• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Sumber Daya Manusia (Amil) Pada Badan Amil Zakat, Infaq, Dan Shadaqah (Bazis) Dki Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Sumber Daya Manusia (Amil) Pada Badan Amil Zakat, Infaq, Dan Shadaqah (Bazis) Dki Jakarta"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (AMIL) PADA

BADAN AMIL ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH (BAZIS)

DKI JAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh :

Aang Anwar Mujahid 1111053000033

KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Aang Anwar Mujahid, 111105300033, Perencanaan Sumber Daya Manusia (AMIL) Pada Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta di bawah bimbingan H. Mulkanasir, S.Pd, M.Pd. Program Studi Manajemen Dakwah (ZISWAF), Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2016

Perencanaan SDM adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan efektif serta efesien dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan ini untuk menetapkan program kepegawaian. Perencanaan adalah kegiatan awal dalam sebuah pekerejaan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan itu agar mendapat hasil yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perencanaan SDM Pada BAZIS DKI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia yang meliputi program perencanaan SDM, program pelaksananya, peningkatan kualitas SDM serta faktor pendukung dan penghambat. Selain itu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kualifikasi SDM yang dibutuhkan BAZIS DKI Jakarta dan ingin mengetahui perencanaan yang diterapkan sesuai dengan harapan BAZIS DKI Jakarta.

Penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan. Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat. Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau prediksi.

Hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Perencanaan Sumber Daya Manusia Pada BAZIS DKI Jakarta sudah efektif dan efisien, selain merencanakan pegawainya sampai penempatan, BAZIS DKI Jakarta juga mengarahkan pegawainya untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh berbagai macam element. Terbukti sudah mampu memenuhi pelayanan mustahik dan muzzaki.

(6)

ii Assalamualaikum Wr. Wb

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberi taufik, hidayah dan berbagai pertolongan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga kita mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat nanti.

Alhamdulillahhirabbil’alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Perencanaan Sumber Daya Manusia (AMIL) Pada BAdan Amil

Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta”, dengan baik yang disusun untuk

memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan, dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, maupun dari berbagai pihak lainnya yang telah banyak berjasa dan mendukung bagi penulis. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi, Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

(7)

iii

3. H. Mulkanasir, BA, S.Pd, MM selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan menyemangati penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Terima kasih banyak atas semuanya.

4. Fauzun Jamal, Lc, MA. selaku Dosen Penasihat Akademik, serta seluruh dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.

5. Ayahanda H. Suja’i, S.Ag, MM dan Ibunda Alinah yang selalu memberikan kasih sayang tiada batas, dukungan, semangat, arahan, serta selalu percaya pada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

6. Adik-adikku Nur Isrojah Muniroh, dan Khonsa Muthmainnah Najah serta Keluarga besar yang tidak pernah lelah menyemangati penulis setiap harinya, Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

7. Keluarga besar BAZIS Provinsi DKI Jakarta, yang telah memberikan izin, dukungan, bantuan, arahan, saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Sahabat terbaik Syahril Hermawan, Indra Purwanto, Bachtiar dan Adam Gustaf

Maulana, yang selalu memberikan semangat, memberikan motivasi dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman HMI KOMFAKDA, HMI Cabang Ciputat serta para KAHMI, yang selalu menyemangati, memberi motivasi dan masukan selama empat tahun dalam organisasi, yang membuat penulis mempunyai wawasan yang cukup untuk menulis skripsi ini.

(8)

iv

Chabibullah, Ahmad Fatullah, dan Hilmi Muharromi yang sangat mengispirasi penulis dalam penulisan skripsi ini.

12.Teman-teman Jurusan Manajemen Dakwah, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga silaturahmi tetap terjaga. Amin.

13.Teman-teman KKN KITA 2014 yang sangat mengispirasi dan selalu memberi motivasi penulis dalam penulisan. Semoga kalian akan sukses di masa mendatang. Amin.

14.Seluruh teman-temanku di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga silaturahmi kita akan selalu tetap terjaga. Amin.

Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini merupakan sebuah refleksi studi S1 dan dapat memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan dengan harapan karya tulis ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin ya robbalalamin.

Jakarta, 27 Mei 2016 20 Syaban 1437

(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

D. Tinjauan Pustaka ...7

E. Metodologi Penelitian ...9

F. Sistematika Penulisan ...12

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERENCANAAN, SUMBER DAYA MANUSIA, DAN AMIL ZAKAT. A. Sumber Daya Manusia ...15

B. Perencanaan Sumber Daya Manusia ...16

1. Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia ...16

2. Aspek-aspek Perencanaan Sumber Daya Manusia ...18

3. Fungsi Perencanaan Sumber Daya Manusia ...23

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perencanaan SDM ...24

5. Peran penting Perencanaan Sumber Daya Manusia ...26

C. Amil Zakat ...27

1. Pengertian Amil Zakat ...27

2. Visi dan Misi Amil Zakat ...33

3. Hak dan Kewajiban Amil Zakat ...34

4. Tugas dan Fungsi ...36

5. Persyaratan menjadi Amil Zakat ...37

(10)

vi

SHADAQAH (BAZIS) DKI JAKARTA

A. Profil BAZIS DKI Jakarta ...40

B. Sejarah Berdirinya BAZIS DKI Jakarta ...42

C. Landasan Hukum Bazis DKI Jakarta ...45

D. Visi dan Misi Bazis DKI Jakarta ...46

E. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Zakat BAZIS DKI Jakarta ..47

F. Tugas Pokok dan Fungsi ...48

G. Struktur Organisasi BAZIS DKI Jakarta ...49

BAB IV PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (AMIL) ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH (BAZIS) DKI JAKARTA A. Perencanaan Sumber Daya Manusia (Amil Zakat) Pada Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta ...57

B. Strategi Pembinaan Sumber Daya Manusia Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta ...64

C. Faktor Pendukung dan Penghambat SDM Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta ...72

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...74

B. Saran ...76

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap lembaga atau perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang dapat menjalankan segala aktifitas atau kegiatan untuk mencapai tujuan lembaga atau perusahaan yang ingin diharapkan. Tentunya sumber daya manusia yang diharapkan setiap perusahaan ialah sumber daya manusia yang berkualitas, semangat dalam bekerja, tidak mudah putus asa serta profesional sehingga mampu menjalankan segala aktifitas maupun kegiatan lembaga atau perusahaan.1

Perencanaan sumber daya manusia akan dapat dilakukan dengan baik dan benar jika perencanannya mengetahui apa dan bagaimana sumber daya manusia itu. Sumber daya manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. SDM terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM/manusia menjadi unsur pertama dan utama dalam setiap aktifitas yang dilakukan. Peralatan yang andal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa.2

Lembaga atau perusahaan harus dapat mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul. Salah satu upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul ini adalah ditempuh melalui pendidikan serta

1

Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2004, Cet. Pertama, hlm. 6

2

(12)

pelatihan hingga terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional yang sangat dapat mempengaruhi lembaga atau perusahaan dalam perkembangan serta kemajuan lembaga atau perusahaan dari segi manapun. Maka dari itu sumber daya manusia sangat berpengaruh bagi lembaga atau perusahaan.

