peluang baru.
h) Pajak
Kemitraan tidak terkena pajak pemerintah. Kemitraan dinilai
langsung dari laba dan rugi yang dihasilkan; pendapatan bersih
atau kerugian langsung masuk ke dalam pendapatan pribadi
anggota kemitraan, dan anggota kemitraanlah yang membayar
27
Kemitraan terhindar dari kelemahan pajak ganda sehubungan
dengan bentuk kepemilikan perseroan.
2. Sedangkan kelemahan kemitraan, adalah:
a) Kewajiban yang terbatas pada minimal seorang anggota
kemitraan
Paling sedikit seorang anggota dari setiap kemitraan haruslah
seorang mitra aktif. Mitra aktif memiliki kewajiban pribadi tak
terbatas, meskipun sering kali dialah anggota kemitraan yang
memiliki kekayaan pribadi paling sedikit.
b) Akumulasi modal
Meskipun bentuk kepemilikan kemitraan lebih baik
dibandingkan usaha perseorangan dalam menarik modal, tetapi
umumnya tidak seefektif bentuk kepemilikan perseroan.
c) Kesulitan menyingkirkan anggota kemitraan tanpa
membubarkan kemitraan
Kebanyakan anggaran dasar kemitraan membatasi cara
anggota boleh melepas saham dalam bisnis itu. Umum terjadi
bahwa anggota kemitraan disyaratkan untuk menjual
sahamnya kepada anggota lain. Bila anggota kemitraan
mengundurkan diri kemitraan akan bubar, kecuali ada
keterangan khusus yang mengatur proses perubahan ini
28
d) Kurangnya kesinambungan
Bila seorang anggota kemitraan meninggal, keruwetan
muncul. Saham anggota sering kali tidak dapat dialihkan
kepada ahli warisnya, karena anggota lain mungkin tidak
menginginkan bermitra dengan orang yang mewarisi saham
anggota kemitraan yang meninggal.
e) Potensi konflik pribadi dan wewenang
Tidak peduli bagaimana cocoknya mitra, ketidakcocokan
dalam kerja sama tidak dapat dihindari. Kuncinya adalah
adanya mekanisme seperti perjanjian kerja sama dan
komunikasi terbuka untuk mengendalikan hal itu.
3. Kemitraan Usaha sebagai Strategi Bisnis
Menurut Marzuki dalam Saparuddin & Basri, agar kemitraan antara
usaha besar dengan usaha kecil dan dapat berlangsung secara alamiah dan
langgeng, maka dalam menjalin hubungan bisnis didasarkan pada
kaidah-kaidah bisnis sebagai berikut:6
1. Saling menguntungkan, dan saling membutuhkan
2. Berorientasi pada peningkatan daya saing
3. Memenuhi aspek:
6
29
a) Harga yang bersaing dibandingkan dengan harga yang
ditawarkan pihak lain
b) Kualitas atau mutu yang baik sesuai dengan yang
diperjanjikan
c) Kuantitas, yaitu dapat memenuhi jumlah yang ditentukan
d) Delivery, yaitu pemenuhan penyerahan barang/jasa tepat
waktu sesuai yang disepakati.
4. Ada kesediaan dari pihak usaha besar untuk melakukan
pembinaan terhadap usaha kecil sebagai mitra usahanya.
Karena kemitraan usaha juga merupakan strategi bisnis, maka dalam
penerapannya membutuhkan etika bisnis, seperti yang diungkapkan Jafar
Hafsah bahwa keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Jhon L.
