• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 7 Kesimpulan dan Rekomendasi Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab 7 Kesimpulan dan Rekomendasi Akhir"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

7.1. KESIMPULAN

Pembangunan Bendungan Tinalah dilakukan sebagai upaya untuk menfasilitasi ketersediaan air baku sehingga ketidakkecukupan air di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dapat diatasi. Pembangunan Bendungan tersebut diharapkan juga dapat meningkatkan produktifitas sektor pertanian secara berkelanjutan sehingga distribusi pendapatan dapat merata di masyarakat khususnya bagi para petani di wilayah Kulon Progo dan Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

Berdasarkan asumsi di atas dapat diketahui bahwa pembangunan Bendungan memberi kemanfaat bagi masyarakat. Optimalisasi pemanfaatan pembangunan Bendungan dapat dirasakan masyarakat, apabila di dalam pembangunannya mempertimbangkan dengan seksama faktor-faktor lingkungan di sekitarnya agar tidak mengundang resiko timbulnya kerusakan lingkungan. Gangguan pada salah satu atau beberapa komponen lingkungan dapat mengganggu fungsi ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu pembangunan harus dilaksanakan secara bijaksana, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip konservasi yang berwawasan lingkungan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

(2)

diminimalkan sehingga antara pembangunan Bendungan dengan lingkungan sosial/binaan di sekitarnya dapat terjadi sinergi yang saling menguntungkan.

Mengacu kepada UU No. 23/97 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka lingkungan sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari komponen lingkungan hidup lainnya. Dimana dilihat dari konsep kesatuan (entity) atau kesatuan sistem, lingkungan hidup merupakan kolektifitas dari serangkaian subsistem yang saling berhubungan, membentuk satu kesatuan ekosistem yang utuh saling mempengaruhi dan membentuk keseimbangan.

Untuk tujuan yang praktis komponen interaktif lingkungan hidup tersebut didistribusikan kedalam lingkungan hidup alami, lingkungan hidup sosial, dan lingkungan hidup binaan. Semua aspek tersebut mempunyai keterkaitan secara interaktif dan merupakan kumpulan komponen yang akan membentuk ekosistem secara utuh. Pada PP No. 27/99 mengenai AMDAL, dijelaskan juga bahwa dalam sebuah pembangunan, maka akan berdampak juga pada aspek-aspek yang melingkupi area atau kawasan pembangunan yang merupakan satu kesatuan lingkungan hidup tersebut diatas. Untuk mendukung analisis secara komprehensif, maka dikeluarkan peraturan perundangan yang lain, yakni SK Menneg KLH No. 299/11/1996 mengenai Analisis Dampak Sosial yang merupakan bagian tak terpisahkan dari AMDAL.

7.1.1 Aspek-aspek Yang Perlu Diperhatikan Oleh Perencana dan Pelaksana Pembangunan Bendungan

Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan Bendungan, para pelaksana pembangunan perlu memperhatikan beberapa hal terkait dengan tahap pra kontruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Dari masing-masing tahapan pembangunan Bendungan berikut aspek-aspek yang perlu diperhatikan.

7.1.1.1. Tahap Pra Konstruksi

1. Kegiatan Pembebasan Lahan

a) Aspek Kependudukan

(3)

lahan tidak hanya para pemilik lahan yang tinggal di wilayah genangan, melainkan juga sejumlah keluarga diluar daerah tersebut yang yang tergusur secara ekonomi.

Besarnya penduduk yang tergusur sebagai berikut :

Pf = Besarnya jumlah orang yang tergusur secara fisik dari daerah

proyek (sekian KK)

Pe = Jumlah orang yang tergusur secara ekonomi (sekian KK)

y = (Pf + Pe) orang = (sekian KK)

b) Sosial Ekonomi

Kegiatan pembebasan lahan diperkirakan menimbulkan dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat berupa hilangnya mata pencahaarian yang akan menimbulkan dampak lanjutan terhadap tingkat pendapatan penduduk. Bila dinilai dari mata pencaharian utama penduduk yaitu bertani sawah, maka rata-rata kehilangan produksi pertanian yang akan dialami oleh rumah tangga petani (RTP) yang terkena pembebasan lahan.

c) Sosial Budaya 1. Interaksi Sosial/Konflik

Kegiatan pembebasan lahan diprakirakan menimbulkan dampak terhadap interaksi sosial yang bersifat disasosiatif, yaitu kemungkinan terjadinya konflik. Konflik sosial dengan adanya kegiatan pembebasan lahan diperkirakan terjadi antara pihak proyek/Pemda setempat dan masyarakat (konflik vertikal) dan konflik diantara masyarakat (konflik horisontal). Berbagai permasalahan sosial yang terjadi seputar kegiatan pembebasan lahan memicu terjadinya distrust di masyarakat yang mengarah kepada konflik vertikal yang disebabkan mekanisme pembeasan lahan tidak sesuai dengan harapan penduduk, sehingga dapat memicu terjadinya konflik yang dirasakan (latent conflict). Maka prakiraan konflik yang akan terjadi antara masyarakat dengan pihak proyek dan/atau Pemerintah Daerah (Pemda) setempat masih dalam

(4)

2. Sikap/Persepsi Masyarakat

Kegiatan pembebasan lahan diperkirakan dapat menimbulkan persepsi di masyarakat baik positif maupun negatif dengan terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat terhadap rencana kegiatan. Terjadinya sikap pro dan kontra disebabkan oleh berbagai permasalahan sosial yang terjadi selama kegiatan pembebasan lahan.

Hal-hal yang mengakibatkan terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat dari kegiatan pembebasan lahan adalah :

 Proses pembayaran pembebasan lahan hanya melibatkan kelompok tertentu di masyarakat

 Proses pembebasan lahan tidak dikomunikasikan secara merata kepada masyarakat

 Terjadi ketidakpuasan diantara kelompok masyarakat terhadap pembebasan lahan

 Kegiatan terlalu lama dan berbelit-belit

 Pemerintah tidak serius dan kurang mempersiapkan perencanaannya

 Proses kompensasi lahan tidak transparan

3. Kegiatan Pemindahan Penduduk

a) Sosial Ekonomi

Tingkat Pendapatan Penduduk

Kegiatan pemindahan penduduk diperkirakan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pendapatan penduduk yang disebabkan oleh menurunnya hasil produktifitas pertanian di lokasi baru. Rata-rata produksi padi setiap panen di lokasi baru dalam setahun ada perbedaan yang signifikan dengan sebelum mereka pindah. Nilai yang diperoleh biasanya jauh lebih rendah dibandingkan pendapatan yang diperoleh petani yang berada di lokasi genangan, dan kondisi ini menunjukkan bahwa perpindahan penduduk ke lokasi baru telah menyebabkan penurunan pendapatan penduduk, karena bertani merupakan satu-satunya pekerjaan utama sebagian besar penduduk.

b) Sosial Budaya

1. Sikap/Persepsi Masyarakat

(5)

disebabkan oleh proses pemindahan penduduk menurut pendapat masyarakat pada awalnya dilaksanakan dengan paksaan dan tanpa persiapan secara baik oleh Pemerintah. Selain itu penduduk yang melakukan pindahan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa memapankan ekonomi rumah tangga di lokasi pindahan.

Penurunan kesejahteraan di tahun awal perpindahan karena belum berjalannya roda ekonomi rumah tangga dengan baik merupakan biaya sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan pemukiman kembali penduduk ke lokasi yang baru. Bila diasumsikan selama tahun pertama penduduk yang dipindahkan belum bisa memulai kegiatan usaha dengan optimal maka biaya sosial yang ditanggung oleh penduduk tersebut biasanya cukup tinggi, sehingga perlu dipertimbangkan nilai yang akan dikeluarkan untuk kompensasi hilangnya pendapatan penduduk (future value).

