REFERENCE (SCOR) DI PT.ANEKA REGALINDO
SKRIPSI
Oleh : A
ANNAA NNUURRFFIITTAASSAARRII 0
0773322001100111111
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
ANALISIS PERFORMANSI SUPPLY CHAIN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE
SUPPLY CHAIN
OPERATIONS
REFERENCE (SCOR) DI PT.ANEKA REGALINDO
Oleh :
ANA NURFITASARI 0732010111
Telah disetujui untuk mengikuti Seminar Hasil Penelitian
Pembimbing I Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”ANALISIS PERFORMANSI SUPPLY CHAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) DI PT. ANEKA REGALINDO” ini dengan lancar. Skripsi ini merupakan persyaratan kelulusan studi di jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan untuk mencapai gelar sarjana teknik.
Keberhasilan penyelesaian laporan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan beberapa pihak. Untuk itu penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
4. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku Dosen Pembimbing I 5. Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT. Selaku Dosen Pembimbing II 6. Bapak dan Ibu-ku yang Tercinta
7. Mas Riza Pahlevi, ST yang selalu mendukungku.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dan menyadari sepenuhnya akan keterbatasan pengetahuan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempuranaan laporan skripsi ini.
Harapan penyusun semoga laporan ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bagi pembaca,
Surabaya, Maret 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAKSI ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Asumsi ... 3
1.5. Tujuan Penelitian ... 3
1.6. Manfaat Penelitian ... 4
1.7. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Kinerja Perusahaan ... 7
2.2. Supply Chain Management ... 12
2.2.2. Ruang Lingkup Kinerja Supply Chain ... 22
2.3. Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model ... 24
2.4. Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 32
2.4.1. Langkah-langkah Analitycal Hierarchy Process ... 36
2.4.2. Penyelesaian AHP dengan Expert Choice ... 39
2.5. Pengujian Data ... 40
2.5.1. Uji Validitas ... 40
2.5.2. Uji Reliabilitas ... 41
2.5.3. Uji Konsistensi ... 43
2.6. Penelitian Terdahulu ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
3.2. Identifikasi Variabel ... 46
3.3. Metode Pengambilan Responden ... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48
3.5. Metode Pengolahan Data ... 48
3.6. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perancangan Hierarki Awal Sistem Pengukuran Performansi Supply Chain... 59
4.2. Identifikasi Key Performance Indicator ... 61
4.4. Pembuatan dan Penyebaran Kuesioner . ... 67
4.4.1. Pembuatan Kuesioner Indikator Kualitatif Performansi Supply Chain . ... 67
4.4.2. Pembuatan Kuesioner KPI... 68
4.5. Pengujian Data ... 68
4.5.1. Uji Validitas ... 68
4.5.2. Uji Reliabilitas ... 69
4.6. Nilai Aktual Performansi Supply Chain ... 70
4.7. Pembobotan Key Performance Indikator (KPI) dengan Analytical Hierarchy Proses(AHP)... 72
4.8. Standarisasi SCOR ... 78
4.9. Nilai Performansi Supply Chain tiap Performance Indicator... 81
4.10. Hasil dan Pembahasan ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1 Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran
yang Dikelola ... 15
Gambar 2-2 Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja Supply Chain ... 22
Gambar 2-3 Ruang Lingkup Proses Manajemen Utama Supply Chain ... 25
Gambar 2-4 Rancangan Hierarki Awal Supply Chain ... 31
Gambar 2-5 Struktur Hierarki ... 34
Gambar 3-1 Langkah-langkah Pemecahan Awal ... 52
Gambar 4-1 Rancangan Pengukuran Kinerja Supply Chain PT. Aneka Regalindo ... 60
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1 Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan Beserta
Metrik Performa ... 18
Tabel 2-2 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 22
Tabel 2-3 Metrik Model SCOR ... 27
Tabel 2-4 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan ... 36
Tabel 2-5 Contoh Matriks Perbandingan ... 37
Tabel 2-6 Nilai Indeks Random ... 39
Tabel 3-1 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 51
Tabel 4-1 Atribut Key Performance Indicator pada Pengukuran Kinerja Supply Chain PT. Aneka Regalindo ... 61
Tabel 4-2 Produksi dan Target Produksi Produk Kursi Diningroom ... 62
Tabel 4-3 Permintaan Aktual dan Permintaan Hasil Peramalan ... 62
Tabel 4-4 Internal Relationship ... 63
Tabel 4-5 Pengiriman Supplier ... 64
Tabel 4-6 Supplier Delivery Time dan Payment Term ... 65
Tabel 4-7 Repair Time Percentage dan Machine Maintenance Cost ... 65
Tabel 4-8 Delivery Lead Time ... 66
Tabel 4-9 Minimum Delivery Quantity ... 66
Tabel 4-10 Number of Customer Complaint dan Time to Solve a Complaint 66 Tabel 4-11 Uji Validitas Bagian Produksi ... 69
Tabel 4-12 Hasil Nilai Aktual Performansi Supply Chain ... 71
Tabel 4-14 Matriks Perbandingan Berpasangan Supply Chain ... 74
Tabel 4-15 Matriks Hasil Normalisasi dan Bobot Tiap KPI ... 75
Tabel 4-16 Perhitungan Perkalian Matriks KPI dan Pengujian KPI dengan Menggunakan Uji Konsistensi ... 76
Tabel 4-17 Nilai Bobot KPI pada Setiap Level ... 78
Tabel 4-18 Hasil Standarisasi SCOR ... 80
Tabel 4-19 Nilai Akhir Performansi Supply Chain ... 82
Tabel 4-20 Nilai Kinerja Agregat ... 83
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran A : Gambaran Perusahaan 2. Lampiran B : Data Kuantitatif
3. Lampiran C : Kuesioner Indikator Performansi Supply Chain
4. Lampiran D : Hasil Kuesioner Indikator Kualitatif Performansi Supply Chain
5. Lampiran E : Uji Validitas dan Reliabilitas 6. Lampiran F : Kuesioner Pembobotan KPI
7. Lampiran G : Hasil Kuesioner KPI
8. Lampiran H : Hasil Output Expert Choice
9. Lampiran I : Perhitungan Pembobotan KPI
ABSTRAKSI
PT. Aneka Regalindo memiliki permasalahan yang ada yakni belum adanya suatu sistem pengukuran kinerja yang sifatnya menyeluruh, selama ini hanya menampilkan performansi yang menitikberatkan pada masing-masing bagian saja, sehingga perlu adanya pengukuran kinerja yang simultan dan kontinyu supaya perusahaan tetap exist.
