• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBERDAYAAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 OLEH DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI DEMOKRAT PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PEMBERDAYAAN CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 OLEH DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI DEMOKRAT PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STRATEGI PEMBERDAYAAN

CALON ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN

DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 OLEH DEWAN PIMPINAN DAERAH

PARTAI DEMOKRAT PROVINSI LAMPUNG

Oleh

FERDITA APRILIA

Keberadaan perempuan di politik terlihat melalui keikutsertaan perempuan dalam pencalonan legislative. Kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen memberikan kesempatan kepada perempuan untuk menduduki kursi legislatif. Penelitian ini menggunakan teori pemberdayaan dimana terdapat tiga strategi pencapaian pemberdayaan perempuan yaitu kemandirian, patrisipasi dan kesetaraan gender.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat strategi pemberdayaan perempuan yang dilakukan partai politik yang secara khusus di DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan metode deskiptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Lampung dan terdapat enam orang informan.

Hasil penelitian ini menjelaskan strategi pemberdayaan perempuan oleh DPD Partai Demokrat melalui tiga aspek. Pertama, strategi pencapaian kemandirian sudah dilaksanakan melalui pengembangan potensi perempuan namun masih dinilai belum efektif. Kedua, strategi peningkatan partisipasi terlihat melalui adanya kesempatan yang diberikan partai kepada kader perempuan untuk ikut dalam pencalonan di legislative namun belum diiringi dengan dukungan dan peran aktif partai untuk perempuan di partai politik. Ketiga, adalah strategi peningkatan kesetaraan gender yang masih belum bisa dilaksanakan di DPD Partai demokrat terlihat melalui adanya kesenjangan mengenai kedudukan perempuan di partai.

(2)

ABSTRACT

STRATEGY OF EMPOWERING WOMEN CANDIDATES

TO CAMPAIGN IN THE GENERAL ELECTION OF LEGISLATIVE 2014 BY DPD DEMOKRAT PARTY IN LAMPUNG PROVINCE

By

FERDITA APRILIA

Presence of women in politics seen through the participation of women in the legislative candidacy. Quota of 30% female representation in parlement provides the opportunity for women to occupy legislative seats. This research uses the theory of empowerment where there are three strategy of women’s empowerment, there are independence, participation and gender equality.

The purpose of this research was to identify the strategy of empowering woman candidates conducted by political parties especially in DPD of Demokrat Party Lampung Province. This research uses descriptive method with qualitative approach. This research conducted at the DPD of Demokrat Party Lampung Province and there are six informants.

The results of this research explain the strategy of empowering women by DPD Democratic Party by three aspect. First, the achievement of self-reliance strategy has been implemented through the development of women's potential, but is still considered not effective. Secondly, the strategy for increasing participation visible through the opportunities given to the party cadres to participate in the nomination of women in the legislature but has not been accompanied by the party's support and active role for women in political parties. Third, is the promotion of gender equality strategy that still can not be implemented in DPD Democratic Party it is appoint through the gap on the position of women in the party.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 01 April 1992 dan saat ini berusia 22 tahun. Terlahir dari keluarga Bapak Pardi dan Ibu Sri Wahyuni sebagai anak pertama dari empat orang saudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh adalah pada tahun 1998 Penulis mengawali pendidikannya di TK Sejahtera II Way Kandis selama dua tahun. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studinya di SD Sejahtera II Way Kandis, tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Fransiskus Tanjung Karang dan melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Bandar Lampung dengan tahun kelulusan pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis melanjtkan pendidikan di Universitas Lampung pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik melalui seleksi jalur PKAB Universitas Lampung.

(8)
(9)

ucapan syukur kepada Bapaku, Yesus Kristus atas segala hikmat dan berkatnya serta dengan kerendahan hati

kupersembahkan karyaku ini kepada orang – orang terkasih.

KELUARGA

Kepada kedua orang tuaku dan keluarga besarku yang sangat mendukung, membantu dan mengerti aku selama proses pendidikanku hingga aku menyelesaikan karyaku ini.

Terimakasih atas segala doa, pengorbanan, motivasi dan nasehat yang menguatkan aku untuk menyelesaikan proses

pendidikanku di Universitas Lampung.

SAHABAT - SAHABAT TERKASIH

Terimakasih untuk kekasih, sahabat dan teman – teman yang

selalu menghadirkan sukacita, tawa, kebersamaan dan berbagai warna bagiku. Terimakasih karena kalian semua

sudah menjadi bagian dari proses kehidupanku.

…serta…

(10)

MOTO

“Segala perkara dapat ku tanggung di dalam DIA

yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 4 : 13)

“Ku lakukan yang terbaik yang aku bisa

dan biar selebihnya

BAPA ku yang akan menyelesaikannya bagiku”

(11)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah Bapaku atas hikmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pemberdayaan Calon Anggota Legislatif Perempuan Dalam Kampanye Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Lampung”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang juga merupakan Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis menjalani perkuliahan di Jurusan Ilmu Pemerintahan.

(12)

penulis menyelesaikan skripsi hingga penulis dapat meraih gelar sarjana di Universitas Lampung.

4. Ibu Dwi Wahyu Handayani, S.IP. M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang sudah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi hingga meraih gelar sarjana. 5. Bapak Budi Harjo, S.Sos. M.IP. selaku Dosen Pembahas dan Penguji yang

telah bersedia untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan, pembahasan serta saran kepada penulis.

6. Seluruh jajaran Dosen, Staff dan Karyawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara khusus di Jurusan Ilmu Pemerintahan.

7. Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Lampung secara khusus kepada Ibu Cindawani dan Bapak Hj. Fajrun Najah Ahmad selaku narasumber yang telah memberikan informasi kepada penulis.

8. Calon Anggota Legislatif Perempuan DPRD Provinsi Lampung dari Partai Demokrat yaitu Ibu Dra. Hj. Syarifah M.H., Ibu Suciati dan Ibu Hj. Indri Sulistyowati S.H. yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

9. Bapak Ahmad Sofian Hadi beserta seluruh Staff Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR selaku narasumber dalam skipsi ini.

(13)

11.Kepada seluruh keluarga besar yang telah mendukung, membantu, mengerti dan memberikan kasih sayang sehingga penulis dapat melalui setiap proses kehidupan. Terimakasih kepada mereka yang terkasih yaitu Charoline Ayem Nastiti, S.Farm. Apt., Chichilia Dwi Saptarini, Abie Anggoro, Faris Hansel Setiawan, Revaldi Prasetyo dan Revaldo Prasetyo serta Rendy Adi Suryo. 12.Hansen Aditia Marrichi Simanjuntak dan keluarga. Terimakasih untuk Hansen

atas kebersamaan, yang selalu ada di saat suka maupun duka, memberikan dukungan, semangat dan membantu hingga saat ini serta menjadi seseorang yang sangat mengasihi penulis.

13.Cety Angelia Marbun dan Paksi Widyantoro yang telah menjadi sahabat, teman berbagi, dan selalu meluangkan waktu untuk bercerita dan melakukan banyak hal bersama.

14.Sahabat yang selalu meluangkan waktu bersama penulis untuk mengurangi kejenuhan dan menikmati kebersamaan selama bebrapa tahun ini yaitu Yohana Marthalina Sihombing, Albertin Rezti Yunita, Frederickus Angga Yuli Saputra, Jonathan Bram Panjaitan, Elza Rozaline, Dita Rezti Anggreani, S.A.N., M. Ericson Syahputra, Ferdy Arian, Yan Asep Wijaya, Nikko Prima, Dwi Yulida Sari, Retno Mahdita dan teman – teman terkasih lainnya.

(14)

atas segala doa dan semangat serta terimakasih atas segala sesuatu yang telah diberikan.

