Mempelajari Siklus Hidup Suku Dayak Di Museum Balanga Kalimantan Tengah
Comments : 0
Penulis: Ana Rahmawati, SS
Suku Dayak adalah suku asli yang mendiami pulau kalimantan. Kata Dayak berasal dari kata
“Daya” yang artinya hulu. Suku dayak cukup terkenal di antara suku-suku lain yang ada di
Indonesia selain karena jumlahnya yang menjadikan suku dayak sebagai salah satu suku yang
besar juga karena citra suku dayak yang dekat dengan hal yang berbau magis. Hal ini
dipengaruhi oleh sejarah, tipografi tempat tinggal mereka dan kepercayaan yang mereka anut.
Suku dayak merupakan salah satu suku terbesar yang mendiami Provinsi Kalimantan Tengah.
Beberapa subetnis Dayak yang terdapat di kalimantan Tengah yaitu Ngaju, Ot Danum,
Bakumpai, Maanyan, Siang, Murung, Taboyan, Lawangan, Dusun dan subetnis lainnya dalam
jumlah relatif kecil.
Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia, Suku Dayak memiliki banyak tradisi yang sebagian
besar terkait dengan kepercayaan yang mereka anut. Tradisi tersebut sebagian besar berhubungan
dengan siklus hidup individu dimulai dari awal hingga akhir kehidupan. Apabila ingin
mengetahui siklus hidup dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah
dapat berkunjung langsung ke pemukiman suku dayak yang terdapat di Kalimantan tengah.
Bahkan saat ini telah dikembangkan konsep wisata desa adat dayak. Di beberapa desa yang
dibina sebagai wisata desa adat tersebut dapat dijumpai rumah tradisional dan kehidupan
Namun apabila tidak memiliki waktu untuk mengunjungi desa wisata tersebut karena sebagian
besar wilayahnya berada jauh di pedalaman Kalimantan Tengah, maka kehidupan masyarakat
dayak dapat dilihat di Museum Balanga Kalimantan Tengah.
Kelahiran
Ritual Kehamilan dilakukan ketika usia kehamilan tiga bulan, tujuh bulan, dan sembilan bulan.
Usia kehamilan tiga bulan disebut Paleteng Kalangkang Sawang yang bertujuan supaya ibu bayi
tidak diganggu ooleh roh jahat dari dalam air. Pada usia kehamilan tujuh bulan, suku dayak
melakukan upacara yang disebut Nyaki Dirit. Upacara tersebut dilakukan untuk mendoakan bayi
dan Ibu supaya selamat dalam proses kelahiran dan memilih leluhur mana yang akan
mendampingi bayi yang akan dilahirkan. Beberapa alat yang digunakan dalam upacara tersebut
adalah pisau, emas, beras, tampung tawar (air yang diberi wewangian). Pada upacara tersebut
dipimpin oleh pemuka agama maupun pemuka adat. Pada usia kehamilan sembilan bulan
upacaranya disebut dengan Mangkang Kahang Badak yang dilakukan supaya bayi tidak terlahir
prematur. Suku dayak sebagian masih menganut kepercayaan asli dari leluhur mereka yakni
Kaharingan namun banyak pula yang telah memeluk agama lain seperti kristen dan islam. Pada
upacara adat seperti di atas, doa yang dipanjatkan telah disesuaikan dengan agama yang dipeluk
Gambar 1 : alat yang digunakan dalam ritual kehamilan
Pada waktu kelahiran, seluruh keluarga akan berkumpul. Pada saat-saat demikian itu sang suami
tidak boleh mengerjakan sesuatu apa pun, karena menurut anggapan mereka, ada suatu pekerjaan
yang memebawa akibat kepada lancarnya kelahiran sang bayi. Setelah sang bayi lahir, sang ayah
bayi itu tidak diperkenankan pergi jauh dari rumah selama 3 sampai 7 hari.
Pada saat tali tembuni (placenta) tanggal, diadakan upacara berupa selamatan yang
disebutmamalas atau nyaki milah. Upacara selamatan ini biasanya bersamaan dengan proses
nahunan atau penamaan bayi. Bayi dimandikan di sungai oleh bidan yang membantu persalinan
bayi. Upacara ini menggunakan beberapa benda yaitu penduduk (kelapa yang diletakkan di
dalam mangkok tembaga bersama dengan beras) sirih pinang, rokok, telur rebus dan ayam.
