• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN BURNOUT DENGAN KEPUASAN KERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG (UNP)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Studi untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam Bidang Studi Ilmu

Perpustakaan dan Informasi

Oleh:

Feni Rusdiani Silvi 120723039

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP)

Oleh : Feni Rusdiani Silvi

NIM : 120723039

Pembimbing I : Dra. Zaslina Zainuddin, M.Pd

Tanda Tangan :

Tanggal :

Pembimbing II : Dra. Irawati A. Kahar, M.Pd

Tanda Tangan :

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP)

Oleh : Feni Rusdiani Silvi

NIM : 120723039

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd

Tanda Tangan :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A

Tanda Tangan :

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinal dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu kualifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, 30 April 2014

Peneliti

Feni Rusdiani Silvi

(5)

ABSTRAK

Silvi, Feni Rusdiani. 2014. “Hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan universitas negeri padang”

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui korelasi antara kondisi burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP.

Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan analisis korelasional. Populasi penelitian sebanyak 50 orang dengan pengambilan sampel secara keseluruhan menggunakan teknik total sampling. Untuk mengukur hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan Universitas Negeri Padang digunakan analisis korelasi dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment dan uji t signifikansi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa burnout memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pustakawan dan hubungannya berada pada kategori kuat. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis korelasi sebesar 0,62. Untuk menguji hipotesis dilakukan uji-t signifikansi dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada tingkat kepercayaan 95% dan hasil uji hipotesis

diperoleh thitung (5.4) > ttabel (2,011) dengan ketentuan thitung > ttabel, maka Ha diterima

jadi hipotesis yang mengatakan ada hubungan yang positif dan signifikan, diterima dan terbukti. Setelah dilakukan uji hipotesis, selanjutnya adalah melakukan uji determinasi yaitu dengan cara mengkuadratkan nilai rhitung, yaitu 0,62² = 0,38 atau

38%.

Hal ini menunjukkan bahwa burnout sebesar 38% berhubungan terhadap kepuasan kerja pustakawan, selebihnya 62% dipengaruhi oleh variabel - variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul ”Hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang” ini.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga dengan sepenuh hati penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Rusdi Absal dan Ibunda Ernawati yang tidak hentinya memberikan motivasi, nasehat, serta semangat kepada ananda untuk menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Tidak lupa juga pada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Untuk itu penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

(7)

4. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku pembimbing II yang sama – sama telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan arahan serta waktu dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku penguji I yang telah memberikan saran serta ide-ide dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

6. Ibu Hotlan Siahaan S. Sos., M.I Kom selaku penguji II yang berbesar hati memberikan saran serta arahan yang lebih baik lagi dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.

8. Pimpinan Perpustakaan Universitas Negeri Padang Bapak Drs. Sutarman Karim,M. Si yang telah mengizinkan penulis mengadakan penelitian di perpustakaan.

9. Spesialku kepada kakak dan adik – adik tercinta yang memberikan ion – ion semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 10.Terselip doa dan harapan serta banyak trimakasi kepada teman-teman

seperjuangan dan sepermainanku di istana naungan kita galeri mar’ah yang tertuju kepada uni vita selaku kakak kepala suku kami, uni fauziah, uni aisyah, su-ke,

biBBo, kurrota, kristy elverida dan sibungsu cece sepaket dengan uda irsyadiipay yang telah memberikan banyak masukan dan saran – saran terbaik mereka serta guyonan humor yang membuat semangat penulis tak pernah luntur dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada Habib penulis haturkan trimakasi atas support dan bantuannya selama proses penyelesaian skripsi ini dan juga butiran doa kesuksesan buat kita dan masa depan.

12.Untuk rekanku Yayuk yang tidak kenal lelah membantu penulis selama pembuatan skripsi sehingga terjawab sudah hasil – hasil penelitian ini.

(8)

14.Terimakasih untuk pegawai – pegawai PerpustakaanUniversitas Negeri Padang yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan, pengorbanan dan amal baik mereka semua, serta menjadi pahala yang besar di sisi Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang - orang yang membacanya, serta mohon kritikan dan saran-saran yang membangun demi terjaminnya kualitas skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan dan dapat memperluas pemikiran serta wawasan dimasa yang akan datang.

Medan, Mei 2014

Penulis

(9)

DAFTAR ISI 2.1.1 Penyebab Burnout Pada Pustakawan……….. 5

2.1.2 Gejala Terkena Burnout…...……… 8

2.1.3 Perbedaan Burnout dan Stres…….……….. 9

2.2 Teori Kepuasan Kerja ……….. 10

2.2.1 Kepuasan Kerja Pustakawan…...……… 13

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja Pustakawan……….. 14

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Kerja………..…. 15

2.2.4 Dampak Kepuasan Kerja dan Ketidakpuasan Kerja……… 16

2.3 Hubungan Burnout Dengan Kepuasan Kerja ………. 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian…..………...……… 20

3.2 Lokasi Penelitian ………...……… 20

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi…….……… 20

3.3.2 Sampel ………. 20

3.4 Defenisi Operasional Variabel ……… 21

3.5 Instruments Penelitian 3.5.1 Angket ………. 22

3.5.2 Uji Coba Angket ………. 23

3.6 Skala Pengukuran ………...…...……….. 23

3.7 Pengujian Validitas dan Reliabilitas 3.7.1 Uji Validitas Instrumen……… 23

3.7.2 Uji Reliabilitas ………. 24

(10)

3.9 Analisis Data

3.10.1 Analisis Deskriptif ………. 25

3.10.2 Analisis Korelasi……… 26

3.10 Pengujian Persyaratan Analisis 3.11.1 Uji Homogenitas ……… 27

3.11.2 Uji Normalitas ……… 28

3.11 Uji Hipotesis ………. 28

3.12 Uji Koefisien Determinasi ……… 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ……… 30

4.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.2.1 Pengujian Validitas Instrumen ………. ……….. 30

4.2.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen ………… ………… 33

4.3 Analisis Data ……… 4.3.1 Analisis Deskriptif ………… ………..……… 34

4.3.2 Deskripsi Data ………. 52

4.3.3 Analisi Korelasi ……….. 57

4.4 Pengujian Persyaratan Analisis 4.4.1 Pengujian Normalitas Data ………. 58

4.4.2 Pengujian Homogenitas ……….. 59

4.5 Uji Hipotesis ……… 59

4.6 Uji Koefisien Determinasi ……… 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……… 61

5.2 Saran ………. 62

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Perbedaan Antara Stres dan Burnout……….….. 10

Tabel 2.2.3 : PengukuranKepuasan Kerja dengan Skala Indeks Deskripsi Jabataan ……….……….…... 16