16.Keluarga besar PDO (Persekutuan Doa Oikoumene) Fisip Unila. Terimakasih kepada adik – adik diskusi tahun 2012 dan 2013 yang telah menjadi bagian dari proses perjalanan di kampus. Terimakasih atas doa dan semangat yang diberikan teman – teman pengurus tahun 2014 – 2015 PDO Fisip. Terimakasih kepada seluruh jemaat dan alumni yang telah mendukung, mendoakan dan menjadi tempat berbagi.

17.TMEW (Team Movement Every Where) dan Staff LPMI Lampung, Mas Arip Nur Atmojo dan Mbak Yenni Puspaningrum, Ditta Anggriani, Richard Susanto, S.E., Vina Ariesta, S.E., Sim Sun Ho, S.E., dan rekan – rekan pelayanan yang telah memberikan pengalaman luar biasa selama ini.

18.Tim KKN 2012 Dusun Sabah yang telah memberikan pengalaman, kebersamaan dan proses yang luar biasa selama kurang lebih 40 hari. Terimakasih untuk Rindi Purnama, S.H., Devy Wira Buana, Zakia Tiara Faragista, S.H. Wike Febria Eldy, Arif Kurniawan, S.T., M. Patrio Gondo, S.Ked., Aduhrahman Amri, Rafiq Ulil dan Rio Anggara.

(15)

kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Secara khusus terimakasih kepada Dinda Nindika, Yurike Pratiwi, Heidy Yohana, Andrialius Feraera, Prananda Genta Reza,S.IP., Siska Fitria,S.IP., Komang Jaka Ferdian,S.IP., Reddyah Renata,S.IP., Rizki Prianggi Kususma,S.IP., yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan seminar.

21.Dan terakhir untuk seluruh rekan yang telah berpartisipasi, baik langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,

(16)

DAFTAR ISI

1. Konsep Gender dalam Pemberdayaan Perempuan ... 17

2. Strategi Pemberdayaan Perempuan ... 23

3. Perempuan Dalam Politik ... 28

C. Konsep Kampanye Politik ... 33

1. Kampanye Politik ... 33

2. Jenis – Jenis Kampanye Politik ... 37

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kampanye ... 38

4. Teknik Persuasif Kampanye ... 39

D. Konsep Pemilihan Umum Legislatif ... 41

E. Kerangka Pikir ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 52

G. Penentuan Informan ... 54

(17)

I. Teknik Analisis Data ... 56

IV. GAMBARAN UMUM ... 59

A. Partai Demokrat ... 59

1. Visi dan Misi Partai Demokrat... 59

1.1 Visi Partai Demokrat ... 59

1.2 MisiPartaiDemokrat ... 59

2. Tujuan dan Fungsi Partai Demokrat ... 61

2.1 Tujuan Partai Demokrat ... 61

2.2 Fungsi Partai Demokrat ... 61

3. Susunan Kepengurusan Partai Demokrat ... 62

4. Sejarah Partai Demokrat ... 63

4.1 Pembentukandan Berdirinya Partai Dmeokrat ... 63

4.2Pengesahan Partai Demokrat ... 66

B. DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 68

1. Kedudukan dan Susunan Organisasi ... 68

2. Susunan Pengurus Partai Demokrat Lampung ... 68

2.1 Pengurus DPD Partai Demokrat Lampung ... 68

2.2Majelis Partai Daerah Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 71

2.3Dewan Kehormatan Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 72

C. Calon Anggota Legislatif Perempuan DPRD Provinsi ... 72

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Deskripsi Informan ... 74

B. Kampanye Calon Anggota Legislatif Perempuan ... 77

C. Kendala Pencalonan Perempuan Pada Pemilihan Legislatif... 84

D. Harapan Partai Kepada Kader Perempuan DPD Partai Demokrat ... 89

E. Strategi Pemberdayaan Perempuan oleh DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 91

1. Strategi Pencapaian Kemandirian ... 102

2. Strategi Peningkatan Partisipasi ... 110

3. Strategi Pencapaian Kesetaraan Gender ... 121

4. Upaya Peningkatan Pemberdayaan Perempuan ... 127

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. KESIMPULAN ... 128

B. SARAN ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar Kepengurusan DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 68

Tabel 2. Majelis Partai Daerah Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 71

Tabel 3. Dewan Kehormatan Daerah Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 72

Tabel 4. Daftar Calon Legislatif DPRD Provinsi Lampung Tahun 2014 ... 72

Tabel 5. Kampanye Caleg Perempuan Lampung ... 77

Tabel 6. Visi Misi Caleg Perempuan ... 77

Tabel 7. Dukungan Partai Dalam Kampanye Caleg Perempuan ... 79

Tabel 8. Kendala Calon Anggota Legislatif Perempuan ... 84

Tabel 9. Kendala Partai Politik dalam Pemberdayaan Perempuan ... 85

Tabel 10. Harapan DPD Partai Demokrat Kepada Perempuan ... 89

Tabel 11. Visi/Misi dan Komitmen Partai Demokrat Terhadap Pemberdayaan Perempuan ... 91

Tabel 12. Program Pemberdayaan Perempuan oleh DPD Partai Provinsi Lampung ... 92

Tabel 13. Dukungan DPD Partai Demokrat Kepada Caleg Perempuan ... 93

Tabel 14. Efektivitas Pemberdayaan Perempuan oleh DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung ... 94

Tabel 15. Dukungan Partai Terhadap Pemberdayaan Perempuan ... 102

Tabel 16. Rekrutmen Kader Perempuan ... 110

Tabel 17. Latar Belakang Informan Sebagai Anggota/Kader dan Caleg ... 111

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Fakih (2004:8-9), perempuan adalah sosok yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Perempuan merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia. Keberadaan perempuan menjadi penting karena kehadirannya memberikan manfaat kepada sekelilingnya. Konsep mengenai perempuan sejak dahulu berkembang menyatakan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah dan terbatas dari kehidupan publik.

R. A. Kartini adalah pelopor bergeraknya kehidupan perempuan di sektor publik sampai mulai terbangunnya organisasi-organisasi perempuan mulai tahun 1912. Pada awal perkembangan pemberdayaan perempuan hanya menekankan pada pendidikan untuk membuka wawasan perempuan. Namun, seiring perkembangannya dibangun pula kesadaran akan emansipasi perempuan.

(21)

perempuan mampu bekerja dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Perempuan yang dahulu hanya berada di sektor domestik untuk mengurusi rumah tangga, kini sudah mampu berada di sektor publik untuk ikut serta dalam proses pemerintahan, pendidikan, serta lebih aktif dan memiliki peran yang juga dapat disejajarkan bersama dengan kaum laki-laki.

Contohnya adalah keberadaan Sri Mulyani Indrawati yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Sri Mulyani merupakan wanita bahkan orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Bank Dunia. Megawati Soekarno Putri yang juga pernah menjabat sebagai Presiden RI merupakan presiden perempuan pertama Indonesia telah membongkar anggapan bahwa perempuan tidak mampu berpartisipasi di dunia politik dan pemerintahan di Indonesia. Di Kota Bandar Lampun adalah keberadaan Eva Dwiana Herman H.N yang sempat menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Provinsi Lampung yang menjadi salah satu contoh emansipasi wanita yang aktif dalam dunia politik.

(22)

pengakuan akan keberadaan perempuan yang mampu bersaing dan menjadi bagian penting dalam kehidupan publik.

Gender yang diartikan oleh Fakih (2004:8-9) merupakan suatu konsep budaya yang mengacu pada karakteristik yang membedakan antara perempuan dan laki-laki baik secara prilaku, mentalitas dan budaya sosial. Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki – laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Pembahasan mengenai gender membahas mengenai kehidupan dan peran perempuan di seluruh bidang kehidupan, baik itu politik, sosial, budaya, keagamaan dan lain sebagainya.

