• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perbandingan Filter Harmonisa Single Tune dan Double Tune pada Penyerah Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Perbandingan Filter Harmonisa Single Tune dan Double Tune pada Penyerah Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PERBANDINGAN FILTER HARMONISA

SINGLE TUNE DAN DOUBLE TUNE PADA PENYEARAH

SINUSOIDAL PULSE WIDTH MODULATION (SPWM)

TESIS

Oleh

PARLIN SIAGIAN

097034005/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Judul Penelitian : ANALISA PEBANDINGAN FILTER HARMONISA

SINGLE TUNE DAN DOUBLE TUNE PADA

PENYEARAH SINUSOIDAL PULSE WIDTH

MODULATION (SPWM)

Nama Mahasiswa : PARLIN SIAGIAN Nomor Induk : 097034005

Prohram Studi : Magister Teknik Elektro

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. Usman Baafai ) (Dr. Marwan Ramli, M. Si ) Ketua Anggota

Sekretaris Program Studi Dekan,

(3)

Telah Diuji pada

Tanggal: 13 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Usman Baafai Anggota : 1. Dr. Marwan Ramli, M. Si

(4)

ABSTRAK

Penyearah SPWM (sinusoidal pulse width modulation) satu fasa merupakan salah satu peralatan non linier yang banyak dipergunakan di masyarakat. Peralatan ini memberikan arus harmonisa ke jaringan sistem tenaga pada orde harmonisa rendah seperti harmonisa ke-3, 5, 7, 9, 11 dan 13. Oleh sebab itu perlu dilakukan filterisasi harmonisa. Dari bermacam-macam filter harmonisa pasif yang ada, filter single tune dan filter double tune merupakan filter yang sederhana dipergunakan untuk mengurangi arus harmonisa pada orde tertentu yang tidak sesuai standar IEC61000-3-2 kelas D, sehingga sesuai untuk peralatan-peralatan penyearah satu fasa yang umum dipergunakan masyarakat. Untuk mengetahui perbandingan kedua filter pasif tersebut, pada tulisan ini akan membahas perbandingan kedua filter tersebut pada penyearah SPWM satu fasa. Filterisasi harmonisa dilakukan dengan terlebih dahulu merancang filter yang akan digunakan yaitu filter single tune dan double tune. Untuk melihat penurunan harmonisa sebelum dan sesudah menggunakan filter single tune dan double tune pada penyearah SPWM dilakukan melalui simulasi menggunakan program Matlab/simulink pada beban 2000 watt dengan konfigurasi beban R dan RL dan pada kondisi beban maksimum dan beban 50%. Arus harmonisa setelah dilakukan filterisasi pada penyearah SPWM untuk semua konfigurasi beban secara keseluruhan telah memenuhi standar IEC61000-3-2 kelas D. Penurunan THDi yang dihasilkan penyearah SPWM sesudah penggunaan filter single tune adalah sebesar 51,9% sampai dengan 87,89% dan pada filter double tune sebesar 51,18% sampai dengan 87,34%. Dari simulasi yang dilakukan, diperoleh bahwa hasil filterisasi single tune dapat menurunkan harmonisa keseluruhan yang lebih baik dibandingkan dengan filter double tune.

(5)

ABSTRACT

SPWM (sinusoidal pulse width modulation) rectifier of a phase constitutes one of non linear types of equipment which is mostly used by people. This equipment gives harmonic current to the power network system in low harmonic orders like the 3rd, 5th, 7th, 9th, 11th, and 13th harmonics. Therefore, harmonic filtering is needed. Of various passive harmonic filters, single tune filter and double tune filter are simple filters for reducing harmonic current in a certain order which are not in line with IEC61000-3-2 Class D standard so that they will be in line with rectifiers used by people. In order to know the difference between the two passive filters above, the researcher would discuss the difference between the two filters in the one phase SPWM rectifier, the harmonic filtering was done by firstly designing the filters which would be used: single tune filter and double tune filter. In order to know harmonic lowering before and after using single tune and double tune filters in the SPWM, it was done through simulation by using Matlab/simulink program in 2000 watt load with the configuration of R and RL loads and in the maximum load condition and in 50% of load. Harmonic current, after filtering had been done in SPWM rectifier for all load configurations as a whole, had met the IEC61000-3-2 Class D standard. The decrease of THDi yielded by SPWM rectifier after using single tune filter was 51.9% up to 87.89%, and in double tune filter was 51.18% up to 87.34%. From the result of the simulation, it was found that the result of single tune filtering could decrease the whole harmonics better than that of double tune.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya dan solawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis bersyukur telah dapat menyelesaikan tesis ini dan telah mendapatkan hasil dan kesimpulan sebagaimana terdapat pada tulisan ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai selaku ketua pembimbing, Bapak Dr. Marwan Ramli, M.Si selaku anggota pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Ir Refdinal Nazir, M.S, Ph.D dan Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. dr. Sahrial Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti pendidikan Magister Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

(7)

MT selaku sekretaris program studi Magister Teknik Elektro serta seluruh staf pengajar dan pegawai penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak drg. Chairul Tanjung selaku pemilik Group Transmedia, jajaran Direksi PT Televisi Transformasi Indonesia, Ibu Atiek Nurwahyuni selaku Direktur Utama, Bapak Azuan Syahril selaku kepala Divisi Production & Facilities tahun 2009, Bapak Ahmad Ferizqo Irwan selaku Direktur Programming, Bapak Wawan Julianto selaku Kepala Departemen Transmisi yang telah memberikan izin belajar kepada penulis hingga menyelesaikan studi magister teknik. Kepada rekan-rekan kerja di Transmisi Trans TV Medan penulis juga mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya selama ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada ayahanda Muhammad Seram dan ibunda Solkia, isteri tercinta Dr Marlina, SH, M.Hum, serta kepada anak-anakku tersayang Sidrin Makhdudi Lin dan Dzeilin

Mamdudi Lin atas segala motivasi, dorongan semangat, pengertian dan do’anya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, penulis tetap mengharapkan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

Akhir kata semoga Allah SWT selalu merahmati kita semua dan hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua, amiin.

Medan April 2013 Hormat saya,

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Parlin Siagian

Tempat dan tanggal lahir : Pagar Agung, 2 Januari 1976 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Perumahan Pesanggrahan Salam Tani blok A No. 35, Desa Salam Tani, kecamatan Pancur Batu

Telpon : 081269060301

Nama orang tua

Ayah : Muhammad Seram

Ibu : Solkia

Istri : Dr. Marlina, SH, M.Hum

Anak : Sidrin Makhdudi Lin (Lk)

Dzeilin Mamdudi Lin (Lk) PENDIDIKAN:

A.Pendidikan Formal:

1. SD Negeri No. 190 Pagar Agung, Sumatera Selatan, tamat tahun 1988 2. SMP Cendekia Pagar Agung, Sumatera Selatan, tamat tahun 1991 3. SMA Negeri 2 Prabumulih, Sumatera Selatan, tamat tahun 1994

4. S1 Fakultas Teknik Jurusan Elektro Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat tahun 1999

B. Pendidikan non-Formal

1. On Job Training PT Arun NGL Co, Lhokseumawe, tahun 1998 2. Broadcasting Basic Professional Training, Jakarta, tahun 2001 3. Training Maintenance dan Perbaikan Genset, Jakarta, tahun 2002

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...………. i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...………. v

DAFTAR ISI ...………. vi

DAFTAR TABEL ...…………. viii

DAFTAR GAMBAR ...………. xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Permasalahan ...………. 5

1.3.Batasan Masalah ...………. 5

1.4.Tujuan Penelitian ...………. 6

1.5.Manfaat Penelitian ...…………. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Harmonisa ...………. 7

2.2.Sumber-sumber Harmonisa ... 9

2.3.Penyearah SPWM ... 13

2.3.1.Prinsip Kerja Penyearah PWM ... 13

2.3.2.Pengaturan Pulsa Gate IGBT ...………. 19

2.3.3.Pengaturan Tagangan DC Keluaran ...………. 22

2.4.Perhitungan Harmonisa ...………. 22

2.5.Batasan Harmonisa ...………. 26

2.6.Filter Harmonisa ...………. 30

2.6.1.Filter Pasif ...………. 31

2.6.2.Filter Single Tune ...………. 33

2.6.3.Faktor Detuning ...………...…. 38

(10)

