HUBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH
SITI RAHMA BR SIREGAR 040709024
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI MEDAN
Abstrak
Siregar, Siti Rahma. Hubungan Pemberian Insentif dengan Peningkatan Produktivitas Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Medan: Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian insentif dengan peningkatan produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pustakawan yang bekerja pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang berjumlah 47 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan. Pengukuran variabel dilakukan digunakan dengan menggunakan Skala Likert.
Untuk mengetahui hubungan pemberian insentif dengan peningkatan produktivitas kerja digunakan teknik analisis Korelasi Product Moment. Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian insentif berhubungan positif dan signifikan dengan peningkatan produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Koefisien determinasi adalah sebesar 0,31. Hal ini menunjukkan bahwa 31% produktivitas kerja pustakawan dipengaruhi oleh pemberian insentif sedangkan 69% dipengaruhi variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Pemberain Insentif Dengan Peningkatan Produktivitas Kerja Pustakwan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara”.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ayah (Parlaungan Siregar) dan Mama (Zahriah Harahap). Karena atas
dukungan kasih sayang, serta doa yang tak pernah putus, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan baik dari segi isi, bahasa maupun cara penulisan, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis dapat
meningkatkan kemampuan menulis pada masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra
USU.
2. Bapak Drs. Jonner Hasugian, M.Si., Selaku Ketua Departemen Studi
Ilmu Perpusatakaan dan Informasi.
3. Bapak Drs. Belling Siregar M.Lib., selaku pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Zurni Zahara Samosir, M.Si., selaku pembimbing II yang
telah banyak memberikan masukan kepada penulis.
5. Bapak Drs. A.Ridwan Siregar, SH., M.Lib., selaku Kepala
Perpustakaan USU, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian di Perpustakaan USU
6. Seluruh Pegawai Perpustakaan USU terima kasih atas kerjasamanya
yang baik sehingga penulis dapat dengan mudah melakukan
7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Departemen Studi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi (Bang Yudi) yang telah memberikan saran
dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Abang Ridwan dan Adek Faisal yang penulis sayangi terima kasih atas
semangat, perhatian, bantuan dan dukungan kepada penulis serta
mendoakan penulis selama ini.
9. Sahabat-sahabat penulis Ega, Hayatul, Anni dan Zia atas semua
bantuan, semangat , doa yang telah diberikan.
10.Teman-teman penulis, Beby, Tika, Dina, Mala, Jepri, Bang Surya,
Veni, Cici, Wita, Tirta, Zainal, Yanti, dan seluruh anak 04 terima kasih
atas dukungan, bantuan serta doanya.
11.Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Medan, Juli 2008
Penulis,
Siti Rahma Br Siregar
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
DAFTAR ISI ……….……… ii
DAFTAR TABEL………..………iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah……… 1
1.2Rumusan Masalah……….……… 3
1.3Tujuan Penelitian……….………. 4
1.4Manfaat Penelitian……….…………... 4
1.5Hipotesis………... 4
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi………..…... 5
2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi……….. 5
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Tinggi…………..……… 6
2.1.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi………. 6
2.1.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi………. 7
2.2 Pustakawan ………..……….……….. 9
2.2.1 Pengertian Pustakawan………. 9
2.2 2 Jabatan Pustakawan……….. 10
2.2.3 Tugas Pustakawan……… 11
2.2.4 Pendidikan Pustakawan……… 12
2.3 Motivasi………... 14
2.3.1 Pengertian Motivasi………. 14
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Motivasi……….. 15
2.3.3 Jenis-jenis Motivasi……….. 16
2.3.4 Proses Motivasi……… 18
2.3.5 Teori Motivasi……….. 19
2.3.5.1 Teori Kepuasan (Content Theory)……… 20
2.3.5.2 Teori Proses (Process Theory)……….. 26
2.3.6 Teknik-teknik Memotivasi……… 28
2.4 Insentif ………... 30
2.4.1 Pengertian Insentif……….………....……. 30
2.4.2 Tujuan dan Manfaat Insentif………... 31
2.4.3 Jenis-jenis Insentif……….……….……..…..……… 32
2.4.4 Dasar-dasar Pemberian Insentif…..…….……….…….. 34
2.5 Produktivitas Kerja………….……… 38
2.5.1 Pengertian Produktivitas Kerja……….………... 38
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja………….…. 39
2.5.3 Hal-hal yang Dilakukan Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja… 41 2.5.4 Ciri-ciri Tenaga Kerja Produktif………. 42
2.5.5 Pengukuran Produktivitas……….………... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian………. 46
3.2 Metode Penelitian……… 46
3.3 Populasi dan Sampel………... 46
3.3.1 Populasi………... 46
3.3.2 Sampel………. 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 47
3.5 Jenis dan Sumber Data……… 47
3.6 Defenisi Operasional Variabel……… 47
3.7 Kisi-kisi Kuesioner……….. 48
3.8 Analisis Data……… 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif……… ……….. 52
4.1.1 Insentif………. 52
4.1.1.1 Material Insentif……….. 52
4.1.1.2 Semi Material Insentif………. 56
4.1.1.3 Non Material Insentif……… 56
4.1.2 Produktivitas Kerja……….. 58
4.1.2.2 Waktu Kerja……….. 59
4.1.2.3 Loyalitas……… 60
4.1.2.4 Kualitas Kerja……… 60
4.1.2.5 Kepuasan Kerja………. 64
4.2 Perhitungan Korelasi……… 65
4.3 Pengujian Hipotesis……….. 66
4.4 Uji Koefisien Determinasi……….... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 68
5.1 Kesimpulan………... 68
5.2 Saran……….... 68
DAFTAR PUSTAKA………... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Kisi-kisi Kuesioner……….48
Tabel 2 : Pemberian Insentif Kepada Pustakawan ………52
Tabel 3 : Dasar Pemberian Insentif kepada Pustakawan………...52
Tabel 4 : Uang Makan Sebagai Bagian Dari Material Insentif ………53
Tabel 5 : Tunjangan Lembur Sebagai Bagian Dari Material Insentif …………..54
Tabel 6 : Imbalan Khusus Sebagai Bagian Dari Material Insentif ………… …..54
Tabel 7 : Uang Transport Sebagai Bagian Dari Material Insentif……… 55
Tabel 8 : Tunjangan Hari Besar Sebagai Bagian Dari Semi Material insentif…. 56 Tabel 9 : Perpindahan Sebagai Bagian Dari Non Material Insentif………...56
Tabel 10 : Penempatan Kerja Sebagai Bagian Dari Non Material Insentif…….. 57
Tabel 11 : Pendidikan dan Pelatihan Pustakawan………. 58
Tabel 12 : Disiplin Kerja………... 58
Tabel 13 : Waktu Kerja ………. ……….. 59
Tabel 14 : Loyalitas……….. 60
Tabel 15 : Ketelitian dan Kerapian………61
Tabel 16 : Kerjasama Pustakawan……….61
Tabel 17 : Ketelitian dan Kerapian………62
Tabel 18 : Promosi Jabatan dalam Meningkatkan Kualitas Kerja……… 62
Tabel 19 : Tunjangan Lembur dalam Meningkatkan Kualitas Kerja………63
Tabel 20 : Pemberian Uang Makan dalam Meningkatkan Kualitas Kerja……… 64
Abstrak
Siregar, Siti Rahma. Hubungan Pemberian Insentif dengan Peningkatan Produktivitas Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Medan: Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian insentif dengan peningkatan produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pustakawan yang bekerja pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang berjumlah 47 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan. Pengukuran variabel dilakukan digunakan dengan menggunakan Skala Likert.
