ANALISIS PENILAIAN ASET TETAP BERDASARKAN US GAAP DAN
PENILAIAN ASET TETAP BERDASARKAN IFRS TERHADAP LABA
(Survey Pada Perusahaan Jasa Telekomunikasi yang Terdaftar di BEI Periode 2006-2012)
ANALYSIS VALUATION OF FIXED ASSETS BASED U.S. GAAP AND VALUATION OF FIXED ASSETS BASED IFRS ON EARNINGS
(Survey at Telecommunication Service Company Listed on the Stock Exchange Period 2006-2012)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Yaumil Utami
NIM. 21109015
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
v
SURAT PERNYATAAN
ABSTRACT... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI………....….……….………...…. v
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1
1.2 Identifikasi Masalah... 13
1.3 Rumusan Masalah... 14
1.4 Kegunaan Penelitian... 14
1.4.1 Kegunaan Praktis... 14
1.4.2 Kegunaan Akademis... 15
1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian... 15
1.5.1 Maksud Penelitian... 15
1.5.2 Tujuan Penelitian... 15
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian... 15
vi
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka... 17
2.1.1 Aset Tetap... 17
2.1.1.1 Pengertian Aset Tetap... 17
2.1.1.2 Pengukuran Aset Tetap PSAK 16 Revisi 2007... 18
2.1.1.3 Faktor-Faktor Penentuan Biaya Penyusutan Aset Tetap... 19
2.1.1.4 Metode Perhitungan Penyusutan Aset Tetap 20 2.1.2 US GAAP... 23
2.1.2.1 Pengertian US GAAP... 23
2.1.2.2 Sumber-Sumber GAAP... 25
2.1.2.3 Tingkat Pengadopsian IFRS... 24
2.1.2.4 Elemen Laporan Keuangan US GAAP... 26
2.1.2.5 Prinsip-Prinsip Dasar Akuntansi GAAP... 27
2.1.3 Adopsi IFRS... 27
2.1.3.1 Pengertian Adopsi IFRS... 27
2.1.3.2 Tujuan IFRS... 29
2.1.3.3 Tingkat Pengadopsian IFRS... 29
2.1.3.4 Indikator IFRS... 31
vii
2.1.4.3 Jenis – Jenis Laba...35
2.2 Kerangka Penelitian... 36
2.2.1 Analisis Aset Tetap Metode GAAP terhadap Laba Metode GAAP... 37
2.2.2 Analisis Aset Tetap Metode IFRS terhadap Metode IFRS Laba... 38
2.2.3 Penelitian Sebelumnya... 39
2.3 Hipotesis... 43
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian... 44
3.2 Metode Penelitian... 44
3.2.1 Desain Penelitian... 45
3.3 Operasionalisasi Variabel... 47
3.4 Sumber Data...50
3.5 Populasi dan Penarikan Sampel... 50
3.5.1 Populasi... 51
3.5.2 Sampel...51
3.6 Metode Pengumpulan Data... 53
3.7 Metode Pengujian Data... 54
viii
3.8 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis... 58
3.8.1 Rancangan Analisis... 58
3.8.2 Pengujian Hipotesis... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 69
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan... 69
4.1.1.1 Sejarah Perusahaan... 69
4.1.1.2 Struktur Organisasi perusahaan... 74
4.1.1.3 Uraian Tugas Perusahaan Telekomunikasi Secara Umum... 75
4.1.1.4 Aktivitas Perusahaan... 82
4.1.2 Analisis Deskriptif... 87
4.1.2.1 Deskriptif Aset Tetap Menggunakan Metode GAAP... 87
4.1.2.2 Deskriptif Aktiva Tetap Menggunakan Metode IFRS... 94
4.1.2.3 Deskriptif Laba Menggunakan Metode GAAP... 101
ix
4.1.3.2 Pengaruh Penilaian Aset Tetap Menggunakan
Metode GAAP terhadap Laba GAAP... 112
4.2 Pembahasan...117
4.2.1 Analisis Pengaruh Penilaian Aset Tetap Menggunakan Metode GAAP terhadap Laba GAAP... 117
4.2.2 Analisis Pengaruh Penilaian Aset Tetap Menggunakan Metode IFRS terhadap Laba IFRS... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 122
5.2 Saran... 123
DAFTAR PUSTAKA... 124
LAMPIRAN... 128
x
Gambar 4.1 Grafik Aset Tetap menggunakan Merode GAAP... 93
Gambar 4.2 Grafik Aset Tetap menggunakan Merode IFRS... 99
Gambar 4.3 Grafik Laba menggunakan Metode GAAP... 102
xi
Tabel 1.2 Total Laba dan Total Aset Tetap US GAAP dan
Adopsi IFRS... 7
Tabel 1.3 Waktu Penelitian... 16
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya... 39
Tabel 3.1 Desain Penelitian... 47
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel... 49
Tabel 3.3 Jumlah Populasi Emiten... 51
Tabel 3.4 Jumlah Sampel Emiten... 52
Tabel 3.5 Uji Autokorelasi... 58
Tabel 4.1 Unit Observasi... 69
Tabel 4.2 Gambaran Aset Tetap menggunakan Metode GAAP... 92
Tabel 4.3 Gambaran Aset Tetap menggunakan Metode IFRS... 98
Tabel 4.4 Gambaran Laba menggunakan Metode GAAP... 101
Tabel 4.5 Gambaran Laba menggunakan Metode IFRS... 104
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Model GAAP... 107
Tabel 4.7 Hasil Uji Asumsi Heteroskedastisitas Model GAAP...108
Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Model GAAP... 109
Tabel 4.9 Korelasi Antara Penilaian Aset Tetap menggunakan Metode GAAP dengan Laba GAAP... 110
Tabel 4.10 Koefisien Determinasi Model GAAP... 111
xii
Metode IFRS dengan Laba IFRS... 115
xiii
Struktur Organisasi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk... 129
Struktur Organisasi PT Indosat Tbk... 130
Struktur Organisasi PT XL Axiata Tbk... 131
Laporan Keuangan PT Telkom 2006 (Aset Tetap) ... 132
Laporan Keuangan PT Telkom 2007, 2008 (Aset Tetap) ... 133
Laporan Keuangan PT Telkom 2006, 2007, 2008 (Laba) ... 134
Laporan Keuangan PT Telkom 2009, 2010 (Aset Tetap) ... 135
Laporan Keuangan PT Telkom 2009, 2010 (Laba) ... 136
Laporan Keuangan PT Telkom 20011, 2012 (Aset Tetap) ... 137
Laporan Keuangan PT Telkom 20011, 2012 (Laba) ... 138
Laporan Keuangan PT Indosat 2006 (Aset Tetap) ... 139
Laporan Keuangan PT Indosat 2006 (Laba) ... 140
Laporan Keuangan PT Indosat 2008,2007 (Aset Tetap) ... 142
Laporan Keuangan PT Indosat 2007, 2008 (Laba) ... 143
Laporan Keuangan PT Indosat 2009, 2010 (Aset Tetap) ... 145
Laporan Keuangan PT Indosat 2007, 2008 (Laba) ... 146
Laporan Keuangan PT Indosat 2011, 2012 (Aset Tetap) ...148
Laporan Keuangan PT Indosat 2011, 2012 (Laba) ... 149
Laporan Keuangan PT XL Axiata 2006, 2007, 2008 (Aset Tetap)... 151
Laporan Keuangan PT XL Axiata 2006, 2007, 2008 (Laba)... 152
Laporan Keuangan PT XL Axiata 2009, 2010 (Aset Tetap)... 153
xiv
Lampiran Output Regresi Sederhana metode IFRS... 161
Lampiran Hak Ekslusif... 165
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat,
rahmat, karunia serta bimbingan-Nya dan tidak lupa shalawat serta salam
senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ANALISIS PENILAIAN ASET TETAP BERDASARKAN US GAAP DAN
PENILAIAN ASET TETAP BERDASARKAN IFRS TERHADAP LABA”.
