v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan, sehingga tepat pada waktunya saya dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk saya menyelesaikan laporan penelitian ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1) Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2) Dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK, selaku ketua program studi pendidikan
dokter dan untuk semua dosen saya, yang telah begitu banyak membimbing
dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani
masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah.
3) Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed dan dr. Dyah Ayu Woro, M.Biomed selaku
dosen pembimbing, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam menyusun dan
menyelesaikan laporan penelitian ini.
4) dr. Devy Ariany, M.Biomed dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penguji
laporan penelitian yang telah memberikan waktunya untuk menguji laporan
penelitian saya dan memberikan arahan yang baik dalam pengujian
kelayakan laporan penelitian yang saya buat.
5) Ayahanda Drs. H. Abd. Shomad dan Ibunda Dra. Hj. Siti Atiah yang dengan
cinta kasihnya selama ini, pengorbanan tanpa pamrih, doa dan harapannya
yang baik. Terima kasih atas segala kebaikan dan pelajaran yang telah
vi
6) Seluruh keluarga besar di Bekasi, terima kasih banyak atas dukungan materil
dan moril yang tidak ternilai harganya, semoga saya dapat membanggakan
keluarga besar kelak.
7) Teman-teman kelompok riset Syifa, Farah, Seflan dan Asmie. Terima kasih
atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan laporan penelitian ini,
banyak cerita suka dan duka yang kita lalui bersama dalam penyelesaian
laporan penelitian ini.
8) Staf LIPI, BALITRO, (iRATco), Laboratorium Patologi Anatomi FK UI
Jakarta, yang telah membantu dalam proses penelitian.
9) Teman-teman PSPD UIN 2011, Official CIMSA UIN 2013-2014, SCOPE
CIMSA UIN dan BEMJ Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terima kasih telah menjadi tempat ternyaman untuk bercerita dan bertegur
sapa selama di kampus. Banyak pengalaman yang kalian berikan untuk saya.
10)Seluruh teman-teman saya dari Madrasah Pembangunan & SMA Negeri 29
Jakarta, yang telah memberikan warna dalam perjalanan hidup saya hingga
saat ini.
Ciputat, 1 September 2014
vii
ABSTRAK
Audi Fikri Aulia. Program Studi Pendidikan Dokter. Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 10 Detik Dengan Plat Besi).
Pendahuluan: Daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) diduga memiliki senyawa flavonoid dan saponin yang dapat membantu proses penyembuhan luka. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40% pada proses pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley. Metode: 25 tikus Sprague dawley dibagi menjadi 5 kelompok penelitian: Kontrol (-), Kontrol (+), dan kelompok pemberian terapi ekstrak salep daun binahong dengan konsentrasi 10% (P1), 20% (P2), dan 40% (P3) untuk melihat gambaran mikroskopik berupa jumlah sel fibroblas, pembentukan deposisi kolagen, dan neovaskularisasi. Luka bakar dibuat dengan menempelkan plat besi panas (diameter 4x2 cm2) pada bagian punggung tikus dengan waktu 10 detik. Hasil: Jumlah sel fibroblas lebih banyak pada kelompok P3 (p=0,000), deposit kolagen lebih banyak pada kelompok kontrol (+) (p=0,001), dan neovaskularisasi lebih banyak pada kelompok kontrol (+) (p=0,007). Kesimpulan: Ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki pengaruh terhadap pembentukan jaringan granulasi terutama dalam peningkatan jumlah sel fibroblas.
viii
ABSTRACT
Audi Fikri Aulia. Medical Education Study Programe. The Effect of Binahong Leaf Exctract Oinment (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) to Granulation on Burnt Lesion of Sprague dawley Rats (Priliminary Studies Burnt Lesion Exposure 10 Seconds with Iron Plate).
Background: (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) is thought to have a role in wound healing by its flavonoid and saponin. Objective: The purpose of this study was to see the effect of binahong leaf extract oinmentin 10%, 20%, and 40% concentration on granulation tissue formation in burns Sprague dawley rat. Method: 25 Sprague dawley rats which divided into 5 groups: Control (-), Control (+), and treatment groups with concentration 10% (P1), 20% (P2), and 40% (P3) of binahong leaf extract oinment were miscroscopically examined for the number of fibroblast, density of collagen, and neovascularization. Burns were made using hot metal plate (diameter 4x2 cm2) in 10 seconds over lower back. Result: the number of fibroblast were highest in P3 group (p=0,000). Collagen deposit is highest in Control (+) group (p=0,001), neovascularization is highest in Control (+) group (p=0,007). Conclusion: Anredera cordifolia (Tenore) Steenis extract has role in granulation on burns lesion especially increasing the number of fibroblasts.
x
2.1.7 Proses Penyembuhan Luka ……… 13
2.1.8 Tujuan Pengobatan Luka Bakar ……….. 15
2.1.9 Ekstrak dan Ekstraksi ……… 15
2.1.9.1 Ekstrak ………. 15
2.1.9.2 Ekstraksi ……….. 16
2.2 Kerangka Teori ... 16
2.3 Kerangka Konsep ………. 17 2.4 Definisi Operasional ………... 18 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ………. 20
3.1 Desain Penelitian ……….. 20
3.6 Adaptasi dan Pemelihaaan Hewan Sampel ………. 23
3.7 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak ………. 23
3.8 Perlakuan Luka Bakar Pada Tikus ………... 24
3.9 Cara Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong ………. 25
3.10 Pengambillan Jaringan ………. 25
3.11 Pengamatan Histopatologi ……… 26
3.12 Manajemen Analisis Data Pembentukan Jaringan Granulasi …... 27
xi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………….………... 29
4.1 Gambar Makroskopik ……..………... 29
4.2 Gambar Mikroskopik ……….. 29
4.2.1 Sel Fibroblas ……….. 29
4.2.2 Deposit Kolagen ……… 32
4.2.3 Neovaskularisasi ……….... 35
BAB 5. PENUTUP ………. 38
5.1 Kesimpulan ………... 38
5.2 Saran ………... 39
DAFTAR PUSTAKA ……… 40
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Definisi Operasional ………. 18
Tabel 4.1 Rerata Jumlah Sel Fibroblas ……….………. 30
Tabel 4.2 Hasil Analisis Post HocSel Fibroblas ……… 31
Tabel 4.3 Rerata Jumlah Deposit Kolagen …………..………... 32
Tabel 4.4 Hasil Analisis Post HocDeposit Kolagen .…….……… 33
Tabel 4.5 Rerata Jumlah Neovaskularisasi …………..………... 35
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Daun Binahong ………...…... 6
Gambar 2.2 Lapisan Kulit ………...……….. 8
Gamar 2.3 Lapisan Pada Epidermis ... 9
Gambar 2.4 Kerangka Teori ………. 16
Gambar 2.5 Kerangka Konsep ……….. 17
Gambar 4.1 Gambar Makroskopik Luka Bakar ……….……... 29
Gambar 4.2 Sel Fibroblas Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar …...………… 29
Gambar 4.3 Grafik Rerata Jumlah Sel Fibroblas ……… 31
Gambar 4.4 Deposit Kolagen Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar ………… 32
Gambar 4.5 Grafik Rerata Jumlah Deposit Kolagen ……….………… 34
Gambar 4.6 Neovaskularisasi Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar ………… 35
Gambar 4.7 Grafik Rerata Jumlah Neovaskularisasi ……….………… 37
Gambar 6.1 Daun Binahong Setelah Dikeringkan ……… 46
Gambar 6.2 Penimbangan Ekstrak Kental Daun Binahong ……….. 46
Gambar 6.3 Pembagian Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong ……….. 46
Gambar 6.4 Proses Pembuatan Luka Bakar ……… 47
Gambar 6.5 Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong ……….. 47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Hasil Determinasi ……….…... 43
Lampiran 2 Surat Pembuatan Ekstrasi ………. 44
Lampiran 3 Surat Keterangan Sehat Tikus ……….. 45
Lampiran 4 Gambar Pembuatan Salep……… 46
Lampiran 5 Gambar Perlakuan Luka Bakar ……….. 47
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kasus luka bakar merupakan masalah yang serius di masyarakat, menurut
data World Health Organization (WHO) terdapat 195.000 kematian pertahun
yang disebabkan karena kasus luka bakar.1 Lebih dari 95% kasus luka bakar
terjadi pada negara dengan jumlah pendapatan ekonomi rendah dan menengah.