Tabel 3.1 : Kisi – Kisi Angket untuk Variabel X dan Variabel Y ….…….. 22

Tabel 3.2 : Kategori Koefisien Korelasi ……… 27

Tabel 4.1 : Ringkasan Hasil Pengujian Validitas ……….. 32

Tabel 4.2 : Hasil Uji Reliabilitas Instrumen……… 33

Tabel 4.3 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 1……..……… 34

Tabel 4.4 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 2……..……… 35

Tabel 4.5 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 3……..……… 36

Tabel 4.6 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 4……..……… 36

Tabel 4.7 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 5……..……… 37

Tabel 4.8 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 6……..……… 38

Tabel 4.9 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 7……..……… 39

Tabel 4.10 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 8……..……… 39

Tabel 4.11 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 9……..……… 40

Tabel 4.12 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 10…….………..… 41

Tabel 4.13 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 11.…..……… 42

Tabel 4.14 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 12….……….. 42

Tabel 4.15 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 13.…..……… 43

Tabel 4.16 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 14……… 44

Tabel 4.17 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 15…..…….……… 45

Tabel 4.18 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 16……..……….……… 45

Tabel 4.19 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 17…...……… 46

Tabel 4.20 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 18……..……….……… 47

Tabel 4.21 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 19.…..……… 47

Tabel 4.22 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 20.…..……… 48

Tabel 4.23 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 21……..……….… 49

Tabel 4.24 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 22……… 50

Tabel 4.25 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 23…...……… 50

Tabel 4.26 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 24…...……… 51

Tabel 4.27 : Distribusi Jawaban Pernyataan Angket 25……..……….……… 52

Tabel 4.28 : Distribusi Frekuens Data Variabel X ……… 53

Tabel 4.29 : Distribusi Frekuens Data Variabel Y.. ……..………. 55

Tabel 4.30 : Rangkuman Uji Normalitas ……….…….. 58

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

ABSTRAK

Silvi, Feni Rusdiani. 2014. “Hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan universitas negeri padang”

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui korelasi antara kondisi burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP.

Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan analisis korelasional. Populasi penelitian sebanyak 50 orang dengan pengambilan sampel secara keseluruhan menggunakan teknik total sampling. Untuk mengukur hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan Universitas Negeri Padang digunakan analisis korelasi dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment dan uji t signifikansi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa burnout memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pustakawan dan hubungannya berada pada kategori kuat. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis korelasi sebesar 0,62. Untuk menguji hipotesis dilakukan uji-t signifikansi dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada tingkat kepercayaan 95% dan hasil uji hipotesis

diperoleh thitung (5.4) > ttabel (2,011) dengan ketentuan thitung > ttabel, maka Ha diterima

jadi hipotesis yang mengatakan ada hubungan yang positif dan signifikan, diterima dan terbukti. Setelah dilakukan uji hipotesis, selanjutnya adalah melakukan uji determinasi yaitu dengan cara mengkuadratkan nilai rhitung, yaitu 0,62² = 0,38 atau

38%.

Hal ini menunjukkan bahwa burnout sebesar 38% berhubungan terhadap kepuasan kerja pustakawan, selebihnya 62% dipengaruhi oleh variabel - variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekerjaan merupakan tuntutan penting yang harus dilakukan seseorang agar selalu berkembang dan dapat bersaing dalam hal positif dengan rekan kerja baik dalam satu instansi maupun instansi lainnya. Perpustakaan tidak terlepas dari berbagai kegiatan yang dalam kesehariannya selain memberikan pelayanan kepada pemustaka, juga melakukan kegiatan administratif dan pekerjaan rutin lainnya seperti penyeleksian bahan pustaka, pengolahan bahan pustaka, serta perawatan bahan pustaka. Bekerja melayani pemustaka dengan beragam jenis kebutuhan dan

pertanyaan yang mereka ajukan membutuhkan banyak energi dan pustakawan harus bersifat sabar serta dapat memahami apa yang mereka inginkan. Keseluruhan pekerjaan tersebut merupakan beban kerja bagi pustakawan sehingga sangat erat kaitannya dengan puas atau tidaknya mereka dalam bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dengan frekuensi yang sama setiap harinya akan membuat manusia merasakan kejenuhan atau burnout. Kondisi burnout bisa terjadi dimanapun termasuk di lingkungan kerja sehingga dapat menurunkan produktivitas dan motivasi dalam bekerja.

Burnout adalah istilah yang menggambarkan kondisi emosional seseorang yang merasa lelah dan jenuh secara mental, emosional dan fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat. Dampak yang umum terjadi dari burnout adalah penurunan komitmen terhadap organisasi dan penurunan produktifitas sehingga dapat merugikan organisasi kerja dan pekerja itu sendiri. Burnout juga dihubungkan dengan berbagai macam masalah kesehatan seperti depresi, sifat lekas marah, kecemasan, kelemahan, insomnia dan sakit kepala.

(15)

tempat kerja dianggap memiliki hubungan yang erat dengan kondisi burnout kronis yang gagal ditangani sehingga dapat menyebabkan kondisi tersebut dan secara tidak langsung membuat berkurangnya kepuasan kerja pustakawan terhadap pekerjaan yang dilakukannya.

Kepuasan kerja adalah suatu bentuk perasaan dan emosi pustakawan tentang pekerjaannya, apakah pekerjaannya tersebut menyenangkan atau tidak menyenangkan. Keadaan ini didasarkan kepada kesesuaian antara harapan pustakawan dengan kompensasi yang disediakan oleh instansi. Kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi pustakawan dalam mengemban pekerjaannya. Agar mereka dapat mengaktualisasikan diri bagi pengembangan individu maupun bagi kemajuan organisasi, sehingga pustakawan dapat lebih produktif dalam bekerja.

Perpustakaan Universitas Negeri Padang yang selanjutnya akan disingkat menjadi Perpustakaan UNP merupakan suatu unit kerja yang ada di UNP yang mempunyai tugas mengadakan, mengolah, menyajikan, melestarikan, dan menyebarluaskan koleksi bahan pustaka yang ada untuk mendukung pencapaian program Tri Dharma Perguruan Tinggi. Perpustakaan UNP juga menjadi perpustakaan pusat bagi seluruh mahasiswa UNP untuk mendapatkan dan memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Perpustakaan UNP juga belum pernah

dilakukan penelitian terkait hubungan burnout dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan tersebut.

(16)

mata dan kepala. Sehingga waktu istirahat pustakawan terpakai untuk menuntaskan pekerjaan karena batas waktu yang diberikan pimpinan perpustakaan.

Begitu juga dengan pustakawan bagian pelestarian, disini terlihat bahwa kegiatan penyiangan (weeding) yang dilakukan 1 kali dalam 2 tahun dengan rincian pekerjaan adanya kegiatan penjilidan buku yang sudah rusak, penyampulan buku, dan cacah ulang koleksi bahan pustaka yang berbentuk kertas dikatakan pekerjaan yang membutuhkan ketekunan. Pustakawan mengalami kesulitan ketika buku yang akan diolah mengalami rusak berat seperti punggung buku terbelah dua yang mengakibatkan halaman buku hilang sehingga banyaknya koleksi yang akan diurus sehingga menimbulkan kejenuhan dalam bekerja akibatnya pekerjaan yang mereka lakukan terbengkalai dan bisa memakan banyak waktu untuk menyelesaikan itu semua..