Skripsi ini disajikan untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh jenjang S1
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk
memberikan uraian-uraian yang jelas dengan pengetahuan dan kemampuan yang
ada pada diri peneliti agar dapat dimengerti oleh pembaca. Peneliti menyadari
betul bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan yang jauh dari sempurna. Selama proses penulisan skripsi ini, peneliti
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik merupakan moril maupun
materil yang tidak terhingga nilainya terutama kepada dosen pembimbing dan
Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer
Indonesia Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak. Maka dengan segala kerendahan hati dan
rasa hormat peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuannya kepada
iv
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia.
2. Sri Dewi Anggadini., SE., M.Si. selaku Dosen Wali.
3. Seluruh Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Komputer Indonesia.
4. Ayahanda dan Ibunda, Kakak, kakak ipar dan adik tercinta serta keluarga
tersayang yang selalu tanpa pamrih mendoakan agar senantiasa maju
dalam penyusunan skripsi ini.
5. Satrio Birowo Triantoro yang telah memberikan doa dan semangat.
6. Nurlaelasari, Shena Gustia, Ice Tince, Anita, Iva Debrina dan D’Killat dan
Hary Priyanto yang telah membantu, memberikan semangat dan bertukar
ilmu selama pembuatan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan 4AK1 dan akuntansi angkatan 2008 -2010
yang selalu ada dihati.
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan semoga seluruh amal
baik yang telah diberikan kepada peneliti mendapatkan Ridho dari Allah SWT,
Amin.
Bandung, Juli 2013
Peneliti
124
pada tanggal 7 Mei 2013. Di Wide World Web:
http://keuanganlsm.com/article/artikel-akuntansi/penyusutan-depresiasi-aktiva-tetap/
Andi,Supangat. 2007. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Nonparametrik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Alexander Rusli. 2013. Laba Bersih Indosat Turun Drastis 52,5%. Diakses pada
tanggal 12 Juni 2013. Di Wide World Web:
http://www.investor.co.id/home/laba-bersih-indosat-turun-drastis-525/56033
Badjuri, Achmad. 2012. Analisis Metode Penyusutan Aktiva Tetap terhadap Laba Perusahaan. Jurnal akuntansi dan perbankan. Vol. 1, No. 1.March.
Belkaoui, Ahmed. 2006. Teori Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan – Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.
Francois Aubert. 2010. The relative informativeness of GAAP and pro forma earnings announcements in France. Journal of Accounting and Taxation Vol. 2(1), pp. 1-14, June.
Francouis Aubert, Pascal Dumontier. 2009. Analyzing Brokers’ Expertise: Did Analysts Fully Anticipate the Impact of IFRS Adoption on Earnings? The European Evidence.Journal of Accounting.
Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika Dasar: Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Husein Umar. 2007. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Hasnul Suhaimi. 2013. Pendapatan XL Nomor Dua. Diakses pada tanggal 15 Mei
2013. Di Wide World Web:
http://www.indotelko.com/kanal?c=et&it=Hasnul-Suhaimi-Pendapatan XL-Nomor-Dua
125
pada tanggal 14 Mei 2013. Di Wide World Web:
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/328712008__xl_rugi_rp_15_mi liar
Irna Gustia. 2009. Kurs dan Beban Bunga Bikin XL Rugi Rp 15 Miliar. Diakses
pada tanggal 5 Mei 2013. Di Wide World Web:
http://finance.detik.com/read/2009/02/23/150506/1089116/6/kurs-dan-beban-bunga-bikin-xl-rugi-rp-15-miliar
IPSASB. 2006. IFAC's International Public Sector Accounting Standards Board Issues Proposed Standard on Employee Benefits. Diakses pada tanggal 13 Mei 2013. Di Wide World Web: http://www.ifac.org/news-events/ifacs- international-public-sector-accounting-standards-board-issues-proposed-standard-em
Kieso, Donald, Weygand, Jerry dan Warfield, Terry, 2007. Akuntansi Intermediate, Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga.
Marisi P Purba, Andreas. 2010. International Financial Reporting
Standards:Konvergens & Kendala Aplikasinya di Indonesia /GHI. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Michael Chon. 2013. FASB Limits Fair Value Requirements for Private Companies and Nonprofits. Diakses pada tanggal 17 April 2013. Di Wide World Web: http://www.accountingtoday.com/news/FASB-Limits-Fair-Value Requirements-Private-Companies-Nonprofits-65638-1.html
Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.
Mohammad Nazir. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muhammad Nurul Houqe, Tony van Zijl, Professor Keitha Dunstan, Dr. Wares Karim. 2011. The effect of IFRS Adoption and Investor Protection on Earnings Quality around the World. International Journal of Accounting, 47(3), 333-355.
Nandakumar Ankarath et. al. 2012. Memahami IFRS: Standar Pelaporan
126
Robert M. Bowen, Angela K. Davis, Dawn A. Matsumoto. 2003. Emphasis on Pro Forma versus GAAP Earnings in Quarterly Press Releases: Determinants, SEC intervention, and Market Reactions. 14th Annual Conference on Financial Economics and Accounting (FEA) Juni.
Santoso, Singgih. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Salim Faozan Kartasentika. 2012. Laba XL Axiata turun 2,15 persen. Diakses
pada tanggal 2 Mei 2013. Di Wide World Web:
http://www.merdeka.com/uang/laba-xl-axiata-turun-215-persen.html
Soemarso S.R. 2010. Akuntansi Suatu Pengantar, edisi 5 buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika Untuk ekonomi dan keuangan modern.
Salemba Empat, Jakarta.
Steven M. Bragg. 2011. Panduan IFRS Edisi Revisi. Jakarta: Indeks.
T. J. Atwood, Michael S. Drake, James N. Myers, Linda A. Myers. 2011. Do Earnings Reported Under IFRS Tell Us More About Future Earnings and Cash Flow?. Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 30, No. 4.
Tamika Cody. 2012. GAAP Shapes Cross-Border M&A. Study finds countries that have comparable standards see more deals. Diakses pada tanggal 19 April
2013. Di Wide World Web:
http://www.accountingtoday.com/news/GAAP-Shapes-Cross-Border-M and-A-64250-1.html
Umi, Narimawati dkk. 2010. Penulisan Karya Ilmiah: Paduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir. Jakarta: Genesis.
127
tanggal 22 Juli 2013. Di Wide World Web:
http://www.aaykpn.ac.id/article/read/23
1
1.1 Latar Belakang Penelitian
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2009:54) Globalisasi telah
menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas. Akses informasi dari satu negara ke
negara yang lainnya dapat dilakukan dalam hitungan menit bahkan detik. Hal ini
memungkinkan komunikasi yang intens diantara penduduk dunia (Global
Citizen). Salah satu konsekuensi dari interaksi trans nasional ini adalah
diperlukannya suatu standarnisasi atau aturan umum yang dapat
dipakai/dipraktekkan di seluruh dunia. Akuntansi tidak terlepas dari efek
globalisasi. Serangkaian gerakan yang dimulai sejak 1973 telah dilakukan oleh
International Accounting Standard Committee (IASC). IASC yang pada tahun
2001 berubah menjadi International Accounting Standard Board (IASB)
bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi,
dapat dipahami, dan diterapkan secara global diseluruh dunia. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai organisasi yang berwenang dalam membuat standar
akuntansi di indonesia telah melakukan langkah-langkah penyeragaman standar
akuntansi keuangan. Sejak tahun 1994 IAI telah melaksanakan program
harmonisasi dan adaptasi standar akuntansi internasional dalam rangka
pengembangan standard akuntansinya. IAI pada Desember 2008 telah
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan International Financial Reporting
Standards (IFRSs) yang merupakan produk dari IASB.
Marisi P. Purba (2010:11) mengatakan sebelumnya, para praktisi dan ahli
akuntansi keuangan di Amerika Serikat beranggapan bahwa US-GAAP yang
sebagian besar merupakan produk-produk FASB adalah standar akuntansi dan
pelaporan keuangan yang sudah lengkap dan memadai. Namun anggapan tersebut
mulai memudar sejak terjadinya mega skandal yang melibatkan
korporasi-kosporasi raksasa. Terjadinya mega skandal tersebut dianggap merupakan indikasi
lemahnya standar akuntansi dan pelaporan keuangan di Amerika Serikat.