Pada wilayah Asia Tenggara, kasus luka bakar memiliki jumlah lebih dari
setengah total kasus luka bakar di dunia.1 WHO juga menyebutkan kelompok
anak dengan usia dibawah 5 tahun dan orang tua dengan usia lebih dari 70 tahun
memiliki tingkat kematian akibat luka bakar lebih besar.1 Sedangkan menurut
data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, terdapat jumlah
prevalensi kasus luka bakar yang ditemukan di Indonesia sebesar 2,2 %.2
Luka bakar memiliki klasifikasi yang berbeda berdasarkan mekanisme dan
penyebabnya. Luka bakar termal dapat disebabkan karena jaringan kulit terkena
paparan berupa benda panas, cairan panas, arus listrik, atau karena paparan zat
kimia. Sedangkan luka bakar inhalasi dapat disebabkan karena adanya gas panas
atau gas kimia berbahaya yang terhirup oleh saluran pernafasan.1 Luka bakar juga
memiliki klasifikasi berdasarkan derajat kedalaman luka yang terbagi menjadi
luka bakar derajat I, luka bakar derajat II dan luka bakar derajat III.3
Pada saat kulit mengalami luka, akan terjadi salah satu proses
penyembuhan luka yaitu berupa pembentukan jaringan granulasi. Jaringan
granulasi merupakan proses pembentukan jaringan ikat baru yang kaya akan
vaskular yang terdiri dari sel leukosit, sel fibroblas, dan pembentukan pembuluh
darah baru.4 Jaringan granulasi mulai terbentuk pada saat hari pertama kulit
mengalami luka hingga minggu ke empat.4
Penanganan luka bakar telah banyak dilakukan dengan pengobatan secara
medikamentosa. Namun ada juga pengobatan alternatif berupa pengobatan herbal
Steenis) adalah tanaman asli yang berasal dari negara Amerika Selatan.
Tanaman ini memiliki penyebaran hingga ke benua Afrika, Australia, Eropa dan
Amerika Utara.5
Pada tahun 2012, Isnatin melakukan penelitian terhadap 30 ekor marmut
yang dikelompokan secara acak menjadi 5 kelompok, lalu kelompok marmut
diberikan luka eksisi yang kemudian diberikan perlakuan yang berbeda setiap
kelompok. Pada hasil uji statistik didapatkan kelompok marmut yang diberikan
terapi ekstrak daun binahong 20% dan 40% memiliki hasil yang bermakna, jika
dibandingkan kelompok kontrol positif berupa povidone iodine dan kontrol
negatif berupa olesan aquades (p=0,001).6
Oleh karena itu peneliti tertarik dalam meninjau lebih dalam lagi tentang
manfaat dari daun binahong dalam membantu pembentukan jaringan granulasi
pada luka bakar. Pada penelitian ini peneliti menggunakan hewan percobaan
berupa tikus Sprague dawley. Tikus diberikan perlakuan luka bakar dengan studi
pendahuluan berupa paparan luka bakar 10 detik menggunakan plat besi.
Kemudian diberikan terapi pengobatan berupa salep ekstrak daun binahong, untuk
selanjutnya dilakukan uji histopatologi pada luka bakar tikus Sprague dawley.
Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan penelitian mengenai
pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steenis) terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague
dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).
1.2Rumusan Masalah
Apakah salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steenis) memiliki pengaruh terhadap pembentukan jaringan granulasi yang terdiri
dari jumlah sel fibroblas, kepadatan deposit kolagen dan neovaskularisasi pada
luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10
3
1.3Hipotesis
Salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
memiliki pengaruh terhadap pembentukan jaringan granulasi yang terdiri dari
jumlah sel fibroblas, kepadatan deposit kolagen dan neovaskularisasi pada luka
bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik
dengan plat besi)
1.4Tujuan Penelitian
1.4.1Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Stennis) terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar
tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik
dengan plat besi).
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memiliki jumlah sel
fibroblas paling banyak setelah dilakukan paparan luka bakar 10 detik
dengan plat besi yang diberikan terapi berupa salep ekstrak binahong 10%,
20%, 40%, kontrol positif (silver sulfadiazine), kontrol negatif (salep tanpa
ekstrak).
Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memiliki jumlah deposit kolagen paling banyak setelah dilakukan paparan luka bakar 10 detik dengan
plat besi yang diberikan terapi berupa salep ekstrak binahong 10%, 20%,
40%, kontrol positif (silver sulfadiazine), kontrol negatif (salep tanpa
ekstrak).
Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memiliki jumlah
neovaskularisasi paling banyak setelah dilakukan paparan luka bakar 10
detik dengan plat besi yang diberikan terapi berupa salep ekstrak binahong
10%, 20%, 40%, kontrol positif (silver sulfadiazine), kontrol negatif (salep
1.5Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti:
Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program
sarjana kedokteran.
Sebagai pengalaman melakukan penelitian histopatologi.
Peneliti mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap pembentukan
jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sparague dawley (studi
pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).
b. Bagi Institusi:
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka
bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka
bakar 10 detik dengan plat besi).
c. Bagi Keilmuan:
Dapat dijadikan bahan refrensi bagi peneliti yang tertarik melakukan
penelitian histopatologi.
d. Bagi Sosial:
Menambah pengetahuan masyarakat tentang manfaat daun binahong
yang berfungsi sebagai obat herbal untuk kesehatan.
Dapat dikembangkan menjadi obat herbal dalam bentuk sediaan salep
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tanaman Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) atau biasa disebut dengan
binahong merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Amerika Selatan
khususnya di negara Argentina, Bolivia, Brazil, Paraguay, dan Uruguay.