Dengan masalah tersebut, maka dipenelitian ini dikembangkan suatu pengukuran kinerja dengan menggunakan indikator pengukuran kinerja yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Untuk mengetahui performansi perusahaan diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan Supply Chain Operations Reference (SCOR). Indikator-indikator dalam SCOR antara lain Plan, Source, Make, Delivery dan Return. Dengan metode ini dapat secara langsung menunjuk pada pengukuran seimbang Supply chain Management. Sehingga dari pengukuran tersebut diperoleh hasil performansi perusahaan yang akan memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan itu sendiri, supplier maupun konsumen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT. Aneka Regalindo menggunakan Supply Chain Operation Reference (SCOR) model. Dan diketahui indikator kinerja supply Chaín perusahaan yang memerlukan prioritas untuk dilakukan perbaikan adalah indikator yang memiliki skor rendah. Indikator-indikator tersebut Percentage of adjusted production quantity dengan skor 15. Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melakukan target produksi dan dalam melakukan target produksi harus melihat hasil produksi pada bulan–bulan lalu dan meramalnya dengan metode yang sesuai dengan perusahaan. Dan indikator skor terendah berikutnya adalah Forecast Accuracy dengan skor 37. Usulan perbaikannya yaitu lebih teliti dalam melihat kondisi pasaran dan dalam meramalkan permintaan produk harus melihat atau mengacu pada permintaan pada bulan-bulan sebelumnya, sehingga penyimpangan permintaan aktual dengan permintaan hasil peramalan tidak berbeda jauh.
ABSTRACT
PT. Aneka Regalindo have existing problems, namely the lack of a performance measurement system that are comprehensive, so far only show the performance of that focus on each part only, so the need for a simultaneous performance measurement and continuous so that the company still exist.
With these problems, then this dipenelitian developed a performance measurement using indicators of performance measurement in accordance with the conditions of the company. To determine the performance the company required a measurement approach to Supply Chain Operations Reference (SCOR). The indicators in SCOR, among others, Plan, Source, Make, Delivery, and Return. With this method can directly refer to balanced measurement Supply chain Management. Thus, the obtained results from performance measurement company that will provide benefits, both for the company itself, suppliers and consumers.
Research conducted at PT. Aneka Regalindo use Supply Chain Operations Reference (SCOR) model. And supply chain performance indicators known to companies that need to be repair priorities are indicators that have a low score. These indicators Percentage of adjusted production quantity with a score of 15. Improvements that need to be done is more thorough in doing the production target and in doing a production target should see production in the months ago and with methods appropriate to the company. And the next lowest score indicator is Forecast Accuracy with a score of 37. Proposed improvements are more accurate in view market conditions and in forecasting product demand should see or refer to the demand in the months before, so that the deviation of actual demand with demand forecasting results do not differ much.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pergeseran pandangan manajemen terhadap pentingnya integrasi atau kolaborasi antara komponen–komponen pada supply chain telah membawa perubahan sistem manajemen perusahaan yakni bukan hanya menekankan pada integrasi proses internal dan kualitas saja melainkan mulai ditekankan pada supply chain.
PT. Aneka Regalindo merupakan perusahaan yang bergerak dibidang furniture dengan bahan dasar rotan yang berlokasi di Jl.Raya Trosobo No.111 Taman Sidoarjo. Perusahaan ini merupakan perusahaan mengeksport ke Inggris, Amerika dan Eropa, barang yang diproduksi yaitu kursi diningroom, dan pada tahun 2009 jumlah penjualan produk mencapai 34.314.
Masalah yang terjadi di PT Aneka Regalindo ini adalah persaingan global yang semakin kompetitif sehingga perlu adanya pengukuran yang menyeluruh sedangkan pada perusahaan belum adanya suatu sistem pengukuran performansi yang sifatnya menyeluruh, selama ini hanya menampilkan performansi yang menitikberatkan pada masing-masing bagian saja, sehingga perlu adanya pengukuran kinerja yang simultan dan kontinyu supaya perusahaan tetap exist.
dari Supplier, Manufacturing, Customer, dan Delivery Process, Supply chain juga merupakan suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya dan merupakan kesatuan dari Supplier, Manufacturing, Customer, dan Delivery Process
Dengan metode ini, diharapkan dapat mengetahui nilai performansi perusahaan. Sehingga dapat diketahui prioritas Indikator-indikator yang memerlukan perbaikan dan dapat diberikan usulan perbaikan yang dapat membangun performansi perusahaan menjadi lebih baik dan sesuai dengan target yang diharapkan.
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam Skripsi ini adalah ”Seberapa besar nilai performansi perusahaan dengan menggunakan metode Supply Chain Operations Reference (SCOR) di PT Aneka Regalindo?”
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
1. Proses pengambilan data terbatas pada data internal dan eksternal yang tersedia di PT. Aneka Regalindo pada bulan Nopember 2010 sampai selesai.