Setiap lembaga atau perusahaan tentunnya mempunyai tujuan yang harus dicapai. Untuk mewujudkan dan mengembangkan eksistensinya memerlukan manajemen yang efektif dan efisien. Pemilihan dan penggunaan manajemen yang efektif dan efisien di lingkungan perusahaan dilakukan oleh manusia sebagai sumber daya manusia keberadaannya sangat penting dalam perusahaan, karena sumber daya manusia menunjang perusahaan melalui karya, bakat, kreatifitas, dorongan dan peran nyata seperti yang disaksikan dalam setiap perusahaan atau dalam organisasi.3

Amil masih tergolong sumber daya manusia atau tenaga kerja penyalur dana zakat kepada delapan golongan asnaf (mustahik) yang merupakan asset paling berharga karena sangat menentukan keberhasilan suatu pekerjaan, termasuk pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat yang saat ini mengalami perubahan dari paradigma tradisional menuju paradigma modern sesuai tuntunan perubahan zaman, membutuhkan sumber daya manusia yang professional. Paradigma tradisional dengan ciri-ciri antara lain sebagai pekerjaan sampingan, pekerjaan paruh waktu, pengelolaan tidak digaji, kualitas pengelola seadannya dan seterusnya, agaknya sudah harus

3

(13)

ditinggalkan dan diubah menjadi paradigma modern dengan ciri-ciri antara lain sebagai suatu pekerjaan penuh waktu, sebagai profesi, memiliki tingkat kualitas tertentu, digaji secara layak dan seterusnya sehingga dapat mencurahkan segala potensi dan waktunnya untuk menelola zakat secara professional. Jika kita mengacu pada zaman Rasulullah SAW, orang yang dipilih dan diangkat sebagai amil zakat merupakan orang-orang pilihan dan memiliki kualifikasi tertentu, seperti muslim, amanah, dan paham fiqih zakat. 4

Amilin zakat menempati peranan yang sangat strategis dalam pengelolaan zakat, karena di tangan merekalah zakat diambil dari muzaki dan didistribusikan kepada mustahik. Amilin zakat harus benar-benar memiliki kredibilitas yang tinggi sehingga dipercaya oleh masyarakat pembayar dan penerima zakat5

Ditengah kebimbangan yang ada pada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) mengenai sumber daya manusia yang tidak professional, dalam konteks ini Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) tidak terlepas dari upaya dan peran penting sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya sesuai dengan karakteristik yang ada pada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ), agar Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) menjadi yang terbaik dalam meningkatkan kualitas mutu dalam pelayanan.

4

Modul Penyuluhan Zakat, KEMENAG RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat. 2012. h. 76.

5

(14)

Namum pembentukan sikap yang baik dan professional serta sesuai dengan karakter atau ciri khas Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) itu tidak lah mudah, karena setiap Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki upaya-upaya khusus untuk mewujudkan semua itu. Dimulai dari perencanaan budget, klasifikasi SDMnya, proses seleksi dan rekrutmen, sampai pada proses pendidikan dan pelatihan SDMnya yang memakan waktu cukup lama. Hal ini dilakukan untuk memberikan pelayanan yang terbaik demi loyalitas dan kepuasan mustahik dan muzaki pada setiap Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta untuk membentuk SDMnya agar menjadi professional dan sesuai dengan karakteristik islam. Dengan memilih judul “Perencanaan Sumber Daya Manusia (Amil) pada Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

(15)

dalam lingkup masalah penelitian.6 Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terfokus dan terarah pada satu masalah, maka penulis membatasi permasalahan skripsi ini dalam ruang lingkup

a. Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta

b. Metode penelitian untuk Sumber Daya Manusia Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta

c. Faktor pendukung dan penghambat Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, penulis merumuskan pokok permasalahan dalam skripsi ini sebagai berikut :

a. Bagaimana Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Badan Amil Zakat Infaq dan Sahadaqah (BAZIS) DKI Jakarta ?

b. Bagaimana strategi Pembinaan Sumber Daya Manusia Bazis DKI Jakarta ?

c. Apa saja Faktor pendukung dan penghambat dalam Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta ?

6

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini yaitu :

a. Untuk mengetahui secara lebih baik bagaimana perencanaan sumber daya manusia pada Bazis DKI Jakarta

b. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh Bazis DKI Jakarta guna membentuk kualitas pegawai yang profesional.

c. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam perencanaan sumber daya manusia pada Bazis DKI Jakarta

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

(17)

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi lembaga-lembaga terkait, khususnya bagi badan amil zakat, infaq, dan shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta dalam hal pengelolaan Amil Zakat dan memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan dunia ketenaga kerjaan pada badan amil zakat.

D. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis melihat bahwasanya yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini tampaknya sangat penting dilakukan dan prospektif bagi perkembangan dunia ketenaga kerjaan/amil zakat. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis terlebih dahulu mengkaji tulisan-tulisan yang relevan dengan topik pembahasan sebagai bahan perbandingan bahwasanya penelitian penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun skripsi terdahulu yang membahas seputar Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Amil) adalah sebagai berikut :

1. Liana, 9946117136, Starategi Mempersiapkan Sumber Daya Manusia

Mengantisipasi Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah. (Jurusan

Muamalat Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003 M/1424 H)

(18)

manapun, dan saudari Liana hanya membahas tentang strategi untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia yang telah dimiliki Lembaga keuangan Syariah secara teknis yang dilakukan dengan penelitian-penelitian, workshop dan seminar.

2. Muhammad Ishman Al-Maulidi, 10246125252, Pengelolaan Sumber Daya Manusia Perbankan Syariah Perspektif Syariah. Studi kasus Pada Bank

Syariah Mandiri. (Jurusan Muamalat Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 M/1427 H).

Pada skripsi yang ditulis oleh Saudara Muhammad Ishman Al-Maulidi membahas tentang kegiatan-kegiatan perencanaan tenaga kerja, dan dalam pengambilan data tidak menggunakan wawancara.

3. Nurdin Tohlu, 102018224196, Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Peningkatan Produktivitas Sekolah (Penelitian di SMK Al-Amanah,

Serepong). (Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 M/1427 H.

Pada skripsi yang ditulis oleh Saudara Nurdin Tohlu membahas tentang upaya yang di lakukan sekolah dalam mengelola sumber daya manusia dalam meningkatkan produktivitas sekolah.

4. Agung Sanjaya, 1110025000030, Pengembangan Sumber Daya Manusia Non Sarjana Perpustakaan Di Perpustakaan Umum Provinsi DKI Jakarta.

(19)

Pada skripsi yang ditulis oleh Saudara Agung Sanjaya hanya membahas tentang konsep pengembangan sumber daya manusia non sarjana perpustakaan melalui kegiatan pengembangan wawasan berupa diklat yang pelaksanaanya adalah dengan mengundang narasumber yang kompeten dalam bidang perpustakan.

Sedangkan penelitian yang ada pada skripsi ini, lebih membahas Kualifikasi sumber daya manusia, proses rekrutmen, upaya yang dilakukan Bazis DKI Jakarta untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang professional dan sesuai dengan clestical menegement dan sesuai dengan karakteristik sumber daya manusia Bazis DKI Jakarta.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Pada penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perolaku yang diamati. Untuk memahami istilah penelitian kualitatif ini, perlu kiranya dikemukakan teori menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 7 Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis berharap dapat memperoleh data yang lengkap dan

7

(20)

akurat. Ditinjau dari sifat penyajian datanya, penulis menggunakan metode deskriptif yang mana metode deskriptif merupakan penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau produksi.8

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta. Sedangkan objek penelitiannya adalah Perencanaan Sumber Daya Manusia (Amil).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di BAZIS Provinsi DKI Jakarta Jl. K. H. Mansyur/Jl. H. Awaludin II, Tanah Abang, Jakarta 10230 Gedung Graha MS. Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai juni 2016.

4. Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa data-data penelitian yang dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Data Primer, yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan pihak Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta.

b. Data Sekunder, yaitu data yang bersumber dari beberapa literatur terkait yang berhubungan langsung dengan permasalahan penelitian,

8

(21)

diantaranya: buku-buku, brosur, buletin, makalah, majalah, internet dan lain sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, diantaranya sebagai berikut :

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu membaca dan mengkaji beberapa literatur yang ada di perpustakaan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yaitu mengenai Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia, guna merumuskan teori, pendapat, definisi dan lain-lain.

b. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan permasalahan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

1) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan tanya jawab yang ditujukan kepada pihak Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta dan pihak-pihak terkait mengenai Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia pada lembaga tersebut.

(22)

3) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara mendalam mengenai fenomena atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta dalam pengelolaan Amil Zakat. 6. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data yang telah dihimpun, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu teknik analisis data dimana penulis membaca, mempelajari, memahami dan menguraikan semua data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi yang kemudian memberikan analisa-analisa komprehensif sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

Adapun teknik penyusunan skripsi ini, penulis mengacu kepada

buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)”,

yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press, tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian yang dilakukan penulis akan dituangkan dalam skripsi dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(23)

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Bab ini membahas tentang Perencanaan, Sumber Daya Manusia dan Amil Zakat yang terdiri dari. Pengertian dan Konsep Perencanaan, Pengertain Sumber Daya Manusia dan Klasifikasi Amil Zakat Beserta Badan Amil Zakat (BAZ). BAB III GAMBARAN UMUM BADAN AMIL ZAKAT, INFAQ,

DAN SHADAQAH (BAZIS) DKI JAKARTA

Bab ini berisi tentang profil Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta yang terdiri dari sejarah singkat, visi dan misi, struktur organisasi, produk-produk, dan Prosedur Menjadi Pegawai BAZIS DKI Jakarta.

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN SUMBER DAYA

MANUSIA (AMIL) PADA BADAN AMIL ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH (BAZIS) DKI JAKARTA Bab ini menggambarkan hasil penelitian mengenai Perencanaan Sumber Daya Manusia baik dari segi mempersiapkan Sumber Daya Manusia, Starategi peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia yang dilakukan BAZIS DKI Jakarta, sampai faktor penghambat dan pendukung dari Perencanaan Sumber Daya Manusia

[image:23.595.102.502.226.581.2]
(24)
(25)

15

TINJAUAN TEORITIS

A. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. SDM terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM/manusia menjadi unsur pertama dan utama dalam setiap aktifitas yang dilakukan. Peralatan yang handal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa.9

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pikiran dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya di motivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.

Sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkaya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia.

Konsep Sumber Daya Manusia (human resources) berkembang ketika diketahui dan disadari bahwa manusia itu mengandung berbagai aspek sumber daya. Dalam hal ini M.Dawam Raharjo mengemukakan bahwa, manusia tidak hanya berunsur jumlah, seperti terkesan dengan pengertian penduduk, tetapi

9

(26)

juga mutu. Dan mutu ini tidak hanya ditentukan oleh aspek keterampilan dan kekuatan tenaga fisiknya, tetapi juga pendidikannya atau kadar pengetahuannya dan sikapnya atau nilai-nilai yang dimilikinya.10

Menurut Gouzali Saydan, Sumber daya manusia semula merupakan terjemahan dari human resources, namun ada pula ahli yang menyamakan SDM dengan man power (tenaga kerja), bahkan sebagian orang menyetarakan pengertian SDM dengan personnel (Personalia, Kepegawaian dan Sebagainya).11

B. Perencanaan Sumber Daya Manusia

1. Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia

Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan efektif serta efesien dalam membantu terwujudnya tujuan. 12 Perencanaan ini untuk menetapkan program kepegawaian. Perencanaan adalah kegiatan awal dalam sebuah pekererjaan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan itu agar mendapat hasil yang optimal.

Menurut Arthur W. Sherman dan George W perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses mengantisipasi dan membuat ketentuan

10

M. Dawan Riharjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, (Bandung: Mizan 1996), cet. Ke-3 h. 355.

11

Gouzali Saydam, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Djambatan, 2000), cet, ke-2. h 5.

12

(27)

(Persyaratan) untuk mengatur arus gerakan tenaga kerja ke dalam, di dalam dan ke luar organisasi. Yang tujuannya adalah untuk mempergunakan SDM seefektif mungkin dan agar memiliki sejumlah pekerja yang memenuhi persyaratan/kualifikasi dalam mengisi posisi yang kapan dan yang dimana pun mengalami kekosongan.13 Atau pengertian luas, perencanaan SDM adalah proses untuk menetapkan strategi, memperoleh, memanfaatkan, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan sekarang dan pengembangan di masa mendatang.

Perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi/perusahaan tersebut dapat mencapai tujuannya.

Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan dikembangkan dan dikelola. Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang. Contohnya, dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat meramal kemungkinan

13

(28)

apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan pengoprasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi tersebut.

Perencana (planner) adalah orang, baik individu maupun kelompok, yang memprosesperencanaan (planning) yang hasilnya menjadi rencana (plan).14

Semua dasar dan tujuan manajemen haruslah konsisten dan saling menunjang satu sama lain. Untuk menjaga konsisten kearah pencapaian tujuan manajemen, maka setiap usaha itu harus di dahului oleh proses perencanaan yang baik. Allah SWT berfirman :

ۯݍګݔأٓݔ

نݔ܍ڪّ

اݏنماء

اݏقڪ۸

هڪّّ

سفن ܏ظن۹ّݎ

ّغّ ۷مڪّق ۯڪم

ݎ

اݏقڪ۸

ۚهڪّّ

ڪّۨ

هڪّّ

ّݏّمع۸ ۯمب ܏ݕ۳خ

١

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan rencanakanlah masa depan kamu, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha tabu atas apa-apa yang kalian perbuat. (Q.S Al-Hasyr/59 : 18)

2. Aspek-aspek Perencanaan Sumber Daya Manusia

Melalui perencanaan sumber daya manusia yang efektif dilakukan analisis kebutuhan sumber daya manusia dalam kondisi berubah, serta mengembangkan aktivitas yang memuaskan terhadap kebutuhan ini.

14

(29)

Perencanaan sumber daya manusia yang efektif menurut Henry Simamora mencakup:15

a. Perencanaan Kepegawaian

Perencanaan kepegawaian komponen kunci dari perencanaan sumber daya manusia adalah penentuan tipe sumber daya manusia yang akan dibutuhkan organisasi dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Perencanaan kepegawaian (employment planning) merupakan identifikasi atau penentuan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dimasa depan. b. Perencanaan Program

Perencanaan program (program planning) mengikuti penyusunan rencana kepagawaian. Perencanaan program menyangkut pemilihan alat sumber daya manusia yang paling efektif yang terpusat pada kelebihan maupun kebutuhan maupun kekurangan sumber daya manusia. Perencanaan program meliputi pengkoordinasian beragam untuk memenuhi rencana kepegawaian dalam bidang personalia yang berbeda. Rencana program akan membantu manajer dalam mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan perubahan relatif terhadap perolehan, penyebaran dan pendayagunaan orang-orang.