Tanaman ini tumbuh baik pada iklim tropis dan subtropis.5 Di Indonesia sendiri
keberadaan tanaman ini cukup baik karena pengaruh iklim Indonesia yang
tropis. Tanaman ini memiliki pertumbuhan hingga ketinggian 4-5 meter.7
Temperatur optimal untuk tanaman ini antara 10-30˚C dengan kelembapan yang
ideal 70-80%.Tanah yang baik untuk tanaman ini adalah tanah lembab, humus
cukup, jumlah air dan udara baik. Tanaman ini tumbuh pada awal tahun dan
pertengahan tahun yaitu pada bulan Januari dan Juli.7
Menurut klasifikasi botani, tanaman binahong adalah sebagai berikut8:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Super divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Caryophyllidae
Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus : Anredera
Tanaman binahong memiliki daun dengan panjang 5-10 cm, lebar 3-7
cm, berwarna hijau, berbentuk runcing pada bagian ujung dan berlekuk pada
bagian pangkal, bertekstur lunak dengan tepi rata dan permukaan licin.9
Berikut ini gambar morfologi tanaman binahong:
Gambar 2.1 Daun Binahong
(Sumber: Dokumentasi Foto Audi Fikri Aulia Copyright. 2014)
Ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki
kandungan senyawa bioaktif seperti flavonoid, senyawa flavonoid dalam daun
binahong bersifat sebagai antioksidan10. Flavonoid juga memiliki manfaat
dalam meningkatkan jumlah sel fibroblas.11 Kandungan daun binahong lainnya
adalah saponin, saponin memiliki derivat quercetin yang berfungsi untuk
menstimulasi pembentukan pembuluh darah12. Saponin juga memiliki manfaat
dalam meningkatkan jumlah sel fibroblas dan juga menstimulasi pembentukan
kolagen.13 Pembentukan kolagen juga dipengaruhi oleh kandungan vitamin C
7
2.1.2 Fungsi Kulit
Kulit adalah organ terbesar yang melapisi permukaan terluar tubuh dan
membatasi antara lingkungan luar dengan lingkungan dalam tubuh manusia.
Kulit merupakan organ tubuh manusia yang memiliki luas paling besar, dengan
jumlah proporsi sebesar 15-20% berat tubuh.15 Kulit memiliki beberapa fungsi,
antara lain16 :
Melindungi kulit dari abrasi mekanik berupa gesekan dari luar tubuh,
serta melindungi tubuh manusia terhadap masuknya mikroorganisme
yang berasal dari luar tubuh manusia.
Sebagai indera peraba, yang berfungsi merasakan sifat suatu bentuk
dari benda dan dapat merasakan respon dari luar tubuh berupa suhu,
sentuhan, nyeri dan tekanan.
Mengatur pengeluaran air, garam dan zat sisa organik lainnya yang
dikeluarkan dalam bentuk keringat dan juga mencegah hilangnya
cairan tubuh secara berlebihan.
Sebagai pembentukan vitamin D dalam tubuh, vitamin D dalam tubuh
manusia dapat di produksi dengan cara bantuan sinar matahari.
2.1.3 Lapisan Kulit
2.1.3.1 Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang terdiri dari epitel berlapis
gepeng, sel melanosit, sel langerhans dan sel merkel. Epidermis memiliki tebal
yang berbeda-beda berdasarkan posisi letaknya di tubuh. Lapisan epidermis
yang paling tebal pada tubuh manusia terletak pada bagian telapak tangan dan
Gambar 2.2 Lapisan Kulit
(Sumber: Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. 2009)
A.)Lapisan pada epidermis
1. Stratum Korneum
Stratum korneum adalah lapisan terluar dari epidermis, lapisan ini terdiri
dari 15-20 sel-sel gepeng berkeratin tanpa inti. Lapisan keratin dapat
mengalami pengelupasan pada kulit lapisan terluar karena adanya gesekan
dari permukaan kulit bagian luar tubuh.17
2. Stratum Lusidum
Stratum lusidum biasanya terdapat pada bagian kulit yang tebal dan tidak
tampak pada kulit tipis. Lapisan ini memiliki tidak memiliki inti, tampak
menyatu dan homogen. Lapisan ini terdiri atas filamen berkeratin padat.17
3. Stratum Granulosum
Stratum granulosum terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang intinya
berada ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung kandungan protein yang
kaya akan histidin.17
Epidermis
Dermis
9
4. Stratum Spinosum
Stratum spinosum memiliki lapisan yang tebal, terdiri atas beberapa lapisan
sel yang besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Pada lapisan ini
terdapat susunan filamen yang dinamakan tonofibril, filamen tersebut
memiliki fungsi untuk melindungi kulit terhadap efek abrasi.17
5. Stratum Germinativum
Stratum germinativum adalah lapisan terdalam pada bagian epidermis.
Lapisan ini terdiri atas sel selapis kuboid yang tersusun berderet di atas
membran basal. Lapisan ini berfungsi untuk melakukan pembaharuan sel
epidermis secara berkala setiap 28 hari.17
Gambar 2.3 Lapisan Pada Epidermis
(Sumber: Gerard J.Tortora, Priciples of Anatomy And Physiology 12th Edition. 2009) Stratum Korneum
Stratum Lusidum
Stratum Granulosum
Stratum Spinosum
2.1.3.2Dermis
Lapisan ini terletak di bawah lapisan dermis, terdiri atas jaringan ikat
yang menyokong lapisan epidermis. Selain itu dermis juga berfungsi sebagai
penyuplai nutrisi pada kulit. Dermis terdiri atas 2 lapisan, yaitu:
1. Lapisan papilar dermis
Lapisan papilar dermis memiliki papil-papil yang menonjol ke bagian
epidermis. Lapisan ini memiliki jaringan ikat longgar yang terdiri dari sel
fibroblas. Papil pada lapisan ini mengandung pembuluh darah yang disebut
dengan papil vaskular, sedangkan sebagian papil mengandung badan akhir
saraf yang disebut papil saraf.17
2. Lapisan retikular dermis
Lapisan retikular dermis terdiri atas jaringan ikat yang mengandung serat
kolagen dan serat elastin. Serat-serat kolagen tersusun menyilang dan
diantaranya terdapat serat elastin, serat kolagen tersebut berfungsi
mengikat bagian dermis pada epidermis. Lapisan retikular dermis juga
mengandung beberapa derivat dari epidermis seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.17
2.1.3.3Hipodermis
Lapisan ini terletak di bawah lapisan dermis. Hipodermis merupakan
jaringan ikat longgar yang memiliki banyak kandungan lemak. Hipodermis
berfungsi sebagai penyokong agar suplai darah dari dalam tubuh bisa sampai
ke bagian dermis dan epidermis. Terdapat badan Vater-Pacini yang berfungsi
11
2.1.4Penyebab Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan karena paparan sumber panas seperti api, benda panas, air
panas, dan bahan kimia.3,19 Secara garis besar, luka bakar dapat disebabkan
karena:
Api atau benda panas:
1. Paparan api langsung: Terdapat paparan langsung antara kulit dengan api
yang menimbulkan cedera langsung pada area tubuh yang mengalami luka.
2. Paparan benda panas: Terdapat paparan langsung antara bagian kulit yang
terkena dengan benda panas, yang menyebabkan adanya luka bakar terbatas
pada area tubuh yang mengalami paparan.3,19
Air panas atau bahan kimia:
1. Terdapat paparan langsung antara kulit dengan air panas yang dipengaruhi
oleh suhu air panas dan lamanya kontak dengan kulit sehingga menimbulkan
cedera pada area tubuh yang mengalamai paparan.
2. Terdapat paparan langsung antara kulit dengan bahan kimia yang
dipengaruhi oleh jenis zat kimia dan lamanya kontak dengan kulit.3,19
Uap panas dan gas panas:
Luka bakar karena uap dan gas panas sering terjadi pada daerah industri atau
pabrik yang terdapat mesin-mesin penghasil uap dan gas panas. Uap dan gas
panas yang terhirup oleh hidung dapat menimbulkan cedera luas pada saluran
2.1.5Derajat Luka Bakar
Luka bakar dapat di golongkan menjadi beberapa derajat, tergantung
dari kedalaman jaringan yang mengalami luka, yaitu20,21 :
Derajat I:
Pada luka derajat I, kerusakan atau kehilangan jaringan hanya terjadi pada
bagian permukaan kulit, yaitu pada bagian epidermis. Pada saat terjadi luka
bakar derajat I, kulit akan terlihat kemerahan, tidak terdapat bula dan sedikit
nyeri. Luka bakar ini dapat sembuh dalam waktu 7 hari.
