• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA. Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA. Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA

Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah ada hubungan positif antara kelekatan terhadap orang tua dengan otonomi pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara kelekatan terhadap orang tua dengan otonomi pada remaja. Semakin tinggi kelekatan terhadap orang tua yang dimiliki, maka semakin tinggi pula otonomi yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah kelekatan terhadap orang tua yang dimiliki, maka semakin rendah pula otonomi yang dimiliki.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahisiswi Universitas Islam Indonesia dari berbagai fakultas. Subjek yang diambil berstatus belum menikah, dan berusia antara 17 sampai 24 tahun., subjek masih berstatus mahasiswa aktif. Subjek penelitian berjumlah 100 orang, dengan subjek laki-laki sebanyak 36 orang, dan subjek perempuan sebanyak 64 orang. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode angket, yang terdiri atas skala otonomi pada remaja, dan skala kelekatan terhadap orang tua. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi product moment Pearson dengan program SPSS 12.0 for windows.

Hasil analisis korelasi product momen pearson menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,215 dengan p= 0,016 (p<0,05). Hal ini berarti hipotesis diterima. Ada hubungan yang positif antara kelekatan terhadap orang tua dengan otonomi pada remaja.

(2)

I. PENGANTAR

Remaja atau adolescence adalah waktu dimana seorang individu mulai untuk memisahkan diri mereka dari orangtuanya, membangun identitas baru mereka, dan mengambil tanggung jawab baru (http://www.scienzeformazione.unipa).

Masa remaja sendiri terbagi atas remaja awal, remaja tengah, dan akhir. Saat memasuki masa remaja seseorang akan memasuki fase baru, yang memiliki banyak hal yang harus dipelajari, dan dikembangkan. Salah satunya adalah otonomi atau kemandirian.

Kemandirian sendiri mencakup pengertian dari beberapa istilah, yaitu autonomy, independency, dan self reliance. Menurut Steinberg (2002), dalam bukunya Adolescence, ada tiga tipe otonomi, yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy, dan value autonomy. Emotional autonomy atau otonomi emosional, berhubungan dengan emosi, personal feelings, dan bagaimana cara berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Behavioral autonomy berhubungan dengan tindakan. Tipe otonomi ini lebih merujuk pada kemampuan untuk membuat keputusan sendiri, dan bertindak sesuai dengan keputusan yang telah diambil tadi. Value autonomy atau otonomi nilai memiliki arti memiliki tingkah laku yang mandiri, dan kepercayaan dalam spiritual, politik, dan moral (http://www.nebguide.com).

Dengan memiliki otonomi, remaja dapat berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal. Remaja adalah proses perkembangan dari anak-anak menuju dewasa. Apabila dari

(3)

masa remaja sudah memiliki otonomi, maka ketika dewasa, remaja tadi akan menjadi orang dewasa yang memiliki otonomi, dan mampu menjalankan tugasnya sebagai manusia dewasa dengan baik. Oleh karena itu, otonomi merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh remaja, sebagai kunci menuju otonomi lebih lanjut pada masa dewasa.

Perkembangan otonomi sendiri merupakan suatu proses yang panjang. Proses ini dapat berlangsung sekitar 10 sampai 15 tahun. Perkembangan otonomi berbeda-beda pada tiap orang. Sebagai contoh, tidak semua remaja yang berumur sama memiliki tingkat otonomi yang sama pula. Adapun salah satu tipe otonomi mungkin saja dapat berkembang lebih cepat dari pada tipe otonomi yang lainnya.

Harapan mengenai waktu yang tepat bagi seorang remaja untuk mulai berkembangnya otonomi berbeda-beda dalam tiap kebudayaan, dan tergantung juga dari orang tua dan tentunya remaja itu sendiri. Sebagai contoh, harapan tumbuh dan berkembangnya otonomi pada remaja kulit putih biasanya lebih awal dibandingkan dengan remaja Amerika-Asia atau latin (Santrock, 2003).

Otonomi pada remaja sering disalah persepsikan sebagai suatu bentuk pemberontakan. Menjadi seorang remaja yang memiliki otonomi biasanya diartikan dengan pemecahan atau pemisahan diri dari keluarganya (Steinberg, 2002). Menurut Havirgust (1972) seorang remaja yang mandiri akan mampu mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua, ia juga dapat mengatur perekonomiannya dengan baik. Seorang remaja yang mandiri juga memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, memiliki kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain, dan tidak

(4)

tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Seorang remaja yang mandiri akan dapat mengurus dirinya sendiri dengan baik, tanpa harus bergantung dan tergantung pada orang tuanya ataupun orang lain. Namun, bukan berarti memecahkan atau memisahkan diri dari orang tua dan keluarganya (http://www.e-psikologi.com).