2.6.5.Filter Double Tune ...………. 41

2.6.6.Resonansi ...………. 44

2.6.7.Resonansi Seri ...………. 46

2.6.8.Resonansi Paralel ...………. 48

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.Pelaksanaan Penelitian ...………. 51

3.2.Rangkaian Simulasi Penyearah SPWM Satu Fasa ………. 59

3.3.Simulasi Penyearah SPWM Sebelum Pemasangan Filter ...…………. 64

3.4.Simulasi Setelah Pemasangan Filter ...………. 76

3.4.1.Perhitungan Parameter Filter Single Tune ...…………. 77

3.4.2.Perhitungan Parameter Filter Double Tune ....………. 92

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS 4.1.Pendahuluan ...………. 109

4.2.Pengaruh Penggunaan Filter Single Tune Untuk Mengurangi Harmonisa Penyearah SPWM ………. 109

4.3.Pengaruh Penggunaan Filter Double Tune Untuk Mengurangi Harmonisa Penyearah SPWM ………. 110

4.4.Perbandingan Hasil Penggunaan Filter Single Tune Dan Double Tune Pada Penyearah SPWM ...………. 111

4.5.Pengaruh Faktor Kualitas Filter Terhadap Penurunan Harmonisa ...………. 116

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ...…………. 119

5.2.Saran ...………. 120 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Penelitian mengenai model filter harmonisa yang

telah dilakukan ...………...… 4

2.1. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas A ………...…...…… 27

2.2. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B ...………...…… 28

2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C ...…………...…… 29

2.4. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas D ...………...……… 29

2.5. Batas arus harmonisa untuk kelas D ………..………..……… 30

3.1. Arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah SPWM beban R= 5 Ω sebelum pemasangan filter dibandingkan dengan standar IEC61000-3-2 kelas D ………...……… 67

3.2. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah SPWM beban R = 20 Ω sebelum filterisasi dengan standar IEC61000-3-2 kelas D ………..…….…...… 70

3.3. Perbandingn arus harmonisa sebelum pemasangan filter pada penyearah SPWM beban R = 5 Ω dan L = 50 mH dengan standar IEC61000-3-2 kelas D …...….. 73

3.4. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah SPWM beban R = 20 Ω dan L = 200 mH sebelum filterisasi dengan standar IEC61000-3-2 kelas D …………...…...…………. 76

3.5 Parameter filter single tune untuk filter harmonisa orde ke-3 dan 5 beban R = 5 Ω ………...……….………...….. 80

(12)

3.7. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah

SPWM beban R= 20 Ω, impedansi input (Rin = 0,001 Ω, Lin= 4 mH) setelah filterisasi harmonisa orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan

filter single tune dengan standar IEC61000-3-2 kelas D ...…....…. 86 3.8. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah

SPWM beban R= 5 Ω dan L= 50 mH, impedansi input (Rin = 1 Ω, Lin= 20 mH) setelah filterisai harmonisa orde ke-3 dan 5

menggunakan filter single tune dengan standar IEC61000-3-2 ……... 89 3.9. Perbandingan harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah

SPWM beban R = 20 Ω dan L = 200 mH, impedansi input

(Rin = 0,001 Ω, Lin= 8 mH) setelah filterisasi harmonisa orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan filter single tune dengan

standar IEC61000-3-2 kelas D ……...….. 92 3.10 Hasil perhitungan parameter filter double tune……….…..………. 96 3.11. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah

SPWM beban R= 5 Ω impedansi input Rin= 0,001 Ω, Lin= 7 mH

setelah filterisasi harmonisa orde ke-3 dan 5 menggunakan

filter double tune dengan standar IEC610003-2 kelas D ... 99 3.12. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 hasil

simulasi penyearah SPWM beban R= 20 Ω impedansi input Rin= 0,001Ω dan Lin= 4 mH setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunkan filter double tune

dengan standar IEC61000-3-2 kelas D ….………...……… 102 3.13. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 penyearah

SPWM beban R= 5 Ω dan L= 50 mH, impedansi input Rin = 1 Ω,

Lin= 20 mH setelah filterisasi harmonisa orde ke-3 dan 5 menggunakan filter double tune dengan standar IEC 61000-3-2 kelas D ………....….... 105 314. Perbandingan arus harmonisa ganjil orde ke-3 sampai 13 hasil

simulasi penyearah SPWM dengan beban R= 20 Ω dan L= 200 mH,

impedansi input Rin= 0,001 Ω, Lin= 8 mH setelah filterisasi harmonisa ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan filter double tune

dengan standar IEC61000-3-2 kelas D …………...… 108 4.1. Perbandingan THDi sebelum dan sesudah pemasangan

(13)

4.2. Perbandingan THDi sebelum dan sesudah pemasangan

filter double tune ...………..………. 111 4.3. Perbandingan arus harmonisa hasil filterisasi filter single tune

dengan double tunepada penyearah SPWM beban R= 5 Ω ……...……. 112 4.4. Perbandingan arus harmonisa hasil filterisasi filter single tune

dengan double tunepada penyearah SPWM beban R= 20 Ω ..…...…… 113 4.5. Perbandingan arus harmonisa hasil filterisasi filter single tune

dengan double tune pada penyearah SPWM beban

R= 5 Ω, L=50 mH ………...………...……. 114

4.6. Perbandingan arus harmonisa hasil filterisasi filter single tune dengan double tunepada penyearah SPWM beban R = 20 Ω,

L = 200 mH …...………....………. 114 4.7. Perbandingan persentase penurunan THDi menggunakan filter

single tune dan double tune ……...………....………… 115 4.8. THDi hasil simulasi filter single tune dengan mengatur nilai

faktor kualitas (Q) dengan beban R= 5 Ω ………...……. 117 4.9. THDi hasil simulasi filter double tune dengan mengatur nilai

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Bentuk gelombang tegangan dan arus input penyearah

SPWM gelombang penuh ……...…... 2 2.1. Bentuk gelombang arus dan tegangan, (a) beban linier,

(b) beban tidak linier ... 8 2.2. Komponen harmonisa dari gelombang tegangan listrik .……..….…… 8 2.3. Struktur IGBT...……….…..…… 10 2.4. Rangkaian ekuivalen IGBT ...………....…..… 11 2.5. Simbol rangkaian IGBT ...…………..…… 12 2.6. Prinsip dasar dari penyearah SPWM, (a) aliran arus

setengah siklus pertama, (b) aliran arus setengah siklus kedua ... 14 2.7. Rangkaian ekuivalen penyearah jembatan PWM satu fasa .…...… 16 2.8. Rangkaian ekuivalen SPWM untuk setengah siklus

positif pertama ... ……..………… 16 2.9. Rangkaian ekuivalen untuk keadaan setengah siklus

positif kedua ... ……….……… 17 2.10. Bentuk gelombang tegangan dan arus penyearah

SPWM pada setengah siklus positif ...………....…… 18 2.11. Skema rangkaian kontrol penyearah PWM jembatan ... 20 2.12. Modulasi gelombang referensi dengan gelombang carier segitiga ... 21 2.13. Gelombang Persegi Keluaran Modularsi antara Gelombang

(15)

2.15. Rangkaian Filter Sinle tune dan kurva impedansi vs frekuensi ... 33

2.16 Filter Single Tune pada saluran sistem tenaga ... ………..……… 34

2.17 Rangkaian dasar Filter double tune ... ………..……… 41

2.18. Konversi filter single tune menjadi double tune ...…….……… 41

2.19. Grafik hubungan impedansi (Z) vs frekuensi (ω) filter single tune paralel dan filter double tune ekuivalen ...…....…… 42

2.20. Arus harmonisa beban yang mengalir menuju sumber ...…… 45

2.21. Arus harmonisa beban yang mengalir menuju kapasitor ...…..…... 45

2.22. Rangkaian resonansi seri ... ……..………… 46

2.23. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi seri ...….………… 48

2.24. Rangkaian resonansi parallel ... …….………… 48

2.25. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi parallel ...……….……… 50

