KARYA TULIS
PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS KAYU DENGAN
MENGGUNAKAN METODE TWO POINT LOADING
Disusun Oleh:
APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Pengujian Modulus Elastisitas Kayu Dengan Menggunakan Metode Two Point Loading “.
Tulisan ini berisi tentang pengujian kayu untuk menentukan Etrue dan Eapparent
dengan menggunakan metode pengujian Two Point Loading (TPL) pada posisi tegak
dan posisi rebah. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan
tambahan informasi dibidang keteknikan kayu.
Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang
membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.
Desember, 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR TABEL...iii
DAFTAR GAMBAR ...iv
PENDAHULUAN ...1
PENGUJIAN KAYU ...2
SIFAT MEKANIS KAYU...5
HASIL DAN PEMBAHASAN ...7
KESIMPULAN...12
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1 Nilai E true dan E apparent Pada Posisi Tegak dan Rebah 8
2 Nilai Koefisien determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (R)
Antara Metode OPL dengan TPL
11
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1 Metode pembebanan pada balok: (A). Two point loading
(B). Third point loading, (C). Center point loading
4
2 Grafik Nilai Etrue dan Eapparent pada posisi tegak dan rebah 8
PENDAHULUAN
Potensi kayu sebagai bahan struktural saat ini belum tergantikan oleh bahan
lain secara menyeluruh. Kelebihan sifat kayu dibanding bahan material lain, seperti
logam dan plastik, dalam segi fungsi dan estetika telah membuat kayu menjadi
meningkat konsumsi pemakaiannya. Hal ini terjadi seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk. Akan tetapi buruknya pengelolaan hutan serta maraknya illegal
logging mengurangi suplai kayu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu
dalam kegiatan pengelolaan hutan dan manajemen kawasan hutan perlu ditingkatkan
dengan mengacu pada asas-asas kelestarian. Selain itu, pemakaian kayu yang efisien
dan optimal diharapkan mampu menangani permasalahan tersebut.
Dalam upaya peningkatan efisiensi dan pengoptimalan penggunaan kayu,
teknologi dan rekayasa dalam bidang perkayuan sangatlah diperlukan. Dalam bidang
struktural sifat mekanis atau kekuatan kayu merupakan faktor yang penting. Faktor ini
diperlukan karena kayu akan digunakan untuk menahan beban dengan aman dalam
jangka waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu untuk setiap batang kayu perlu
dilakukan pemilahan dalam rangka mengetahui kemampuan dalam menahan beban.
Kegiatan pemilahan ini biasa disebut dengan grading.
Kegiatan pemilahan dibutuhkan karena kayu memiliki variabilitas yang tinggi
diantaranya struktur penyusun kayu yang heterogen dan adanya cacat-cacat kayu.
Dalam penaksiran kekuatan dan kekakuan kayu terdapat dua macam pengujian, yaitu
metode destruktif dan non destruktif. Metode destruktif dapat menaksir kekuatan
kayu secara objektif dan tepat dimana pengujian yang dilakukan merusak kayu,
metode ini dikenal dengan pengujian statis. Sedangkan metode non destruktif adalah
metode yang dikembangkan dengan tanpa merusak kayu, metode ini dikenal dengan
PENGUJIAN KAYU
Pengujian Non Destruktif
Pengujian Non Destruktif (NDT/E) adalah pengujian dengan mengidentifikasi
sifat fisis dan mekanis suatu bahan tanpa merusak atau mengganggu produk akhirnya
sehingga diperoleh informasi yang tepat terhadap sifat dan kondisi bahan tersebut
yang akan berguna untuk menentukan keputusan akhir pemanfaatannya dan
merupakan metode pengujian yang tidak merusak fungsi dari struktur bahan dan dapat
dilakukan re-testing (pengujian ulang) pada lokasi yang sama untuk mengevaluasi
perubahan sifatnya menurut waktu (Karlinasari, 2007).
Salah satu metode non destruktif adalah pengujian dengan mengukur
kecepatam gelombang ultrasonik . Gelombang ultrasonik adalah gelombang bunyi
yang mempunyai frekuensi di atas 20 KHz. Teknik tersebut memberikan beberapa
kelebihan antara lain rendahnya biaya peralatan bila dibandingkan dengan mesin
pemilah otomatis, serta teknik ini relatif mudah dipraktekkan (Oliveira et. al., 2002).