Untuk mengetahui hubungan pemberian insentif dengan peningkatan produktivitas kerja digunakan teknik analisis Korelasi Product Moment. Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian insentif berhubungan positif dan signifikan dengan peningkatan produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Koefisien determinasi adalah sebesar 0,31. Hal ini menunjukkan bahwa 31% produktivitas kerja pustakawan dipengaruhi oleh pemberian insentif sedangkan 69% dipengaruhi variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1Latar Belakang Masalah
Perpustakaan adalah suatu tempat/gedung dimana manusia dapat
menemukan informasi yang mereka butuhkan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sjahrial-Pamuntjak (2000 : 2) yang menyatakan bahwa “Sebenarnya terkumpul
dalam perpustakaan adalah himpunan ilmu dan informasi yang diperoleh dan
dilahirkan umat manusia dari masa kemasa”.
Perpustakaan merupakan suatu gedung yang didalamnya tersimpan
berbagai macam koleksi yang dihimpun, kemudian disusun menurut aturan
tertentu agar dapat memudahkan pengguna dalam melakukan pencarian kembali
koleksi yang dibutuhkan.
Perpustakaan dapat dibagi dalam beberapa jenis, salah satunya adalah
perpustakaan perguruan tinggi. Dimana perpustakaan perguruan tinggi memiliki
fungsi sebagai tempat/wadah penyedia informasi yang ditujukan untuk
masyarakat universitas yang terkait. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sulistiyo-Basuki (1993 : 52) yang menyatakan bahwa “Secara umum tujuan perpustakaan
perguruan tinggi adalah memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan
tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa”.
Untuk melakukan semua kegiatan operasional perpustakaan diperlukan
keberadaan tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut terdiri dari 2 jenis yaitu tenaga
kerja fungsional (pustakawan) dan tenaga kerja administratif. Kedua jenis tenaga
kerja tersebut memiliki peran dalam upaya pencapaian tujuan perpustakaan.
Pustakawan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan keberhasilan
perpustakaan. Dalam usaha pencapaian keberhasilan dari suatu perpustakaan,
produktivitas kerja dari seorang pustakawan mempunyai peran yang sangat
penting karena bila produktivitas kerja pustakawan rendah maka keberhasilan
suatu perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna akan sulit
tercapai.
Menurut Dewan Produktivitas Nasional RI tahun 1983 dalam Yuli (2005 :
1. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih dari hari ini.
2. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan.
3. Produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu.
Untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja pustakawan ada beberapa
faktor-faktor pendukung yaitu : “Kemauan kerja yang tinggi, kemauan kerja yang
sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum”. (Sinungan, 2000 : 3)
Dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum pustakawan, banyak
perpustakaan menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang
berlaku bagi setiap pustakawan. Insentif merupakan imbalan yang diberikan
kepada pustakawan ataupun karyawan yang telah melaksanakan pekerjaannya
dengan baik
Insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan pembayaran
upah yang dikaitkan dengan sistem kompensasi tidak langsung berdasarkan
standar produktivitas pustakawan. Tujuan dari pemberian insentif adalah untuk
memotivasi pustakawan agar bekerja lebih baik dalam pencapaian tujuan
perpustakaan dengan menawarkan perangsang finansial dan non-finansial untuk
meningkatkan produktivitas mereka.
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu
perpustakaan yang diselengggarakan sebagai tempat untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan oleh civitas akademika Universitas Sumatera Utara. Tujuan
utama dari perpustakaan yaitu mendukung fungsi pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat USU dengan mengidentifikasi,
memilih, mengadakan, mengatalog, memproses, dan menjadikan bahan pustaka
tersedia dengan memperhatikan faktor relevansi, kemutakhiran, keseimbangan,
dan pemeliharaan koleksi serta mengupayakan perencanaan keuangan yang efektif
untuk pengembangan perpustakaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, peran seorang pustakawan dan seluruh
layanan secara maksimum kepada masyarakat pengguna dalam memenuhi
kebutuhan akan informasi pengguna.
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara memiliki 2 jenis tenaga kerja
yang terdiri dari tenaga kerja fungsional dan tenaga kerja admministratif yang
bertugas untuk melakukan kegiatan-kegitan yang ada diperpustakaan. Pustakawan
merupakan salah satu tenaga kerja yang ada dilingkungan Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara, dimana setiap pustakawan memiliki pangkat dan
jabatan yang berbeda-beda. Pustakawan yang produktif akan mendapatkan
pangkat dan jabatan yang lebih tinggi. Salah satu strategi yang diterapkan
perpustakan Universitas Sumatera Utara dalam meningkatkan produktivitas kerja
pustakawan yaitu dengan memberikan motivasi dalam bentuk insentif kepada
pustakawan yang berprestasi. Semakin tinggi pangkat dan jabatan pustakawan
maka semakin besar pula insentif yang akan mereka terima.
Penghargaan serta pemberian motivasi yang tepat akan menimbulkan
suasana kondusif dan berakibat kepada produktivitas yang lebih tinggi. Untuk
mengetahui sejauh mana hubungan pemberian insentif terhadap peningkatan
produktivitas kerja pusatakawan maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut,
dengan memilih judul “HUBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KERJA PUSTAKAWAN DI
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA”
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka
penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hubungan pemberian insentif dengan peningkatan
produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera
Utara ?
2. Apakah sistem insentif yang diterapkan sesuai dengan tugas/pekerjaan
yang dilakukan pustakawan perpustakaan Universitas Sumatera Utara
1.3Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas penulis menentukan tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan pemberian insentif dengan
peningkatan produktivitas kerja pustakawan di Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui kesesuaian antara insentif yang diberikan dengan
tugas/pekerjaan yang dilakukan pustakawan perpustakaan Universitas
Sumatera Utara.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Instansi yang diteliti, dalam hal ini adalah Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara dapat mengetahui seberapa besar efektivitas pemberian
insentif terhadap produktivitas kerja pustakawan.
2. Penulis, sebagai salah satu upaya menambah wawasan penulis dalam
bidang perpustakaan.
3. Mahasiswa Ilmu Perpustakaan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai
acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.5Hipotesis
Pengertian hipotasis sangatlah beraneka ragam. Menurut Azwar (2004 :
49), “Hipotesis adalah jawabahn sementara terhadap pertanyaan penelitian”.