Hal ini diduga kejenuhan terjadi karena lingkungan kerja perpustakaan yang meliputi beban pekerjaan yang berlebihan, kurangnya pengetahuan atau keahlian beberapa pustakawan untuk melakukan pekerjaan, tugas-tugas yang rutin dan berulang, interaksi dengan pengunjung perpustakaan dan staf, tidak adanya rasa hormat dan penghargaan dari atasan, tidak adanya umpan balik yang positif dari atasan perpustakaaan, pemustaka dan rekan kerja. Untuk menyikapi permasalahan

tersebut, ada beberapa hal yang telah dilakukan pihak pimpinan perpustakan seperti melakukan mutasi kerja dan studi banding antar pustakawan lainnya. Kegiatan ini diharapkan agar dapat meningkatkan kepuasan kerja pustakawan menjadi lebih baik. Namun masih ada saja beberapa diantara pustakawan yang terindikasi mengalami gejala burnout yang berkaitan dengan kepuasan kerja karena beban pekerjaan pustakawan.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka didapatlah rumusan masalah tersebut yang penulis fokuskan dengan pertanyaan berikut:

1. Apakah terdapat korelasi antara kondisi burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP?

2. Seberapa besar kontribusi antara variabel x dan variabel y? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui korelasi antara kondisi burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP.

2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi antara variabel x dan variabel y.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada kita semua baik secara praktis maupun teoritis, yaitu :

1. Merupakan kontribusi keilmuan bagi pengembangan ilmu perpustakaan terutama dalam manajemen perpustakaan.

2. Memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pada topik yang sama.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan oleh pimpinan perpustakaan.

4. Penulis, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pemahaman penulis.

1.5 Hipotesis

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Burnout

Websters’s Ninth New Collegiate (1987) dalam Caputo (1991,3) mendefinisikan burnout sebagai “exhaustion of physical or emotional strength yang bermakna kelelahan fisik dan emosional”. Definisi yang hampir sama diberikan oleh Utami B. Hariyadi (2006, 57), “bahwa burnout adalah istilah yang menggambarkan

kondisi emosional seseorang yang merasa lelah dan jenuh secara mental, emosional dan fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat”. Pines dan Aronson (1989) seperti dikutip oleh Sutjipto (2001) dalam artikelnya yang dimuat secara

online berjudul “Apakah anda mengalami burnout?” mendefinisikan “burnout

sebagai kelelahan secara fisik, mental, dan emosional”. Burnout dialami oleh seseorang yang bekerja menghadapi tuntutan dari klien/pelanggan, tingkat keberhasilan dari pekerjaan rendah, dan kurangnya penghargaan yang memadai terhadap kinerjanya.

Dari beberapa definisi burnout yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat disimpulkan burnout adalah sindrom psikologis yang terdiri dari tiga dimensi yaitu kelelahan fisik, mental, dan emosional.

2.1.1 Penyebab Burnout pada Pustakawan

(19)

2.1.1.1 Penyebab di Lingkungan Kerja

Faktor penyebab di lingkungan kerja dibagi menjadi dua, antara lain: 1. Interaksi dengan Publik

Pekerjaan yang melibatkan interaksi sosial dengan publik bersifat sangat melelahkan. Pekerjaan tersebut membutuhkan banyak energi untuk bersabar dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul, serta aktif dalam menjelaskan permintaan dan harapan publik yang tidak jelas, dan menunjukkan keahlian sosial yang sesuai, tidak peduli apa yang pekerja itu rasakan. Di perpustakaan, pustakawan diharapkan bersikap tenang ketika berhadapan dengan pengguna yang frustrasi dan marah. Pustakawan dituntut untuk bersikap sabar, serta tetap tenang dan efektif ketika dihadapkan pada permintaan informasi yang sulit tetapi harus segera disajikan kepada pemustaka. Pustakawan cenderung dituntut untuk menanggapi semua permintaan pemustaka dengan cara yang sopan dan informatif. Secara implisit, pustakawan diminta untuk menunjukkan kebaikan, kesabaran, kepedulian, rasa hormat, serta harus mampu menahan kemarahan, dan rasa frustrasi. Mereka diharapkan dapat menjawab pertanyaan dengan cepat, efisien, komprehensif. rumit dan kompleks.

Pustakawan di era teknologi informasi dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dan sistem automasi perpustakaan untuk kegiatan akuisisi, katalogisasi, serta layanan informasi. Di samping itu pustakawan juga terlibat dalam berbagai upaya kerjasama dengan perpustakaan - perpustakaan lain. Dengan demikian, selain harus mengerjakan tugas - tugas rutin dan berinteraksi langsung dengan para pemustaka, pustakawan juga diharapkan mampu berinteraksi dengan pustakawan lain dalam konteks kerjasama antar perpustakaan. Jika berinteraksi dengan publik merupakan faktor penyebab burnout tidak diragukan lagi dengan kondisi kerja seperti yang dijelaskan di atas, pustakawan akan rentan terkena burnout.

2. Konflik Peran

Dua faktor penting dari konflik peran merupakan pemicu terhadap burnout. Pertama adalah karena seseorang merasa kurang cocok dengan pekerjaannya dan yang kedua adalah konflik antara nilai-nilai individu dan tuntutan pekerjaan. Konflik peran bisa menjadi penyebab stres kronis yang berpengaruh di tempat kerja. Konflik peran dapat dialami ketika seseorang bekerja dengan lebih dari satu orang pengawas, terutama jika tuntutan setiap pengawas berbeda dengan satu sama lain (Visotsky dan Cramer, 1982). Pembagian kerja dapat juga menghasilkan konflik peran jika individu yang berbagi pekerjaan tersebut memiliki tujuan, filosofi, atau harapan yang berbeda.

(20)

informasi dan automasi perpustakaan yang digunakan dalam menunjang interaksi tersebut. Konflik peran terjadi karena merasa kurang cocok dengan pekerjaan ataupun konflik antara nilai – nilai individu dan tuntunan pekerjaan.

2.1.1.2 Penyebab Personal

Faktor penyebab personal dibagi menjadi empat, meliputi: 1. Jenis kelamin

Farber (1991) seperti dikutip dari Utami B. Hariyadi (2006) dalam penelitiannya tentang kondisi stres dan burnout di kalangan guru-guru di Amerika menemukan bahwa pria lebih rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan wanita. Pria tumbuh dan dibesarkan dengan nilai kemandirian khas pria dan mereka diharapkan dapat bersikap tegas, lugas, tegar, dan tidak emosional. Sebaliknya wanita diharapkan untuk mempunyai sikap membimbing, empati, kasih sayang, membantu, dan lembut hati. Perbedaan cara dalam membesarkan pria dan wanita memberi dampak berbeda pula pada pria dan wanita dalam menghadapi dan mengatasi burnout. Wanita yang lebih banyak terlibat secara emosional dengan orang lain akan cenderung rentan terhadap kelelahan emosional.