Sehingga tidak sedikit juga para ahli yang beranggapan bahwa US-GAAP
sebetulnya penuh dengan masalah karena dianggap terlalu rule bassed karena
memberikan aturan sampai ke hal-hal kecil. Sifat US-GAAP yang rule bassed
tersebut telah memberikan motivasi bagi para pelaku kejahatan korporasi di
Amerika Serikat untuk melakukan aggressive accounting dan creative accounting
dengan cara mencari celah yang ada di standar akuntansi dan pelaporan keuangan.
IFRS dianggap lebih principle based dan hal-hal cukup diatur dengan interprestasi
atas aturan pokoknya. Hal ini membuat IFRS lebih supel dan menyeluruh,
walaupun rawan terhadap berbagai interprestasi.
Kieso (2001:39) mengatakan, FASB menggunakan pendekatan yang lebih
konservatif karena banyak kaitannya dengan definisi aktiva dan beban yang lebih
ketat. Walaupun banyak pihak berpendapat bahwa biaya iklan dan pemasaran
memiliki manfaat di masa depan, namun kesulitan dalam mengukur manfaat ini
Karena itu, GAAP hanya memperbolehkan biaya iklan dan pemasaran
diamortisasi dalam periode yang sangat pendek atau langsung dijadikan beban.
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Sylvia Veronica
Siregar (Juni 2011), IFRS adalah sebuah standar penyusunan laporan keuangan
berstandar internasional yang menekankan pada interpretasi dan penerapan prinsip
dan bukan pada rule-based approach. IFRS harus memiliki karakteristik seperti
adanya penilaian substansi dari transaksi dan evaluasi mencerminkan realita
ekonomi, berfokus pada profesional judgement, penggunaan nilai wajar sebagai
pengukuran dan persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan rinci. IFRS
bermanfaat dalam memudahkan pemahaman atas laporan keuangan internasional
dan dapat meningkatkan arus investasi global secara transparan. Selain itu,
penyusunan IFRS juga akan membuka peluang fund raising melalui pasar modal
secara global dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. sejumlah
hambatan seperti masalah hukum dan birokrasi yang tidak relevan, kurangnya
infrastruktur berupa spesialis, tenaga akuntan pendidik dan buku teks menjadi
hambatan dalam penyusunan laporan keuangan berdasarkan IFRS di Indonesia
www.okezone.com.
Marisi P. Purba (2010:44) mengatakan ada tiga permasalahan utama yang
dihadapi oleh Indonesia dalam melakukan adopsi penuh IFRS. Permasalahan
pertama adalah kurang siapnya infrastruktur seperti DSAK sebagai financial
accounting standard setter di Indonesia. Permasalahn yang kedua adalah kondisi
perundang-undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS. Permasalahan yang
Indonesia. Hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menaruh perhatian yang
serius dalam terhadap permasalahan sistem pelaporan keuangan korporasi.
Perhatian dan keterlibatan pemerintah baik dalam memberikan pendanaan
maupun bantuan teknis dalam penyusunan standar akuntansi dan pelaporan
keuangan sangat jauh dari yang diharapkan. Sebagai konsekuensi kondisi tersebut,
penyusunan standar akuntansi dan pelaporan keuangan praktis dikendalikan oleh
para praktisi akuntansi keuangan yang berada di kantor-kantor akuntansi publik
besar. DSAK sebagai lembaga penyusun standar akuntansi dan pelaporan
keuangan sering terkesan tidak independen dalam melakukan tugasnya.
Menurut Kieso (2001:52), GAAP mewajibkan sebagian besar aktiva dan
kewajiban diperlakukan dan dilaporkan berdasarkan harga akuisisi dengan
menggunakan prinsip biaya historis. Perusahaan perlu menentukan nilai jual dari
setiap aktiva setiap kali mereka ingin menentukan laba. Tugas yang sangat berat
dan akan menghasilkan angka-angka laba bersih yang sangat dipengaruhi oleh
pendapatan. Kesulitan serupa juga dimiliki oleh metode-metode biaya berjalan
lainnya (biaya pengganti, nilai sekarang dari arus kas masa depan) dan setiap
dasar penilaian lainnya kecuali biaya atau harga pokok.
Menurut Marisi P. Purba (2010:56), Pada IFRS kerangka dasar
penyusunan laporan keuangannya memungkinkan penilaian aktiva tetap berwujud
dan tidak berwujud menggunakan nilai wajar (revaluation model), aktiva
keuangan tertentu dan aktiva biologi seperti tanaman menggunakan nilai wajar.
Laporan keuangan harus disajikan dengan basis true and fair,sedangkan
tetap berwujud dan tidak berwujud. Namun, aktiva keuangan tertentu disajikan
dengan menggunakan nilai wajar. Laporan keuangan harus disajikan dengan fairly
stated .
Menurut IAI (2011:7), Secara umum perbedaan antara ED PSAK 16
(revisi 2011): Aset Tetap dengan PSAK 16 (2007): Aset Tetap adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.1 PSAK 16 Aset Tetap
PERIHAL ED PSAK 16
Menambahkan pengecualian ruang lingkup untuk:
. aset tetap diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual
dan Operasi yang Dihentikan
. pengakuan dan pengukuran aset eksplorasi dan evaluasi (Lihat PSAK 64: Aktivitas Eksplorasi dan Evaluasi Pada Pertambangan
Sumber Daya Mineral)
Hanya mengatur pengecualian ruang lingkup untuk untuk hak penambangan dan reservasi tambang, seperti minyak, gas alam, dan sumber daya alam sejenis yang tidak dapat diperbarui.
Ruang lingkup Tidak mengatur lagi mengenai properti investasi yang sedang dibangun atau dikembangkan.
Hibah Pemerintah
Tidak mengatur syarat pengakuan aset tetap yang berasal dari hibah. Hanya mengatur nilai tercatat aset tetap yang dapat dikurangi dari hibah pemerintah.
Pengakuan aset tetap yang berasal dari hibah pemerintah mempunyai syarat bahwa:
a. entitas telah memenuhi kondisi atau prasyarat hibah tersebut;
b. hibah akan diperoleh. Aset tetap yang
tersedia untuk dijual
Pengaturan aset tetap yang tersedia untuk dijual dihapus karena sudah diatur dalam PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi
yang Dihentikan.
Mengatur perlakuan akuntansi terhadap suatu aset tetap yang tersedia untuk dijual.
Depresiasi atas tanah
Menjelaskan bahwa pada umumnya tanah memiliki umur ekonomis tidak terbatas sehingga tidak disusutkan, kecuali entitas meyakini umur ekonomis tanah terbatas.
Perlakuan akuntansi tanah yang diperoleh dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan lainnya mengacu pada ISAK 25:
Hak Atas Tanah
Menurut Nandakumar (2012:23), Penyajian laporan keuangan IFRS,
laporan keuangan harus disusun dengan elemen laporan posisi keuangan, laporan
laba komperhensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas
laporan keuangan dan laporan posisi keuangan pada periode komperatif paling
awal apabila suatu entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara
retrospektif atau melakukan penyajian kembali secara retrospektif atau apabila
dilakukan reklasifikasi atas akun-akun yang ada pada laporan keuangan.
Sedangkan US-GAAP tidak diatur secara spesifik namun sebagian diatur pada
element of financial statements. Sama seperti IAS 1, kecuali untuk laporan
perubahan ekuitas yang diwajibkan menjelaskan laba komperhensif
(comperhensive income) sebagai bagian dari ekuitas (IAS 1 par.10).
Tabel 1.2
Total Aset Tetap dan Total Laba
ketika menerapkan GAAP dan Pengadopsian IFRS Periode Tahun 2006-2012
(dalam jutaan rupiah)
NAMA
2006 55.232.692 11.005.577 2007 61.168.983 12.857.018 2008 71.066.244 10.671.786
2009 76.419.897 11.398.826 2010 75.832.000 11.536.999
2011 74.897.000 10.976.000
Berdasarkan pada tabel 1.2 perusahaan-perusahaan jasa telekomunikasi
tersebut pada tahun 2006-2010 masih menerapkan PSAK berbasis GAAP, laba
perusahaan cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut teori Kieso (2001:78)
“aset tetap yang diungkapkan dengan metode GAAP dapat menurunkan laba
perusahaan karena pengungkapan menggunakan biaya historis dan akumulasi
penyusutan.”