Hipotesis penelitian ini adalah: “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara pemberian insentif dengan peningkatan produktivias kerja pustakawan di
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi
2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi pada dasarnya merupakan suatu unit
pelaksana teknis yang merupakan bagian integral pada suatu perguruan tinggi.
Unit Perpustakaan bekerja sama dengan unit-unit kerja lainnya harus dapat
berperan aktif dalam membantu perguruan tinggi tempatnya bernaung untuk
melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Perpustakaan Perguruan
Tinggi : buku pedoman (2004 : 3) bahwa :
Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unit pelaksana teknis (UPT) perguruan tinggi yang bersama dengan unit lain turut melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi dengan cara memilih, menghimpun, mengolah, merawat serta melayankan sumber informasi kepada lembaga induknya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan dalam buku Panduan Penyelenggara Koleksi Perpustakaan
Perguruan Tinggi (1992 : 1) dinyatakan bahwa “Perpustakaan perguruan tinggi
adalah perpustakaan yang berada dalam suatu perguruan tinggi dan merupakan
unit yang membantu perguruan tinggi yang bersangkutan dalam mencapai
tujuannya”
Selain pendapat di atas Sulistyo-Basuki dalam bukunya Pengantar Ilmu
Perpustakaan (1993 : 3) menyatakan bahwa “Secara umum perpustakaan adalah
sebuah ruangan, bagian sebuah gedung ataupun itu sendiri yang digunakan untuk
menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut data
susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual”.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan
perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada dibawah naungan perguruan
tinggi yang turut membantu pelaksanaan pendidikan, pengajaran, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat guna pencapaian tujuan perguruan tinggi
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan perguruan tinggi, bahkan perpustakaan perguruan tinggi dapat
dianggap sebagai jantung perguruan tinggi. Sejalan dengan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tujuan dan fungsi yang
disesuaikan dengan tujuan dan fungsi perguruan tinggi tempatnya bernaung.
2.1.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi bertujuan untuk
mendukung, memperlancar dan memberikan pelayanan kepada pengguna dalam
memenuhi kebutuhan informasi yang mereka butuhkan. Menurut Sulistyo-Basuki
(1991 : 52) tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah:
a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi.
b. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referens) pada semua tingkat akademik, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan pengajar.
c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai jasa perpustakaan.
d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai.
e. Menyedikan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan perguruan tinggi juga lembaga industri lokal.
Sedangkan dalam buku Panduan Penyelenggaraan Koleksi Perpustakaan
Perguruan Tinggi (1992 : 1) dinyatakan bahwa:
Tujuan perpustakaan perguruan tinggi ialah untuk menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. 1) Dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan
cara mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi mahasiswa dan dosen sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
2) Dharma kedua yaitu penelitian, dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi peneliti.
Selain tujuan tersebut di atas, perpustakaan perguruan tinggi sebagai unsur
penunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi merumuskan tujuannya sebagai berikut:
a. Mengadakan buku, jurnal dan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa dan staf lainnnya bagi kelancaran program pengajaran di perpustakaan perguruan tinggi.
b. Mengadakan buku, jurnal, dan pustaka lainnya yang diperlukan untuk penelitian sejauh dana tersedia.
c. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah, yang dihasilkan oleh civitas akademika.
d. Menyediakan saranan bibliografi untuk menunjang pemakaian perpustakaan.
e. Menyediakan tenaga yang cukup serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu memberikan pelatihan penggunaan perpustakaan.
f. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program perpustakaan. (Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman, 2004 : 47).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
perpustakaan perguruan tinggi bertujuan untuk mendukung, memperlancar dan
mempertinggi kualitas palaksanaan kegiatan perguruan tinggi dengan melakukan
kegiatan layanan informasi, pemanfaatan informasi serta penyebarluasan
informasi tersebut.
2.1.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi memiliki fungsi sebagai sarana pemenuhan
informasi bagi masyarakat perguruan tinggi, fungsi perpustakaan perguruan tinggi
dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :
a. Ditinjau dari segi proses pelayanan sesuai dengan tujuannya, pepustakaan perguruan tinggi mempunyai lima fungsi, yaitu :
1. Sebagai pusat pengumpulan informasi 2. Sebagai pusat pelestarian informasi 3. Sebagai pusat pengolahan informasi 4. Sebagai pusat pemanfaatan informasi 5. Sebagai pusat penyebarluasan informasi
b. Ditinjau dari segi program perguruan tinggi yang didukung sesuai dengan peranannya, perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tiga macam fungsi, yaitu:
1. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program pendidikan dan pengajaran .
3. Sebagai pusat pelayanan informasi untuk program pengabdian kepada masyarakat.
c. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, pada setiap perpustakaan perguruan tinggi tersebut di atas dapat dibedakan dua macam sifat fungsi, yaitu: 1. Fungsi yang bersifat akademis edukatif.
2. Fungsi yang berifat administratif teknis.
(Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi, 1979 : 3)
Sedangkan Sulistyo-Basuki (1993 : 3) mengemukakan bahwa fungsi
perpustakaan adalah :
a. Sebagai sarana simpan karya manusia. b. Sebagai sumber informai (fungsi informasi) c. Sebagai sarana rekreasi (fungsi rekreasi) d. Sebagai sarana pendidikan (fungsi pendidikan)
e. Sebagai sarana pengembangan kebudayaan (fungsi kultural)
Selain pendapat di atas, dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi : buku
pedoman (2004 : 3) dinyatakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi berfungsi
sebagai :
1. Fungsi Edukasi
Perpustakaan merupakan sumber belajar para civitas akademika, oleh karena itu koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian, bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran. 2. Fungsi Informasi.
Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi
3. Fungsi Riset
Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian yang diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang.
4. Fungsi Rekreasi
Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi pengguna perpustakaan.
5. Fungsi Publikasi
6. Fungsi Deposit.
Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya.
7. Fungsi Interprestasi
Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimiliki untuk membantu pengguna dalam melakukan dharmanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan
perguruan tinggi memiliki fungsi edukasi, informasi, riset, rekreasi, publikasi,
deposit, interpretasi serta sebagai sarana pengembangan kebudayaan yang
diperuntukkan bagi seluruh civitas akademika suatu perguruan tinggi
2.2 Pustakawan
2.2.1 Pengertian Pustakawan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi ditandai dengan
perubahan dalam pencarian informasi yang berdampak bagi perpustakaan.
Perpustakaan bertugas menyimpan, mengolah, dan mendistribusikan informasi
dituntut agar mampu memberdayakan pengetahuan dengan menggali potensi yang
dimiliki perpustakaan. Disamping itu perpustakaan sebagai salah satu penyedia
informasi harus berjalan seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi
dan kebutuhan pengguna.
Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut perpustakaan harus dikelola
oleh pustakawan. Pustakawan bertanggung jawab untuk memberikan layanan
berupa informasi kepada masyarakat pengguna untuk memenuhi kebutuhan
informasi yang mereka butuhkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat beberapa
pengertian pustakawan menurut beberapa ahli.
