Laporan Pengantar Tugas Akhir
PUSAT KEBUDAYAAN SUKU DAYAK KALIMANTAN
TIMUR DI SAMARINDA
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI 38309 Tugas Akhir Semester VIII (delapan) tahun akademik 2013/2014
Nama : Rizki Prasetya Pribadi Putra Tempat Tanggal Lahir : Tarakan, 21 November 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam Hobi : Tadarus, Tenis, Bernyanyi.
Formal
Institusi Waktu
SD Negeri 009 Kota Tarakan, Kalimantan Timur 1998 – 2004 SMP Negeri 1 Kota Tarakan, Kalimantan Timur 2004– 2007 SMA Hang Tuah Tarakan, Kalimantan Timur 2007 – 2010 Universitas Komputer Indonesia Program Studi Desain
Interior
2010 - sekarang
Organisasi Waktu Posisi
OSIS SMP Negeri 1 Tarakan 2006 - 2007 Anggota
Buletin Harian SMA Hang Tuah Tarakan 2008 - 2009 Ketua Paduan Suara Mahasiswa UNIKOM 2013 - sekarang Ketua Mubes
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
LEMBAR PERNYATAAN ORGINALITAS KARYA ii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI iii
2.1.3. Definisi Neo Vernakular 35
2.1.4. Fungsi Pusat Kebudayaan 38
2.2. Studi Antropometri 39 2.3. Studi Banding 41 BAB III PERENCANAAN PROYEK 3.1 Deskripsi Proyek 47 3.2 Struktur Organisasi Proyek 48 3.3 Karakteristik Pengunjung 48 3.4 Program Aktivitas 50 3.5 Program Fasilitas 52 3.6 Alur Sirkulasi 54 3.7 Pola Kedekatan Antar Ruang 56
3.8 Tabel Aktifitas dan Fasilitas 57
3.9 Zoning dan Blocking 60
3.10 Image Studi 62
BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Tema 63
4.2 Penggayaan 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ukiran khas Suku Dayak 11
Gambar 2.2 Rumah Panjang 11
Gambar 2.3 Rumah Lamin 14
Gambar 2.4 Talawan/Tameng 17
Gambar 2.5 Mandau 34
Gambar 2.6 Ergonomi dan Antropometri Ruang Pamer 40
Gambar 2.7 Ergonomi dan Antropometri Display 40
Gambar 2.8 Teater terbuka Taman Budaya Jawa Barat 43
Gambar 2.9 Wisma / Penginapan Taman Budaya Jawa Barat 45
Gambar 3.1 Zoning 60
Gambar 3.2 Blocking 61
Gambar 3.3 Image Studi 62
Gambar 4.1 Implementasi Konsep Bentuk Pada Denah Khusus 65
Gambar 4.2 Konsep Material Pada Denah Khusus 66
Gambar 4.3 Konsep Display 67
Gambar 4.4 Implementasi Konsep Display 68
Gambar 4.5 Implementasi Konsep Furnitur Pada Denah Khusus 68
Gambar 4.6 Penghawaan Ceiling AC 69
Gambar 4.7 Glass wool 70
Gambar 4.8 CCTV - Fire Sprinkler 70
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Aktifitas dan Fasilitas
Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur 57
Tabel 3.2 Tabel Aktifitas dan Fasilitas
Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur 58
Tabel 3.3 Tabel Aktifitas dan Fasilitas
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Skema/Denah Rumah Panjang 13
Bagan 2.2 Skema Kawasan Rumah Panjang 13
Bagan 2.3 Struktur Organisasi 42
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pusat Kebudayaan
Suku Dayak Kalimantan timur 48
Bagan 3.2 Alur Sirkulasi - Main Enterance 54
Bagan 3.3 Alur Sirkulasi - Auditorium 54
Bagan 3.4 Alur Sirkulasi – Area Tari dan Musik 55
Bagan 3.5 Pola kedekatan ruang 56
Bagan 4.1 Konsep Bentuk Pada Denah Khusus 64
DAFTAR LAMPIRAN
1. SITE PLAN 72
2. POTONGAN ARSITEKTUR 73
3. DENAH UMUM LANTAI 1 74
18. DETAIL FURNITUR 89
19. PERSPEKTIF “GALERI BUDAYA TEMPORER” 90
20. PERSPEKTIF “AREA AUDIO VISUAL” 91
21. PERSPEKTIF “AREA SEJARAH” 92
DAFTAR PUSTAKA
Ukur, Fridolin, 1971, Tantang Jawab Suku Dayak, Jakarta ; BPK Gunung
Tylor, E.B., 1871, Primitive Culture, London; John Murray Albemarle street
Koentjaraningrat, 1958, Metode Antropologi. Ichtisar dari Metode-metode
Antropologi Dalam Penjelidikan Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia,
Djakarta; Penerbitan Universitas
Lontaan, J.U, 1975, Sejarah hukum adat dan adat istiadat Kalimantan Barat,
Pontianak : Pemda Tingkat I Kalimantan Barat
Jenks. A Charles, 1977, The Language of Post-Modern Architecture, London:
Academy Edition
Panero Julius, Zelnik Martin, 1979, Human Dimension Interior Space, Erlangga,
Jakarta. National Geographic, September 2009, PT Gramedia.
Barth, Fredrick, 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta; UI Press
Uluk dkk, Asung, 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak Terhadap Hutan Di
Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang, Jakarta; Center for
International Forestry Research (CIFOR)
WWF-Indonesia. (2012). Masyarakat di Heart of Borneo. Retrieved from
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kesempatan dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis selama ini sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir. Laporan ini merupakan pelengkap Tugas Akhir juga salah satu syarat untuk memenuhi kelulusan pada program studi Desain Interior S1. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rasulullah Saw. atas pedoman untuk kehidupan di dunia dan akhirat sehingga segala sesuatu yang terjadi terhadap penulis tidak lepas dari ketakwaan kepada Allah SWT melalui apa yang telah diajarkan beliau. 2. Kedua orang tua penulis, Bpk. Ary Sadry dan Ibu Pani serta
saudara-saudari penulis, Verdyanto, Metty Aryani dan Dimas Nugroho Putra yang senantiasa memberikan dukungan tanpa pamrih dalam mengerjakan segala keperluan Tugas Akhir.
3. Ibu Ryanty Derwentyana, M.Ds, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, kritik dan saran yang mendorong penulis demi hasil yang lebih baik.
4. Dosen-dosen program studi Desain Interior yang telah berjasa dalam memberikan sebagian ilmunya untuk peningkatan mutu pembelajaran penulis.
6. Teman-teman mahasiswa Desain Interior angkatan 2010 dan peserta Tugas Akhir, atas informasi, dukungan dan bantuannya.
7. Teman-teman penghuni kontrakan Rizki, Falih, Wendra, Wenny, Masiv, Ikbal yang sudah menjadi keluarga penulis selama di Bandung.
8. Teman-teman asrama Kalimantan timur, baik asrama Kudungga maupaun asrama Lamin Mahakam yang telah menerima penulis layaknya keluarga.
9. Anggota dan pelatih UKM Paduan Suara UNIKOM yang telah menjadi bagian dari kehidupan penulis selama ini
10. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir
Penulis menyadari bahwa laporan masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kata dan penulisan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kata-kata yang menyinggung dan tidak berkenan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk menyempurnakan tulisan ini.