PT INDOSAT Tbk
2006 24.963.030 1.410.093 2007 30.572.773 2.042.043 2008 38.394.073 1.878.522 2009 44.428.807 1.498.245 2010 43.571.010 647.174
2011 43.505.698 1.067.145
2012 41.964.793 875.860
PT XL AXIATA Tbk
2006 1.0462.009 651.883 2007 15.810.223 250.780 2008 23.179.767 (15.109) 2009 23.616.394 1.709.468 2010 23.197.199 2.891.261
2011 25.614.830 2.830.101
Ketika perusahaan mengkonvergensi laporan keuangannya menggunakan
PSAK berbasis IFRS, aset tetap perusahaan cenderung naik atau meningkat.
Menurut teori Marisi P. Purba (2012:36) Aset tetap IFRS ditentukan dengan
adanya nilai wajar dan akumulasi penyusutan masa manfaat perusahaan, sehingga
laba yang didapat cenderung berfluktuasi.
Laba yang dihasilkan selama menggunakan PSAK berbasis US GAAP
cenderung meningkat setiap tahunnya dari tahun 2006-2010 laba yang dihasilkan
perusahaan selama menggunakan metode IFRS mengalami penurunan pada tahun
2011 hingga 2012 kecuali pada Telkom pada tahun 2012 laba kembali naik.
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Sylvia Veronica Siregar
(Juni 2011), IFRS harus memiliki karakteristik seperti adanya penilaian substansi
dari transaksi dan evaluasi mencerminkan realita ekonomi, berfokus pada
profesional judgement, penggunaan nilai wajar sebagai pengukuran dan
persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan rinci. IFRS bermanfaat dalam
memudahkan pemahaman atas laporan keuangan internasional dan dapat
meningkatkan arus investasi global secara transparan.
Menurut Rinaldi Firmansyah, direktur utama PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk pada catatan laporan keuangan (2011) nilai wajar adalah suatu
jumlah dimana aset dapat ditukar, atau liabilitas dapat diselesaikan dengan
transaksi arms-length. Perusahaan dan entitas anak memperhitungkan nilai wajar
dari aset dan liabilitas keuangan jangka pendek mendekati nilai tercatatnya,
sebagai dampak dari pendiskontoannya yang tidak signifikan. Nilai wajar dari
depan dari tiap liabilitas pada tingkat bunga yang saat ini ditawarkan oleh bank
kepada Perusahaan dan entitas anak untuk utang dengan jatuh tempo sejenis,
kecuali untuk penyertaan tertentu lainnya dan obligasi yang didasarkan pada harga
pasar.
Perusahaan dan entitas anak telah memilih pengecualian yang diberikan
oleh IFRS 1 untuk mengakui semua keuntungan dan kerugian aktuarial kumulatif
ke saldo laba ditahan per 1 Januari 2010 (mengakui keuntungan dan kerugian
aktuarial kembali ke nol pada tanggal transisi ke IFRS). Selanjutnya, pendekatan
untuk langsung mengakui keuntungan dan kerugian aktuarial ke laba
komprehensif lainnya telah dipilih untuk pengakuan berikutnya. Dengan
demikian, setiap penyesuaian terhadap aset pensiun yang timbul dari perhitungan
batasan atas aset juga diakui ke laba komprehensif lainnya. Perusahaan dan entitas
anak telah memilih pengecualian yang diberikan oleh IFRS 1 untuk menganggap
perbedaan translasi kumulatif untuk semua operasi asing menjadi nol pada tanggal
transisi ke IFRS.
Dengan demikian, perbedaan translasi kumulatif yang terdapat pada 1
Januari 2010 di dalam laporan keuangan konsolidasi berdasarkan PSAK
direklasifikasi ke saldo laba ditahan. Berdasarkan PSAK, hak atas tanah dicatat
sebagai bagian dari aset tetap dan tidak diamortisasi kecuali manajemen tidak bisa
untuk memperpanjang atau memperbarui hak atas tanah tersebut. Biaya-biaya
yang terjadi dalam memproses dan memperpanjang hak atas tanah ditangguhkan
dan diamortisasi menggunakan metode garis lurus sepanjang periode hak atas
Berdasarkan IFRS, hak atas tanah dicatat sebagai sewa pembiayaan dan
disajikan sebagai bagian dari aset tetap. Hak atas tanah diamortisasi selama masa
sewa. Perusahaan dan entitas anak mengakui beban amortisasi hak atas tanah
sebesar Rp18 miliar untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011 dan 2010.
Menurut Harry Sasongko Tirtotjondro, Direktur Utama PT Indosat Tbk
pada catatan laporan keuangan (2011) telah terjadinya perubahan-perubahan
dalam pencatatan yang disebabkan oleh standar akuntansi PSAK berbasis IFRS
yang mempengaruhi laba perusahaan. PSAK yang mengalami perubahan yaitu :
PSAK 30 (Revisi 2011), “Sewa”, PSAK 46 (Revisi 2010), “Akuntansi Pajak
Penghasilan”, PSAK 50 (Revisi 2010), “Instrumen Keuangan: Penyajian”, PSAK
55 (Revisi 2011), “Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran”, PSAK 60,
“Instrumen Keuangan: Pengungkapan”. Perubahan PSAK tersebut membuat laba
PT Indosat Tbk pada tahun 2011-2012 mengalami perubahan.
Menurut Hasnul Suhaimi, presiden direktur PT XL Axiata Tbk pada
catatan laporan keuangan (2011) Nilai wajar untuk instrumen keuangan yang
diperdagangkan di pasar aktif ditentukan berdasarkan kuotasi nilai pasar pada
tanggal laporan posisi keuangan. Kuotasi nilai pasar yang digunakan Perseroan
untuk aset keuangan adalah harga penawaran (bid price), sedangkan untuk
liabilitas keuangan menggunakan harga jual (ask price).
Nilai wajar untuk instrumen keuangan yang tidak diperdagangkan di pasar
aktif ditentukan dengan menggunakan teknik penilaian tertentu. Perseroan
menggunakan metode discounted cash flow dengan menggunakan asumsi-asumsi
untuk menentukan nilai wajar dari instrumen keuangan lainnya. Nilai wajar
instrumen keuangan adalah suatu jumlah dimana aset dapat ditukar, atau liabilitas
dapat diselesaikan dengan dasar transaksi armslength. Perseroan melakukan
penelaahan berkala atas masa manfaat ekonomis aset tetap berdasarkan
faktor-faktor seperti kondisi teknis dan perkembangan teknologi di masa depan.
Hasil operasi di masa depan akan dipengaruhi secara material atas
perubahan estimasi ini yang diakibatkan oleh perubahan faktor yang telah
disebutkan di atas.
Sesuai dengan PSAK 25 (Revisi 2009), “Kebijakan Akuntansi, Estimasi
Akuntansi dan Kesalahan”, perubahan diterapkan secara retrospektif dan jumlah
komparatif lainnya telah disajikan kembali.
Dampak dari koreksi tersebut menyebabkan pengurangan dari jumlah
pendapatan yang telah dilaporkan sebelumnya dan juga pengurangan atas beban
interkoneksi dan beban langsung terkait pada periode-periode tersebut. Perubahan
dalam penyajian tidak berdampak pada laba sebelum pajak penghasilan, laba
periode berjalan, dan laba per lembar saham untuk setiap periode yang disajikan.
Perseroan tidak menyajikan laporan posisi keuangan konsolidasian pada awal
tahun buku 2010 karena penyajian kembali tidak mempengaruhi saldo awal saldo
laba.
Berdasarkan latar belakang masalah yang terjadi pada perusahaan jasa
yang bergerak pada sektor telekomunikasi diatas peneliti akan menganalisa
perusahaan berdasarkan aset tetap dengan metode GAAP dan metode IFRS
“ANALISIS PENILAIAN ASET TETAP BERDASARKAN US GAAP DAN
ASET TETAP BERDASARKAN IFRS TERHADAP LABA PERUSAHAAN
JASA TELEKOMUNIKASI.”