3.1. Contoh hasil pengukuran SPWM satu fasa yang ditampilkan simulasi Matlab/simulink ... 53

3.2. Diagram alir pelaksanaan penelitian perbandingan filter single tune dan double tune pada penyearah SPWM ... 57

3.2. (sambungan)... 58

3.3. Pulsa gate IGBT dari atas ke bawah: pulsa IGBTI, IGBT3, IGBT2, IGBT4 ... 63

3.4. Model Simulink rangkaian kontrol pembangkit 4 pulsa IGBT SPWM ... 64

3.5. Rangkaian simulasi penyearah SPWM dengan beban R= 5Ω sebelum pemasangan filter ... 65

(16)

3.7. Spektrum harmonisa arus input penyearah SPWM dengan

beban R= 5 Ω sebelum filterisasi... 66 3.8. Rangkaian simulasi sebelum pemasangan filter dengan beban

R = 20 Ω …….……...………... 68 3.9. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil

simulasi penyearah SPWM beban R = 20 Ω sebelum

dilakukan filterisasi …... 68 3.10. Spektrum harmonisa hasil simulasi penyearah SPWM

beban R = 20 Ω sebelum filterisasi ……….…... 69

3.11. Rangkaian simulasi sebelum pemasangan filter beban

R = 5 Ω dan L= 50 mH ………...…………...…… 71

3.12. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 5 Ω dan L= 50 mH sebelum

dilakukan filterisasi ...……...……. 71 3.13. Spektrum harmonisa hasil simulasi penyearah SPWM beban

R = 5 Ω dan L = 50 mH sebelum filterisasi ...……...……… 72 3.14. Rangkaian simulasi sebelum pemasangan filter beban R = 20 Ω

dan L= 200 mH ...………... 74 3.15. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 20 Ω dan L= 200 mH sebelum

dilakukan filterisasi ...………...… 74 3.16. Spektrum harmonisa arus input hasil simulasi penyearah SPWM

beban R = 20 Ω dan L = 200 mH sebelum filterisasi ………….…… 75 3.17. Rangkaian simulasi filter single tune pada penyearah

SPWM beban R = 5 Ω ... 81 3.18. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 5 Ω setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3 dan 5 menggunakan filter single tune ...…….…….…… 81 3.19. Grafik spektrum harmonisa penyearah SPWM beban

R = 5 Ω setelah filterisasi harmonisa orde ke-3 dan 5

(17)

3.20. Rangkaian simulasi filter single tune pada penyearah SPWM

beban R = 20 Ω ...……… 84 3.21. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 20 Ω setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan filter single tune ....…….……… 84 3.22. Spektrum harmonisa arus input hasil simulasi penyearah

SPWM dengan beban R = 20 Ω setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan filter single tune ....………...… 85 3.23. Rangkaian simulasi filter single tune pada penyearah SPWM

beban R = 5 Ω dan L = 50 mH ……….……… 87

3.24. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 5 Ω dan L= 50 mH setelah

filterisasi harmonisa orde ke-3 dan 5 dengan filter single tune...……. 87 3.25. Spektrum harmonisa arus input penyearah SPWM beban

R = 5 Ω dan L= 50 mH hasil simulasi setelah filterisasi

harmonisa orde ke-3 dan 5 dengan filter single tune ... 88 3.26. Rangkaian simulasi filter single tune pada penyearah SPWM

beban R = 20 Ω dan L = 200 mH ...………... 90 3.27. Grafik tegangan input (atas) dan arus input (bawah) hasil

simulasi penyearah SPWM beban R = 20 Ω dan L= 200 mH

setelah filterisasi harmonisa orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan

filter single tune ...…………...… 90 3.28. Spektrum harmonisa arus input hasil simulasi penyearah

SPWM beban R = 20 Ω dan L = 200 mH setelah filterisasi harmonisa orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan

filter single tune ...………....… 91 3.29. Rangkaian simulasi filter double tune pada penyearah SPWM

beban R = 5 Ω ………... 97

3.30. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 5 Ω setelah filterisasi harmonisa

(18)

3.31. Spektrum harmonisa arus input hasil simulasi penyearah SPWM beban R = 5 Ω setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3 dan 5 menggunakan filter double tune ...………...…… 98 3.32. Rangkaian simulasi filter doubletune pada penyearah

SPWM dengan beban R = 20 Ω ...………..…..…. 100 3.33. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R = 20 Ω setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggukan filter double tune …………...…… 100 3.34. Spektrum harmonisa hasil simulasi setelah filterisasi harmonisa

orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggukan filter double tune pada

penyearah SPWM beban R = 20 Ω ... 101 3.35. Rangkaian simulasi filter doubletune pada penyearah

SPWM beban R= 5 Ω dan L= 50 mH ………...……… 103 3.36. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM beban R= 5 Ω dan L= 50 mH setelah filterisasi

harmonisa orde ke-3 dan 5 menggunakan filter double tune ………... 103 3.37. Spektrum harmonisa arus input hasil simulasi penyearah

SPWM beban R= 5 Ω dan L= 50 mH setelah filterisasi

harmonisa orde ke-3 dan 5 menggunakan filter double tune ...… 104 3.38. Rangkaian simulasi filter double tune pada penyearah

SPWM dengan beban R = 20 Ω dan L = 200 mH ……..………… 106

3.39. Grafik tegangan (atas) dan arus (bawah) input hasil simulasi

penyearah SPWM dengan beban R= 20 Ω dan L= 200 mH

setelah filterisasi harmonisa orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan

filter double tune ...……...…… 106 3.40. Spektrum harmonisa arus input hasil simulasi penyearah

SPWM beban R= 20 Ω dan L= 200 mH setelah filterisasi harmonisa orde ke-3, 5, 7 dan 9 menggunakan

(19)

ABSTRAK

Penyearah SPWM (sinusoidal pulse width modulation) satu fasa merupakan salah satu peralatan non linier yang banyak dipergunakan di masyarakat. Peralatan ini memberikan arus harmonisa ke jaringan sistem tenaga pada orde harmonisa rendah seperti harmonisa ke-3, 5, 7, 9, 11 dan 13. Oleh sebab itu perlu dilakukan filterisasi harmonisa. Dari bermacam-macam filter harmonisa pasif yang ada, filter single tune dan filter double tune merupakan filter yang sederhana dipergunakan untuk mengurangi arus harmonisa pada orde tertentu yang tidak sesuai standar IEC61000-3-2 kelas D, sehingga sesuai untuk peralatan-peralatan penyearah satu fasa yang umum dipergunakan masyarakat. Untuk mengetahui perbandingan kedua filter pasif tersebut, pada tulisan ini akan membahas perbandingan kedua filter tersebut pada penyearah SPWM satu fasa. Filterisasi harmonisa dilakukan dengan terlebih dahulu merancang filter yang akan digunakan yaitu filter single tune dan double tune. Untuk melihat penurunan harmonisa sebelum dan sesudah menggunakan filter single tune dan double tune pada penyearah SPWM dilakukan melalui simulasi menggunakan program Matlab/simulink pada beban 2000 watt dengan konfigurasi beban R dan RL dan pada kondisi beban maksimum dan beban 50%. Arus harmonisa setelah dilakukan filterisasi pada penyearah SPWM untuk semua konfigurasi beban secara keseluruhan telah memenuhi standar IEC61000-3-2 kelas D. Penurunan THDi yang dihasilkan penyearah SPWM sesudah penggunaan filter single tune adalah sebesar 51,9% sampai dengan 87,89% dan pada filter double tune sebesar 51,18% sampai dengan 87,34%. Dari simulasi yang dilakukan, diperoleh bahwa hasil filterisasi single tune dapat menurunkan harmonisa keseluruhan yang lebih baik dibandingkan dengan filter double tune.