2. Supply Chain didalam perusahaan adalah supplier, manufaktur/perusahaan, konsumen/agen.
1.4. Asumsi
Berdasarkan pada batasan masalah, maka asumsi–asumsi yang digunakan antara lain :
1. Kebijakan perusahaan selama penelitian ini tidak mengalami perubahan secara signifikan.
2. Setiap produk yang dihasilkan terjual habis, sehingga peramalan produksi juga merupakan peramalan penjualan.
3. Kondisi lingkungan kerja baik operator maupun fasilitas produksi lainnya dalam keadaan baik dan memiliki skill yang sama.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur nilai performansi Supply Chain dengan metode Supply Chain Operations Reference (SCOR) diPT. Aneka Regalindo.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Perusahaan :
a. Perusahaan dapat melakukan pengawasan dan pengendalian kinerja supply chain dimana pada saat ini belum dilakukan oleh perusahaan.
b. Perusahaan dapat melakukan perbaikan berkelanjutan berdasarkan hasil kontrol kinerja supply chain yang dilakukan dan memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengembangkan suatu kerangka pengukuran kinerja
Supply Chain yang sesuai dengan kondisi dan tujuan strategis perusahaan. 2. Bagi perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur :
a. Untuk menambah perbendaharaan perpustakaan yang berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai perbandingan bagi mahasiswa di masa yang akan datang khususnya yang berhubungan dengan pengukuran kinerja supply chain khususnya SCOR.
3. Bagi Mahasiswa :
a. Agar dapat membandingkan teori yang didapat dikampus dengan keadaan sebenarnya dilapangan.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan Penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN
Bagian ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan Penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori, pendapat pakar, tulisan ilmiah, dan sejenisnya yang dibutuhkan untuk mendukung dan memberikan landasan/kerangka konsep berpikir yang kuat dan relevan dalam penelitian ini yaitu mengenai konsep model–model pendekatan pengukuran dan pengendalian kinerja supply chain dan hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan dan landasan Penelitian ini.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan langkah–langkah penelitian secara keseluruhan sampai perancangan mekanisme kontrol kinerja supply chain yang diusulkan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari penulisan ini dan saran sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pengukuran kinerja dari suatu sistem sangatlah penting demi terus
berlangsungnya proses improvement ke arah yang lebih baik. Pengukuran kinerja ini
dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan dari sistem yakni bisnis, perusahaan
maupun lembaga-lembaga lainnya seperti pemerintahan dan lain-lain sudah sesuai
dengan target/hasil yang diinginkan. Selama ini, pengukuran kinerja perusahaan
hanya berfokus pada perspektif keuangan saja, yang hanya mengambarkan kinerja
pada satu sisi yaitu perusahaan (internal), sedangkan sisi luar perusahaan (eksternal)
kurang tersentuh. Maka pengukuran kinerja seperti ini dirasa kurang efektif sehingga
diperlukan lagi pengukuran kinerja yang lebih efektif. Hal ini berguna bagi
perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan global yang semakin
kompetitif.
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki
(Helfert, 1996). Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode
diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas
manajemen dan semacamnya.
Adapun definisi dari pengukuran kinerja itu sendiri menurut para ahli
(Yuwono,Sony, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan, 2006), antara lain sebagai
berikut :
1. Mulyadi (1993)
“Penentuan secara periodik efektivitas operasional dari suatu organisasi sebagai
bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan : sasaran, standar dan kriteria
yang telah diharapkan sebelumnya”.
2. Vincent Gaspersz (2003)
“Pengukuran kinerja merupakan suatu cara mengukur arah dan kecepatan
perubahan, yang dapat diibaratkan seperti meteran pengukur kecepatan dari
sebuah mobil “
3. Stoner et. al (1996)
“Suatu ukuran seberapa efisien dan efektif individu atau organisasi dalam
tujuan yang memadai”. http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi
/Eko32.htm
4. Anderson dan Clancy (1991)
“Feedback from the accountant to management that provides information about
5. Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997)
“The activity of measuring the performance of an activity or the entire value
chain”.
Dalam manajemen modern, pengukuran terhadap fakta-fakta akan
menghasilkan data, yang kemudian apabila data itu dianalisis secara tepat akan
memberikan informasi yang akurat, yang selanjutnya informasi itu akan berguna bagi
peningkatan pengetahuan para manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan
manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi.
(http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi/Eko32.htm)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah
tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai
yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai
umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu
rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas
aktifitas perencanaan dan pengendalian.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian
penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Dengan adanya
penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk
memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing
diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian
untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Menurut Mulyadi (1993), tujuan pengukuran kinerja adalah :
1. Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap organisasi
secara keseluruhan.
2. Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam berorganisasi.
3. Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal) menjalankan
bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Mulyadi penilaian kinerja dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya
seperti promosi, pemberhentian, mutasi.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengeai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
a. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan menjadi lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang
dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan sebagai
bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya–upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut.
Adapun ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk manilai kinerja secara kuantitatif (Mulyadi, 1997):
1. Ukuran Kinerja unggul.
Adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya pdada kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin sama pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan atau bagian tertentu.
2. Ukuran kinerja beragam.
kinerja tunggal. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria.
3. Ukuran kinerja gabungan.
Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih penting bagi perusahaan secara keseluruah dibandingkan dengan tujuan lain, maka perusahaan melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya. Misalnya manajer pemasaran diukur kinerjanya dengan menggunakan dua unsur, yaitu provitabilitas dan pangsa pasar dengan pembobotan masing‐masing 5 dan 4. Dengan cara ini manajer pemasaran mengerti yang harus ditekankan agar tercapai sasaran yang dituju manajer puncak.