Parameter gelombang ultrasonik merambat dalam struktur padat dipengaruhi
oleh sifat fisis substrat, karakter geometri spesimen di bawah uji (segi makro dan
mikrostruktural), kondisi lingkungan dan kondisi pengukuran (respon frekuensi dan
kepekaan tranduser, ukuran dan lokasinya, coupling medium serta karakter dinamik
dari peralatan elektronik).
Sandoz (1993) menyatakan bahwa metode ultrasonik berperan dalam
mendeteksi pelapukan atau evaluasi kesehatan pohon dengan pengukuran terhadap
bidang radial pohon. Sedangkan terhadap bidang longitudinal metode ultrasonik
biasanya digunakan sebagai alat evaluasi terhadap komponen kayu serta kegiatan
pemilahan.
Beberapa metode yang dilakukan untuk menduga kualitas kayu secara non
destruktif (Malik et. al., 2002) yaitu :
1. Mekanis dan optis : warna, patahan, dimensi, permukaan akhir.
2. Radiasi penetrasi : patahan, kerapatan, variasi kimia, objek asing, ketebalan.
3. Elektromagnetik dan elektronik : anisotropis, rongga, komposisi, kontaminasi,
korosi, patahan, konduktifitas listrik dan panas, ketebalan lapisan, kadar air,
4. Sonik dan ultrasonik : degradasi, struktur tegangan permukaan, kekuatan tarik,
geser dan tekan.
5. Panas dan infra merah : ikatan, komposisi, emisifitas, kontur panas, porositas
reflektifitas, tegangan, konsuktifitas panas, ketebalan.
Hasil pengujian non destruktif umumnya berupa kekakuan bahan. Istilah
kekakuan lentur dinamis biasanya digunakan untuk kekakuan lentur hasil pengujian
non destruktif.
Pengujian Destruktif
Pendugaan kekuatan kayu dengan cara konvensional (yang bersifat merusak)
dapat menyebabkan banyak kayu yang terbuang untuk pengujian (Mardikanto dan
Pranggodo, 1991). Walaupun pengujian dengan metode ini dianggap kurang efisien
dan fleksibel tetapi metode ini masih memberikan hasil yang terbaik dalam menaksir
kekuatan kayu bila dibandingkan dengan pengujian secara visual. Metode destruktif
dalam pendugaan kekuatan kayu secara objektif dan tepat tanpa tergantung jenis kayu
yang diuji.
Pengujian destruktif sangat erat kaitannya dengan sifat mekanis karena untuk
menduga sifat mekanis kayu dilakukan dengan mesin uji khusus yang membebani
contoh uji dengan beban yang terukur secara berangsur-angsur atau tiba-tiba
(Tsoumis, 1991).
Pada ASTM D 198-05 dijelaskan beberapa metode pengujian secara destruktif
antara lain :
1. Metode One Point Loading (OPL)
Metode OPL atau pengujian beban tunggal terpusat yaitu kasus pembebanan
dimana beban diterapkan / dibebankan di tengah bentang (mid-span).
2. Metode Two Point Loading
Metode ini disebut juga dengan pengujian dua pembebanan yaitu kasus dimana
beban ditempatkan pada dua titik dengan jarak yang sama jauh dari titik reaksi
tumpuan, metode two point loading juga dikenal sebagai four point loading, sebab
ada dua beban dan dua titik reaksi yang bertindak pada balok.