Peran gender umumnya menjadi faktor penentu stres dalam pekerjaan. Ketika laki-laki maupun perempuan bekerja dalam profesi yang dianggap bersifat feminin atau maskulin, pekerja dapat mengalami tekanan untuk menyesuaikan diri. Masyaraka mungkin mengharapkan pustakawan pria menjadi lebih feminin daripada yang bekerja dijenis organisasi bisnis lainnya.

2. Usia

Menemukan hubungan yang jelas antara usia dan burnout. Orang yang berusia muda memiliki kemungkinan mengalami burnout lebih besar daripada orang yang berusia lebih tua. Lamanya seseorang bekerja di tempat kerja juga merupakan faktor yang menentukan kerentanan individu terhadap burnout. Orang-orang dengan pengalaman kerja yang sedikit lebih rentan terhadap burnout, tetapi usia seseorang menjadi faktor yang lebih penting daripada senioritas di tempat kerja tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pengalaman hidup membuat individu memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mengatasi tekanan yang mengarah pada burnout.

3. Status Perkawinan

Menjelaskan bahwa status perkawinan juga berpengaruh terhadap timbulnya

burnout. Profesional yang berstatus lajang lebih banyak mengalami burnout

daripada yang telah menikah. Jika dibandingkan antara seseorang yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak, maka seseorang yang memiliki anak cenderung mengalami tingkat burnout yang lebih rendah. Alasannya adalah:

a. seseorang yang telah berkeluarga pada umumnya cenderung berusia lebih tua, lebih stabil, dan lebih matang secara psikologis,

(21)

seseorang dalam menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional,

c. kasih sayang dan dukungan sosial dari keluarga dapat membantu seseorang dalam mengatasi tuntutan emosional dalam pekerjaan, dan

d. seseorang yang telah berkeluarga memiliki pandangan yang lebih realistis. 4. Pendidikan

Maslach (1982) menemukan bahwa orang dengan empat tahun kuliah (sarjana) merupakan yang paling beresiko untuk burnout, diikuti oleh individu dengan tingkat pendidikan pascasarjana. Mereka yang berpendidikan di bawah sarjana memiliki resiko terkena burnout lebih sedikit. Smith, Birch, dan Marchant (1986) menemukan bahwa pustakawan yang berpotensi terkena burnout adalah mereka yang memiliki pendidikan pascasarjana.

Uraian di atas mengemukakan bahwa keempat faktor penyebab personal dari

burnout merupakan faktor yang paling beresiko bagi pustakawan bila tidak dicegah dengan cepat yang akan menyebabkan kelalaian dalam bekerja.

2.1.2 Gejala terkena Burnout

Menurut Potter (2005) yang diambil dari jurnal online menyebutkan bahwa gejalala-gejala burnout adalah “hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang terkena burnout menjadi tidak mampu bekerja”. Burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa berkembang menjadi kondisi yang serius. Potter (2005)

menjelaskan gejala-gejala burnout meliputi: 1. Emosi negatif

Terkadang, perasaan frustrasi, marah, depresi, ketidakpuasan, dan kegelisahan merupakan bagian normal dari kehidupan dan bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga lama-kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa bersalah, ketakutan yang kemudian menjadi depresi. Kemurungan dan mudah marah juga merupakan tanda-tanda burnout.

2. Frustrasi

Perasaan frustrasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu bekerja dan dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaan merupakan gejala awal burnout. Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan menunjukkan mereka frustrasi atas kegagalan mereka sendiri.

3. Depresi

(22)

respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu dapat menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan kesehatan yang memburuk dan penampilan kerja.

4. Masalah Kesehatan

Cadangan emosional korban burnout terkuras dan kualitas hubungannya memburuk, ketahanan fisik mereka juga menurun. Mereka tampaknya berada dalam keadaan tegang atau stres kronis. Lebih sering terkena penyakit ringan, seperti pilek, sakit kepala, insomnia dan sakit punggung. Korban burnout

mengalami frustrasi, perasaan bersalah, bahkan depresi. Korban burnout rentan mengalami masalah kesehatan, mulai dari pilek, flu, serangan alergi, insomnia, gangguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan, serta masalah kesehatan serius lainnya.

5. Kinerja Menurun

Tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik, dan kondisi prima yang diperlukan untuk bekerja dengan kinerja tinggi semuanya bisa habis akibat

burnout. Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja menurun mengakibatkan bekerja menjadi lebih menyakitkan dan kurang menguntungkan, absensi juga akan meningkat, selain itu korban burnout sering mengalami kondisi emosional. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang cukup besar dalam kualitas kinerja. Hasilnya adalah penurunan produktivitas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penderita burnout

mengalami emosi negatif sehingga menjadi murung dan gampang marah; frustasi dengan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan; depresi berupa kelelahan emosional dan spiritual dimana individu merasa seperti kehabisan energi; masalah kesehatan

seperti flu, insomnia, gangguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan; penurunan kinerja yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas.

2.1.3 Perbedaan Burnout dan Stres

Pengertian stres berbeda dengan burnout. Burnout adalah jenis depresi dalam pekerjaan dan disebabkan oleh perasaan ketidakberdayaan. Hal itu tidak disebabkan oleh stres meskipun orang yang mengalami burnout juga merasakan stres. Burnout

(23)

Tabel 2.1 Perbedaan antara Stres dan Burnout

Stres Burnout

- Emosi sangat berlebihan - Emosi tumpul - Menghasilkan kondisi yang

mendesak dan tindakan yang berlebihan

- Menghasilkan

ketidakberdayaan dan keputusasaan

- Kehilangan energy - Kehilangan motivasi, cita-cita dan harapan - Menyebabkan gangguan

kecemasan

- Mengarah pada paranoid, sikap acuh-tak acuh dan depresi - Kerusakan utama pada fisik - Kerusakan utama

berupa ketidakstabilan secara emosional

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi burnout berbeda dengan stres. Pekerja yang mengalami burnout akan cenderung diam dan terlihat tanpa daya dan pesimis, hal ini terjadi akibat hilangnya motivasi dan semangat yang berakibat pada ketidakberdayaan. Pada kondisi stres, pekerja cenderung menjadi lebih aktif dan agresif secara emosional. Penderita burnout maupun stres sama-sama mengalami masalah terutama dalam pekerjaan, namun responnya berbeda - beda. Stres yang berkepanjangan dapat berpotensi menjadi burnout, sedangkan kondisi

burnout yang dialami oleh pekerja belum tentu disebabkan oleh stres. Sintesis:

(24)

2.2 Teori Kepuasan Kerja

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang kepuasan kerja. Anwar Prabu Mangkunegara (2009, 120) menjelaskan teori tentang kepuasan kerja, di antaranya adalah:

1. Teori Keseimbangan (Equity Theori)

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini adalah

input, outcome, comparison person, dan equity – aquity.