Derajat II:
Pada luka derajat II, kerusakan atau kehilangan jaringan terjadi pada bagian
epidermis dan juga dermis. Pada saat terjadi luka bakar derajat II, kulit akan
terdapat bula, sedikit edem dan terasa nyeri berat. Luka bakar ini dapat
sembuh dalam waktu 21 hari.
Derajat III:
Pada luka derajat III, kerusakan atau kehilangan jaringan terjadi pada seluruh
bagian kulit yaitu bagian epidermis, dermis, dan jaringan hipodermis. Pada
luka bakar derajat III, kulit mengalami kerusakan yang cukup luas.. Gejala
pada luka ini tidak memiliki bula ataupun rasa nyeri. Untuk menumbuhkan
kembali lapisan kulit yang mengalami luka bakar derajat III, perlu dilakukan
pencangkokan kulit.
2.1.6Jaringan Granulasi
Jaringan granulasi merupakan jaringan ikat dengan vaskularisasi yang
banyak. Jaringan ini terbentuk secara normal saat kulit mengalami luka yang
secara perlahan membantu proses penyembuhan luka. Pada bagian kulit yang
13
jumlah sel fibroblas, penebalan deposit kolagen dan pembentukan pembuluh
darah baru.15
Sel fibroblas adalah unsur utama dalam proses penyembuhan luka di
bagian kulit. Pada pembentukan jaringan granulasi, sel fibroblas akan masuk
kedalam luka dan secara perlahan membantu proses penyembuhan pada bagian
kulit yang mengalami kerusakan. Pada saat terjadi luka, sel inflamasi secara
normal juga akan muncul pada pembentukan jaringan granulasi sebagai respon
yang ditimbulkan akibat adanya luka. Pada pembentukan jaringan granulasi
juga akan terjadi perbaikan sel endotel pembuluh darah yang rusak, untuk
kemudian digantikan dengan pembuluh darah yang baru. Sehingga sirkulasi
darah pada jaringan yang rusak bisa kembali normal.15
2.1.7Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka merupakan proses ketika jaringan mengalami
perbaikan yang terdiri dari proses yang kompleks. Penyembuhan luka dimulai
dengan adanya reaksi inflamasi, kemudian diikuti dengan proses terjadinya
infiltrasi antara sel epitel, sel endotel, sel fibroblas dan sel inflamasi yang secara
perlahan-lahan memperbaiki fungsinya untuk kembali normal.22
Penyembuhan pada kulit yang mengalami luka dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1.Fase Inflamasi
Fase inflamasi dimulai ketika kulit mengalami paparan pertama kali
dengan agen yang menyebabkan terjadi luka pada kulit. Pada fase ini terdapat
dua tahapan yang akan terjadi, yaitu fase vaskular dan fase selular. Pada fase
vaskular akan dimulai dengan terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
fase ini terjadi untuk memperlambat aliran darah agar tidak sampai ke bagian
kulit yang mengalami luka, sehingga nantinya akan terjadi pembekuan darah
Setelah terjadi koagulasi darah, selanjutnya akan muncul mediator
inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan serotonin yang kemudian
berikatan dengan protein pengikat seperti fibrinogen.Yang nantinya dengan
bantuan trombin fibrinogen akan dirubah menjadi benang-benang fibrin yang
secara perlahan akan membentuk bekuan pada bagian kulit yang terkena
luka.22
Selanjutnya pada fase inflamasi juga terdapat fase selular, pada fase
ini leukosit, neutrofil dan monosit akan menuju ke bagian kulit yang
mengalami luka, yang sebelumnya pada luka tersebut sudah terjadi bekuan
oleh fibrin. Neutrofil nantinya akan mengeluarkan zat sitokin sebagai sinyal
kemoktasis untuk menarik sel-sel leukosit lain agar berpindah ke bagian kulit
yang mengalami luka untuk mencegah terjadinya infeksi pada daerah luka.
Kemudian monosit akan berubah menjadi makrofag yang berguna untuk
membersihkan debris-debris yang terdapat pada luka yang disebabkan oleh
agen penyebab luka.22
2.Fase Proliferasi
Fase proliferasi terjadi setelah agen penyebab luka sudah dihilangkan
dan tidak ada infeksi pada daerah luka. Selanjutnya pada fase ini akan terjadi
pembentukan jaringan granulasi pada bagian luka. Pada pembentukan
jaringan granulasi akan terjadi peningkatan jumlah sel fibroblas dan
pembentukan pembuluh darah baru. Sel fibroblas akan mengalami proliferasi
karena adanya bantuan dari matriks ektraseluler berupa fibronektin dan
sitokin, kemudian sel-sel fibroblas yang telah berproliferasi akan menuju ke
permukaan luka yang sebelumnya sudah terjadi pembekuan oleh
benang-benang fibrin pada fase inflamasi.22
Pada fase proliferasi, secara perlahan sel fibroblas yang terdapat pada
permukaan luka juga akan menghasilkan serat kolagen baru. Serat kolagen
yang memiliki bentuk tidak beraturan akibat kulit mengalami luka nantinya
15
Tetapi jumlah kolagen yang dihasilkan tidak akan berlebihan, melainkan
hanya akan dibutuhkan secukupnya, menyesuaikan dengan seberapa luas luka
yang terbentuk. Serat kolagen yang terbentuk nantinya akan menutup bagian
permukaan kulit yang mengalami luka yang diperkuat perlekatannya oleh
bantuan fibronektin. Pada fase proliferasi juga akan terjadi pembentukan
pembuluh darah baru yang terbentuk karena bantuan dari VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor).22
3.Fase Maturasi
Fase ini adalah tahap akhir pada saat proses penyembuhan luka.
Setelah jaringan granulasi terbentuk pada fase proliferasi, nantinya jaringan
granulasi tersebut akan berubah menjadi jaringan parut. Pada fase ini sel-sel
epitel permukaan dibagian tepi dari luka secara perlahan akan melakukan
regenerasi. Kemudian jaringan parut dibawah permukaan luka akan
mengalami pematangan dan secara bersamaan sel-sel epitel yang rusak bisa
kembali normal dan kulit yang mengalamai luka dapat kembali sembuh.22,23
2.1.8Tujuan Pengobatan Luka Bakar
Menghambat dan mencegah masuknya bakteri ke dalam jaringan yang
mengalami luka seminimal mungkin.
Menjaga pembentukan sel epitel dan jaringan granulasi yang terbentuk pada kulit yang mengalami luka bakar.