(20)

ABSTRACT

SPWM (sinusoidal pulse width modulation) rectifier of a phase constitutes one of non linear types of equipment which is mostly used by people. This equipment gives harmonic current to the power network system in low harmonic orders like the 3rd, 5th, 7th, 9th, 11th, and 13th harmonics. Therefore, harmonic filtering is needed. Of various passive harmonic filters, single tune filter and double tune filter are simple filters for reducing harmonic current in a certain order which are not in line with IEC61000-3-2 Class D standard so that they will be in line with rectifiers used by people. In order to know the difference between the two passive filters above, the researcher would discuss the difference between the two filters in the one phase SPWM rectifier, the harmonic filtering was done by firstly designing the filters which would be used: single tune filter and double tune filter. In order to know harmonic lowering before and after using single tune and double tune filters in the SPWM, it was done through simulation by using Matlab/simulink program in 2000 watt load with the configuration of R and RL loads and in the maximum load condition and in 50% of load. Harmonic current, after filtering had been done in SPWM rectifier for all load configurations as a whole, had met the IEC61000-3-2 Class D standard. The decrease of THDi yielded by SPWM rectifier after using single tune filter was 51.9% up to 87.89%, and in double tune filter was 51.18% up to 87.34%. From the result of the simulation, it was found that the result of single tune filtering could decrease the whole harmonics better than that of double tune.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini banyak konsumen tenaga listrik menggunakan beban tidak linier, baik konsumen rumah tangga, perkantoran maupun industri yang disebabkan pemakaian peralatan elektronik dan penyearah AC ke DC. Dari peralatan penyearah yang digunakan masyarakat kebanyakan adalah penyearah satu fasa gelombang penuh dibandingkan penyearah tiga fasa yang biasanya dipakai oleh industri.

Salah satu jenis penyearah yang banyak digunakan adalah modulasi lebar pulsa atau Pulse Width Modulation (PWM) hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan penyearah dioda dan SCR yang ada sebelumnya seperti tegangan keluaran tidak dapat dikendalikan sehingga besar nilai tegangan keluaran sangat tergantung pada besar tegangan masukan. Sedangkan penyearah SCR menimbulkan distorsi harmonisa yang besar pada jala-jala dan mempunyai faktor daya masukan yang rendah[1,2].

(22)

pulsa gate disebut Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM). Gelombang tegangan input penyearah SPWM mendekati gelombang sinusoidal murni, akan tetapi gelombang arus input bukan merupakan gelombang sinusoidal murni tetapi mengandung distorsi harmonisa ke jaringan, seperti ditunjukkan hasil simulasi terhadap gelombang arus dan tegangan input penyearah SPWM satu fasa pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Bentuk gelombang tegangan dan arus input penyearah SPWM gelombang penuh [2]

Pada Gambar 1.1 memperlihatkan gelombang tegangan vxsinusoidal dan gelombang

arus ix yang sudah terdistorsi oleh arus harmonisa yang dihasilkan oleh penyearah

jenis SPWM.

(23)

dari peralatan elektronik yang sensitif, menurunkan efisiensi. Oleh karena itu, harmonisa yang ditimbulkan oleh penyearah perlu dikurangi agar tidak mengganggu kerja peralatan lain yang tersambung pada sumber yang sama. Untuk menurunkan harmonisa dapat dilakukan dengan menggunakan filter pasif seperti filter single tune [3,4]. Selain filter single tune dapat digunakan filter double tune yang mempunyai fungsi yang sama seperti single tune yang mana meredeuksi beberapa frekuensi harmonisa pada frekuensi tertentu yang dipilih. Pemasangan filter double tune ini juga dapat digunakan untuk tingkat daya kecil sampai daya besar [3]. Filterisasi ini dilakukan sampai diperoleh nilai harmonisa sesuai standar IEC 61000-3-2.

Penggunaan filter pasif harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat, karena tanpa melakukan perhitungan yang tepat akan semakin mendistorsi gelombang input penyearah SPWM dan tidak mereduksi harmonisa yang dihasilkan [5]. Filterisasi terhadap harmonisa yang dihasilkan penyearah SPWM dapat dilakukan dengan filter pasif jenis LCL sehingga diperoleh harga yang sesuai standar IEC 61000-3-2 [6].

(24)

Tabel 1.1. Penelitian mengenai model filter harmonisa yang telah dilakukan

No Nama Judul Penelitian Metode Identifikasi Harmonisa

Filter yang Dirancang

Hasil yang Diperoleh

1. Ferdinant Visser, Master thesis project, 2011[2] Design and implementation of a bi-directional 3 phase converter for a 30kW range extender

application

Metode kontrol SPWM Merancang alat kontrol PWM

Penurunan THD

2. Darwin Rivas, et al, IEEE, 2000[3] Improving Passive Filter Compenstion Performance with Active Techniques Simulasi menggunakan Program MATLAB/ Simulink. Filter Pasif dan Filter Aktif Sebelum filterisasi THDv = 7,51%. setelah dipasang filter pasif dan filter akif THDv= 4,7%.

3. F. Jafari, A.Dastfan [4] Optimization of Single-phase PWM Rectifier Performance by Using the Genetic Algorithm

Menggunakan metode genetic algoritm untuk optimasi parameter penyearah seperti C, fs,

kp dan T

- Diperoleh THDi

akhir 3,26%

4. Zargari, Navid R., et al.

IEEE

1994[5]

Input Filter Design for PWM Current-Source Rectifiers

Perhitungan parameter filter sampai diperoleh THD yang diizinkan.

Filter pasif LC THDi <5%

5. Lastya, Hari Anna, 2012[6]

Analisa Perbandingan Perancangan Filter LCL Pada Penyearah terkendali satu Fasa Full

Converter Dengan Penyearah PWM Satu Fasa Full Bridge

Simulasi mengguna-kan Program MATLAB/ Simulink

(25)

1.2. Permasalahan

1. Penyearah SPWM adalah penyearah yang menghasilkan arus harmonisa ke dalam system jaringan tenaga listrik sehingga diperlukan cara merancang filter single tune dan double tune untuk mereduksi harmonisa tegangan dan arus harmonisa pada penyearah SPWM satu fasa.

2. Bagaimana harmonisa yang dihasilkan sebelum dan sesudah filter single tune dan double tune terpasang pada penyearah SPWM satu fasa?

3. Bagaimana perbandingan harmonisa setelah filterisasi dengan menggunakan filter single tune dan double tune pada penyearah SPWM satu fasa?

1.3. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya variabel yang dapat digunakan untuk mengurangi harmonisa, maka perlu dibuat batasan masalah yang akan diteliti, yaitu:

a. Penyearah SPWM yang digunakan merupakan penyearah SPWM satu fasa yang menggunakan IGBT.

b. Beban yang digunakan adalah beban resistif murni dan beban RL.

c. Filter single tune dan double tune untuk mereduksi harmonisa dipasang pada bagian input penyearah SPWM.

(26)

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbandingan penggunaan filter harmonisa single tune dan double tune pada penyearah SPWM satu fasa dan merancang model filter single tune dan double tune untuk meredam harmonisa untuk mencapai standar yang ditentukan oleh IEC 61000-3-2.

1.5.Manfaat Penelitian

Dewasa ini beban dengan peralatan elektronik adalah penyumbang terbesar harmonisa pada sistem tenaga listrik, beban-beban tersebut kebanyakan merupakan beban satu fasa. Beban satu fasa banyak dipergunakan sebagai peralatan membantu kebutuhan masyarakat sehari-hari. Untuk jaringan yang melayani banyak beban, maka sangat sulit untuk mengurangi harmonisa yang ada, dikarenakan akan menimbulkan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a. Mendapatkan kualitas daya listrik yang lebih baik dengan harmonisa yang rendah dan faktor daya yang tinggi.

b. Mampu mengurangi harmonisa untuk keseluruhan sistem.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Harmonisa

Beban-beban dalam sistem tenaga listrik terdiri dari dua jenis yaitu beban linier dan beban tidak linier. Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran yang linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan, sehingga gelombangnya bersih dan tidak terdistorsi. Sedangkan beban tidak linier adalah beban yang menghasilkan gelombang keluaran yang terdistorsi karena arus yang mengalir tidak berbanding lurus dengan kenaikan tegangan. Pada kenyataannya saat ini kebanyakan beban yang terpasang pada sistem ketenagalistrikan adalah beban tidak linier. Pada beban tidak linier antara arus dan tegangan tidak lagi menggambarkan bentuk gelombang yang proporsional. Pemakaian beban-beban tidak linier akan menghasilkan bentuk gelombang arus dan tegangan yang tidak sinusoidal, akibatnya akan terbentuk gelombang terdistorsi atau cacat yang secara analisa terdiri dari gelombang-gelombang yang mempunyai nilai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi dasarnya. Gelombang yang dihasilkan beban linier dan tidak linier dapat dilihat pada Gambar 2.1 (a) dan (b).

(28)

(a)

(b)

Gambar 2.1. Bentuk gelombang arus dan tegangan, (a) beban linier, (b) beban tidak linier [7].