Di dunia politik, yang terjadi adalah adanya diskriminasi terhadap perempuan baik dalam konsep demokrasi dan partisipasi. Konsep-konsep seperti kompetisi, partisipasi politik, demokrasi serta kebebasan sipil dalam kenyataan politik ternyata hanya terbatas pada dunia kaum laki-laki dan perempuan tidak memilik peran yang berarti di dalamnya. Contohnya, dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 12 tahun 2012 Bab III pasal 8 huruf e terlihat bahwa ada batasan mengenai kiprah perempuan di dunia politik. Dalam pasal tersebut menyebutkan, “…..menyertakan sekurang -kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat”.

(23)

Nampak jelas bahwa dalam dunia politik terdapaat diskriminasi mengenai porsi antara laki-laki dan perempuan dalam kedudukannya di parlemen. (http://psikologisosiald5.blogspot.com/2013/12/diskriminasi-gender-dalam-ranah-politik.html: 16 Maret 2014 pukul 22.50).

Adanya kesadaraan perempuan untuk memperjuangkan haknya dalam memberikan aspirasi melalui keikutsertaannya dalam pemilihan umum, mendorong terbentuknya peran perempuan dalam dunia politik. Misalnya dengan bergabung dalam organisasi-organisasi poitik baik itu partai atau organisasi lainnya. Beberapa nama perempuan yang sampai saat ini berkiprah di politik dan berjuang membela aspirasi rakyat dalam parlemen adalah Armida Alisjahbana (menteri Indonesia ahli ekonomi), Megawati (Presiden Wanita RI pertama), SK Trimurti (menteri Indonesia, pengajar, penulis, wartawan) dan Tuty Alawiyah (menteri Indonesia, anggota MPR RI).

Dalam lingkup keluarga, perempuan yang diwakili oleh ibu rumah tangga memiliki peran yang juga penting dalam pengambilan keputusan walaupun para lelakilah yang menjadi kepala keluarganya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Evelyn Blackwood yang dikutip dalam Triwarmiyati (2009) menemukan bahwa pada sistem Matrilinial pada masyarakat Minang terjadi perubahan peran perempuan dalam keluarga. Pola komunikasi yang dimiliki perempuan memiliki kemampuan untuk menarik perhatian dan memberikan pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

(24)

Perempuan dan Perlindungan Anak (Rabu, 21 Agustus 2013) di Jakarta, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan bahwa peran perempuan dalam mengambil keputusan di parlemen dinilai sangat penting. Keterwakilan perempuan di DPR kini baru sekitar 18%. Menteri berharap pemilu mendatang lebih dari 18% karena percepatan retribusi hak politik perempuan sangatlah strategis untuk mendorong percepatan kemajuan di bidang lainnya.

Perempuan canlon anggota legislative dari setiap partai politik perlu kreatif dan bersatu dalam kampanye di daerah pemilihannya masing-masing untuk meningkatkan jumlah 30% ketereakilan perempuan di parlemen dan meningkatkan keterpilihan serta partisipasi pemilih. Peningkatan itu mempercepat retribusi hak politik perempuan.

(25)

Selain permasalahan diatas, gerakan feminis sangat tidak menguntungkan bagi keterpilihan perempuan dalam pemilu karena calon-calon terpopuler dari masing-masing partai politik mayoritas pada calon laki-laki. Mayoritas ketua partai politik dan sekertaris jendral baik di DPP maupun di DPD/DPC diduduki oleh laki-laki. Posisi tersebut sangat strategis bagi seseorang untuk dikenal secara luas oleh public bahkan jajaran kepengurusan elit partai politik mayoritas didominasi oleh laki-laki, kecuali pada bidang tertentu yang biasanya diduduki perempuan karena tidak diminati oleh laki-laki miasalnya pada bidang pemberdayaan perempuan.

Diperlukan strategi kampanye yang efektif bagi perempuan untuk dapat mengejar ketertinggalan mereka dari kaum laki-laki, baik dalam persaingan dengan calon laki-laki dari satu partai maupun dari partai lain di satu daerah pemilihan. Pandangan partai akan peranan perempuan menjadi penting apabila partai dapat melihat berbagai peluang yang ada. Salah satu contohnya adalah pada Partai Demokrat yang juga memberdayakan perempuan dalam proses kampanye pemilu melalui adanya departemen khusus yang menanungi masalah perempuan dan anak.

Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merupakan bagian dari Partai Demokrat yang terus berusaha untuk mengembangkan potensi perempuan dan memberikan pelajaran kepada perempuan tentang politik dan pentingnya keikutsertaan perempuan di dalam dunia politik.

(26)

tempat mendidik kader perempuan dalam jabatan politik, oleh sebab itu perempuan dituntut mampu memberikan warna dalam isu politik. Perempuan Partai Demokrat harus mampu berkiprah di tengah – tengah masyarakat, aktualisasi diri penting dilakukan agar potensi tetap terjaga bahkan bertambah di 2014. Dapat terlihat bahwa Partai Demokrat baik itu di pusat atau di daerah memiliki pemahaman pentingnya pemberdayaan perempuan dalam politik.

Kehadiran perempuan akan memberikan warna dalam proses politik. Hal tersebutlah yang menjadi tujuan Partai Demokrat dalam upaya memberdayakan perempuan dalam politik dan kampanye pemilu. (http://politik.kompasiana.com/2010/07/27/perempuan-penentukemenangan-politik 205705.html: diakses pada 15 Februari 2014 pukul 19.30 ).

Partai Demokrat hadir melalui adanya DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung. DPD ini diketuai oleh M. Ridho Ficardo, M.Si yang juga tengah mencalonkan diri sebagai Gubernur Lampung periode 2014-2019. Didalam struktur kepengurusan DPD Partai Demokrat Lampung terdapat satu bidang yang menangani masalah perempuan, yaitu bidang Pemberdayaan Perempuan yang diketuai oleh Fita Nadia dengan wakilnya adalah Cindawani.

(27)

Lampung dalam sambutannya pada kegiatan Diskusi Publik dan Silaturrahmi Daerah Perempuan Partai Demokrat Provinsi Lampung (18/10/2012) menekankan pentingnya perempuan memahami potensi yang ada dalam dirinya dalam hal persamaan hak politik.

Untuk mencapai target keterwakilan perempuan di legislatif, Partai Demokrat menyiapkan kader secara kuantitas dan kualitas, oleh sebab itu kegiatan seperti ini penting dilaksanakan agar proses rekrutment dan analisa kader perempuan menuju pemilu 2014 semakin berkualitas dengan didukung kuantitas yang memadai sehingga tercapai pemenuhan kuota 30% perempuan yang berhasil duduk dalam kursi legislatif di Provinsi Lampung (https://www.google.com/#q=Diskusi+Publik+dan+Silaturrahmi+Daerah+Pe rempuan+Partai+Demokrat+Provinsi+Lampung+: diakses pada 15 Februari 2014 pukul 19.45).

Selain itu dalam memberdayakan perempuan, DPD Partai Demokrat Lampung memiliki sayap partai yang juga fokus pada perempuan. Terdapat PDRI (Perempuan Demokrat Republik Indonesia) yang diketuai oleh Getwien Mosse Umboh S.H dan Majelis Taklim Ar-Ridho yang diketuai oleh Sarifah. Kedua sayap partai ini selain fokus dalam pemberdayaan perempuan dan meningkatkan kemandirian dan kesadaran perempuan di dunia politik dan pemerintahan melalui kampanye untuk memenangkan suara dalam pemilu.

(28)

hukum termasuk kader perempuan Partai Demokrat. Contohnya saja kasus korupsi yang menyeret nama Angelina Sondakh yang merupakan kader Demokrat. KPK menetapkan Anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh sebagai tersangka dalam kasus suap pembangunan wisma atlet di Jakabaring.

(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f2bb475675f2/angelina-sondakh-jadi-tersangka-: diakses pada 25 Februari 2014 pukul 19.15).