Mariotti dalam Jafar Hafsah mengemukakan 6 dasar etika bisnis yang harus
dipenuhi dalam kemitraan usaha, yaitu adalah:7
1. Karakter, Integritas dan Kejujuran
2. Kepercayaan
3. Komunikasi yang terbuka
4. Adil
5. Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra
7
30
6. Keseimbangan antara insentif dan risiko
Kemitraan usaha yang dilakukan selaras dengan etika bisnis
memungkinkan adanya suatu penerapan kemitraan usaha yang berjalan secara
alamiah atau sesuai dengan keinginan masing-masing pihak yang bermitra,
hal ini diperkuat oleh Kwik Kwan Gie bahwa “...kalau kemitraan terwujud,
itu akan terjadi dengan sendirinya, karena mereka yang bermitra saling
membutuhkan. Imbauan setengah paksa hanya akan menghasilkan kerja sama
yang semu, karena pengusaha besar menganggapnya sebagai kewajiban sosial
atau sarana public relation.”8
4. Kemitraan Usaha dalam Sudut Pandang Islam
Karena dalam melaksanakan suatu kemitraan usaha dibutuhkan
adanya etika bisnis yang menjunjung tinggi kejujuran, keadilan dan
kepercayaan antara pihak-pihak yang bermitra, maka dalam hal ini ajaran
Islam membenarkan adanya suatu kemitraan usaha dalam hal bisnis selama
tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Hal ini didukung dengan adanya
praktek muamalah dalam kegiatan ekonomi yang telah dilakukan semenjak
zaman Rasulullah SAW, sehingga diketahui bahwa kemitraan usaha bukan
merupakan hal yang baru dalam kegiatan bisnis Syariah.
8
31
Praktek muamalah dalam bisnis yang dimaksud dilakukan dengan
skema Mudharabah dan Musyarakah. Kedua skema ini adalah bentuk kerja
sama antara dua belah pihak dalam hal bisnis yang mana salah satu pihak
memberikan kontribusi berupa harta sebagai modal usaha dan pihak lain
memberikan kontribusi berupa tenaga atau keahlian untuk mengelola usaha
tersebut. Perbedaannya terletak dari jumlah atau presentasi pembagian
kontribusi modal harta dan modal keahlian, pada skema Mudharabah, pihak
Shohibul Mal berperan sebagai pihak yang memberikan modal harta secara
menyeluruh untuk kegiatan usaha, sedangkan Mudharib adalah pihak yang
memiliki modal keahlian untuk menjalankan kegiatan usaha yang didanai
oleh Shohibul Mal. Sedangkan pada skema Musyarakah, kedua belah pihak
sama-sama memberikan kontribusi modal harta dan modal keahlian namun
besaran persentase pembagiannya disesuaikan dan disepakati oleh kedua
belah pihak. Begitu pula pembagian keuntungan yang berupa bagi hasil,
pembagiannya harus dilakukan secara adil berdasarkan kontribusi yang
dikeluarkan sehingga kedua belah pihak menyepakati dan tidak merasa
dirugikan.
5. Aspek Kemitraan Usaha
Implementasi kemitraan bisa dilakukan melalui beberapa aspek utama
yaitu peningkatan sumber-sumber finansial seperti akses permodalan serta
32
pelatihan serta peningkatan terhadap akses pemasaran. Selaras dengan
pendapat Muflih dalam Saparuddin dan Basri bahwa kemitraan mengandung
beberapa unsur yaitu pemberian kesempatan pelatihan sumber daya manusia,
ada redistribusi aset produktif dari yang kuat kepada yang lemah, ada akses
terhadap sumber-sumber pendanaan, ada akses informasi dan teknologi, dan
ada akses terhadap pasar.9
Karena kemitraan usaha merupakan upaya stimulus untuk
meningkatkan kinerja UMKM, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Saparuddin dan Basri (2011) bahwa aspek kemitraan yang menjadi
faktor dalam mempengaruhi kinerja UMKM adalah sebagai berikut10:
1. Akses permodalan
2. Pembinaan dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM)
3. Akses pemasaran
4. Keterkaitan manajemen pengelolaan usaha dan organisasi
Pada penelitian ini dibatasi pada 2 faktor yaitu akses pemasaran, dan
pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini didasarkan pada hasil
wawancara penulis dengan koordinator UMKM di LotteMart cabang Bintaro,
bahwa kemitraan di LotteMart cabang Bintaro terjalin untuk meningkatkan
9
Saparuddin M & Basri Badodo, “Pengaruh Kemitraan Usaha Terhadap Kinerja Usaha Pada UKM dan Koperasi di Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan,” (Jurnal Econosains, Volume IX, Nomor 2, Agustus 2011), h. 164
10
33
pemasaran UMKM disertai dengan pembinaan & pelatihan SDM kepada
pelaku UMKM anggota kemitraan11.