-2 -1 0 1 2

0 100 200 300 400 500 600

V

I V, I

t

-2 -1 0 1 2

0 100 200 300 400 500 600

V I

V, I

t

-1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5

0 100 200 300 400 500 600

h1 h1+h3+h5+h7 h3

h5 h7 V

(29)

Harmonisa dapat dinyatakan sebagai suatu penyebaran komponen dari gelombang

periodik yang mempunyai suatu frekuensi yang merupakan kelipatan dari frekuensi dasarnya.

Sedangkan interharmonisa adalah penyebaran komponen pada frekuensi yang bukan

kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasar sistem. Gambar 2.2 adalah ilustrasi dari bentuk

gelombang fundamental, gelombang harmonik dan gelombang yang terdistorsi. Misalnya bila frekuensi fundamentalnya (h1) 50 Hz maka harmonisa ke-3 (h3) adalah gelombang sinusoidal dengan frekuensi 150 Hz, harmonisa ke-5 (h5) gelombang sinusoidal dengan frekuensi 250 Hz, harmonisa ke-7 (h7) gelombang sinusoidal dengan frekuensi 350 Hz dan seterusnya.

2.2. Sumber-sumber Harmonisa

IEEE 519-1992 (standar Internasional yang menentukan keberadaan harmonisa pada kualitas daya) mengidentifikasi sumber utama dari harmonisa pada sistem tenaga. Sumber harmonisa yang diuraikan pada standar IEEE ini meliputi konverter (alat pengubah tegangan ac ke dc), statik VAR kompensator, inverter (alat pengubah tegangan dc ke ac), cycloconverters, power suplai DC dan PWM. Dokumen IEEE tersebut menggambarkan bentuk gelombang yang terdistorsi, dimana jumlah harmonisa dan besar harmonisa setiap komponennya yang terjadi disebabkan oleh peralatan elektronika daya (beban tidak linier) [8].

Umumnya sumber yang menyebabkan terdistorsinya bentuk gelombang arus dan tegangan dapat dibagi menjadi tiga kelompok [9]:

(30)

b. Sistem tenaga itu sendiri (seperti HVDC, SVC, FACTS, dan lain lain). c. Pembangkit (generator sinkron).

Dari ketiga kelompok sumber harmonisa di atas, kelompok beban merupakan kelompok yang paling dominan sebagai penghasil harmonisa, khususnya beban tidak linier. Beban-beban semikonduktor elektronika daya yang dipakai untuk penyearah tegangan menghasilkan harmonisa arus yang disebabkan oleh proses switching peralatan tersebut. Diantara komponen elektronika daya yang dipergunakan pada rangkaian penyearah PWM adalah IGBTs (Insulation Gate Bipolar Transistors) atau lebih sering disebut IGBT.

Sebuah IGBT menggabungkan kelebihan-kelebihan dari BJT (Bipolar Junction Transistors) dan MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field-Effect Transistors). Sebuah IGBT mempunyai impedansi input yang tinggi, seperti MOSFET dan rugi-rugi konduksi on-state yang rendah sebagaimana BJT dan tidak ada permasalahan breakdown seperti halnya BJT. Dengan rancangan chip dan struktur, tahanan equivalen drain ke sumber RDS dikontrol seperti halnya BJT.

Struktur dasar yang membangun sebuah IGBT diperlihatkan oleh Gambar 2.3:

p+ substrate n+ - buffer layer

Collector

n- epi

n+ n+

Gate Gate

Emitter

p+

p

[image:30.612.222.416.559.676.2]
(31)

Gambar 2.3 memperlihatkan penampang struktur bangunan sebuah IGBT yang mana identik dengan sebuah MOSFET kecuali adanya substrate p+yang merupakan kelebihan dari sebuah IGBT dibandingkan dengan BJT dan MOSFET. Hal ini terjadi karena adanya substrate p+ yang bertanggungjawab menginjeksikan pembawa minoritas ke daerah n_. Untuk rangkaian ekuivalen IGBT dapat dilihat pada Gambar 2.4:

G

G

C

C

R

MOD

NPN

PNP

PNP

R

BE

E

E

R

MOD

R

BE

MOSFET

MOSFET

Gambar 2.4. Rangkaian ekuivalen IGBT [10]

(32)

1. Mempunyai kendali gate yang mudah, yaitu tegangan gate untuk menghidupkan dan mematikan arus mempunyai impedansi gate yang tinggi. 2. Mempunyai rugi konduksi yang rendah, yaitu injeksi pembawa minoritas ke

dalam layer N-epitaxial akan memperkecil resistansi dan sekaligus mengurangi rugi konduksi. Pengaruhnya juga terhadap kemampuan menghendle arus yang diperlihatkan dengan kenaikan kerapatan arus. Sebagai contoh IGBT mempunyai kerapatan arus sebesar 20 kali dari MOSFET dan 5 kali dari BJT.

3. Mempunyai koofesien temperature positif, struktur IGBT memungkinkan untuk memiliki koofesien temperatur positif yaitu resistansi akan naik dengan kenaikan temperature [11].

Secara umum simbol untuk sebuah IGBT diperlihatkan oleh Gambar 2.5 berikut ini:

G

C

E

(33)

Bentuk gelombang ini tidak menentu dan dapat berubah menurut pengaturan pada parameter komponen semikonduktor dalam peralatan elektronik. Perubahan bentuk gelombang ini tidak terkait dengan sumber tegangannya.

2.3. Penyearah SPWM

Penyearah dioda dan penyearah thyristor yang dikendalikan sudut fasanya masih banyak digunakan dalam aplikasi tertentu karena faktor kesederhanaan dan biaya yang rendah, tetapi penyearah jenis ini akan mengurangi kualitas daya pada sisi ac masukan yang disebabkan adanya kandungan harmonisa yang masih besar serta faktor daya yang relatif rendah. Teknik modulasi lebar pulsa pada PWM banyak diterapkan pada aplikasi penyearah [1]. Konverter ac-dc yang menggunakan penyearah SPWM beroperasi dengan menjaga frekuensi konstan dan waktu divariasikan, dengan demikian lebar pulsa bervariasi. Dengan teknik ini, penyearah akan memiliki unjuk kerja yang lebih baik, diantaranya adalah distorsi arus masukan yang rendah, faktor daya yang tinggi, filter masukan relatif lebih kecil.

2.3.1. Prinsip kerja penyearah PWM

(34)

terbuka, arus akan mengalir melalui S1 melewati beban dan mengalir lagi melalui S2 menuju trafo. Pada setengah siklus berikutnya S1 dan S2 akan terbuka, pada saat yang sama S3 dan S4 akan tertutup arus mengalir melalui S4 kemudian mengalir ke beban selanjutnya melewati S3 dan kembali lagi menuju trafo.

+

-S3

S1

S2

S4

R

+

-Tr

Vs

+

_

i

Vs

t

(a)

+

-S3

S1

S2

S4

R

+

-Tr

Vs

_

+

+

i

Vs

t

(b)

(35)

Penyearah dikontrol dengan cara mengatur lebar pulsa konduksi IGBT yang merupakan sudut penyalaan gate. Sudut penyalaan gate ini dapat diartikan waktu tunda untuk menutup S1 dan S2 atau S3 dan S4 menggunakan bentuk arus yang diperlukan. PWM akan menarik arus dari sumber hampir mendekati bentuk gelombang sinusoidal. PWM tipe kontrol yang sangat baik digunakan untuk meningkatkan faktor kerja penyearah dan mengurangi harmonisa arus masukan, karena tipe kontrol PWM dapat dinyalakan dan dimatikan beberapa kali setiap setengah siklus, sehingga dapat meredam harmonisa yang timbul pada arus masukan.

Rangkaian daya penyearah PWM satu fasa jembatan penuh ditunjukkan pada Gambar 2.7. Berdasarkan bentuk gelombang tegangan antar lengan penyearah, VAB, ada dua macam pola penyakelaran PWM, yaitu: PWM satu kutub (Unipolar PWM), dan PWM dua kutub (Bipolar PWM) [1].

