3 cm
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
Lampiran Gambar 1. Bagan Penanaman
25 cm
Lampiran Gambar 2. Bagan Penelitian
25 cm 5 cm 22 cm 5cm U K3(1) K5(1) K2(3) K3(3) K3(2) K0(3) K1(1) K9(1) K4(3)
K6(2) K8(3)
K7(1) K9(3) K4(1) K7(3) K5(3) K2(1) K4(2) K5(2)
K0(1) K9(2)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. H., H. Tanveer., M. A. Nadeem., and H. N. Asghar., 2011. Scientific Note:
Methods to Break Seed Dormancy of Rhynchosia capitata
a Summer Annual Weed. J. Chilean Journal 0f Agicultural Research
71(3).
Abubakar, Z., and Maimuna. 2013. Effect of Hydrochloric Acid, Mechanical
Scarification, Wet Heat Treatment on Germination of Seed of
Parkia Biglobosa African Locust Bean (Daurawa) Case Study of Gombe
Local Government Area. J. Appl. Sci. Environ. Manage. 17(1):119-123.
Aston, R., B. Baer., and D. Silverstein. 2006. The Incredible Pomeganate. http://3mpub.com. Diakses pada tanggal 16 Maret 2014.
Bradley, K. 2010. Pomeganate Ingedient of Month. American Cullinary
Federation, http://www.acfchefs.org. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
Bhanu, T. K. C., and V. Bhatnagar. 2009. Seed Science and Technology. Campus Books International, New Delhi.
Copeland, L.O and M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Kluwer Academic Publishers, London.
Faustina, E., P. Yudono., dan R. Rabaniyah. 2012. Pengaruh Cara Pelepasan Aril dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Pematahan Dormansi Benih Pepaya (Carica papaya L.). J. Universitas Gajah Mada 1(1)
Fahmi, Z. I., 2012. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi. J. Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. hlm:3.
Holland, D., K. Hatib, and I. Bar-Ya’akov. 2009 Pomeganate: Botany, Horticulture, Breeding. Jules Janick (ed).. Horticultural Reviews, Vol:35. John Wiley & Sons, Inc., Israel.
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 2013.
Punica ganatum L. Diakses dari http://www.iucnredlist.org pada tanggal
18 Mei 2014.
Levin, G.M., 1999. Pomeganate. Turkmen Experimental Station of Genetic
Resources of Plants, Turkmenistan. Diakses dari http://ucanr.edu pada tanggal 17 Mei 2014.
Mungnisjah W.Q., A. Setiawan, Suwarto, dan C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Gafindo Persada. Jakarta.
Olmez, Z., F. Temel., A. Gokturk and Z. Yahyaoglu. 2007. Effect of Sulphuric Acid and Cold Stratification Pretreatments on Germination of Pomeganate
(Punica ganatum L). J. Asian Journal of Plant Sciences 6 (2) : 427-430.
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Terjemahan oleh Lukman dan Sumaryono. ITB, Bandung.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Pers, Jakarta.
Suyatmi., E. D. Hastuti., dan S. Darmanti. 2011. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Perkecambahan Benih Jati (Tectona gandis Linn.f). Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi F. MIPA UNDIP, Semarang.
Sudrajat, D. 2010. Dormansi Benih Tanaman Hutan (Tinjauan Mekanisme, Pengendali, dan Teknik Pematahannya Untuk Mendukung Pengembangan Hutan Rakyat). Dalam Prosiding Seminar Hasil-Hasil Pertanian. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan, Bogor. hlm.103-113.
Tim Pengampu. 2011. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Benih. Diakses dari http://unhas.ac.id pada tanggal 18 Mei 2014.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian ± 25 meter
di atas permukaan laut, pada bulan Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih delima sebagai
bahan pengamatan perkecambahan, pasir, label, air, H2SO4 (aq), KNO3 (s),
dan HCl (aq),.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak kecambah,
timbangan analitik, beaker glass, batang pengaduk, oven, handsprayer, gunting,
karung goni, ember, pisau, kalkulator, kamera, mikroskop, alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Non-Faktorial, dengan 10 taraf perlakuan pematahan dormansi :
K0 : Kontrol (tanpa perlakuan)
K1 : perendaman benih dengan H2SO470 %
K2 : perendaman benih dengan H2SO4 80 %
K3 : perendaman benih dengan H2SO4 90 %
K4 : perendaman benih dengan KNO3 0,1 %
K5 : perendaman benih dengan KNO3 0,2 %
K6 : perendaman benih dengan KNO3 0,3 %
K7 : perendaman benih dengan HCl 50 %
K8 : perendaman benih dengan HCl 60 %
K9 : perendaman benih dengan HCl 70 %
Jumlah unit percobaan : 30 unit
Jumlah benih per unit : 40 benih
Jumlah ulangan : 3
Jumlah benih tiap perlakuan : 120 benih
Jumlah benih seluruhnya : 1200 benih
Jumlah sampel per unit
Sampel tanam : 30 benih (semua populasi)
Sampel kadar air benih : 10 benih (dekstruktif)
Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan
model linier sebagai berikut :
Yij = µ + αj +εij
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 , 8, ,9
Yij = Hasil pengamatan untuk ulangan ke-i dan perlakuan pematahan dormansi taraf ke-j
µ = Nilai tengah umum
αj = Efek dan perlakuan pematahan dormansi taraf ke-j
εij = Galat dari ulangan ke-i dan dan perlakuan pematahan dormansi taraf ke-j
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji beda rataan menggunakan uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5 %
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Benih
Buah yang telah dipanen kemudian dikupas dan biji dikeluarkan. Biji yang
digunakan adalah biji yang ukurannya seragam dan tidak terserang cendawan. Biji
dibersihkan dari aril dengan menggunakan air.
Persiapan Media Perkecambahan
Media perkecambahan yang digunakan adalah media pasir dengan
ketebalan ± 4 cm. Sebelum digunakan, terlebih dahulu pasir diayak dengan
ayakan yang berukuran 20 mesh dan disterilkan dengan cara digongseng selama
+ 30 menit untuk menghilangkan kontaminasi dari cendawan dan bakteri.
Pengukuran Kadar Air
Sebelum diberi perlakuan, benih diukur kadar air awalnya. Pengukuran
kadar air dilakukan dengan cara beberapa benih ditumbuk untuk dihaluskan dan
kemudian ditimbang bobot basahnya. Setelah itu benih dimasukkan ke dalam
oven yang dipanaskan pada suhu 1300 C selama 60 menit sampai berat benih
konstan. Kadar air benih (%) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Bobot basah – Bobot Kering
Kadar Air = x 100% (Mugnisjah, et al.,1994) Bobot basah
Aplikasi Perlakuan
Aplikasi perlakuan pematahan dormansi dilakukan dengan membuat
larutan H2SO4, HCl dan KNO3 sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan.
Larutan H2SO4 dibuat dengan cara mengencerkan H2SO4 (aq) pekat dengan pelarut
mengencerkan HCl(aq) pekat dengan pelarut air pada konsentrasi 50 %, 60 % dan
70 %. Larutan KNO3 dibuat dengan cara melarutkan KNO3(S) pada konsentrasi
0,1 %, 0,2 % dan 0,3 % (Lampiran Tabel 1.)