Di Indonesia, menurut catatan buletin Al-falah pada oktober 1999, data pengguna narkoba pada juli 1999 menunjukkan jumlah pemuda yang mengkonsumsi narkoba berjumlah 4 juta orang dengan omset per harinya 780 milyar. Di rumah sakit Denpasar, menunjukkan bahwa kasus kedatangan remaja untuk menggugurkan bayinya mencapai 60 % dari jumlah seluruh pengunjung (Hartini, 1999).

Contoh kasus yang terjadi pada remaja diatas menunjukkan bahwa masih banyak remaja yang tidak mampu memperhitungkan resiko yang ia ambil dari tindakannya. Sebagai contoh, terjadi banyak aborsi akibat dari kehamilan yang tidak dikehendaki. Remaja juga banyak yang terlibat narkoba karena ikut-ikutan teman saja, tanpa bisa memutuskan sendiri mana yang baik dan buruk bagi dirinya (http://www.google.com/remajamandiri).

Padahal jika saja remaja tadi sudah memiliki otonomi dalam dirinya, tentunya ia dapat memutuskan sendiri mana yang baik, mana yang buruk untuk dirinya, tanpa harus terpengaruh atau sekedar ikut-ikutan teman. Remaja yang otonomi juga dapat memperhitungkan resiko yang ia ambil dari setiap tindakannya.

(5)

Melihat kenyataan tersebut, ternyata tidak semua remaja dapat mencapai otonominya. Dalam pencapaian otonomi pada remaja ternyata juga tidak tergantung pada umur remaja tersebut, karena seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa remaja yang memiliki umur yang sama pun belum tentu memiliki otonomi yang sama. Sesuai dengan penjelasan dalam buku Adolescence, dari Steinberg, bahwa otonomi pada remaja terkait dengan hubungan, kelekatan antara remaja tadi dengan orang tuanya, juga pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya. Selain orang tua, otonomi pada remaja juga dipengaruhi oleh hubungan dengan saudaranya (sibling relationship), hubungan dengan teman sebaya (peer), dan juga termasuk hubungan dengan orang lain di lingkungannya, seperti guru, dan orang dewasa lain yang ada di sekitarnya (Steinberg, 2002).

Dari beberapa hal tersebut, sepertinya peran keluarga, dalam hal ini orang tua, memiliki keterkaitan yang cukup erat dalam pembentukan otonomi pada remaja. Orang tua sebagai lingkungan terdekat bagi remaja, memberi sumbangan besar dalam perkembangan seorang remaja, termasuk dalam hal otonomi. Kelekatan anak pada orang tua, dirasa mempengaruhi otonomi pada serang remaja. Kelekatan seorang remaja pada orang tua yang seperti apa yang akan memberi pengaruh pada otonominya, dalam hal ini perlu dipahami bagaimana sebenarnya kelekatan seorang anak atau remaja pada orang tua tersebut, dan bagaimana hal tersebut memberi efek pada otonomi pada remaja yang bersangkutan.

Menurut Armsden & greenberg (1987) kelekatan anak pada orang tua sebenarnya adalah hal yang positif, selama kelekatan tersebut adalah kelekatan

(6)

yang sehat, dalam batas yang wajar, dan tidak berlebihan, kelekatan yang aman. Kelekatan pada orang tua yang sehat dapat menumbuhkan rasa percaya diri, membuat anak mudah beradaptasi, mampu mengembangkan hubungan antar sesama, displin dan juga mendukung pertumbuhan intelektual serta psikologis. Keterikatan atau kelekatan pada orang tua dalam masa remaja bisa memfasilitasi kecakapan dan kesejahteraan sosial, seperti yang dicerminkan dalam beberapa ciri, seperti harga diri, penyesuaian emosi dan kesehatan fisik (Santrock, 2003).