Bandung, 22 Agustus 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kalimantan terkenal sebagai salah satu pulau penghasil alam terbesar
di dunia yang kekayaan alamnya menjadi aset bagi Negara yang berada
disekitarnya. Indonesia merupakan salah satu Negara yang mendapatkan
keuntungan dari kekayaan alam yang ada di Kalimantan, yaitu minyak, batu
bara dan hutan. Luas hutan di Kalimantan menjadi salah satu paru-paru
dunia yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia di bumi.
Namun dibalik luasnya hutan Kalimantan terdapat penduduk pribumi yang
hidupnya bergantung pada pertumbuhan hutan. Masyarakat suku dayak
adalah kelompok masyarakat yang sumber kebutuhan pokok dan
ekonominya bergantung pada hutan. Selain sebagai sumber kebutuhan
pokok, hutan juga digunakan suku dayak sebagai tempat pencarian
bahan-bahan untuk pembangunan rumah, ritual atau upacara, dan kebudayaan,
contohnya untuk ritual menghilangkan rasa takut pada saat didalam hutan,
mereka menggunakan tumbuh-tumbuhan seperti sekau (Aquilaria
beccariana, dan A. Malaccensis), pa’ung lung (Homalomena cordata),
kerenga’ (Acarus calamus) dan simang (sejenis pohon, tidak diketahui),
tumbuh-tumbuhan ini dibakar, bau harumnya dipercaya oleh suku dayak
mampu mengusir roh-roh jahat dan mahkluk halus, sedangkan untuk
kebudayaannya seperti keterampilan dalam membuat topi dari daun da’a
Masyarakat suku dayak juga memiliki berbagai pengetahuan yang
tidak mudah dipahami dan dikerjakan oleh semua orang, pengetahuan ini
diajarkan secara turun temurun dari leluhur mereka, seperti pengetahuan
lingkungan fisik hutan, bagaimana cara menentukan hutan mana yang baik
serta kesuburan tanah yang mencukupi untuk dijadikan ladang, juga tentang
pengetahuan gejala alam bintang tujuh yang berkaitan dengan sistem
perladangan, dan pengetahuan tentang tanaman, baik untuk dijadikan
sebagai obat ataupun konsumsi sehari-hari.
Di Kalimantan timur terdapat beberapa sub-suku dayak yaitu Kenyah,
Modang, Kayan, Benuaq, Tunjung, Bahau, dan Punan yang sebagian besar
tinggal di pedalaman, perbatasan hingga pegunungan. Masing-masing suku
memiliki banyak perbedaan, baik dari segi bahasa, gaya hidup, tradisi dan
keseniannya. Beberapa kegiatan seni kebudayaan suku dayak antara lain
adalah seni tari, seni suara, seni musik dan seni rupa yang diminati oleh
warga sekitar ataupun wisatawan asing, terlihat dengan maraknya
pengunjung dari berbagai daerah dan negara asing yang turut meramaikan
acara karnaval tahunan yang diadakan oleh pemerintah daerah maupun kota
sebagai bentuk dukungan untuk memajukan kualitas kota dan daerah yang
ada di provinsi Kalimantan Timur.
Di kota Samarinda, fasilitas yang mengangkat kebudayaan daerah
lebih kepada pusat perdagangannya seperti tempat menjual kerajinan
tangan khas suku dayak yang terdapat di Kawasan Citra Niaga yang
dijadikan sebagai salah satu tempat wisata budaya yang mengangkat
Samarinda juga secara rutin mengadakan berbagai acara tahunan yang
mengangkat seni tradisional seperti Festival Kemilau Seni Budaya Etam
yang didalamnya terdapat beraneka perlombaan seperti lomba busana
daerah, lomba musik dan lagu, lomba tari tradisional kreasi pesisir dan
pedalaman serta lomba olahraga tradisional begasing dan menyumpit. Acara
tahunan ini digelar sebagai salah satu cara untuk mewujudkan visi dari
pariwisata provinsi Kalimantan timur yaitu sebagai daerah tujuan wisata
minat khusus yang berbasis alam dan budaya menuju kesejahteraan
masyarakat yang berkesinambungan. Dengan adanya Pusat Kebudayaan
Suku Dayak Kalimantan Timur ini bukan hanya mampu mewujudkan visi
pariwisata provinsi Kalimantan Timur, tapi juga sebagai langkah baru untuk
kota Samarinda dalam meningkatkan fasilitas kota dalam hal infrastruktur
yang mengangkat kebudayaan daerah. Juga menjadi wadah untuk
masyarakat suku dayak sebagai penduduk asli Kalimantan, untuk
memperkenalkan kembali eksistensi dan identitas kebudayaannya kepada
masyarakat setempat juga penduduk Indonesia pada umumnya, sebagai
salah satu kekayaan budaya Indonesia yang patut dipertahankan
kelestariannya.
I.2 Gagasan Perancangan
Konsep yang digunakan dalam perancangan ini adalah The
Magnificent Tribes of Borneo yang berarti keindahan yang terdapat dalam
kelompok sosial atau suku di Kalimantan dengan menggunakan penggayaan
antara kebudayaan suku dayak dengan kehidupan modern di Kalimantan
timur.
I.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diuraikan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Kebutuhan kota Samarinda akan sebuah sarana Pusat Kebudayaan
Suku Dayak Kalimantan Timur untuk dijadikan sebagai tujuan wisata
yang juga dapat mengembangkan seni dan kebudayaan Kalimantan
Timur di kalangan masyarakat. Seperti kesenian pahat, tari-tarian,
musik, dan pengetahuan alam.
2. Di provinsi Kalimantan timur terdapat beberapa suku dayak yaitu
Kenyah, Modang, Kayan, Benuaq, Tunjung, Bahau, dan Punan.
3. Penggayaan Neo vernakular diterapkan ke dalam perancangan untuk
memenuhi konsep The Magnificent Tribes of Borneo di Pusat
Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur
I.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang mengacu kepada permasalahan
perancangan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana merancang sebuah Pusat Kebudayaan Suku Dayak
Kalimantan Timur yang dapat melestarikan dan memfasilitasi berbagai
dan pameran, dan juga dapat menunjang potensi daerah yang
mampu mewujudkan visi dari provinsi Kalimantan timur.
2. Bagaimana merancang sebuah Pusat Kebudayaan Suku Dayak
Kalimantan yang dapat mewujudkan kesatuan antar budaya yang ada
di Kalimantan timur dengan menggunakan “tameng” yang menjadi
simbol pertahanan utama seluruh suku dayak ke dalam konsep
bentuk.
3. Bagaimana merancang sebuah Pusat Kebudayaan Suku Dayak
Kalimantan Timur yang dapat memberikan nuansa etnik suku dayak
Kalimantan Timur ke dalam rancangan interior.
I.5 Tujuan dan Maksud Perancangan
Adapun tujuan dan maksud perancangan Pusat Kebudayaan Suku
Dayak Kalimantan Timur , yaitu :
1. Memperkenalkan kebudayaan Dayak kepada seluruh masyarakat
Indonesia
2. Menjadikan Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur
sebagai wadah kegiatan dan informasi yang edukatif dan interaktif
melalui desain diplay, sirkulasi yang berhubungan dengan area
terbuka dan komposisi zoning yang mempermudah pengunjung
melalui penempatan fasilitas ruang yang ideal.