Wexley dan Yuki (1977) mengemukakan bahwa “input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja.

Outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job. (Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai). Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali

(recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.

Sedangkan comparison person may be someone in the same organization, someone in a different organization, or even the person himself in a previous job.

(Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input – outcome dirinya dengan perbandingan input – outcome pegawai lain (Comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity

(ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau comparison person).

2. Teori Perbedaan atau Discrepancy Theori

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke (1969) mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.

3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

(25)

4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini, kepuasa kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

5. Teori dua faktor dari Herzberg

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing – masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberi kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content analysis)

untuk menentukan faktor – faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpastian. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors)

dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula

dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab.

6. Teori pengharapan (Exceptancy Theory)

Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis (1985,65) mengemukakan bahwa

“Vroom explains that motivation is a product of how much one wants somethings and one’s estimate of the probability that a certain will lead to it”.

Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.

Pernyataan di atas berhubungan dengan rumus di bawah ini, yaitu:

Valensi x Harapan = Motivasi

Keterangan:

(26)

- Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. - Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan

tertentu.

Valensi lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk suatu hasil. Jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka berarti valensi pegawai tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal pegawai yang dikondisikan dengan pengalaman.

Selanjutnya Keith Davis (1985,66) mengemukakan bahwa “expectancy is the strength of belief that an act will be followed by particular outcomes. It represents employee judgement of the probability that achieving one result will lead ti another result. Since expectancy is a action-outcome association, it may range from 0 to 1. If an employee see no probability that an act will lead to a particular outcome, then expentancy is 0. At the other extreme, if the action-outcome relationship indicates certainly, then expentancy has a value of one. Normally employee expectancy is somewhere between these two extremes”.

Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya

berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan pegawai secara normal adalah di antara 0-1.

2.2.1 Kepuasan Kerja Pustakawan

Keith Davis (1985,96) dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2009, 117) mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favoritableness or unfavorableness with employees view their work adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja”. Wexley dan Yuki (1977,98) mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an employee feels about his or her job adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya”.

(27)

pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan”. Sedangkan perasaan yang berhungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan.

Kepuasan kerja pustakawan adalah pengertian yang memandang kepuasan kerja sebagai suatu reaksi emosional yang kompleks. Menurut Edy Sutrisno (2009, 78) “Reaksi emosional ini merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntunan dan harapan – harapan pustakawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan dengan realita – realita yang dirasakan pustakawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas, ataupun perasaan tidak puas”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan yang dialami pegawai terhadap situasi kerja dan perasaan dirinya yang disebut sebagai reaksi emosional yang dihubungkan dengan realita – realita yang dirasakan pustakawan selama bekerja sehingga menimbulkan perasaan senang, perasaan puas, ataupun perasaan tidak puas. Pustakawan akan merasa puas dalam bekerja jika aspek – aspek pekerjan dan aspek – aspek dalam dirinya menyokong begitu juga sebaliknya jika aspek – aspek tersebut tidak menyokong,

pustakawan akan merasa tidak puas.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pustakawan

Menurut Gilmer (1996) dalam Edy Sutrisno (2009, 82), faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Kesempatan untuk maju

Dalam hal ini, ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

2. Keamanan kerja

Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja. 3. Gaji

Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 4. Perusahaan dan manajemen

(28)

karyawan. 5. Pengawasan

Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.

6. Faktor instrinsik dari pekerjaan

Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7. Kondisi kerja

Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat parkir. 8. Aspek sosial dalam pekerjaan

Merupakan salah satu sikap yag sulit digambarkan tetapi dipandag sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.

9. Komunikasi

Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.

10.Fasilitas

Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Berdasarkan penjelasan faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan faktor manajemen seperti pengawasan, faktor instrinsik dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, fasilitas,

kesempatan untuk maju, keamanan selama bekerja, gaji, serta tempat kerja itu sendiri merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang maupun kelompok. Pekerja yang memiliki tanggung jawab dan wewenang pengawasan lebih tinggi akan mengalami kepuasan kerja yang tinggi serta pekerja yang memiliki pengawasan pekerjaan rendah ataupun tidak memiliki pengawasan sama sekali cenderung mengalami ketidakpuasan dalam bekerja karena merasa tidak ada yang mengontrol dan menilai hasil kerja mereka tersebut.

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Kerja

Mengukur kepuasan kerja dapat digunakan skala indeks deskripsi jabatan, skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah, dan kuesioner kepuasan kerja Minnesota oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2009, 126).

(29)

Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hulin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk, dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu kerja, pengawasan, upah, promosi, dan co-worker.

Setiap pertanyaan yang diajukan, harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawaban ya, tidak, atau tidak ada jawaban. Contoh skala indeks deskripsi jabatan dapat diperhatikan pada tabel berikut:

Tabel 2.2.3 Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi jabatan

Kerja ……. …Memuaskan ………. Biasa

………. Mengecewakan Pengawasan ………. Sangat menyenangkan ……….Dilakukan dengan baik

2. Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan ekspresi wajah

Mengukur kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri gambar wajah – wajah orang mulai dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu.

3. Pengukuran kepuasan kerja dengan Kuesioner Minnesota

Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Wiss, Dawis, dan England pada tahun 1967. Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

2.2.4 Dampak Kepuasan Kerja dan Ketidakpuasan Kerja

(30)

yang dituangkan oleh Edy Sutrisno (2009, 87). 1. Dampak terhadap produktivitas

Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja. Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Vroom (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor – faktor moderator di samping kepuasan kerja. Lawler dan Porter (dalam Munandar, 2001), mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik berasosiasi dengan prestasi kerja, maka kenaikan dalam prestasi tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. 2. Dampak terhadap ketidakhadiran (absenteisme) dan keluarnya tenaga kerja

Ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban – jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat – akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Organisasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan orang – orang ini dengan jalan menaikkan upah, pujian, pengakuan, kesempatan promosi yang ditingkatkan, dan seterusnya. Justru hal sebaliknya bagi mereka yang mempunyai kinerja buruk, sedikit upaya dilakukan oleh organisasi untuk menahan mereka. Bahkan mungkin ada tekanan halus un tuk mendorong mereka agar keluar. Menurut Steers dan Rhodes (dalam Munandar, 2001) mereka melihat adanya dua faktor pada perilaku hadir, yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan tekanan – tekanan internal dan eksternal untuk datang pada pekerjaan.

Robins (2001), ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan selalu mengeluh, membangkang, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka.

3. Dampak terhadap kesehatan

Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser (Munandar, 2001) tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah bahwa untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dan kecakapan – kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi.

(31)

juga pada yang lain. Sintesis:

Yang dimaksud dengan kepuasan kerja pustakawan adalah reaksi emosional yang merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntunan dan harapan – harapan pustakawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan dengan realita – realita yang dirasakan pustakawan, sehingga menimbulkan suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas, ataupun perasaan tidak puas. Indikatornya antara lain: (1) Pengawasan Kerja, (2) Kondisi Fisik dan Kondisi Kerja, (3) Gaji, dan (4) Pengaturan Waktu Kerja.