Mempercepat proses penyembuhan dan memperkuat jaringan yang
mengalami luka bakar.19
2.1.9 Ekstrak dan Ekstraksi
2.1.9.1 Ekstrak
Ekstrak adalah bentuk sediaan pekat dari suatu simplisia atau suatu bahan
yang di ekstraksi yang berasal dari proses penyaringan dengan menggunakan
nantinya akan mengalami proses penguapan hingga tersisa serbuk atau massa
yang memiliki kandungan zat aktif yang disebut dengan ekstrak.24
2.1.9.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan zat aktif dari simplisia atau
suatu bahan yang berbentuk padat ataupun dalam bentuk cair yang dicampur
dengan bantuan pelarut yang telah disesuaikan. Sehingga nantinya akan terjadi
pemisahan antara zat aktif dengan simplisia. Pelarut yang digunakan dalam
proses ekstraksi antara lain adalah etanol, metanol dan aseton.24
2.2Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Teori Ekstrak Daun Binahong
Terdapat senyawa bioaktif
Vehiculum
Saponin
Membantu pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar
Penyembuhan luka bakar lebih cepat pada kulit
Deposit Kolagen Flavonoid
Peningkatan Sel Fibroblas
Vitamin C
17
2.3Kerangka Konsep
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Salep ekstrak daun
binahong dengan berbagai konsentrasi ekstrak sebesar
10%, 20%, dan 40%
Pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar
tikus Sprague dawley
Neovaskularisasi Peningkatan
sel fibroblas
Peningkatan kepadatan deposit kolagen
Kulit tikus Sprague dawley
2.4Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
19
No. Variabel Definisi
20
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain
penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan evaluasi histopatologi untuk
melihat pengaruh ekstrak daun binahong terhadap pembentukan jaringan
granulasi yang meliputi penghitungan sel fibroblas, deposit kolagen dan
neovaskularisasi pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama
paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan proses determinasi tanaman di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Jawa Barat. Kemudian dilakukan
pembuatan ekstraksi daun binahong di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat (BALITRO) Bogor, Jawa Barat. Pembuatan salep ekstrak daun binahong
dilakukan di Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk perlakuan terhadap hewan percobaan dilakukan di Animal House FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses pembuatan preparat dilakukan di
Laboratorium Patologi Anatomi FK UI, Jakarta. Setelah itu dilakukan
pengamatan preparat di Laboratorium Histologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – April tahun 2014.
3. 3 Bahan Uji
Sebanyak 4 kg daun binahong yang digunakan dalam penelitian ini
didapatkan dari penjual tanaman obat di daerah Palmerah, Jakarta. Daun dipilih
yang tidak terlalu muda dan tua, kemudian setelah itu dibersihkan. Kemudian
daun didetermiasi terlebih dahulu, determinasi dilakukan untuk mengurangi
21
diuji benar adalah spesies Anredera cordifolia (Tenore) Steenis. (Lampiran 1)
Kemudian daun binahong sebanyak 4 kg dilakukan pengeringan dibawah sinar
matahari dan didapatkan daun kering sebesar 535 gram (Lampiran 4). Kemudian
setelah itu daun dilakukan proses ekstraksi di BALITRO, Bogor. (Lampiran 2)
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah tikus strain Sprague dawley yang
didapatkan dari penyedia hewan coba (iRATCo) yang sudah disertakan dengan
surat keterangan sehat dari Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor (IPB). (Lampiran 3)
3.4.1 Besar Sampel
Pada peneltian ini terdapat 5 kelompok perlakuan. Untuk menentukan besar
sampel yang dibutuhkan pada setiap kelompok perlakuan, digunakan rumus
Faderer :
(N-1) (T-1) ≥ 15 , dengan N= Jumlah sampel dan T= jumlah kelompok.
(N-1) (5-1) ≥ 15
(N-1) (4) ≥ 15
(N-1) ≥ 15/4
N -1 ≥ 3,75
N ≥ 4,75 (bulatkan 5)
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimial yang
diperlukan adalah 5 tikus untuk masing-masing kelompok perlakuan.
3.4.2 Kriteria Inklusi
Tikus Sprague dawley jenis kelamin jantan, kondisi sehat, usia 12 minggu, berat
3.4.3 Kriteria Eksklusi
Tikus Sprague dawley yang mengalami bekas luka di daerah dorsal atau
memiliki kelainan kulit lainnya.
3.4.4 Pembagian Kelompok Sampel
Terdapat 5 kelompok tikus pada penelitian ini, kelompok 1 (P1) adalah tikus
yang diberikan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 10%, kelompok 2 (P2)
adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 20%,
kelompok 3 (P3) adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun binahong
konsentrasi 40%, kelompok 4 (K+) adalah kelompok yang diberikan salep
silversulfadiazine, kelompok 5 (K-) adalah kelompok yang diberikan salep
mengandung adeps lanae dan vaseline album tanpa campuran ekstrak daun
binahong.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat Penelitian
1. Kandang tikus
2. Tempat minum dan makanan tikus
3. Serbuk kayu untuk tikus
4. Sabun dan alat pembersih kandang tikus
5. Head collar yang terbuat dari kertas rontgen
6. Plat besi berukuran 4x2 cm dan benang kasur
7. Toples untuk anastesi
8. Alat bedah minor dan pisau cukur
9. Gelas dan alat pemanas air
10. Lumpang dan alu
11. Timbangan elektronik
12. Sarung tangan
13.Termometer
23
3.6 Adaptasi dan Pemeliharaan Hewan Sampel
Setelah tikus strain Sprague dawley yang berasal dari penyedia hewan
coba (iRATCo) sampai di kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tikus
ini dilakukan adaptasi di Animal House selama 7 hari. Tikus ini dipelihara dengan
baik dengan memperhatikan kondisi kandangnya, serta tikus ini diperhatikan juga
pemberian makanan dan minuman yang diberikan secara teratur pada semua
kelompok tikus
3.7 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak
Setelah daun binahong telah dilakukan proses pembuatan ekstrak di
BALITRO, Bogor. Tahap selanjutnya, ekstrak daun binahong akan dijadikan
sediaan salep dengan cara ditambahkan basis berupa adeps lanae dan vaselin
album. Proses pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmasi, FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Ekstrak daun binahong pertama-tama panaskan
lumpang dan alu didalam oven dengan suhu 500C agar panas dan meminimalisir
adanya mikroorganisme yang menempel pada lumpang dan alu. Kemudian
keluarkan lumpang dan alu dari oven. Masukkan adeps lanae terlebih dahulu
kedalam lumpang kemudian aduk secara perlahan sampai rata, kemudian
tambahkan vaselin album kedalam lumpang lalu diaduk secara perlahan dengan
gerakan tangan mengaduk secara konstan sehingga campuran adeps lanae dan
vaseline album homogen. Selanjutnya tambahkan ekstrak daun binahong sesuai
Formula standar dasar salep menurut Agoes Goeswin (2006)25 ialah:
R/ Adeps Lanae 15 g
Vaselin Album 85 g
m.f salep 100 g
Sediaan salep yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas campuran adeps
lanae dan vaseline album dengan penambahan konsentrasi daun binahong yang
berbeda, yaitu konsentrasi 10%, 20%, dan 40% . (Lampiran 4)
a. salep ekstrak daun binahong 10 %
R/ Ekstrak daun binahong 3 g
Dasar salep 27 g
m.f salep 30 g
b. salep ekstrak daun binahong 20%
R/ Ekstrak daun binahong 6 g
Dasar salep 24 g
m.f salep 30 g
c. salep ekstrak daun binahong 40%
R/ Ekstrak daun binahong 12 g
Dasar salep 18 g
m.f salep 30 g
.