3. Metode Third Point Loading
Metode third point loading yaitu kasus two point secara khusus dengan jarak
penempatan beban sepertiga dari panjang bentang diukur dari titik reaksi
Gambar 1. Metode pembebanan pada balok: (A). Two point loading (B). Third point loading, (C). Center point loading
L P
½ L ½ L
C
L
1/3 L 1/3 L 1/3 L
½ P ½ P
B
a
L ½ P
A ½ P
SIFAT MEKANIS KAYU Modulus Elatisitas
Hukum Hooke’s menyatakan bahwa kekakuan bahan merupakan perbandingan
antara tegangan dan regangan pada sebuh kayu di dalam batas elastis yang bernilai
konstan. Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan
regangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan semula (Haygreen dan
Bowyer, 2003). Rasio ini biasa disebut dengan modulus elastisitas atau biasa disebut
sebagai Modulus Young dan disingkat ‘MOE’ atau secara sederhana ‘E’ (hoadley,
2000). Bentuk persamaan yang digunakan adalah :
E =
Modulus elastisitas (E) merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan
perubahan bentuk atau lentur yang terjadi sampai dengan batas proporsi. Semakin
besar beban yang bekerja, semakin tinggi tegangan yang timbul dan semakin besar
perubahan bentuk yang akan terjadi sampai batas proporsi. Hubungan tegangan dan
regangan membentuk garis lurus. Batas proporsi itu adalah bila beban yang bekerja
dilepaskan, benda akan kembali ke bentuk semula, tetapi apabila beban melewati
batas ini, benda tidak akan ke bentuk asal meskipun beban telah dilepaskan.
Haygreen dan Bowyer (2003), menyatakan bahwa E ini berkaitan dengan
regangan, defleksi, dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi
oleh besar dan lokasi pembebanan, panjangnya dan ukuran penampang balok serta E
kayu. Hubungan antara modulus elastisitas (E) dengan defleksi yaitu apabila semakin
tinggi E suatu balok, semakin berkurang defleksinya dan semakin tahan terhadap
perubahan bentuk. Berdasarkan pengukuran terhadap nilai defleksi yang terjadi pada
saat pembebanan, maka nilai E dibagi menjadi dua yaitu Eapparent dan Etrue. Nilai
Eapparent, dipengaruhi oleh defleksi akibat gaya geser. Sedangkan Etrue tidak terdapat
pengaruh gaya geser di dalamnya. Dirumuskan yaitu = M + G, dimana adalah
defleksi aparent, M adalah defleksi true (akibat momen lentur) dan G adalah
lendutan total tentu lebih besar daripada lendutan akibat momen lentur saja.
Sedangkan gaya geser yang terjadi biasanya digunakan untuk menentukan modulus
geser (shear modulus, modulus of rigidity, G). Penentuan modulus geser berdasarkan
pada dua pembebanan dirasakan lebih sederhana mengikuti substitusi rumus dari E
sebenarnya (Etrue) yang sudah mengalami koreksi dari adanya geseran. Kemiringan
relatif pada kurva tegangan-regangan mengindikasikan ukuran relatif dari kekakuan
bahan tersebut. Semakin curam kemiringannya menunjukkan semakin tinggi nilai E
dan semakin kaku kayu tersebut yang berarti semakin rendah pula deformasi yang
terjadi di bawah pembebanan.
b. Modulus Patah
Tegangan yang dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) disebut
tegangan patah. Modulus patah (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang
berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan
beban atau gaya luar yang bekerja padanya sampai maksimal dan cenderung merubah
bentuk dan ukuran kayu tersebut (Kollman dan Cote, 1968), dengan kata lain kekuatan
lentur patah merupakan sifat kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat
dipikul oleh suatu balok atau gelagar.
Beberapa hal yang menyebabkan variabilitas kekuatan kayu antara lain (Brown
et. al., 1952) :
Kecepatan tumbuh pohon
Kecepatan tumbuh pohon ditunjukkan oleh riap dan lingkaran tahun. Kayu
yang memiliki lingkaran tahun yang lebar menunjukkan kekuatan dan
kekakuan yang lebih tinggi.
Asal kayu
Asal wilayah geografis tempat tumbuh yang berbeda menunjukkan adanya
variasi kekuatan, hal ini terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
tempat tumbuh, kesuburan tanah dan lain-lain.
Umur pohon
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada saat mulai
dengan riapnya. Setelah pohon mencapai umur masaknya dimana riapnya
berkurang maka kekuatannya menurun pula.
Kayu gubal dan kayu teras
Perubahan dari kayu gubal ke kayu teras tidak menunjukkan kekuatan yang
mencolok.
Posisi ketinggian pada pohon
Pada umumnya, kecuali pohon yang berbanir, berat jenis maupun kekuatannya
lebih besar pada bagian bawah daripada bagian ujungnya.