2.3 Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja

Reinardy, Maksl & Filak (2009) melakukan penelitian terkait dengan hubungan antara burnout dengan kepuasan kerja penasehat sekolah jurnalistik di Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif dengan rata-rata responden berumur 41,7 tahun dan memiliki pengalaman 10,3 tahun sebagai penasehat jurnalistik. Responden mewakili 45 negara bagian dan daerah di Columbia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menilai tingkat burnout pada penasehat jurnalistik dengan menggunakan Maslach Burnout Inventory (MBI), perbedaan kondisi burnout

antara jurnalistik pria dan wanita, serta hubungan antara tiga subskala MBI yang

meliputi kelelahan emosional, depersonalisasi dan pencapaian personal dengan kepuasan kerja. MBI merupakan instrumen yang dibuat oleh Maslach (1981) dan digunakan untuk mengukur tingkat burnout. MBI terdiri dari 22 pertanyaan yang menggambarkan tiga dimensi kerangka kerja teori Maslach terkait burnout yang meliputi kejenuhan emosional fisik sebanyak 9 pertanyaan, depersonalisasi sebanyak 5 pertanyaan, dan pencapaian diri/personal sebanyak 8 pertanyaan. Pertanyaan untuk masing-masing komponen tersebut tidak diurut berdasarkan komponen-komponen

burnout. Penyusunan pertanyaan diacak untuk menghindari bias.

(32)

untuk kepuasan kerja Hal tersebut mengandung makna bahwa depersonalisasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kelelahan emosional dan pencapaian personal memiliki pengaruh yang berarti terhadap kepuasan kerja. Hubungan antara kelelahan emosional dengan kepuasan kerja bernilai negatif yang berarti semakin tinggi kelelahan emosional maka kepuasan kerja yang dirasakan semakin rendah. Sebaliknya hubungan antara pencapaian personal dengan kepuasan kerja bernilai positif. Jika pencapain personal yang diperoleh tinggi, kepuasan kerja yang dirasakan juga akan tinggi.

Penelitian lain yang serupa terkait hubungan burnout dengan kepuasan kerja adalah penelitian yang dilakukan oleh Thurayya (2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat burnout dan kepuasan kerja pada karyawan di Jabatan Agama Johor (JAJ), Malaysia. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat hubungan burnout dan kepuasan kerja serta meninjau faktor-faktor kepuasan kerja yang berperan terjadinya burnout. Sebanyak 166 karyawan JAJ menjadi sampel penelitian tersebut. Hasil dari penelitan ini menunjukkan bahwa karyawan JAJ mengalami tingkat burnout yang rendah ketika kepuasan kerja tinggi. Terdapat hubungan signifikan antara tahap burnout dengan kepuasan kerja karyawan JAJ kecuali pada komponen pencapaian personal. Penelitian Reinardy, Maksl & Filak

(2009) dan Thurayya (2007) menampilkan hasil yang kurang lebih sama yaitu terdapat hubungan antara burnout dengan kepuasan kerja yaitu “apabila tingkat

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan analisis korelasional. Metode ini merupakan metode menganalisis tentang hubungan antara satu variabel bebas

dengan satu variabel terikat (Arikunto, 2006: 295). 3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP) yang beralamat di Jalan Prof. Dr. Hamka Kampus UNP Air Tawar Padang. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena beberapa pustakawan di Perpustakaan UNP terindikasi burnout.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008: 115).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pustakawan UNP yang berjumlah 50 orang. Sesuai dengan tujuan penelitian untuk melihat tingkat burnout yang ada pada staf perpustakaan di perpustakaan UNP, maka responden dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa kelompok karakteristik berdasarkan pendidikan, usia, bidang kerja, masa kerja, dan jenis kelamin. Dasar pemikiran pembagian tersebut agar data responden dapat berfungsi sebagai konteks untuk membaca hasil penelitian ini.

(34)

Teknik pengambilan sampling yang diambil oleh penulis adalah sampling jenuh yang termasuk dari bagian teknik non probability sampling. Sampling jenuh yaitu teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (total sampling). Untuk penelitian ini, mengingat jumlah staf perpustakaan UNP Padang hanya ada 50 orang maka seluruh populasi dijadikan sebagai responden.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Yaitu penjelasan dari variabel tersebut agar dapat diukur dan harus dijelaskan parameter atau indikator – indikatornya.

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variable terikat (dependent) dimana variabel bebas adalah burnout (X) dan kepuasan kerja pustakawan sebagai variabel terikat (Y). Untuk lebih jelasnya berikut adalah jabaran dari setiap variabel dalam penelitian ini.

1. Definisi Operasional Variabel Burnout (X)

Burnout adalah kondisi emosional seseorang yang merasa lelah dan jenuh secara mental, emosional, dan fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat. 2. Definisi Operasional Variabel Kepuasan Kerja Pustakawan (Y)

Kepuasan Kerja Pustakawan adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak

menyokong diri pustakawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya.

(35)

Tabel 3.1: Kisi – kisi angket untuk variabel x dan y

No Variabel Indikator No. item Kuesioner Jumla h

(Utami B Hariyadi: 2006, 57)

1,2,3,4

2. Kondisi Fisik dan Kondisi Kerja

3. Gaji

4. Pengaturan Waktu

Kerja

(Edy Sutrisno, 2009: 83)

1,2,3,4,5,6

3.5 Instrumen Penelitian

Pada hakikatnya alat pengumpulan data dalam suatu penelitian terdiri dari beberapa macam, yaitu tergantung pada sifat penelitian tersebut. Menurut Arikunto

(36)

Angket terdiri atas pernyataan yang memuat indikator -indikator yang dapat menjelaskan setiap variabel.

3.5.1 Angket

Angket sebagai instrument penelitian berisi sejumlah pernyataan yang akan dijawab oleh responden sebagai sumber data. Pada penelitian ini angket disusun dalam bentuk pernyataan dan menggunakan pengukuran Skala Likert.

3.5.2 Uji Coba Angket

Sebelum angket disebarkan kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji coba angket yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah angket tersebut layak untuk menyaring data responden. Uji coba angket diberikan kepada 30 orang di luar dari populasi dan sampel yakni berasal dari pegawai perpustakaan Universitas Andalas (UNAND), karena memiliki karakteristik yang sama yaitu pekerjaan bagian administrasi perpustakaan, bekerja melayani pengguna perpustakaan terutama perpustakaan perguruan tinggi.