3.8 Perlakuan Luka Bakar Pada Tikus
Sebelum melakukan perlakuan pada tikus, rambut disekitar punggung
tikus dicukur menggunakan pisau cukur dan ketika melakukan pencukuran
diberikan gel khusus pencukur bulu. Gel ini bertujuan untuk meminimalkan
adanya iritasi yang disebabkan oleh pisau cukur. Setelah rambut tikus pada bagian
punggung sudah tercukur, tahap selanjutnya tikus akan dianastesi. Selanjutnya
25
dilakukan selama 10 detik. Setelah tikus teranastesi, proses selanjutnya bagian
punggung tikus akan dilakukan pembuatan luka bakar. Plat besi berukuran 4x2
cm dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 980 C selama 5 menit. Luka bakar
dibuat dengan cara menempelkan plat besi pada bagian punggung tikus selama
10 detik. (Lampiran 5)
3.9 Cara Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong
Setelah dilakukan pembuatan luka bakar pada bagian punggung tikus.
Selanjutnya bagian punggung tikus diberikan pemberian terapi yang sudah
ditentukan pemberiannya pada masing-masing kelompok. Pemberian terapi
dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemberian terapi
dilakukan selama 5 hari. Terapi diberikan secara topikal pada bagian punggung
tikus yang mengalami luka bakar. (Lampiran 5)
3.10 Pengambilan Jaringan
Setelah tikus mendapatkan perlakuan berupa pemberian terapi yang
berbeda pada masing-masing kelompok tikus selama 5 hari, selanjutnya tikus
dianatesi secara total dengan cara memasukan tikus kedalam toples yang
mengandung larutan eter. Setelah tikus teranastesi total, tikus dikeluarkan dari
dalam toples. Setelah itu bagian kulit tikus yang mengalami perlakuan, akan
diambil jaringan kulitnya dengan cara memisahkan jaringan kulit yang
mengalami perlakuan dengan kulit yang masih sehat dengan menggunakan alat
bedah minor. (Lampirasn 5) Setelah jaringan terambil, lalu jaringan kulit tersebut
dibentang dikarton lalu distepler. Lalu masukan ke dalam toples sampel yang
berisi formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan preparat di
3.11 Pengamatan Histopatologi
Setelah proses pembuatan sediaan preparat selesai. Tahap selanjutnya adalah
pengamatan preparat untuk mengamati sel fibroblas, deposit kolagen dan juga
neovaskularisasi yang terdapat pada sediaan preparat. Preparat diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 40 kali lensa objektif dan dilakukan pemotretan 10
lapang pandang pada setiap preparat. Setelah semua foto sudah dilakukan pemotretan
pada mikroskop, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah komponen yang ingin
dicari.
Setelah sediaan preparat sudah difoto kemudian dilakukan penghitungan dan
pengamatan terhadap jumlah sel fibroblas, deposit kolagen dan neovaskularisasi yang
terbentuk pada jaringan granulasi di luka bakar. Pengamatan dilakukan dengan
aplikasi sebagai berikut:
Untuk menghitung jumlah sel fibroblas pada sediaan foto preparat, diamati dengan menggunakan aplikasi ImageJ. Pengamatan sel fibroblas dilihat
dengan gambaran jenis sel yang memiliki inti berbentuk lonjong ketika
dipotong dan berwarna ungu pucat. Setelah setiap 10 lapang pandang dari
setiap satu foto dihitung jumlah selnya, kemudian dihitung nilai rata-rata dari
setiap kelompok perlakuan.
Untuk menghitung serat kolagen pada sediaan foto preparat, diamati dengan
aplikasi Adobe Photoshop 6.0. Aplikasi ini dapat mengukur luas serat kolagen
yang terbentuk, dengan cara membedakan serapan warna RGB (Red, Green,
Blue. Warna serapan untuk serat kolagen adalah Blue atau warna biru.
Ketebalan serat kolagen yang diteliti dapat dilihat dari jumlah pixels pada
warna biru. Setelah setiap 10 lapang pandang dari setiap foto dihitung
ketebalan serat kolagennya, kemudian dihitung nilai rata-rata dari setiap
kelompok perlakuan.
27
Untuk menghitung pembuluh darah pada sediaan foto preparat, diamati
dengan aplikasi Adobe Photoshop CS3. Setelah setiap 10 lapang dari setiap
foto dihitung jumlah pembuluh darah yang terlihat, kemudian dihitung nilai
rata-rata dari setiap kelompok perlakuan.
3.12 Manajemen Analisis Data Pembentukan Jaringan Granulasi
Dalam pengambilan data pada penelitian ini, dilakukan eksperimen
langsung terhadap luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama
paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi) yang diberikan pemberian ekstrak
daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis). Setelah dilakukan
penghitungan nilai rata-rata dari jumlah sel fibroblas, deposit kolagen dan
neovaskularisasi. Kemudian data yang sudah terkumpul dilakukan pengolahan
3.13 Alur Kerja Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian Persiapan penelitian meliputi
persiapan seluruh alat dan bahan
Pemeliharaan tikus di animal house, 1 tikus per kandang (7 hari)
Determinasi daun di LIPI, Bogor
Ekstraksi daun di BALITRO, Bogor
Pembuatan salep ekstrak binahong dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40%
Perlakuan luka bakar 10 detik dengan plat besi berukuran 4x2 cm yang sudah dipanaskan dalam
air mendidih 980C
Pemberian terapi pada kelompok tikus: P1 (salep ekstrak 10%), P2 (salep ekstrak 20%), P3 (salep ekstrak 40%),
K+ (silver sulfadiazine), K- (Salep tanpa ekstrak)
Pembelian daun binahong di toko tanaman obat di Palmerah, Jakarta.
Eksisi kulit tikus yang mengalami perlakuan pada hari ke 5
Kulit tikus dibuat sediaan preparat di Departemen Patologi Anatomi
Diberikan terapi 2 kali sehari selama 5 hari
29
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambar Makroskopik
Gambar 4.1. Luka Bakar (panah) Semua Kelompok Penelitian Hari Ke-5
Pada hari ke-5 didapatkan gambaran makroskopik pada luka bakar tikus kontrol - masih tampak warna kemerahan yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol +. Sedangkan pada luka bakar masing-masing kelompok tikus perlakuan tampak dominasi warna luka yang kecoklatan.
4.2 Gambar Mikroskopik
4.2.1 Sel Fibroblas
Gambar 4.2. Sel Fibroblas (panah) Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar Tikus
Tabel 4.1. Rerata Jumlah Sel Fibroblas
Pada hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat peningkatan jumlah sel
fibroblas tertinggi terdapat pada kelompok P3 (salep ekstrak daun binahong
40%). Jumlah sel fibroblas pada kelompok kontrol + (silver sulfadiazine) dan
kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak) memiliki jumlah sel fibroblas
lebih rendah dibandingkan jumlah sel kelompok P3. Sedangkan jumlah sel
fibroblas pada kelompok P1 (salep ekstrak daun binahong 10%) dan kelompok P2
(salep ekstrak daun binahong 20%) memiliki jumlah sel fibroblas lebih rendah
dibandingkan kelompok P3 (salep ekstrak daun binahong 40%) tetapi memiliki
jumlah lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian
ekstrak).
Setelah itu data yang diperoleh dilakukan penghitungan statistik
menggunakan SPSS 16.0. Data dilakukan uji normalitas dan didapatkan data
normal. Selanjutnya dilakukan uji One-Way Anova karena distribusi data sudah
normal dan didapatkan uji variasi data homogen. Didapatkan hasil p Value
sebesar 0,000 (p<0,05), menandakan bahwa diantara semua kelompok penelitian
minimal terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna.