1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul yang penulis teliti “Analisis Penilaian Aset Tetap
berdasarkan US GAAP dan Penilaian Aset Tetap Berdasarkan IFRS terhadap
Laba Perusahaan Jasa Telekomunikasi”. Berkaitan dengan judul tersebut, maka
masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pada Perusahaan Jasa Telekomunikasi mengalami peningkatan laba
selama penilaian aset tetap berbasis US GAAP padahal laporan keuangan
US GAAP yang diplubikasikan belum transpalasi. Perusahaan Jasa
Telekomunikasi cenderung meningkat pada tahun 2006-2010 padahal
biaya-biaya yang diungkapkan sangat banyak seperti adanya amortisasi
goodwill beban bunga dan pengungkapan yang tidak transpalasi.
2. Pada Perusahaan Jasa Telekomunikasi tahun 2011 dan 2012 penilaian aset
tetap berbasis IFRS, pengungkapan atas biaya-biaya yang ada pada
laporan keuangan US GAAP banyak yang dihapus seperti amortisasi
goodwill, instrumen derivatif melekat seperti piutang dan hutang derivatif
namun perusahaan mengalami penurunan laba padahal dengan
digunakannya IFRS laba perusahaan semakin kredibilitas terhadap para
1.3 Rumusan Masalah
Sesuai identifikasi masalah diatas, dapat diidentifikasikan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh aset tetap metode GAAP terhadap Laba
GAAP.
2. Seberapa besar pengaruh aset tetap metode IFRS terhadap laba IFRS.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Praktis
1. Bagi Perusahaan
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi pemecahan
masalah dan bahan masukan atau sebagai bahan perbandingan khususnya
pemilik perusahaan di dalam menerapkan Pengaturan Standar Akuntansi
GAAP dan Adopsi IFRS seefektif mungkin agar perusahaan dapat berjalan
lebih baik.
1.4.2 Kegunaan Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Bagi Peneliti
Untuk pengembangan ilmu, pengetahuan dalam bidang akuntansi
khususnya mengenai pengaruh dan perbedaan aset tetap metode US
GAAP dan Metode IFRS terhadap laba perusahaan jasa
2. Bagi Akademik
Sebagai referensi atau bahan panambahan ilmu maupun untuk
mengadakan penelitian mengenai Aset tetap metode US GAAP,
Aset tetap metode IFRS dan laba.
1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.5.1 Maksud Penelitian
Maksud dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh data
dan informasi yang diperlukan dalam menjawab rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas.
1.5.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aset tetap metode GAAP
terhadap laba GAAP.
2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aset tetap metode IFRS
terhadap laba IFRS.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.6.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian untuk membantu menyelesaikan penelitian ini dilakukan
di Bursa Efek Indonesia (BEI) Menara 1Lt. 4, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta
1.6.2 Waktu Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat rencana jadwal
penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai ke tahap akhir pelaporan
hasil penelitian. Penelitian dimulai bulan Oktober 2012. Secara lebih rinci waktu
penelitian dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah ini :
Tabel 1.3 Waktu Penelitian
NO Bulan Maret April Mei Juni Juli
Minggu Ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan
Judul
2 Pengumpulan Data
3 Penyusunan UP
4 Presentasi UP 5 Pelaksanaan
Penelitian
17 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Aset Tetap
2.1.1.1 Pengertian Aset Tetap
Aset tidak lancar atau aset tetap adalah aset yang memiliki masa manfaat
lebih dari satu tahun dan biasanya digunakan dalam kegiatan operasional
perusahaan dan mengalami penyusutan dan wajib dinilai kembali pada setiap
tahunya.
Menurut Nandakumar Ankarath et. al (2012;96) pada IAS 16 tentang Property,
Plant and equipment, adalah :
“Aset tetap adalah Aset berwujud yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan
di dalam produksi atau persediaan barang atau jasa dan diperkirakan akan
digunakan lebih dari satu periode.”
Aset tetap memiliki biaya perolehan yang diakui apabila adanya
kemungkinan bahwa manfaat keekonomian dimasa yang akan datang yang
berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan dan biaya
perolehan dari aset tersebut dapat dinilai secara andal.
Setelah dilakukan pengukuran pada awal pembelian atau dengan biaya
perolehan, maka untuk selanjutnya aset tetap wajib diukur pada setiap tahunnya
untuk mengetahui nilai yang berlaku pada saat itu pada saat pengukuran kembali
2.1.1.2 Pengukuran Aset Tetap PSAK 16 Revisi 2007
Menurut IAI (2008) “Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal
perolehan juga dilakukan pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di
dalam PSAK 16 Revisi 2007 terdapat perubahan yang signifikan mengenai
perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai aset tetap setelah
perolehan. PSAK 16 Revisi 2007 mengakui adanya dua metode dalam perlakuan
akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:
1. Metode Biaya Historis
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap
tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset
2. Metode Revaluasian
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset
tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada
jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi
setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan
keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat
tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengukuran aset tetap selain dilakukan pada
Terdapat dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut yaitu metodew
biaya historis dan metode revaluasian.
2.1.1.3Faktor-Faktor Penentuan Biaya Penyusutan Aset Tetap
Menurut Jerry J. Weygandt (2007:570) yang di alih bahasakan oleh Ali
Akbar Yulianto, Wasilah, dan Rangga Handika, faktor-faktor dalam menentukan
biaya penyusutan yaitu:
1. Harga perolehan
2. Masa manfaat
3. Nilai sisa
Menurut Warren, Reeve & Fess (2006:509) yang diterjemahkan oleh Aria
farahmita, Amanugrahani dan Taufik hendrawan, faktor-faktor dalam menentukan
biaya penyusutan yaitu:
1. Biaya awal aktiva tetap
2. Umur manfaat yang siperkirakan
3. Estimasi nilai pada akhir umur manfaat
Kesimpulan dari faktor-faktor dalam menentukan biaya penyusutan adalah:
1. Harga perolehan. Harga perolehan mempengaruhi biaya dari aset yang
dapat disusutkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ingat kembali
bahwa aset tetap dicatat pada harga perolehan, terkait dengan prinsip
biaya.
2. Masa manfaat. Masa manfaat (useful life) adalah estimasi masa produktif
Masa manfaat dapat dinyatakan dalam satuan waktu, unit aktivitas (seperti
jam kerja mesin), atau jumlah unit yang dihasilkan. Masa manfaat
merupakan estimasi (perkiraan), dalam membuat estimasi, manajemen
mempertimbangkan berbagai factor yang mempengaruhi seperti cara
penggunaan asset, perkiraan tentang jumlah perbaikan dan perawatan,
serta kecepatan tingkat keusangan. Pengalaman masa lalu dengan asset
yang sama juga sering kali membantu dalam menentukan masa manfaat
yang diperkiraan.
3. Nilai sisa. Nilai sisa (salvage value) adalah estimasi nilai aset pada akhir
masa manfaat. Nilai ini bisa berdasarkan pada nilai asset sebagai nilai
rongsokan (scrap value) atau nilai pertukaran (trade-in value). Seperti
masa manfaat, nilai sisa merupakan estimasi. Dalam membuat estimasi,
manajemen mempertimbangkan bagaimana rencana mereka untuk
melepaskan aset dan pengalamannya dengan aset yang sama.