3. Mengungkap elemen interior yang diterapkan pada Pusat
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 STUDI LITERATUR
2. 1.1 TINJAUAN UMUM KEBUDAYAAN
Menurut E.B. Tylor (1871 : hal. 238), Secara sistematis dan ilmiah
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia
sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan, menurut Koentjaraningrat (1871 : hal. 77-78), Hasil dari
kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang didapatkanya
dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
“budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Dari
beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya
tersusun dalam kehidupanan masyarakat. Secara lebih jelas dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan
manusia, yang meliputi:
a. Kebudayaan materil (bersifat jasmaniah), yang meliputi
benda-benda ciptaan manusia, misalnya senjata, alat rumah tangga,
b. Kebudayaan non-materil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal
yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa,
ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis),
melainkan hanya diperoleh dengan cara belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk
kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin
manusia (secara individual maupun kelompok) dapat
mempertahankan kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir
semua tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
A. Wujud Kebudayaan
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi
atau digolongkan kedalam tiga wujud yaitu:
1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan nilai-nilai
norma-norma dan peraturan
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya tersebut, maka
kebudayaan dapat dikelompokan menjadi dua:
1. Budaya yang bersifat abstrak dan
Sebagaimana telah disebutkan koentjaraningrat wujud budaya
kongkrit ini dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri dari:
• Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkahlaku
tertentu dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam
masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (patterns of
behavior) masyarakat. Pola-pola perilaku adalah cara
bertindak seluruh anggota suatu masyarakat yang mempunyai
norma-norma dan kebudayaan yang sama. Manusia
mempunyai aturan main tersendiri dalam hidupnya di
masyarakat, karena itu dalam mengatur hubungan
antarmanusia diperlukan design for living atau garis-garis
petunjuk dalam hidup sebagai bagian budaya, misalnya:
1. Apa yang baik dan buruk, benar dan salah, sesuai dan tidak
sesuai dengan keinginan (valuational element)
2. Bagaimana orang harus berlaku (priscriptive element)
3. Perlu tidaknya diadakan upacara ritual adat atau
kepercayaan, (cognitive element).
• Bahasa
Salah satu penyebab paling penting dalam
memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya seperti
sekarang ialah bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berfikir
dan alat berkomunikasi. Tanpa berfikir dan berkomunikasi
bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina,
dikembangkan, serta dapat diwariskan pada generasi
mendatang.
• Materi
Budaya materi merupakan hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. Bentuk
materi ini berupa pakaian, alat-alat rumah tangga, alat produksi,
alat transportasi, alat komunikasi, dan sebagainya.
Klasifikasi unsur budaya dari yang kecil hingga yang besar
adalah sebagai berikut:
1. Items, unsur yang paling kecil dalam budaya
2. Traits, merupakan gabungan beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan beberapa dari items dan
trait
4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa
kompleks budaya. Gabungan dari beberapa aktivitas
budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh
(cultural universal). Terjadinya unsur budaya tersebut dapat melalui discovery, yaitu penemuan yang terjadi secara sengaja atau kebetulan, yang sebelumnya tidak
ada. Dan invention, yaitu penemuan atau usaha yang
2.1. 2 SUKU DAYAK KALIMANTAN TIMUR
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup
berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung dan sebagainya.
Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu
yang datang ke Kalimantan. Semboyan orang Dayak adalah
“Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki
kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang
mundur. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati.
Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung
Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam,
ditambah kedatangan orang-orang Bugis, Makasar dan Jawa pada
masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak pernah membangun
sebuah kerajaan, dalam tradisi lisan Dayak sering disebut
”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai
yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun
1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan
suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah
pedalaman). Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak
lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya
sebagai orang Melayu atau orang Banjar.
Ada banyak suku Dayak di Kalimantan, Ada yang membagi
orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias
Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan,
rumpun Punan. Terdapat 7 (tujuh) subsuku dayak yang ada di
kalimantan timur, antara lain: Kenyah, Kayan, Tunjung, Benuaq,
Modang, Bahau dan Punan. Masing-masing subsuku ini mempunyai
adat istiadat dan budaya yang mirip , contohnya seperti bentuk rumah
adat yang sama, yaitu rumah panjang, hanya saja terdapat perbedaan
ukiran untuk beberapa suku.
Gambar 2.1 Ukiran khas Suku Dayak
Sumber: www.putratonyooi.wordpress.com
A. RUMAH ADAT DAYAK KALIMANTAN TIMUR
Gambar 2.2 Rumah Panjang
Sumber : www.indotimnet.wordpress.com
“Rumah panjang” atau rumah betang orang Dayak.
Beberapa peneliti dan pengamat rumah panjang sering menonjolkan
peranan rumah panjang dalam perang antar suku serta suatu cara
beradaptasi dengan alam lingkungan sekitarnya. Sedangkan nilai-nilai
peradaban lainnya, hubungan kekerabatan serta nilai budaya kurang
mendapat perhatian. Interpretasi demikian mengarah pada kesimpulan
keliru yang menganggap bahwa rumah panjang yang masih hanyalah
merupakan sisa-sisa peninggalan kebudayaan Dayak yang kurang
relevan dengan pembangunan saat ini. Masyarakat Dayak memandang
rumah panjang sebagai sarana penting untuk menjalani kehidupan
bermasyarakat, dalam membina dan mempertahankan warisan budaya
serta adat-istiadat yang merupakan nilai-nilai luhur yang ditaati dan
dihormati secara turun-temurun. Rumah panjang telah membentuk
mempersatukan mereka dalam komunitas, dan berperanan penting dalam
pelaksanaan upacara-upacara adat.
Sebuah kampung dalam masyarakat Dayak, hanya memiliki sebuah
rumah yang didiami oleh semua masyarakat dalam satu kampung. Selain
itu, dalam satu kampung juga hanya terdapat sebuah dango (lumbung)
padi. Masyarakat Dayak hidup dalam adat, semua yang mereka akan
lakukan harus melalui ataupun menurut aturan adat. Dalam sebuah
kampung, akan dikepalai oleh seorang kepala kampung dan juga sebagai
kepala adat dalam kampung tersebut. Perkampungan suku Dayak tidak
semua sama. Baik bentuk rumah ataupun tangga. Rumah suku Dayak
atau yang lebih dikenal dengan Rumah Panjang atau Betang, memiliki
menurut banyaknya penghuni di dalam Rumah Panjang. Biasanya rumah
ini akan bertambah panjang diwaktu bertambahnya keluarga.
Bagan 2.1 Skema/Denah Rumah Panjang
(Sumber: Buku “Sejarah – Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat” oleh J.U
Lontaan,1975)
Bagan 2.2 Skema Kawasan Rumah Panjang
(Sumber: Buku “Sejarah – Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat” oleh J.U
Gambar 2.3 Rumah Lamin
Sumber: mastri.staff.ugm.ac.id/wisatapedia
Rumah lamin merupakan hunian adat Masyarakat Dayak, khususnya
yang berada di Kalimantan Timur. Kata Rumah Lamin memiliki arti rumah
panjang, yang diasumsikan dengan milik kita semua, sebab rumah ini
digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga
besar, bisa digunakan untuk 25 sampai 30 keluarga sekaligus, bahkan
dapat mencapai 60 keluarga. Bentuk arsitektur rumah lamin antara suku
yang satu dengan yang lain memiliki kemiripan. Perbedaan hanya
terdapat pada penamaan komponen bangunan dan motif ornamennya.