Benih direndam sesuai urutan perlakuan yaitu :
K0 : Perlakuan kontrol (direndam di dalam air selama 12 jam)
K1 : Benih delima direndam di dalam larutan H2SO4 70 % selama 15 menit
K2 : Benih delima direndam di dalam larutan H2SO4 80 % selama 15 menit
K3 : Benih delima direndam di dalam larutan H2SO4 90 % selama 15 menit
K4 : Benih delima direndam di dalam larutan KNO3 0,1 % selama 40 menit
K5 : Benih delima direndam di dalam larutan KNO3 0,2 % selama 40 menit
K6 : Benih delima direndam di dalam larutan KNO3 0,3 % selama 40 menit
K7 : Benih delima direndam di dalam larutan HCl50 % selama 30 menit
K8 : Benih delima direndam di dalam larutan HCl60 % selama 30 menit
K9 : Benih delima direndam di dalam larutan HCl70 % selama 30 menit
Pengecambahan Benih
Pengecambahan benih dilakukan pada bak kecambah dengan ukuran
25 cm x 22 cm x 4 cm sebanyak 30 benih per bak kecambah dengan kedalaman
lubang tanam pada media pasir sedalam 2 cm. Sebelum benih dikecambahkan,
terlebih dahulu benih dibilas dengan menggunakan air untuk menghilangkan sisa
larutan yang menempel pada kulit benih.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari hingga media menjadi
lembab dan dalam kondisi kapasitas lapang, dilakukan pemeliharaan setiap hari
Pengamatan Parameter Kadar Air Benih (%)
Pengamatan kadar benih (%) pada setiap taraf perlakuan dilakukan
setelah aplikasi. Kadar air benih (%) dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Bobot basah – Bobot Kering
Kadar Air = x 100% (Mugnisjah, et al., 1994) Bobot basah
Bobot basah diperoleh dengan cara menimbang benih yang telah diberi
perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik. Sebelum ditimbang, benih
dikeringanginkan dan digiling dengan menggunakan mortal.
Bobot kering benih diperoleh dengan cara menimbang benih yang telah
digiling dan dimasukkan ke dalam oven pengeringan 1300 C selama 60 menit
sampai berat kering benih konstan. Pengeringan benih dilakukan dengan
menggunakan metode oven suhu tinggi (Sutopo, 1993).
Uji Daya Kecambah
Analisa daya kecambah atau daya tumbuh dilakukan setelah benih
dikecambahkan selama 30 hari dengan kondisi optimum. Menurut Sutopo (1993)
untuk evaluasi kecambah digunakan kriteria sebagai berikut :
a. Kecambah normal (%).
Kriteria kecambah normal adalah :
1. Kecambah yang memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik
terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal
2. Perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna tanpa ada kerusakan
pada jaringan-jaringannya.
3. Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik,
di dalam atau muncul dari koleoptil atau pertumbuhan epikotil yang
sempurna dengan kuncup yang normal.
4. Memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi
dikotil.
Perhitungan persentase kecambah normal sebagai berikut :
Jumlah kecambah normal
Kecambah normal = x 100% (Sutopo, 1993). Jumlah contoh benih yang diuji
b. Kecambah abnormal (%)
Kriteria kecambah abnormal adalah :
1. Kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah, dan akar
priemernya yang pendek.
2. Kecambah yang bentuknya cacad, perkembangannya lemah atau kurang
seimbang dari bagian-bagian yang penting. Plumula yang terputar,
hipokotil, epikotil, kotiledon yang membengkok, akar yang pendek,
koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai daun; kecambah yang kerdil.
3. Kecambah yang tidak membentuk klorofil
4. Kecambah yang lunak
5. Untuk benih pohon-pohonan bila dari microphyl keluar daun dan
bukannya akar.
Perhitungan persentase kecambah abnormal sebagai berikut :
Jumlah kecambah abnormal
Kecambah abnormal = x 100 %
c. Benih yang belum tumbuh
Kriteria ini ditujukan untuk benih-benih yang belum berkecambah setelah
jangka waktu pengujian yang telah ditentukan.
Perhitungan persentase benih yang belum tumbuh sebagai berikut :
Jumlah benih yang belum tumbuh
Benih yang belum tumbuh = x 100%
Jumlah contoh benih yang diuji
Laju Perkecambahan (hari)
Laju perkecambahan diukur dengan menghitung jumlah hari yang
diperlukan untuk munculnya radikula dan plumula. Perhitungan laju
perkecambahan menggunakan formulasi Sutopo (1993) sebagai berikut :
N1T1 + N2T2 + … … … + NxTx Rata- rata hari =
Jumlah total benih berkecambah
Keterangan : N : Jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu
T : Menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai
dengan akhir dan interval tertentu suatu pengamatan
Indeks Vigor
Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan rumus dari Kartasapoetra (1992) :
IV = G1 + G2 + G3 + .... + Gn D1 D2 D3 Dn
Keterangan : IV : Indeks Vigor
G : Jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu
D : Waktu yang bersesuaian dengan G
N : Jumlah hari pada perhitungan terakhir
Bobot Basah per Kecambah (g)
Bobot basah kecambah (g) diperoleh dengan cara menimbang
timbangan analitik. Kecambah yang digunakan masih dalam keadaan segar dan
bersih dari pasir yang melekat.
Bobot Kering per Kecambah (g)
Bobot kering kecambah (g) diperoleh dengan cara menimbang berat
kering masing-masing kecambah normal pada perlakuan yang telah dimasukkan
ke dalam oven 900 C selama 24 jam sampai berat kecambah konstan. Sebelum
dimasukkan ke dalam oven, terlebih dahulu kecambah dibersihkan dari pasir yang
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Dari hasil pengamatan dan analisis data yang dilakukan, diperoleh bahwa
perlakuan pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap kadar air
benih, kecambah normal, benih yang belum tumbuh, laju perkecambahan dan
indeks vigor. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kecambah abnormal,
bobot basah kecambah dan bobot kering kecambah.
Kadar Air Benih
Dari hasil pengamatan diperoleh kadar air benih sebelum diberi perlakuan
adalah 13,06 %. Data pengamatan dan sidik ragam kadar air benih dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 2 dan 3. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap kadar air. Rataan
kadar air dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kadar air benih delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (%)
K0 (Kontrol) 34,7 bc
K1 (H2SO470 %) 30,3 cd
K2 (H2SO4 80 %) 24,7 ef
K3 (H2SO4 90 %) 20,7 f
K4 (KNO3 0,1 %) 27,9 de
K5 (KNO3 0,2 %) 34,7 bc
K6 (KNO3 0,3 %) 27,2 de
K7 (HCl50 %) 38,9 b
K8 (HCl60 %) 44,6 a
K9 (HCl70 %) 37,7 b
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air benih tertinggi adalah pada
perlakuan perendaman benih dengan HCl 60% (K8) yang berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Sedangkan kadar air benih terendah adalah pada perlakuan
perendaman benih dengan H2SO4 90% (K3) yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 80% (K2), namun berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya.