2.1.1.4Metode Perhitungan Penyusutan Aset Tetap
Menurut Warren, Reeve & Fess (2006:510) yang diterjemahkan oleh Aria
farahmita, Amanugrahani dan Taufik hendrawan, metode perhitungan penyusutan
yaitu:
1. Metode garis lurus
2. Metode hasil produksi
Menurut Zaki Baridwan (2008:308) metode perhitungan penyusutan yaitu:
1. Metode Garis lurus (straight-line method)
2. Metode Jam jasa (service-hours method)
3. Metode Hasil produksi (productive-output method)
4. Metode Beban berkurang (reducing-charge method)
a. Jumlah angka tahun (sum of years’-digits method)
b. Saldo menurun (declining balance method)
c. Double declining balance method
d. Tarif menurun (declining rate on cost method)
Kesimpulan dari metode perhitungan penyusutan adalah:
1. Metode Garis lurus (straight-line method). Berdasarkan metode garis
lurus (straight-line method), depresiasi besarnyabsama untuk setiap tahun masa
manfaat asset. Dasar perhitungan satu-satunya adalah waktu. Supaya dapat
menghitung beban depresiasi dengan metode garis lurus, adalah cukup dengan
menghitung biaya yang dapat disusutkan. Biaya yang dapat disusutkan
(depreciable cost) adalah harga perolehan asset dikurangi nilai sisa. Hal ini
menunjukan total jumlah nilai yang dapat disusutkan. Pada metode garis lurus,
untuk menentukan beban depresiasi setiap tahun adalah membagi biaya yang
dapat disusutkan dengan masa manfaat aset.
2. Metode Jam jasa (service-hours method). Metode jam jasa didasarkan
pada teori bahwa pembelian suatu aktiva tetap merupakan sejumlah jam jasa
menghasilkan tarif penyusutan yang dibebankan untuk setiap jam penggunaan
aktiva tetap tersebut.
3. Metode Hasil produksi (production output method). Metode hasil
produksi didasarkan pada teori bahwa aktiva tetap diperoleh untuk jasa yang
dihasilkan dalam bentuk output produksi. Metode ini mensyaratkan estimasi atas
total unit output aktiva tetap. Untuk dapat menghitung beban penyusutan periodik,
pertama kali dihitung penyusutan untuk tiap unit produk. Kemudian tarif ini akan
dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan dalam periode tersebut.
4. Metode Beban berkurang (reducing charge method). Dalam metode ini
beban depresiasi tahun-tahun pertama akan lebih besar daripada beban depresiasi
tahun-tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru
akan dapat digunakan dengan lebih efisien dibandingkan dengan aktiva yang lebih
tua. Ada 4 cara untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke
tahun,yaitu:
a. Metode jumlah angka tahun (sum of year’s digits method). Di
dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan
bagian pengurang (reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu
menurun dengan harga perolehan dikurangi nilai residu.
b. Metode saldo menurun (declining balance method). Dalam cara
ini beban depresiasi periodic dihitung dengan cara mengalikan tarif
yang tetap dengan nilai buku aktiva. Karena nilai buku aktiva ini
setiap tahun selalu menurun maka beban depresiasi setiap tahunnya
c. Double declining balance method. Dalam metode ini, beban
depresiasi tiap bulannya menurun. Untuk dapat menhghitung beban
depresiasi yang selalu menurun, dasar yang digunakan adalah
persentase depresiasi dengan cara garis lurus. Persentase ini
dikalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aktiva
tetap. Karena nilai buku selalu menurun maka beban depresiasi
juga selalu menurun.
d. Metode tarif menurun (declining rate on cost method). Di
samping metode-metode yang telah diuraikan di muka,
kadangkadang dijumpai cara menghitung depresiasi dengan
menggunakan tarif (%) yang selalu menurun. Tarif (%) ini setiap
periode dikalikan dengan harga perolehan. Penurunan tarif (%)
setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar yang pasti,
tetapi ditentukan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.
Karena tarif (%)-nya setiap periode selalu menurun maka beban
depresiasinya juga selalu menurun.
2.1.2 US GAAP
2.1.2.1 Pengertian US GAAP
Ahmed Riahi-Belkaoui (2006;26) praktik akuntansi yang berbeda-beda di
masing-masing negara di dunia akan memberikan dampak yang signifikan
terhadap laporan keuangan dan laba perusahaan. Dengan meningkatnya integrasi
bisnis internasional mengharuskan perusahaan untuk dapat membuat laporan
keuangannya dimengerti oleh pengguna di seluruh dunia. Perbedaan yang besar
dalam standar akuntansi yang ada diseluruh dunia akan menambah komplikasi
bagi pembuatan laporan keuangan dan pemahaman laporan keuangan oleh
pemakainya. Terdapat perbedaan yang signifikan antara US GAAP dengan GAAP
negara lain. Berita baiknya adalah bahwa konsep dasar yang melandasi praktik
akuntansinya sama di seluruh dunia. Akibatnya, pemahaman yang kuat akan US
GAAP secara cepat mengerti variasi yang ada di negara-negara yang berbeda.
Berita baik lainnya adalah adanya permintaan dari pemakai laporan keuangan
internasional akan mendorong akuntan di seluruh dunia untuk melakukan
harmonisasi standar akuntansi yang berbeda. Setelah itu, secara bertahap,
perbedaan yang ada saat ini lama-kelamaan akan hilang.
Marisi P.Purba (2010;10) mendefinisikan US GAAP sebagai berikut:
“US GAAP atau US Generally Accepted Accounting Principles adalah prinsip, dasar, dan aturan untuk menyiapkan, menyajikan dan melaporkan suatu laporan keuangan kepada para pengguna laporan keuangan seperti perusahaan atau organisasi non-profit. Penggunaan US GAAP sebenarnya tidak hanya terbatas di Amerika Serikat karena secara teori GAAP mencangkup semua peraturan yang digunakan secara umum dalam akuntansi, namun system lebih banyak digunakan dan diaplikasikan di Amerika Serikat.”
Menurut Ahmed Riahi-Belkaoui (2006;61):
“Akuntansi dipraktikkan dalam suatu kerangka yang implisit. Kerangka ini dikenal sebagai prinsip-prinsip yang berlaku umum. Accounting Principles Board
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa US GAAP adalah prinsip,
dasar, prosedur dan aturan yang berlaku umum yang dibuat untuk menyiapkan,
menyajikan dan melaporkan suatu laporan keuangan kepada para pengguna
laporan keuangan seperti perusahaan atau organisasi non-profit dengan mengikuti
ketentuan, aturan, dan prosedur mendapatkan status khusus dengan tercantum
dalam GAAP.
2.1.2.2 Sumber-Sumber Umum GAAP
Menurut Ahmed Riahi-Belkaoui (2006;61) “Sumber-sumber umum yang lain dari GAAP adalah:
1. Pedoman audit dan akuntansi industri dan pernyataan posisi
AICPA serta interprestasi akuntansi AICPA;
2. Publikasi-publikasi lain dari FASB, seperti buletin teknis dan
publikasi lain yang diterbitkan oleh pendahuluannya, seperti APB
Statement;
3. Publikasi dari Securities and Exchange Commission (SEC), seperti
rilis-rilis seri akuntansi;
4. Praktik-praktik yang lazim dan diakui seperti yang tercermin dalam
publikasi tahunan AICPA, Accounting Trends and Techniques;
5. Makalah isu-isu AICPA, pernyataan konsep FASB, buku-buku teks
dan artikel-artikel.”
Berlimpahnya sumber ini dapat dilihat sebagai suatu hierarki. Kewenangan
didalamnya. Penggunaan istilah “berlaku umum” masih akan tetap menjadi
sumber kebingungan, terutama pada situasi baru atau ketika sebuah standar
dimandatkan.
2.1.2.3 Elemen Laporan Keuangan US GAAP
Menurut IAI (2009) “menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan
pada tanggal 15 Desember 2009 dan mulai yang efektif berlaku untuk periode
tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan
keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini :
1. laporan posisi keuangan pada akhir periode
2. laporan laba rugi komprehensif selama periode
3. laporan perubahan ekuitas selama periode
4. laporan arus kas selama periode
5. catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi
penting dan informasi penjelasan lain; dan
6. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan
ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif
atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika
entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Jadi setiap elemen tersebut wajib digunakan setiap perusahaan yang
menyusun laporan keuangannya menggunakan PSAK berbasis US GAAP agar
2.1.2.4 Prinsip – Prinsip Dasar Akuntansi GAAP
Menurut Riahi-Belkaoui (2006;52) empat prinsip dasar akuntansi yang
digunakan untuk mencatat transaksi adalah:
1. Biaya historis
2. Pengakuan pendapatan
3. Kesesuaian
4. Pengungkapan penuh
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa laporan keuangan yang
menggunakan US GAAP dapat mengukur dan mengungkapnya berdasarkan
asumsi dasar, prinsip dan kendala pada laporan keuangan perusahaan.