Perencanaan program mencakup system, berbagai macam karyawan dan aktivitas hubungan karyawan, tindakan, dan rencana yang harus cocok satu sama lainnya. Manajemen haruslah memberikan

15

(30)

intensif produktivitas terhadap individu yang mendapat penilaian kinerja yang positif. Kerangka acuan perencanaan yang komperehensif memastikan kesesuaian keputusan sumber daya manusia dalam penyusunan karyawan, pengembangan, pengelolaan karir, kompensasi, perundingan kolektif, dan peningkatan organisasional.

Sedangkan menurut Ambar Teguh Sulistiyani Rosidah perencanaan sumber daya manusia yang efektif mancakup:16

1) Perencanaan kepegawaian yaitu identifikasi atau penentuan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi pada masa yang akan datang.

2) Perencanaan program mengikuti pengembangan dari rencana kepegawaian. Ini menyangkut pemilihan alat sumber daya manusia yang paling efektif yang terpusat pada kelebihan maupun kekurangan sumber daya manusia.

3) Perencanaan program mencakup pengkoordinasian program-program guna memenuhi rencana kepegawaian.

4) Analisis sumber daya manusia menyertai penyusunan strategi organisasional.

5) Menghasilkan program alternatif berdasarkan model sumber daya manusia yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

16

(31)

6) Memutuskan untuk melaksanakan seperangkat program yang terintegrasi berdasarkan pencapaian tujuan sumber daya manusia seefektif mungkin.

Menurut Rober L. Mathis perencanaan sumber daya manusia yang efektif meliputi:17

1) Tujuan dan strategi organisasi. Strategi bisnis yang spesifik didasarkan pada kekuatan dimiliki oleh organisasi tersebut yaitu kompetensi inti. Kompetensi inilah yang memberikan keunggulan sebuah organisasi menghadapi persaingan. Kompetensi inti adalah kemampuan yang unik sebuah organisasi yang menciptakan nilai tinggi dan membedakan organisasi tersebut dari persaingan.

2) Penganalisisan lingkungan eksternal untuk menghadapi perubahan yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja. Analisis lingkungan merupakan proses penelitian terhadap lingkungan organisasi untuk menentukan kesempatan dan ancaman.

3) Analisis persediaan internal kemampuan sumber daya manusia. Untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada di dalam suatu perusahaan adalah mengaudit pekerjaan yang sedang dilakukan organisasi pada saat ini. penilaian internal ini menolong kedudukan suatu organisasi dalam mengembangkan atau memantapkan keunggulan kompetitif.

17

(32)

4) Peramalan. Informasi yang dikumpulkan melalui penganalisisan penilaian terhadap lingkungan luar mengenai kekuatan dan kelemahan yangterdapat pada perusahaan telah digunakan untuk meramalkan permintaan dan kebutuhan sumber daya manusia sehubungan dengan tujuan dan strategi organisasi. Peramalan menggunakan informasi masa lalu dan saat ini untuk mengidentifikasi kondisi masa depan yang diharapkan.

5) Organisasi membutuhkan orang. Bahwa sumber daya manusia memberikan kontribusi yang berkesinambungan pada keunggulan kompetitif suatu organisasi sudah ttumbuh.

6) Penyelidikan terhadap orang yang tersedia. Analisis yang komperehensif dari semua pekerjaan saat ini memberikan dasar untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang.

7) Strategi dan rencana sumber daya manusia. Strategi sumber daya manusia dipengaruhi oleh budaya organisasi dan tahap siklus hidup dari pada industri dan oraganisasi. Rencana sumber daya manusia melibatkan analisis dan identifikasi kebutuhan masa depan dan tersediannya sumber daya manusia bagi organisasi.

(33)

Merupakan proses pengumpulan, pengkajian dan penyususnan kembali semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi. Ada empat jenis informasi yang harus dikumpulkan untuk menganalisis suatu pekerjaan.18

1) Jenis Pekerjaan

2) Syarat-syarat sumber daya manusia yang dibutuhkan 3) Tanggung jawab yang dipikul

4) Kondisi pekerjaan (lingkungan kerja, waktu kerja, kemaslahatan kerja).19

b. Uraian Pekerjaan

Adalah Kewajiban dan tanggung jawab dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu yang disusun secara jelas dan teratus.20

c. Persyaratan Pekerjaan

Adalah perumusan kualifikasi seorang yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Persyaratan pekerjaan memberikan uraian informasi mengenai

1) Tingkat pendidikan pekerja 2) Jenis kelamin pekerja 3) Keadaan fisik pekerja

4) Pengetahuan dan kecakapan pekerja

18

Gauzali Syadam, Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Manajement) Suatu Pendekatan Mikro (Dalam Tanya Jawab), (Jakarta : Djambatan, 2000), h.31

19

Gauzali Syadam, Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Manajement) Suatu Pendekatan Mikro (Dalam Tanya Jawab), (Jakarta : Djambatan, 2000), h.43

20

(34)

5) Batas umur pekerja 6) Minat pekerja

7) Emosi dan temramen pekerja 8) Pengalaman kerja21

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan sumber daya manusia, adalah sebagai berikut:22

a. Faktor Internal

Yang dimaksud dengan factor internal adalah berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi, dan juga segala kendala permasalahan yang ada dalam organisasi. Adapun faktor internal menurut SP. Siagian meliputi:23 rencana strategik, anggaran, estimasi produksi dan penjualan, usaha atau kegiatan baru, dan rancangan organisasi serta tugas pegawai. Rencana strategic telah mencerminkan prioritas-prioritas yang ingin dilakukan organisasi. Berdasarkan prioritas-prioritas tersebut maka organisasi dapat menentukan kebutuhan sumber daya manusia di masa depan.

b. Faktor Eksternal

21

Hasbun, Manajemen Sumber Daya Manusia Dasar dan Kunci Keberhasilan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007) h.38

22

Ambar Teguh, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 124-126

23

(35)

Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada diluar organisasi, yang bisa berpengaruh langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian tujuan organisasi. Faktor eksternal ini berkaitan dengan perkembangan dan perubahan di luar organisasi yang dapat mempengaruhi keberadaan organisasi. Yang dimaksud dengan factor eksternal adalah berbagai hal atau sesuatu yang berkaitan dengan situasi perkembangan, perubahan, maupun pertumbuhan diluar organisasi.

Adapun faktor eksternal menurut Kinggundu adalah: teknologi, sosial dan budaya, politik dan ekonomi. Sedangkan pendapat lain yang dikemukakan oleh SP. Siagian adalah: situasi ekonomi, sosial budaya, olitik, peraturan perundang-undangan, teknologi dan pesaing24. Dari dua pendapat tersebut tampak ada kemiripan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya dan teknologi. Jika dibandingkan diantara keduanya maka pendapat Siagian lebih rinci terhadap gejala yaitu tentang pesaing. Pesaing inilah yang sangat mempengaruhi kelangsungan sebuah organisasi. Jika pesaing kuat maka peluang yang dapat dicapai rendah dalam berkompetensi, akan tetapi jika pesaing rendah maka peluang akan terbuka lebar.

5. Peran penting Perencanaan Sumber Daya Manusia

24

(36)

Perencanaan merupakan aspek paling utama yang harus dilakukan dalam organisasi. Dengan adanya perencanaan ini akan menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Dengan adanya perencanaan yang terperinci dan matang maka dapat diperidiksi adanya peluang-peluang yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam mencapai kesuksesan.