Namun diantara semua suku, Suku Dayak Kenyah memiliki ciri yang
paling khas, yakni ornamen yang lebih meriah dengan hiasan seni ukir
dan lukisan yang bermotif lebih khas dan dinamis. Ukuran
sebuah lamin bervariasi menyesuaikan kebutuhan. Panjangnya berkisar
antara 100 - 200 m dan lebarnya antara 20 – 25 meter, serta dapat
dekorasi yang memiliki makna filosofis khas adat Masyarakat Dayak.
Ornamen yang khusus dari rumah lamin milik bangsawan adalah hiasan
atapnya memiliki dimensi dengan ukuran mencapai 4 m dan terletak di
bumbungan. Warna-warna yang digunakan untuk rumah lamin juga
memiliki makna tersendiri. Warna kuning melambangkan kewibawaan,
warna merah melambangkan keberanian, warna biru melambangkan
loyalitas dan warna putih melambangkan kebersihan jiwa.
a) Komponen Lamin
1. Tiang bawah
Sukaq adalah tiang bawah (tiang utama) yang berfungsi
sebagai pondasi bangunan lamin. Sukaq dibuat dari kayu ulin
(kayu besi) berdiameter ½ - 1 m dan panjang 6 m, dipancang
ditanah dengan kedalaman 2 m dan berjarak 4 m antar tiang satu
dengan tiang yang lain.
2. Tangga
Lamin mempunyai beberapa buah can (tangga) yang dibuat
dari batang pohon berdiameter 30 - 40 cm. Tangga ini bisa dibalik
atau kalau perlu dinaikkan dan diturunkan.
3. Lantai
Asoq (lantai lamin) terdiri dari tiga bagian,
yaitu usoq (serambi), bilik (kamar tidur) dan jayung
(dapur). Asoq tersusun atas 4 lapisan, yaitu merurat (gelagar
dan diatas lala dipasang lantai yang sebenarnya. Asoq terbuat dari
jejeran kayu meranti yang di buat papan dengan ukuran 1x10 m.
4. Dinding dan Tiang Atas
Dinding lamin terbuat dari jejeran papan berbahan kayu
meranti. Dinding inilah yang akan membentuk peruntukan ruang
pada lamin. Dinding bagian luar dilapisi dengan ornamen-ornamen
ukiran khas suku Dayak. Sedangkan tiang atas dibuat dari batang
pohon belengkanai berdiameter 0,5 m. Fungsi utama tiang-tiang
atas adalah untuk menyangga atap pada bagian usoq (serambi)
karena tidak berdinding. Tiang-tiang atas juga berfungsi sebagai
hiasan karena dipahat menjadi patung-patung dengan berbagai
bentuk, pada umumnya berbentuk wajah manusia dan binatang.
5. Atap
Kepang (Atap), terbuat dari jejeran kepingan kayu keras
berukuran 70 x 40 cm. Setiap lembaran kayu tersebut diberi lubang
sebagai tempat pengikat, kemudian disusun dengan teratur,
sehingga bagian tepi lembar yang satu menutupi tepi lembar yang
lainnya. Bagian puncak atap ditutup dengan kulit kayu keras yang
diikat sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk menahan
terpaan angin. Pada bagian ujung atap dipasang hiasan berupa
kayu les yang sudah diukir dan mencuat hingga 2m. Ukiran
tersebut bermotif kepala naga sebagai simbol keagungan, budi
B. TALAWAN ( TAMENG/PERISAI)
Masyarakat Suku Dayak menggunakan talawang (tameng atau
perisai) dalam berperang. Sama halnya dengan mandau, talawang
merupakan benda budaya yang lahir dari kepercayaan masyarakat Dayak
terhadap kekuatan magis. Selain itu, talawang juga memiliki sisi estetis
yang ditunjukkan pada motif ukirannya. Talawang dibuat dari kayu ulin
atau kayu besi. Tapi, ada juga yang terbuat dari kayu liat. Kayu jenis ini
merupakan bahan pokok yang sering digunakan dalam pembuatan
talawang. Kayu-kayu tersebut dipilih karena selain ringan, juga mampu
bertahan hingga ratusan tahun. Seperti perisai pada umumnya, talawang
berbentuk persegi panjang yang dibuat runcing pada bagian atas dan
bawahnya. Panjang talawang sekitar 1-2 meter dengan lebar maksimal 50
centimeter. Sisi luar talawang dihias dengan ukiran yang mencirikan
kebudayaan Dayak, sementara bagian dalamnya diberi pegangan.
Gambar 2.4 Talawan/Tameng
Sumber: http://motifdayak.blogspot.com
Konon, ukiran pada talawang memiliki daya magis yang mampu
membangkitkan semangat hingga menjadikan kuat orang yang
tingang, yaitu burung yang dianggap suci oleh Suku Dayak. Selain motif
burung tingang, motif lain yang sering digunakan adalah ukiran kamang.
Kamang merupakan perwujudan dari roh leluhur Suku Dayak. Motif
kamang digambarkan dengan seseorang yang sedang duduk
menggunakan cawat dan wajahnya berwarna merah. Walaupun setiap
sub-Suku Dayak mengenal kebudayaan mandau dan talawang, ternyata
penggunaan warna dan motif ukiran pada talawang berbeda-beda.
Seiring berjalannya waktu, talawang mengalami pergeseran nilai
kegunaan. Jika dahulu talawang digunakan sebagai pertahanan terakhir
dalam berperang, kini talawang lebih berfungsi sebagai benda pajangan
yang bernilai estetis sekaligus ekonomis. Satu buah talawang bermotif
indah bisa dihargai ratusan hingga jutaan rupiah. Harga tersebut
sebanding dengan keindahan motif yang ditawarkan para pembuatnya.
Selain itu, bersama dengan mandau, talawang juga masih digunakan
sebagai properti dalam pertunjukan tari Suku Dayak, seperti tari mandau
dan tari pepatay.
C. Unsur-unsur Budaya Suku Dayak
a. Bahasa
Bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur merupakan bahasa
Austronesia dari rumpun Malayo-Polynesia, diantaranya adalah
Bahasa Tidung, Bahasa Banjar, Bahasa Berau dan Bahasa Kutai.
b. Sistem Kepercayaan Suku Dayak
Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan nenek moyang
bangsa Indonesia secara umum. Bagi orang Dayak alam semesta dan
semua makhluk hidup mempunyai roh dan perasaan sama seperti
manusia, kecuali soal akal. Oleh sebab itu bagi Suku Dayak segenap
alam semesta termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan harus
diperlakukan sebaik-baiknya dengan penuh kasih sayang. Mereka
percaya perbuatan semena-mena dan tidak terpuji akan dapat
menimbulkan malapetaka. Itu sebabnya selain sikap hormat, mereka
berusaha mengelola alam semesta dengan se-arif dan se-bijaksana
mungkin. Meskipun sepintas kepercayaan orang Dayak seperti
polytheisme, tetapi mereka percaya bahwa alam semesta ini
diciptakan dan dikendalikan oleh penguasa tunggal yaitu Letalla.
Letalla mendelegasikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan
bidang-bidang tertentu, kepada para Seniang, Nayuq dan lain-lain. Seniang
memberikan pembimbingan, sedangkan Nayuq akan mengeksekusi
akibat pelanggaran terhadap adat dan norma. Seiring berjalan waktu,
Biasanya dinyanyikan oleh pria dalam suatu pesta perkawinan
tapi dilarang ditampilkan saat upacara kematian.