Uji Daya Kecambah Kecambah Normal
Data pengamatan dan sidik ragam kecambah normal dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 4 dan 5. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap kecambah normal. Rataan
kecambah normal dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kecambah normal delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (%)
K0 (Kontrol) 21,11 d
K1 (H2SO470 %) 90,00 a
K2 (H2SO4 80 %) 85,56 a
K3 (H2SO4 90 %) 85,56 a
K4 (KNO3 0,1 %) 50,00 b
K5 (KNO3 0,2 %) 25,56 cd
K6 (KNO3 0,3 %) 42,22 bcd
K7 (HCl50 %) 37,78 bcd
K8 (HCl60 %) 55,56 b
K9 (HCl70 %) 45,56 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kecambah normal tertinggi adalah pada
dengan perlakuan H2SO4 80 % (K2) dan H2SO4 90 % (K3), namun berbeda nyata
dengan perlakuan perendaman benih menggunakan KNO3 (K4, K5, K6), HCl dan
kontrol (K0). Sedangkan kecambah normal terendah adalah pada kontrol (K0)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan KNO3 0,2 % (K5), KNO3 0,3 % (K6),
dan HCl50 % (K7), namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Kecambah Abnormal
Data pengamatan dan sidik ragam kecambah abnormal dapat dilihat pada
Lampiran 6-8. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia tidak berpengaruh nyata terhadap kecambah abnormal. Rataan
kecambah abnormal dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kecambah abnormal delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (%)
K0 (Kontrol) 0,00
K1 (H2SO470 %) 0,00
K2 (H2SO4 80 %) 0,00
K3 (H2SO4 90 %) 0,00
K4 (KNO3 0,1 %) 0,00
K5 (KNO3 0,2 %) 0,00
K6 (KNO3 0,3 %) 0,00
K7 (HCl50 %) 2,22
K8 (HCl60 %) 2,22
K9 (HCl70 %) 0,00
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kecambah abnormal tertinggi adalah
pada perlakuan perendaman benih dengan HCl 50 % (K7) dan HCl 60 % (K8).
Sedangkan pada perlakuan kontrol (K0), perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3),
perlakuan KNO3 (K4, K5, K6) dan perlakuan HCl 70 % (K9) tidak terdapat
Benih yang Belum Tumbuh
Data pengamatan dan sidik ragam benih yang belum tumbuh dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 9-11. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap benih yang belum
tumbuh. Rataan benih yang belum tumbuh dari perlakuan pematahan dormansi
secara kimia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Benih delima yang belum tumbuh pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (%)
K0 (Kontrol) 78,89 a
K1 (H2SO470 %) 10,00 d
K2 (H2SO4 80 %) 14,44 d
K3 (H2SO4 90 %) 14,44 d
K4 (KNO3 0,1 %) 50,00 c
K5 (KNO3 0,2 %) 74,44 ab
K6 (KNO3 0,3 %) 57,78 abc
K7 (HCl50 %) 60,00 abc
K8 (HCl60 %) 42,22 c
K9 (HCl70 %) 54,44 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa benih yang belum tumbuh tertinggi
adalah pada kontrol (K0) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan KNO3 0,2 %
(K5), perlakuan KNO3 0,3 % (K6) dan perlakuan HCl 50 % (K7), namun berbeda
nyata dengan perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3), perlakuan KNO3 0,1 % (K4) dan
perlakuan HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9). Sedangkan benih yang belum tumbuh
terendah adalah pada perlakuan H2SO4 70% (K1) yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan H2SO4 lainnya (K2 dan K3), namun berbeda nyata nyata dengan kontrol
Laju Perkecambahan
Data pengamatan dan sidik ragam laju pertumbuhan dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 12 dan 13. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap laju
perkecambahan benih. Rataan laju perkecambahan dari perlakuan pematahan
dormansi secara kimia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Laju perkecambahan benih delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (hari)
K0 (Kontrol) 15,25 abc
K1 (H2SO470 %) 14,04 bcd
K2 (H2SO4 80 %) 13,60 cd
K3 (H2SO4 90 %) 14,01 bcd
K4 (KNO3 0,1 %) 14,96 a-d
K5 (KNO3 0,2 %) 17,45 a
K6 (KNO3 0,3 %) 14,54 a-d
K7 (HCl50 %) 16,96 ab
K8 (HCl60 %) 13,52 cd
K9 (HCl70 %) 11,73 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa laju perkecambahan tertinggi adalah pada
perlakuan perendaman benih dengan KNO3 0,2 % (K5) yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan KNO3 lainnya (K4 dan K6), perlakuan HCl 50% (K7) dan
kontrol (K0), namun berbeda nyata dengan semua perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3),
HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9). Sedangkan laju perkecambahan terendah adalah
pada perlakuan HCl 70 % (K9) yang tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan
H2SO4 (K1, K2, K3),perlakuan KN03 0,1 % (K4), perlakuan KNO3 0,3 % (K6), dan
Indeks Vigor
Data pengamatan dan sidik ragam indeks vigor dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 14-16. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap indeks vigor benih. Rataan
indeks vigor dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada
Tabel 6
Tabel 6. Indeks vigor benih delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan
K0 (Kontrol) 0,49 e
K1 (H2SO470 %) 2,22 a
K2 (H2SO4 80 %) 1,85 abc
K3 (H2SO4 90 %) 2,04 ab
K4 (KNO3 0,1 %) 1,12 cd
K5 (KNO3 0,2 %) 0,66 de
K6 (KNO3 0,3 %) 1,01 de
K7 (HCl50 %) 0,75 de
K8 (HCl60 %) 1,36 bcd
K9 (HCl70 %) 1,20 bcd
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa indeks vigor benih tertinggi adalah pada
perlakuan H2SO4 70 % (K1) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4
lainnya (K2 dan K3), namun berbeda nyata dengan kontrol (K0), perlakuan KNO3
(K4, K5, K6) dan perlakuan HCl (K7, K8, K9). Sedangkan indeks vigor benih
terendah adalah pada kontrol (K0) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
KNO3 0,2 % (K5), perlakuan KNO3 0,3 % (K6) dan perlakuan HCl 50 % (K7),
namun berbeda nyata dengan semua perlakuan H2SO4 (K1, K2 dan K3), perlakuan
Bobot Basah Kecambah
Data pengamatan dan sidik ragam bobot basah kecambah dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 17-18. Dari sidik ragam bobot basah kecambah diketahui
bahwa perlakuan pematahan dormansi secara kimia berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot basah kecambah. Rataan bobot basah kecambah dari perlakuan
pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot basah kecambah delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (g)
K0 (Kontrol) 0,0883
K1 (H2SO470 %) 0,0866
K2 (H2SO4 80 %) 0,0806
K3 (H2SO4 90 %) 0,0795
K4 (KNO3 0,1 %) 0,0923
K5 (KNO3 0,2 %) 0,1161
K6 (KNO3 0,3 %) 0,0942
K7 (HCl50 %) 0,0960
K8 (HCl60 %) 0,0753
K9 (HCl70 %) 0,0782
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot basah kecambah tertinggi adalah
pada perlakuan KNO3 0,3 % (K5). Sedangkan bobot basah kecambah terendah
adalah pada perlakuan HCl 60% (K8).
Bobot Kering Kecambah
Data pengamatan dan sidik ragam bobot basah kecambah dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 19-20. Dari sidik ragam bobot kering kecambah diketahui
bahwa perlakuan pematahan dormansi secara kimia berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot kering kecambah. Rataan bobot basah kecambah dari perlakuan
Tabel 8. Bobot kering kecambah delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
Perlakuan Rataan (g)
K0 (Kontrol) 0,0143
K1 (H2SO470 %) 0,0138
K2 (H2SO4 80 %) 0,0134
K3 (H2SO4 90 %) 0,0123
K4 (KNO3 0,1 %) 0,0170
K5 (KNO3 0,2 %) 0,0088
K6 (KNO3 0,3 %) 0,0140
K7 (HCl50 %) 0,0123
K8 (HCl60 %) 0,0103
K9 (HCl70 %) 0,0094
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa bobot kering kecambah tertinggi adalah
pada perlakuan KNO3 0,1 % (K4). Sedangkan bobot basah kecambah terendah
adalah pada perlakuan KNO3 0,3 % (K5).