(http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi/Eko32.htm)
2.2. Supply Chain Management
Istilah supply chain mungkin sudah kerap didengar. Didalam Bahasa Indonesia sering dijumpai terjemahan supply chain sebagai “Rantai Pengadaan atau
Penyediaan ataupun Pasokan Barang dan Jasa”. Pada hakikatnya supply chain adalah
jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu dan ke hilir (upstream–
downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda, yang menghasilkan nilai yang berwujud dalam barang dan jasa ditangan pengguna atau konsumen akhir. Proses dan
kegiatan yang berbeda tersebut melibatkan hubungan antara para pelaku, dari
penghasil atau pemasok, pembuat atau pengolah, pendistribusi atau penyalur sampai
Pola hubungan mereka tidak hanya merupakan “suatu mata rantai yang
tersambung” tetapi juga merupakan “suatu jaringan mata rantai”. J. Aitken - pakar di
bidang ini, lebih lanjut mendefiniskannya menjadi “suatu jaringan organisasi yang
saling terkait dan saling ketergantungan antara satu dan lainnya dan secara
bersama-sama bekerja untuk mengawasi, mengelola, dan melakukan perbaikan pada aliran
pengadaan barang dan jasa serta informasi sejak dari penghasil atau pemasok sampai
kepada pengguna atau konsumen akhir”. Dari sini dapat difahami bahwa filosofi
manajerial didalam supply chain merupakan pengelolaan suatu jaringan mata rantai
pengadaan barang dan jasa sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, dan bukan
secara terpisah-pisah.
(http://aped-project.org/artikel /cupu. php?id=24)
Konsep Supply Chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing
perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di
perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai
masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak bahan dasar sampai
barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai persediaan
barang. Oleh karena itu, manajemen supply chain dapat didefinisikan sebagai berikut
:
order to minimized systemwide costs while satisfying service level requirement. (David Simchi Levi et al.,2000)”
Melihat definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa supply chain adalah logistic
network. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu suppliers,
manufacturer, distribution, retail outlets dan customers. (http://bushido02.wordpress.com/2010/06/08/konsep-supply-chain/)
Menurut ( Pujawan, 2005) pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam
aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mngalir dari hulu
(upstream) ke hilir(downstream). Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang
mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran infomasi yang bisa terjadi dari
hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
Menurut (Turban, Rainer, Porter 2004), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:
1. Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain. Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua‐duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second‐trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3. Segmen Rantai Suplai Hilir/Downstream supply chain segment. Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after‐sales‐service.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_rantai_suplai)
Gambar 2.1 Simplifikasi model Supply Chain dan 3 macam aliran yang dikelola
(Sumber : Pujawan, 2005)
Istilah SCM pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982
fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku,
memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah
metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan semangat kolaborasi.
Ada beberapa definisi tentang SCM, misalnya the Council of Logistic Management
memberikan definisi berikut :
”Supply chain management is the systematic, strategic coordination of the tradisional business functions within a particular company and across businesses within the supply chain for the perpose of improving the long-term performance of the induvidual company and the supply chain as a whole.”
Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan
dengan perusahaan partner. Perlu diadakan kolaborasi karena
perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan
konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang
murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya
dengankerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan
tercapai. Oleh karena itu, cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain, tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa supply chain
merupakan perusahaan–perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama yaitu
suppliers, manufacture, distribution, retailer outlets, dan customers.
2.2.1. Pengukuran Kinerja Supply Chain
Pengukuran performansi berkembang di perusahaan seringkali hanya untuk
menampilkan performansi dari masing-masing departemen. Pengukuran tersebut
dirasakan kurang efektif karena adanya kecenderungan bahwa masing-masing
departemen hanya berusaha untuk meningkatkan performansinya sendiri- sendiri
dan bukan performansi perusahaan secara keseluruhan.
Pengukuran performansi adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan
efisiensi dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern, pengukuran
performansi bukan hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja, melainkan
juga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan performansi.
Model SCOR menyediakan lebih dari 150 indikator prnilaian yang mengukur
performa pada proses rantai pasokan (www.wikipedia.org). indikator-indikator
tersebut dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik
penilaian. Gunanya menggunakan ukuran kuantitatif adalah agar performa/kinerja
rantai pasokannya dapat diukur dengan baik, dapat menentukan target peningkatan
yang dikehendaki, dan dapat dievaluasi di kemudian hari mengenai besarnya
Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level tingkatan
meliputi level 1, level 2, dan level 3. Dengan demikian, selain proses rantai pasokan
yang dimodelkan ke dalam bentuk Hierarki proses, metrik penilaiannya dinyatakan
dalam bentuk Hierarki penilaian. Banyaknya matrik dan tingkatan metrik dan
tingkatan metrik yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan banyaknya proses,
Serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan yang
bersangkutan (Supply Chain Council, 2006). Jadi tidak semua indikator yang
disediakan dalam model SCOR, digunakan untuk mengukur suatu performa rantai
pasokan perusahaan.
Kriteria yang digunakan dalam pengukuran performa rantai pasokan disebut
dengan atribut performa, meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsifitas rantai
pasokan, fleksibilitas rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset
rantai. Masing-masing dari atribut performma tersebut terdiri dari satu atau lebih
metrik level 1. Umumnya, para pimpinan perusahaan menggunakan metrik level 1 ini
sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan rantai pasokan yang hendak
dicapai oleh perusahaan, disesuaikan dengan atribut performa yang paling
dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal) (Bolstroff 2003).