! Nyanyian Dadeo dan Ngaloak
Ditemukan oleh suku Dayak Dusun Tengah dan dilakukan pada
saat perkawinan ataupun pesta lain yang dihadiri oleh
masyarakat dan pejabat kampong.
! Nyanyian Setangis
Dilakukan oleh pria dan wanita pada suatu upacara kematian.
Tema lagu menceritakan riwayat hidup orang yang meninggal
! Manawur
Unsur religius dimana seorang pemuka agama menaburkan
beras sambil membacakan mantra-mantra.
! Mansana Kayau
Menceritakan sesuatu dalam bentuk nyanyian yang
bersahutan.
! Mansana Kayau Pulang
Nyanyian buaian sebelum tidur di malam hari. Dianyanyikan
orang tua yang ditujukan kepada anak-anaknya dengan
maksud mengobarkan semangat mereka untuk membalas
dendam leluhur yang telah dibunuh oleh Tambun Baputi.
! Mohing Asang
Nyanyian perang yang merupakan komando dari panglima
perang dengan membunyikan serentak 7 kali dan terdengar
! Karunya
Diadakan pada saat menyambut tamu yang sangat dihormati
4. Seni Musik
Jenis alat musik yang sama seperti yang terdapat di pulau jawa
! Glunikng
Sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu
ulin. Mirip alat musik saron di Jawa.
! Jatung Tutup
Gendang besar dengan ukuran panjang 3 m dan diameter
50 cm
! Jatung Utang
Sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang.
Memiliki 12 kunci, tergantung dari atas sampai bawah dan
dimainkan dengan kedua belah tangan.
! Kadire
Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan
mempermainkan udara pada rongga mulut untuk menghasilkan
suara dengung.
! Klentangan
Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil
tersusun menurut nada-nada tertentu pada sebuah tempat
dudukan berbentuk semacam kotak persegi panjang (rancak).
Bentuk alat musik ini mirip denganbonang di Jawa. Gong-gong
kecil terbuat dari logam sedangkan tempat dudukannya terbuat
dari kayu.
! Sape’
Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3
atau 4. Biasanya diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.
5. Seni Ukir / Pahat
Fungsi patung bagi suku dayak sebagai ajimat, kelengkapan
upacara atau sebagai alat upacara.
! Patung Ajimat
Patung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang
dianggap berkhasiat untuk menolak penyakit atau
mengembalikan semangat orang yang sakit.
! Patung Kelengkapan Upacara
Patung-patung kecil untuk kelengkapan upacara biasanya
digunakan saat pelaksanaan upacara adat seperti pelas tahun,
kuangkai dan pesta adat lainnya. Patung kecil ini terbuat dari
berbagai bahan, seperti kayu, bambu hingga tepung ketan.
! Patung Upacara Adat
Patung sebagai alat upacara contohnya adalah patung
blontang yang terbuat dari kayu ulin. Tinggi patung antara 2-4
meter dan dasarnya ditancapkan ke dalam tanah sedalam 1
meter.
! Motif Pahatan Suku Dayak
Suku dayak memiliki motif-motif atau pola yang unik dalam
setiap pahatan mereka. Umumnya mereka mengambil pola dari
bentuk alam seperti tumbuhan, binatang serta
bentuk-bentuk yang mereka percaya sebagai roh dari dewa-dewa,
misalnya Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung loh dan
d. Upacara Adat
Upacara adat adalah segala bentuk ritual ataupun tradisi yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai ungkapan pengakuan akan
eksistensi suatu kekuasaan atau kekuatan lain yang melebihi
kemampuan manusia. Pada masa sekarang ini, penyelenggaraan
upacara adat yang murni sudah semakin sulit ditemukan. Hal tersebut
dapat dimaklumi mengingat semakin meningkatnya kesadaran
beragama di kalangan masyarakat Kalimantan Timur, bahkan di
wilayah pedalaman. Namun upacara adat tetap dapat dijumpai
sebagai salah satu daya tarik wisata. Penyelenggaraan upacara adat
sangat erat kaitannya dengan kesenian tari. Berikut ini diuraikan jenis
upacara adat dan jenis tari yang menyertainya.
! Upacara Pengobatan
Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang
diselenggarakan untuk menyembuhkan orang sakit, baik itu
sakit secara jasmani maupun rohani. Namun metode
pengobatannya tetap sama, yaitu dengan menggunakan
sesajen-sesajen yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang melalui pembacaan mantra-mantra tertentu oleh
seorang dukun. Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh
nenek moyang memberikan kesembuhan kepada orang yang
sakit. Namun bukan berarti setiap penyakit dapat disebuhkan,
karena masyarakat juga meyakini bahwa kematian adalah
hidup dan matinya seseorang tersebut akan disampaikan oleh
sang dukun setelah tarian belian selesai dilakukan.
! Upacara Tolak Bala
Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang
diselenggarakan untuk mempelas kampung. Upacara ini
diadakan ketika pembentukan/pendirian koloni baru di suatu
tempat dan ketika sedang terjadi bencana yang melanda
kampung tersebut. Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun
dengan mempersembahkan sesajen dan membaca mantra
sambil menari, sebagai bentuk komunikasi dengan roh nenek
moyang.Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek
moyang menghindarkan/menghilangkan bencana dan
memberikan keselamatan bagi kampung.
! Upacara Pernikahan
Menyajikan tari Datun, tari Jepen dan tari Jepen Tungku.
Merupakan upacara peresmian hubungan sepasang
muda-mudi menjadi ikatan suami-istri untuk membentuk rumah
tangga. Upacara ini disertai seserahan dari pihak laki-laki
kepada pihak perempuan yang diwakilkan oleh wali
masing-masing, dengan beberapa tahapan tertentu. Jenis seserahan
dan cara penyerahan sangat beragam bergantung dari strata
keluarga dalam masyarakat. Upacara ini ditutup dengan
penyelenggaraan pesta yang dihibur dengan beberapa jenis
bentuk sosialisasi agar semua masyarakat mengetahui berita
baik tersebut, serta mendoakan agar setiap rumah tangga
mendapat berkah bagi kelangsungan hidupnya secara khusus
dan menjadi berkah bagi masyarakat di kampung tersebut
secara umum.
! Upacara Membuang Bangkai
Merupakan upacara pemindahan tulang-tulang arwah yang
telah meninggal dari kuburan keluarga ke suatu kuburan lain
yang dikhususkan dan dianggap sebagai tempat keabadian.
Upacara ini dilaksanakan 2-3 kali dalam setahun, tergantung
dari perintah kepala suku. Tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk mengenang jasa para arwah semasa hidupnya serta
mempersembahkan tempat peristirahatan terakhir yang
istimewa.
! Upacara Sebelum Menanam
Menyajikan tari Hudog. Merupakan upacara yang
diselenggarakan sebelum memulai musim bertani/berkebun.
Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada
roh nenek moyang. Upacara ini dilakukan 1 kali dalam setahun.
Tujuan dari upacara ini adalah agar roh nenek moyang
memberkati sawah/kebun yang akan diolah serta
! Upacara Setelah Panen
Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Hudog dan tari Jiak.
Merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat panen,
mulai dari sebelum memetik hasil panen hingga perayaan
setelah memetik hasil panen dilakukan, sebagai wujud rasa
syukur atas rejeki yang telah diperoleh. Upacara ini juga
menjadi simbol bahwa hasil panen yang telah dipetik,
layak/boleh untuk dinikmati. Tujuan dari upacara ini adalah
mendoakan agar roh nenek moyang memberkati hasil panen
yang telah dipetik dan agar semua hasil panen tersebut
membawa keberkahan bagi seluruh kampung.
! Upacara Selamatan
Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Gantar dan tari
Pecuk-pecuk Kina. Merupakan upacara yang diselenggarakan jika
terjadi suatu keberkahan yang luar biasa pada kampung.
Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada
roh nenek moyang. Upacara ini diadakan sebagai wujud rasa
syukur terhadap kebaikan roh nenek moyang yang telah
memberikan anugerah tersebut.
! Upacara Pemujaan
Menyajikan tari Gantar. Merupakan upacara yang
diselenggarakan sebagai bentuk pengakuan dan pemujaan
sekaligus wujud kepasrahan diri terhadap roh nenek moyang
manusia, yaitu berupa kekuatan dalam mengatur dan
mengendalikan kehidupan secara mutlak, dan mereka tunduk
serta taat kepadanya.
! Upacara Penerimaan Tamu Agung
Menyajikan tari Enggang Terbang dan tari Ronggeng.
Merupakan upacara yang diselenggarakan oleh suatu kampung
jika kedatangan seorang atau rombongan tamu. Upacara ini
tidak semeriah upacara-upacara adat lainnya, karena bersifat
insidental dan diadakan segera setelah tamu tersebut
memasuki wilayah kampung, sehingga waktu persiapannya pun
terbatas. Namun maksud terpenting dari upacara ini bukanlah
meriahnya acara, melainkan untuk menunjukkan keramahan
dari tuan rumah dalam menyambut tamu tersebut, untuk
menimbulkan kesan positif pada setiap tamu yang datang. Pada
akhirnya akan terwujud suatu bentuk kerjasama tertentu antara
kedua belah pihak.
! Upacara Pemberian Gelar
Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang
dilakukan untuk menganugerahkan gelar yang diberikan oleh
Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap
berjasa terhadap Kerajaan. Upacara ini dilengkapi dengan
jamuan mewah kepada rakyat sebagai tanda terima kasih dari
! Upacara Penobatan Raja
Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang
diselenggarakan dalam rangka peresmian/penobatan raja yang
baru terpilih. Upacara ini dilakukan setiap terjadi pergantian
masa kekuasaan kerajaan. Upacara ini merupakan upacara
paling meriah yang diselenggarakan oleh kerajaan, dengan
berbagai macam ritual/tahapan upacara yang harus
dilaksanakan secara berturut-turut tanpa terkecuali.
e. Sistem Pernikahan Suku Dayak
Dahulu orang Dayak umumnya tidak mengenal istilah berpacaran
sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui
sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah batunangan, yaitu,
ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk
mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses
batunangan ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya
dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang
tua atau kerabat terdekat saja. Pelaksanaan upacara perkawinan
memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus
melalui berbagai prosesi, antara lain :
! Basasuluh
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak
dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan
tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan.
! Batatakun atau Melamar
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang
telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk
melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah sehingga
lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis.
! Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan
tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan
utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah kawin
yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan
pihak lelaki.
! Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si
gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai
pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua
belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik
dari keluarga maupun tetangga.
! Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara Perkawinan .
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita
mengadakan persiapan, yang disebut, Bapingit Bakasai. Bagi
calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang
biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang
tidak diinginkan (Bapingit). Dalam keadaan Bapingit ini
biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan
Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri
agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri
waktu disandingkan di pelaminan.
! Batimung.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan
adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat
mengganggu khususnya pengantin wanita, keringat akan
merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin.
Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang
disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin
menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap jerangan
Batimung tadi.
! Badudus atau Bapapai.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang
dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja
dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat
atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini
dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini
! Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk
memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal
perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah
yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak
melewati bulan purnama.
f. Senjata Tradisional Suku Dayak
! Sipet atau Sumpitan
Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan
berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter,
ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang
digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung
atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat
dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek,
dan telep adalah tempat anak sumpitan.
! Lonjo atau Tombak
Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman
rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
! Perisai
Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2
meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau
lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam
! Mandau
Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun
temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan
selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun
hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah,
diukir dengan emas atau perak atau tembaga dan dihiasi
dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai
nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono
Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius,
karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang
sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau
dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu
Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
Gambar 2.5 Mandau
Sumber: www.valiantco.com/mandau.html
! Dohong
Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah
kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku,
Demang, Basir.
g. Tradisi Penguburan
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku
bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Dalam sejarahnya
terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
! Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi
kerangka dilipat.
! Penguburan di dalam peti batu (dolmen)
! Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau
anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir
berkembang.
2.1. 3 DEFINISI NEO VERNAKULAR
Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli (native).
Maka vernakular arsitektur dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang
dibangun oleh masyarakat setempat. Neo berasal dari bahasa yunani dan
digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi neo-vernakular berarti
bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru, arsitektur
neo-vernakular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik
fisik (bentuk, konstruksi) maupun non fisik (konsep, filosopi, tata ruang)
dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara
mangalami pembaruan menuju suatukarya yang lebih modern atau maju
tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat.
Menurut Charles Jenks (1977 : hal. 306-308 ) Arsitektur
Neo-Vernakular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern yang
lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai
rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi
industri. Arsitektur Neo-Vernakular merupakan arsitektur yang konsepnya
pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah normative, kosmologis,
peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan
antara bangunan, alam, dan lingkungan. Neo-Vernakular merupakan
perpaduan antara bangunan modern dengan bangunan bata pada abad 19,
Batu-bata tersebut ditujukan pada pengertian elemen-elemen arsitektur lokal,
baik budaya masyarakat maupun bahan-bahan material lokal. Aliran
Arsitektur Neo-Vernakular sangat mudah dikenal dan memiliki kelengkapan
berikut ini : hampir selalu beratap bubungan, detrail terpotong, banyak
keindahan dan bata-bata. Arsitektur neo-vernakular, banyak ditemukan
bentuk-bentuk yang sangat modern namun dalam penerapannya masih
menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk
yang modern. Arsitektur neo-vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang
modern tapi masih memiliki image daerah setempat walaupun materialyang
digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam. Dalam arsitektur
neo-vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang
A . CIRI-CIRI GAYA ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR
Dari pernyataan Charles Jencks ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernakular
adalah sebagai berikut :
• Selalu menggunakan atap bumbungan
Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir
ke tanah sehinggalebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai
elemen pelidung dan penyambut dari padatembok yang
digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan
permusuhan.
• Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)
Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya
Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.
• Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan
dengan proporsi yang lebih vertikal.
• Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern
dengan ruang terbuka di luar bangunan.
• Warna-warna yang kuat dan kontras.
• Terdapat unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran
antara unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih
mempertimbangkan unsur setempat.
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernakular
tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi
ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernakular melalui trend
akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.
2.1. 4 FUNGSI PUSAT KEBUDAYAAN
Menurut keputusan Menteri Depdikbud No. 0221/0/1991, Pusat
Kebudayaan sebagai unit pelaksana teknis kebudayaan memiliki fungsi :
• Mengadakan kegiatan pengolahan dan eksperimentasi karya seni.