Faktor yang mempengaruhi kinerja usaha adalah akses pemasaran, ini
didasarkan menurut Kaplan dan Norton dalam Soetjipto12 yang
mengemukakan bahwa untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan ada
beberapa aspek yang menjadi ukuran, salah satu aspeknya adalah kemampuan
perusahaan untuk memperoleh pelanggan (customer) yang dilihat penguasaan
pasar. Sebagaimana dikutip dari hasil penelitian Saparuddin & Basri (2011)
bahwa dalam penguasaan pangsa, maka perusahaan harus menyusun sebuah
strategi untuk membangun akses pasar dan informasi pasar akan yang akan
berdampak pada meningkatnya nilai tambah sebagai hasil akhir dari
timbulnya transparansi mengenai jumlah, kualitas, harga dari produk yang
dihasilkan.13
Selanjutnya bahwa salah satu faktor dalam meningkatkan kinerja
usaha adalah pembinaan & pelatihan SDM, ini didasarkan menurut Marco
Sumampouw yang menyatakan bahwa perkembangan bisnis atau organisasi
tidak dapat dipisahkan dari kualitas sumber daya manusia, perusahaan yang
11
Wawancara dengan Sri Lestari, tanggal 23 September 2013, pukul 9.10-11.45. bertempat di LotteMart cabang Bintaro, Kota Tangerang Selatan.
12
Budi W. Soetjipto.”Mengukur Kinerja Bisnis dengan Balance Scorecard”, (Usahawan No.6, XXVI, Juni 1997) h. 21
13
34
ingin meningkatkan kinerjanya harus mempunyai komitmen terhadap
pengembangan kualitas SDM.14
Gambar 2.A.1
Faktor yang mempengaruhi Kinerja UMKM di LotteMart Cabang Bintaro
6. Pola Kemitraan Usaha
Menurut Mudrajat Kuncoro, pola kemitraan di Indonesia dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu pola keterkaitan langsung dan keterkaitan
tidak langsung.15
a. Pola Keterkaitan Langsung
1. Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), dimana bapak angkat
(usaha besar) sebagai inti, sedangkan petani kecil sebagai
plasma.
2. Pola Dagang, dimana bapak angkat bertindak sebagai pemasar
produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya.
14
Marco Sumampouw, “Investasi sumber daya manusia dan perkembangan perusahaan/organisasi”, (Manajemen Usahawan Indonesia, Volume 26, No 7,1997) h. 20
15
35
3. Pola Vendor, dimana produk yang dihasilkan oleh anak angkat
tidak memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang
dengan produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya.
4. Pola Subkontrak, dimana produk yang dihasilkan oleh anak
angkat merupakan bagian proses produksi usaha yang
dilakukan oleh bapak angkat, lalu terdapat interaksi antara
anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis,
keuangan, atau informasi
b. Pola Keterkaitan Tidak Langsung, merupakan pola pembinaan
murni. Dalam pola ini tidak ada hubungan bisnis langsung antara
usaha besar dengan mitra usaha. Hal ini yang dilakukan oleh
Perguruan Tinggi sebagai bagian salah satu Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Pola pembinaan
melalui program ini meliputi : pelatihan pengusaha kecil,
pelatihan calon konsultan pengusaha kecil, bimbingan usaha,
konsultasi bisnis, monitoring usaha, temu usaha, dan lokakarya
atau seminar usaha kecil.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1995 Tentang Usaha Kecil, terdapat 6 pola kemitraan Usaha yang diurai
secara dalam pasal 27, yaitu inti plasma, subkontrak, dagang umum,
36
a. Inti plasma
Pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau besar, yang di dalamnya usaha
menengah atau besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil
bertindak sebagai plasma; perusahaan inti melaksanakan
pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan
teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.
Beberapa keunggulan dari pelaksanaan pola inti plasma adalah
sebagai berikut:16
1. Memberikan keuntungan timbal balik antara perusahaan
inti dengan plasma melalui pembinaan dan penyediaan
sarana produksi, pengolahan serta pemasaran hasil,
sehingga tumbuh ketergantungan yang saling
menguntungkan.
2. Meningkatkan keberdayaan plasma dalam hal
kelembagaan, modal sehingga pasokan bahan baku kepada
perusahaan inti lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas
3. Usaha skala kecil/gurem yang dibimbing inti mampu
memenuhi skala ekonomi, sehingga usaha kecil ini mampu
mencapai efisiensi.