Hal-hal penting perencanaan sumber daya manusia:25

a. Isu SDM adalah hal penting dan mendasar dalam perusahaan secara keseluruhan.

b. Perencanaan SDM sebagai proses mengenai pembuatan kebijakan baru, sistem, dan program yang menjamin pengelolaan SDM dibawah kondisi yang tidak pasti.

c. Peran staf professional mengalami perubahan dalam merencanakan SDM, proses tersebut tetap dalam alur aktivitas manajemen yang berhubungan dengan perencanaan bisnis yang sedang berjalan.

d. Peramalan kebutuhan SDM merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka mengantisipasi perubahan staf dan keperluan perusahaan.

Tujuan dari adanya perencanaan, adalah sebagai berikut:26

a. Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang mengisi semua jabatan perusahaan.

25

Veithzhal Rivai, Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2010), hlm. 32.

26

(37)

b. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan.

c. Untuk menghindari mis manajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.

d. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, sehingga produktifitas kerja mengikat.

e. Untuk menghindari kekurangan atau kelebihan karyawan.

f. Untuk menjadi pedoman dalam menentukan program penarikan, seleksi, pengembangan, kompensasi pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan.

g. Menjadi dasar dalam melakukan penilaian kerja

C. Amil Zakat

1. Pengertian Amil Zakat

Amil Zakat dalam Kitab-Kitab Fiqh dan Perundang-undangan Amil adalah berasal dari kata bahasa Arab ‘amila-ya’malu yang berarti bekerja. Berarti amil adalah orang yang bekerja. Dalam konteks zakat, Menurut Qardhawi yang dimaksudkan amil zakat dipahami sebagai pihak yang bekerja dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam hal pengelolaan zakat.

(38)

zakat. Berkata Abu Bakar al-Hushaini di dalam Kifayat al-Akhyar (279) : “Amil Zakat adalah orang yang ditugaskan pemimpin negara untuk mengambil zakat kemudian disalurkan kepada yang berhak, sebagaimana yang diperintahkan Allah.“

Jika yang mengelola adalah lembaga, maka semua pihak yang terkait dengannya adalah amil, baik itu direkturnya, para pegawai di bidang manajemen, keuangan, pendistribusian, pengumpulan, keamanan dan lain-lain. Mereka ini mendapatkan gaji dari bagian Amil Zakat tersebut. Sedangkan menurut Hasan Saleh, amil zakat adalah orang atau orang-orang yang mendapat tugas mengurus zakat, mulai dari pengumpulan, penerimaan, pendistribusian, bahkan sampai pemberdayaannya.27

Pengertian Amil menurut pendapat empat Mazhab memiliki beberapa perbedaan namun tidak signifikan.

Imam Syafi’i mendefinisikan Amil sebagai orang yang bekerja

mengurusi Zakat, sedang dia tidak mendapat upah selain dari zakat tersebut. Mażhab ini merumuskan „Amil sebagai berikut: “Amil zakat

yaitu orang-orang yang dipekerjakan oleh Imam (pemerintah) untuk mengurus zakat. Mereka adalah para karyawan yang bertugas mengumpulkan zakat, menulis (mendatanya) dan memberikan kepada yang berhak menerimanya”. Dimasukkannya Amil sebagai Asnaf

menunjukkan bahwa Zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya

27

(39)

diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jamaah (bahkan menjadi tugas negara). Zakat punya anggaran khusus yang dikeluarkan daripadanya untuk gaji para pelaksananya.

Hanafi memberikan pengertian yang lebih umum yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.

Pendapat Imam Hambali yaitu pengurus zakat, yang diberi zakat sekadar upah pekerjaannya (sesuai dengan upah pekerjaanya).

Sedangkan pengertian Amil menurut Imam Maliki lebih spesifik yaitu pengurus zakat, penulis, pembagi, penasihat, dsb. Syarat amil harus adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan zakat. 28

Dalam hal ini, Imam at-Thabari (w. 310 H), yang juga mujtahid mutlak, menyatakan:

كّذ ّݏطعݔ ۯݍݕقح۹سم ݓف ۯݍعضݎݎ ۯݍّهأ نم ۯݍض۳ق ݓف ۴ۯعسّا مهݎ ۯݍݕّع نݕّمۯعّاݎ

ءا܏قف ݎأ اݏنۯك ءۯݕنغأ ۵ݔۯعسّۯب

Amil adalah para wali yang diangkat untuk mengambil zakat dari

orang berkewajiban membayarnya, dan memberikannya kepada yang

berhak menerimanya. Mereka (‘amil) diberi (bagian zakat) itu karena

tugasnya, baik kaya ataupun miskin.

Imam al-Mawardi (w. 450 H), dari mazhab as-Syafi’i, menyatakan:

܎ݏجأ ܎ّق ۯݍنم مݍݕّۨ عفّݕف ۯݍقݔ܏ف۸ݎ ۯݍ۹ݔۯ۳ج ّݏّݏ۹مّا مهݎ ۯݍݕّع نݕّمۯعّاݎ

مݍّۯَمأ

28

(40)

Amil adalah orang yang diangkat untuk mengumpulkan zakat dan

mendistribusikan-nya. Mereka dibayar dari zakat itu sesuai dengan kadar

upah orang-orang yang sepadan dengan mereka.

Imam al-Qurthubi (w. 671 H), dari mazhab Maliki, menyatakan:

ݏ۹ّۯب ۴ۯكزّا لݕصح۹ّ مۯمإا مݍَع۳ݔ نݔ܍ّا ۴ۯ۳جّاݎ ۴ۯعسّا ݓنعݔ ۯݍݕّع نݕّمۯعّاݎ

لݕك

كّذ ݑّع

Amil zakat adalah para wali dan pemungut zakat yang diutus oleh

Imam/Khalifah (kepala negara) untuk mengumpulkan zakat dengan status

wakalah.

Imam as-Syaukani (w. 1250 H), dari mazhab Zaidiyah, menyatakan:

سّا ݒأ ۯݍݕّع نݕّمۯعّاݎ

مݍن۩ف ۴ۯكزّا لݕصح۹ّ مۯمإا مݍَع۳ݔ نݔ܍ّا ۴ۯ۳جّاݎ ۴ۯع

ۯطسق ۯݍنم ّݏقح۹سݔ

Amil adalah orang yang diangkat menjadi wali dan memunggut

zakat, yang diutus oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk

mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat itu.

Imam as-Sarkhasi, dari mazhab Hanafi, menyatakan:

ۯمم مݍݕطعݔݎ ۶ۯقّصّا عمج ݑّع مۯمإا مݍّمع۹سݔ نݔ܍ّا مهݎ ۯݍݕّع نݕّمۯعّاݎ

فكݎ مݍ۹ݔۯفك ّݏعمجݔ

نمَّۯب كّذ ܎ّقݔ اݎ مݍناݏعأ ۵ݔۯ

Amil adalah orang yang diangkat oleh Imam/Khalifah menjadi

(41)

yang mereka kumpulkan sekadar untuk kecukupan mereka dan kecukupan

para pembantu mereka. Besarnya tidak diukur dengan harga (upah).