7.1.1.2. Tahap Konstruksi

a. Mobilisasi dan Permukiman Tenaga Kerja 1) Sosial Ekonomi

a). Kesempatan Kerja dan Usaha

Kegiatan penerimaan tenaga kerja diperkirakan menimbulkkan dampak positif bagi masyarakat dengan terciptanya peluang kerja dan berusaha bagi masyarakat. Hal ini perlu diperhitungkan berapa jumlah tenaga kerja lokal yang dibutuhkan dari kebutuhan tenaga kerja konstruksi. Sedangkan peluang usaha bagi masyarakat sekitar akan terbuka di sektor informal, seperti warung-warung kecil untuk mencukupi kebutuhan para karyawan kontraktor, seperti kebutuhan makan dan minum selama bekerja pada tahap konstruksi. Usaha lain yang bisa terbuka adalah usaha jasa pondokan bagi para karyawan dari luar yang tidak memiliki tempat tinggal.

b). Tingkat Pendapatan Penduduk

(6)

Besarnya peningkatan pendapatan yang akan diperoleh merupakan manfaat dari kegiatan konstruksi Bendungan Tinalah yang dapat dihitung dengan menggunakan metode produktifitas yaitu menghitung jumlah tenaga kerja yang dapat diserap serta upah minimum regional yang dapat diperoleh seorang tenaga kerja.

2) Sosial Budaya

a). Interaksi Sosial/Konflik

Kegiatan mobilisasi tenaga kerja diperkirakan dapat menimbulkan gangguan terhadap interaksi sosial di masyarakat berupa :

Terjadinya kecemburuan sosial di masyarakat

Perkiraan timbulnya kecemburuan sosial apabila dalam rekruitmen tenaga kerja pihak proyek Bendungan Tinalah lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar diluar dari ketentuan yang telah diberlakukan, khususnya untuk tenaga kerja unskilled.

Terjadinya interaksi sosial antara pendatang dengan penduduk lokal.

Proses interaksi yang terjadi diprakirakan negatif karena tenaga kerja pendatang harus melakukan proses adaptasi dengan tenaga kerja lokal dan penduduk setempat. Pada tahap proses adaptasi ini diprakirakan terjadi perselisihan antara pendatang dengan tenaga kerja lokal dan penduduk setempat.

Perselisihan dengan tenaga kerja lokal akan terjadi karena adanya konflik dalam bidang pekerjaan, dimana penduduk lokal diberi pekerjaan untuk kategori tenaga kerja kasar sedangkan tenaga kerja pendatang diberi pekerjaan untuk kategori tenaga kerja ahli.

b). Adat Istiadat dan Pola Kebiasaan Masyarakat

(7)

Selain itu kegiatan mobilisasi tenaga kerja konstruksi yang merupakan tenaga kerja pendatang diprakirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan yang berlaku di masyarakat baik positif maupun negatif. Dampak positif diprakirakan terjadi apabila keberadaan tenaga kerja dapat memberikan pengaruh positif bagi adat istiadat dan pola kebiasaan yang berlaku di masyarakat, seperti terjadinya proses identifikasi masyarakat karena adanya pengaruh etos kerja yang tinggi dari tenaga kerja pendatang dan meningkatnya keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi karena tenaga kerja pendatang umumnya memiliki keahlian dan tingkat pendidikan yang tinggi. Dampak negatif terjadi apabila tenaga kerja membawa pola kebiasaan yang bertentangan dengan norma agama atau sistem nilai yang berlaku di masyarakat seperti kebiasaan mabuk-mabukan atau memakai narkoba yang akan ditiru oleh anak-anak muda yang melakukan interaksi dengan tenaga kerja.

7.1.1.3. Tahap Pasca Konstruksi a. Produksi Pertanian

1). Sebelum Adanya Proyek (Without Project)

Produksi Pertanian Sawah

Dengan adanya pembangunan Bendungan Tinalah akan terjadi penurunan produksi padi lokal per tahun. Dengan direalisasikannya pembangunan Bendungan Tinalah, maka net present value dari kehilangan produksi padi di wilayah genangan selama 10 tahun juga perlu diperhitungkan. Produksi tanaman produksi lainnya juga perlu mendapat perhatian serta diperhitungkan agar masyarakat tidak merasa dirugikan, terutama di wilayah genangan.

2). Dengan proyek (with project)

(8)

manfaat pertanian dengan adanya proyek (with project) dengan nilai manfaat pertanian tanpa adanya proyek (without project). Dengan menunjukkan kepada masyarakat tentang manfaat bersih yang diterima setiap tahunnya mencapai hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan

net present value dari manfaat bersih pertanian selama 10 tahun, maka angka yang diperoleh dapat menunjukkan bahwa pembangunan Bendungan Tinalah memberikan manfaat positif bagi perekonomian lokal dan regional karena meningkatkan produksi pertanian di beberapa kabupaten penerima manfaat.

b. Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Pembangunan Bendungan Tinalah akan semakin mengaktifkan kegiatan pertanian di beberapa daerah (Kulon Progo dan sekitarnya) sehingga dapat berlangsung sepanjang tahun. Diperkirakan setelah Bendungan beroperasi, siklus tanam akan meningkat dari sekali hingga dua kali dalam setahun menjadi tiga kali dalam setahun, selain itu luas sawah yang dapat diairi pun bertambah. Dengan demikian tentu saja aktivitas pertanian pun akan meningkat, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak di bidang pertanian.

7.1.2.Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Sosial

a. Strategi Pembangunan Sosial (Sosiological Insight) Pendekatan : Public Decision Making Process

(9)

Pada saat ini kekuatan penyeimbang belum berfungsi karena lemahnya fungsi kontrol stakeholeders dalam setiap kegiatan pembangunan Bendungan yang dilaksanakan. Artinya belum dicapai suatu pemahaman bersama diantara stakeholders terhadap fungsi sumber daya alami yang terbatas dan terganggunya lingkungan sosial oleh kegiatan pembangunan Bendungan serta belum terjadinya kesepakatan kolektif diantara stakeholders terhadap program pengelolaannya. Untuk itu perlu dilakukan public decision making process, yaitu suatu proses pengambilan keputusan dalam penanganan dampak sosial dengan melibatkan para stakeholders (lihat Gambar 7.1)

Gambar 7.1

Hubungan Pra Sinergis Para Stakehoders

Public decision making process dilaksanakan dengan tujuan utama pengelolaan terhadap sumber daya alami khususnya lahan dapat terkelola dengan baik dan lingkungan sosial tidak terganggu oleh kegiatan pembangunan Bendungan. Untuk itu perlu dirumuskan suatu

Kegiatan Pembangunan Tidak Sesuai dengan Kondisi Sosial Ekonomi dan

Budaya

Kontrol Pemerintah Daerah Lemah

Partisipasi Masyaraka t Rendah Sumber Daya

(10)

Kesepakatan Kolektif

strategi pembangunan Bendungan Tinalah yang berbasis pada terbatasnya sumber daya alami dan budaya lokal secara berkelanjutan dengan melibatkan para stakeholders. Strategi pembangunan dapat dilaksanakan apabila para stakeholders dapat menjalankan status peran yang diembannya dalam sistem sosial (lihat Gambar 7.2.) yaitu :

a. Berfungsinya kontrol Pemerintah (Propinsi dan Kabupaten) terhadap kegiatan Pembangunan Bendungan Tinalah

b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan Bendungan Tinalah.

c. Terintegrasinya setiap rencana pembangunan Bendungan Tinalah oleh Pemerintah Pusat dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemda setempat dan kondisi sosial kultural masyarakat yang terkena dampak.

d. Terciptanya suatu kesepakatan kolektif diantara stakeholders

terhadap tujuan bersama yang akan dilaksanakan.

Gambar 7.2

Hubungan Sinergi Para Stakehoders

Status peran yang harus dijalankan oleh stakeholders merupakan fungsi adaptasi dari persyaratan fungsional yang perlu dilaksanakan diawal

K o n t r o l P e m e r i n t a h

D a e r a h B e r j a l a n

K e g i a t a n P e m b a n g u n a n T e r i n t e g r a s i d e n g a n K o n d i s i S o s i a l E k o n o m i

d a n B u d a y a

P a r t i s i p a s i M a s y a r a k a t

M e n i n g k a t T u ju a n B e r s a m a

P e m b a n g u n a n W a d u k J a t i g e d e Y a n g B e r b a s is S u m b e r D a y a A l a m i d a n

(11)

kegiatan strategi pembangunan. Pada strategi pembangunan selanjutnya harus memuat empat macam persyaratan fungsional Pola AGIL Talcot Parsons-Smelser. Pendekatan AGIL Parsons-Smelser digunakan karena strategi pembangunan Bendungan Tinalah yang dilaksanakan membutuhkan suatu pendekatan yang mampu menjembatani setiap permasalahan sosial baik makro maupun mikro.