Dengan pola penyakelaran PWM dua kutub, saklar yang berpasangan secara diagonal (S1 dan S2 atau S3 dan S4) dinyalakan secara serentak dan saklar-saklar dalam setiap lengan dinyalakan secara berlawanan (complementary) sehingga tegangan antar lengan penyearah VAB bernilai +Vo dan –Vo. Keempat saklar dioperasikan pada frekuensi penyakelaran konstan, fs. Jika perioda pensaklaran dinyatakan dengan Ts (Ts = 1/fs), siklus kerja saklar S1 dan S2 dinyatakan dengan d, dan siklus kerja saklar S3 dan S4 adalah (1-d) dimana:

(36)

V

s

I

s

V

L

L

T1

T2

T4

T3

C

+

P

N

Vo

V

AVE

+

Load

Gambar 2.7. Rangkaian ekuivalen penyearah jembatan PWM satu fasa [10]

Adapun prinsip kerja dari keempat saklar pada rangkaian ekuivalen penyearah SPWM Gambar 2.7 dapat dijelaskan sebagai berikut:

(37)

Persamaan arus yang mengalir pada rangkaian ditunjukkan dalam Persamaan (2.3) dan (2.4):

2. Selama d.Ts t ≤ Ts, S3 dan S4 tidak terhubung (off), S1 dan S2 terhubung, arus Is mengalir dari jala-jala sumber Vs melalui L, D1, beban, D2, dan kembali ke jala-jala. Pada interval waktu ini, arus induktor turun dan energi dari induktor dipindahkan ke beban. Pada saat yang sama, arus dari kapasitor C mengalir juga ke beban. Rangkaian ekuivalen untuk moda operasi ini ditunjukkan pada Gambar 2.9:

D1

V

o

i

o

R

C

i

c

i

s

V

s

i

s

V

L

_

+

L

s

D2

+

_

(38)

Persamaan arus yang mengalir adalah:

Bentuk gelombang tegangan dan arus dari penyearah pada setengah siklus positif jala-jala ditunjukkan pada Gambar 2.10:

ΔI Ip0

I1

Ip1 S3/S4 (ON)

S1/S2

(ON) S3/S4 (ON)

Vs-Vo Vs+Vo VL ID1=ID2

Is4=Is3 IL=Is Vgate

0

0

0

0

0

d.Ts (2-d).Ts

Ts

t

t t

t

[image:38.612.137.503.323.620.2]

t

(39)

Untuk operasi frekuensi konstan, tegangan rata-rata dari induktor selama satu siklus pensaklaran dalam kondisi setengah mantap (quasi steady-state) adalah seimbang, yaitu [11]:

atau:

sehingga:

dimana:

d = siklus kerja saklar S2 dan S3 Is = arus masukan

Vs = tegangan masukan Vo = tegangan keluaran VL = tegangan inductor

tON = waktu terhubung saklar S2 dan S3

tOFF = waktu padam saklar S2 dan S3.

2.3.2. Pengaturan pulsa gate IGBT

(40)

Pengontrol

tegangan

×

Pengontrol

arus

T1, T2

T3, T4

i

s ref

v

s

i

s

+

-v

o

V

o ref

+

-Gambar 2.11. Skema rangkaian kontrol penyearah PWM jembatan [26]

Peralatan kontrol penyearah PWM ini termasuk di dalamnya adalah sebuah pengontrol tegangan, pengontrol proportional integral (PI) yang mengatur jumlah daya yang yang diperlukan untuk memperbaiki tegangan dc keluaran agar nilainya tetap. Pengontrol tegangan menyalurkan besar amplitude arus masukan, oleh sebab itu untuk mendapatkan arus referensi isref maka keluaran dari pengontrol tegangan

dikalikan dengan sinyal sinusoidal yang fasanya sama dengan tegangan sesaat sumber. Setelah itu isref dikurangi derngan arus input sesaat untuk mendapatkan

pengontrol arus dan memperoleh sinyal gate masing-masing lengan IGBT.

(41)

0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12 -350 -220 0 200 350

FFT window: 5 of 20.43 cycles of selected sig

Time (s) V ( v o lt )

V carier

V ref

Gambar 2.12. Modulasi gelombang referensi dengan gelombang carier segitiga [27]

Pada Gambar 2.12, sebagai gelombang referensi adalah gelombang sinusoidal sehingga disebut Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM) yang menggunakan carier berupa gelombang segitiga untuk menghasilkan sinyal gate SPWM. Hasil dari modulasi tersebut adalah gelombang persegi yang bervariasi lebar pulsanya sesuai dengan fungsi waktu gelombang referensi seperti ditunjukkan Gambar 2.13 berikut ini.

0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12

-350 -220 0 200 350

FFT window: 5 of 20.43 cycles of selected sig

Time (s) V ( v o lt )

Pulsa gate

V ref

(42)

Untuk membuat penyearah SPWM bekerja dengan baik sesuai fungsi penyearahan yang dihasilkannya, maka referensi SPWM harus menggunakan tegangan yang frekuensi fundamentalnya sama dengan frekuensi tegangan sumber vs. Perubahan

terhadap amplitude gelombang fundamental referensi ini dan dengan mengatur sudut fasanya sesuai dengan amplitude dan fasa sumber, akan membuat fungsi penyearahan beroperasi pada empat kuadran, yaitu: penyearah faktor daya leading, penyearah faktor daya lagging, dan inverter faktor daya leading dan inverter faktor daya lagging. Dengan merubah keluaran dari modulasi akan mempengaruhi perubahan amplitude carier dan SPWM membuat pebaikan faktor daya atau sudut fasa. Fungsi SPWM seperti ini dapat menjadi pengatur faktor daya sistem yaitu aktif, reaktif dan nol.

2.3.3. Pengaturan tagangan DC keluaran

Pengaturan tegangan DC keluaran bertujuan mengatur agar tegangan DC keluaran sesuai dengan keinginan dan beban yang terpasang. Dengan menggabungkan efek semua pulsa yaitu jika pulsa m mulai dari sudut t = m, sepanjang Ts dimana lebar pulsa diumpamakan m, nilai rata-rata tegangan keluaran bergantung pada jumlah pulsa p, yang didapatkan dari Persamaan (2.9):

(43)

Pengaturan tegangan keluaran dc dapat dilakukan dengan cara membuat umpan balik dari tegangan keluaran kepada tegangan fundamental referensi Vo,ref dan selisih sinyal

yang diperoleh dari perbandingan kedua sinyal tersebut digunakan untuk menghasilkan pulsa gate yang tepat untuk konduksi IGBT. Gelombang referensinya adalah gelombang sinusoidal yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi tegangan sumber.

2.4. Perhitungan Harmonisa

Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban tidak linier atau alat yang mengakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar harmonisa dari perumusan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu [12]:

dimana: Vo = komponen DC dari gelombang tegangan (V)

dimana: Io= arus dc (A)

(44)

Karena bentuk gelombang arus input simetris, maka tidak terdapat harmonisa genap dan A0 akan menjadi nol dan koefisien dari Persamaan (2.12) adalah:

untuk n= 1, 3, 5, … ...……… (2.13)

Persamaan (2.12) dapat ditulis kembali seperti

(45)

Pada umumnya untuk mengukur besar harmonisa yang disebut dengan total harmonic distortion (THD). Untuk tegangan dan arus THD didefinisikan sebagai nilai RMS harmonisa diatas frekuensi fundamental dibagi dengan nilai RMS fundamentalnya, dengan tegangan DC nya diabaikan. Total Distorsi Harmonisa atau Total Harmonic Distortion (THD) tegangan [12]:

dimana:

Dengan mengganti harga pada Persamaan (2.15) yaitu: dengan

dan

menggantikan nilai dengan Persamaan (2.16) serta mengabaikan tegangan dc (Vo) Persamaan (2.16), maka THD dapat dituliskan dalam Persamaan (2.17) sebagai

berikut:

Sedangkan Total Harmonic Distortion arus (THDi) adalah sebagai berikut:

(46)

Dengan mengganti harga pada Persamaan (2.18) yaitu: dengan

dan

menggantikan nilai dengan Persamaan (2.19) serta mengabaikan arus dc (Io)

pada Persamaan (2.19), maka THD dapat dituliskan dalam Persamaan (2.20) sebagai berikut:

2.5. Batasan Harmonisa

(47)