Tabel 2.1 Atribut performa manajemen rantai pasokan beserta metrik performa
Atribut Performa Definisi Metrik level 1
Reliabilitas Rantai Pasokan
Performa rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan pembeli dengan produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi dan dokumentasi yang tepat sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada pembeli bahwa pesanannya akan dapat terpenuhi dengan baik
Pemenuhan pesanan sempurna
Responsivitas Rantai Pasokan
Waktu (kecepatan) rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen
Siklus pemenuhan konsumen
Fleksibilitas Rantai Pasokan
Keuletan rantai pasokan perusahaan dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan pasar untuk memelihara keuntungan kompetitif rantai pasokan Fleksibilitas rantai pasokan atas Adaptibilitas rantai pasokan atas Adaptibilitas rantai pasokan bawah Biaya Rantai Pasokan
Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai pasokan
Biaya total SCM Biaya pokok produk
Manajemen Aset Rantai Pasokan
Efektifitas suatu perusahaan dalam memanajemmen asetnya untuk
mendukung terpenuhinya kepuasan konsumen
Siklus Cash-to-cash Retusn on Supply Chain Fixed Assets Return on Working Capital
Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2, matrik
level 2 merupakan agregat penilaian dari matrik-matrik level 3. Dengan demikian,
proses pengukuran performa rantai pasokan diawali dengan mengukur pross-proses
pada level paling bawah ( level 3) kemudian seterusnya hingga level 1. Namun,
metrik level 1 berkaitan dengan performa proses level 1. Sebagai contohnya,
performa siklus waktu pemenuhan pesanan (matrik level 1) tidak hanya dinilai dari
proses level 1, sedangkan untuk matik level 2 umumnya di asosiasikan dengan proses
level 2 yang berkaitan. Seperti misalnya metrik performa pengiriman barang (metrik
level 2) dinilai dari banyaknya proses pesanan yang terkirim ke pembeli tepat waktu.
Menurut (Marimin dan Maghfiroh, N, 2010) pengukuran performa rantai
pasokan kemudian dilanjutkan dengan menentukan target pencapaian yang
dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan performa yang terbaik dan mampu
memenangi persaingan pasar. Penentuan target pencapaian tersebut dapat dilakukan
dengan proses Benchmarking. Benchmarking merupakan proses membandingkan kondisi perusahaan saat ini dengan kondisi perusahaan kompetitor yang paling maju
dibidangnya (Best In Class Performance), sehingga data pembanding yang digunakan
adalah berasal dari perusahaan-perusahaan Best In Class tersebut. Namun demikian,
ada kalanya membandingkan dengan perusahaan kompetitor sulit dilakukan sehingga
data benchmark dapat juga diperoleh berdasarkan target internal perusahaan yang
hendak dicapai tanpa harus membandingkannya dengan perusahaan lain (Bolstroff,
2003)
Ada berbagai macam cara pengukuran performansi yang pernah dilakukan
perusahaan-perusahaan dunia. Salah satunya adalah cara pengukuran yang dilakukan
oleh sebuah supermarket. Pertama mereka menentukan obyektif performansi yang
dibutuhkan di dalam pengukuran tersebut, seperti quality, speed, reliability,
flexibility, dan sebagainya. Obyektif tersebut diberi skor dan bobot. Tingkat pemenuhan performansi didefinisikan oleh normalisasi dari indikator performansi
Pi =
n
i j
j ij W
S , Dimana :
Pi = Total performansi supply chain varian i
n = Jumlah obyektif performansi
Sij = Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j
Wj = Bobot dari obyektif performansi
Di dalam pengukuran ini, langkah pertama adalah melakukan pembobotan.
Pembobotan dilakukan dengan cara Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana
setiap obyektif performansi dipasangkan dan dilakukan perbandingan tingkat
kepentingannya. Langkah kedua adalah pendefinisian dari indikator performansi dan
melakukan pengukuran. Skor di dalam obyektif pengukuran yang berbeda-beda
didefinisikan dengan bantuan 6 langkah, yaitu :
1. Pendefinisian setiap indikator
2. Pendefinisian normalisasi
3. Pendefinisian interval skor untuk setiap indikator
4. Pendefinisian skor dari indikator
5. Penjumlahan skor
6. Normalisasi dari skor
Setiap indikator memiliki bobot yang berbeda-beda dengan skala ukuran
yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, diperlukan proses penyamaan parameter,
yaitu dengan cara normalisasi tersebut. Di sini normalisasi memegang peranan cukup
Proses normalisasi dilakukan dengan rumus normalisasi Snorm dr De boer,
yaitu :
100min max
min
x S S
S Si Snorm
Keterangan :
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smin = Nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator performansi
Smax = Nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator performansi
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval
nilai tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan seratus (100)
diartikan paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama,
setelah itu didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.
Menurut (Trienekens dan Hvolby, 2000) untuk memantau nilai pencapaian
performansi terhadap nilai pencapaian terbaik atau target yang ingin dicapai oleh
perusahaan maka dibutuhkan sistem monitoring indikator performansi. Jika nilai
kinerja < 40 maka pencapaian performansinya dapat dikategorikan kedalam kondisi
yang sangat rendah (poor), 40-50 dikatagorikan marginal, 50-70 dikategorikan
average, 70-90 dikategorikan good sedangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali (excellent), dapat dilihat pada
Tabel 2.2. Sistem Monitoring Indikator Performansi
Sistem Monitoring Indikator Performansi
> 90 Exellent
70 – 90 Good
50 – 70 Average
40 – 50 Marginal
< 40 Poor
Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000
2.2.2. Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja Supply Chain
Pengukuran kinerja supply chain mencakup pengukuran kinerja perusahaan
pada proses internal dan proses eksternal perusahaan. Proses internal perusahaan
merupakan seluruh proses yang terjadi didalam perusahaan mulai dari proses
perencanaan produksi hingga pengiriman produk kepada customer. Sedangkan proses
eksternal merupakan proses yang melibatkan hubungan perusahaan dengan stage
yang berada diluar perusahaan, yaitu supplier dan Customer.
Gambar 2.2 Ruang lingkup pengukuran kinerja supply chain
Pengukuran kinerja supply chain tidak hanya difokuskan hanya pada salah satu
proses internal atau eksternal saja. Keduanya mempengaruhi kinerja perusahan secara
keseluruhan.