3.6 Skala Pengukuran

Metode pengukuran instrument menggunakan skala likert. Skala likert

digunakan untuk menyatakan sikap atau persepsi seseorang terhadap objek penelitian. Pilihan jawaban yang digunakan sebagai berikut: (Arikunto: 2009, 190)

Pilihan Sangat Setuju (SS) bobot 5 Pilihan Setuju (S) bobot 4 Pilihan Kurang Setuju (KS) bobot 3 Pilihan Tidak Setuju (TS) bobot 2 Pilihan Sangat Tidak Setuju (STS) bobot 1

3.7 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

(37)

obyek yang diteliti. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid (sah) atau tidaknya suatu angket. Angket dikatakan valid jika pernyataan pada angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh angket tersebut. Menurut Sugiyono (2004 : 213), validitas instrumen diuji dengan menggunakan korelasi skor butir dengan skor total 'Product Moment (Pearson) ". Analisis dilakukan terhadap semua butir instrumen. Kriteria pengujiannya dilakukan dengan cara membandingkan r hitung

dengan r table pada taraf a = 0,05.

Adapun rumus Product Moment adalah sebagai berikut:

rxy =

Keterangan:

r : koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y n : jumlah individu dalam sampel

X : angka mentah untuk variabel X Y : angka mentah untuk variabel Y

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statitical Package for Social Sciences). Pada tahap ini untuk menguji keabsahan butir variabel dengan kriteria:

1. Jika rhitung ≥ nilai r tabel, maka pernyataan dikatakan valid 2. Jika rhitung≤ nilai r tabel, maka pernyataan dikatakan tidak valid

3.7.2 Uji Reliabilitas

(38)

One Shot atau pengukuran sekali saja dan untuk pengujian reliabilitasnya digunakan uji statistic Cronbach Alpha > 0,60.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Angket/Kuesioner

Sebagai data primer yaitu dengan menyebarkan angket kepada para responden yang dalam hal ini adalah pegawai perpustakaan di Perpustakaan UNP Padang, yang disebarkan kepada responden yang dibuat dalam bentuk penyataan pernyataan yang bersifat tertutup dan setiap subjek diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang ditentukan.

2. Study Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder sebagi kepustakaan yang dimaksudkan sebagai landasan bagi analisis dan rumusan teori atau informasi yang berkaitan erat dengan penelitian yang dilakukan.

3.9 Analisis Data 3.9.1 Analisis deskriptif

Peneliti menggunakan analisis deskriptif yang merupakan cara menguraikan dan menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan. Analisis deskriptif yang dilakukan peneliti dengan cara mendistribusikan jawaban responden dalam bentuk tabel lalu dihitung persentasenya, sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban responden. Perhitungan persentase dengan menggunakan tafsiran data dan menggunakan rumus. Setelah data dipersentasekan lalu ditabulasikan. Rumus untuk menghitung persentase

data adalah:

P =

Keterangan: P = Persentase

(39)

Dalam menginterpretasikan besarnya persentase yang didapat dari tabulasi data, penulis menggunakan metode menurut Sudijono (2001:41) :

1. 1-25 % : Sebagian kecil 2. 26-49 % : Hampir setengah 3. 50 % : Setengah

4. 51-75 % : Sebagian besar 5. 76-99 % : Pada umumnya 6. 100 % : Seluruhnya

3.9.2 Analisis Korelasi

Untuk mengetahui hubungan antara burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP digunakan korelasi Product Moment dengan ketentuan apabila nilai r hitung ≥ nilai r tabel maka korelasinya signifikan, dan sebaliknya apabila nilai r hitung ≤ nilai r tabel maka korelasin ya tidak signifikan. Pengukuran validitas item-item alat ukur penelitian dengan bantuan SPSS (Statitical Package for Social Sciences).

Adapun rumus Product Moment adalah sebagai berikut:

rxy =

Keterangan:

r : koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y n : jumlah individu dalam sampel

X : angka mentah untuk variabel X Y : angka mentah untuk variabel Y

(40)

menentukan hubungan tersebut, peneliti berpedoman pada pendapat Hadi (2001:272) yang menyatakan bahwa :

Koefisien korelasi selalu bergerak diantara 0,000 dan ± 1,000. Koefisien korelasi dari 0,000 sampai + 1,000 menunjukkan korelasi yang positif, sedang dari 0,000 sampai – 1,000 menunjukkan korelasi yang negatif. Korelasi positif yang paling sempurna adalah + 1,000 dan korelasi negatif yang tertinggi adalah – 1,000. Jika ada perhitungan koefisien korelasi lebih besar dari +1,000 atau kurang dari – 1,000, itu tandanya ada kesalahan dalam perhitungan.

Untuk mengukur kedekatan korelasi antara variabel burnout dengan kepuasan kerja pustakawan digunakan koefisien korelasi disimbolkan dengan ”r” dengan kategori sebagai berikut :

Tabel 3.2 Kategori Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat

3.10 Pengujian Persyaratan Analisis

Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, maka perlu dilakukan persyaratan analisis yaitu uji homogenitas dan uji normalitas.

3.10 Pengujian Persyaratan Analisis

Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, maka perlu dilakukan persyaratan analisis yaitu uji homogenitas dan uji normalitas.

(41)

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varian populasi memiliki kesamaan atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam menganalisis indenpedent t test dan ANOVA. Asumsi yang mendasari dalam analisis varian dari populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikasi lebih dari 0,05 dapat dikatakan bahwa varian data adalah sama.

.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji liliefors dan dibantu dengan menggunakan aplikasi software SPSS.

Dalam uji liliefors, untuk menerima atau menolak hipotesis nol, dengan cara membandingkan Lhitung dengan nilai kritis Ltabel untuk taraf nyata α = 0,05 dengan kriteria:

a. Ho diterima jika Lhitung < Ltabel

b. Ha diterima jika Lhitung > Ltabel

3.11 Uji Hipotesis

Uji parsial merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh antar variabel. Uji parsial yang digunakan dalam penelitian ini yaitu korelasi product moment.

Menurut Sugiyono (2006:212), ”Korelasi product moment digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama”. Kemudian untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara burnout

(42)

t = r

Hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak yaitu dengan membandingkan nilai thitung dengan tabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Bentuk pengujian

hipotesis adalah sebagai berikut:

a. Ho : ρ = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara burnout terhadap kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan UNP)

b. Ha : ρ ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan antara burnout kerja terhadap kepuasan kerja pustakawan di perpustakaan UNP)

3.12 UJi Koefisien Determinasi

Pengujian kontribusi hubungan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dapat dilihat dari koefisien determinasi (r²) dimana 0 < R² < 1. Hal ini

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan angket dan studi kepustakaan. Pada bab ini, yang menjadi pembahasan adalah pengumpulan data berupa angket, dengan cara memberi daftar pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Angket diberikan kepada pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP) sebanyak jumlah sampel penelitian yaitu 50 orang responden.

Penyebaran angket dilakukan untuk mengukur hubungan burnout dengan kepuasan kerja pustakawan. Setiap variabel penelitian memiliki beberapa indikator berdasarkan teori-teori kemudian setiap indikator memiliki beberapa butir pernyataan yang akan diolah menggunakan metode statistik.