Selanjutnya untuk menilai kelompok penelitian mana saja yang memiliki
perbedaan yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc.
Kelompok N Rerata Sel Fibroblas
Kontrol - 5 21,60
Kontrol + 5 33,24
Perlakuan 1 5 23,46
Perlakuan 2 5 27,53
31
Tabel 4.2. Hasil Analisis Post Hoc Sel Fibroblas
Kelompok Penelitian Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
Kontrol - - 0.000 0.080 0.000 0.000
Kontrol + 0.000 - 0.000 0.000 0.001
Perlakuan 1 0.080 0.000 - 0.001 0.000
Perlakuan 2 0.000 0.000 0.001 - 0.000
Perlakuan 3 0.000 0.001 0.000 0.000 -
Gambar 4.3. Grafik Rerata Jumlah Sel Fibroblas
* Keterangan:
a = Signifikan dengan kontrol - b = Signifikan dengan kontrol + c = Signifikan dengan perlakuan 1 d = Signifikan dengan perlakuan 2 e = Signifikan dengan perlakuan 3 Signifikan p<0,05 = bermakna
Berdasarkan analisis Post Hoc (Mann-Whitney) dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua kelompok memiliki perbedaan jumlah sel fibroblas yang bermakna,
kecuali pada kelompok kontrol - dengan kelompok perlakuan 1.
Pada penelitian Zulfitri AMI (2012), dari fakultas kedokteran gigi,
Universitas Airlangga, melakukan sebuah studi penelitian terhadap luka bakar
pada marmut yang diberikan ekstrak daun binahong dengan penggunaan
konsentrasi 20%, 40%, dan 80%. Didapatkan jumlah sel fibroblas terbanyak
Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
membuktikan semakin banyak konsentrasi ekstrak binahong yang digunakan
semakin besar juga efek yang diberikan dalam penyembuhan luka11. Hal tersebut
sejalan dengan hasil penelitian ini, didapatkan pada pemberian salep ekstrak daun
binahong konsentrasi 40% memiliki peningkatan jumlah sel fibroblas lebih
banyak dibandingkan kelompok lain.
4.2.2 Deposit Kolagen
Gambar 4.4. Deposit Kolagen Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar Tikus
Sprague dawley (Pewarnaan Tricrome, Perbesaran 40 kali Lensa Objektif)
Tabel 4.3. Rerata Jumlah Deposit Kolagen
Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok yang memiliki
ketebalan deposit kolagen paling tinggi adalah kelompok kontrol + (silver
Kelompok N Rerata Deposit Kolagen
Kontrol - 5 156.644
Kontrol + 5 226.415
Perlakuan 1 5 172.257
Perlakuan 2 5 186.361
33
sulfadiazine). Dari hasil rata-rata didapatkan kelompok P1, P2 dan P3 memiliki
jumlah deposit kolagen yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
kontrol + , tetapi memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak).
Setelah itu data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan statistik
dengan menggunakan SPSS 16.0. Data dilakukan uji normalitas dan didapatkan
hasil distribusi data tidak normal. Kemudian setelah itu hasil distribusi data yang
tidak normal dilakukan transformasi data, dan didapatkan hasil uji normalitas data
kembali tidak normal. Karena hasil distribusi data masih tidak normal,
selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis. Didapatkan hasil p Value sebesar 0,001
(p<0,05), menandakan bahwa diantara semua kelompok penelitian minimal
terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna. Data tersebut
memperlihatkan bahwa deposit kolagen paling banyak terdapat pada kelompok
kontrol + (salep silver sulfadiazine) dibandingkan kelompok penelitian lain.
Sedangkan penggunaan salep ekstrak daun binahong pada kelompok P1, P2, P3
memiliki deposit kolagen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol - (salep
tanpa pemberian ekstrak). Selanjutnya untuk menilai kelompok penelitian mana
saja yang memiliki perbedaan yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc
berupa uji Mann-Whitney.
Tabel 4.4. Hasil Analisis Post Hoc (Mann-Whitney)Deposit Kolagen
Kelompok Penelitian Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
Kontrol - - 0.000 0.096 0.000 0.000
Kontrol + 0.000 - 0.000 0.000 0.032
Perlakuan 1 0.096 0.000 - 0.001 0.000
Perlakuan 2 0.000 0.000 0.001 - 0.000
Gambar 4.5. Grafik Rerata Jumlah Deposit Kolagen
* Keterangan:
a = Signifikan dengan kontrol - b = Signifikan dengan kontrol + c = Signifikan dengan perlakuan 1 d = Signifikan dengan perlakuan 2 e = Signifikan dengan perlakuan 3 Signifikan p<0,05 = bermakna
Berdasarkan analisis Post Hoc (Mann-Whitney) dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua kelompok memiliki perbedaan deposit kolagen yang bermakna,
kecuali pada kelompok kontrol - dengan kelompok perlakuan 1.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Isnatin pada tahun 2012. Pada penelitiannya,
pemberian ekstrak daun binahong pada luka bakar didapatkan pembentukan
deposit kolagen lebih banyak pada marmut yang diberikan pemberian ekstrak
daun binahong dibandingkan dengan kontrol + dan kontrol -, hal tersebut karena
adanya pengaruh dari kandungan saponin yang terdapat dalam daun binahong.6
Kandungan saponin dalam ekstrak daun binahong dapat menstimulasi
pembentukan kolagen proses penyembuhan luka.6
b,d,e
Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
35
4.2.3 Neovaskularisasi
Gambar 4.6. Neovaskularisasi (panah) Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar Tikus
Sprague dawley (Pewarnaan HE, Perbesaran 40 kali Lensa Objektif)
Tabel 4.5 Rerata Jumlah Neovaskularisasi
Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok yang memiliki jumlah
pembentukan pembuluh darah paling tinggi terdapat pada kelompok kontrol +
(silver sulfadiazine). Sedangkan dari hasil rata-rata kelompok P1, P2 dan P3
memiliki jumlah pembuluh darah yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok kontrol +, tetapi memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak).
Kelompok N Rerata Neovaskularisasi
Kontrol - 5 2,35
Kontrol + 5 5,83
Perlakuan 1 5 2,74
Perlakuan 2 5 3,62
Setelah itu data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan statistik
dengan menggunakan SPSS 16.0. Data dilakukan uji normalitas dan didapatkan
hasil distribusi data tidak normal. Kemudian setelah itu hasil distribusi data yang
tidak normal dilakukan transformasi data, dan didapatkan hasil uji normalitas data
kembali tidak normal. Karena hasil distribusi data masih tidak normal,
selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis. Didapatkan hasil p Value sebesar 0,007
(p<0,05), menandakan bahwa diantara semua kelompok penelitian minimal
terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna. Data tersebut
menunjukan neovaskularisasi paling banyak terbentuk pada kelompok kontrol +
(salep silver sulfadiazine). Sedangkan kelompok perlakuan P1, P2 dan, P3
memiliki jumlah vaskular lebih banyak dibandingkan dengan kontrol negatif
(salep tanpa pemberian ekstrak). Selanjutnya untuk menilai kelompok penelitian
mana saja yang memiliki perbedaan yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc
berupa uji Mann-Whitney.