Indikator kinerja yang berkaitan dengan proses eksternal terdiri dari 2 bagian,
yakni yang berkaitan dengan supplier dan customer. Untuk indikator kinerja yang
berkaitan dengan supplier antara lain adalah sebagai berikut :
1. Delivery flexibility of supplier (tingkat fleksibilitas supplier dalam melakukan pengiriman).
2. Ability to respon to an urgent demand (kemampuan supplier untuk memenuhi demand dari perusahan yang muncul mendadak).
3. Quality performance supplier (kemampuan supplier untuk mengirimkan item yang sesuai dengan standart kualitas perusahaan).
4. Delivery time for specific item (waktu yang dibutuhkan supplier untuk mengirimkan item yang dipesan).
Sedangkan indikator kinerja dalam kaitannya dengan customer antara lain
sebagai berikut :
1. On time delivery (besarnya persentase pengiriman yang dilakukan perusahan pada saat atau sebelum batas waktu yang disepakati dengan customer).
2. Kualitas produk yang dikirimkan kepada pelanggan.
3. Customer satisfaction (tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan).
4. Defect rate (persentase produk cacat yang dikirimkan kepada customer).
Indikator kinerja yang berkaitan dengan proses internal perusahaan antara lain
sebagai berikut :
2. Production lead time (lamanya produksi yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan proses produksi).
3. Process capability (lamanya proses produksi perusahaan).
4. Mean time between failure (berkaitan dengan kehandalan mesin yang digunakan untuk melakukan proses produksi).
5. Volume flexibility (tingkat fleksibilitas perusahaan untuk mengubah volume produksi untuk memenuhi permintaan customer).
6. Mix flexibility (tingkat fleksibilitas perusahaan untuk menambah variasi produk). 7. Forecast Accuracy (tingkat keakuratan teknik forecasting yang dilakukan
perusahaan).
8. Sophistication of planning system (tingkat kecanggihan sistem perencanaan perusahaan).
2.3. Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model
Salah satu metode pengukuran kinerja supply chain yang digunakan dalam
skripsi ini adalah SCOR. Model ini telah dikembangkan oleh Supply Chain Council
dan dirilis pada tahun 1997. Model ini dikembangkan untuk mendeskripsikan
aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang terlibat untuk memenuhi
permintaan customer. SCOR mendefinisikan supply chain sebagai integrasi dari proses plan, source, make, deliver, dan return, mulai dari perputaran supplier menuju
customer, sejajar dengan strategi operasional, material, aliran pekerjaan dan
Gambar 2.3 Ruang Lingkup Proses Manajemen Utama Supply Chain
Dalam Model SCOR (Sumber : Supply Chain Council, 2006)
Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam
SCOR adalah sebagai berikut :
SCOR membagi proses-proses supply chain menjadi 5 proses inti yaitu:
a. Plan, merupakan proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi,
dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi,
perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaan
material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian supply chain plan
dengan financial plan
b. Source, yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang tercakup meliputi penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima,
mengecek, dan memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim
supplier, memilih suplier, mengevaluasi kinerja supplier,dll. Jadi proses bisa berbeda tergantung pada apakah barang yang dibeli termasuk stoked,
c. Make, yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku/komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Kegiatan Make atau produksi dapat dilakukan atas
dasar ramalan untuk memenuhi target stok (make-to-stock), atas dasar pesanan (
make-t-order ), atau engineer-to-order. Proses yang terlibat disini adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan
kualitas, mengelola barang setengah jadi, memelihara fasilitas produksi.
d. Deliver, yang merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. Biasanya meliputi order management, transportasi, dan distribusi.
Proses yang terlibat diantaranya adalah menangani pesanan dari pelanggan,
memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk
jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.
e. Return, yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan kegiatan yang terlibat antara lain identifikasi kondisi produk,
meminta otorisasi engembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan
pengembalian. Post-delivery-customer support juga merupakan bagian dari proses
return.
SCOR memiliki tiga hirarki proses. Tiga hirarki tersebut menunjukkan bahwa SCOR melakukan komposisis proses dari yang umum ke yang detail. Tiga level tersebut adalah :
a. Level 1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses di
b. Level 2 dikatakan sebagai configuration level dimana supply chain perusahaan
bisa dikonfirmasi berdasarkan sekitar 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk
konfigurasi saat ini (as is) maupun yang diinginkan (to be)
c. Level 3 dinamakan process element level, mengendung definisi elemen proses,
input, output, metrik masing-masing elemen proses Serta referensi (benchmark
dan best pratice).
Tabel 2.2. Metrik Model SCOR
Performance Attribute
Reliability Responsiveness Flexibility Cost Assets
Chapter 1Delivery
performance
Fill rate
Perfect order
fulfillment
Order fulfillment
leadtime
Supply-chain
response time
Production flexibility
Supply-chain
management cost
Cost of goods sold
Value-added
productivity
Warranty cost or returns processing cost
Cash-to-cash cycle
time
Inventory days of
supply
Assets turns
Menurut (Pujawan, 2005) tabel 2.2 di atas matriks model SCOR dengan tabel
2.2 meliputi :
a. Delivery performance :
Presentase order terkirim sesuai jadwal
b. Fill rate by line item :
Persentase jumlah permintaan terpenuhi tanpa menunggu, diukur tiap jenis produk
(line item).
c. Perfect order fulfilment :
Presentase order yang terkirim komplit dan tepat waktu
d. Order fulfilments lead time:
Waktu antara pelanggan memesan sampai pesanan tersebut mereka diterima
e. Warranty cost as % of revenue:
Persentase pengeluaran untuk warranty terhadap nilai penjualan. f. Inventory days of supply :
Lamanya persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan kalau tidak ada pasokan
lebih lanjut
g. Cash-to-cash cycle time :
Waktu antara perusahaan membayar material ke supplier dan menerima
pembayaran dari pelanggan untuk produk yang dibuat dari material tersebut.