Sulistyo-Basuki (1991 : 59) menyatakan bahwa “Pustakawan adalah
tenaga profesional yang dalam kehidupannya sehari-hari berkecimpung dalam
dunia buku”. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002 :
1211) “pustakawan adalah orang yang berkecimpung dibidang perpustakaan atau
ahli perpustakaan”.
Selain itu, dalam keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002
1. Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah atau unit tertentu lainnya.
2. Pustakawan tingkat terampil adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Diploma II perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Diploma bidang lain yang disetarakan.
3. Pustakawan tingkat ahli adalah pustakawan yang memilki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah seseorang
yang bekerja pada suatu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh melalui pendidikan.
2.2.2 Jabatan Pustakawan
Jabatan merupakan suatu kedudukan yang menunjukkan suatu tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam rangka susunan suatu
organisasi. Jabatan Fungsional di perpustakaan terdiri dari pustakawan tingkat
terampil dan pustakawan tingkat ahli. Berdasarkan keputusan MENPAN Nomor
132/KEP/MPAN/12/2002 (2006 : 7-9) dinyatakan bahwa:
1) Jenjang jabatan Pustakawan Tingkat Terampil dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi adalah:
a. Pustakawan Pelaksana:
1. Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b 2. Pengatur, golongan ruang II/c
3. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan:
1. Penata Muda, golongan riang III/a
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b c. Pustakawan Penyelia:
1. Penata, golongan ruang III/c
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
2) Jenjang jabatan Pustakawan Tingkat Ahli dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah:
a. Pustakawan Pertama;
1. Penata Muda, golongan ruang III/a
b. Pustakawan Muda:
1. Penata, golongan ruang III/c
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d c. Pustakawan Madya:
1. Pembina. golongan ruang IV/a
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b 3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c d. Pustakawan Utama:
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d 2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jabatan pustakawan
merupakan jabatan fungsional yang terdiri dari dua tingkatan yaitu:
1) Pustakawan tingkat terampil terdiri dari:
a. Pustakawan Pelaksana (Gol / ruang II/b s.d II/d)
b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan (Gol / ruang III/a s.d III/b)
c. Pustakawan Penyelia (Gol / ruang III/c s.d III/d)
2) Pustakawan untuk jenjang pustakawan tingkat ahli terdiri dari:
a. Pustakawan Pertama (Gol / ruang III/a s.d III/b)
b. Pustakawan Muda (Gol / ruang III/c s.d III/d
c. Pustakawan Madya (Gol / ruang IV/a s.d IV/c)
d. Pustakawan Utama (Gol / ruang IV/d s.d IV/e)
2.2.3 Tugas Pustakawan
Kegiatan yang dilakukan pustakawan merupakan salah satu unsur yang
dinilai dalam pemberian angka kredit sebagai salah satu kenaikan jabatan
pustakawan. Pekerjaan kepustakawanan yang terdapat dalam Buku Jabatan
Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya (2006 : 4) adalah :
Pekerjaan Kepustakawanan adalah kegiatan utama dalam unit
perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang meliputi kegiatan pengadaan,
pengolahan dan informasi, pendayagunaan dan pemasyarakatan informasi baik
dalam bentuk karya cetak, karya rekam maupun multimedia, serta kegiatan
pengkajian atau kegiatan lain untuk pengembangan perpustakaan, dokumentasi
dan informasi termasuk pengembangan profesi.
Sedangkan dalam melaksanakan kegiatan kepustakawanan,
pustakawan dapat dirinci berdasarkan jabatan fungsional pustakawannya. Seperti
yang terdapat dalam Buku Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kerditnya
(2006 : 5) terdiri dari :
1. Tugas pokok Pustakawan Tingkat Terampil meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksibahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
2. Tugas pokok Pustakawan Tingkat Ahli meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi serta pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pustakawan selain
memiliki tugas pokok yang harus dilaksanakan juga memiliki kegiatan lain yang
dapat dinilai angka kreditnya untuk kenaikan jabatan dan pangkat.
2.2.4 Pendidikan Pustakawan
Salah satu unsur yang dapat mendukung dalam melaksanakan tugas
pustakawan adalah pendidikan. Menurut Keputusan Kepala Perpustakaan
Nasional RI Nomor 10 Tahun 2004, pendidikan pustakawan terdiri dari ;
1. Pendidikan dalan jabatan fungsional pustakawan meliputi : a. Pendidikan formal di Perguruan Tinggi meliputi :
(1). Diploma II, dan III (2) S1, S2 dan S3
b. Pendidikan dan pelatihan (diklat) dalam jabatan seperti : (1) Diklat fungsional pustakawan
(2) Diklat teknis kepustakawanan (3) Diklat non kepustakawanan 2. Pendidikan formal di perguruan tinggi
Persyaratan pendidikan di perguruan tinggi adalah :
a. Perguruan tinggi yang bersangkutan adalah perguruan tinggi negeri atau swasta yang sudah dialui/disahkan dan sudah terakreditasi oleh pemerintah (minimal akreditasi B)
b. Bidang yang diikuti diutamakan bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi. Pendidikan non perpustakaan, diutamakan bidang yang tugas dan fungsi perpustakaan di maan calon/pustakawan bertugas.
3. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan fungsional pustakawan meliputi :
a. Diklat fungsional pustakawan
(2) Penyelenggaraan diklat fungsional pustakawan diatur oleh Perpustakaan Nasional RI selaku instansi Pembina jabatan fungsional pustakawan.
b. Diklat teknis, adalah diklat yang diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS pada suatu unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
4. Pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/ijazah.
Gelar atau ijazah yang diperhitungkan angka kreditnya adalah gelar/ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang diakui dan diakreditasi oleh Departemen Pendidikan Nasional RI dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk Pengangkatan Pertama b. 1 Kriteria
a. Diploma II/Diploma III, Sarjana Muda bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
b. Diploma II/Diploma III, Sarjana Muda bidang lain ditambah Diklat Calon Pustakawan Tingkat Terampil.
c. S1, S2, S3 bidang perpustakaan, dokuntasi dan informasi
d. S1, S2, S3 bidang lain ditambah Diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli termasuk program Serifikasi pendidikan bidang perpustakaan seperti :
(1) Program sertifikai Ilmu Perpustakaan yang pernah diselenggarakan oleh Universitas Indonesia.