2.1.3 Adopsi IFRS
2.1.3.1 Pengertian Adopsi IFRS
Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) merupakan prinsip yang
berbasis standar, pendekatan IFRS lebih memfokuskan pada bisnis atau bertujuan
ekonomi dari suatu transaksi dan hak-hak dan liabilitas yang mendasari, selain
memberikan aturan. IFRS memberikan pedoman dalam bentuk prinsip-prinsip.
Menurut Steven M.Bragg (2011;27) IFRS adalah:
“Standar dan beserta interprestasinya yang diumumkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standard
Board). IFRS mencakup Akuntansi Internasional dan Standar Pelaporan
Keuangan Internasional.”
Menurut Nandakumar Ankarath et. al (2012;2):
London. Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) biasanya tidak memberikan lini yang jelas, bilamana membedakan di antara kondisi di mana ketentuan akuntansi yang berbeda ditetapkan. Hal ini mengurangi kesempatan untuk menstrukturkan transaksi, guna mencapai dampak akuntansi tertentu.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa IFRS adalah seperangkat standar pelaporan
keuangan yang diumumkan oleh IASB untuk mencapai dampak akuntansi tertentu
yang memfokuskannya pada bisnis atau bertujuan ekonomi dari suatu transaksi
dan hak-hak dan liabilitas yang mendasari selain memberikan aturan.
Menurut Nandakumar Ankarath et. al (2012;378) pengadopsian IFRS
adalah:
“Suatu pengadopsi Standar Akuntansi Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) pertama kali adalah suatu entitas yang menjadikan suatu pernyataan yang eksplisit dan tanpa syarat, bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS). IFRS 1 diterapkan pada semua entitas yang menyajikan laporan keuangannya untuk pertama kali menurut Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS). Dengan kata lain, sesuai dengan IFRS 1, suatu laporan keuangan entitas menurut Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) yang pertama kali merupakan laporan keuangan tahunan pertama dimana entitas mengadopsi IFRS melalui laporan yang eksplisit dan tanpa syarat (di dalam laporan keuangan) mengenai kepatuhan pada Standar Pelaporan Keuangan (IFRS).”
Menurut Steven M.Bragg (2011;35):
“Mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan, tentunya, akan memiliki daya saing lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.”
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa adopsi IFRS adalah suatu entitas
yang menjadikan suatu pernyataan yang eksplisit dan tanpa syarat, bahwa laporan
(IFRS). Mengadopsi pelaporan global yang membuat suatu perusahaan dapat
dimengerti oleh pasar global sehingga memiliki daya saing lebih besar dalam
laoran keuangannya.
2.1.3.2Tujuan IFRS
Menurut Steven M.Bragg (2012) tujuan IFRS adalah “memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode
yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan
pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para
pengguna.”
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa laporan keuangan untuk tahun
berjalan mengandung informasi yang berkualitas tinggi misalnya, transparan bagi
para pengguna dan dapat dibandingkan, menyediakan titik awal yang memadai
dan dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat.
2.1.3.3Tingkat Pengadopsian IFRS
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2009:34)
1. Full Adoption
Suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menerjemahkan
IFRS word by word ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.
2. Adopted
Mengadopsi seluruh IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di
negara tersebut.
3. Piecemeal
Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu
nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
4. Referenced
Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS
tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan
pembuat standar.
5. Not adopted at all
Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengadopsian IFRS didasari oleh
suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS, mengadopsi seluruh IFRS namun
disesuaikan dengan kondisi di negara, suatu negara hanya mengadopsi sebagian
besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu,
standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan
paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar dan suatu negara sama
2.1.3.4Indikator IFRS
Menurut Nandakumar Ankarath (2012:16) “indikator IFRS dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah:
1. Basis Akrual (Accrual Basis)
Bilamana laporan keuangan disusun atas dasar akuntansi berbasis akrual, maka dampak transaksi dan kejadian-kejadian lain yang diakui pada saat terjadi (bertentangan dengan saat uang tunai atau ekuivalennya diterima atau dibayarkan) dan dicatat didalam catatan akuntansi dan dilaporkan didalam laporan keuangan pada periode yang berkaitan. Perkiraan yang diakui pada laporan keuangan IFRS berbasis akrual adalah aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban-beban.
2. Kelangsungan Hidup (Going Concern)
Bilamana laporan keuangan disusun atas suatu dasar kelangsungan hidup (going concern), maka dianggap bahwa entitas akan melanjutkan operasinya untuk masa mendatang. Dengan kata lain, diasumsikan bahwa entitas tidak bertujuan untuk dilikuidasikan atau secara material membatasi skala operasinya dimasa mendatang.”
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa indikator IFRS dalam penyusunan
laporan keuangan didasari dari akrual basis dan kelangsungan hidup. Laporan
keuangan disusun atas dasar akuntansi berbasis akrual, dampak transaksi dan
kejadian-kejadian lain yang diakui pada saat terjadi dicatat didalam catatan
akuntansi dan dilaporkan didalam laporan keuangan pada periode yang berkaitan
sedangkan laporan keuangan disusun atas suatu dasar kelangsungan hidup (going
concern), maka dianggap bahwa entitas akan melanjutkan operasinya untuk masa
2.1.3.5Perbedaan PSAK 16 Revisi 2011 dengan IFRS
Menurut IAI (2011: 9) “ED PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap
mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 16 Property, Plant, and Equipment
per Januari 2009, kecuali untuk hal-hal sebagai berikut:
1. ED PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap paragraf 03 mengenai ruang
lingkup dimana untuk aset biologik terkait aktivitas agrikultur termasuk
dalam ruang lingkup PSAK 16 (revisi 2011). Hal ini berbeda dengan
pengaturan yang ada dalam IAS 16 Property, Plant and Equipment
paragraf 3 dimana aset biologik terkait aktivitas agrikultur dikecualikan
dalam ruang lingkup.
2. ED PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap memberikan tambahan pada
paragraf 43 mengenai perubahan kebijakan akuntansi dari model biaya ke
model revaluasi yang tidak ada pengaturannya dalam IAS 16.
3. ED PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap tidak mengadopsi pengaturan
dalam IAS 16 paragraf 80 mengenai ketentuan transisi karena tidak
relevan.
4. ED PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap memberikan ketentuan transisi
pada paragraf 82 yang tidak ada dalam IAS 16.
5. ED PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap tidak mengadopsi pengaturan
dalam IAS 16 paragraf 81, 81 A – F mengenai tanggal efektif karena tidak
6. IAS 16 Property, Plant and Equipment paragraf 68A mengenai
penghentian pengakuan menjadi paragraf 69 pada ED PSAK 16 (revisi
2011) dan nomor paragraf selanjutnya disesuaikan.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yang sangat
signifikan karena perbedaan peraturan yang terdapat di Indonesia dan di luar
Indonesia sehingga banyak yang harus diubah dari beberapa elemen IFRS ketika
masuk ke Indonesia.
2.1.4 Laba
2.1.4.1 Pengertian Laba
Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat pada tingkat laba yang
diperoleh perusahaan itu sendiri karena tujuan utama perusahaan pada dasarnya
adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya.
Menurut Soemarso S. R (2010:234) “Laba adalah selisih antara
penerimaan atau pendapatan total dan jumlah seluruh biaya.”
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2008:13) mendefinisikan laba sebagai berikut:
“Laba (profit) merupakan selisih bersih antara pendapatan dengan pengeluaran.”
Menurut IAI (2007:19) Laba meurpakan:
“Jumlah residual yang tertinggal setelah semua beban (termasuk
penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan pada
penghasilan. Kalau beban melebihi penghasilan, maka jumlah residualnya
merupakan kerugian bersih.”
“Tingkat laba yang diperoleh perusahaan dapat ditentukan oleh volume produksi yang dihasilkan, semakin banyak volume produksi yang dicapai maka semakin tinggi pula biaya produksi. Semakin banyak volume produksi yang dicapai maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh.”