h. Asset turns :
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5 (lima) proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return
dimana ini pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level untuk
pengukuran performansinya. Didalam level 2 SCOR, dimunculkan setiap aspek yang
akan diukur. Misalnya saja mengenai reliability, responsiveness, flexibility, costs, dan
assets. Dari masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks pengukuran yang akan diukur sehingga dapat dilakukan penilaian. Level dua dari
SCOR, digambarkan mengenai mapping supply chain perusahaan yang akan diukur performansinya. Sedangkan untuk level tiganya, setiap komponen yang ada di
mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan sesuatu yang detail dari komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai dilakukan penentuan
parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur. Adapun
contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode SCOR (Supply Chain Council,2004),
adalah sebagai berikut :
A. Aspek reliability
1. Inventory inaccuracy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah fisik persediaan yang ada di gudang dengan catatan / dokumentasi yag ada.
2. Defect rate, yaitu tingkat pegembalian material cacat yang dikembalikan ke supplier.
3. Stockout Probability, probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan.
1. Planning cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi.
2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis
material tertentu dari permintaan awal suatu order.
C. Aspek Flexibility
1. Minimum order quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa dipenuhi supplier dalam setiap kali order.
2. Make volume flexibility, yaitu prosentase penongkatan yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1. Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk cacat. 2. Machine maintenance, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk perawatan
mesin produksi.
E. Aspek Assets
1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material dengan waktu pembayaran ke supplier.
2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang untuk pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang pembayaran dari
konsumen.
Pengukuran performansi supply chain, dapat digambarkan dengan suatu model
utama yaitu memperoleh nilai performansi dimana semakin levelnya ke bawah maka
semakin detail yang diamati.
Hierarkhi awal pengukuran performansi supply chain yang menfokuskan pada
pengembangan indikator performansi didasarkan atas 5 ruang lingkup proses utama
supply chain yang ada pada model Supply Chain Operation Reference (SCOR), yaitu Plan, Source, Make, Deliver, dan Return. Proses-proses tersebut merupakan proses yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Masing-masing proses utama juga akan memiliki tiga aspek, antara lain : kehandalan
(reliability), kecepatan merespon (responsiveness) dan fleksibilitas (flexibility). Dari
perspektif Plan, Source, Make, Deliver, dan Return akan dikembangkan indikator-indikator performansi Supply Chain dan masing-masing akan diklasifikasikan ke
dalam obyektivitas performansi reliability, responsiveness dan flexibility. Rancangan
hierarkhi awal dapat digambarkan seperti gambar 2.4
Performansi Supply Chain
Make Deliver Return
Source Plan
Gambar 2.4 Rancangan hierarkhi awal Supply Chain
2.4. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgment) dalam memenuhi alternatif
yang disukai (Saaty,1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan akan
diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran yang terorganisisr, sehingga dapat
diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut.
Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengembilan
keputusannya.
Menurut (Marimin dan Maghfiroh, N, 2010) prinsip kerja AHP adalah
menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan
dinamik menjadi suatu bagian-bagian dan tertata dalam suatu hierarki.
Tingkatkepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti
yang penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan dengan variabel yang
lain. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan
variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada
sistem tersebut.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai
diagram bertingkat (hierarki). AHP dimulai dengan goal (sasaran) lalu kriteria level
pertama, subkriteria, dan alternatif. Terdapat berbagai bentuk hierarki keputusan yang
AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pembobotan
tersebut secara intutuf, yaitu dengan melakukan perbandingan pasangan (parwise
comparisons). Dr. Thomas Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan pasangan menjadi suatu himpunan bilangan
yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif,
Di dalam AHP, terdapat hierarki yang terbagi atas level-level. Hierarki adalah suatu ringkasan dari struktur suatu sistem untuk mempelajari interaksi-interaksi
fungsional dari komponen-komponen yang ada dan pengaruhnya pada seluruh sistem.
Ada dua macam hierarki, antara lain :
1. Hierarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen
pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural. Hierarki ini sangat erat
kaitannya dengan cara otak menganalisis hal yang kompleks, yaitu dengan
memecah-mecah obyek yang ditangkap oleh indera menjadi gugusan yang
semakin kecil.
Misalnya ukuran, bangunan, warna atau umur.
2. Hierarki fungsional, sistem yang kompleks disusun ke dalam
komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut hubungan esensial. Hierarki
ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang diinginkan.
Misalnya pemecahan konflik, prestasi yang efisien atau kebahagiaan yang perlu
dipertimbangkan.
Dalam menyusun suatu hierarki tidak ada prosedur tetap untuk membuat tujuan,
mendaftar semua konsep yang relevan terhadap masalah tanpa memperhatikan
hubungan atau urutan, dapat diperoleh melalui studi literatur untuk memperkaya ide,
atau seringkali dilakukan dengan bekerja sama dengan orang lain.
Tujuan utama yang akan dicapai harus didentifikasi pada puncak hierarki, sub
tujuan pada tingkat berikutnya, dan kendala-kendala yang menghalangi usaha para
pelaku pada tingkat berikutnya lagi. Hal ini dapat mendominasi level dari
pelaku-pelaku itu sendiri, yang kemudian mendominasi level dari tujuan mereka,
dibawahnya adalah level kebijakan mereka dan pada tingkat terbawah adalah level
dari semua kemungkinan hasil yang ada. Secara umum struktur hierarki dapat dilihat
pada gambar 2.5. Jika kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk memilih dan kita
mempunyai beberapa kriteria yang rumit untuk dinilai, terlebih dahulu kita
melakukan perbandingan berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada dalam
hubungannya dengan usaha jangka pendek dan panjang, keuntungan dan resiko, dan
juga matriks perbandingan berpasangan yang berhubungan dengan keefektifan dan
kesuksesan.