Remaja dengan hubungan kelekatan yang aman dan wajar dengan orang tua mereka mempunyai harga diri yang lebih tinggi dan kesejahteraan emosi yang lebih baik. Keterikatan atau kelekatan yang aman dengan orang tua dapat membantu remaja dari kecemasan dan kemungkinan perasaan tertekan atau ketegangan emosi yang berkaitan dengan transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Santrock, 2003). Namun bila kelekatan pada orang tua ini terlalu berlebihan dan tidak masuk kelekatan yang aman lagi, malah sebaliknya, akan dapat menimbulkan dampak negatif pada anak tersebut.

Melihat penjelasan diatas, sepertinya otonomi pada remaja terkait dengan kelekatan terhadap orang tua. ”Apakah ada hubungan antara kelekatan terhadap orang tua dengan kemandirian pada remaja?”

(7)

II. METODE PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari mahasiswa Universitas Islam Indonesia, yang terdiri dari beberapa fakultas, yaitu Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegetahuan Alam, Fakultas Teknologi Industri, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Kedokteran Umum, dan Fakultas Ilmu Komunikasi. Subjek berstatus mahasiswa aktif, berjenis kelamin pria dan wanita, usia 17 – 24 tahun. Subjek yang diambil berstatus belum menikah. Subjek berdomisili di daerah yogyakarta.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala. Skala digunakan ada dua. yaitu untuk mengukur tingkat otonomi yang dimiliki oleh subjek, dan skala yang lainnya digunakan untuk mengukur tingkat kelekatan terhadap orang tua yang dimiliki subjek.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ststistik. Alasan yang mendasari adalah pertimbangan bahwa ststistik melakukan perhitungan dengan angka-angka, sehingga sifatnya objektif. Selain itu, juga bersifat universal, yaitu dapat digunakan hampir dalam setiap bidang penelitian (Hadi, 1995). Analisis data penelitian hubungan antara otonomi pada remaja dengan kelekatan terhadap orang tua ini, dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 Dilakukan uji Normalitas sebaran dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test. Dilakukan juga uji Linieritas hubungan dengan Anova. Terakhir dilakukan uji Hipotesis penelitian dengan Bivariate correlations Pearson.

(8)

III. HASIL PENELITIAN a. Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil dari uji ini menunjukkan bahwa penyebaran skor pada kedua variabel mengikuti distribusi normal. Dengan nilai K-SZ pada variabel otonomi pada remaja sebesar 1,002 dengan p= 0,268 (p>0,05). Untuk variabel kelekAtan terhadap orang tua memiliki nilai K-SZ sebesar 0,690 dengan p= 0,728 (p>0,05).

b. Uji Asumsi Liniaritas

Uji Liniar menunjukkan nilai F= 5,067 dengan p=0,029 (p<0,05). Sedangkan nilai deviation from linearity menunjukkan nilai F= 1,137 dengan p= 0,329 (p>0,05). Hal ini berarti hubungan anatar variabel linier.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan korelasi product momen dengan bantuan program SPSS 12.0. Dari hasil uji hipotesis didapat nilai koefesien korelasi sebesar 0,215 dengan p= 0,016 (p<0,05). Hal ini berarti hipotesis diterima. Ada hubungan yang positif antara kelekatan terhadap orang tua dengan otonomi pada remaja.

d. Uji Tambahan

Uji tambahan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan otonomi pada remaja dilihat dari perbedaan usia, jenis kelamin, dan fakultas. Uji tambahan dilakukan dengan menggunakan Test of homogeneity of variances, dengan bantuan program SPSS 12.0. Hasil uji tambahan untuk

(9)

usia didapat hasil F= 1,144 untuk jenis kelamin F=0,050 dan untuk fakultas F= 1,010. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan tidak ada perbedaan otonomi pada remaja berdasarkan usia, jenis kelamin dan fakultas.

IV. PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kelekatan terhadap orang tua dengan otonomi pada remaja. Semakin tinggi kelekatan terhadap orang tua yang dimiliki oleh subjek, maka semakin tinggi pula otonomi yang dimilikinya. Demikian pula sebaliknya, bila semakin rendah kelekatan terhadap orang tua yang dimiliki oleh remaja tersebut, maka semakin rendah pula otonomi yang dimilikinya.Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Santrock, dalam bukunya Adolescence, remaja dengan orang tua yang terlalu lekat dan memegang kendali penuh atas anak remaja mereka, cenderung tidak memiliki otonomi yang diharapkan. Tetapi orang tua yang mampu melepas kendali tertentu atas anak mereka dan mampu membina kelekatan yang aman, cenderung memiliki remaja dengan otonomi yang lebih baik. (Santrock, 2003)