Pembahasan
Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap parameter kadar air
benih (%), kecambah normal (%), benih yang belum tumbuh (%),
laju perkecambahan benih (hari), dan indeks vigor , tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap parameter kecambah abnormal (%), bobot basah kecambah (g),
dan bobot kering kecambah (g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia berpengaruh nyata terhadap kadar air benih. Hal ini dapat dilihat dari
persentase kadar air tertinggi pada perlakuan perendaman benih dengan HCl 60 %
(K8) sebesar 44,6 % yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 1).
Perlakuan perendaman benih dengan HCl 60% (K8) menyebabkan kulit benih
Hal ini sesuai dengan literatur Sutopo (1993) yang menyatakan bahwa larutan
asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat
kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Bahan kimia lain yang juga sering digunakan adalah : potassium hydroxide, asam
hidroclorit, potassium nitrat, dan thiourea. Utomo (2006) juga menyebutkan
bahwa larutan asam menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan
baik pada legum dan non-legum. Metode ini paling efektif digunakan untuk benih
berkulit keras.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia mampu meningkatkan persentase kecambah normal dibanding
kontrol. Hal ini dapat dilihat dari persentase kecambah normal terendah, yaitu
pada kontrol (K0) yang berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3),
KN03 0,1 % (K4), HCl 80 % dan 90 % (K8 dan K9) (Tabel 2).
Kecambah normal tertinggi terdapat pada perlakuan H2SO4 70 % (K1)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 80 % dan 90 % (K2 danK3).
Persentase yang tinggi pada perlakuan H2SO4 diduga karena struktur kulit benih
mengalami kerusakan, sehingga air dengan mudah masuk dan embrio dapat keluar
dan berkecambah. Sesuai dengan literatur Ali, et al., (2011) yang menyebutkan
bahwa mekanisme perkecambahan biji yang mungkin dipengaruhi oleh H2SO4
adalah karena kemampuan H2SO4 untuk memecah kulit biji yang mengarah ke
penyerapan air dan imbibisi benih. Olmez, et al., (2007) juga menyebutkan bahwa
di antara semua perlakuan yang diterapkan pada benih delima, perendaman dalam
H2SO4 selama 15 menit dengan stratifikasi suhu dingin selama 60 hari
tertinggi (75,6% dan 69,9%) diikuti oleh perlakuan perendaman dalam H2SO4
selama 15 menit dan 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecambah abnormal tertinggi
terdapat pada perlakuan perendaman dengan HCl 60% (K7) dan HCl 70 % (K8)
sebesar 2,22 %, sedangkan kecambah abnormal terendah adalah pada perlakuan
lainnya (Tabel 3). Kecambah abnormal pada perlakuan K7 dan K8 ditandai dengan
terputusnya koleoptil kecambah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimiaberpengaruh nyata terhadap penurunan persentase benih yang belum
tumbuh. Hal ini dapat dilihat dari persentase benih yang belum tumbuh tertinggi
yaitu pada perlakuan kontrol (K0) dan berbeda nyata dengan semua perlakuan
H2SO4 (K1, K2, K3), KN03 0,1 % (K4), HCl 80 % dan 90 % (K8 dan K9) (Tabel 4).
Benih yang belum tumbuh terendah terdapat pada perlakuan H2SO4 70 %
(K1) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 80 % dan 90 %
(K2 dan K3). Persentase yang rendah pada perlakuan H2SO4 diduga karena
perlakuan tersebut dapat mendorong perkecambahan lebih cepat sehingga
persentase benih yang belum tumbuh mengalami penurunan dibanding perlakuan
lainnya. Hal ini dapat dilihat dari indeks vigor (kecepatan berkecambah) pada
semua perlakuan H2SO4 (K1, K2 dan K3) yang berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya (Tabel 6). Sesuai dengan literatur Utomo (2006) yang menyebutkan
bahwa perlakuan larutan asam umumnya dilakukan pada benih yang memiliki
dormansi ganda (fisik dan mekanis), dimana kecepatan perkecambahan meningkat
secara nyata dibanding dengan kontrol. Suyatmi, et al., (2011) juga menyebutkan
selama 20, 30 dan 40 menit menghasilkan persentase perkecambahan lebih tinggi
dibanding kontrol, dikarenakan perlakuan perendaman dengan H2SO4 lebih
optimal dan lebih cepat untuk melunakkan kulit benih daripada benih hanya
direndam dalam air pada lama perendaman yang sama.
Pada semua perlakuan perendaman benih dengan H2S04 (K1, K2, K3),
perlakuan HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9), serta perlakuan KN03 0,1 % dan
0,3 % (K4 dan K6) mengalami penurunan laju perkecambahan dibandingkan
dengan kontrol (K0). Menurut Sutopo (1993) laju perkecambahan dapat diukur
dengan menghitung jumlah hari yang dibutuhkan untuk munculnya radikula atau
plumula. Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan benih untuk
munculnya radikula atau plumula pada perlakuan H2S04 (K1, K2, K3), perlakuan
HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9), serta perlakuan KN03 0,1 % dan 0,3 % (K4 dan
K6) lebih cepat dibanding dengan kontrol (K0), perlakuan KN03 0,2 % (K5) dan
perlakuan HCl 50 % (K7). Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk munculnya
radikula atau plumula pada benih delima dipengaruhi oleh kemampuan benih
menyerap air dan kemampuan embrio untuk keluar dan berkecambah.
Kartasapoetra (1992) menyebutkan bahwa kerasnya kulit benih dapat
menyebabkan resistensi mekanis, dan ini menyebabkan embrio yang memiliki
daya untuk berkecambah tidak dapat menyobek kulit yang berarti pula tidak dapat
keluar untuk tumbuh sebagaimana mestinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimiamampu meningkatkan indeks vigor benih. Hal ini dapat dilihat dari
dengan semua perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3), KN03 0,1 % (K4), HCl 80 % dan 90
% (K8 dan K9) (Tabel 6).
Indeks vigor benih tertinggi terdapat pada perlakuan H2SO4 70 % (K1)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 80 % dan 90 % (K2 danK3)
(Tabel 6). Menurut Kartasapoetra (1992) indeks vigor berhubungan erat dengan
kecepatan berkecambah dari suatu kelompok benih. Indeks vigor yang tinggi
menunjukkan kecepatan berkecambah benih juga tinggi dan lebih tahan terhadap
keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Perlakuan perendaman benih
dengan H2SO4 mampu meningkatkan kecepatan berkecambah dan indeks vigor
benih lebih cepat dibanding perlakuan lainnya. Ali, et al., (2011) juga
menyebutkan terjadi peningkatan bertahap dalam persentase perkecambahan,
indeks perkecambahan dan penurunan laju perkecambahan dan T50 seiring dengan
peningkatan waktu perendaman benih R.capitata dalam HCl dari 3 sampai
15 jam dan perlakuan dengan H2SO4 selama 20, 40, 60, dan 80 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa bobot basah kecambah
tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman benih dengan KNO3 0,3 % (K5)
sebesar 0,1161 g dan bobot basah kecambah terendah adalah pada perlakuan
perendaman benih dengan HCl 60% (K8) sebesar 0,0753 g (Tabel 7). Perlakuan
pematahan domansi secara kimia tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
amatan bobot basah kecambah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot kering kecambah tertinggi
terdapat pada perlakuan perendaman benih KNO3 0,1 % (K4) sebesar 0,0170 g
dan bobot basah kecambah terendah adalah pada perlakuan perendaman benih
dormansi secara kimia tidak berpengaruh nyata terhadap peubah amatan bobot
KESIMPULAN Kesimpulan
1. Perlakuan pematahan dormansi secara kimia dengan menggunakan H2SO4 ,
HCl dan KNO3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
persentase kadar air, kecambah normal, kecambah abnormal, benih yang
belum tumbuh, laju perkecambahan, dan indeks vigor.