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para fuqaha’ dari berbagai mazhab di atas, dapat disimpulkan, bahwa Amil Zakat adalah orang/wali yang diangkat oleh Imam/Khalifah (kepala negara) untuk memungut zakat dari para muzakki, dan mendistribusikannya kepada para mustahiq-nya. Tugas yang diberikan kepada Amil tersebut merupakanwakalah (mewakili) dari tugas yang semestinya dipikul oleh Imam/Khalifah (kepala negara). Sebab, hukum asal tugas mengambil dan mendistribusikan zakat tersebut merupakan tugas Imam/Khalifah. 29

Sayid Sabiq rahimahullah mengatakan, “Amil zakat adalah orang -orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat.” 30

Adil bin Yusuf Al „Azazi berkata, “Yang dimaksud dengan amil

zakat adalah para petugas yang dikirim oleh penguasa untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya.”

29

Saleh, Hasan, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hlm.

30

(42)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al „Utsaimin mengatakan, “Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk mengambil zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikannya lalu menjaga dan mendistribusikannya. Mereka diberi zakat sesuai dengan kadar kerja mereka meski mereka sebenarnya adalah orang-orang kaya. Sedangkan orang biasa yang menjadi wakil orang yang berzakat untuk mendistribusikan zakatnya bukanlah termasuk amil zakat. Sehingga mereka tidak berhak mendapatkan harta zakat sedikitpun disebabkan status mereka sebagai wakil. Akan tetapi jika mereka dengan penuh kerelaan hati mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan penuh amanah dan kesungguhan maka mereka turut mendapatkan pahala. Namun jika mereka meminta upah karena telah mendistribusikan zakat maka orang yang berzakat berkewajiban memberinya upah dari hartanya yang lain bukan dari zakat.”

Syaikh Ibnu „Utsaimin menerangkan pula, “Orang yang diberi

zakat dan diminta untuk membagikan kepada yang berhak menerimanya, ia tidak disebut „amil. Bahkan statusnya hanyalah sebagai wakil atau orang

yang diberi upah. Perbedaan antara amil dan wakil begitu jelas. Jika harta zakat itu rusak di tangan amil, maka si muzakki (orang yang menunaikan zakat) gugur kewajibannya. Sedangkan jika harta zakat rusak di tangan wakil yang bertugas membagi zakat (tanpa kecerobohannya), maka si

(43)

Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa syarat agar bisa disebut sebagai amil zakat adalah diangkat dan diberi otoritas oleh penguasa muslim untuk mengambil zakat dan mendistribusikannya sehingga panitia-panitia zakat yang ada di berbagai masjid serta orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai amil bukanlah amil secara syar’i. Hal ini

sesuai dengan istilah amil karena yang disebut amil adalah pekerja yang dipekerjakan oleh pihak tertentu.

Memiliki otoritas untuk mengambil dan mengumpulkan zakat adalah sebuah keniscayaan bagi amil karena amil memiliki kewajiban untuk mengambil zakat secara paksa dari orang-orang yang menolak untuk membayar zakat.31

Jadi amil zakat adalah orang yang ditunjuk oleh para ulil amri di negeri-negeri Islam atau mendapatkan izin atau mereka dipilih oleh lembaga yang diakui dari pemerintah atau organisasi-organisasi Islam untuk mengurusi zakat, mengumpulkannya, membagikannya dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

2. Visi dan Misi Amil Zakat

Visi Amil Zakat adalah menjadi Amil Zakat yang amanah, professional dan bertanggungjawab yang mampu mengembangkan dan mengoptimalkan pengelolaan potensi zakat untuk pemberdayaan ekonomi umat dan masyarakat.

31

(44)

Misi Amil Zakat adalah :

a. Mengelola potensi zakat tidak hanya dalam bentuk konsumtif, tapi juga dalam bentuk produktif untuk kesejahteraan umat dan masyarakat b. Mendorong pertumbuhan ekonomi umat dan masyarakat, sehingga

terwujud kemakmuran.

c. Memberikan kontrubusi terhadap kesejahteraan umat dan masyarakat, sehingga tercipta pemerataan dan keadilan.32

3. Hak dan Kewajiban Amil Zakat a. Hak Amil Zakat

Orang-orang atau golongna yang berhak menerima zakat telah diatur dalam ajaran islam, yakni ada delapan golongan. Ketentuan ini diatur dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 60. Sebagaimana Allah SWT Berfirman :

ۯمڪنۨ۞

۷قّڪصّ

ݎ ءٓا܏قفّّ

نݕكسمّ

ݎ

نݕّمعّ

ݎ ۯݍݕّع

۵فڪّۧمّ

ݓفݎ مݍبݏّق

۰ۯقڬ܏ّ

ݎ

نݕم܏غّ

لݕ۳س ݓفݎ

هڪّّ

ݎ

نب

لݕ۳ڪسّ

۵ضݔ܏ف

نڬم

هڪّّ

ݎ

هڪّّ

مݕكح مݕّع

٠

Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan

32

(45)

yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

Delapan golongan tersebut adalah Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Sabilillah, dan Ibnu Sabil. Jadi Amil berhak mendapat seperdelapan dari dana zakat yang terkumpul. Dana seperdelapan tersebut tidak hanya untuk gaji Amil, tapi juga untuk biaya operasional Amil termasuk biaya sosialisasi dan penyuluhan serta biaya sarana dan prasarana kerja.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat bahwa Amil Zakat yang terdiri dari Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dalam melaksanakan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat berhak mendapat pembinanaan, perlindungan (advokasi) dan dukungan fasilitas. Pembinaan amil zakat meliputi pengembangan SDM amil zakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan manajemen pengelolaan zakat yang bertujuan untuk agar pengadministrasian pengelolaan zakat lebih rapih dan transparan. 33

b. Kewajiban Amil Zakat

33

(46)

Agar dapat melaksanakan kewajiban sebagai Amil Zakat, maka Amil Zakat harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yaitu islam, jujur, memengetahui hukum zakat, dan persyaratan lainnya. Seorang amil zakat harus mempunyai etika keislaman secara umum, seperti penyantun dan ramah kepada para wajib zakat dan selalu mendoakan mereka begitu juga terhadap para mustahiq, dapat menjelaskan permasalahan zakat dan urgensinnya dalam masyarakat islam. Menyalurkan zakat sesegera mungkin. Kemudian seorang amil zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap dana zakat yang dikelolanya dan bertanggungjawab dan mengganti kehilangan dana zakat yang terjadi akibat kecerobohan dan kelalaiannya. 34

4. Tugas dan Fungsi

Tugas dan Fungsi Amil Zakat adalah mengelola dana zakat dan sebagai lembaga pelayanan bagi masyarakat yang akan berzakat dan bagi orang yang membutuhkan bantuan. Pelayanan terhadap masyarakat yang akan berzakat dapat berupa konsultasi, penghitungan zakat yang akan dikeluarkan, dan penerimaan zakat. Adapun amanah atau tanggung jawab yang dibebankan kepada amil zakat adalah memperbaiki keadaan dan taraf perekonomian masyarakat. Oleh karena itu sudah saatnya para amil zakat

34

(47)

berupaya memaksimalkan tugas dan fungsi dalam pengelolaan zakat yaitu

memberdayakan kaum du’afa.35

5. Persyaratan menjadi Amil Zakat

Persyaratan seseorang untuk menjadi Amil Zakat menjadi perhatian serius dalam ajaran Islam. Dalam kaitan ini, DR. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :36

a. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam. Oleh sebab itu, pengelolaan zakat harus diurus oleh orang yang beragama Islam.

b. Mukallaf, Yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab dalam pengelolaan zakat.

c. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting, karena berkaitan dengan kepercayaan umat artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui melalui Amil Zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Kemanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketetapan penyalurannya sejalan dengan ketentuan agama.

d. Mengerti dan memahami hukum zakat sehingga mampu menjelaskan kepada masyarakat berbagai hal yang berkaitan dengan masalah zakat

35

Modul Penyuluhan Zakat, KEMENAG RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat. 2012. h. 74.