• Mengadakan pameran dan pergelaran seni.
• Mengadakan c eramah, temu karya, lokakarya, dokumentasi,
publikasi dan informasi seni.
• Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat
Kebudayaan.
A. LINGKUP PELAYANAN DAN MISI OBYEK
1. Menyediakan tempat yang baik bagi benda-benda seni
kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur
2. Sarana pembelajaran tentang seni dan kebudayaan Suku Dayak
Kalimantan Timur
3. Sarana apresiasi seni dan kebudayaan suku dayak kalimantan
timur dengan berpegang teguh pada satu misi utama yaitu :
Melestarikan seni dan budaya suku dayak Kalimantan timur
sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia yang beraneka
B. BATASAN SKALA PELAYANAN
Fungsi dari Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur
ini adalah sebagai tempat pelayanan masyarakat umum dalam
memperloleh pembelajaran / pengetahuan , tempat apresiasi seni,
dan tempat bersosialisasi . Oleh karena itu dalam mencapai sasaran
secara optimal maka rumusan skala pelayanan adalah :
• Pengelola gedung, mengelola segala kebutuhan dan
pemeliharaan kebutuhan bangunan maupun benda-benda
koleksi di dalamnya serta pelayanan kepada pengunjung.
• Pelaku seni, sebagai pelaku yang mengapresiasikan kegiatan
yang berkaitan dengan Budaya Suku Dayak .
• Masyarakat umum, sebagai pengunjung yang ingin
memperoleh pembelajaran , apresiasi , dan tempat
bersosialisasi.
2. 2 STUDI ANTROPOMETRI
2. 2.1 ANALISA ERGONOMI DAN ANTROPOMETRI
A. Ruang Pamer
Dalam fasilitas ruang pamer terdapat display, idealnya jarak pandang
antara pengunjung dengan benda display maksimal untuk pria maupun
wanita dewasa yaitu 152,4-198,1 cm . Sedangkan jarak minimumnya
Gambar 2.6 Ergonomi dan Antropometri Ruang Pamer
(Sumber: Buku “Human Dimension & Interior Space” oleh Julius Panero & Martin
Zelnik,1979)
B. Perpustakaan
Zona aktivitas yang meliputi sirkulasi antara manusia dengan
display buku berjarak minimal 91,4 cm, jika posisi diplay saling
berhadapan maka jarak minimal yang dibutuhkan yaitu 167,6 cm.
Gambar 2.7 Ergonomi dan Antropometri Display
(Sumber: Buku “Human Dimension & Interior Space” oleh Julius Panero & Martin
2.3 STUDI BANDING
A. TAMAN BUDAYA JAWA BARAT
• Nama : Taman Budaya Jawa Barat
• Luas Tanah : 4.021,00 m2
• Alamat : Jln.Bukit Dago Selatan No. 53 Bandung
40135 Telp: (022) 250 5365.
• Waktu Operasional : Senin - minggu
pukul 08-00 s/d 17-00 WIB.
• Pemilik : Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan
• Fungsi :
o Pengembangan dan pemulihan seni budaya.
o Peningkatan dan pemberdayaan kergaman seni budaya
dan pariwisata.
o Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap seni budaya
dan sadar wisata.
o Pengembangan wawasan dan sensitifitas terhadap isu-
isu seni budaya dan pariwisata.
o Promosi dan pemasaran wisata budaya
o Pelayanan teknis kegiatan seni budaya dan
kepariwisataan
• Struktur Organisasi
Bagan 2.3 Struktur Organisasi Taman Budaya Jawa Barat
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Sesuai dengan Perda no 5 tahun 2002. Balai Pengelolaan
Taman Budaya adalah merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas
Pemda Jawa Barat yang berada di bawah Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Balai Pengelolaan Taman Budaya di
pimpin oleh seorang Kepala Balai, yang dalam melaksanakan tugas
sehari-harinya bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Secara teknis operasional di
lapangan, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dibantu oleh tiga
Seksi serta ditunjang oleh Subbag Tata Usaha.
• Fasilitas
Taman Budaya Jawa Barat memiliki berbagai Macam fasilitas
a. Arena Panggung Terbuka (Open Air Theater).
Gedung utama yang dahulu digunakan sebagai Restoran Dago
Tea House. Memiliki panggung dengan kapasitas tempat duduk
yang mampu menampung hingga 1200 penonton. Untuk
tempat duduk penonton terdiri atas dua buah tribun, yaitu tribun
atas dan tribun bawah. Yang menarik adalah teater ini adalah
teater terbuka, sehingga penonton juga dapat menikmati
pemandangan keindahan kota Bandung dan menikmati
kesejukan udara pegunungan. Beberapa pertunjukkan yang
rutin di sini adalah tarian khas Jawa Barat yang terkenal yaitu
Jaipongan. Pertunjukkan lainnya yaitu Karawitan, Angklung,
Pantun Bubun, sandiwara, Tembang Sunda, Kuda Lumping,
Wayang Golek.
Gambar 2.8 Teater terbuka Taman Budaya Jawa Barat
b. Teater Taman
Selain teater utama, terdapat juga teater taman yang
berukuran lebih kecil. Yang dapat dinikmati sembari melihat
keindahan taman di sini.
c. Galeri Pameran
Terdapat galeri di area teater yang sering digunakan
sebagai tempat pameran seni rupa, lomba dan diskusi. Galeri
terdiri atas dua buah ruangan yaitu di depan dan di belakang.
Dahulu galeri ini dikenal dengan nama "Roemah Teh" yang
sering dijadikan tempat minum teh seperti nama tempat
utamanya yaitu Dago Tea House atau Rumah Teh Dago.
d. Sanggar Seni Tari
Karena berfungsi sebagai Balai Pengelolaan T aman
Budaya Jawa Barat, maka di sini juga tersedia sanggar tari.
Tempat ini digunakan sebagai pusat latihan tari Jawa Barat
termasuk Jaipongan.
e. Perpustakaan
Pada bangunan utama juga terdapat perpustakaan
f. Cindera Mata
Di Taman Budaya juga terdapat berbagai cindera mata
khas Jawa Barat, baik kerajinan tangan, lukisan, wayang golek,
dan juga cindera mata lainnya.
g. Boga Kuring
Di lantai atas gedung utama terdapat Cafe Boga Kuring.
Dan berbagai sajian makanan khas Sunda di sini seperti nasi
liwet, sayur asam, lalapan, dan karedok.
f. Wisma
Merupakan tempat menginap para seniman/budayawan
yang berasal dari luar bandung yang sedang melakukan
aktivitas kebudayaan di Taman Budaya Jawa Barat .
Gambar 2.9 Wisma / Penginapan Taman Budaya Jawa Barat
g. Sekretariat
Merupakan tempat pelayanan Balai Pengelola Taman
Budaya dimana kegiatan pengelolaan dilaksanakan yang di
dalamnya terdiri dari Ruang Kepala, Ruang Kasubag Tata
Usaha, Ruang Kasi dan Staf.
ANALISA :
• Fasilitasnya penunjang kegiatan seninya beragam,
mulai fasilitas panggung terbuka hingga tertutup.
• Jarak antar fasilitas lain berjauhan, bertujuan untuk
menyesuaikan kapasitas pengunjung berdasarkan
pertunjukkan apa yang akan dituju.