2. Perlakuan pematahan dormansi secara kimia yang terbaik untuk
meningkatkan persentase kecambah normal dan indeks vigor benih adalah
perlakuan perendaman dengan H2SO4 70%.
Saran
Perlakuan pematahan dormansi pada benih delima dapat dilakukan dengan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Tanaman delima diklasifikasikan dengan kingdom Plantae, divisio
Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Myrtales,
famili Punicaceae, genus Punica, species Punica ganatum L (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 2013).
Sistem perakaran delima terbagi dua, yaitu perakaran yang tumbuh
vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman 20 - 90
cm, tergantung pada perbedaan kedalaman tanah dan kelembaban (Levin, 1999).
Warna batang kuning muda. Cabang muda kadang-kadang memiliki duri
di ujung yang sudah terlihat pada saat muda. Batang yang muda memiliki
cabang poligonal (segi empat). Ketika dewasa batang menjadi bulat. Daun muda
cenderung memiliki warna kemerahan yang berubah menjadi hijau saat dewasa.
Pada varietas dengan kulit merah muda-ungu, warna ini muncul juga pada kulit
kayu dan tangkai daun, pada bagian bawah vena sentral, dan di tepi daun
(Holland, et al., 2009).
Daun berukuran panjang sekitar 0,75-3,5 inc dan lebar 0,4-1,2 inc.
Memiliki tangkai daun (petiolus) yang pendek. Terdapat tiga daun dalam satu
kelompok yang tersusun pada 110-1300. Daun muda berwarna kemerahan dan
akan berubah menjadi hijau ketika dewasa. Bagian atas daun berwarna hijau lebih
gelap dibanding bagian bawah daun, meskipun tangkai daun tetap berwarna
merah (Aston and Silverstein, 2006).
Delima merupakan tanaman menyerbuk sendiri sehingga pada satu bunga
dan berdaging dengan kalix yang berbentuk lonceng (mahkota). Terdapat 5-8
daun mahkota yang berkerut (Aston and Silverstein, 2006).
Buah berkembang dari ovarium dan tergolong buah berry berdaging. Buah
ini hampir berbentuk bulat dan memiliki mahkota kelopak yang menonjol. Puncak
mahkota tidak terbuka lebar, tergantung pada varietas dan tahap pematangan.
Buah terhubung ke pohon dengan tangkai pendek. Setelah buah muncul,
perubahan warna kulit sepal dalam buah berkembang terus menerus dari oranye
kemerah-merahan menjadi hijau. Pada tahap pematangan buah selanjutnya, warna
akan berubah lagi sampai mencapai karakteristik warna buah matang. Warna kulit
luar berkisar dari kuning, hijau, atau pink bercampur dengan merah muda menjadi
merah tua atau nila sampai sepenuhnya merah, merah muda atau ungu tua,
tergantung varietas dan tahap pematangan (Holland, et al., 2009).
Dormansi Benih
Ahli fisiologi benih menyatakan ada empat tahap perkecambahan :
(1) hidrasi atau imbibisi: selama kedua periode tersebut, air masuk ke dalam
embrio dan membasahi protein dan koloid lain, (2) pembentukan atau pengaktifan
enzim, yang menyebabkan peningkatan aktivitas metabolik, (3) pemanjangan sel
radikel, diikuti munculnya radikel dari kulit biji (perkecambahan yang
sebenarnya), dan (4) pertumbuhan kecambah selanjutnya. Lapisan yang
membungkus embrio, yaitu endosperma, kulit biji, dan kulit buah, dapat
mengganggu masuknya air dan atau oksigen. Lapisan itu pun bertindak sebagai
penghalang mekanis agar radikula tidak muncul (Salisbury and Ross, 1992).
Dormansi yang penyebabnya terletak pada kulit benih lazim pula disebut
atau O2, (2) adanya zat penghambat, (3) adanya resistensi mekanis. Kedapnya
kulit benih terhadap air atau 02, karena kulit benih tersebut terlalu keras, terliputi
gabus atau lilin. Tentang zat penghambat dapat berada di sekitar kulit serta di
bagian-bagian dalam benih itu atau menempel pada kulit. Kerasnya kulit benih
dapat menyebabkan resistensi mekanis, dan ini menyebabkan embrio yang
memiliki daya untuk berkecambah tidak dapat menyobek kulit yang berarti pula
tidak dapat merobek kulit yang berarti pula tidak dapat keluar untuk tumbuh
sebagaimana mestinya (Kartasapoetra, 1992).
Dalam istilah pertanian benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini
disebut sebagai “benih keras”. Hal mana dapat ditemui pada sejumlah famili
tanaman dimana beberapa spesiesnya mempunyai kulit biji yang keras antara lain
: Leguminosae, Malvaceae, Cannaceae, Geraniaceae, Chenopodaceae,
Convolvulaceae, Solanaceae, dan Liliaceae. Di sini pengambilan air terhalang
oleh kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade
berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin dari bahan kutikula (Sutopo, 1993)
Kita dapat menyebut dormansi sebagai kondisi biji saat biji gagal untuk
berkecambah walaupun (1) tersedia cukup banyak kelembaban diluar, (2) biji
dipajankan ke kondisi atmosfer yang lazim ditemukan pada tanah beraerasi baik
atau pada permukaan tanah, dan (3) suhu berada pada rentang yang biasanya
berkaitan dengan aktivitas fisioligi (Salisbury and Ross, 1992).
Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa
dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih
benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan
lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi.
Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari
kemusnahan alam (Sutopo, 1993).
Perlakuan Pematahan Dormansi
Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar
dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya
dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui adalah perlakuan mekanis,
perlakuan kimia, perlakuan perendaman dengan air, perlakuan pemberian
temperatur tertentu dan perlakuan dengan cahaya (Sutopo, 1993).
Dormansi dapat diatasi kalau kita melakukan perlakuan-perlakuan sebagai
berikut : (1) pemarutan atau penggoresan (skarifikasi ) yaitu dengan cara
menghaluskan dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit
benih agar dapat dilalui air dan udara; (2) stratifikasi terhadap benih dengan suhu
rendah (cold stratification) ataupun suhu yang tinggi (warm stratification),
dimana benih yang mengalami dormansi fisiologis dikarenakan rendah selama
waktu tertentu; (3) penggunaan zat kimia dalam perangsangan perkecambahan
benih, dengan bahan misalnya (Kartasapoetra, 1992).
Di laboratorium dan di bidang pertanian (bila perlu) digunakan alkohol
atau pelarut lemak lain (yang menghilangkan bahan berlilin yang kadang
menghalangi masuknya air) atau asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji
kapas dan berbagai tanaman kacangan tropika dapat sangat dipacu dengan
satu jam, dan selanjutnya dibilas untuk menghilangkan asam itu
(Salisbury and Ross, 1992).
Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan
untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji
menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan kimia
lain yang juga sering digunakan adalah : potassium hydroxide, asam hidroclorit,
potassium nitrat, dan thiourea (Sutopo, 1993).
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman H2SO4
Senyawa kimia yang paling umum digunakan untuk mengatasi dormansi
kulit benih adalah asam sulfat pekat. Untuk beberapa spesies perlakuan tersebut
lebih efektif dibanding perendaman air panas. Benih yang telah disimpan dalam
jangka waktu yang lama mungkin memerlukan waktu yang lebih lama dalam
perendaman asam dibanding benih segar (Bhanu and Bhatnagar, 2009).
Perlakuan perendaman dengan H2SO4 tidak mempengaruhi panjang
hipokotil, panjang radikula dan berat kering kecambah dikarenakan biji yang
mampu berkecambah setelah perlakuan H2SO4 hanya terpengaruh pada pelunakan
kulit benih dan tidak sampai ke embrio sehingga embrio tetap dapat tumbuh
dengan normal. Tetapi apabila perlakuan H2SO4 sampai pada embrio benih, maka
embrio tidak akan mengalami pertumbuhan sehingga tidak sampai terjadi
perkecambahan (Suyatmi, et al., 2011).
Perlakuan asam sulfat efektif pada beberapa iklim dan spesis subtropis,
spesies tropis yang efektif dengan perlakuan asam sulfat adalah
Intsia palembanica (60 menit), Parkia javanica (15 menit), Dialium maingayi
(5 menit), Acacia albida (20 menit), Acacia nilotica (60-80 menit) dan
Acacia senegal (40 menit), Acacia planifrons (2 jam) dan Prosopis tamarugo
(7 menit) (Bhanu and Bhatnagar, 2009).
Perendaman benih dalam H2SO4 pada konsentrasi 70% dan 89% selama
20, 30 dan 40 menit menghasilkan persentase perkecambahan yang lebih tinggi
dari kontrol. Hal ini dikarenakan kombinasi perlakuan ini lebih optimal dan lebih
cepat untuk melunakkan kulit benih daripada benih hanya direndam dalam air
pada lama perendaman yang sama (Suyatmi, et al., 2011).
Di antara semua perlakuan yang diterapkan pada benih delima,
perendaman dalam H2SO4 selama 15 menit dengan stratifikasi suhu dingin selama
60 hari menghasilkan laju perkecambahan terbaik (30 hari) dan persentasi
perkecambahan tertinggi (75,6% dan 69,9%) diikuti oleh perlakuan perendaman
dalam H2SO4 selama 15 menit dan 30 menit. Oleh karena itu, hasil menunjukkan
bahwa perlakuan perendaman dalam H2SO4 selama 15 menit dengan 60 hari
stratifikasi dingin dan kondisi rumah kaca dapat digunakan untuk mengatasi
dormansi perkecambahan delima (Olmez, et al., 2007).
Perbedaan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
perkecambahan karena absorbsi H2SO4 pada perendaman 20 menit sudah
mencapai titik jenuh dan pada perendaman selanjutnya tidak terjadi penyerapan
H2SO4. Jadi perbedaan waktu ini tidak mempengaruhi banyaknya H2SO4 yang
Pelunakan pericarp atau kulit biji terjadi selama perlakuan awal yang
lembab dan benih diberi perlakuan awal dengan stratifikasi lembab untuk
mengatasi dormansi suhu, umumnya dapat mengatasi dormansi mekanis. Lama
stratifikasi tergantung suhu, jenis dan tingkat dormansi, namun umumnya berkisar
antara tiga hingga lima minggu. Perlakuan awal larutan asam umumnya dilakukan
pada benih yang memiliki dormansi ganda (dormansi fisik dan dormansi mekanis)
misalnya pada Pterocarpus angolensis, dimana kecepatan perkecambahan
meningkat secara nyata dibanding dengan kontrol dengan perlakuan perendaman
selama 12 menit dalam larutan asam sulfat (Utomo, 2006).
Larutan asam seperti H2SO4 menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan
dapat diterapkan baik pada legum dan non-legum. Namun tidak sesuai dengan
untuk benih yang mudah menjadi permeable karena asam akan masuk dan
merusak embrio. Metode ini paling efektif digunakan untuk benih berkulit keras
(Utomo, 2006).
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman KNO3
Metode pematahan dormansi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain dengan cara mekanis, fisis maupun kimia. Metode kimia dapat
dikatakan metode yang paling praktis karena hanya dilakukan dengan
mencampurkan cairan kimia dengan biji. Larutan kimia yang terkenal murah dan
tersedia banyak di pasaran adalah KNO3. KNO3 juga sudah teruji efektif
mematahkan dormansi beberapa benih tanaman, antara lain padi dan aren
(Faustina, et al., 2012).
KNO3 adalah bahan kimia yang paling banyak digunakan untuk
setiap pengujian perkecambahan dan direkomendasikan oleh Association of
Official Seed Analysts and the Interna-tional Seed Testing Association for
Germination Tests pada banyak spesies (Copeland dan Mc Donald, 2001).
KNO3 berfungsi untuk meningkatkan aktifitas hormon pertumbuhan pada
benih. Pengaruh KNO3 yang ditimbulkan ditentukan oleh besar kecil
konsentrasinya. Perlakuan awal dengan larutan KNO3 berperan merangsang
perkecambahan pada hampir seluruh jenis biji. Perlakuan perendaman dalam
larutan KNO3 dilaporkan juga dapat mengaktifkan metabolisme sel dan
mempercepat perkecambahan (Faustina, et al., 2012).
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman HCl
Mekanisme perkecambahan biji yang mungkin dipengaruhi oleh H2SO4
adalah karena kemampuan H2SO4 untuk memecah kulit biji yang mengarah ke
penyerapan air dan imbibisi benih. Terjadi peningkatan bertahap dalam persentase
perkecambahan, index perkecambahan dan penurunan laju perkecambahan dan
T50 seiring dengan peningkatan waktu perendaman benih dalam HCl dari
3 sampai 15 jam dan perlakuan dengan H2SO4 selama 20, 40, 60, dan 80 menit
menunjukkan bahwa HCl dan H2SO4 mampu memecah kulit biji R. Capitata
yang keras untuk menginduksi perkecambahan (Ali, et al., 2011).
Benih yang tidak diberi perlakuan (kontrol) juga berkecambah tetapi
membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu 17 hari setelah tanam yang
menghasilkan 60 % persentase perkecambahan dan tinggi kecambah lebih pendek
dari kecambah yang diberi perlakuan asam, skarifikasi mekanik dan uap panas
HCl 50% menghasilkan persentase perkecambahan 70% hanya dalam 20
hari. HCl efektif dalam memecahkan dormansi benih dari Parkia biglobosa.
Perlakuan dengan konsentrasi HCl 50% menunjukkan efektivitas dalam
memecahkan dormansi Parkia biglobosa. Benih yang direndam dengan
HCL 50% selama 30 menit menghasilkan persentase perkecambahan 70% dalam
21 hari waktu percobaan (Abubakar and Maimuna, 2013).
Benih yang diskarifikasi dengan HCl (36%) selama 3, 6, 9, 12, 15, dan 18
jam, perkecambahan biji secara signifikan (p <0,05) meningkat dibanding
kontrol. Benih yang diberi perlakuan dengan HCl untuk 12, 15, dan 18 jam
memiliki waktu respon minimum dengan 50% dari perkecambahan benih pada
semua ulangan berturut-turut adalah dalam 1,75 , 1,13 , dan 1,20 hari
(Ali, et al., 2011).