Strategi pembangunan disusun untuk mengatasi permasalahan mendasar seputar kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah pada tahap perencanaan dan pra konstruksi (pembebasan lahan dan pemindahan penduduk) yang dilaksanakan, dan harus disusun berdasarkan pada hubungan sinergi diantara stakeholder yaitu institusi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten), dan Masyarakat baik yang terkena dampak maupun penerima manfaat agar tercipta kondisi equilibrium diantara ketiganya.

(12)

Tabel 7.1

Strategi Pembangunan Bendungan Tinalah

Berbasis Sumber Daya Alami dan Budaya Lokal Masing-Masing Struktur Institusional Dalam Public Decision Making Process

Struktur Institusional Persyaratan Fungsional

Pemerintah Daerah Pelaksana Proyek (SDA Air) Masyarakat

Adaptation a) Kebijakan pembangunan harus

memperhatikan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, lingkungan fisik, sistem budaya, dan organisme perilaku masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi sumber daya lahan yang terbatas d) Membuat kebijakan pembangunan

yang terintegrasi dengan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya setempat

a)Perencanaan bangunan (site plan) dan jenis kegiatan harus

memperhatikan lingkungan fisik, kondisi sumber daya lahan yang terbatas

a) Kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan yang terjadi dengan dibangunnya pembangunan Bendungan Tinalah, baik dari sistem budaya dan norma sosial yang dianut, lingkungan fisik, dan organisme perilaku masyarakat.

b) Kemampuan mencari

alternatif solusi dari setiap perubahan yang terajdi

Attainment orientasi pertumbuhan ekonomi dan PAD. Orientasi ini harus diselaraskan dengan tujuan fisik. Orientasi ini harus diselaraskan dengan tujuan c) Sistem budaya dan norma

yang berlaku terpelihara d) Ketiga tujuan diatas harus

(13)

Struktur Institusional Persyaratan Fungsional

Pemerintah Daerah Pelaksana Proyek (SDA Air) Masyarakat

Adaptation a) Kebijakan pembangunan harus

memperhatikan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, lingkungan fisik, sistem budaya, dan organisme perilaku masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi sumber daya lahan yang terbatas d) Membuat kebijakan pembangunan

yang terintegrasi dengan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya setempat

a)Perencanaan bangunan (site plan) dan jenis kegiatan harus

memperhatikan lingkungan fisik, kondisi sumber daya lahan yang terbatas

a) Kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan yang terjadi dengan dibangunnya pembangunan Bendungan Tinalah, baik dari sistem budaya dan norma sosial yang dianut, lingkungan fisik, dan organisme perilaku masyarakat.

b) Kemampuan mencari

alternatif solusi dari setiap perubahan yang terajdi

Pemerintah Daerah Pelaksana Proyek (SDA Air) Masyarakat

Integration a) Melakukan pengawasan terhadap

setiap kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah

b) Menjalin hubungan kerjasama sinergis dengan masyarakat dan pelaksana proyek dalam program pengelolaan lingkungan sosial

a) Melakukan pengawasan terhadap setiap beroperasinya kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah b) Menjalin kerjasama sinergis

dengan Pemda dan masyarakat yang terkena dampak dan

(14)

Struktur Institusional Persyaratan Fungsional

Pemerintah Daerah Pelaksana Proyek (SDA Air) Masyarakat

Adaptation a) Kebijakan pembangunan harus

memperhatikan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, lingkungan fisik, sistem budaya, dan organisme perilaku masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi sumber daya lahan yang terbatas d) Membuat kebijakan pembangunan

yang terintegrasi dengan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya setempat

a)Perencanaan bangunan (site plan) dan jenis kegiatan harus

memperhatikan lingkungan fisik, kondisi sumber daya lahan yang terbatas

a) Kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan yang terjadi dengan dibangunnya pembangunan Bendungan Tinalah, baik dari sistem budaya dan norma sosial yang dianut, lingkungan fisik, dan organisme perilaku masyarakat.

b) Kemampuan mencari

alternatif solusi dari setiap perubahan yang terajdi interaksi dan kerjasama antara Pemerintah, pelaksana proyek, dan masyarakat dalam jangka panjang

a) Senantiasa melakukan koordinasi dan kerjasama baik dengan Pemerintah Daerah maupun masyarakat agar keberadaan pembangunan Bendungan Tinalah dapat memberikan manfaat bagi lingkungan setempat

b) Ikut memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang mendukung dan memperkuat interaksi dan pola kerjasama antara Pemerintah,

(15)

Struktur Institusional Persyaratan Fungsional

Pemerintah Daerah Pelaksana Proyek (SDA Air) Masyarakat

Adaptation a) Kebijakan pembangunan harus

memperhatikan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, lingkungan fisik, sistem budaya, dan organisme perilaku masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi sumber daya lahan yang terbatas d) Membuat kebijakan pembangunan

yang terintegrasi dengan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya setempat

a)Perencanaan bangunan (site plan) dan jenis kegiatan harus

memperhatikan lingkungan fisik, kondisi sumber daya lahan yang terbatas

a) Kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan yang terjadi dengan dibangunnya pembangunan Bendungan Tinalah, baik dari sistem budaya dan norma sosial yang dianut, lingkungan fisik, dan organisme perilaku masyarakat.

b) Kemampuan mencari

(16)

7.2. REKOMENDASI

Pada uraian diatas sudah dikemukakan strategi pembangunan Bendungan Tinalah yang berbasis pada sumber daya alami dan budaya lokal sebagai pendekatan dari public decision making process. Strategi tersebut perlu diimpelemtasikan dalam bentuk program kegiatan. Program yang disarankan harus menjembatani penanganan permasalahan perencanaan pembangunan yang tidak terintegrasi dan pengelolaan dampak sosial pembangunan Bendungan Tinalah.

Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan program yaitu Pemerintah Daerah (Propinsi/ Kabupaten), Pelaksana Proyek, dan masyarakat baik yang terkena dampak maupun penerima manfaat dan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan di desa seperti BPD, kelompok tani, KSM, Karang Taruna, dan PKK, maupun LSM setempat baik yang pro maupun kontra. Ketiga unsur ini membentuk suatu forum yang digunakan sebagai media komunikasi guna membahas setiap perencanaan pembangunan Bendungan Tinalah yang akan dilaksanakan dan alternatif solusi pengelolaan lingkungan sosial (lihat Gambar 7.3).

Pelaksana Proyek

Masyarakat terkena dampak

dan penerima manfaat, dan

lembaga kemasyarakatan Forum

Pembangunan Bendungan Tinalah dan Pengelolaan

Lingkungan Sosial

Pemerintah Daerah (Propinsi/Kab/Kec./

Desa)

Kemitraan Partisipatif

(17)

Gambar 7.3.

Pembentukan Forum Pembangunan Bendungan Tinalah dan Pengelolaan Lingkungan Sosial

Media tersebut dibentuk untuk membahas berbagai persoalan seputar pembangunan Bendungan Tinalah dan pengelolaan dampak negatifnya. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan Social invention yang disusun berupa tahapan program berdasarkan suatu proses yang terintegrasi mulai dari perencanaan sampai pemantauan agar permasalahan yang dihadapi baik oleh pihak pemerintah daerah, pelaksana proyek dan masyarakat bisa teratasi secara berkelanjutan (suistainable).