Taswan (2008:11) mengemukakan bahwa laba adalah :
“Laba merupakan selisih lebih antara pendapatan diatas biaya dalam suatu periode, dan disebut rugi apabila terjadi sebaliknya.”
Sedangkan pengertian laba menurut Sofyan Syafri Harahap (2007:241) adalah sebagai berikut
“Gain (laba) adalah naiknya nilai ekuitas dari transaksi yang sifatnya insidentil dan bukan kegiatan utama entitas dan dari transaksi kejadian lainnya yang mempengaruhi entitas selama satu tahun periode tertentu kecuali yang berasal dari hasil atau investasi dan pemilik.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa laba adalah selisih antara penerimaan atau
pendapatan total dan jumlah seluruh biaya, imbalan atas upaya perusahaan
menghasilkan barang dan jasa dan selisih bersih antara pendapatan dengan
pengeluaran.
2.1.4.2 Indikator Laba
Menurut Mulyadi (2009;513) “indikator yang mempengaruhi laba, yaitu :
1. Biaya
2. Harga jual
3. Volume penjualan dan produksi.”
Adapun penjelasaan indikator yang mempengaruhi laba diatas adalah sebagai
berikut :
1. Biaya
2. Harga jual
Harga jual produk/jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk/jasa yang bersangkutan.
3. Volume penjualan dan produksi
Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi, akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi.
2.1.4.3Jenis – Jenis Laba
Menurut Soemarso S.R (2010:234) “jenis laba terdiri dari 4 jenis yaitu:
1. Laba bruto yaitu hasil penjualan dikurangi harga pokok penjualan.
2. Penghasilan usaha bersih yaitu laba bruto dikurangi biaya-biaya usaha.
3. Penghasilan bersih sebelum pajak yaitu penghasilan usaha bersih ditambah
dan dikurangi dengan pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya luar biasa.
4. Penghasilan bersih sesudah pajak yaitu penghasilan bersih sebelum pajak
dikurangi pajak penghasilan.
Laba merupakan informasi yang penting dalam suatu laporan keuangan.
Pernyataan ini berdasarkan Sofyan Syahri Harahap (2007:297) menyatakan
bahwa:
“Laba merupakan informasi penting dalam angka ini paling penting untuk:
1) Perhitungan pajak, berfungsi sebagai dasar pengenaan pajak yang akan
diterima negara.
2) menghitung deviden yang dibagikan kepada pemilik dan yang akan
ditahan dalam perusahaan.
3) Menjadi pedoman dalam menentukan kebijakan akuntansi dan
4) Menjadi dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan
lainnya dimasa yang akan datang.
5) Menjadi dasar dalam perhitungan dan penelitian efisiensi.
6) Menilai presentasi atau kinerja perusahaan atau segmen perusahaan/divisi.
7) Perhitungan zakat sebagai kewajiban manusia sebagai hamba Tuhannya
melalui pembayaran zakat kepada masyarakat.”
Jadi dari keempat jenis laba tersebut dapat disimpulkan bahwa laba bruto,
penghasilan usaha bersih, penghasilan bersih sebelum pajak dan penghasilan
bersih sesudah pajak semua dikurangi biaya-biaya sehingga menghasilkan laba
bersih.
2.2 Kerangka Penelitian
Pengaruh penilaian aset tetap berdasarkan US GAAP dan penilaian aset
tetap berdasarkan IFRS memiliki pengaruh dan sangat berbeda pada perusahaan
jasa telekomunikasi. Pada awalnya perusahaan tersebut masih menggunakan
GAAP, laba perusahaan selalu meningkat, namun ketika perusahaan tersebut
diwajibkan mengadopsi IFRS oleh pemerintah laba perusahaan menurun.
Dalam menentukan nilai tercatat aset tetap, yang menurut PSAK 16 rev
2007 adalah : “Nilai tercatat adalah nilai yang disajikan dalam neraca setelah
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai.”
Perusahaan berhak memilih antara model biaya atau model wajar, tapi
pada kenyataanya di Indonesia model biaya masih menjadi banyak pilihan, hal ini
tercermin dari laporan keuangan beberapa perusahaan yang masih mengandalkan
ini diaggap lebih relevan dalam menentukan nilai aset dikarenakan adanya
kesulitan dalam menentukan nilai wajar dari setiap aset tetap.
Menurut PSAK 16 rev 2007, model biaya adalah :
“Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya
perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
nilai aset.”
2.2.1 Analisis Aset Tetap Metode GAAP terhadap Laba Metode GAAP
Badjuri, Achmad (2012), terdapat pengaruh nominal yang signifikan dari
metode penyusutan aset tetap yang digunakan oleh perusahaan yang merupakan
metode garis lurus dengan jumlah metode digit tahun dan metode saldo menurun
ganda, sehingga perusahaan dapat menghasilkan laba yang lebih besar.
Menurut Ahmed Belkaoui (2006:32) “fokus utama US GAAP mengenai informasi tentang laba perusahaan, yang diukur dengan akuntansi akrual, biasanya menyediakan dasar yang lebih baik untuk memprediksi kinerja di masa yang akan datang daripada informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas saat ini. Jadi, FASB menyatakan bahwa fokus utama dalam pelaporan akuntansi US GAAP adalah informasi tentang kinerja perusahaan yang diberikan oleh ukuran laba dan komponen didalamnya.”
Menurut Bradshaw dan Sloan (2002) “Sampai saat ini, ada regulasi sedikit di atas kata-kata, format, atau bahkan metrik disertakan dalam rilis laba. Tidak adanya pengaturan ini merupakan sedikitnya bagian tanggung jawab atas proliferasi selama dekade terakhir dalam pelaporan alternatif non-GAAP metrik kinerja seperti "pro forma" laba. Beberapa studi terbaru telah meneliti penggunaan dan reaksi pasar terhadap pendapatan pro forma. Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) telah dimonitor pro forma laporan, pertama mengeluarkan peringatan saran tentang penggunaan laba proforma (SEC 2001), dan kemudian melewati Peraturan G (SEC 2002), yang menetapkan aturan untuk penggunaan non-GAAP metrik.”
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa metode penyusutan aset tetap yang
digunakan oleh perusahaan yang merupakan metode garis lurus dengan jumlah
metode digit tahun dan metode saldo menurun ganda, sehingga perusahaan dapat
menghasilkan laba yang lebih besar. GAAP mewajibkan sebagian besar aset dan
kewajiban diperlakukan dan dilaporkan berdasarkan harga akuisisi dengan
menggunakan prinsip biaya historis.
2.2.2 Analisis Aset Tetap Metode IFRS terhadap Laba IFRS
Menurut Nandakumar Ankarath (2012:23) “Apabila jumlah tercatat suatu aset menurun sebagai akibat dari revaluasi, maka penurunannya diakui dalam laporan laba rugi komperhensif lain-lain hingga sebatas suatu saldo kredit yang ada di dalam perkiraan “surplus revaluasi”, yang terkait dengan aset yang bersangkutan. Penurunan yang diakui di dalam laporan laba rugi komperhensif lain-lain mengurangi jumlah akumulasi pada ekuitas dengan judul surplus revaluasi.”
“IFRS telah diadopsi di banyak negara dengan tujuan untuk meningkatkan pelaporan keuangan dan akibatnya meningkatkan efisiensi pasar dan mempromosikan investasi lintas batas (IFRS, 2012). Namun, secara luas diakui bahwa kualitas pelaporan keuangan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk insentif perusahaan, aset tetap perusahaan, modal perusahaan dan pengaturan kelembagaan di mana hal tersebut mempengaruhi laba pelaporan keuangan (Ball, 2006; Brown, 2011; Brüggemann, Hitz dan Sellhorn, 2012).”
Menurut Muhammad Nurul Houqe et. al (2011) “laba tidak meningkat dengan adopsi IFRS di mana investor rezim perlindungan suatu negara memberikan perlindungan yang lebih kuat kepada investor. Penelitian ini memperkuat temuan lainnya cross-country studi: laba memiliki kualitas yang relatif lebih tinggi di negara-negara dengan rezim perlindungan investor yang kuat.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya adopsi IFRS jumlah tercatat
suatu aset menurun sebagai akibat dari revaluasi, maka penurunannya diakui