16
37
4. Perusahaan inti dapat mengembangkan komoditas, barang
produksi yang mempunyai keunggulan dan mampu
bersaing di pasaran.
5. Keberhasilan pola inti-plasma dapat menjaadi daya tarik
bagi investor lainnya sehingga dapat menumbuhkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang baru yang pada
gilirannya membantu pemerataan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pelaksanaan di lapangan, harus diakui banyak
kendala yang dihadapi, yaitu:17
1. Kelompok atau koperasi yang menaungi masyarakat
apabila belum mandiri, maka tidak dapat mewakili
aspirasi anggotanya
2. Pemahaman atas hak dan kewajiban umumnya belum
baik
3. Perusahaan inti belum sepenuhnya memenuhi fungsi
dan kewajiban sebagaimana diharapkan
4. Belum ada kontrak yang benar-benar bisa menjamin
terpenuhinya persyaratan komoditas yang diharapkan
17
38
5. Belum adanya lembaga arbitrase yang mampu menjadi
penengah kala terjadi perselisihan.
b. Subkontrak
Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau besar, yang dalam hubungan
kemitraan usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan
oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari
produksinya.
Model Kemitraan Sub-Kontrak ini dibedakan menjadi 3 (tiga)
kategori, yaitu:18
1. Sub-contracting up-stream
Bilamana bahan baku atau produk dalam bentuk setengah
jadi dibuat oleh usaha kecil, dan finishing-nya
dilaksanakan oleh usaha menengah atau usaha besar.
2. Sub-contracting down-stream
Bilamana bahan baku atau barang setengah jadi dibuat
oleh usaha menengah dan usaha besar, sedangkan
finishing-nya dilaksanakan oleh usaha kecil. Jadi pada
18
39
dasarnya merupakan kebalikan dari sub-contracting
up-stream
3. Sub-contracting partikel
Bilamana hanya sebagian dari mata rantai proses produksi
yang dikerjakan oleh usaha menengah atau usaha besar
dikerjakan oleh usaha kecil
Terdapat keuntungan dan kelemahan Pola kemitraan
subkontrak, yaitu:19
1. Keuntungan
Dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan
keterampilan serta menjamin pemasaran kelompok mitra
usahanya.
2. Kelemahan
Kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai sub
kontrak pada satu bentuk hubungan monopoli dan
monopsoni. Hal itu terutama dirasakan dalam penyediaan
bahan baku dan pemasaran. Akibatnya, sering terjadi
penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga
produk yang rendah, kontrol kualitas produk yang ketat,
dan sistem pembayaran yang sering terlambat, serta
19
40
adanya gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target
produksi.
c. Dagang Umum
Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha
Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di
dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil
produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang
diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.
Keuntungan dari pola ini adalah adanya jaminan harga atas
produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah
ditentukan atau disepakati. Sedangkan kelemahan pola ini
memerlukan permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam
menjalankan usahanya baik oleh kelompok mitra usaha maupun
perusahaan mitra usaha, juga pengusaha besar seperti swalayan
menentukan dengan sepihak mengenai harga dan volume yang
sering merugikan pengusaha kecil.20
d. Waralaba
Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya
pemberi waralaba memberikan hal penggunaan lisensi, merek
20
41
dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima
waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.
Perusahaan mitra usaha sebagai pemilik waralaba,
bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program
pemasaran, merk dagang, dan hal-hal lainnya, kepada mitra
usahanya sebagai pemegang usaha yang diwaralabakan.
Sedangkan pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang
telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian
pendapatannya berupa royaltu dan biaya lainnya yang terkait dari
kegiatan usaha tersebut.
Kelebihan dari pola waralaba ini antara lain:21
1. Perusahaan pewaralaba dan perusahaan terwaralaba
sama-sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan
kewajibannya berupa: adanya alternatif sumber dana,
penghematan modal, efisiensi.
2. Membuka kesempatan kerja yang sangat luas.
Kelemahan pola waralaba:
1. Apabila salah satu pihak ingkar dalam menepati
kesepakatan yang telah ditetapkan sehingga terjadi
perselisihan.
21