Agar Forum bisa berjalan dan dapat dilaksanakan oleh para stakeholders

membutuhkan sejumlah prasyarat yaitu :

a) Proses penyusunan program dilaksanakan secara musyawarah dengan melibatkan stakeholders secara sinergi. Sinergi berarti : pertama, adanya kreatifitas sehingga memiliki kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru; Kedua, kegiatan yang dilaksanakan memiliki perspektif jangka panjang (long term) sehingga bisa berkelanjutan (sustainable); Ketiga, stakeholders dalam berinteraksi harus mampu mendefinisikan sesuatu/situasi (defining the situation), dimana dalam mendefinisikan sesuatu sangat tergantung pada kemampuan sendiri sampai stakeholders bisa mendefinisikan apa yang menjadi perannya. b) Penciptaan hubungan yang sinergi ditingkat implementasi dilakukan

dengan menjadikan permasalahan dampak sosial pembangunan Bendungan Tinalah menjadi isu bersama oleh ketiga unsur pelaku pembangunan tersebut. Jadi masing-masing unsur harus memahami secara komprehensif setiap permasalahan dampak sosial pembangunan Bendungan Tinalah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya dan memahami tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh pihak lainnya. Dengan kata lain harus terjadi

perubahan norma diantara para stakeholders.

(18)

sosial (lingkungan) di wilayah masing-masing. Secara sistematis langkah-langkah mengadakan perubahan adalah sebagai berikut :

1. Mengakui perlunya perubahan diantara para stakeholders;

2. Menciptakan suasana merasa perlunya perubahan berupa tekanan adanya kebutuhan perubahan dari stakeholders;

3. Memutuskan apa yang diubah; dilakukan dengan studi diagnosa 4. Menyiapkan kondisi untuk memperkenalkan perubahan.

Gambar 7.4 : Langkah-Langkah Mengadakan Perubahan

7.2.1. Proses Penyusunan Kebijakan Pembangunan Sosial Tingkat Propinsi Dan Kabupaten

(19)

tersebut dibahas oleh Forum PWTPLS dengan prinsip-prinsip musyawarah dan kemitraan sehingga tercipta suatu sinergi, kemudian PERDA tersebut diusulkan kepada DPRD dan dilakukan pembahasan secara komprehensif dengan melibatkan Stakeholders. Materi kebijakan pembangunan sosial memuat pembahasan mengenai:

1. Site Plan Pembangunan Bendungan Tinalah hendaknya terintegrasi dengan Lingkungan dan Budaya Lokal

2. Aktifitas Pembangunan Bendungan Tinalah Berorientasi pada Kesejahteraan Masyarakat (Kondisi Sosial Ekonomi, Nilai dan Norma Masyarakat)

3. Ketersediaan Lahan, Sumber Air dan Sarana dan Prasarana Bagi Masyarakat

PERDA tersebut merupakan kekuatan hukum yang bersifat mengikat bagi

stakeholders dalam menyusun berbagai program maupun kegiatan pengelolaan lingkungan sosial terutama di lingkungan pedesaan, sehingga setiap pihak tidak ada yang dirugikan karena telah memberi berbagai usulan maupun ketentuan pada kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan. Secara lebih lengkap proses penyusunan PERDA Bidang Pengairan dapat dilihat pada Gambar 7.5. dan Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial dapat dilihat pada Gambar 7.6.

PERDA Kebijakan Pembangunan

Sosial Bidang Pengairan

dan Permukiman Kabupaten

DPRD (Pembahasa n)

Forum PWTPLS

Masyarakat (Penduduk Wilayah Genangan/Pemindahan

Penduduk)

Pelaksan a Proyek

(20)

Gambar 7.5

Proses Penyusunan Peraturan Daerah Kebijakan Pembangunan Sosial bidang Pengairan

Gambar 7.6

Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial Bidang Pengairan

Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial

(21)

Hasil analisis yang telah dilaksanakan terhadap kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah menunjukan kegiatan tersebut dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan sosial yang akhirnya juga mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur sosial dan terganggunya hubungan sosial. Gambaran dampak negatif yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 7.7.

Sumber dampak utama terjadinya berbagai dampak negatif diatas dapat disebabkan oleh pembangunan Bendungan Tinalah yang dicanangkan oleh pihak proyek tidak terintegrasi dengan kondisi lingkungan disekitarnya maupun dengan kebijakan Pemda. Kondisi tersebut telah menimbulkan ketidakseimbangan dalam sistem sosial, menurut gerakan dalam AGIL Talcot Parsons ketidakseimbangan terjadi karena adanya ketegangan diantara status peran organisme perilaku dalam sistem sosial terhadap keadaan yang diinginkan dari suatu sistem sosial. Organisme perilaku disini adalah para pelaku pembangunan (stakeholders) yaitu Pemerintah Propinsi/Kabupaten, pihak proyek dan masyarakat.

Ketegangan terjadi karena masing-masing stakeholders memiliki tujuan masing-masing dalam menempatkan posisinya (status-role) di dalam kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah. yaitu :

1. Pihak proyek sebagai pelaksana kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah biasanya masih berorientasi pada target penyelesaian fisik, namun kurang memperhatikan kebutuhan dasar (basic needs) dan kebutuhan sosial (social needs) masyarakat khususnya para petani.

DAMPAK PRIMER

(22)

2. Pemerintah Daerah dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan kebijakan pembangunan Bendungan Tinalah dengan tujuan untuk meningkatkan PDRB setempat yang diharapkan akan meningkatkan produksi pertanian, perikanan, dan ketersediaan air baku bagi wilayah penerima manfaat. Namun dalam mekanisme pelaksanaannya Pemda belum menetapkan kebijakan pembangunan Bendungan yang ramah lingkungan sehingga dapat menimbulkan dampak sosial terhadap kehidupan para petani setempat.

3. Aspek Kondisi Masyarakat :

 Masyarakat belum dilibatkan secara maksimal dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan Tinalah oleh Pemda setempat dan pihak proyek baik mulai dari awal rencana sampai pelaksanaan kegiatan pembebasan lahan.

 Selain itu pelibatan masyarakat terhadap penyusunan program pengelolaan lingkungan khususnya lingkungan sosial masih lemah; dengan prinsip partisipasi seharusnya masyarakat dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan monitoring program.

 Dengan dilibatkannya masyarakat mulai dari proses perencanaan, maka masyarakat bisa memahami secara jelas hakekat dari tujuan dilaksanakannya rencana penambangan pembangunan Bendungan Tinalah di wilayahnya.

Ketegangan yang terjadi menuntut terjadinya penyesuaian (adaptation) dari masing masing stakeholders ke arah pencapaian tujuan bersama (goal attainment) agar dampak negatif yang terjadi dapat diminimalkan. Tujuan bersama disini adalah menjadikan dampak negatif yang terjadi menjadi isu bersama. Jadi menuntut terciptanya suatu solidaritas minimal diantara para stakeholders agar sistem sosial dapat bergerak sebagai suatu kesatuan menuju tercapainya tujuan bersama tersebut. Namun pada prosesnya menurut Parsons akan terjadi gangguan pada solidaritas emosional pada masing-masing stakeholders, jadi tahap pencapaian tujuan harus diikuti oleh tekanan kearah integrasi dimana solidaritas

(23)
(24)

Gambar 7.7

Dampak Negatif Pembangunan Bendungan Tinalah

(25)

permasalahan tersebut, prioritas masalah yang berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan Tinalah adalah :

1. Kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah tidak sesuai degan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat serta dengan kebijakan Pemda setempat.

2. Kontrol Pemerintah Daerah terhadap rencana pembangunan rendah 3. Partisipasi masyarakat rendah dalam setiap rencana pembangunan

Bendungan Tinalah yang dilaksanakan.