(2) Diklat teknis perpustakaan pada 728 jan yang pernah diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan atau Perpustakaan Wilayah/Perpustakaan Daerah. Sedangkan Sulistyo-Basuki (1994 : 111) mengemukakan pendidikan
pustakawan yaitu :
Pendidikan pustakawan dikenal 2 (dua) program yaitu program nongelar dan program gelar. Program gelar mengenal tiga jenjang pendidikan ialah Stara satu atau S-1, Strata dua atau S-2, serta Strata tiga atau S-3. Sedangkan untuk program nongelar dilakukan melalui jalur program diploma. Program ini dikenal pula dengan nama Stara nol atau SO namun lebih dikenal dengan nama program diploma karenan tamatannya memperoleh diploma. Berdasarkan Peraturan Pemerintah maka program D2 dianggap setara dengan Sarjana Muda
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pustakwan
merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas pustakawan dalam
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan suatu usaha yang dilakukan seorang pemimpin untuk
mendorong seorang pegawai agar mau bekerja keras dengan sebaik-baiknya
sehingga dapat mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Organisasi pada
dasarnya bukan saja mengharapkan tenaga kerja yang mampu, cakap dan terampil
tetapi yang terpenting mereka mau bekerja keras untuk mencapai hasil kerja yang
optimal. Dalam hal ini pimpinan dituntut untuk dapat memberikan motivasi
kepada pegawai untuk dapat bekerja sama demi tercapainya tujuan perpustakaan.
Kemampuan, kecakapan dan keterampilan pegawai tidak ada artinya bagi suatu
organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan
kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang mereka miliki. Untuk dapat
mengetahui lebih jelas mengenai apa motivasi tersebut dapat dilihat beberapa
pengertian pemberian motivasi menurut beberapa ahli.
Hasibuan (2005 : 95) mengemukakan bahwa: “Motivasi adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mendapat kepuasan”.
Sedangkan menurut Dubin (dalam Danim, 2004 : 15) mengartikan:
“Motivasi adalah sebagai kekuatan kompleks yang membuat seseorang
berkecimbung memulai dan menjaga kondisi kerja dalam organisasi”.
Disamping itu, Nancy (2001 : 3) mengemukakan bahwa “Motivasi adalah
semua hal-hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat seseorang melakukan
sesuatu sebagai respon”.
Selain pendapat di atas Siagian (dalam manullang, 2001 : 193)
menyatakan bahwa “Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja
para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis”.
Selain itu juga, A. Hitt, cs dalam Siregar (2004 : 1) dinyatakan bahwa
“Motivation is the sum of the emerging forces, both internal and external to a
person, that account, at least in part, for certain productive behavior”. Pendapat di
berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang, yang paling tidak sebahagian,
turut menghasilkan tindakan-tindakan produk tertentu.
Menurut Siregar, dalam bahan kuliah motivasi (2004 : 1) menyatakan
bahwa dorongan dari dalam diri sendiri (internal factor) atau faktor individual
biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah dengan :
1. Minat tertentu, dimana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan jika kegiatan itu sesuai dengan minatnya.
2. Sikap positif, dimana seseorang mempunyai sikap positif terhadap suatu kegiatan, dengan demikian dia rela untuk ikut dalam kegiatan tersebut dan berusaha untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya 3. Kebutuhan, dimana seseorang melakukan suatu kegiatan, atau kegiatan
lain dan berusaha melakukannya asalkan kegiatan itu dapat memenuhi kebutuhannya.
Pendapat di atas hampir sama dengan Terry (1985 : 168) yang menyatakan
bahwa “Motivasi diri sendiri berasal dari keinginan yang keras untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Tidak perduli kesulitan-kesulitan apapun yang harus diatasi.
Pemikiran-pemikiran positif dan ketaatan kepada jalannya kegiatan, yang
dinyatakan, yang juga merupakan faktor-faktor motivasi”.
Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang membuat
orang melakukan suatu pekerjaan yaitu adanya dorongan dan semangat kerja yang
diberikan oleh pimpinan secara sadar kepada para pegawai untuk melakukan
aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan organisasi.
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Motivasi
Pemberian motivasi dari seorang pimpinan kepada pegawai pasti
mempunyai tujuan yaitu terciptanya kerja sama yang baik antara pimpinan dengan
bawahannya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Hasibuan (1995 :
57) tujuan motivasi adalah ;
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2. Meningkatkan moral dan kepuasan karja karyawan 3. Meningkatkan produtivitas kerja karyawan
4. Menciptakan loyalitas dan kestabilan karyawan
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6. Mengaktifkan pengadaan karyawan
10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 11.Meningkatkan efisiensi penggunaan dan perlengkapan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk melakukan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat
memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.
Manfaat pemberian motivasi adalah terciptanya gairah kerja ataupun
semangat kerja karyawan. Arep (2004 : 219) mengemukakan bahwa manfaat
motivasi adalah sebagai berikut;
a. Pekerjaan akan selesai dengan cepat. Artinya pekerjaaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan.
b. Orang akan merasa senang melakuklan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat seseorang senang mengerjakannya.
c. Orang akan merasa berharga. Hal ini terjadi karena pertanyaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi
d. Orang akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi utnuk berhasil sesuai target terhadap apa yang mereka kerjakan.
e. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan.
f. Semangat juangnya akan tinggi. Hal ini akan memberikan suasana kerja yang bagus disemua bagian.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi bermanfaat
untuk menumbuhkan semangat kerja dan meningkatkan kinerja tenaga kerja,
sehingga tugas dan tanggung jawab yang diemban dapat dilaksanakan dengan
baik guna pencapaian tujuan organisasi.
2.3.3 Jenis-jenis Motivasi
Motivasi sebagai daya perangsang dan pendorong untuk meningkatkan
gairah dan semangat kerja pegawai dengan latar belakang kebutuhan-kebutuhan
dan hasil kerja pegawai yang saling berbeda. Hal ini menyebabkan motivasi yang
diberikan juga berbeda dalam melakukan pekerjaan disamping adanya perbedaan
Menurut Manullang (1996 : 50), jenis-jenis insentif atau motivasi dapat
digolongkan kedalam tiga golongan yaitu:
1. Material Insentif 2. Semi Material Insentif 3. Non Material Insentif
Penggolongan jenis-jenis insentif atau motivasi tersebut di atas dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Material Insentif
Yang tergolong ke dalam jenis material insentive adalah segala daya perangsang atau daya pendorong yang semuanya dapat diberikan dengan uang dengan kata lain bahwa pegawai mau bekerja akibat rangsangan uang yang diharapkan diterima dari pimpinannya. Uang yang diharapkan dapat diterima dari pimpinan itu berupa gaji bulanan, mingguan, harian atau dalam bentuk upah. Bahwa ada juga instansi atau organisasi memberikan bonus kepada pegawai yang memiliki produktivitas kerja yang baik. Jadi yang dimaksud dengan material dalam bentuk material insentif adalah segala sesuatu imbalan yang diterima dalam bentuk uang.
2. Semi Material Insentive
Yang tergolong dalam jenis insentif atau motivasi ini adalah segala daya perangsang atau pendorong yang diberikan dalam bentuk benda misalnya dalam bentuk pemberian hadiah pada hari-hari besar seperti hari raya dan tahun baru. Bahkan yang lebih besar yakni penyediaan fasilitas, seperti fasilitas perumahan, fasilitas transfortasi dan fasilitas pakaian seragam.