Pada standar IEC 61000-3-2, beban beban kecil tersebut diklasifikasikan dalam kelas A, B, C, dan D, dimana masing-masing kelas mempunyai batasan harmonisa yang berbeda beda yang dijelaskan sebagai berikut [13,14]:

a. Kelas A

Kelas ini merupakan semua kategori beban termasuk didalamnya peralatan penggerak motor dan semua peralatan 3 fasa yang arusnya tidak lebih dari 16 A per fasanya. Semua peralatan yang tidak termasuk dalam kelas B, C dan D dimasukkan dalam kategori kelas A. Batasan harmonisa kelas A hanya didefinisikan untuk peralatan satu fasa (tegangan kerja 230V) dan tiga fasa (230/400V) dimana batasan arus harmonisanya seperti yang diperlihatkan Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas A [15]

Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil

3 2,30

5 1,14

7 0,77

9 0,40

11 0,33

13 0,21

15≤n≤39 2,25/n

Harmonisa Genap

2 1,08

4 0,43

6 0,30

(48)

b. Kelas B

[image:48.612.119.512.273.537.2]

Kelas ini meliputi semua peralatan portabel tool yang batasan arus harmonisanya merupakan harga absolut maksimum dengan waktu kerja yang singkat. Batasan arus harmonisanya diperlihatkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B [15]

Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A)

Harmonisa Ganjil

3 3,45

5 1,71

7 1,155

9 0,60

11 0,495

13 0,315

15≤n≤39 3,375/n

Harmonisa Genap

2 1,62

4 0,645

6 0,45

8≤n≤40 2,76/n

c. Kelas C

(49)
[image:49.612.115.509.452.656.2]

Tabel 2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C [15]

Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (% fundamental)

2 2

3 30xPF rangkaian

5 10

7 7

9 5

11≤n≤39 3

d. Kelas D

Termasuk semua jenis peralatan yang dayanya dibawah 600 watt khususnya personal komputer, monitor, TV. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk mA/W dan dibatasi pada harga absolut yang nilainya diperlihatkan oleh Tabel 2.4:

Tabel 2.4. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas D [15] Harmonisa

ke-n

Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (mA/W)

Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) 75 < P < 600W P > 600W

3 3,4 2,30

5 1,9 1,14

7 1,0 0,77

9 0,5 0,40

11 0,35 0,33

13 0,296 0,21

(50)

Seperti diketahui bahwa hampir semua peralatan elektronik bekerja dengan sumber tegangan arus searah sehingga dalam operasinya dibutuhkan peralatan penyearah dan dihubungkan langsung ke sumber tegangan bolak-balik. Untuk penyearah yang gelombang arusnya terdistorsi cukup tinggi dan banyak dipakai secara bersamaan dimasukkan dalam kategori kelas D. Sementara untuk penyearah dengan arus yang terdistorsi cukup rendah dapat dimasukkan dalam kategori kelas A. Tabel 2.5 memperlihatkan batas harmonisa untuk kelas D dan penyearah dengan daya 100 watt.

Tabel 2.5. Batas arus harmonisa untuk kelas D [16]

Harmonisa ke-n Batas Kelas D untuk input 100W (A)

3 0,34

5 0,19

7 0,10

9 0,05

11 0,035

13≤n≤39 0,386/n

2.6. Filter Harmonisa

(51)

sistem. Banyak sekali cara yang digunakan untuk memperbaiki sistem khususnya meredam harmonisa yang sudah dikembangkan saat ini. Secara garis besar ada beberapa cara untuk meredam harmonisa yang di timbulkan oleh beban tidak linier yaitu diantaranya:

1. Penggunaan filter pasif pada tempat yang tepat, terutama pada daerah yang dekat dengan sumber pembangkit harmonisa sehingga arus harmonisa terjerat di sumbernya dan mengurangi peyebaran arusnya.

2. Penggunaan filter aktif.

3. Kombinasi filter aktif dan pasif.

4. Konverter dengan reaktor antar fasa, dan lain-lain.

Disamping sistem di atas dapat bertindak sebagai peredam harmonisa, tetapi juga dapat memperbaiki faktor daya yang rendah pada sistem. Jika perbaikan faktor daya langsung dipasang kapasitor terhadap sistem yang mengandung harmonisa, maka akan menyebabkan amplitudo pada harmonisa tertentu akan membesar, proses ini mengakibatkan terjadinya resonansi antara kapasitor yang dipasang dengan induktor sistem.

2.6.1. Filter pasif

(52)

Dalam beberapa kasus, reaktor saja tidak akan mampu mengurangi distorsi harmonisa arus ke tingkat yang diinginkan. Dalam kasus ini sangat diperlukan filter yang lebih baik [17].

L

C

[image:52.612.276.400.192.343.2]

Vo R

Gambar 2.14 Rangakain filter pasif [18]

(53)

alami pada sistem tenaga. Jika frekuensi baru ini di dekat frekuensi harmonisa, maka kemungkinan untuk mengalami suatu kondisi resonansi yang merugikan yang dapat mengakibatkan amplifikasi harmonisa dan kegagalan kapasitor atau induktor.

2.6.2. Filter single tune

Filter single tune (ST) adalah rangkaian R, L dan C yang dihubungkan secara seri yang ditala untuk meredam satu frekuensi harmonisa saja, umumnya memiliki karakteristik impedansi harmonisa yang rendah. Total impedansi yang diberikan adalah [19,20]:

Gambar filter single tune ditunjukkan oleh Gambar 2.15 berikut ini:

Ln

Cn

Vo

Rn

Vi

induktif kapasitif

R |Z|

R

0 1 2

2

ɷ

n

Gambar 2.15. Rangkaian filter single tune dan kurva impedansi vs frekuensi [19]

(54)

Zc Beban motor

equivalen Zm

Trafo Zt

Impedansi sumber

Zu

Filter pasif

single tune

Beban non linier

[image:54.612.182.450.108.408.2]

Sumber tenaga listrik

Gambar 2.16. Filter singletune pada saluran sistem tenaga [20]

Gambar 2.16 memperlihatkan contoh penempatan filter single tune pada jaringan distribusi tenaga listrik. Filter dipasang paralel dengan beban motor untuk mereduksi harmonisa yang dihasilkan oleh motor tersebut agar tidak masuk ke sumber.

(55)

Dimana = arus harmonisa yang diinjeksikan ke sistem, = arus yang melalui filter dan = arus yang melalui impedansi sistem.

Tegangan harmonisa yang melalui impedansi filter sama dengan tegangan harmonisa yang melalui impedansi sistem tenaga equivalen ( ) seperti dinyatakan oleh Persamaan (2.24) dan (2.25) [20]:

dan adalah nilai kompleks yang terdistribusi dari arus harmonisa pada filter dan impedansi sistem atau dapat ditulis sebagai admitansi. Rancangan filter yang baik mempunyai mendekati satu, biasanya 0,095 dan pada sistem adalah 0,05. Sudut impedansi dari dan adalah -81O dan -2,6O.

Tegangan harmonisa diusahakan nilainya serendah mungkin. Rangkaian ekuivalen pada Gambar 2.16 memperlihatkan impedansi mempunyai peranan yang penting dalam mendistribusikan arus harmonisa. Pada impedansi sistem yang tidak terbatas, maka filterisasi akan menjadi sangat baik, sehingga arus harmonisa tidak masuk ke impedansi sistem.

(56)

dibelokkan melalui filter. Dari Gambar 2.15 besarnya impedansi filter single tune pada frekuensi fundamental dapat dilihat pada Persmaan (2.26) berikut ini [21]:

Sedangkan besarnya impedansi filter single tune pada frekuensi resonansi dari Persamaan (2.26) menjadi:

Jika frekuensi sudut pada saat resonansi dirumuskan dengan Persamaan (2.28),

maka Persamaan (2.27) atau impedansi filter menjadi sebagai berikut:

Nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif saat resonansi sama besar maka impedansi filter adalah:

(57)

Dari Persamaan (2.30) terlihat bahawa pada frekuensi resonansi filter akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil daripada impedansi beban yaitu sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi resonansi yang akan dialirkan atau dibelokkan melalui filter dan tidak mengalir ke sistem. Pada dasarnya sebuah filter single tune dipasang untuk semua orde harmonisa yang akan dihilangkan. Filter ini dihubungkan pada busbar dimana pengurangan tegangan harmonisa ditentukan.