Nama lain yang juga disebut mencoreng citra kader perempuan dalam Partai Demokrat adalah Hartati Murdaya dan Andi Nurpati. Hartati Murdaya yang merupakan anggota Dewan Pembina Pusat dan juga pernah menjabat sebagai bendahara Partai Demokrat terseret dalam kasus pidana. Ia terlibat suap pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol dan mendapatkan hukuman selama 2 tahun 8 bulan, pidana denda Rp 150 juta. (http://nasional.inilah.com/read/detail/1956986/inilah-kronologi-kasus-suap-hartati-murdaya#.UwyQwD2Szv8: diakses pada 15 Februari 2014 pukul 19.36).

Berbeda dengan kedua nama diatas, Andi Nurpati yang merupakan pengurus DPP Partai Demokrat melakukan tindak pidana terkait putusan sengketa Pemilu Sulawesi Selatan tentang pemberian kursi legislatif di DPR yang dikeluarkan MK pada 2009 lalu. Pidana itu dilakukan Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat yang saat itu menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum tahun 2009.

(29)

Partai Demokrat yang menyatakan dirinya sebagai partai yang komitmen dengan pemberdayaan perempuan serta memiliki strategi yang santun dan cerdas dalam memberdayaan perempuan ternyata belum mampu membawa kader partai ini untuk mempertanggung jawabkan komitmen yang diusung oleh Partai Demokrat. Partai Demokrat merupakan partai besar dan merupakan partai kader. Semua kader Partai Demokrat telah melalui kaderisasi dan memiliki kualifikasi yang diusung partai. Namun semua itu kembali kepada pribadi masing-masing kader walaupun penilaian akan suatu partai dilihat juga berdasarkan tingkah laku kader partai yang bersangkutan.

Partai Demokrat merupakan partai yang mengawali perjalanan politik dengan strategi yang baik sehingga mampu bersaing dan memenangkan pemilu selama dua periode sebelumnya serta berkomitmen akan pemberdayaan perempuan sehingga menghasilkan kader perempuan yang berkualitas dan berkarakter. Saat ini terdapat berbagai kasus pidana yang dialami oleh kader-kader perempuan di Partai Demokrat baik itu di pusat ataupun di daerah. Fakta menggambarkan adanya ketimpangan yang terjadi mengenai konsep pemberdayaan perempuan yang berakibat pada nama baik dan citra partai yang berakibat akan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai bernuansa biru ini.

(30)

yang bersih dari berbagai kasus menjadi tugas Partai Demokrat untuk terus memperbaiki diri dan mengembalikann kepercayaan masyarakat sehingga kadr-kader perempuan yang akan maju di pemilihan umum tahun 2014 dapat memberikan kemenangan kepada Partai Demokrat.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam terhadap strategi pemberdayaan calon anggota legislatif perempuan dalam kampanye pemilihan umum legislatif 2014 oleh DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung. Adanya berbagai kasus yang dialami oleh Partai Demokrat sehingga membuat citra partai yang mulai menurun mendorong peneliti untuk melihat usaha Partai Demokrat memenangkan kader perempuan partai untuk memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum tahun 2014 melalui berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan yang menjadi salah satu faktor penting dalam memenangkan pemilu 2014.

B. Rumusan Masalah

(31)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan strategi pemberdayaan calon anggota legislatif perempuan dalam kampanye pemilihan umum legislatif tahun 2014 oleh DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunan penelitian ini adalah :

1. Secara akademik, hasil penelitian ini sebagai salah satu kajian Ilmu Pemerintahan khususnya di bidang partai politik dan pemilu dalam aspek fungsi gender dalam kampanye pemilu oleh DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung.

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Strategi

1. Pengertian Strategi

Dalam Cangara mengenai komunikasi politik (2009:291-292) menyatakan bahwa istilah strategi berasal dari bahasa Yunani klasik. Yang pertama adalah kata “stratus” yang artinya tentara. Dan kedua adalah kata “agein”yang berarti memimpin. Bila diartikan menurut kedua kata tersebut, strategi berarti memimpin tentara.

(33)

Clausewitz (Arifin,2003:161) berpendapat bahwa pengertian strategi adalah “pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan". Menurut Morrisey (Nimmo,2005:121), strategi adalah “proses untuk menentukan arah yang harus dituju oleh perusahaan agar misinya tercapai dan sebagai daya dorong yang akan membantu perusahaan dalam menentukan produk, jasa, dan pasarnya di masa depan”.

Berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurut Hamel dan Prahalad (Nimmo,2005:121) , pengertian strategi adalah “tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan”. Strategi lebih mengarah pada tindakan yang

akan dilakukan dalam mencapai tujuan. Didalam strategi terdapat susunan atau langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan.

Menurut Mintzberg (2007) yang dikutip dalam Morisanny (2001), konsep strategi mencakup lima arti yang saling terkait, dimana strategi adalah suatu:

1. Perencanaan untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh organisasi secara rasional dalam mewujudkan tujuan-tujuan jangka panjangnya.

2. Acuan yang berkenaan dengan penilaian konsistensi ataupun inkonsistensi perilaku serta tindakan yang dilakukan oleh organisasi.

(34)

4. Suatu perspektif yang menyangkut visi yang terintegrasi antara organisasi dengan lingkungannya yang menjadi batas bagi aktivitasnya.

5. Rincian langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk mengelabui para pesaing.

2. Strategi Politik

Menurut Beauffre (Nimmo,2005:123), strategi politik diartikan sebagai seni yang menggunakan semua kekuatan untuk mencapai semua tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh politik, dan diartikan juga sebagai keseluruhan keputusan-keputusan kondisional yang menetapkan tindakan-tindakan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap keadaan yang munkin terjadi di masa depan. Dalam menyusun strategi dibutuhkan persiapan, pertimbangan dan perhitungan yang matang sehingga dapat memunculkan ide-ide yang kreatif yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melangkah dan mengambil suatu keputusan dalam menentukan strategi. Dalam politik terdapat strategi.

(35)

1. Strategi Penguatan (Reinforcement Strategy)

Strategi ini dilakukan oleh kandidat yang telah dipilih dengan membuktikan janji-janji dalam kampanye misalnya melalui pembuatan dan penerapan kebijakan yang pro-rakyat, anggaran berorientasi pada gender serta hal-hal yang dapat menguatkan pemilih untuk terus mendukung kandidat pada pemilihan selanjutnya.

2. Strategi Rasionalisasi (Rationalization Strategy)

Strategi ini dilakukan pada saat kinerja kandidat tidak sesuai dengan citra yang telah dibangun. Perlu adanya rasionalisasi strategi agar citra yang dibangun tidak tercoreng pada saat pilkada selanjutnya.

3. Strategi Bujukan (Inducement Strategy)

Strategi ini diterapkan pada saat citra kandidat tidak sesuai dengan persepsi atau harapan masyarakat meskipun kinerja kandidat yang bersangkutan sudah baik dimata pemilih.

4. Strategi Konfrontasi (Confrontation Strategy)

Strategi ini dilakukan kepada para kandidat yang salah menentukan citra yang tidak sesuai dengan kinerja yang dilakukan. Diperlukan pembaharuan citra dan kinerja dalam memenangkan pemilihan selanjutnya.

3. Jenis-Jenis Strategi

Menurut Schroder (2004:162), jenis-jenis strategi terdiri dari : a. Strategi Offensif

Strategi offensif dibutuhkan saat partai ingin meningkatkan jumlah pemilih atau apabila kandidat legislatif ingin mengimplementasikan sebuah program yang telah direncanakan. Strategi untuk memperluas jangkauan dan menembus area baru merupakan konsep dalam strategi offensif.

b. Strategi Deffensif

(36)

B. Pemberdayaan Perempuan

1. Konsep Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Menurut Fakih (2004:8-9), gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Laki - laki dinilai kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat dan ciri yang ada di laki-laki dan perempuan ini dapat dipertukarkan seiring perjalanan waktu dan dapat berbeda dari tempat ke kempat, inilah yang disebut konsep gender.

Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar (Nugroho,2004; 11), gender dan jenis kelamin merupakan hal yang berbeda. Jenis kelamin adalah perbedaan biolgis hormonal dan patologis antara perempuan dan laki-laki yang memiliki susunan bentuk dan organ tubuh yang berbeda. Sedangkan gender adalah seperangkap peran, sikap, tanggung jawab, fungsi dan hak dan perilaku yang melekat pada diri laki laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan.

(37)

berbeda antar daerah yang satu dengan yang lain dan dapat diperbaharui setiap saat.

Bronislaw Malinowski (Hadiz, 2004:403) menyimpulkan bahwa sistem kebudayaan masyarakat memungkinkan wanita berada pada posisi subordinasi, meskipun telah berperan ganda. Selain berperan dalam sektor domestik (sebagai ibu rumah tangga), perempuan juga menjalankan fungsi ekonomi dengan melakukan pekerjaan diluar rumah untuk mencari penghasilan.

Hal lain mengenai indikator untuk menjelaskan atau menilai seberapa besar kekuasaan yang dimiliki perempuan dikemukakan oleh Nadia Hijab (Hadiz,2004:405) terdiri dari tiga indikator. Pertama, partisipasi dalam proses demokrasi. Kedua, undang-undang yang mengatur masalah status personal. Dan ketiga, akses perempuan dalam pendidikan dan gaji kerja. Semakin banyak wanita yang terwakili dalam lembaga pemerintahan maka semakin banyak muncul undang-undang yang memberi persamaan hak pada pencapaian status personal tanpa membedakan jenis kelamin.

(38)

sebagai manusia agar mampu berpartisispasi, memiliki kesempatan dan control, serta memperoleh manfaat dalam kegiatan pembangunan.

Analisis mengenai gender merupakan suatu proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami beberapa hal, yaitu pembagian kerja atau peran laki laki dan perempuan, kesempatan dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, dan pola hubungan antara laki-laki dan perempua yang timpang yang dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya agama dan suku bangsa.

Konsep pemberdayaan yang dikemukakan oleh Prijono dan Pranaka (1996: 2-8) menjelaskan konsep pemberdayaan (empowerment) dilihat dari perkembangan konsep dan pengertian yang disajikan dalam beberapa catatan kepustakaan, dan penerapannya dalam kehidupan masyrakat. Sulistiyani (2004:7) yang dikutip dalam Jurnal Universitas Neegri Yogja (http://eprints.uny.ac.id/7803/3/BAB%202-07404244051.pdf: diakses pada 09 Maret 2014 pukul 20.35 ) menjelaskan bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar daya yang berarti kekuatan atau kemampuan.

(39)

berdaya. Dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata ”empower” mengandung dua arti.

Yang pertama adalah to give power of authority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan, dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Pemberdayaan merupakan upaya meningkatkan kemampuan individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge).

Pada intinya pemberdayaan yang dikemukakan oleh Prijono dan Pranarka, (1996: 2-8) adalah

“membantu seseorang untuk memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkunganya”.

(40)

perempuan baik itu dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan, pemerintahan dan bidang lainnya.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah membentuk individu menjadi mandiri baik dalam berfikir, bertindak dan mengendalikan diri. Pemberdayaan perempuan adalah suatu upaya membangkitkan kemampuan, potensi dan peran aktif perempuan. Perempuan yang memiliki sifat lebih pintar, berkarakter, ulet, lembut dan sabar dinilai cukup berpotensi untuk diberdayakan diberbagai sektor kehidupan. Peran perempuan dibalik keberhasilan seseorang menjadi nilai yang diperhitungkan. Secara khusus dalam bidang politik, perempuan memiliki tempat karena perjuangannya untuk dapat disejajarkan oleh kaum pria menjadi salah satu contoh kemampuan perempuan dalam bidang politik.

Pemberdayaan (empowerment) menurut Sumodiningrat (1999) merupakan serangkaian upaya untuk meningkatkan kemampuan dan memperluas akses terhadap suatu kondisi untuk mendorong kemandirian yang berkelanjutan (tanggap dan kritis terhadap perubahan) serta mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri, melalui penciptaan peluang yang seluas-luasnya agar mampu berpartisipasi.

(41)

mereka dalam menentukan pilihan dalam kehidupan dan memperngaruhi arah perubahan melalui kesanggupan melakukan kontro atas sumber daya material dan non material.

Kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup kuat karena terdapat banyak ketentuan dalam undang-undang yang memberi perlindungan secara hukum kepada perempuan. Didukung pula dengan adanya kesepakatan perjanjian mengenai Hak Politik Perempuan (Convention on the Political Right of Women) dan perjanjian mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Political Elimination of All Forms of Discrimination against Women /

CEDAW).

Pemberdayaan perempuan secara positif akan memberikan kesempatan yang baik bagi meningkatnya kualitas dan derajat perempuan diberbagai bidang namun tetap pada koridor yang benar. Dalam konteks pemberdayaan bagi perempuan, menurut Katjasungkana dalam diskusi Tim Perumus Strategi Pembangunan Nasional (Nugroho, 2008) mengemukakan, ada empat indikator pemberdayaan.

1. Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-sumber daya produktif di dalam lingkungan.

2. Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya yang terbatas tersebut.

3. Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya-sumber daya tersebut.

(42)

Sumodiningrat (Nugroho:2008) menjelaskan untuk melakukan pemberdayaan perlu tiga langkah yang berkesinambungan, yaitu :

1) Pemihakan, artinya perempuan sebagai pihak yang diberdayakan harus dipihaki daripada laki-laki.

2) Penyiapan, artinya pemberdayaan menuntut kemampuan perempuan untuk bisa ikut mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan mengambil manfaat.

3) Perlindungan, artinya memberikan proteksi sampai dapat dilepas.

2. Strategi Pemberdayaan Perempuan

Menurut Moser (Daulay: 2008), strategi pemberdayaan bukan bermaksud menciptakan perempuan lebih unggul dari laki-laki. Konsep strategi pemberdayaan perempuan yang dimaksud oleh Moser (1993) adalah untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan internal perempuan. Strategi pemberdayaan perempuan dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan atau GAD (Gender and Development). Pendekatan pemberdayaan memahami tujuan pembangunan bagi perempuan adalah dalam hal kemandirian dan kekuatan internal.

(43)

dalam legislatif serta upaya pemenuhan kuota 30% perempuan dalam parlemen.

Salah satu tujuan pemberdayaan perempuan dalam kampanye pemilu adalah untuk menghilangkan diskriminasi gender dimana peran dan keikutsertaan perempuan dalam proses pemilu tidak lebih banyak dibandingkan kaum laki-laki. Beberapa hambatan yang sering muncul dalam pemberdayaan perempuan dalam kampanye pemilu adalah :

1) Budaya di Indonesia yang masih sangat kental asas patriarkai. Persepsi yang sering dipegang adalah bahwa arena politik adalah untuk laki-laki, dan bahwa tidaklah pantas bagi wanita untuk menjadi anggota parlemen.

2) Proses seleksi dalam partai politik. Seleksi terhadap para kandidat biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil pejabat atau pimpinan partai, yang hampir selalu laki-laki. Termasuk Indonesia, kesadaran mengenai kesetaraan gender dan keadilan masih rendah, pemimpin laki-laki dari partai-partai politik mempunyai pengaruh yang tidak proporsional terhadap politik partai, khususnya dalam hal gender. Perempuan tidak memperoleh banyak dukungan dari partai-partai politik karena struktur kepemimpinannya didominasi oleh kaum laki-laki.

3) Media yang berperan penting dalam membangun opini publik mengenai pentingnya representasi perempuan dalam parlemen. 4) Tidak adanya jaringan antara organisasi massa, LSM dan partai

politik untuk memperjuangkan representasi perempuan. 5) Faktor ekonomi dan pendidikan perempuan masih rendah. 6) Faktor keluarga.