3. Non Material Insentive
Yang tergolong dalam jenis insentif atau motivasi ini adalah segala daya perangsang atau pendorong yang tidak dapat dinilai dengan uang. Misalnya penempatan kerja pada posisi yang tepat, mengandalkan pendidikan dan latihan kerja secara sistematik, promosi jabatan yang objektif, pembagian kerja sesuai dengan bidang masing-masing dan sebagainya. (Manullang, 1996 : 96)
Sedangkan menurut Hasibuan (2005 : 99) jenis motivasi dapat
digolongkan menjadi 2 bagian yaitu:
1. Motivasi Positif (Insentif positif), manajer memotivasi dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
karena meraka takut di hukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
Dalam penggunaan kedua jenis motivasi di atas harus tepat dan seimbang,
supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Motivasi positif efektif
untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif untuk jangka pendek. Tetapi
manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.
2.3.4 Proses Motivasi
Teori motivasi erat hubungannya dengan pemuasan kebutuhan manusia,
untuk itu penulis terlebih dahulu menguraikan apa yang dimaksud dengan proses
motivasi. Hasibuan (2005 : 101) menyatakan bahwa proses motivasi terdiri dari:
1. Tujuan, dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan orginisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi kearah tujuan tersebut.
2. Mengetahui Kepentingan
Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan/keinginan karyawan dan tidak hanya melihatnya dari sudut kepentingan pimpinan dan perusahaan saja.
3. Komunikasi Efektif.
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif itu diperolehnya.
4. Integrasi Tujuan
Dalam proses motivasi perlu untuk menyatukan perusahaan dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan perusahaan adalah needs complex, yaitu untuk memperoleh laba, perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi tujuan organisasi/perusahaan dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk ini penting adanya persesuaian motivasi.
5. Fasilitas
Manajer dalam memotivasi haus memberikan fasilitas kepada perusahaan dan individu karyawan yang akan memberikan bantuan kendaraan kepada salesmen.
6. Team Work
Manajer harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work (kerja sama) ini penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa proses motivasi dimulai
berkomunikasi secara efektif, penyatuan tujuan organisasi dan karyawan
disediakannya fasilitas penunjang dan adannya team work yang solid.
Sedangkan menurut Gibson (1996 : 341) proses motivasi berawal dari
kebutuhan uang tidak terpuaskan dan mendorong perilaku menuju kearah
pemuasan, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 : Proses Motivasi
Gambar 1
Skema di atas menunjukkan bahwa kebutuhan yang tidak terpuaskan dapat menyebabkan ketegangan (badaniah atau rohaniah) dalam diri seseorang, mengarahkan individu tersebut untuk mengingatkan diri kepada perilaku tertentu guna memuaskan kebutuhan sehingga dapat mengurangi ketegangan. Kegiatan ini diarahkan menuju suatu sasaran. Setelah mencapai sasaran yang memuaskan kebutuhan, proses motivasi selesai.
Pendapat di atas dapat menjelaskan bahwa motivasi timbul karena adanya
kebutuhan dalam diri seseorang sehingga mereka berusaha untuk melakukan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Setelah mencapai tujuan yang
diinginkan organisasi maka proses motivasi selesai.
2.3.5 Teori Motivasi
Motivasi merupakan suatu kondisi yang memberi dorongan dari dalam diri
seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan dan
sebagainya. Menurut Gibson (1996 : 340) “Seseorang yang termotivasi akan
bekerja keras, mempertahankan langkah kerja keras, memiliki perilaku yang
dikendalikan kearah sasaran-sasaran penting”. Oleh karena itu pimpinan harus
terlebih dahulu mengetahui teori motivasi. Hasibuan (2005 : 103) mengemukakan
bahwa:
Teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Kebutuhan yang tidak terpuaskan (menciptakan keinginan untuk memenuhi kebutuhan – makanan, keamanan, kawan, pencapaian)
2. Perilaku terarah pada sasatan (tindakan untuk memenuhi kebutuhan)
1. Teori kepuasan (Content Theory)
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Teori Kepuasan (Content Theory) ini dikenal antara lain:
1. Teori Motivasi Klasik oleh F.W Taylor.
2. Maslow’s Need Hierarcy Theory (A Theory of Human Motivation) 3. Herzberg’s Two Factor Theory oleh Frederick Herzberg.
4. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc. Clelland. 5. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory oleh
Aldefer.
6. Teori Motivasi Human Relation
7. Teori Motivasi ClaudeS. George. 2. Teori Proses
Teori motivasi proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu”, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Teori motivasi proses ini, dikenal atas:
1. Teori Harapan (expectancy Theory) 2. Teori Keadilan (Equity Theory)
3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Dari kedua jenis teori di atas menjelaskan bahwa teori kepuasan
didasarkan pada pendekatan faktor-faktor kebutuhan yang ada dalam diri
seseorang mengenai hal-hal apa saja yang dapat mendaorong semangat kerja.
Sedangkan teori proses didasarkan pada proses atau cara untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Penggolongan teori motivasi di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
2.3.5.1Teori Kepuasan (Content Theory)
Ada beberapa bagian dari Teori Kepuasan (Content Theory) sebagaimana
dinyatakan oleh Hasibuan (2005 : 103) bahwa teori kepuasan terdiri dari:
a. Teori Motivasi Klasik oleh F.W.Taylor
Teori motivasi klasik dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor. Tylor
dalam Hasibuan (2005 : 104) menyatakan bahwa:
Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi ,jika gaji atau upah (uang atau barang) yang diberikan cukup besar. Jadi jika gaji atau upah karyawan dinaikkan maka semangat bekerja mereka akan meningkat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa manusia termotivasi
karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis,
dimana kepuasan biologis tersebut berpengaruhi oleh besar kecilnya gaji atau
upah yang diperoleh.
b. Maslow’s Need Hierarchy Theory
Maslow’s Need Hierarchy Theory dikemukakan oleh Abraham H Maslow.
Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan orang banyak yaitu
kebutuhan biologis dan psikologis berupa materiil dan nonmateriil. Menurut
Maslow dalam Hasibuan, (2005 : 104) menyatakan bahwa dasar dari teori
kebutuhan adalah:
a. Manusia adalah makluk sosial yang berkeinginan; ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
c. Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy) sebagai berikut:
1. Physiological Needs;
Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat.
2. Safety and Security Needs;
Kebutuhan ini mengarah ke dalam 2 bentuk:
1. Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja.
2. Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja.
3. Affiliation or Acceptance Needs (Belongingness)
Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan lingkungannya. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil
4. Esteem or Status Needs;
masyarakat lingkungannya. Idealnya prestice timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya.
5. Self Actualization.
Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
[image:31.595.119.518.94.408.2]Teori kebutuhan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2 : Maslow’s Need Hierarcy Theory.
Sumber : Hasibuan (2005 : 108)
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa manusia termotivasi
karena adanya kebutuhan, sehingga terdorong untuk berperilaku yang sesuai
dengan yang diinginkan organisasi. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan
fsikologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan social, kebutuhan akan harga
diri serta kebutuhan pengembangan diri ataupun potensi diri.
c. Herzberg’s Two Factors Motivation Theory
Teori ini dikemukakan oleh Herzberg. Herzberg dalam Hasibuan (2005 :
108) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi
oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1. Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya.