36

(48)

dan juga dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat. Dengan pengetahuan tentang zakat, para amil zakat diharapkan dapat terhindar dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari ketidaktahuan tentang masalah zakat.

e. Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melaksanakan tugas dengna sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi harus juga ditunjang oleh kempuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal dalam pengelolaan zakat.

f. Syarat yang tidak kalah pentingnya, adalah kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil Zakat yang baik adalah Amil Zakat yang bekerja secara penuh dan total, penuh waktu, pikiran, tenaga dan segalannya dalam melaksanakan tugas pengelolaan zakat. Bekerja tidak asal-asalan dan tidak pula sebagai sambilan. Banyaknya Amil Zakat yang bekerja sebagai sambilan menyebabkan amil zakat tersebut pasif dan hanya menunggu kedatangan muzzaki untuk membayar zakatnya pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan saja. Kondisi semacam ini, tidak mendukung program optimalisasi pengelolaan zakat.

(49)

a. Calon pengurus badan amil zakat di semua tingkatan terdiri atas unsur masyarakat yang memenuhi syarat dan kriteria terentu, antara lain memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, adil, berdedikasi, professional dan memeliliki integritas.

b. Calon pengurus badan amil zakat diseleksi melalui tahapan sebagai berikut :

1) Membentuk tim seleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendekia, tenaga professional, praktisi pengelolaan zakat dan lembaga swadaya masyarakat dan unsur pemerintah.

2) Menyusun kriteria calon pengurus badan amil zakat.

3) Mempublikasikan rencana pembentukan badan amil zakat dan calon pengurusnya secara luas kepada masyarakat.

4) Menyeleksi calon pengurus badan amil zakat sesuai dengan keahliannya.37

37

(50)

40

A. Profil Bazis DKI Jakarta

BAZIS PROV. DKI JAKARTA merupakan sebuah badan pengelola zakat resmi yang dibentuk Pemerintah Prov. DKI Jakarta. Badan ini berdiri secara resmi pada tahun 1968 sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta (ketika itu dijabat oleh Ali Sadikin) No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember 1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat Islam dalam wilayah DKI Jakarta.

Menjelang berdirinya BAZIS Prov. DKI Jakarta, wacana tentang perlunya pengelolaan zakat secara kelembagaan dan professional terus bergelora di kalangan masyarakat muslim. Pada tanggal 24 September 1968, sebelas ulama berkumpul di Jakarta yang terdiri dari: Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman,

KH. Moh. Soleh Su’aidi, M. Ali Al Hamidy, Mukhtar Luthfy, KH. A. Malik

Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi, yaitu:

1. Perlunya pengelola zakat dengan system administrasi dan tata usaha yang baik sehingga bisa dipertanggungjawabkan pengumpulan dan pendayagunaannya kepada masyarakat.

(51)

pengumpulan zakat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan.

Melihat peran zakat yang sangat strategis ini, maka pada acara Isra’ Mi’raj di Istana Negara, Presiden Soeharto ketika itu menyerukan secara

langsung pelaksanaan zakat untuk menunjang pembangunan. Pada saat yang sama, ia juga menyatakan kesediannya untuk menjadi amil tingkat nasional.

Sebagai tindak lanjut dari seruan itu, Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Perintah No. 07/POIN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 kepada Mayjen Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kol. Inf. Drs. Azwar Hamid, dan Kol. Inf. Ali Afandi untuk membantu Presiden dalam proses administrasi dan tata usaha penerimaan zakat secara nasional.

Untuk lebih memperkuat hal tersebut, Presiden mengeluarakan Surat Edaran No. B. 133/PRES/11/1968 yang menyerukan kepada pejabat/instansi untuk membantu dan berusaha ke arah terlaksananya seruan presiden dalam wilayah atau lingkup kerja masing-masing. Seruan Presiden ini kemudian ditindaklanjuti oleh Gubernur Prov. DKI Jakarta, Ali Sadikin dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember 1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat Islam dalam wilayah DKI Jakarta. Akhirnya, BAZ Prov. DKI Jakarta secara resmi berdiri.

(52)

yang sangat besar, khusunya di DKI Jakarta. Untuk memperluas sasaran operasional dank arena semakin kompleknya permasalahan zakat di Jakarta, maka pada tahun 1973 Gubernur Prov. DKI Jakarta melalui Surat Keputusan No. D.III/B/14/6/73 tertanggal 22 Desember 1973 menyempurnakan BAZ ini menjadi Badan Amil Zakat dan Infaq/Shadaqah yang kini popular dengan sebutan BAZIS.27

B. Sejarah Berdirinya Bazis DKI Jakarta

Badan Amil Zakat, sebagai cikal bakal BAZIS sekarang, sudah digagas sejak awal berdirinya pemerintahan Orde Baru. Tepatnya, ketika sebelas ulama tingkat nasional mengadakan pertemuan pada tanggal 24 September 1968 di Jakarta. Ulama-ulama itu adalah Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Mereka menyarankan diadakannya sebuah badan untuk pelaksanaan zakat di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Presiden Soeharto ketika menyampaikan pidatonya pada peringatan Isra Mi’raj, tanggal 26 Oktober 1968. Pada saat itu

beliau mengajak ummat Islam untuk mengamalkan ibadah zakat secara konkret dengan mengintensifkan pengumpulan zakat sehingga hasilnya menjadi lebih terarah.

Selanjutnya, Soeharto, Presiden RI saat itu, mengeluarkan surat perintah no. 07/PRN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 yang isinya adalah

27

(53)

perintah kepada Alamsyah Ratuperwiranegara, M. Azwar Hamid, dan Ali Afandy untuk membantu Presiden dalam pengadministrasian penerimaan zakat.

Sebelum adanya seruan Presiden, BAZ sendiri sebenarnya sudah berdiri berdasarkan peraturan Mentri Agama tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat yang bertugas melaksanakan pemungutan dan pengumpulan zakat mal dan zakat fitrah. Hanya saja, mungkin pelaksanaannya dilapangan saat itu masih tersendat.

Di tingkat daerah, seruan Presiden Soeharto direspon secara positif. Gubernur DKI Jakarta, misalnya, saat itu Ali Sadikin, mengeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil Zakat berdasarkan syariat Islam pada tanggal 5 Desember 1968. Mulai saat itu, secara resmi BAZ DKI berdiri dari tingkat propinsi, kotamdya, kecamatan, hingga keluarahan. Inilah cikal bakal yang sebenarnya dari BAZIS DKI yang pada saat itu masih bernama BAZ karena memang kegiatannya masih terbatas pada pengumpulan dana zakat saja.

(54)

Pada awal pembentukannya, BAZIS DKI Jakarta berada langsung di bawah gubernur DKI Jakarta, Namun, pada proses yang lebih lanjut, dirasakan adanya keperluan untuk mengadakan perubahan bidang struktur, agar BAZIS lebih leluasa lagi dalam gerak organisasinya, maka tahun 1991, dikeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 859 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta. Dengan Surat Keputusan ini kepemimpinan BAZIS, yang tadinya dipegang langsung oleh Gubernur, dilimpahkan kepada aparat teknis yang bersifat professional dan fungsional. Sejak saat itu pula, BAZIS menjadi perangkat pelaksana pemerintah daerah yang mandiri, karena bersifat non-struktural.