Sedangkan prioritas dampak sosial pembangunan Bendungan Tinalah adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya lahan pertanian 2. Sumber air bersih terbatas 3. Pendapatan masyarakat rendah

4. Hubungan sosial terganggu sehingga terjadi konflik sosial baik vertikal maupun horisontal.

Sebab-sebab pokok terjadinya permasalahan diatas adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya perhatian terhadap sumber daya alam yang terbatas 2. Kurangnya pengembangan sumber daya manusia

3. Kurangnya lapangan kerja

4. Adanya struktur masyarakat yang menghambat

(26)

Tabel 7.2. Program pembangunan sosial

No Tujuan Program Sasaran Kegiatan

1. Terintegrasinya

a) Proyek melakukan program sosialisasi kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah secara transparan kepada masyarakat yang akan terkena dampak dengan berkoordinasi dengan aparat desa/RT/RW setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan LSM setempat.

b) Melakukan analisis kondisi sosial budaya masyarakat yang terkena dampak bersama-sama dengan masyarakat agar diperoleh gambaran mengenai perkembangan sosial budaya yang sedang berlangsung beserta latar belakang permasalahannya.

c) Menggali kebutuhan dan keinginan masyarakat mengenai rencana pembangunan Bendungan Tinalah yang seharusnya dirancang.

d) Melakukan musyawarah dengan masyarakat mengenai site plan pembangunan Bendungan Tinalah yang akan dibangun dan menampung masukan dari masyarakat

2. Meningkatnya Tinalah di Propinsi dan Kabupaten Kulon Progo

a) Melakukan analisis terhadap berbagai permasalahan sosial yang terjadi seputar kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah sebagai bahan masukan bagi kebijakan pembangunan sosial

b) Melakukan koordinasi dan pembahasan dengan pelaksana proyek seputar permasalahan sosial pada kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah

c) Melakukan analisis kebijakan sosial yang sudah dilaksanakan pada kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah di lingkungan Pemda DIY dan Kabupaten Kulon Progo d) Meminta berbagai masukan dari kecamatan dan desa-desa di Kabupaten Kulon Progo

seputar permasalahan sosial pada kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah

e) Menampung berbagai aspirasi masyarakat melalui media sosialisasi yang dilaksanakan oleh pelaksana proyek

f) Mendukung dan merintis pembentukan Forum Pembangunan Bendungan Tinalah dan Pengelolaan Lingkungan Sosial bersama-sama dengan masyarakat dan pelaksana proyek

3. Meningkatnya

Masyarakat yang terkena dampak memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap setiap perencanaan pembangunan (self mobilization) yang dilaksanakan oleh Pemda DIY dan Kabupaten Kulon Progo sebagai bentuk partisipasi masyarakat yang tertinggi. Untuk itu diupayakan penyusunan penguatan kelembagaan (self organizing) masyarakat. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan guna menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan Bendungan Tinalah adalah sebagai berikut :

(27)

No Tujuan Program Sasaran Kegiatan

membentuk kelompok/kelembagaan untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan permasalahan dampak sosial pembangunan Bendungan Tinalah

b) Guna menumbuhkan partisipasi interaktif, masyarakat (dengan kelompok/lembaga yang sudah terbentuk di Kec/desa berpartisipasi dalam analisis lingkungan bersama yang dilaksanakan bersama-sama dengan Pemda DIY dan Kabupaten Kulon Progo dan sekaligus terlibat pada penyusunan perencanaan penanganan dampak sosial yang terjadi. Kelompok-kelompok masyarakat yang sudah terbentuk mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.

(28)

7.2.2.Rekayasa Sosial Pembangunan Bendungan

Dalam pembangunan Bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial. Hal ini dapat dilihat pada rencana pembangunan Bendungan Tinalah di Kabupaten Kulon Progo. Pada saat ini semakin nampak nyata dan menggejala adanya reaksi bahkan penolakan oleh masyarakat, sejalan dengan terjadinya perubahan dinamika sosial. Masyarakat yang terkena dampak pembangunan Bendungan semakin berani dalam mengepresikan sikapnya terhadap lingkungan hidupnya terhadap pembangunan dan terhadap kehidupan sosial budaya ekonominya. Jika dampak sosial ini diabaikan, akibatnya dapat kita rasakan bersama, betapa besar kerugian yang harus ditanggung karena beberapa proyek besar mengalami hambatan, tertunda-tundanya waktu pelaksanaan, bahkan ada yang terpaksa harus dibatalkan, sedangkan persiapan fisik dan teknis teknologis telah secara matang telah dilakukan. Belum lagi munculnya beban social cost yang harus ditanggung, munculnya potensi benih-benih konflik sosial baik vertikal maupun horizontal, serta gejala-gejala ke arah disintegrasi bangsa yang harus diwaspadai.

Berbagai Bendungan yang telah diresmikan atau akan dibangun ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan yang belum terselesaikan secara tuntas. Beberapa permasalahan muncul karena tujuan antara Pemerintah dengan berbagai pihak atau masyarakat masih belum terjadi secara sinergi karena masing-masing pihak memiliki perbedaan kepentingan dalam perencanaan dan pemanfaatan pembangunan Bendungan. Selain itu penanganan pembangunan Bendungan oleh pemerintah pada masa lalu, menjadikan permasalahan menjadi semakin kompleks.

(29)

itu, sebuah pedoman yang dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan dan pemecahan masalah sosial yang timbul akibat kegiatan pembangunan Bendungan perlu disusun dalam bentuk suatu rekayasa sosial.

Pembangunan Bendungan termasuk usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, karena pembangunan Bendungan merupakan kegiatan yang mengubah bentuk lahan atau bentang alam, eksploitasi sumber daya air, proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya, pelaksanaan konservasi sumber daya air, penerapan teknologi yang berpotensi mempengaruhi lingkungan hidup (PP Nomor 51 Tahun 1993 Pasal 2).

Pembangunan Bendungan yang berkelanjutan mensyaratkan dimasukkannya aspek lingkungan ke dalam kegiatan penyelenggaraan pembangunan. Jadi tidak hanya didasarkan atas pertimbangan teknis dan ekonomis tapi tidak kalah pentingnya aspek lingkungan, dimana pengertian lingkungan termasuk aspek sosial dan budaya. (Permen PU No.69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis Amdal Proyek Bidang Pekerjaan Umum).

Keunggulan Rekayasa sosial pembangunan Bendungan

1. Membantu pengambilan keputusan pemilihan alternatif yang layak dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.

2. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial.

3. Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat pemanfaatan dan penghindaran dampak.

Kelemahan Rekayasa sosial pembangunan Bendungan

1. Membutuhkan komitmen yang kuat dari pemangku kepentingan, terutama berkaitan dengan sifat proyek yang menginginkan penyelesaian cepat. Dengan menggunakan rekayasa sosial membutuhkan waktu lebih lama.

2. Membutuhkan peran kuat masyarakat dan berkesinambungan.

7.2.2.1.Prinsip-prinsip Pendekatan Rekayasa Sosial dalam Pembangunan Bendungan

(30)

a. Pendekatan Rekayasa Sosial Berbasis Masyarakat

Pelaksanaan pembangunan Bendungan harus dilakukan secara partisipatif, dialogis dan memperhatikan aspirasi masyarakat dengan menempatkan masyarakat baik secara perseorangan maupun kelompok sebagai subyek, penentu, dan pelaku utama dalam pembangunan. Untuk itu seluruh pengambilan keputusan dan rencana tindak didasarkan atas kehendak dan kesepakatan kelompok.

Pendekatan rekayasa sosial berbasis masyarakat menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Dari Aspirasi Masyarakat

Pendekatan ini mendasarkan pada kebutuhan, gagasan dan keinginan masyarakat, dimusyawarahkan dan mengakomodasikan suara yang paling rasional serta dapat diterima olehnya;

2) Dari Kepentingan Masyarakat

Pendekatan ini mengutamakan pemenuhan kebutuhan bersama diatas kepentingan lainnya, sehingga memberi manfaat kepada masyarakat; 3) Dari Kemampuan Masyarakat

Pendekatan ini mempertimbangkan tingkat kemampuan masyarakat sebagai basis dalam merencanakan target sasaran, cara, dan besaran pembiayaan pembangunan;

4) Dari kerjasama masyarakat bersama

Pendekatan ini mempertimbangkan kebutuhan untuk dan atas nama kelompok masyarakat, sehingga mampu mewujudkan kerjasama yang kuat dan mengakar di masyarakat.

b. Pendekatan Rekayasa Sosial Berbasis Sosial, Budaya, dan Ekonomi Masyarakat

Pelaksanaan pembangunan Bendungan harus mempertimbangkan aspek sosial budaya, ekonomi masyarakat secara terpadu dan sinergis sehingga dapat dicapai hasil yang lebih optimal.