Setelah bayi dimandikan di sungai, kemudian dibawa pulang ke rumah untuk melakukan prosesi
menginjak benda benda yang telah disiapkan. Maksud upacara itu hanya sekedar ucapan selamat
atau terimakasih pada orang tua yang telah menolong bayi tersebut di dalam proses kelahirannya.
Gambar 3. Ritual Nahunan memandikan bayi dengan darah babi di sungai
Setelah bayi berumur satu tahun atau lebih menurut adat dahulu, anak ini dimandikan (semacam
baptisan). Upacara ini dilakukan dengan balian atau wadian. Upacara ini sebagai per tanda
Masa dewasa
Orang-orang yang sudah dewasa atau remaja pada suku Dayak Ot Danom dan Dayak Ngaju
dahulu ditempatkan dimasukkan dalam suatu asrama untuk belajar membuat alat perlengkapan
hidup mereka kelak. Asrama yang berfungsi sebagai tempat pendidikan ini pada suku Sayak Ot
Danom dan Dayak Ngajuk disebut kuwu. Pada suku Dayak Ma’anyan dan Lawangan lembaga
ini tidak dikenal.
Orang-orang tua yang masih termasuk dalam keluarga batih mengajarkan kepada para pemuda
begaimana cara membuat alat pelengkapan hidup mereka pada umunya, dan pada upacara adat
diajarkan pula cerita-cerita rakyat yang mengisahkan asal-usul suku Dayak Ma’anyan dan
Lawangan.
Gambar 4 : Ritual Perkawinan
Berakhirnya masa dewasa ditandai dengan tibanya perkawinan. Seseorang dianggap cukup
matang untuk melangsungkan perkawinannya bila ia sudah dapat membuat alat-alat
pelengkapan hidup pada umumnya dan dinilai mampu membina rumah tangganya.Proses
perkawinan dilaksanakan sesuai dengan adat serta hukum adat. Dimulai dengan proses
meminang oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang disebut dengan Hakumbang
Auh. Prosesi lamaran ini disertai dengan tanda bukti berupa guci, uang dan perhiasan.
Tahap selanjutnya sebelum melangsungkan pernikahan adalah prosesi Maja Misek yaitu sebuah
prosesi untuk mengikat calon pengantin. Pada tahap ini disertai dengan kesepakatan beberapa hal
mengenai agama atau keyakinan yang digunakan untuk resepsi pernikahan, tempat, waktu
pelaksanaan serta syarat lainnya. Apabila pernikahan batal dilaksanakan maka akan ada denda
yang harus dibayar oleh pihak yang membatalkannya. Denda tersebut disepakati dalam
ritual Maja Misek ini. Baru kemudian dilaksanakan prosesi pernikahan sesuai yang telah
disepaakti oleh kedua pihak.
Masa-tua
Masa ini disampingnya mempunyai tugas-tugas sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga ia
juga bertugas untuk mengajarkan kepada para pemuda dalam lingkungan keluarga batih maupun
keluarga dalam arti luas.
Selalu diajarkan pula apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan menurut adat leluhur,
Kematian
Bila yang bersangkutan meninggal dunia maka dilangsanakan upacara kematian baginya.
Upacara kematian pada masing-masing suku Dayak ini agak berbeda satu dengan yang lainnya.
Umumnya semua suku Dayak ini selalu menyimpan tulang-tulang si mati itu di tempat tertentu
yang disebutSandung atau Tambak atau kadaton. Pada masyarakat Dayak Ngaju, setelah
seseorang meninggal dikubur. Tempat penguburan orang yang meinggal berbeda-beda.
Kemudian akan dilaksanakan upacara Tiwah yakni upacara untuk memindahkan tulang belulang
orang yang sudah meninggal dari dalam tanah ke sandung (rumah rumahan kecil yang diletakkan
di samping rumah atau komplek sandung). Upacara ini dimaksudkan untuk mengantar orang
yang sudah meninggal menuju surga atau Lewu Tatau.
Itulah siklus hidup masyarakat dayak yang dapat dilihat di Museum Balanga Kalimantan Tengah.
Selain beberpa hal tersebut di atas, masih banyak lagi hal yang ditampilkan terkait dengan