Pada tahun 1998, Gubernur DKI Jakarta kembali mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 87 tentang susuanan dan Tata Kerja Bazis DKI Jakarta. Berdasarkan SK ini, nama pimpinanBAZIS berubah dari ketua menjadi kepala BAZIS. Sementara itu, BAZIS tingkat kotamadya diganti pula menjadi pelaksana BAZIS Kotamadya.

Satu hal yang menarik adalah mulai tahun 1974 dana operasional tidak lagi diambil dari dana zakat, tetapi diganti dengan subsidi dari pemerintah. Ini berarti, dana zakat bisa disalurkan kepada para mustahik secara keseluruhan, karena hak milik amil, dalam hal ini untuk operasional BAZIS yang sebesar 2,5% menjadi utuh.

(55)

Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan yang kedua mengenai Pola pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Badan Amil Zakat, infaq, dan Shadaqah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan SK ini, istilah Badan Pembina tidak lagi dipergunakan, tetapi diganti dengan Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawas. Dengan kedua SK ini diharapkan organisasi BAZIS menjadi lebih efisien dan pola pengelolaan dana zakatnya menjadi lebih optimal, professional, amanah, dan transparan.28

C. Landasan Hukum BAZIS DKI Jakarta

Sejalan dengan perkembangan BAZIS produk-produk hukumnya senantiasa disesuaikan, terutama lahirnya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat memberikan implaksi sangat luas pada lembaga pengelola zakat ini, diantaranya adanya tuntutan professional, transparansi, akuntabilitas, dan kemandirian. Dasar hokum yang membentengi posisi BAZIS provinsi DKI Jakarta saat ini adalah:29

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah

3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.

28

Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan Kewirausahaan (Jakarta: CED, 2005), h. 79

29

(56)

4. Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia No. 373 tahun 2003 tentang Pelaksanan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tentang Pengelolaan Zakat.

5. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 120 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

6. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 121 tahun 2002 tentang pola Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 26 Tahun

2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Zakat, Infak dan Sedekah pada Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

8. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Ibukota Jakarta No. 51 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan dana Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah oleh Badan Amil Zakat, Infak dan sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

D. Visi dan Misi BAZIS DKI Jakarta30

Visi : Pengelola ZIS Terpercaya di Jakarta.

30

(57)

Misi : Memaksimumkan pengelolaan ZIS yang amanah, profesional, dan penuh ukhuwah bagi optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat sehingga tidak ada lagi mustahik zakat di Jakarta.

E. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Zakat BAZIS DKI Jakarta31

Pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah oleh BAZIS DKI Jakarta Bertujuan untuk :

1. Terwujudnya layanan penghimpunan ZIS yang kreatif, inovatif dan memaksimumkan nilai bagi Muzakki, Munfiq dan Mutashaddiq.

2. Terwujudnya layanan pendayagunaan ZIS yang memaksimumkan upaya pemberdayaan mustahik berbasis penguatan jaringan.

3. Terwujudnya organisasi sebagai Good Organization yang mampu memaksimumkan kepuasan materi dan spiritual stakeholder dan menjadi

benchmark bagi lembaga pengelola ZIS di Indonesia dan Dunia.

Untuk mencapai tujuan tadi, BAZIS DKI Jakarta dalam pelaksanaan pengelolaan zakat selalu berprinsip kepada 4 hal :

1. Landasan: Amanah.

2. Prinsip Kedudukan: Unit Kerja Strategis Pemprov DKI Jakarta yang Obyektif dan non Partisan.

3. Prinsip Manajemen: Profesional, Transparan, Kreatif dan Inovatif, Penuh Ukhuwah dan Berorientasi pada Perbaikan Terus-menerus.

4. Prinsip Aktivitas Inti: Layanan Pengelolaan ZIS yang Optimum.

31

(58)

F. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan BAB II pasal 3 Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 120 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka tugas pokok BAZIS Provinsi DKI Jakarta adalah :32

1. Menyelenggarakan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak dan sedekah sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

2. Dalam melaksanakan tugasnya BAZIS bersifat objektif dan transparan. Sedangkan yang menyangkut fungsi, sebagaimana BAB II pasal 3 Keputusan Gubernur Provinsi DKi Jakarta No. 120 di atas, maka fungsi BAZIS Provinsi DKI Jakarta mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Penyusunan program kerja

2. Pengumpulan segala macam zakat, infaq dan sahadaqah dari masyarakat termasuk pegawai di wilayah Provinsi DKI Jakarta

3. Pendayagunaan zakat, infak dan sedekah sesuai dengan ketentuan hukumnya

4. Penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kesadaran menunaikan ibadah zakat, infak dan sedekah

5. Pembinaan pemanfaatan zakat, infak dan sedekah agar lebih produktif dan terarah

32

(59)

6. Koordinasi, bimbingan dan pengawasan kegiatan pengumpulan zakat, infak dan sedekah yang dilaksanakan oleh pelaksana pengumpulan BAZIS 7. Penyelenggaraan kerja sama dengan Badan Amil, Zakat, Infak dan

Sedekah dan lembaga Amil Zakat yang lain

8. Pengendalian atas pelaksanaan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak dan sedekah

9. Pengurusan fungsi-fungsi ketatausahaan, perlengkapan, kerumahtanggaan dan sumber daya manusia.

G. Struktur Organisasi BAZIS DKI Jakarta33

Organisasi BAZIS terdiri dari tiga lembaga utama (berdasarkan SK Gubernur DKI No. 120 tahun 2002), yaitu :

1. Dewan Pertimbangan 2. Komisi Pengawas 3. Badan Pelaksan

Susunan Dewan Pertimbangan BAZIS DKI Jakarta ditetapkan oleh gubernur dan mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Memberikan pertimbangan tentang pengembangan hokum dan pemahaman seputar zakat, infaq dan shadaqah

2. Memberikan pertimbangan, saran dan pendapat dalam kebijaksanaan pengumpu

Gambar

GAMBARAN UMUM BADAN AMIL ZAKAT, INFAQ,
Tabel 1.1
No Nama Tabel 1.2 Pelatihan
Tabel 1.4 No Nama Pelatihan
+2

Referensi

Dokumen terkait

38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga pengelolaan zakat Kabupaten Tulungagung lebih dikenal dengan sebutan Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh

A Bizottság jelentése a Tanácsnak, az Európai Parlamentnek, az Európai Gazdasági és Szociális Bizottságnak és a Régiók Bizottságának az európai szövetkezet statútumának a

Dengan berdiskusi bersama orang tua di rumah, siswa dapat mensimulasikan kegiatan sesuai aturan yang berlaku di rumah dengan benar. Siswa berdiskusi dengan orang tua

Cara Karnoto dan Farida dalam mengimprovisasi gerak yaitu dengan cara memperagakan ragam gerak yang ada pada tari Gambyong, pada setiap ragam geraknya kemudian

Suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan penyakit, Suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan penyakit, terutama

Mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen produk Meei Yung Whitening Day Cream bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang mengatur peredaran produk kosmetik

Penjadwalan proyek memiliki pengertian sebagai durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian aktivitas kerja yang ada dalam kegiatan

Demikian pula sebaliknya, bila semakin rendah kelekatan terhadap orang tua yang dimiliki oleh remaja tersebut, maka semakin rendah pula otonomi yang dimilikinya.Hal ini sesuai