(http://www.idea.int/publications/wip/upload/cs-indonesia.pdf diakses pada 09 Maret 2014 pukul 20.40)

(44)

1. Adanya advokasi

Berkaitan dengan perlindungan perempuan dalam aspek hukum dengan tujuan melindungi hak perempuan dalam politik.

2. Memberikan akses

Akses diberikan kepada perempuan misalnya dimudahkan dalam informasi, diberikan kesempatan memegang jabatan dalam organisasi atau partai, dan memberikan ruang kepada perempuan untuk menyampaikan aspirasi.

3. Perempuan dalam Badan Pengendali Pemilu (Bapilu)

Keikutsertaan perempuan dalam badan pengendali pemilu di partai sebagai bagian dari proses pemilu.

Berdasarkan pemaparan diatas, keberhasilan pemberdayaan perempuan dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu :

1. Kemandirian

Kemandirian didefinisikan oleh Masrun (1986:8) adalah

“suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain maupun bertindak kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya”.

Menurut Brawer (Thoha, 1993:121) kemandirian adalah

(45)

otonomi diartikan sebagai perilaku yang terdapat dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam dan tidak terpengaruh oleh orang lain”.

Antonius, (2002,145) menyimpulkan bahwa

“mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri digambarkan sebagai situasi dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya”.

Ciri kemandirian dirumuskan oleh Thoha (1993:123) diantaranya adalah :

a. Ada rasa tanggungjawab

b. Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi secara intelegen

c. Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan yang lain

d. Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna bagi orang lain

(46)

2. Partisipasi

Definisi partisipasi dirumuskan oleh Slameto (1995) adalah pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu obyek, dan juga meliputi banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang sedang dilakukan. Menurut Bedjo (1996), yang dimaksudkan dengan partisipasi adalah perilaku yang memberikan pemikiran terhadap sesuatu atau seseorang. Perilaku merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang dari luar lingkungannya.

Partisipasi menurut Hoofsteede (Khairuddin, 2000) adalah ”The

taking part in one or more phases of the process” yang artinya

mengambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses, dalam hal ini proses pembangunan. Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan.

(47)

3. Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender yang dirumuskan oleh Unesco, (2002) adalah “suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan”.

Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

3. Perempuan Dalam Politik

(48)

Pertama, dapat dikatakan bahwa tidak ada demokrasi sejati (no true democracy) dan tidak ada partisipasi masyarakat yang sesungguhnya (no

true people’s participation) dalam pemerintahan dan pembangunan, tanpa adanya partisipasi yang setara antara laki-laki dan perempuan.

Kedua, tujuan pembangunan tidak akan dapat dicapai tanpa adanya partisipasi perempuan, bukan hanya dalam pembangunan tetapi juga dalam menentukan tujuan dari pembangunan itu sendiri. Representasi politik perempuan adalah untuk menentukan perspektif dan tujuan pembangunan yang berpihak pada kepentingan perempuan.

Ketiga, partisipasi perempuan akan membawa prioritas dan perspektif baru yang lebih berpihak kepada masyarakat, terutama perempuan dan anak. Hasil signifikan yang diharapkan dari representasi perempuan adalah terwujudnya kesetaraan gender melalui parlemen. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan semakin banyaknya undang-undang yang sensitif gender dan Anggaran Responsif Gender (ARG).

(49)

perempuan dan pemahaman mengenai Pengarusutamaan Gender dalam parlemen. Menurut Suryohadiprojo (1987:237),

Kemampuan wanita memang makin kelihatan dalam berbagai macam pekerjaan dan profesi. Hampir tidak ada lagi pekerjaan yang tak dapat dikerjakan oleh wanita seperti yang dikerjakan oleh pria. Dan kualitas pekerjaannya tidak lebih rendah dari pria, kecuali kalau pekerjaan itu menuntut tenaga fisik yang besar, seperti pekerjaan buruh pelabuhan. Sebaliknya ada pekerja yang lebih tepat dilakukan oleh wanita karena lebih menuntut sifat-sifat kewanitaannya.

Kemajuan dan profesi perempuan diperoleh memalui usaha, maka dari itu Hall (dalam Tan, 1991:105) :

Kaum perempuan sendiri harus bekerja keras, denagn bekerjasama untuk menjamin agar suara didengar dan perspektif mereka dibeberkan dimeja tempat pengambilan keputusan. Perempuan harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan baru termasuk tugas mengambil keputusan di tangan sendiri.

Peran wanita secara sederhana dikemukakan oleh Suwondo (1981:266) adalah :

a. Sebagai warga Negara dalam hubungannya dengan hak-hak dalam bidang sipil dan politik, termasuk perlakuan terhadap wanita dalam partisipasi tenaga kerja; yang dapat disebut fungsi ekstern.

b. Sebagai ibu dalam rumah tangga dan istri dalam hubungan rumah tangga; yang dapat disebut fungsi intern.

(50)

politik yang dimiliki perempuan tidak sesuai dengan harapan seperti yang dikemukakan oleh Suwondo (1981:141) yaitu :

1. Kenyataan bahwa jumlah wanita yang duduk dalam badan-badan legislative belum memadai, disebabkan oleh sistem pencalonan melalui daftar calon, dimana wanita dicantumkan dibagaian bawah dari daftar

2. Kenyataan yang menunjukkan bahwa kedudukan/jabatan penentuan kebijaksanaan belum banyak diisi oleh kaum wanita. Maka dalam rencana Kegiatan Nasional Wanita Indonesia antara lain disarankan mengenai bidang ini

Peran perempuan dalam pembangunan dalam bidang politik perlu adanya peningkatan porsi yang seimbang dengan laki-laki didukung dengan adanya pendapat Yusuf (dalam Tan, 1991:35) adalah

dibidang kehidupan politik, baik segi eksekutif, legislative maupun yudukatifnya, kepemimpinan perempuan telah mulai diperhitungkan walaupun belum seimbang dengan proporsinya dalam jumlah masyarakat. Jumlah menteri dalam kabinet …. Terbatas, itupun hanya kepentingan tertentu saja, mestinya ditambah.

Selain itu, dalam Budiardjo (2008:3) menjelaskan bahwa

Di Negara-negara demokratis, pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik ialah bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tumpuk pimpinan untuk masa berikutnya. Jadi partisipasi politik meruapakan suatu pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.

(51)

pemahaman dan keikutsertaan perempuan dalam permasalahan politik serta dalam kegiatan-kegiatan politik. Sebaliknya, apabila partisipasi perempuan rendah maka dapat disimpulkan bahwa kaum perembuan tidak memiliki kepedulian terhadap kehidupan politik di negaranya. Partisipasi politik dapat dilakukan oleh perempuan melalui berbagai cara, misalnya :

a. Bagi para ibu rumah tangga dapat ikut aktif dalam mendukung program pemerintah khususnya yang berkaitan dengan kepentingan bersama, yaitu Posyandu, PKK, KB dan lain sebagainya. Selain itu dengan memberikan arahan kepada komunitasnya untuk ikut serta dalam pemilihan umum agar tidak menjadi golongan putih

b. Bagi perempuan yang berkarier di dunia politik dapat aktif dalam kepengurusan partai/organisasi politik khususnya bidang pemberdayaan perempuan serta mencalonkan diri sebagai angota legoslatif untuk memperjuangkan aspirasi rakyat

c. Perempuan yang berkarier di eksekutif atau pemerintahan, dapat menjalankan fungsi sesuai kemampuan, latar belakang pendidikan dan beban tugas yang diberikan dengan penuh tanggung jawab. Kegiatan di pemerintahan misalnya sebagai pengambil keputusan yaitu keduduakn lurah, camat, walikota, atau yang lainnya.