Besarnya tahanan induktor R biasanya ditentukan oleh quality faktor (Q) atau faktor kualitas. Faktor kualitas adalah kualitas listrik dari suatu induktor, dimana secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif pada frekuensi resonansi dengan tahanan R. Jika nilai Q yang dipilih besar maka nilai R kecil dan kualitas filter semakin bagus karena energi yang dipakai oleh filter semakin kecil yang artinya rugi-rugi panas filter semakin kecil [20]:

Pada frekuensi tuning reaktansi ( adalah:

Quality faktor (Q):

Tahanan induktor akan diperoleh berdasarkan Persamaan (2.33):

(58)

2.6.3. Faktor detuning

Faktor detuning atau relative frequency deviation (δ) menyatakan perubahan frekuensi dari frekuensi nominal penyetelannya. Faktor detuning berkisar antara 3-10% dari resonansi harmonisa [22,23]. Faktor detuning dapat dinyatakan sebagai berikut:

Bila temperatur menyebabkan perubahan induktansi dari induktor dan perubahan kapasitansi dari kapasitor maka faktor detuning menjadi Persamaan (2.35) dan (2.36) [24]:

Dari Persamaan (2.35) maka diperoleh frekuensi tuning:

Dimana:

(59)

2.6.4. Perancangan filter single tune

Perancangan filter single tune untuk menentukan besarnya komponen-komponen dari filter single tune tersebut, dimana filter single tune terdiri dari hubungan seri komponen-komponen pasif induktor, kapasitor dan tahanan [16,17,19]. Adapun langkah-langkah dalam merancang filter single tune untuk orde harmonisa ke-h:

a. Menentukan ukuran kapasitor Q, berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya, dimana daya reaktif kapasitor Qc dapat ditentukan dengan Persamaan (2.38) [17].

Dimana: P= beban (kW)

,

b. Menentukan reaktansi kapasitor (Xc):

Dimana, V: tegangan terminal filter c. Menentukan kapasitansi dari kapasitor (C):

(60)

d. Menentukan reaktansi induktif dari induktor ( ) pada saat resonansi seri:

dimana : orde harmonisa yang dituning.

e. Menentukan induktansi dari induktor (Ln):

f. Menentukan reaktansi karakteristik dari filter pada orde tuning:

g. Menentukan tahanan (R) dari inductor

(61)

2.6.5. Filter double tune

Rankaian dari sebuah filter double tune ditunjukkan oleh Gambar 2.17 berikut ini:

C1

L1

R1

L2

R2 C2

R3

Gambar 2.17 Rangkaian dasar filter double tune [20]

Sebuah filter double tune adalah diturunkan dari dua buah filter single tune seperti Gambar 2.18 sebagai berikut:

Ca Cb

Lb La

Rb Ra

C1

L1

R1

L2

R2 C2

R3

[image:61.612.265.368.196.360.2]

(a) (b)

(62)

Penggambaran karakteristik filter berupa hubungan antara impedansi filter (Z) versus frekuensi sudut (ω) antara dua buah filter single tune dan satu buah filter double tune ekuivalennya terlihat pada Gambar 2.19 berikut ini:

Gambar 2.19. Grafik hubungan impedansi (Z) vs frekuensi (ω) filter single tune paralel dan filter double-tune ekuivalen [20]

Dari grafik Z versus ω pada Gambar 2.19 dapat kita terlihat bahwa pemasangan 2 buah single tune secara parallel identik dengan pemasangan satu buah filter double tune dengan mengkonversikan nilai-nilai dari filter single tune menjadi double tune, namun demikian filter single tune lebih tepat karena mempunyai impedansi yang mendekati nol tepat pada frekuensi harmonisa tuning-nya. Dalam grafik tersebut juga terlihat kecuraman kurva pada kedua jenis kombinasi filter tersebut adalah sama.

(63)

Dimana:

(64)

Adapun yang menjadi keuntungan daripada dua filter single tune adalah rugi-rugi daya pada frekuensi fundamental lebih kecil dan satu induktor dari dua yang ada diberikan tegangan impulse penuh. Ketahanan isolasi filter pada reaktor L2 adalah berkurang pada saat reaktor L1 menerima tegangan impulse penuh.

2.6.6. Resonansi

Keadaan dimana reaktansi induktif XL dari sistem dan reaktansi kapasitif XC

dari kapasitor untuk perbaikan faktor daya sama besar pada suatu frekuensi harmonisa tertentu disebut resonansi. Rangkaian sistem distribusi pada umumnya adalah elemen induktif, maka adanya kapasitor yang digunakan untuk perbaikan faktor daya dapat menyebabkan siklus transfer energi antara elemen induktif dan kapasitif pada frekuensi resonansi, dimana pada frekuensi resonansi ini besarnya reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar. Kombinasi elemen induktif (L) dan kapasitif (C) dilihat dari suatu rel dimana arus harmonisa diinjeksikan oleh beban tidak linier, interaksi antara arus harmonisa dengan impedansi sistem yang terdiri dari L dan C dapat menghasilkan resonansi seri akan menghasilkan arus harmonisa yang besar melalui elemen tertentu dari rangkaian. Selain menghasilkan resonansi seri bisa juga menghasilkan resonansi paralel. Resonansi paralel ini menghasilkan tegangan yang besar pada elemen tertentu pada rangkaian.

(65)

kecil jika dilihat dari rel dimana arus harmonisa diinjeksikan sehingga menyebabkan arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan seperti terlihat pada Gambar 2.20.

Generator Transformator

Beban non linier 1

Beban non linier 2

Gambar 2.20. Arus harmonisa beban yang mengalir menuju sumber tegangan [17] Untuk memperbaiki faktor daya dapat mengubah pola aliran arus harmonisa dapat digunakan kapasitor [17], sebab arus harmonisa akan mengalir menuju impedansi terkecil dan karena pada frekuensi harmonisa reaktansi kapasitor adalah kecil dan dapat lebih kecil daripada impedansi sistem, sehingga sebagian aliran arus harmonisa akan menuju kapasitor seperti Gambar 2.21.

Generator Transformator

Beban non linier 1

Beban non linier 2 Arah arus harmonisa

secara normal

Arus harmonisa berubah arah menuju C

C

(66)

Arus harmonisa yang sebagian mengalir menuju kapasitor seperti Gambar 2.21 akan menyebabkan terjadinya panas berlebihan pada kapasitor dan dapat merusak isolasi kapasitor tersebut.

2.6.7. Resonansi seri

Rangkaian resonansi seri terdiri dari elemen-elemen R, L dan C yang terhubung secara seri seperti Gambar 2.22 [25].

jX

L

R

V

+

-jX

C

Gambar 2.22. Rangkaian resonansi seri [25]

Dari rangkaian yang diperlihatkan Gambar 2.19, dapat ditentukan impedansi seri seperti pada Persamaan 2.43, berikut ini:

Arus dalam rangkaian:

(67)

Jika reaktansi , maka rangkaian dikatakan mengalami resonansi, sehingga Persamaan (2.44) menjadi:

Pada saat resonansi:

Persamaan (2.51) menjadi:

Persamaan (2.54), memperlihatkan bahwa impedansi total rangkaian hanya terdiri dari R saja yang relatif kecil, sehingga arus yang mengalir menjadi besar pada kondisi resonansi seri ini. Dari persamaan (2.5

Gambar

Gambar 2.3 Struktur IGBT [10]
Gambar 2.10.  Bentuk gelombang tegangan dan arus penyearah PWM pada setengah siklus positif [11]
Tabel 2.2. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B [15]
Tabel 2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C [15]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah bagi pedagang Tradisional dipasar Melati

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana merancang sebuah layanan sistem informasi yang dapat memberikan informasi terbaru terkait barang yang menjadi

Teachers’ attitude aspect consist of teachers' punctuality and how wise the. teachers are in responding the

bekerja di sektor infomal yang belum mendaftar dalam program BPJS. Ketenagakerjaan, ini dikarenakan kurangnya pengetahuan

Hak warga negara untuk memilih dan dipilih ( right to vote and right to be candidated ) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka

Sebagai lembaga pendidikan profesional Politeknik Ubaya menyiapkan lulusannya menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi memadai sesuai bidangnya agar siap

Standar pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. sebagai landasan

Pemeriksaan yang penting dalam kasus ini adalah pemeriksaan abdomen yang dilakukan melalui inspeksi pada abdomen dan jahitan post SC, periksa pengeluaran lokhea,