2. Motivation Factors
1.Physiological needs
2. Security of Safety
3. Affiliation or acceptance
4. Esteem or status
5. Self -actualization
Pemuas Kebutuhan-kebutuhan
T
ingka
t-ti
ngka
t
ke
but
uha
Motivasi factor adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan.
Daft, dalam bukunya yang berjudul Manajemen (2003 : 99) Teori Dua
[image:32.595.175.475.202.440.2]faktor secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3 : Teori Dua-Faktor Herzberg
Skema di atas menunjukkan bahwa faktor pertama yang disebut hygiene factors, yaitu ada atau tidaknya ketidakpuasan kerja seperti situasi kerja, gaji, kebijakan perusahaan dan hubungan interpersonal. Ketika hygiene factors buruk, pekerjaan menjadi tidak memuaskan. Namun, hygiene factors yang baik hanya menghilangkan ketidakpuasan. Motivator merupakan kebutuhan tingkat tinggi dan termasuk pencapaian, penghargaan , tanggung jawab, dan peluang untuk tumbuh. Ketika motivator tidak ada, pekerja bersikap netral dalam melakukan pekerjaan, tapi ketika motivator ada pekerja menjadi sangat termotivasi dan puas. (Daft, 2003 : 99)
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan,
tenaga kerja di pengaruhi oleh besarnya gaji, kondisi kerja fisik, kepastian
pekerjaan sebagai alat pemeliharaan serta prestasi, tanggung jawab menjadi
motivator bagi pekerja.
Area Kepuasan
Motivator
Pencapaian penghargaan Tanggung Jawab Kerja itu sendiri pertumbuhan pribadi
Motivator mempengaruhi tingkat kepuasan
Area Ketidakpuasan
Hygiene Factors
Situasi kerja aji dan keamanan kebijakan perusahaan penyelia Hubungan interpersonal
Hygiene factors mempengaruhi
d. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory
Teori ini dikemukakan oleh David Mc. Clelland. Teori ini berpendapat
bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Mc. Clelland dalam
Hasibuan (2005 : 111) mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat
memotivasi gairah bekerja yaitu:
1. Kebutuhan akan Prestasi
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena kebutuhan akan prestasi ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.
2. Kebutuhan akan Afiliasi
Kebutuhan akan afiliasi ini menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang karena afiliasi ini akan merangsang gairah kerja seseorang.
3. Kebutuhan akan Kekuatan
Kebutuhan akan kekuasaan ini merupakan daya penggerak yang termotivasi semangat kerja seorang karyawan. Karena kebutuhan akan kekuasaan ini yang merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta menggerakkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan akan prestasi,
kebutuhan akan afliasi, dan kebutuhan akan kedudukan merupakan daya
penggerak yang memotivasi karyawan untuk menggerakkan semua potensi yang
dimilikinya.
e. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale
University. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang
dikemukakan oleh Maslow. Alderfer dalam Hasibuan (2005 : 113)
mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:
1. Kebutuhan akan Keberadaan (Existence Needs), berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk di dalamnya Physiological Needs, dan Safety Needs, dari Maslow.
2. Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs), menekankan akan pentingnya hubungan antar individu dan juga bermasyarakat. Kebutuhan ini berkaitan juga dengan Love Needs, dan Esteem Needs. 3. Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs), adalah keinginan intrinsik
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa teori ERG menyatakan bahwa
individu bergerak secara bertahap dimana lebih dari satu kebutuhan dapat bekerja
pada saat yang bersamaan. Jika untuk mencapai pemuasan kebutuhan yang lebih
tinggi sulit dicapai, maka keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih
rendah menjadi meningkat.
f. Teori Motivasi Human Relation
Teori ini menguraikan hubungan seseorang dengan lingkungannya.
Seseorang akan berprestasi baik jika ia diterima dan diakui dalam pekerjaan serta
lingkungannya.
Menurut Hasibuan (2005 : 115) bahwa “Peranan aktif pimpinan organisasi
dalam memelihara hubungan dan kontak-kontak pribadi dengan bawahannya yang
dapat membangkitkan gairah kerja.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori motivasi human relation
menitikberatkan pada cara pimpinan dalam memotivasi bawahan secara adil dan
bijaksana.
g. Teori Motivasi Claude S. George
Hasibuan (2005 : 115) menyatakan bahwa seseorang mempunyai
kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia
bekerja, yaitu:
1. Upah yang layak
2. Kesempatan untuk maju 3. Pengakuan sebagai individu 4. Keamanan kerja
5. Tempat kerja yang baik 6. Penerimaan oleh kelompok 7. Perlakuan yang wajar 8. Pengakuan atas prestasi.
Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa teori motivasi Claude S. George
erat hubungannya dengan tempat dan suasana lingkungan kerja serta
upah/imbalan yang di terima karyawan promosi jabatan, kesempatan untuk
pengenbangan diri, serta pengakuan atas pretasi kerja. Teori ini tidak hanya
2.3.5.2 Teori Proses (Process Theories)
Teori proses berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan
dilaksanakan. Menurut Hasibuan (2005 : 116) teori proses terdiri dari 3 jenis teori
yaitu: Teori Harapan (Expectancy Theory), Teori Keadilan (Equity Theory), Teori
Pengukuhan (Reinforcement Theory).
Penggolongan jenis-jenis teori proses tersebut di atas dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom. Teori ini membahas
tentang kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam
mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal-balik antara apa yang
ia inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Menurut Adams yang dikutip
oleh Daft (2003 : 101) menyatakan bahwa “Orang dimotivasi untuk mencari
ekuitas sosial dalam penghargaan yang mereka harapkan dari berkinerja”.
Selain pendapat di atas Vroom dalam Hasibuan (2005 : 117) menyatakan
bahwa teori harapan didasarkan atas:
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena prilaku. Harapan mempunyai nilai yang berkisar antara “nol” sampai positif “satu”. Harapan nol menunjukkan bahwa tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu dilakukan. Harapan positif satu menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah dilakukan.
2. Nilai (Valence), adalah akibat perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu bersangkutan.
3. Pertautan (Instrumentality), adalah persepsi diri individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua. Pertauatan dapat mempunyai nilai yang berkisar “nol” dan “minus satu.