(52)

Dengan demikian, perempuan dapat berperan aktif memalui profesi yang dijalaninya dan memiliki peranan sebagai pengambil kebijakan agar keberadaan perempuan diperhitungkan.

C. Konsep Kampanye Politik

1. Kampanye Politik

Definisi terpopuler mengenai kampanye disampaikan oleh Rogers dan Storey (Venus, 2004:8). Menurut Rogers dan Storey (1987), definisi kampanye adalah “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana

dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.

Berdasarkan definisi ini, kampanye pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi khalayak. Kegiatan ini dilakukan dengan terlebih dulu menentukan khalayak sasaran yang telah disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan kampanye.

(53)

Berdasarkan beberapa definisi diatas, Ruslan (2007:24) menyimpulkan bahwa dalam kampanye terdapat lima poin kegiatan, yaitu :

1) Adanya aktivitas proses komunikasi kampanye untuk mempengaruhi khalayak tertentu

2) Untuk membujuk dan memotivasi khalayak untuk berpartisipatif 3) Ingin menciptakan efek atau dampak tertentu seperti yang

direncanakan

4) Dilaksanakan dengan tema spesifik dan nara sumber yang jelas 5) Dalam waktu tertentu atau telah ditetapkan, dilaksanakan secara

terorganisasi dan terencana baik untuk kepentingan kedua belah pihak atau sepihak

Dalam konsep kampanye yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam Komunikasi Politik (2005:195), terdapat tiga cara penyampaian kampanye yaitu kampanye massa, kampanye interpersonal dan kampanye organisasi.

a) Kampanye massa merupakan kampanye yang ditujukan kepada massa (orang banyak). Kampanye ini dilakukan melalui hubungan tatap muka maupun melalui berbgai media seperti radio, televisi, film, spanduk, baliho internet dan berbagai media lainnya.

b)Kampanye interpersonal merupakan kampanye tanpa media massa. Melalui pertemuan langsung antara kandidat dengan calon pemilih baik didalamnya terdapat kegiatan dialog ataupun hanya bertatap muka dan berjabat tangan namun tujuannya adalah untuk menyampaikan pesan politik.

c) Kampanye organisasi merupakan kampanye yang mengandalkan dukungan dari organisasi. Target dukungannya adalah partai politik, organisasi sosial, dan kelompok penyokong.

(54)

kampanye pemilu merupakan suatu kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta pemilu dan atau informasi lainnya.

Kegiatan kampanye pemilu bertujuan untuk mengajak para calon pemilih untuk memberikan suaranya dalam pemilu kepada partai atau calon legislatif yang melaksanakan kampanye. Dalam penyampaian kampanye terdapat aktor yang terlibat dalam menggagas, merancang, mengorganisasikan dan menyampaikan pesan dalam kegiatan kampanye yang disebut sebagai pelaku kampanye. Kampanye dilakukan melalui kerjasama tim (team work).

Zalmant (Venus, 2004:54) membagi tim kerja dalam kampanye (social change campaign) dalam dua kelompok yakni leaders (pemimpin atau tokoh) yang di dalamnya terdapat coordinator pelaksana, penyandang dana, petugas administrasi kampanye dan pelaksana teknis dan kelompok kedua adalah supporters (pendukung) dimana terdapat petugas lapangan atau kader, penyumbang dan simpatisan yang meramaikan kampanye.

(55)

pesan-pesan kampanye yang menarik sehingga khalayak mau memilih partai tersebut.

Pfeau dan Parrot (Venus, 2004:71) menasehatkan untuk berhati-hati dalam mengkonstruksi pesan kampanye. Menurut Venus (2004:71) tujuan kampanye hanya dapat dicapai bila khalayak memahami pesan-pesan yang disampaikan. Ketidakmampuan mengonstruksi pesan sesuai dengan khalayak sasaran yang dihadapi merupakan awal kegagalan kampanye. Begitu pula dengan keberhasilan kampanye, ditentukan pula melalui keberhasial mengonstruksi pesan kampanya.

Kesuksesan kampanye menurut Rogers dan Snyder (2002) dalam Manajemen Kampanye (Venus, 2004:71) dipengaruhi oleh adanya para perancang pesan yang sensitif dan kreatif. Perancang pesan memiliki kepekaan dalam mengidentifikasi kharakteristik khalayak dan memiliki kreativitas mendesain pesan sesuai cirri-ciri umum khalayak yang menjadi sasaran utama yang didalamnya mengandung dua aspek penting yaitu isi pesan dan struktur pesan.

(56)

beragam yang berakibat pada cara mereka merespon pesan kampanye akan berbeda-beda.

Berdasarkan berbagai temuan dibidang psikologi yang dipaparkan oleh Venus (2004:98-116) menyatakan bahwa sebagaian besar orang akan menanggapi informasi yang didapat berdasar pada tiga hal berikut, yaitu :

1)Keyakinan

Menurut Johnston (1994), keyakinan merupakan pernyataan yang kita persepsi sebagai sesuatu yang benar. Dalam keyakinan terdapat tiga ciri pokok, yakni : keyakinan dapat beragam kekuatannya karena konstruk ini bersifat probabilistik; keyakinan yang ada berkaitan dengan sistem keyakinan; dan keyakinan memiliki berbagai lapisan yang masing-masing mengindikasikan jenis keyakinan yang berbeda.

2)Sikap

Berdasarkan penggabungan definisi oleh beberapa ahli yaitu Mueller (1986), Rokeach (1994) dan Warren & Jahoda (1995) maka yang disebut dengan sikap adalah kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu baik secara positif ataupun negative dengan mendasarkan diri pada keyakinan-keyakinan yang terorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat aspek penting dalam sikap, yaitu : sikap memiliki dimensi aktif; sikap adalah keyakinan yang terorganisasi; sikap bersifat relatif menetap dan sikap merefleksikan komponen kombinasi keyakinan-keyakinan individu.

3)Nilai

Rokeach (1976) mendefinisikan nilai sebagai keyakian yang berlaku terus-menerus (menetap) bahwa cara berperilaku atau kondisi akhir keberadaan tertentu secara pribadi atau sosial lebih diharapkan ketimbang cara berperilaku atau kondisi akhir lainnya yang bertentangan.

2. Jenis-Jenis Kampanye Politik

(57)

tujuan tertentu. Maka Charles U. Larson (California. Wardsworth Publishing Co. 1992) dalam Kampanye Public Relattions (Ruslan 2007 :25) membagi jenis-jenis kampanye kedalam tiga bagian, yaitu :

1. Product-Oriented Campaigns

Kampanye ini berorientasi pada produk dan biasanya dilakukan dalam kegiatan komersial kampanye promosi pemasaran suatu peluncuran produk yang baru. Kampane ini dilakukan untuk membangun citra positif melalui program kepedulian dan tanggung jawab sosial.

2. Candidate-Oriented Campaigns

Pada kampanye ini, yang menjadi orientasi kampanye adalah kandidat yang bertujuan untuk kepentingan kampanye politik. Pada umumnya, kampanye ini dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik dan biasa disebut dengan kampanye politik.

3. Ideological or Cause Oriented Campaigns

Jenis kampanye ini berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi pada perubahan sosial. Kampanye ini ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku public yang terkait.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kampanye

Berdasarkan temuan para ahli, Venus (2004:130) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kampanye, yaitu :

1. Program kampanye menetapkan khalayak sebagai sasaran yang tepat dan memberikan program yang pro-rakyat.

2. Menggunakan media secara maksimal dan memanfaatkan media sebagai sarana komunikasi kepada khalayak baik antarpribadi maupun antarkelompok.