Viabilitas Benih
Viabilitas benih atau daya hidup benih yang dicerminkan oleh dua
informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan
melalui gejala metabolisme benih dan atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas
benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya dengan mengukur
gejal-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan
membandingkan unsur – unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu. Struktur pertumbuhan yang dinilai terdiri dari akar, batang, daun
dan daun lembaga (Sutopo, 1993).
Benih yang viabel adalah benih yang bila dihadapkan pada kondisi atau
keadaan yang memungkinkan untuk perkecambahan, maka benih tersebut dapat
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas dari benih adalah viabilitas awal
benih, tingkat kemasakan benih saat panen, lingkungan sebelum panen, dan
lingkungan selama periode penyimpanan benih (Tim Pengampu, 2011).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya
menentukan persentase perkecambahan total. Dan dibatasi pada pemunculan dan
perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan
kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang
optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terebut
dinilai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak
tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 1993).
Ahli fisiologis benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai
kejadian yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga;
atau pada beberapa biji, kotiledon/hipokotil) memanjang atau muncul melewati
kulit biji (Bewley dan Black, 1982, 1984; Mayer, 1974). Biji dapat tetap viabel
(hidup), tapi tak mampu berkecambah atau tumbuh karena beberapa alasan;
kondisi luar atau kondisi dalam (Salisbury and Ross, 1992).
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan
kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang wajar dalam keadaan
biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa
persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur embrio yang
diamati secara langsung atau tidak langsung dengan hanya melihat gejala
metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih (Sutopo, 1993).
Menurut Tim Pengampu (2011) beberapa faktor yang dapat
1. Viabilitas awal dari benih
Viabilitas awal benih ditentukan oleh riwayat benih tersebut mulai pada saat
penanaman sampai dengan saat panen. Kualitas maksimum yang dicapai benih
pada saat panen akan sangat menentukan tingkat viabilitas benih selanjutnya.
2. Tingkat kemasakan benih saat panen
Viabilitas maksimum benih tercapai pada saat benih mencapai matang
fisiologis asalkan kondisi lingkungan disekitar tanaman induk tidak
menyebabkan terjadinya perkecambahan benih. Setelah matang fisiologi,
viabilitas benih akan terus menurun. Penurunan viabilitas tergantung pada
kondisi lingkungan dan cara penanganan benih. Panen sebelum mencapai
masak fisiologis akan menyebabkan viabilitas benih yang rendah
3. Lingkungan sebelum panen
Kandungan hara mineral tanah, curah hujan/kandungan air tanah, suhu, oksigen
tanah dan cahaya selama masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas benih yang dihasilkan. Lingkungan
pertanaman yang optimal akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan
tanaman optimal. Hal tersebut akan secara langsung berpengaruh terhadap
viabilitas benih yang dihasilkan.
4. Lingkungan saat penyimpanan benih
Penurunan viabilitas benih tidak dapat dicegah hanya dapat dipertahankan atau
hanya dapat diperlambat kemundurannya atau daya simpannya dapat
diperpanjang.
Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses
oleh benih adalah : (a) sifat dari benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan
PENDAHULUAN Latar Belakang
Delima merupakan tanaman asli Asia Tengah, tetapi karena sangat adaptif
terhadap berbagai iklim dan kondisi tanah, tanaman ini dapat juga ditanam
di berbagai wilayah geografis yang berbeda termasuk daerah Mediterania, Asia,
dan California (Holland, et al., 2009).
Saat ini delima termasuk salah satu tanaman obat yang begitu populer di
berbagai industri. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya dijumpai produk
olahan yang mengandung ekstrak tanaman delima, seperti produk minuman segar,
bahan kosmetik kecantikan, serta produk obat-obatan. Kesadaran masyarakat akan
pentingnya tanaman delima muncul seiring dengan banyaknya penelitian yang
mengungkap khasiat kandungan senyawa kimia pada tanaman delima.
Menurut Bradley (2010) delima mengandung anti-oksidan sangat tinggi,
bahkan melebihi anggur merah dan teh hijau. Antioksidan yang terdapat pada
delima juga dapat melawan atherosclerosis, yang disebabkan penumpukan lemak
pada dinding arteri. Selain itu, delima juga mengandung vitamin B, seperti
riboflavin, tiamin dan niacin, serta vitamin C. Holland, et al., (2009) juga
menyebutkan bahwa jaringan buah, bunga, kulit kayu, dan daun delima
mengandung fitokimia bioaktif yang bersifat antimikroba, mengurangi tekanan
darah, dan dapat melawan penyakit seperti diabetes dan kanker.
Perbanyakan tanaman delima dapat dilakukan dengan generatif dan
vegetatif. Perbanyakan generatif tidak disarankan untuk produksi delima dalam
skala besar. Perbanyakan generatif diperlukan untuk progam pemuliaan tanaman
berupa studi genetik yang dapat menghasilkan varietas baru dan memiliki sifat
Tanaman delima memiliki benih yang sangat keras, sehingga terdapat
kendala pada perbanyakan generatifnya. Struktur kulit benih yang keras diduga
menghalangi masuknya air ke dalam benih dan menunda perkecambahan
(benih mengalami dormansi). Kerasnya kulit benih juga menyebabkan
perkecambahan benih delima membutuhkan waktu yang sangat lama.
Berdasarkan hasil penelitian Olmez et al., (2007) untuk mencapai 8% persentase
perkecambahan benih delima diperlukan waktu selama 71 hari.
Menurut Sutopo (1993) dormansi pada benih dapat disebabkan oleh
keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari
kedua keadaan tersebut. Sebagai contoh : kulit biji yang impermeabel terhadap air
dan gas sering dijumpai pada biji yang impermeabel terhadap air.
Tingkat dormansi benih bervariasi baik antar maupun di dalam spesies.
Terdapat metoda dan tehnik yang berbeda untuk mengatasi dormansi, tergantung
faktor yang mempengaruhinya. Misalnya, perlakuan yang umum dilakukan untuk
dormansi kulit benih adalah perendaman dengan air panas, skarifikasi mekanik
dan kimia, serta aerasi udara panas (Olmez, et al., 2007).
Dormansi pada benih delima dapat diatasi dengan perlakuan skarifikasi
kimia. Menurut Fahmi (2012) tujuan dari perlakuan skarifikasi kimia adalah
menjadikan kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.
Perendaman pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti KNO3, H2SO4, dan HCl
dengan konsentrasi pekat membuat kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat
dilalui oleh air dengan mudah.
Informasi mengenai perlakuan pematahan dormansi yang tepat pada benih
delima yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh perlakuan pematahan dormansi secara kimia terhadap
viabilitas benih delima.
Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh perlakuan pematahan dormansi secara kimia yang
terbaik pada benih delima (Punica ganatum L).
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh perlakuan pematahan dormansi secara kimia terhadap
viabilitas benih delima (Punica ganatum L).
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian di Progam Studi
Agoekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dan
ABSTRACT
SYAHRI RAMADHANI : Effect of Dormancy Breaking Treatment in Chemistry on the Viability of Pomegranate Seed (Punica granatum L.). Supervised by HARYATI and JONATAN GINTING.