Wangard (1950) membedakan dua faktor besar yang mempengaruhi kekuatan
kayu, yaitu ;
a. Faktor cacat yang dimiliki kayu
Cacat merupakan suatu penyimpangan dari keadaan normal pada kayu yang dapat
mengakibatkan berkurangnya nilai kekakuan kayu. Cacat tersebut dapat berupa
mata kayu (knots), retak atau pecah (checks or shakes), serat melintang (cross
grain), cacat akibat serangan serangga atau jamur dan lain-lain.
b. Faktor lain bukan cacat
Selain cacat-cacat yang terlihat pada kayu, ada faktor lain yang mempengaruhi
kekuatan kayu yaitu kerapatan (density) dan berat jenis (specific gravity), posisi
kayu dalam pohon, kondisi pertumbuhan, struktur mikro kayu, kadar air kayu dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan E true dan E apparent pada posisi tegak dan rebah disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai E true dan E apparent Pada Posisi Tegak dan Rebah
Tegak (GPa) Rebah (GPa)
Kayu
E apparent E true E apparent E true
1 11,295 11,688 13,058 13,094
2 15,988 18,771 14,308 14,539
3 10,883 11,236 9,070 9,171
4 12,545 18,357 17,203 17,325
5 17,655 18,573 24,350 26,818
6 17,851 19,663 22,249 22,661
7 12,206 15,351 16,747 18,364
8 9,656 10,355 13,618 13,720
9 9,280 10,285 17,695 18,596
10 10,197 10,662 15,647 15,708
11 12,275 15,478 14,488 14,651
12 11,525 11,880 14,488 14,651
13 14,229 15,005 16,299 17,570
14 9,239 9,489 15,647 16,033
15 12,700 15,146 15,046 15,538
Rata-rata 12,502 14,129 15,994 16,563
Nilai rata-rata dari Modulus elastisitas baik E true maupun E apparent pada posisi tegak
dan rebah disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Nilai Etrue dan Eapparent pada posisi tegak dan rebah
Gambar 2 menunjukkan nilai E true lebih besar dari E apparent untuk posisi tegak
dan rebah, hal ini sesuai dengan teori pada persamaan berikut (ASTM D198. 2005):
Ef E KG L ... (i)
Keterangan: Ef = E app
E = E true
Berdasarkan penurunan persamaan tersebut, diperoleh persamaan Etrue dan Eapp
sebagai berikut:
E app = E KG (h/L)2 …………..(ii) E + KG (h/L)2
E = E KG (h/L)2 …………(iii) Ef – KG (h/L)2
Secara teoritis dengan mengacu persamaan (ii) dan (iii) dapat diketahui bahwa nilai
Etrue akan lebih besar dibandingkan dengan Eapp.
Nilai E true dan E apparent untuk posisi tegak lebih kecil dibandingkan dengan nilai E true
dan E apparent untuk posisi rebah, hal ini dikarenakan nilai defleksi posisi tegak lebih
kecil yang disebabkan oleh ukuran dimensi tebal lebih besar dari posisi rebah.
Dengan kata lain bahwa untuk balok dengan posisi tegak memiliki tingkat kekakuan
yang lebih tinggi (elastisitasnya rendah) pada bentang yang sama dibanding pada
posisi rebah sehingga nilai modulus elastisitasnya lebih kecil.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada nilai modulus elastisitas antara lain panjang
bentang, ukuran dimensi bentang, posisi bentang (rebah atau tegak), sifat dasar bahan
seperti kadar air dan ada atau tidaknya cacat pada kayu.