• Sarana pendukung pameran tidak lengkap, belum ada
sistem way finding yang informatif.
• Penyajian galeri tidak diutamakan, berhubungan
dengan sarana display yang belum memadai.
• Interior ruangan belum memberikan sentuhan budaya
Jawa barat secara maksimal,hanya terlihat lebih
dominan kepada bangunan dan eksteriornya.
BAB III
PERENCANAAN PROYEK
3.1 Deskripsi Proyek
Judul : Pusat Kebudayaan Suku Dayak
Kalimantan Timur
Pemilik : Pemerintah
Lokasi : Samarinda
Status Proyek : Fiktif
Program : 1. Kegiatan Kebudayaan
2. Kegiatan Hunian
3. Kegiatan Edukasi
4. Kegiatan Pengelolaan
Jam Operasional :
• Jam buka
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat : 09.00 – 18.00 WIB
Sabtu, Minggu : 09.00 – 14.00 WIB
Hari raya : tutup
• Jam istirahat
3.2 Struktur Organisasi Proyek
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan timur
(Sumber: Dokumen pribadi)
3.3 Karakteristik Pengunjung
• Tingkat pendidikan rata-rata : SD, SMP, SMU – Perguruan
Tinggi
• Kalangan/ golongan : Ekonomi menengah – ekonomi
menengah atas
• Persentase usia pengunjung : • usia 5 – 17 tahun 15%
• usia 18 – 25 tahun 30 %
• usia 26 – 50 tahun 35 %
Pengunjung yang hadir di Pusat Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan
Timur ini diantaranya :
a. Pelajar, mahasiswa, akademisi.
Pada umumnya kelompok pengunjung ini menghadiri suatu
pusat kebudayaan dengan tujuan edukasi dan rekreatif. Pengunjung
datang dengan tujuan menghadiri suatu pameran tetap atau pameran
temporer,memperoleh informasi melalui pencarian data di
perpustakaan dan mengikuti suatu seminar mengenai kebudayaan.
Kegiatan hiburan yang mereka hadiri biasanya menonton
pertunjukkan seni dan budaya di ruang pertunjukkan.
b. Wisatawan domestik dan mancanegara.
Pengunjung pada umumnya menghadiri pusat kebudayaan
dengan tujuan rekreatif dan edukatif. Dengan tingkat ketertarikan yang
tinggi mengenai budaya dan seni Suku Dayak, umumnya wisatawan
lebih tertarik menghadiri kegiatan pertunjukkan seni dan budaya,
menghadiri pameran, mempelajari wujud kesenian dayak berupa tari.
Fasilitas yang digunakan adalah Auditorium, ruang pameran,
c. Peneliti, pengamat budaya, seniman.
Pengunjung pada umumnya melakukan kegiatan penelitian dan
diskusi mengenai kebudayaan suku dayak dalam rangka pelestarian
dan pengembangan seni budaya.
d. Organisasi lain yang ingin bekerjasama dengan Pusat
Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur dalam rangka
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Kalimantan Timur
e. Masyarakat umum.
Kelompok pengunjung ini merupakan masyarakat Kalimantan
Timur diluar pengelompokan jenis pengunjung diatas. Pada umumnya
pengunjung datang ke Pusat Kebudayaan dengan tujuan menonton
pertunjukkan seni dan budaya.
3.4 Program Aktivitas
Berdasarkan fungsi dari pusat kebudayaan, secara umum ada
beberapa kegiatan yang dikelompokkan dalam fasilitas ini,
diantaranya :
a. Kegiatan Rekreatif
Merupakan kegiatan apresiasi seni dan budaya berupa
pertunjukkan seni baik tradisional maupun kontemporer, bersifat
utama, untuk sarana hiburan, pelestarian dan pengembangan
sekaligus promosi kesenian.
b. Kegiatan Penginapan
Kegiatan ini sebagai persiapan untuk para artis atau seniman
yang akan melakukan pertunjukkan dalam waktu dekat. Yang berasal
dari luar kalimantan atau jauh dari tempat pertunjukkan
c. Kegiatan Edukatif
Mengadakan suatu bentuk kegiatan yang berisi informasi yang
bertujuan untuk memperluas wawasan akan kebudayaan Suku Dayak
Kalimantan Timur melalui pameran, seminar, workshop, dll. yang
dapat melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baik seniman,
budayawan, akademisi, pemerintah dan masyarakat setempat dalam
rangka pelestarian dan pengembangan seni budaya Mencangkup
kegiatan dengan tujuan edukasi seperti pengembangan kegiatan
kesenian.
d. Kegiatan Informatif
Pada fungsi informative terdapat 3 fasilitas utama yaitu
perpustakaan, multimedia dan audiovisual area. Perbedaan ketiganya
terletak pada media penyampaian yang digunakan, perpustakaan
menampilkan koleksi buku, ruang audiovisual menampilkan koleksi
rekaman.
e. Kegiatan Penunjang
Merupakan kegiatan yang dapat mempelancar
suatu pusat kebudayaan. Terdiri dari kegiatan komersil berupa
penjualan cendera mata, buku, benda – benda seni dan penjualan
makanan.
f. Kegiatan Administratif
Merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjalankan,
mengelola dan mengkoordinasi semua kegiatan yang di tampung di
suatu pusat kebudayaan.
3.5 Program Fasilitas
Fasilitas yang terdapat di dalam Pusat Kebudayaan Suku
Dayak Kalimantan Timur adalah :
1. Fasilitas Penerimaan Pengunjung
Merupakan area setelah pintu masuk utama, terdiri dari lobby
utama yang berfungsi sebagai ruang masuk pengunjung dan area
distribusi pengunjung ke berbagai fasilitas lainnya.
2. Fasilitas Penginapan
Penginapan merupakan fasilitas yang disediakan untuk para
artis atau performer yang berasal dari luar kalimantan atau akan
melakukan pertunjukan
3. Fasilitas Pameran
Ruangan ini merupakan ruangan tempat berlangsungnya
kegiatan mengumpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan dan
memamerkan bukti- bukti material hasil kebudayaan Suku Dayak
4. Fasilitas pelatihan dan pengembangan
Bangunan yang diperuntukkan tempat pengolahan/pelatihan
seni (khususnya seni tari), merupakan fasiIItas yang dimiliki Pusat
Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur. Fasilitas yang berfungsi
untuk mengakomodasi kegiatan belajar kesenian Suku Dayak
Kalimantan Timur
5. Fasilitas Perpustakaan/audiovisual/multimedia
Perpustakaan ini akan menyajikan koleksi mulai dari buku-buku
referensi, majalah, hingga dokumen-dokumen yang tersimpan
dalam perangkat multi media, yang kesemuanya dapat dimanfaatkan
oleh pengunjung untuk menambah wawasan, keperluan penelitian,
maupun analisis.
6. Fasilitas Seminar
Fasilitas ini berfungsi untuk mengadakan pertemuan dan
diskusi mengenai kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Timur
7. Fasilitas Pertunjukkan
Fungsi utama fasilitas ini adalah untuk menampilkan pagelaran
budaya yang terdiri dari beberapa jenis pertunjukkan, diantaranya
adalah pertunjukkan musik, tarian, teater, pemutaran film dan
sebagainya. Fisik bangunan dari fasilitas pertunjukkan ini berupa