Pomegranate seed requires dormancy breaking treatment to encourage germination. One of dormancy breaking treatments that can be done is treated chemically. This study aimed to determine the effect of chemical dormancy breaking treatments on the viability of pomegranate seeds. This research was conducted at the Laboratory of Seed Technology Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan with a height of ± 25 meters above sea level, in July 2014, using a completely randomized design with 10 degree factor dormancy breaking treatments that control, seed soaking treatment with H2SO4 (70%, 80%, 90 %), seed soaking treatment with KNO3 (0.1%, 0.2%, 0.3%), and seed soaking treatment with HCl (50%, 60%, 70%). Parameters measured were moisture content (%), germination rate (%), normal seedling (%), abnormal seedling (%), seed that has not grown (%), vigor index, fresh weight (g), dry weight (g).
The results showed that seed soaking treatment with H2SO4 increased the percentage of normal germination and vigor index but no effect increases% moisture content, wet weight and dry weight.
ABSTRAK
SYAHRI RAMADHANI : Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Secara Kimia Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.). Dibimbing oleh HARYATI dan JONATAN GINTING.
Benih delima membutuhkan perlakuan pematahan dormansi untuk mendorong perkecambahannya. Salah satu perlakuan pematahan dormansi yang dapat dilakukan adalah dengan perlakuan secara kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pematahan dormansi secara kimia terhadap viabilitas benih delima. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian + 25 meter dpl, bulan Juli 2014 dengan menggunakan rancangan acak lengkap
satu faktor dengan 10 taraf perlakuan pematahan dormansi yaitu kontrol, perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 (70%, 80%, 90%), perlakuan
perendaman benih dengan KNO3 (0,1%, 0,2%, 0,3%), dan perlakuan perendaman
benih dengan HCl (50%, 60%, 70%). Parameter yang diamati adalah kadar air benih, laju perkecambahan (hari), kecambah normal (%), kecambah abnormal (%), benih yang belum tumbuh (%), indeks vigor, bobot basah (g), bobot kering (g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 70% berpengaruh meningkatkan persentase kecambah normal dan indeks vigor tetapi tidak berpengaruh meningkatkan % kadar air, bobot basah dan bobot kering.
PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.)
SKRIPSI
Oleh :
SYAHRI RAMADHANI 100301210/AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.)
SKRIPSI
Oleh:
SYAHRI RAMADHANI 100301210/AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Secara Kimia Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)
Nama : Syahri Ramadhani
NIM : 100301210
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Haryati, MP Dr.Ir. Jonatan Ginting, MS
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
SYAHRI RAMADHANI : Effect of Dormancy Breaking Treatment in Chemistry on the Viability of Pomegranate Seed (Punica granatum L.). Supervised by HARYATI and JONATAN GINTING.
Pomegranate seed requires dormancy breaking treatment to encourage germination. One of dormancy breaking treatments that can be done is treated chemically. This study aimed to determine the effect of chemical dormancy breaking treatments on the viability of pomegranate seeds. This research was conducted at the Laboratory of Seed Technology Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan with a height of ± 25 meters above sea level, in July 2014, using a completely randomized design with 10 degree factor dormancy breaking treatments that control, seed soaking treatment with H2SO4 (70%, 80%, 90 %), seed soaking treatment with KNO3 (0.1%, 0.2%, 0.3%), and seed soaking treatment with HCl (50%, 60%, 70%). Parameters measured were moisture content (%), germination rate (%), normal seedling (%), abnormal seedling (%), seed that has not grown (%), vigor index, fresh weight (g), dry weight (g).
The results showed that seed soaking treatment with H2SO4 increased the percentage of normal germination and vigor index but no effect increases% moisture content, wet weight and dry weight.
ABSTRAK
SYAHRI RAMADHANI : Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Secara Kimia Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.). Dibimbing oleh HARYATI dan JONATAN GINTING.
Benih delima membutuhkan perlakuan pematahan dormansi untuk mendorong perkecambahannya. Salah satu perlakuan pematahan dormansi yang dapat dilakukan adalah dengan perlakuan secara kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pematahan dormansi secara kimia terhadap viabilitas benih delima. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian + 25 meter dpl, bulan Juli 2014 dengan menggunakan rancangan acak lengkap
satu faktor dengan 10 taraf perlakuan pematahan dormansi yaitu kontrol, perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 (70%, 80%, 90%), perlakuan
perendaman benih dengan KNO3 (0,1%, 0,2%, 0,3%), dan perlakuan perendaman
benih dengan HCl (50%, 60%, 70%). Parameter yang diamati adalah kadar air benih, laju perkecambahan (hari), kecambah normal (%), kecambah abnormal (%), benih yang belum tumbuh (%), indeks vigor, bobot basah (g), bobot kering (g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 70% berpengaruh meningkatkan persentase kecambah normal dan indeks vigor tetapi tidak berpengaruh meningkatkan % kadar air, bobot basah dan bobot kering.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tanjung Balai pada tanggal 26 Maret 1992.
Anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Abd Gani Lubis dan
Alm Ibu Lelawati Harahap.
Penulis menyelesaikan Sekolah Pendidikan Dasar di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Kisaran pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di MTs S YPMDU
Kisaran pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri
Kisaran pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif sebagai anggota
Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), sebagai asisten
praktikum Teknologi Benih (2012-2014). Selain itu penulis juga pernah mengikuti
berbagai kegiatan seperti Gerakan Kewirausahaan Nasional 2013. Penulis juga
memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2012 dan
beasiswa KORPRI ASAHAN pada tahun 2014, lulus seleksi Program Kreatifitas
Mahasiswa – DIKTI tahun 2012, lulus seleksi Program Mahasiswa Wirausaha –
DIKTI 2013. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Perkebunan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Secara Kimia
Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua penulis atas kasih sayang baik moril, materil dan doa yang diberikan
kepada penulis, kepada abang dan adik penulis yang telah mendukung dan
memotivasi penulis, kepada ibu Ir. Haryati, MP dan bapak Ir. Jonatan Ginting,MS
selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2014
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRACT ...i
ABSTRAK ...ii
RIWAYAT HIDUP ...iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR LAMPIRAN Daftar Lampiran Tabel ...viii
Daftar Lampiran Gambar ...ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4
Dormansi Benih ... 5
Perlakuan Pematahan Dormansi ... 7
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman H2SO4 ... 8
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman KNO3... 10
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman HCl ... 11
Viabilitas Benih ... 12
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metode Penelitian ... 16
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Benih ... 18
Persiapan Media Perkecambahan ... 18
Pengukuran Kadar Air ... 18
Aplikasi Perlakuan ... 18
Pemeliharaan ... 19
Pengamatan Parameter ... 20
Kadar Air Benih (%)... 20
Uji Daya Kecambah... 20
Kecambah Normal (%) ... 21
Kecambah Abnormal (%) ... 21
Benih yang Belum Tumbuh (%)... 22
Laju Perkecambahan (hari) ... 22
Indeks Vigor ... 22
Bobot Basah Kecambah (g) ... 22
Bobot Kering Kecambah (g) ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24
Kadar Air Benih (%)... 24
Uji Daya Kecambah... 25
Kecambah Normal (%) ... 25
Kecambah Abnormal (%) ... 26
Benih yang Belum Tumbuh (%)... 27
Laju Perkecambahan (hari) ... 28
Indeks Vigor ... 29
Bobot Basah Kecambah (g) ... 30
Bobot Kering Kecambah (g) ... 30
Pembahasan ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Hal.
1. Kadar air benih delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi secara kimia ... 24 2. Kecambah normal delima pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia ... 25 3. Kecambah abnormal delima pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia ... 26 4. Benih delima yang belum tumbuh pada beberapa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia ... 27 5. Laju perkecambaha