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa teori harapan memfokuskan
analisis pada tiga hubungan yaitu hubungan upaya dengan kinerja, hubungan
kinerja dengan imbalan, hubungan imbalan dengan tujuan pribadi. Penilaian kerja
yang baik akan berakibat pada imbalan yang lebih besar, seperti bonus, kenaikan
b. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan merupakan hal yang normal dan manusiawi apabila dalam
kehidupan seseorang mengharapkan perlakuan yang adil. Ego manusia
menginginkan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap
setiap perilaku yang relatif sama. Hasibuan (2005 : 121) menyatakan bahwa :
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak alai terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif. Pemberian kompensasi atau hukuman harus berdasarkan atas penilaian yang adil.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa seorang manajer penting untuk
memahami konsekuensi apa yang mungkin timbul apabila karyawan merasa
mendapat perlakuan yang tidak adil. Dalam kaitan ini, harus ditekankan bahwa
adil atau tidaknya perlakuan terhadap seseorang dikaitkan bukan dengan
pemuasan kebutuhan primernya, akan tetapi dengan semua jenis kebutuhan
lainnya.
c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi. Teori pengukuhan merupakan satu teknik untuk
membentuk perilaku para bawahan karena ia adalah penguatan sistematik, yang
melaluinya perilaku para bawahan akan semakin dekat pada bentuk perilaku yang
diinginkan.
Menurut Siagian (2003 : 112) ada empat metode yang dapat digunakan
oleh para manajer untuk membentuk perilaku para bawahannya yaitu:
1. Penguatan yang bersifat positif adalah teknik yang berakibat pada sesuatu yang nikmat sebagai respons atau stimulus tertentu, sehingga timbul perilaku dalam bentuk keinginan untuk mengulangi perilaku yang sama.
2. Penguatan yang bersifat negatif adalah teknik yang berakibat pada sesuatu tidak enak sebagai respons atas stimulus tertentu, sehingga timbul keinginan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.
3. Hukuman adalah bentuk lebih berat dari penguatan negatif.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuhan selalu
berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh
suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman selalu
berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan itu
diikuti rangsangan yang bersyarat.
2.3.6 Teknik-teknik Memotivasi
Salah satu keahlian yang perlu diimiliki seorang pemimpin baik secara
konseptual maupun dalam memberdayakan sumber daya dan sarana prasarana
untuk menimbulkan motivasi dari setiap bawahan untuk bekerja secara efektif dan
efesien adalah menguasai teknik-teknik motivasi. Menurut Hasibuan (2005 : 100)
teknik-teknik memotivasi adalah:
1. Metode Langsung (Direct Motivation), adalah motivasi (materiil dan nonmaterial) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawn untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.
2. Motivasi Tidak Langsung (Inderect Motivation), adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi langsung
maupun motivasi tidak langsung memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mengarahkan kemauan kerja bawahan, dimana motivasi langsung ini besar
pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga
produktivitas kerja meningkat.
Agar seluruh tenaga kerja perpustakaan dapat melaksanakan
tugas/kewajiban dengan penuh tanggung jawab diperlukan teknik-teknik motivasi.
Menurut Siagian (1988 : 45-48) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk
mendorong bawahan, agar memiliki gairah kerja lebih baik yaitu:
a. Bawahan jangan direndahkan
b. Jangan mengkritik seseorang bawahan di muka orang lain c. Berilah perhatian pada karyawan
d. Hindarilah anak emas/pilih kasih e. Bantulah pegawai anda
g. Tegaslah mengambil keputusan.
Pimpinan dan pegawai harus merasa dekat di dalam melaksanankan
tugasnya, sebab pimpinan adalah pejuang bagi bawahannya sehingga mereka
bergairah dalam meningkatkan hasil kerjanya. Selain itu, menurut Strauss dan
Sayles (dalam Wahjosumidjo, 1987 : 198) ada lima macam teknik memberikan
motivasi yaitu:
1. Teknik kekerasan, dapat dilakukan dengan pemaksaan untuk bekerja dengan ancaman, dimana cara ini tidak memberikan rangsangan untuk bekerja lebih baik, akan tetapi dapat mengakibatkan pegawai akan melawan.
2. Bersikap baik, teknik bersikap baik sangat diperlukan pegawai karena akan memberikan kondisi kerja yang baik.
3. Melalui perundingan, dilakukan terhadap hasil kerja dengan imbalan yang akan diberikan pimpinan terhadap pegawai, misalnya dalam bentuk kenaikan pangkat/jabatan, penambahan gaji, dan lain-lain. 4. Berkompetisi, teknik kompetisi dapat mengakibatkan persaingan yang
berlebihan sehingga dapat merusak organisasi.
5. Internalisasi, merupakan suatu teknik motivasi yang memperhatikan perluasan pekerjaan, penggiliran pekerjaan, mempererat persahabatan dan rasa kebersamaan.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik memotivasi terdiri
dari teknik kekerasan, bersikap baik, melalui perundingan, berkompetisi, dan
internalisasi. Dalam memberikan motivasi hendaknya menggunakan teknik yang
bersikap baik, karena teknik-teknik tersebut dapat diterima pegawai sehingga
tercapai hasil kerja yang baik.
2.3.7 Kendala-kendala dalam Memotivasi
Pemberian motivasi pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk
meningkatkan produktivitas kerja. Pimpinan selaku penganggung jawab suatu
organisasi mempunyai peranan yang besar dalam menggerakkan pegawai agar
mau bekerja samam untuk mencapai tujuan perpustakaan. Pimpinan dalam
memberikan motivasi pastilah mendapatkan kendala-kendala. Menurut Hasibuan
(2005 : 102) menyatakan bahwa kendala-kendala motivasi terdiri dari:
b. Kemampuan perusahaan terbatas dalam menyediakan fasilitas dan insentif
c. Manajer sulit mengetahui motivasi kerja setiap individu karyawan d. Manajer sulit memberikan insentif yang adil dan layak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan
motivasi yang efektif hendaknya seorang pimpinan dapat mencari jalan keluar
yang tepat dari kendala-kendala motivasi tersebut.
2.4 Insentif
2.4.1 Pengertian Insentif
Metode insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang
merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian
insentif karyawan merasa bahwa mereka mendapat perhatian dan pengakuan
terhadap produktivitas yang dicapai, sehingga semangat kerja dan sikap loyal
karyawan akan lebih baik.
Pemberian insentif dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi kerja dan
mempertahankan karyawan yang mempunyai produktivitas kerja yang tinggi
untuk tetap berada di dalam perusahaan.
Insentif merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan
tujuan untuk mendorong karyawan agar bertindak dan berbuat sesuatu untuk
tujuan perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi
karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
Menurut Sarwoto (1996 : 144) “Insentif adalah sarana motivasi, dapat
berupa perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para
pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi perusahaan”.
Sedangkan menurut Terry (1964 : 94) bahwa “Incentive is an important
actuating tool. Human being tend to strive more itensely when the reward for
accomplishing satisfies their personal demand”. Pendapat di atas dapat diartikan
bahwa insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung
untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa insentif
merupakan salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan
kepada karyawan untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka dapat
meningkatkan produktivitas kerja dalam mencapai tujuan organisasi.
2.4.2 Tujuan dan Manfaat Insentif.
Pada prinsipnya pemberian insentif harus memenuhi kejelasan tujuan dan
sasaran, prinsip keadilan dan prinsip kompensasi itu sendiri yang bersifat
penghargaan dan keterbukaan, dan prinsip kejelasan