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ainsworth, bahwa salah satu indikasi kelekatan terhadap orang tua adalah availibility atau ketersediaan orang tua bagi anaknya. Apabila anak kurang merasakan availability dari orang tua sebagai figur kelekatan, biasanya anak tidak berminat mengambil resiko untuk mengeksplor dunia, mereka memilih untuk tetap berada sedekat mungkin dengan orang tuanya. (Ainsworth, 1967). Hal ini berarti bahwa jika anak tidak merasakan adanya atau tersedianya orang tua sebagai salah satu indikasi kelekatannya terhadap orang tua,

(10)

maka anak menjadi takut, dan tidak bisa mencapai otonominya. Jika hal ini terjadi dan berlangsung samapi remaja, maka remaja tersebut akan menjadi remaja yang tidak memiliki otonomi yang baik.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara kelekatan terhadap orang tua dengan otonomi pada remaja.

VI. SARAN

Berdasarkan penalitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka peneliti memberikan saran pada peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan tema serupa. Saran dari peneliti adalah agar dapat meminimalisasikan bias dalam menjawab skala oleh subjek. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menghilangkan piliha jawaban tengah, yaitu tidak tahu, pada skala yang dibuat. Sehingga subjek dipaksa memilih dari empat pilihan jawaban saja. Pada intinya diharapkan peneliti selanjutnya dapat membuat alat ukur yang lebih baik, mulai dari pilihan jawaban yang disediakan, juga kalimat dan bahasa yang digunakan.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Beyers.W; Goossens.L; Vansant.I; Moors.E. 2003. A Structural Model of Autonomy in Middle and Late Adolescence: Connectedness, Separation, detachment, and Agency. Proquest Journal

Coco.L.A; Ingoglia.S; Pace Ugo; Zappulla.C. 2004. Autonomy and Intimacy Toward Parents in adolescence Girls; the Relation With Empathic Concern and Psychological well Being. Jurnal. University of Palermo. http://www.Scizoformazione.unipa.itingoglia. 22/04/06

Fleming Manuela. 2006. Gender in Adolescent Autonomy: Distinction Between Boys and Girls Accelerates at 16 Years of Age. University of Porto. http://www.Electronicjournal. 25/04/06

Hadi.S.Prof.Drs,MA.1995. Metodologi Riset. Yogyakarta: ANDI.

Hartini. N. 1999. Remaja dan Lingkungan Sosialnya. Anima: Indonesian Psychological Journal. Vol.15, No. 1, 76-82.

http://www.balipost.co.id http://www.dudung.netindex

http://www.google.com/remajamandiri http://www.nebguide.com

http://www.scienzeformazione.unipa

Santrock.J.W. 2003. Adolescence, Perkembangan Remaja, edisi ke-6. Jakarta: Erlangga.

(12)

IDENTITAS PENULIS

NAMA: Nadia Indah Permatasari

ALAMAT : Jakal, km.14,5 Lodadi No.48 Yogyakarta No. TELEPON : 0274-898533

Referensi

Dokumen terkait

makroekonomi yang diakibatkan bencana alam di Pulau Jawa untuk wilayah kabupaten dengan menggunakan metode regresi panel...

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tipe kelahiran tunggal betina ditinjau dari pertambahan berat badan dan konsumsi bahan kering berpengaruh nyata lebih baik (P&lt;0,05)

Galur-galur yang memiliki perbedaan pada semua karakter kuantitatif yang diamati, meliputi karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk,

Tanaman yang digunakan untuk pengobatan diare jambu biji, kara, ketumbel, kunyit, lengkuas, manggis, nangka, pala, patikan kebo. Penggunaan yang khas di Baturraden saja

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur biomassa serasah dan tumbuhan bawah secara destruktif dan mengukur biomassa tegakan secara non destruktif menggunakan persamaan

Nilai biomassa dan stok karbon serasah yang lebih rendah dari tumbuhan bawah diduga berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik yang berlangsung lebih cepat

Berdasarkan rumusan masa lah, hasil analisis data dan pem bahasan pada penelitian ini, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1) Ahli isi dan media

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengembangan multimedia interaktif dengan strategi episodic mapping untuk pembelajaran menulis cerpen siswa