3. Anggaran kampanye yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhan kampanye.

(58)

5. Memahami karakteristik khalayak yang akan dihadapi secara meadai.

4. Teknik Persuasif Kampanye

Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi. Venus (2004:29) menyatakan bahwa konsep kampanye harus dipahami sebagai tindakan komunikasi dua arah yang didasarkan pada pendekatan persuasif. Arifin (2003:84) memaparkan tiga sasaran kampanye politik dalam konteks persaingan antarpartai politik, yaitu :

1. Membangkitkan kesetiaan alami para pengikut suatu partai agar tetap memilih sesuai dengan kesetiaan

2. Menggalang rakyat (pemilih) yang tidak terikat pada partai tertentu, atau menciptakan pendukung baru dari golongan independen

3. Menyakinkan rakyat (pemilih) dari partai lain, bahwa keadaan akan lebih baik jika mereka menjatuhkan pilihan kandidat dari partai lain

Dalam melaksanakan kampanye politik serta menjalankan ketiga gagasan yang dipaparkan oleh Arifin (2003:84), diperlukan manajemen kampanye yang terkonsep secara total. Dimulai dengan perumusan gagasan vital atau tema kampanya yang persuasif dan kemudian disusun dengan perencanaan, pengorganisasian, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Dalam ungkapan Perloff (1993) dikatakan “campaigns generally exemplify

persuasion in action” (Venus, 2004:7). Bertolak pada pendapat Perloff,

(59)

1)Kampanya secara sistematis berusaha menyediakan tempat tertentu dalam pikiran khalayak tentang produk, kandidat atau gagasan yang disodorkan

2)Kampanye berlangsung dalam berbagai tahapan mulai dari menarik perhatian khalayak, menyiapkan khalayak untuk bertindak, hingga akhirnya mengakjak mereka melakukan tindakan nyata

3)Kampanye mendramatisasi gagasan-gagasan yang disampaikan pada khalayak dan mengundang mereka untuk terlibat baik secara simbolis maupun praktis, guna mencapai tujuan kampanye

4)Kampanye secara nyata menggunakan kekuatan media massa dalam upaya menggugah kesadaran hingga mengubah perilaku khalayak

Pengertian komunikasi persuasif dalam kampanye menurut R. Wayne, Brend D. Peterson dan M. Dallas (Venus, 2004:27) merupakan tindakan komunikasi yang bertujuan untuk menciptakan khalayak untuk mengambil pandangan komunikator tentang sesuatu hal atau melakukan tindakan tertentu. Pengertian lain disampaikan oleh Johnson (Venus, 2004:27) mengenai tindakan persuasi adalah proses transaksional di antara dua orang atau lebih di mana terjadi upaya merekonstruksi realita melalui pertukaran makna simbolis yang akhirnya menciptakan perubahan kepercayaan, pandangan, sikap atau perilaku secara sukarela.

Berdasarkan beberapa pengertian para ahli, Venus (2004:27) menyimpulkan bahwa tindakan persuasif yang pada prinsipnya dalam proses komunikasi adalah bertujuan mengubah atau memperteguh sikap, pandangan, kepercayaan dan perilaku masyarakat secara sukarela sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh komunikator.

(60)

terjadinya pertukaran pesan persuasif, dan adanya kesukarelaan dalam menerima atau menolak gagasan yang ditawarkan.

D. Konsep Pemilihan Umum Legislatif

Pemilihan umum legislatif menrut Surbakti (1999:139) meruapakan suatu ciri demokrasi modern dan merupakan bagian dari pemilihan umum di tingkat lokal atau daerah yang berdasarkan prosedur dan aturan-aturan organisasi untuk memilih sejumlah atau satu orang untuk memegang jabatan dalam suatu organisasi.

Menurut Budiardjo (2008:315), Badan Legislatif atau Lagislature merupakan legislate yang berfungsi membuat undang-undang. Nama lain dari legislatif adalah Assembly yang didalamnya memuat pengertian berkumpul untuk membicarakan masalah-masalah publik ; Parliament yang menekankan unsure bicara dan merundingkan. Sebutan lain yang mengarah kepada keterwakilan anggota-anggotanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau People’s Representative Body.

(61)

Menurut Surbakti (1999:44), terdapat dua prinsip pokok dalam sistem pemilihan umum yaitu :

a. Single-member constituency dimana satu daerah pemilihan memilih satu wakil yang biasa disebut dengan sistem distrik.

b. Multy-member constituency dimana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil yang dinamakan dengan sistem perwakilan berimbang atau sistem proporsional.

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah konsep yang terjadi dari hubungan antara sebab akibat atau kausal hipotesa antar variabel bebas dan variabel terikat atau tidak bebas dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diselidiki (Sukardi, 2005;92).

(62)

Strategi pemberdayaan calon legislatif perempuan dalam kampanye pemilu dinilai berhasil apabila mampu menciptakan kemandiriaan, partisipasi dan kesetaraan gender. Dengan adanya ketiga indikator tersebut, perempuan dinilai mampu berkompetisi dan paham tentang dunia politik dan pemerintahan. Pengetahuan dan keahlian yang dimiliki perempuan dapat diberdayakan diberbagai kegiatan kampanye pemilu.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat diilustrasikan dengan gambar berikut ini :

Gambar. 1 : Skema Kerangka Pikir

Strategi Pemberdayaan Perempuan dalam Kampanye Pemilu

Pemberdayaan Perempuan

Kampanye Pemilu Keberhasilan

Pemberdayaan Perempuan

1. Kemandirian 2. Partisipasi

(63)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis strategi pemberdayaan perempuan dalam kampanye pemilu oleh DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung, maka penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Menurut David Williams (Moleong, 2011:5) penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.

Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang disebut juga sebagai penelitian naturalistic (alamiah) kerena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga metode ethnography karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan pada bidang antropologi budaya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat interaktif dengan sumber data yang valid agar data yang dianalisis memperoleh makna.

(64)

deskriptif berupa kata – kata tertulis maupun lisan dari orang maupun perilaku yang diteliti.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu pendekatan yang dilakukan secara mendalam kepada para informan yang terlibat dalam penelitian ini. Dimana peneliti akan terjun langsung ke lingkungan tempat dimana informan berada sehingga peneliti benar-benar mengetahui situasi dan kondisi di lapangan. Peneliti menggunakan pendekatan ini karena data yang diperoleh diharapkan akan sangat alami dan tidak berbeda dari kondisi dilapangan.

Penelitian kualitatif dilakukan melalui wawancara secara mendalam kepada para informan yang diharapkan data yang diberikan informan akan memberikan informasi yang sebenarnya dimana tidak ada rekayasa dalam memberikan informasi maupun data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. Menurut Hadari Nawawi (2006:63) mengatakan bahwa :

“Penelitian deskriptif adalah sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang Nampak sebagaimana adanya, yang tidak terbatas, pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi melihat analisis dan interpretasi tentang arti data itu”.

Sementara menurut M. Nazir (1998:63) mengenai penelitian deskriptif dikatakan :

Gambar

Gambar. 1 : Skema Kerangka Pikir
Gambar. 2. Struktur Organisasi DPD Partai Demokrat Lampung
Tabel 2. Majelis Partai Daerah Partai Demokrat Provinsi
Tabel 4. Daftar Calon Legislatif DPRD Provinsi Lampung Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan penggunaan model pembelajaran ARIAS adalah karena model pembelajaran ARIAS dirasa cukup tepat karena dalam komponen dan prosesnya dapat melibatkan siswa secara

[r]

Results from acute therapeutic trials with nicotine and novel nicotinic agents suggest that nicotinic stimulation in Alzheimer’s disease patients can improve the acquisition

[r]

Between the 1980s and mid-1990s a number of case- control studies were conducted to study the effect of smoking on the onset of Alzheimer’s disease (AD).. Lee (1994) produced a

[r]

Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana merancang prototipe aplikasi marketplace paket wisata untuk wisatawan lokal agar mudah digunakan dalam

Pengawasan Inspektorat Kota Baubau Terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Baubau, Didalam melakukan aktifitasnya sebagai pengawas fungsional terhadap