Dalam penentuan modulus elastisitas dengan menggunakan metode Two Point
Loading (TPL) menggunakan dua deflektometer. Deflektometer bagian atas
menunjukkan nilai defleksi pada bentang atas (lb) untuk menentukan nilai E true dan
deflektometer bawah menunjukkan nilai defleksi pada bentang bawah (L) untuk
menentukan nilai E apparent sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Selanjutnya
ditentukan nilai gesernya yang dikoreksi dengan (Δ) menggunakan substitusi
………….(iv )
Gambar 3. Metode pembebanan TPL (Sulistyawati, 2006)
Posisi deflektometer atas
Posisi deflektometer bawah
Seharusnya nilai E true dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (ASTM
D198. 2005) :
E true =
Defleksi yang diperhitungkan dalam penentuan nilai E true ini adalah defleksi yang
ditunjukkan oleh deflektometer atas. Namun dalam praktikum ini nilai E true
diperoleh dari persamaan (iv). Nilai defleksi yang diperhitungkan adalah nilai
defleksi yang berasal dari deflektometer bawah. Nilai geser diambil dari nilai geser
yang diperoleh dengan menggunakan metode One Point Loading (OPL). Penentuan
nilai E true dengan menggunakan persamaan (iv) ini dikarenakan data defleksi yang
berasal dari deflektometer atas tidak akurat sehingga nilai E true pada metode TPL ini
diperoleh dari persamaan (iv) dengan menggunakan nilai geser yang diperoleh dari
metode OPL.
Analisis Data
Berdasarkan hasil dari regresi antara Etrue dan Eapparent metode OPL dengan
TPL (Lampiran 3) diperoleh nilai koefisien determinasi dan korelasi sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 tersebut bahwa nilai Etrue dan Eapparent untuk posisi rebah
dan posisi tegak antara metode OPL dengan TPL memiliki hubungan yang kuat
dengan arah hubungan positif, hal ini diindikasikan dengan nilai koefisien korelasi (R)
> 0,5.
Hasil pengujian dengan uji t-berpasangan antara posisi rebah dan tegak untuk nilai
Etrue dan Eapparent disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. t-Test: Paired Two Sample for Means
Eapparent Etrue Keterangan Variable 1 Variable 2 Variable 1 Variable 2
Mean 12,502 15,994 14,129 16,563
Variance 7,855 13,193 12,634 17,110
Observations 15 15 15 15
Berdasarkan nilai hasil uji t- berpasangan diperoleh hasil bahwa posisi tegak dan
rebah berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap nilai Etrue dan Eapparent, hal ini
bisa diketahui dari besarnya nilai P (T<=t) < 0,01 dan < 0,05 untuk one tail dan two
tail.
KESIMPULAN
1. Nilai E true dan E apparent untuk posisi tegak lebih kecil dibandingkan dengan nilai E
true dan E apparent untuk posisi rebah, hal ini dikarenakan nilai defleksi posisi tegak
lebih kecil yang disebabkan oleh ukuran dimensi tebal lebih besar dari posisi
rebah.
2. Nilai E true lebih besar dari E apparent untuk posisi tegak dan rebah, sesuai dengan
REFERENSI
American Society Institute. 2005. ASTMD-198. Standard Test Methods of Static Tests
of Lumber in Structural Sizes. In Annual Book of ASTM Standard United
State : Philadelpia.
Haygreen, J.G., Bowyer, J.L. 2003. Forest Production Wood Science. An
Introduction. Iowa : Iowa State Press.
Karlinasari, L. 2007. Bahan Kuliah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Mardikanto, T.R., Pranggodo, B. 1991.Kemungkinan Penerapan Cara Nondestructive
Testing Untuk Pendugaan Kekuatan Kayu Kelapa Gergajian. [Laporan
Penelitian]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Naresworo. 2007. Bahan Kuliah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Oliveira, F.G.R, Campos JAO de, Pletz E, Sales A. 2002. Assesment of Mechanical
Properties of Wood Using an Ultrasonic Technique. Proceeding of the 13th
International Symposium on Nondestructive Testing of Wood; University of
California Berkeley Campus. 19 – 21 Agust 2002. Madison : Forest Product
Society. Pp 75 – 78.
Ross, R.J, Brashaw B.K., dan Pellen R.F. 1998. Nondestructive Evaluation Of Wood
Forest Products. Jurnal 48 (1) : 14 – 18.
Sulistyawati, I. 2006. Rasio Lendutan Geser terhadap Lendutan Lentur dan
Pengaruhnya terhadap Kekakuan Lentur (EI) pada Balok Kayu. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kayu Tropis Vol.4 • No. 2.
Wangard, F.F. 1950. The Mechanical Properties of Wood. New York : John Wiley &
Son.