4. 2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Dalam hal ini perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Berikut ini adalah hasil masing – masing dari uji validitas dan uji reliabilitas:

(44)

Pengujian validitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keakuratan atau ketepatan data dari setiap variabel yang diteliti. Pengujian perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pernyataan pada angket yang dianggap tidak valid sehingga perlu dibuang. Menguji validitas angket untuk setiap butir pernyataan dilakukan dengan mengkorelasikan skor pada tiap-tiap butir pernyataan dengan skor total jawaban responden. Untuk menganalisisnya digunakan r Product Moment Correlation, dengan kriteria:

Apabila rhitung > rtabel dengan taraf signifikansi 5% maka butir pernyataan

tersebut adalah valid. Apabila rhitung < rtabel dengan taraf signifikansi 5%, dan df = n –

k, maka butir pernyataan tersebut adalah tidak valid. Dimana: df = degree of freedom

n = jumlah sampel k = banyaknya variabel

Pengujian validitas instrumen variabel X dan Y dilakukan dengan menganalisis uji coba instrumen yaitu dengan angket. Jumlah butir pernyataan yang diuji coba untuk variabel X adalah sebanyak 22 butir pernyataan, dan Y sebanyak 21 butir pernyataan.

Setiap butir pernyataan yang diketahui valid atau tidaknya maka data harus

dikonversikan ke rtabel. Nilai rtabel diperoleh dari df = n – 2 yaitu df = 30 – 2 = 28

maka rtabel = 0,361 pada taraf signifikansi 5%. Jika nilai Corrected Item-Total

(45)

Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Pengujian Validitas

Variabel Butir

Pernyataan rtabel rhitung Interpretasi

(46)

Dari Tabel 4.1 diatas dan berdasarkan hasil perhitungan tersebut yang dilakukan terhadap 50 responden ternyata dari 22 butir pernyataan angket pada variabel X diperoleh 13 butir pernyataan yang valid atau diterima serta 9 butir pernyataan dinyatakan drop atau ditolak yaitu pada nomor 2,5,8,9,10,12,16,19 dan 20. Sementara untuk variabel Y dari 21 butir pernyataan angket diperoleh 12 butir pernyataan yang valid atau diterima sedangkan 9 butir pernyataan yang drop atau ditolak terdapat pada rincian nomor 2,5,7,9,14,16,18,20 dan 21.

4. 2. 2 Pengujian Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu angket yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Setelah semua butir pernyataan dinyatakan valid, maka uji selanjutnya adalah menguji reliabilitas (kehandalan) instrumen. Reliabilitas instrumen digunakan untuk melihat apakah alat ukur yang digunakan menunjukkan konsistensi di dalam mengukur gejala yang sama.

Uji reliabilitas dapat dilakukan bersama-sama terhadap seluruh butir pernyataan untuk lebih dari satu variabel, namun sebaiknya uji reliabilitas dilakukan pada masing-masing variabel sehingga dapat diketahui konstruk variabel mana yang tidak reliabel. Suatu konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60. Hasil pengujian reliabilitas instrumen ditunjukkan pada table 4.2

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Instrumen Variabel Nilai Cronbach Alpha Keterangan

Burnout 0.734 Reliabel

Kepuasan Kerja Pustakawan 0.910 Reliabel

Dari Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha dari setiap instrumen variabel pada penelitian ini memiliki nilai > 0,60. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa setiap instrumen variabel burnout dan kepuasan kerja pustakawan adalah reliabel.

4. 3 Analisis Data

(47)

4. 3. 1 Analisis Deskriptif

a. Tanggapan Responden Terhadap Burnout (Variabel X)

Variabel Burnout ini dapat diukur berdasarkan beberapa indikator antara lain: Tingkat Kejenuhan Depersonalisasi, Tingkat Kejenuhan Emosional Fisik, dan Tingkat Pencapaian Personal Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap

Burnout pada Perpustakaan UNP dapat dilihat dari distribusi jawaban pernyataan angket nomor 1-13.

Tabel 4.3 Distribusi Jawaban Pernyataan Angket a. Tingkat Kejenuhan Fisik

No Pernyataan Pilihan Jawaban Frek. Presentase (%) Saya merasakan emosi saya terkuras

karena pekerjaan

Sangat Setuju 7 14

Setuju 21 42

Kurang Setuju 17 34

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 3 6

Total 50 100

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa 7 responden (14%) menyatakan bahwa pustakawan sangat setuju dengan kejenuhuan fisik yang mereka rasakan yaitu emosi yang terkuras karena pekerjaan. 21 responden (42%) menyatakan setuju, 17 responden (34%) menyatakan kurang setuju, 2 responden (4%) menyatakan tidak setuju, sedangkan 3 responden (6%) menyatakan sangat tidak setuju.

(48)

yang demikian maka pihak perpustakaan diharapkan mampu meningkatkan eksistensinya pada dunia kerja khususnya di perpustakaan.

Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Pernyataan Angket

No Pernyataan Pilihan Jawaban Frek. Presentase (%) Saya merasa lesu ketika bangun pagi

karena harus menjalani hari di tempat kerja untuk menghadapi pemustaka

Sangat Setuju 12 24

Setuju 33 66

Kurang Setuju 0 0

Tidak Setuju 3 6

Sangat Tidak Setuju 2 4

Total 50 100

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas menjelaskan 12 responden (24%) menyatakan sangat setuju bahwa mereka merasa lesu ketika bangun pagi karena harus menjalani hari di tempat kerja untuk menghadapi pemustaka. Selanjutnya, 33 responden (66%) mengungkapkan setuju, 3 responden (6%) tidak setuju, 2 responden (4%) sangat tidak

setuju dan tidak ada responden yang menyatakan kurang setuju.

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan antara Stres dan Burnout
Tabel 2.2.3 Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi jabatan
Tabel 3.1: Kisi – kisi angket untuk variabel x dan y
Tabel 3.2 Kategori Koefisien Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terlihat dari 47% responden menyatakan setuju OPAC di perpustakaan dapat membantu dalam pencarian informasi, 45% responden menyatakan setuju OPAC di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian insentif dengan peningkatan produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara..

Jadi, komunikasi verbal pustakawan dengan pemustaka sangat berkaitan erat dengan minat kunjung pemustaka, karena tampa melakukan komunikasi secara langsung pemustaka

Adapun tujuan dari penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional dibidang perpustakaan adalah untuk meningkatkan profesionalisme pustakawan dalam menjalankan perannya

Interaksi pustakawan merupakan kemampuan pustakawan dalam melakukan tindakan pustakawan dalam berhubungan dengan orang lain baik hubungan antar individu maupun

Sedangkan tidak ada responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap pernyataan “Pustakawan (petugas perpustakaan) UPT Perpustakaan Universitas

Berdasarkan kesimpulan, disarankan kepada pimpinan Perpustakaan Universitas Bung Hatta Padang agar: (1) pustakawan juga diberikan insentif non uang seperti pemberian

Proses saling mengenal yang dilakukan oleh pustakawan hanya sebatas menunjukan sikap peduli terhadap pemustaka, dan komunikasi antara pustakawan dan pemustaka tidak