Pendekatan berbasis kemitraan antar pemangku kepentingan

(31)

atau Propinsi sesuai dengan kewenangannya atau dapat juga dengan pihak lain, yang diatur secara transparan dan bertanggung jawab melalui kesepakatan tertulis.

Kerangka dasar rekayasa sosial pembangunan Bendungan

Rekayasa sosial pembangunan Bendungan merupakan serangkaian kegiatan untuk mengubah berbagai pandangan dari pemangku kepentingan (stakeholders) secara terencana. Rekayasa sosial dalam pembangunan Bendungan dilaksanakan pada masa sebelum konstruksi (pra-konstruksi), pada saat konstruksi dilaksanakan (selama konstruksi), pada saat sesudah konstruksi (Pasca-konstruksi) yang merupakan proses yang holistik dalam pembangunan infrastruktur.

(32)

Bagan alir rekayasa sosial pembangunan Bendungan

(33)
(34)

Dengan dilakukannya perubahan sosial secara terencana maka diharapkan masyarakat atau pihak lain yang terkait akan mempunyai rasa memiliki dan tumbuh rasa bertanggung jawab terhadap asset Bendungan, sehingga keberlanjutan asset Bendungan dapat terwujud.

7.2.3. Formulasi Pemetaan Sosial

Tabel 7.3. Matriks Hubungan Antar Lembaga Dalam Rekayasa Sosial

No Para

Pemangku Kepentinga

n

Rekayasa Sosial Pemetaa

n Sosial Sosialisasi Inventarisasi Aset

Musyawara

h/Rembug PerencanaanSosial Konsultasi Publik Pemberdayaan Masyarakat

1. Masyarakat O O O V V O V

2. Pelaksana Pembanguna n

V V V 0 V V V

3. LSM * * * * * * *

4. Perguruan

Tinggi * * * * * * *

5. Pemerhati * * * * * * *

6. Pemda/DPRD O O O O O O O

Keterangan :

V : Bertanggung-jawab O : Berperan Aktif

* : Berperan Aktif dan Mendukung

(35)

7.2.4. Pembiayaan Rekayasa Sosial

(36)

Pembiayaan rekayasa sosial dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, baik secara langsung ataupun melalui Institusi tertentu atau badan hukum tertentu yang dibentuk dengan peraturan perundangan.

Pola pembiayaan dengan badan hukum tertentu dapat memanfaatkan potensi BUMN, BUMD, Koperasi, dan Badan Usaha Swasta yang ada di Daerah atau Nasional.

Jika pembiayaan dilakukan oleh pihak ketiga, dalam hal ini dengan badan hukum tertentu, maka Pemerintah berperan pada fungsi regulasi dalam penyiapan kriteria, standar, norma, dan pedoman penyelenggaraan, sedangkan Pemerintah Daerah yang melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian.

2. Sumber pembiayaan penyelenggaraan

Sumberdana untuk rekayasa sosial yang dilaksanakan oleh Gubernur dan perangkat Pusat, atau Pemerintah Daerah dalam azas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah dari APBN. Sesuai dengan struktur APBN, maka sumberdana yang dapat dialokasikan untuk penyelenggaraan rekayasa sosial adalah bersumber pada Pos Pengeluaran Pembangunan.

Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, Dana perimbangan dan komponennya (Dana Bagi Hasil, DAU, dan DAK) adalah dana yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan dalam rangka Desentralisasi, sehingga penggunaan dana tersebut sepenuhnya ditetapkan Daerah sesuai dengan kebutuhannya, termasuk dalam hal rekayasa sosial.

Selain Dana Alokasi Umum, ada juga sumber pembiayaan rekayasa social lain yaitu melalui Dana Alokasi Khusus, dimana alokasi dalam APBN dalam jumlah terbatas dan untuk pembiayaan kegiatan yang merupakan kebutuhan khusus sesuai usulan Daerah. Karena sifatnya, maka dalam pengusulan kegiatan yang dapat dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus, usulan Daerah harus disesuaikan dengan pedoman dan kebijakan yang ditetapkan oleh Departemen teknis terkait.

3.Perhitungan pembiayaan rekayasa sosial

Komponen Rekayasa Sosial yang perlu dibiayai terdiri dari kegiatan sebagai berikut :

1) Rekayasa Sosial Pra-Konstruksi :

(37)

Pemetaan sosial merupakan salah satu cara untuk memperoleh informasi secara akurat, lengkap dan mempertimbangkan perspektif masyarakat.

Social mapping (pemetaan sosial) selain dilakukan untuk menemukenali potensi sumber daya dan modal sosial komuniti, juga dapat dilakukan untuk mengenal stakeholder dalam kaitannya dengan keberadaan dan aktivitas pelaku Community Development, tidak hanya yang berpotensi untuk diajak bekerjasama tetapi juga yang berpotensi untuk menghambat pelaksanaan program ke depan. Melalui social mapping ini pula dapat teridentifikasi kebutuhan dan akar permasalahan yang dirasakan komuniti dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selanjutnya, hasil dari social mapping inilah yang digunakan sebagai bahan perencanaan program

Community Development yang lebih komprehensif.

Pada dasarnya setiap pelaku (individu/kelompok) memiliki cara pandang yang berbeda terhadap suatu hal yang terdapat dalam lingkungan sosialnya yang didasari oleh faktor-faktor psiko-histori dan motif kepentingan yang berada dalam dirinya. Faktor ini akanmempengaruhi pelaku tersebut dalam menginterpretasikan situasi terakhir hingga proses perumusan tindakan (Berkhofer, 1971).

Dari pemahaman di atas, aktor dalam Community Development benar-benar jeli dalam melakukan pemetaan sosial khususnya pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar, agar tidak disusupi oleh oknum-oknum yang berkepentingan, terutama dalam pemilihan tokoh utama masyarakat, ini disebabkan begitu urgentnya tokoh tersebut untuk membantu pembangunan komunitas sekitar. Masing-masing pihak memiliki interpretasi terhadap suatu hal berdasarkan kepentingan mereka sendiri. Pola pengkotakan sosial berdasarkan kepentingan, pengalaman sejarah masing-masing pihak terkait; Dengan memahami siapa-siapa saja yang merupakan pihak-pihak terkait dalam lingkup kegiatan sekitar pembangunan Bendungan, merupakan dasar bagi penyusunan progam

Community Development dan Pengelolaan Konflik.

(38)

dan menilai kepentingan mereka dalam sistem tersebut. Perlunya analisis pihak-pihak berkepentingan (stakeholders) untuk:

 Mengenali pihak-pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya ekonomi setempat

 Menggolongkan pihak-pihak utama terkait (formal dan informal) berdasarkan kepentingan mereka, kondisi ekonomi, kiat-kiat dan dinamika kegiatan mereka saat ini

 Mengikuti dinamika regulasi/aturan main diantara pihak-pihak terkait dalam rangka pemanfaatan sumberdaya ekonomi lokal

 Menganalisa perbedaan interpretasi masing-masing pihak terkait mengenai pemanfaatan sumberdaya ekonomi local

 Menganalisis jaringan sosial diantara para stakeholders dalam memanfaatan sumberdaya yang ada

b. Sosialisasi, baik di tingkat Pusat, Kabupaten/Kota dan Masyarakat Lokal; Sosialisasi pembangunan bendungan atau Bendungan dilaksanakan agar masyarakat mengetahui sejauh mana kesiapan serta tahapan pembangunan bendungan yang akan dikerjakan. Disamping itu agar masyarakat mengetahui tujuan dan manfaat yang akan diperoleh dengan adanya pembangunan bendungan atau Bendungan tersebut, yang semuanya tentunya bermuara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sosialisasi ini juga disampaikan secara transparan dengan melibatkan para pakar Perguruan Tinggi tentang dampak positif maupun negatif dari pembangunan bendungan atau Bendungan yang dimaksud. Berbagai tahapan penting dalam pembangunan bendungan atau Bendungan seperti resettlement penduduk lokasi genangan pembangunan bendungan atau Bendungan, kemudian pembebasan lahan milik masyarakat dan beberapa hal penting lainnya perlu disampaikan dalam sosialisasi ini. Inti dari sosialisasi ditekankan demi untuk kesuksesan pembangunan bendungan atau Bendungan dan mengharapkan masyarakat dapat bersatu padu mendukung pemerintah untuk mewujudkan kesuksesan pembangunan disegala bidang.

c. Inventarisasi Asset Masyarakat;

(39)

yang dimaksud inventarisasi potensi yang ada baik berupa : potensi sumber daya manusia, potensi sumber daya alam, dan potensi sosial budaya masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan inventarisasi asset masyarakat juga perlu dilakukan klarifikasi terhadap status kepemilikannya apakah asset tersebut merupakan hak milik pribadi (privat) atau aseet tersebut merupakan hak milik negara (publik). Inventarisasi asset masyarakat penting karena berkaitan erat dengan pembebasan dan penggantian tanah yang akan digusur, keberlangsungan masyarakat di daerah yang dijadikan relokasi, serta aktivitas lainnya terkait dengan pembangunan bendungan atau Bendungan tersebut.

d. Musyawarah Masyarakat;

Pelaksanaan pembangunan untuk kepetingan umum, termasuk di dalamnya kepentingan pembangunan bendungan atau Bendungan dilakukan melalui musyawarah. Dalam Pasal 1 angka 5 Keppres nomor 55 Tahun 1993 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang di dasarkan atas kesukarelaan, sebagai contoh : musyarawah untuk pembebasan tanah atau lahan dilakukan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.

(40)

benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan untuk mengadakan musyawarah.

Materi pokok yang dimusyawarahkan adalah menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian atas tanah yang telah ditetapkan batas-batasnya itu. Panitia memberikan penjelasan kepada kedua belah pihak sebagai bahan musyawarah untuk mufakat terutama mengenai ganti kerugian.

e. Forum Dialog Pemangku Kepentingan;

Media komunikasi yang dapat dipergunakan untuk mempertemukan kepentingan pelaksana pembangunan bendungan atau Bendungan dengan masyarakat, forum ini juga dapat dipergunakan sebagai menyalurkan aspirasi baik masyarakat maupun perencanaan pembangunan, sehingga dengan adanya forum dialog pemangku kepentingan ini diharapkan kesalahpahaman yang terjadi dapat di atasi bahkan sebagai upaya untuk menghindari adanya kesalahpaman proyek pembangunan termasuk pembangunan bendungan atau Bendungan.

f. Rencana Pembangunan Sosial;

Rencana pembangunan yang dilakukan hendaknya mengarah pada pembangunan sosial. Pembangunan sosial merupakan prasyarat dan indikator kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial juga merupakan investasi sosial yang perlu dalam proses pembangunan manusia. Pandangan ini selaras dengan konsepsi mengenai pembangunan yang mengedepankan prinsip keadilan sosial. Pembangunan sosial adalah strategi yang bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna. Pembangunan sosial lebih berorientasi pada prinsip keadilan sosial ketimbang pertumbuhan ekonomi semata.

Secara sempit, pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai pembangunan kesejahteraan sosial. Ia berorientasi pada peningkatan keberfungsian sosial (social functioning) kelompok-kelompok tidak beruntung (disadvantage groups) yang meliputi fakir miskin, keluarga rentan, wanita rawan sosial ekonomi, dan komunitas adat lokal.

g. Konsultasi Publik.

(41)

rumusan dalam menyusun dasar pijakan dan arah kebijakan pemerintah, dan para pihak. Sehingga publik mempunyai rasa memiliki ( self-belonging), bertanggungjawab, kemudahan akses serta dapat ikut memanfaatkan hasil dari pembangunan tersebut.

Konsultasi publik merupakan sebuah proses menuju pembangunan secara partisipatif. Dalam konsultasi publik, semua pihak dan khususnya unsur masyarakat di dalam kawasan proyek, bisa mengenali rencana program dan memberikan masukan agar rencana program menjadi kebutuhan bersama.

Konsultasi publik merupakan mekanisme peran serta yang memadukan aspirasi dari bawah (bottom up) dan dari atas (top down). Konsultasi publik merupakan suatu cara dimana berbagai kelompok sosial ekonomi dalam suatu sektor atau daerah diberdayakan dan dapat mengembangkan kemampuannya untuk memainkan peran yang dinamis dalam mengembangkan wilayah mereka. Peran serta yang dimaksud di sini adalah bahwa masyarakat dapat mempengaruhi perumusan kebijaksanaan dan mengawasi alternatif desain, pengelolaan, pemantauan dan intervensi pembangunan di dalam lingkungan mereka.

Konsultasi publik juga merupakan sebuah proses awal dalam mewujudkan pembangunan yang transparan. Dalam konsultasi publik, semua pihak, khususnya pemerintah dan pihak swasta secara terbuka menyampaikan kepentingannya dan perannya sehingga sejak awal perencanaan semua pihak mengetahui dan mengawasi skema kelembagaan, pelaksanaan dan anggaran pembangunan bendungan atau Bendungan.

Konsultasi publik juga sebagai proses pembangunan yang akuntabel dalam artian hal tersebut merupakan kegiatan untuk mempertanggungjawabkan proyek secara politis dan sosial. Secara politis maksudnya konsultasi publik merupakan media bagi semua pihak untuk mengambil keputusan dan suara dalam konsultasi publik untuk melahirkan kredibilitas dari proyek itu di mata masyarakat luas. Secara sosial, konsultasi publik merupakan media untuk menghargai masyarakat lokal sebagai tuan rumah di wilayahnya.

(42)

a Koordinasi antar Pemangku Kepentingan;

Koordinasi yang dilakukan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan bendungan (Bendungan). Koordinasi dilakukan menyeluruh dalam artian ada koordinasi yang sinergis antara pemangku kepentingan utama yang terdiri dari pelaksana pembangunan bendungan atau Bendungan dan masyarakat, kemudian pemangku kepentingan pendukung yang terdiri dari : aparat desa/kecamatan, LSM, Perguruan Tinggi, swasta/Badan Usaha, serta pemangku kebijakan mulai dari pemerintah pusat, DPR, Pemerintah Daerah dan DPRD. Koordinasi yang sinergis antar pemangku kepentingan dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan hubungan kelembagaan sesuai dengan peran masing-masing pemangku kepentingan. Koordinasi antar pemangku kepentingan ini penting pada masa konstruksi, karena dengan adanya koordinasi yang sinergis dan berkesinambungan dapat menyamakan persepsi dari para pemangku kepentingan yang terlibat.

b Pemberdayaan Masyarakat;

Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipiil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.

Oleh karena itu yang terpenting dalam program pemberdayaan masyarakat ini adalah pembangunan masyarakat seluruhnya dan pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan tidak hanya pertumbuhan total, tetapi mencakup sasaran yang lebih luas, yaitu “peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata”. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan diharapkan akan dapat menciptakan struktur ekonomi yang seimbang, hal tersebut sangat diperlukan untuk berlangsungnya pembangunan berkelanjutan. Dalam hubungan ini peningkatan partisipasi masyarakat di suatu daerah merupakan prioritas utama dalam rangka peningkatan kemandirian.

(43)

dapat mewujudkan peningkatan kesejahteraan yang mengarah upaya kemandirian usaha.

c Pendampingan dan Fasilitasi;

Pendampingan yang dilakukan dalam pelaksanaan masa konstruksi diharapkan agar kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat berkesinambungan dan dapat mewujudkan target sesuai yang diinginkan para pemangku kepentingan. Dalam pelaksanaan pendampingan perlu difasilitasi dengan berbagai macam kebutuhan untuk kelancaran kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan sehingga program pemberdayaan yang dilakukan tidak sia-sia dan dapat terwujud dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan usaha kemandiriannya.

3) Rekayasa Sosial Pasca-Konstruksi :

a Koordinasi antar Pemangku Kepentingan;

Seperti dalam masa konstruksi, pada masa pasca konstruksipun koordinasi antar pemangku kepentingan selalu harus dijaga, agar kegiatan yang dilakukan tidak kehilangan arah dan tujuan. Koordinasi antar pemangku kepentingan dalam masa pasca konstruksi dalam rangka melaksanakan evaluasi dan monitoring akan kegiatan pemberdayaan, sehingga jika ada kekuarangan dapat segera diatasi dan diselesaikan. Hal ini tentunya sebagai upaya untuk menghindari konflik yang akan terjadi dan masuknya oknum-oknum yang akan menghambatan pembangunan.

b Pemberdayaan Masyarakat;

Pemberdayaan masyarakat masa pasca konstruksi seperti halnya pada masa konstruksi ditujukan pula pada usaha masyarakat yang lebih mandiri lagi, di samping itu juga agar masyarakat dapat menggali potensi mereka sendiri dan akhirnya dapat menemukenali hal-hal yang dapat memberikan kesejahteraan bagi mereka dan selanjutnya dapat berusaha sendiri tanpa mengharap bantuan dari orang dalam rangka mewujudkan pengembangan usaha yang telah dirintisnya.

c. Pendampingan dan Fasilitasi.

(44)

dioptimalkan dan semakin dapat mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu kelangsungan pendampingan dalam masa pasca konstruksi perlu selalu dijaga sampai pada tahapan masyarakat tersebut dapat betul-betul mandiri. Fasilitasi pada masa pasca konstruksi juga tetap dijaga eksistensinya agar pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dapat dilihat hasilnya.

(45)

Tabel 7.5. Rekayasa Sosial pada Pembangunan Bendungan Tinalah

No Tahapan Program Uraian

1. Rekayasa Sosial Masa Pra

Konstruksi Pemetaan Sosial;

Social mapping (pemetaan sosial) selain dilakukan untuk menemukenali potensi sumber daya dan modal sosial komuniti, juga dapat dilakukan untuk mengenal stakeholder dalam kaitannya dengan keberadaan dan aktivitas pelaku Community Development

Sosialisasi Sosialisasi pembangunan bendungan atau Bendungan

dilaksanakan agar masyarakat mengetahui sejauh mana kesiapan serta tahapan pembangunan bendungan yang akan dikerjakan. Disamping itu agar masyarakat mengetahui tujuan dan manfaat yang akan diperoleh dengan adanya pembangunan bendungan atau Bendungan tersebut, yang semuanya tentunya bermuara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Inventarisasi Asset Masyarakat Melakukan inventarisasi terhadap asset yang dimiliki oleh

masyarakat sekitar pembangunan bendungan atau Bendungan. Inventarisasi asset yang dimaksud inventarisasi potensi yang ada baik berupa : potensi sumber daya manusia, potensi sumber daya alam, dan potensi sosial budaya masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan inventarisasi asset masyarakat juga perlu dilakukan klarifikasi terhadap status kepemilikannya apakah asset tersebut merupakan hak milik pribadi (privat) atau asset tersebut

merupakan hak milik negara (publik).

Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Pelaksanaan pembangunan untuk kepetingan umum, termasuk di

dalamnya kepentingan pembangunan bendungan atau

Bendungan dilakukan melalui musyawarah. Dalam Pasal 1 angka 5 Keppres nomor 55 Tahun 1993 menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan

(46)

No Tahapan Program Uraian Pembentukan Forum Dialog Pemangku

Kepentingan Media komunikasi yang dapat dipergunakan untuk mempertemukan kepentingan pelaksana pembangunan

bendungan atau Bendungan dengan masyarakat, forum ini juga dapat dipergunakan sebagai menyalurkan aspirasi baik

masyarakat maupun perencanaan pembangunan, sehingga dengan adanya forum dialog pemangku kepentingan ini diharapkan kesalahpahaman yang terjadi dapat di atasi

Perencanaan pembangunan sosial Rencana pembangunan yang dilakukan hendaknya mengarah

pada pembangunan sosial. Pembangunan sosial merupakan prasyarat dan indikator kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial juga merupakan investasi sosial yang perlu dalam proses

pembangunan manusia;

Pembangunan sosial berorientasi pada peningkatan keberfungsian sosial (social functioning) kelompok-kelompok tidak beruntung (disadvantage groups) yang meliputi fakir miskin, keluarga rentan, wanita rawan sosial ekonomi, dan komunitas adat lokal.

Konsultasi Publik Konsultasi publik untuk pembangunan termasuk pembangunan

bendungan atau Bendungan adalah upaya untuk mewujudkan pembangunan kawasan secara partisipatif, transparan dan akuntabel dengan menghimpun aspirasi masyarakat untuk dipakai sebagai bahan rumusan dalam menyusun dasar pijakan dan arah kebijakan pemerintah, dan para pihak. Sehingga publik mempunyai rasa memiliki (self-belonging), bertanggungjawab, kemudahan akses serta dapat ikut memanfaatkan hasil dari pembangunan tersebut.

2. Rekayasa Sosial Masa Konstruksi Koordinasi antar Pemangku Kepentingan Koordinasi yang dilakukan dengan para pemangku kepentingan

(47)

No Tahapan Program Uraian

Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari paradigma

pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipiil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.

Pendampingan dan Fasilitasi Pendampingan yang dilakukan dalam pelaksanaan masa

konstruksi diharapkan agar kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat berkesinambungan dan dapat mewujudkan target sesuai yang diinginkan para pemangku kepentingan. Dalam pelaksanaan pendampingan perlu difasilitasi dengan berbagai macam

kebutuhan untuk kelancaran kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan sehingga program pemberdayaan yang dilakukan tidak sia-sia dan dapat terwujud

3. Rekayasa Sosial Pasca Konstruksi Koordinasi antar Pemangku Kepentingan koordinasi antar pemangku kepentingan selalu harus dijaga, agar kegiatan yang dilakukan tidak kehilangan arah dan tujuan. Koordinasi antar pemangku kepentingan dalam masa pasca konstruksi dalam rangka melaksanakan evaluasi dan monitoring akan kegiatan pemberdayaan, sehingga jika ada kekuarangan dapat segera diatasi dan diselesaikan

Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan ditujukan pula pada usaha masyarakat yang lebih

mandiri lagi, di samping itu juga agar masyarakat dapat menggali potensi mereka sendiri dan akhirnya dapat menemukenali hal-hal yang dapat memberikan kesejahteraan

Pendampingan dan Fasilitasi Pendampingan yang dilakukan dalam pelaksanaan masa pasca

konstruksi diharapkan agar kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat lebih dioptimalkan dan semakin dapat mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu kelangsungan pendampingan dalam masa pasca konstruksi perlu selalu dijaga sampai pada tahapan masyarakat tersebut dapat betul-betul mandiri. Fasilitasi pada masa pasca konstruksi juga tetap dijaga eksistensinya agar pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dapat dilihat hasilnya

(48)

Gambar

Gambar 7.1Hubungan Pra Sinergis Para Stakehoders
Gambar  7.2Hubungan Sinergi Para Stakehoders
Tabel 7.1Strategi Pembangunan Bendungan Tinalah
Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial Gambar  7.6Bidang Pengairan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada air yang mendidih terjadi peristiwa konveksi yaitu perpindahan panas karena perbedaan massa jenis antara

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelusuran terhadap indikasi terdapatnya infeksi alami virus avian influenza subtipe H5 pada monyet ekor panjang (Macaca

hubungannya dengan pendidikan ini bukan hanya merupakan gejala yang melekat pada manusia (gejala yang universal), dalam perpektif yang luas, melainkan juga sekaligus merupakan

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

(strositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak)anak, tercatat sekitar EFL dari tumor intramedular pada anak)anak dibawah umur  &F tahun,

Kegiatan ini merupakan upaya kami untuk semakin meningkatkan kualitas pelatih karate di Indonesia yang memiliki kemampuan praktis dan ilmu keolahragaan (sports science) yang

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun tujuan penelitian yaitu : mengidentifikasi karakteristik dan tingkat pengetahuan stakeholder tentang pembangunan hotel di