Tabel 4.6. Analisis Post Hoc (Mann-Whitney) Neovaskularisasi
Kelompok Penelitian Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
Kontrol - - 0.000 0.061 0.000 0.000
Kontrol + 0.000 - 0.000 0.000 0.000
Perlakuan 1 0.061 0.000 - 0.000 0.000
Perlakuan 2 0.000 0.000 0.000 - 0.000
37
Gambar 4.7. Grafik Rerata Jumlah Neovaskularisasi
* Keterangan:
a = Signifikan dengan kontrol - b = Signifikan dengan kontrol + c = Signifikan dengan perlakuan 1 d = Signifikan dengan perlakuan 2 e = Signifikan dengan perlakuan 3 Signifikan p<0.05 = bermakna
Berdasarkan analisis Post Hoc (Mann-Whitney) dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua kelompok memiliki perbedaan neovaskularisasi yang bermakna.
kecuali pada kelompok kontrol - dengan kelompok perlakuan 1.
Dapat disimpulkan pemberian salep silver sulfadiazine memiliki pengaruh
dalam pembentukan vaskular pada luka bakar dibandingkan pemberian salep
ekstrak daun binahong dari semua konsentrasi. Tetapi jika dilihat dari kadar
konsentrasi binahong menunjukan, konsentrasi 40% adalah konsentrasi yang
dapat membuat pembentukan neovaskularisasi paling banyak jika dibandingkan
konsentrasi 10% dan 20%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Isrofah (2014), dari fakultas kedokteran ilmu kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Pemberian ekstrak daun binahong konsentrasi 10%,
20%, dan 40% pada luka bakar derjat II tikus putih rattus novergius, didapatkan
neovaskularisasi paling banyak terdapat pada kelompok tikus yang diberikan
ekstrak binahong 40%.26
Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
38
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Jumlah sel fibroblas lebih banyak terdapat pada kelompok P3 yang diberikan
salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 40% dibandingkan kelompok
P1, P2, kontrol + dan kontrol - pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi
pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).
2. Jumlah ketebalan deposit kolagen lebih banyak terdapat pada kelompok tikus
kontrol + (silver sulfadiazine) dibandingkan kelompok perlakuan dan kontrol -
pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka
bakar 10 detik dengan plat besi).
3. Jumlah neovaskularisasi lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol + (silver
sulfadiazine) dibandingkan kelompok perlakuan dan kontrol - pada luka bakar
tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik
dengan plat besi).
5.2 Saran
1. Mengetahui pengaruh dari bagian lain dari tumbuhan binahong seperti
umbi, batang, dan akar dengan mengetahui kandungan spesifik yang
terkandung didalamnya yang dapat berfungsi membantu penyembuhan
luka.
2. Dapat dilakukan penelitian tentang pemberian ekstraksi secara peroral
pada hewan uji, melihat pengaruhnya secara sistemik pada
39
3. Memperhatikan aktivitas dan juga lingkungan dari hewan uji, karena
hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perlakuan yang kita berikan
kepada hewan uji. Memperkecil kemungkinan adanya bias akibat
DAFTAR PUSTAKA
1. Krug, Etienne. Burn Prevention and Care Geneva, Switzerland: World
Health Organization. 2008.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007). Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2008.
3. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.
4. Rhyner S. Rubin’s Pathology. Clinicopathologic Foundations of
Medicine. Sixth Edition. China : Lippincott Williams & Wilkins. 2012.
5. Vivian-Smith G. Anredera cordifolia (vine, climber). Global Invasive
Species Database. 2006. Diakses dari http://www.issg.org.
6. Miladiyah I, Prabowo BR. Ethanolic Extract of Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis Leaves Improved Wound Healing in Guinea Pigs.
Universa Medica. Vol 31 – No. I. January – April 2012.
7. Vivian-Smith G, Lawson BE, Turnbull A, Downey PO. The biology of
Australian weeds Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Plant Protection
Quarterly: Vol.22(1). 2007.
8. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Taxonomic Serial No: 181920
Tuesday 15 Feb 2014 21:23 Diakses dari http: //www.itis.gov.
9. Manoi F. Binahong (Anredera cordifolia) sebagai Obat. Warta Penelitian
Pengembangan Tanaman Obat. 2009.
10. Djamil Ratna et al. Antioxidant Activity of Flavonoid from Anredera
cordifolia (ten) Steenis Leaves. International Research Journal of
Pharmacy, 3 (9). 2012.
11. Zulfitri AMI, Khoswanto C, Istiati S. The Effect of Extract Binahong
Leaf Gel (Anredera cordifolia) to Improve Guinea Pigs (Cavia cobaya)
Fibroblast Cell and Capillaries Number Over Wound Healing Process
41
No.2. Abstract. Departement Dental Journal Faculty of Dentistry –
University of Airlangga. 2012.
12. Jeon H, etal. Quercetin activates an angiogenic pathway, hypoxia
inducible factor (HIF) – 1 vascular endothelial growth factor, by
inhibiting HIF-prolyl hydroxylase : a structural analysis of quercetin for
inhibiting HIF-prolyl hydroxylase. Molecular Pharmacology. 2007.
13. Astuti SM, et al. Determination of Saponin Compound from Anredera
cordifolia (Tenore) Steenis Plant (Binahong) to Potential Treatment for
Several Diseases. Journal of Agriculture Science. Vol.3, No.4; Desember
2011.
14. Nur DM. Perbedaan Kadar Vitamin C pada Daun Binahong Segar dan
Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis).
Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010.
15. Martini FH, Nath JL, Bartholomew. Fundamentals Anatomy dan
Physiology. Ninth edition. Benjamin cummings : USA. 2012.
16. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, Edisi 6.
Jakarta: EGC. 2011.
17. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira: teks dan atlas, Edisi
10. Jakarta: EGC. 2007.
18. Tortora, J Gerrad and Bryan Derrickson. Priciples of Anantomy and
Physiology 12th Edition. USA: John Willey and Sons, inc. 2009.
19. Sjamsuhidayat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat-de Jong, Edisi
3. EGC, Jakarta, 2010, p 755-760.
20. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC. 1995
21. Schwartz, Seymour I. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
2000.
22. Kumar, Vinay Et. Al. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Vol. 1.
Jakarta: EGC. 2007.
23. Li J, Chen J, Kirsner R. Phatophisiology of Acute Wound Healing.
24. Departemen Kesehatan RI. Parameter Standard Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Jakarta: Depkes RI. 2000.
25. Agoes, Goeswin. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB: Bandung. 2006.
26. Isrofah, Afandi M, Efektifitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar
Derajat 2 Termal Tikus Putih (rattus novergius). Fakultas kedokteran
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2014.
27. Dahlan MS. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Seri
43
45
Lampiran 4
Gambar 6.1 Daun Binahong Setelah Dikeringkan
Gambar 6.2 Penimbangan Ekstrak Kental Daun Binahong
47
Lampiran 5
Gambar 6.4 Proses Pembuatan Luka Bakar
Gambar 6.5 Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong
Lampiran 6
Riwayat Penulis
Identitas:
Nama : Audi Fikri Aulia
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 27 April 1993
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Ciputat Baru Jalan Dahlia No.19, Ciputat,
Tangerang Selatan
Email : audi_odi@yahoo.com
Riwayat Pendidikan:
2000-2006 : MI Pembangunan UIN Jakarta
2006-2008 : Mts Pembangunan UIN Jakarta
2008-2011 : SMA Negeri 29 Jakarta
2011 – sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif