• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pemilihan Umum Legislatif 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Evaluasi Pemilihan Umum Legislatif 2014"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

NOTULENSI SEMINAR DAN LOKAKRYA

EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI INDONESIA

PUSAT STUDI HUKUM KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

BEKERJASAMA DENGAN

HANNS SEIDEL FOUNDATION INDONESIA Inna Garuda Hotel, 24 Juni 2014

I

SESI PEMAPARAN KEYNOTE SPEECH

OLEH DR. HARJONO, SH.,MCL

Tema

Membangun Demokrasi Prosedural Menuju Demokrasi Substantif

- Berbicara demokrasi tentu tidak bisa dilepaskan pada dua konteks pemahaman yang sangat umum, yaitu demokrasi egara tiv (procedural democracy) dan demokrasi substantive (substantive democracy). Demokrasi bisa dipahami sebagai cara untuk memilih wakil untuk duduk dikursi pemerintahan, sementara demokrasi substantif adalah demokrasi yang setelah terpilihnya pemimpin dapat membuat kebijakan yang aspiratif. Dalam konteks Indonesia, dimana pada 9 Juli 2014 telah dilaksanakan pemilihan umum (Pileg) dan sebentar lagi akan ada pemilihan presiden (Pilpres), maka dapat dikatakan Indonesia baru sampai pada tahapan demokrasi prosedural karena rakyat masih diposisikan sebagai pemilih wakil sedangkan ketika wakilnya sudah terpilih seringkali justru kebijakannya jauh dari dimensi hukum yang berkeadilan.

- Tahapan demokrasi di Indonesia, sampai saat ini ternyata juga belum bisa dikatakan baik mengingat masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam prosesnya. Padahal untuk mewujudkan demokrasi substantif maka harus terlebih dulu menjadikan demokrasi prosedural berjalan dengan baik. Oleh karena itu untuk mewujudkan demokrasi prosedural bisa berjalan baik, maka semua elemen di dalam demokrasi substantif haru terpenuhi karena pada prinsipnya antara demokrasi prosedural dan damokrasi substantif merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan.

- Adapun langkah untuk menjadikan prosedrual demokrasi bisa berjalan linear dengan demokrasi substantif, maka harus memenuhi syarat sebagai berikut:

(2)

karena perbedaan pilihan (choices)terhadap wakil rakyat ketika Pemilu merupakan cerminan berdemokrasi, sehingga penting untuk dihormati;

b. Demokrasi harus didukung atau menerima keberadaan bahwa kita itu plural. Pluralitas menjadi nilai yang sangat penting dalam demokrasi, karena esensi kita hidup sebagai manusia adalah penuh dengan perbedaan sehingga perbedaan satu dengan yang lainnya harus diterima sebagai suatu hal yang wajar.

c. Terbangunnya toleransi yang baik dan kokoh. Toleransi juga tidakkalah pentingnya jika kita sepakat menjadikan demokrasi sebagai system yang berlaku dalam memilih wakil. Karena dengan adanya toleransi, maka dari itu toleransi idealnya dijadikan ruh dalam berdemokrasi sehingga akan mengokohkan system yang akan dibangun.

- Tiga syarat tersebut seharusnya buka hanya berlaku ketiak proses pemilihan, melainkan wakil terpilih mengimplementaiskannya dengan komitmen membuka ruang perbedaan pendapat, menjaga pluralitas dalam kebijakannya dan inetns membangun toleransi dalam memerintah. Apabila ketiganya dapat dipenuhi secara proporsional, maka bukan mustahil demokrasi substantif dapat juga dilakukan di Indonesia.

- Namun demikian, apabila dianalisis upaya untuk mewujudkan ketiga aspek dalam demokrasi prosedural masuk ke dalam demokrasi substantif mengalami tantangan yang tidak sedikit. Seperti adanya pelanggaran dalam proses seleksi, money politics, praktek jual beli jabatan dan lain sebagainya. Semua itu bisa berpengaruh terhadap demokrasi substantif, karena pada prinsipnya pleanggaran tersebut dapat mengurangi nilai perbedaan pendapat, mengurangi nilai pluralisme dan mengurangi nilai toleransi. Oleh karena itu, guna menjadikan demokrasi prosedural mampu menuju demokrasi substantif maka proses yang dilakukan dalam demokrasi prosedural harus diarahkan pada tiga aspek dalam demokrasi substantif tersebut.

(3)

- Aspek penting lain dalam demokrasi substantif adalah adanya peran lembaga negara sebagai penyelenggara Pemilu bukan semata menjalankan teknis Pemilu. Badan penyelenggara Pemilu seperti Baadan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seharusnya bukan hanya menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas, melainkan juga harus memberikan pendidikan atau edukasi kepada masyarakat terhadap makna dan nilai dalam Pemilu, misalnya apabila ada yang melanggar maka harus dijelaskan dampak yang akan ditimbulkan atas pelanggaran tersebut, bukan hanya menjatuhkan sanksi bagi pelanggarnya.

- Berangkat dari uraian di atas, maka esensinya Indonesia saat ini masih pada tahap pembelajaran demokrasi. Dalam proses belajar tersebut, tentu banyak kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki bersama. Bahkan dalam proses belajar tersebut tidak didampingi oleh seorang guru melainkan belajar bersama-sama, oleh karena itu munculnya kesalahan tersebut juga harus diperbaiki bersama tanpa harus menyalahkan satu dan lainnya. Namun demikian apabila proses belajar tersebut dilandasi dengan tiga nilai dalam demokrasi substantif tersebut, maka Indonesia bisa memberikan contoh bagi negara lain dalam mempraktekan demokrasi yang kokoh dan bermartabat.

II

SESI PEMAPARAN NARASUMBER

1. Dr. Muhammad, S.IP.,M.Si. Tema: Evaluasi Peran Bawaslu Dalam Melakukan Pencegahan, Pengawasan, Dan Penindakan Pelanggaran Pemilu Legislatif Tahun 2014.

- Berbagai pemberitaan telah menympulkan bahwa Pileg 2014 menjadi Pileg yang banyak terjadi pelanggaran. Pemberitaan maupun pendapat yang demikian tidak salah, namun bagi Bawaslu banyaknya pelanggaran atau tidak disebabkan atas dua persepsi. Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak yang menentukan seorang calon legislatif (caleg) dapat menjadi legislator. Putusan tersebut telah menjadikan setiap caleg dipaksa bersaing matia-matian, bukan hanya bersaing dengan calon dari partai lain melainkan antar sesame calon dari partai yang sama juga diharuskan berkompetisi. Model yang demikian telah mengantarkan proses demokrasi liberal yang dengan segala cara akan dilakukan caleg guna mewujudkan niat menjadi legislatif. Oleh karenanya, pelanggaran menjadi satu hal yang sulit dikendalikan meskipun Bawaslu telah berupaya maksimal mengantisipasinya.

(4)

kapabilitas dan track record yang belum teruji maka pemilih yang berpendidikan enggan memilihnya, sehingga kemudian caleg menyisir pemilih kelas bawah yang secara beckground pendidikan kurang baik dan mudah disuap melalui money politics. Cara tersebut tentu dirasa efektif mengingat hampir mayoritas penduduk Indonesia masih dibawah garis sulit dari akses pendidikan atau bahkan tidak berpendidikan sama sekali.

- Berbagai langkah antisipatif telah dilakukan Bawaslu terhadap praktek money politics, namun pada kenyataannya pelaku semakin canggih dalam beroperasi. Bawaslu menemukan fakta bahwa praktek money politics telah terjadi pra pelaksanaan Pileg dan pasca Pileg. Pra pelaksanaan Pileg caleg melalui tim pemenangannya bergerilya mendatangi rumah-rumah dengan modus kampanye namun sambil membuat perjanjian dengan pemilih untuk mencobols calon tertentu yang nantinya akan dikompensasi dengan sejumlah uang. Kemudian di saat pelaksanaan, masing-masing pemilih yang telah membuat komitmen harus membuktikan bahwa telah mencoblos calon tertentu, sebagai pembuktiannya maka diharuskan menujukan bukti yaitu pemilih ada yang cara mencoblosnya dengan menyobek nama calon dan kemudian dutunjukan kepada tim pemenangan yang selanjutnya ditukar dengan uang. Bukan hanya terbtas pada uang, praktek money politicsada juga yang dilakukan dengan kompensasi voucher pulsa telepon dan ada juga yang dilakukan oleh caleg dengan berani membayarkan pajak, baik pajak bumi dan bangunan pada pemilih yang mau memilihnya.

- Berbagai pelanggaran di atas, pada muaranya disebabkan karena masih terbangunnya sikap pragmatis antara pemilih dan caleg. Pemilih berasumsi bahwa hak politik dia hanya berlaku 5 (lima) menit ketika memilih dibilik suara, sleebihnya urusan calon yang terpilih. Bahkan masyarakat cenderung berpikir apatis bahwa pasca Pemilu bisa dipastikan caleg terpilih tidak peduli dnegan nasib para pemilih, sehingga dalam proses pra pemilihan tersebut menjadi kesempatan baik pemilih untuk memanfaatkannya. Lebih menariknya lagi, kini pemilih sudah beranggapan bahwa setiap caleg merupakan „bandar‟ berjalan atau sinterklas yang siap mengabulkan keinginan rakyat, sehingga pemilih „meminta permohonan‟ apapun kepada caleg dan caleg sendiri tidak kuasa menolaknya karena pada dasarnya caleg juga membutuhkan suaranya. Pada titik itulah, simbiosis mutualisme menjadi bagian yang sulit dihindari tanpa adanya kebijaksanaan politik dari para pemilih maupun caleg.

(5)

Pemecatan tersebut menajdi penting karen aBawaslu berpandnagan bahwa jika penyelenggara Pemilu lemah dalam menjalankan tugasnya, maka itu bisa dilakukan melalui penguatan dlaam bentuk pelatihan dan bimbingan teknis. Namun jika penyelenggara Pemilu sudah lemah mentalnya, maka itu tidak bisa ditolerir sehingga jalan satu-satunya adalah dipecat supaya tidak menjadi beanlu dalam upaya mewujudkan Pemilu yang bersih dan bermartabat.

- Adapun bagi caleg yang terbukti melakukan money politics, maka meskipun caleg telah di tetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai caleg terpilih akan dapat digugurkan atau dianulir hasilnya. Hal ini menjadi cambuk bagi caleg untuk tidak bermain-main dalam mengikuti Pemilu yang bersih dan berkeadilan. Sampai saat ini memang belum ada yang terbukti pasca penetapan oleh KPU, namun apabila dalam putusan MK ada yang terbukti melakukan pelanggaran Pemilu secara Terstruktur, Massif, dan Sistematis (TMS), maka caleg yang telah ditetapkan akan gugur dan tidak berhak duduk menjadi legislatif.

- Peran Bawaslu dalam menindak lanjuti pelanggaran Pemilu sesungguhnya hanya pada lingkup administratif pelanggaran. Hal ini mengingat aspek pidan pelanggaran Pemilu diserahkan kepada kepolisian. Namun dalam pelaksanaannya, antara Bawaslu dan Kepolisina terus bekerjasama sehingga ketika ditemukan pelanggaran lebih cepat penindakannya. Meskipun telah berupaya bekerja cepat, masih ada saja beberapa kasus pelanggaran yang tidak bisa diselesaiakn karena limitasi waktu yang diberikan oleh Undang-undang. Dalam UU Pemilu alokasi waktu yang diberikan Bawaslu dan Polisi dalam menindak pelanggaran Pemilu snagat singkat, sehingga hal itu bis amenjadi kendala bagi Bawaslu dan Kepolisian untuk menyelesaikan pelanggaran secara tuntas. Maka dari itu, apabila banyak kasus pelanggaran Pemilu yang dinyatakan kadaluarsa itu bukan semata kesalahan Bawaslu dan Kepolisian, melainkan karena desain UU Pemilu yang sesungguhnya menjadi penghalang.

(6)

2. Dr. Ni’matul Huda, SH.,M.Hum. Tema : Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum 2014 Di Mahkamah Konstitusi.

- Mahkamah Konstitusi (MK) dalam desain ketatanegaraan Indonesia ditempatkan sebagai lembaga yudisial terakhir dalam penyelesaian sengketa Pemilu, sifat putusannya yang final dan mengikat menjadi alat terkahir setiap pasangan caleg dalam mencari keadilan. Desain yang demikian, seharusnya menjadi catatan serius bahwa MK harus diawasi dengan ketat dalam setiap memproses sengketa Pemilu, karena apabila MK dibiarkan tanpa ada rambu pengawas maka bisa menjadi problem serius mengingat perannya sebagai lembaga terkahir yang memutuskan nasib setiap caleg ataupun parpol.

- Peradilan perselisihan hasil pemilu merupakan peradilan yang bersifat cepat, karena UU Pemilu dan UU MK hanya memberi waktu 3 x 24 jam kepada DPP Partai Politik dan calon anggota DPD peserta Pemilu sebagai pemohon untuk mengajukan permohonan keberatan terhadap penetapan suara hasil penghitungan KPU. Sedangkan MK hanya diberi waktu 30 hari kerja untuk memutus seluruh permohonan yang diajukan oleh peserta pemilu. Dengan adanya keterbatasan waktu yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan tersebut, maka tidak mungkin hanya menggantungkan keadilan atas berjalannya demokrasi dan pemilu kepada MK. Dibutuhkan kerjasama dari KPU, Bawaslu dan Panwaslu, Partai Politik, peserta pemilu, masyarakat, dan lain-lain.

- Pada prinsipnya objek sengketa yang dapat diajukan ke MK hanya berkaitan dengan penetapan hasil pemilu secara nasional, namun dalam prakteknya MK tidak mau hanya dikungkung pada penyelesaian sengketa angka-angka semata, melainkan menyelesaikan substansi persoalan di balik angka yang disengketakan. Alasannya, MK memandang bahwa hak konstitusional setiap orang dalam pemilu harus dilindungi dari berbagai praktik kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraannya. Berangkat dari dasar pemikiran itu MK memaknai penyelesaian sengketa pemilu tidak hanya sekedar penyelesaian perselisihan angka atau hasil penghitungan, melainkan juga termasuk memeriksa dan mengadili pelanggaran yang memengaruhi hasil, terutama yang memenuhi syarat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM).

(7)

- Sengketa pemilu di Indonesia dipilah menjadi tiga bentuk pelanggaran. Pertama, pelanggaran administrasi pemilu oleh Bawaslu dilaporkan ke KPU. Kedua, pelanggaran pidana pemilu oleh Bawaslu dilaporkan ke Kepolisian, dan ketiga perselisihan hasil pemilu diselesaikan oleh MK. Meskipun sengketa pemilu sudah dipilah sedemikian rupa ke dalam tiga lingkup kelembagaan yang berbeda-beda, tetapi tidak jarang manakala perselisihan hasil pemilu diajukan ke MK praktik persidangan menunjukkan bahwa apa yang seharusnya sudah dapat diselesaikan oleh KPU dan/atau kepolisian terkadang masih perlu dikoreksi ulang oleh MK, sehingga menurut MK penyelenggaraan pemilu harus dilakukan ulang atau dilakukan penghitungan ulang.

- Alokasi waktu yang diberikan kepad MK untukmenyelesaikan sengketa hasil Pemilu adalah 30 hari kerja. Waktu tersebut jika harus dibandingkan dnegan jumlah perkara yang masuk tentu tidak lah ideal. Misalnya di tahun 2014, jumlah senketa Pemilu adalah 767 perkara. Desain yang demikian tentu akan sulit untuk memwujudkan putusan yang ideal dan berkeadilan namun dengan berkaca pada pengalaman di Pemilu 2009 dan sekarang sudah menyiapkan berbagai piranti „Gugus Tugas‟, maka patut kit atunggu hasilnya dnegan terus aktif mengawasinya.

- Berkaca pada titik kelemahan yang dihadapai MK, maka perlu mengambil langkah penyempurnaan. Pertama, untuk pelanggaran administrasi, bagi para pihak yang tidak puas dengan putusan KPU dapat mengajukan keberatannya ke PTUN. Kedua, waktu yang diberikan untuk menangani pelanggaran pidana pemilu tidak harus dalam waktu yang singkat, karena efek dari tindakan tersebut juga akan mencederai hasil pemilu. Ketiga, penanganan berbagai pelanggaran pemilu harus integratif, sehingga akan mengurangi jumlah perkara sengketa hasil pemilu yang masuk ke MK.

3. Hamdan Kurniawan, S.IP.,M.Si. Tema : Evaluasi Peran Kpu Dalam Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 20144.

- Ada dua perspektif dalam melihat pemilu, khususnya Pemilu legislative (Pileg) yang telah diselenggarakan, yaitu ada yang menganggap Pileg baik dan ada yang menganggap buruk. Namun demiikian bagi yang menganggap Pileg sudah baik tentu tetap ada catatan merah harus ada sebagai langkah untuk perbaikan pemilu ke depan supaya lebih baik. Oleh karena itu, dalam hal ini beberapa catatan terhadap Pileg 2014 menjadi perhatian bagi KPU secara serius.

- Beberapa catatan yang menurut KPU sangat penting dan dihadapi oleh KPU antara lain adalah sebagai berikut:

(8)

kertas suara dan lain sbeagainya. Namun di sis lain juga diketumkan bahwa kertas suara yang masuk ke daerah tertentu justru lebih dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada di daerah tersebut.

b. Kasus surat suara tertukar. Beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) di beberapa daerah melaporkan tertukarnya surat suara suara dengan daerah pemilihan yang lain. Tercatat ada 20 provinsi yang melaporkan tertukarnya surat suara.

c. Pemilih yang tidak terdaftar. Pelaksnaan Pileg 2014 ternyata masih menyisakan persoalan berupa adanya pemilih yang namanya belum masuk ke dalam DPT di daerah dimana ia tinggal.

d. Pemilih tidak terfasilitasi ditempat tertentu misalnya di rumah sakit. Kondisi yang demikian menjadikan masyarakat yang memiliki hak pilih menjadi tidak terslaurkan karena minimnya TPS yang tersedia di tempat-tempat darurat seperti Rumah Sakit dan sejenisnya.

e. Kesalahan dalam menghitung dan menuangkan hasil Pemilu di berita acara. Ada beberapa persoalan terkait pengisian berita acara karena berita acara tidak match antara juklak dan juknis dari KPU pusat. Kemudian ada juga berita acara yang tidak di isi oleh penyelenggara pemilu. Meskipun jumlahnya kecil namun tetap menjadi perhatian karena berpotensi terjadinya pelanggaran pemilu. Oleh karena itu, sebagai solusinya adalah dengan memberikan bimbingan teknis kepada penyelenggara pemilu khususnya terkait pengisian berita acara.

f. Prosedur pemungutan–penghitungan dan rekapitulasi suara yang tidak dilakukan. Tidak semua penyelenggara pemilu ternyata bisa memahami teknis keseluruhan tahapan pemilu, sehingga menimbulkan persoalan tersendiri. Hal nyata yang terjadi di lapangan adalah dengan tidak dilakukannya rekapitulasi hasil pemungutan dan penghitungan suara, akibatnya ketika dilakukan pemutakhiran data harus dilakukan oleh penghitungan ulang sheingga menyita wkatu yang cukup lama.

- Terhadap persoalan di atas, maka beberapa langkah perlu dilakukan yaitu: a. Berkenaan dengan persoalan logistic, maka yang perlu dilakukan adalah

dengan mengawal dan memastikan logistik terkirim/dikirim tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Kemudian dilakukan kontrol ketat pada saat sortir dan lipat surat suara. Guna mengoptimalisasikannya, maka pelibatan penyelenggara Pemilu seperti PPK dan PPS dalam pengepakan perlengkapan di TPS menjadi penting untuk dilibatkan.

(9)

sakit, tahanan lembaga pemasyarakatan) dan memfasilitasi pemilih yang karena alasan tertentu harus mutasi memilih di tempat baru (mahasiswa, pondok pesantren, lapas, rumah sakit).

c. Berkenaan dengan Pemungutan-Penghitungan Suara dan rekapitulasi, maka KPU mengusulkan perbaikan supaya melakukan evaluasi terhadap penyelenggara Pemilu di semua jenjang khususnya dari aspek profesionalitas, independensi dan integritas. Selain itu, penting juga untuk memperkuat bimingan teknis (bimtek) terkait pemungutan-penghitungan dan rekapitulasi khususnya dalam hal pengisian berita acara. Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengingatkan kewajiban-kewajiban KPPS, PPS dan PPK dalam melaksanakan tugas.

- Di samping upaya perbaikan seperti di atas, upaya perbaikan yang paling penting guna menghindari terjadinya permainan antara kontestan Pemilu dengan penyelenggara Pemilu, maka pengawasan terhadap KPU mulai dari independensi, integritas dan kemandirian serta profesionalitas menjadi bagian yang haru terpantau oleh masyarakat. Apabila terdapat penyelenggara Pemilu bermain-main dnegan tugasnya, maka diharapkan masyarakat segera melapor, sementara terhadap laporan tersebut harus segera ditindak lanjuti oleh lembaga terkait untuk kemudian diberikan sanksi secara tegas.

4. Anang Zubaidy, SH.,M.H. Tema : Membangun Rasionalitas Pemilih Dalam Pemilihan Umum.

- Pemilu legislatif (Pileg) 2014 telah usai dilaksankan dan hasilnya pun dalat diakses oleh semua orang. Perhelatan akbar terebut telah menghasilkan catatan dan prestasi yang jika ditarik kesimpulan masuk dalam lima kategori prestasi. Pertama, pelaksanaan pemungutan suara di beberapa daerah sempat kacau seperti terlambatnya distribusi logistik pemilu dan tertukarnya surat suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kedua, pelanggaran pemilu masih saja marak terjadi. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa setiap ada hukum, di sana ada potensi pelanggaran.

- Ketiga, money politics sebagai salah satu bentuk pelanggaran pemilu yang ditangani oleh Bawaslu sejatinya hanya sebagian kecil yang nampak dari massifnya praktik ini dalam Pemilu tahun ini. Pemilu 2014 mencatat rekor jumlah gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi melebihi pelaksanaan Pemilu 2009. Pada Pemilu tahun 2009 Mahkamah Konstitusi menangani penyelesaian sengketa hasil Pemilu sebanyak 657 perkara. Sedangkan pada tahun 2014, Mahkamah Konstitusi menerima 767 perkara. Kelima, meningkatnya partisipasi masyarakat untuk turut menggunakan hak pilihnya dibanding Pemilu sebelumnya merupakan suatu prestasi tersendiri.

(10)

matang jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya (2009). Kedua, bekerjanya caleg-caleg untuk mempromosikan dirinya melalui berbagai media. Putusan MK mengenai sistem suara terbanyak menunjukkan sisi negatif sekaligus positifnya. Ketiga, peran media massa yang semakin aktif memberitakan hal ihwal Pemilu. Media massa seperti radio, televisi dan koran tidak henti-hentinya memberitakan persiapan Pemilu dan kampanye-kampanye yang dilakukan oleh partai politik. Bukan hanya itu, ajakan untuk menggunakan hak pilih juga semakin dikreasi dengan menciptakan jingle khusus pemilu serta masuknya ajakan untuk menggunakan hak pilih dalam beberapa adegan sinetron-sinetron televisi. Keempat, gerakan golongan menengah yang semakin peduli akan pemilu. Kelima, ada harapan akan munculnya perubahan.

- Rasional atau tidaknya pilihan rakyat dalam sebuah pemilihan umum, ditentukan oleh banyak faktor, antara lain:

a. Tingkat pengetahuan pemilih. Tingkat pendidikan akan mendukung seseorang untuk lebih ingin tahu mengenai calon yang akan dipilih. Pemilih terdidik juga relatif lebih memahami konsekuensi dari sebuah pilihan dalam pemilu.

b. Sikap Sebagian Masyarakat Indonesia Terhadap Pemilu. Di lingkup masyarakat, ternyata masih ditemui masyarakat yang bersifat permissif dengan persoalan-persoalan bangsa dan negara. Sehingga ketika Pemilu tiba banyak pemilih yang tidak bersikap irrasional dengan asal-aslaan atau dengan kompensasi tertentu dalam memilihnya. Selain sikap permissive, ada “penyakit” yang sekarang menjangkiti sebagian masyarakat kita yakni sikap pragmatis-transaksional. Bagi mereka, pilihan akan dijatuhkan kepada sang calon yang memberi sesuatu yang lebih dibandingkan dengan calon lain. Sikap sebagian masyarakat inilah

yang selanjutnya “ditangkap” oleh para calon untuk berlomba-lomba

memperbesar porsi money politics.

c. Diseminasi Informasi oleh Pers/Media Massa. Kebebasan yang dimiliki pers untuk menyampaikan berbagai macam informasi akan menjadikan masyarakat semakin terbuka wawasan dan pengetahuannya. Pada gilirannya, masyarakat akan tercerdaskan dan mampu menjatuhkan pilihan-pilihan secara rasional.

d. Gelombang Pemanfaatan Media Sosial. Pemilu 2014 terasa lebih semarak dengan semakin ramainya lalu lintas informasi melalui media sosial (facebook, twitter dan lain sebagainya). Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk sangat besar tidak luput dari pemanfaatan internet sebagai sarana memperoleh informasi.

(11)

pendidikan politik ini justru tidak banyak digarap dengan baik oleh partai politik. Pendidikan politik justru diperoleh masyarakat dari wahana-wahana seperti media massa atau sekolah/lembaga pendidikan. Bahkan informasi mengenai money politics diperoleh dari keluarga dan tetangga. Hal ini tentu saja mempengaruhi rasionalitas pemilih. Jika saja partai politik memainkan fungsi pendidikan politik secara baik niscaya akan terbentuk masyarakat pemilih yang lebih rasional.

f. Efek Samping dari Sistem Pemilu yang Digunakan. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menentukan calon dengan suara terbanyak menimbulkan beberapa persoalan seperti munculnya “calon karbitan”, kaya selebritas tetapi miskin konsep, serta penentuan calon anggota legislatif oleh partai politik bukan berdasarkan jenjang karir di partai yang bersangkutan (calon bukan karena kaderisasi partai politik). Suguhan caleg yang demikian, juga berpengaruh bagi pemilih untuk bersikap rasional atau tidak dalam menentukan pilihan.

g. Upaya untuk membangun rasionalitas pemilih bukan pekerjaan mudah, namun merupakan ikhtiar yang harus terus menerus dilakukan oleh sembua pihak baik pemerintah, peserta pemilu, pers, bahkan oleh warga negara sendiri. Masing-masing pihak dapat memainkan perannya masing-masing untuk mengupayakan pendidikan politik, antara lain:

a. Peran pemerintah dapat dilakukan dengan meningkatkan taraf pengetahuan masyarakat akan demokrasi dan kepemiluan. Upaya ini dapat dilakukan mulai baik melalui sekolah berupa kurikulum yang menitikberatkan pada penyadaran masyarakat akan hak, atau melalui institusi pemerintah sendiri melalui diseminasi informasi pemilu yang lebih massif dan terstruktur, bukan hanya menjelang penyelenggaraan pemilu.

b. Peserta pemilu terutama partai politik, untuk lebih memaksimalkan fungsi pendidikan politik. Mobilisasi massa untuk merebut kursi kekuasaan itu penting, tetapi masyarakat pemilih yang cerdas dan rasional itu jauh lebih penting.

c. Pers memegang peran yang tidak remeh dalam pendidikan politik. Informasi yang disajikan oleh suatu media seringkali ditelan mentah-mentah oleh sebagian masyarakat. Untuk itu, netralitas pers sangat diperlukan sehingga informasi yang disampaikan bisa akurat dan seimbang. Melalui itulah rasionalitas pemilih dapat terbentuk.

(12)

- Disamping memerlukan peran seperti di atas, peran penting lain yang harus diperhatikan adalah akademisi. Sebagai entitas yang dipandang memeiliki pengetehuan intelektual, maka akademisi harus menjaga netralitasnya yaitu dnegan memberikan edukasi, pandangan dan solusi terhadap proses Pemilu. Adanya netralitas akademisi bisa menjadi pencerah bagi pemilih yang „haus‟ akan pendidikan politik yang bersih, netral, dan bermartabat.

III

SESI TANYA JAWAB

1. Pertanyaan

Bapak Bagus dari FH UII

- Apa yang menjadi indikator dalam pelanggaran money politics ? - Bagaimana pelibatan kepala desa dalam pemilu?

Bapak Teguh dari FH Universitas Widya Mataram

- Seperti apakah aturan yang bisa menjadikan media bersikap netral dalam Pemilu?

- Bagaimana mengantisipasi model pelanggaran Pemilu yang bersamaan di tahun 2019?

Perwakilan Polda DIY

- UU Pemilu memberikan alokasi waktu bagi penyelesaian sengketa Pemilu dengan waktu yang sangat singkat, langkah atau terobosan apakah yang perlu dilakukan akademisi guna mengoptimalisasikan penyelesaian sengketa agar tidak berujung pada SP3?

Bapak Imam (Asisten Bawaslu DIY Bidang Pengawasan)

- Bagaimana menganntisipasi rumusan dalam pasal tindak pidana yang sangat multitafsir di dalam UU Pemilu?

- Bagaiman merespon UU Pileg yang belum mampu mengakomodir penyelesaian yang sederhana maupun yang sulit?

Bapak Ari (Ombudsman Daerah)

- Bagaimana menjadikan partai politik supaya tunduk pada aturan main dalam Pemilu?

2. Jawaban

Hamdan Kurniawan, S.IP.,MA

(13)

Pemilu. Oleh karena KPU telah melakukan kajian terhadap UU Pemilu berkenaan dnegan pasal-pasal multitafsir tersebut untuk kemudian kami ajukan sebagai rekomendasi supaya UU tersebut dilakukan amandemen. KPU juga membuka berencana jika melalui amandemen t=sulit dilakukan, maka KPU akanmengambil jalan lain berupa judicial review ke MK. Namun KPU tetap memprioritaskan amandemen di DPR sebagai hal yang utama, karena dengan amandemen tentu akan lebih memiliki legitimasi kuat.

- Untuk menjadikan Parpol tunduk kepada aturan main Pemilu, sesungguhnya partai harus memiliki etika politik yang baik, sadar hakikat membentuk partai dan bijak dalam menjalankan partai sebagai alat mencapai kekuasaan. Nilai-nilai yang demikian nampaknya belum terinternalisasi dalam diri elit partai, sehingga sulit patuh terhadap aturan main Pemilu. Oleh karena itu, bagi partai penting untuk melakukan evaluasi internal supaya nilai tersebut dapat menjadi pegangan dalam berkampanye di Pemilu.

-Dr. Ni’matul Huda, SH.,M.Hum

- Berkaca pada Pemilu di tahun 2009, aparat desa diposisikan sebagai entitas yang diminta keterangan apakah pelanggaran dalam Pemilu masuk dalam kategori TSM atau tidak. Melalui pelibatan aparat desa, maka akan sangat mudah didientifikasi suatu pelanggaran Pemilu benar terjadi secara massif atau tidak karen apada dasarnya konsepsi TSM dalam Pemilu terjadi di kalangan bawah.

- Tahun 2019 Indonesia akan menggelar Pemilu serentak sesuai amar putusan MK, hal yang tidak bisa dihindari adalah pelanggaran dalam Pemilu tersebut. dalam mengantisipasi terjadi pelanggaran Pemilu yang bisa semakin banyak jumlahnya, maka idealnya harus ada lembaga peradilan yang secara khusus menangani penyelesaian sengketa Pemilu. Adanya lembaga tersebut, diharapkan akan dapat melakukan tugasnya secar afokus sehingga putusannya dapat mencerminkan keadilan dan akuntabel. Apabila ke depan tidak dibentuk lembaga khusus tersebut, bisa dipastikan MK akan kewalahan dalam menyelesaikan sengketa Pemilu yang bukan hanya sengketa Pileg melainkan juga sengketa Pilpres yang bersamaan.

(14)

setelah terlebih dahulu melakukan kajian ilmiah mengapa harus dengan jangka waktu tertentu.

Anang Zubaidy, SH.,M.H

- Batasan money politic jika merujuk UU Pemilu adalah semua pemberian yang tidak terbatas pada uang. Artinya apabila pemberian seperti sembako, bahan bangunan dan sejenisnya yang ternyata memiliki tujuan untuk mempengaruhi pemilih untuk memilih pemberi maka dapat dikategorikan sebagai money politics. Apabila dikaji lebih lanjut, esensi money politics adalah karena dalam pemberian tersebut terdapat tujuan untuk mengajak untuk memilih calon tertentu ydalam Pemilu ang kemudian diberikan imbalan pra atau pasaca pemilihan.

- Model aturan supaya media menjadi netral salah satunya adalah dengan menguatkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Apabila dilihat secara utuh, KPI hanya memiliki kewenangan memberikan izin penyiaran namun tidak diberikan izin untuk mencabut atas siaran yang telah keluar. Maka dari itu, seharusnya KPI juga idberikan wewenang untuk mencabut hak siar media yang dinilai kurang proporsional ataun tidak netral dalam Pemilu. Dismaping itu, hal yang tidak kalah penting adalah adanya kearifan pemilik media. Pemilik modal media harus bersikan bijak bahwa esensi media merupakan bagian untuk menguatkan dmeokrasi bukan justru sebaliknya, sheingga dalam beroperasi seharusnya tunduk pada kode etik ekjuranlitikan.

Notulen,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa siswa yang sudah dibekali pengetahuan dan keterampilan pelatihan pemasaran online belum memunculkan keyakinan diri

Sediaan krim ekstrak ikan kutuk memberikan efek yang sama dengan efek yang diberikan oleh Bioplacenton, hal ini ditunjukkan dengan pada hari ke-7, rerata jumlah makrofag

dilakukan selama 20 menit. Setelah pemajanan, telur kemudian dipindahkan ke wadah penetasan. Prevalensi telur yang terserang jamur diamati setelah pemajanan sebelum

Berdasarkan hasil perbandingan nilai akurasi, precision, recall dan f-measure pada Tabel 5 maka dapat disimpulkan bahwa pada pengujian evaluasi faktor usability aplikasi

Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Korelasi dengan pendekatan cross sectional , karena peneliti ingin melihat hubungan kadar kolesterol dengan tekanan

Artikel ini membahas tentang metode trapesium terkoreksi komposit yang merupakan metode untuk mengaproksimasi integral pada persamaan integral Volterra linear jenis kedua.. Artikel

Desain produk molding yang dirancang dengan program CATIA selanjutnya dapat disimulasikan dengan program komputer untuk menjalankan proses molding, salah satunya

Dikarenakan mutu layanan ini yang dikhususkan pada mutu layanan guru sebagai sentral yang secara aktif berhubungan langsung dengan siswa, dan biaya (cost) sebagai