Akhirnya, pada level terbawah pilihan-pilihan tersebut dapat dibandingkan
terhadap tiap kriteria, membuat bobot secara hierarki, dan memilih prioritas tertinggi.
Dengan demikian, keputusan diambil berdasarkan pilihan yang memiliki weight
overall tertinggi. Dengan menggunakan sistem hierarki beberapa keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada
level atas akan mempengaruhi elemen-elemen pada level dibawahnya.
2. Dengan membuat level-level, maka si pengambil keputusan dapat memfokuskan
perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria, sehingga keputusan akan lebih
realistis terutama untuk sistem yang kompleks.
Menurut (L. Saaty, 1993) dengan demikian dapat disimpulkan kegunaan
hierarki adalah sebagai berikut :
1. Hierarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menjelaskan
bagaimana perubahan pada prioritas pada level atas dapat mempengaruhi prioritas
elemen-elemen di level bawahnya.
2. Memberikan informasi yang mendetail mengenai struktur dan fungsi dari suatu
sistem pada level bawahnya dan memberikan overview dari pelaku-pelaku dan
tujuannya pada tingkatan yang lebih tingi. Kendala dari elemen-elemen pada suatu
level dapat digambarkan dengan baik pada level berikutnya untuk meyakinkan
kepuasan.
4. Bersifat stabil dan fleksibel. Stabil berarti bahwa perubahan kecil membawa
pengaruh kecil dan fleksibel berarti bahwa tambahan pada hierarki dengan susunan
yang baik tidak akan mengacaukan nilai performance.
2.4.1 Langkah-langkah Analitycal Hierarchy Process
Adapun langkah–langkah dari Analitical Hierarchy Process (AHP) sebagai
berikut:
1. Membandingkan antar kriteria dengan skala perbandingan yang telah ditentukan.
Tabel 2.3 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan
Intensitas
Kepentingan Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
terhadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang
lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen
dibandingkan atas elemen lainnya
5
Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen yang
lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat
dalam praktek
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain
memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai – nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan I aji = 1 / aji
( Sumber : L. Saaty, 1993, ).
2. Membuat matriks perbandingan berpasangan, seperti contoh di bawah ini :
1 2 7 1
2
7
C A A - - - A A 1
A 1
-A 1
( Sumber : L. Saaty, 1993 ).
Dari matriks ini, bandingkan elemen A, dalam kolom disebelah kiri dengan
elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan dengan
sifat C di sudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2 dan seterusnya.
Untuk mengisi matriks perbanding berpasangan itu kita menggunakan bilangan
untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen diatas yang lainnnya
dengan menggunakan skala penilaian perbandingan pasangan.
3. Membuat matriks normalisasi
Matriks normalisasi diperoleh dengan membagi nilai masing-masing sel
matriks berpasangan kriteria dengan total masing-masing kolom. Dan bobot
kriteria diperoleh dengan membagi total nilai normalisasi seluruh kriteria terhadap
jumlah kriteria.
Nilai normalisasi =
ni ij ij
a a
1
4. Membuat matriks perbandingan berpasangan dikalikan dengan bobot
masing-masing kriteria.
6. Menentukan nilai maks
maks =
n r Eigenvecto
7. Menentukan Consistency Index (CI )
Pengukuran konsistensi dilakukan untuk tiap matriks perbandingan dengan
ukuran 3. Penilaian dinyatakan dengan konsistensi 100 % jika CI = 0. Jika CI
0.1, maka penilaian dinyatakan dapat diterima. Jika CI 0.1, maka penilaian harus
diulang kembali.
1
m a ks n C I
n
8. Menentukan Consistensi Ratio (CR)
Consistensi Ratio (CR) diperoleh dari perbandingan Consistensi Index terhadap Random Index (RI). CR dapat diterima jika CR 0.1.
CR = RI CI
CR = Rasion Konsistensi CI = Indeks Konsistensi
RI = Indeks Random
Consistensi Ratio (CR) adalah angka yang menunjukkan tingkat kekonsistenan suatu nilai. Apabila nilai CR 0.1, maka masih dapat ditoleransi tetapi
“perfectly consistent”. (Saaty, 1993) Nilai RI merupakan nilai random indeks yang
dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Nilai Indeks Random (RI)
1,2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Sumber : Marimin dan Maghfiroh.N, 2010
2.4.2. Penyelesaian AHP dengan Expert Choice
Expert Choice merupakan salah satu software AHP yang memiliki kelebihan dibanding software AHP yang lain. Menurut (Marimin, dan Nurul Maghfiroh, 2010)
kelebihan Expert Choice antara lain memiliki tampilan antarmuka yang lebih menarik, mampu untuk mengintegrasikan pendapatan pakar, dan tidak membatasi
level dari struktur hierarki. Untuk perhitungan AHP dapat dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Jalankan program Expert Choice dengan perintah : Start/Program/Expert Choice
2000
2. Buat file brainstorming, dengan perintah File/New, lalu ketik nama file, setelah selesai buka file dengan perintah open.
3. Ketik Goal atau sasaran yang ingin dicapai di kotak “goal description”
4. Buat hierarki level 2 (faktor) dengan cara klik kanan pada goal, kemudian pilih
Insert Child of current node, ketik nama-nama faktor. Klik enter setiap selesai mengetik nama 1 faktor.
5. Buat hierarki level 3 (aktor) dengan cara klik kanan pada masing-masing faktor,
memasukkan nama-nama aktor di node faktor berikutnya adalah dengan klik
kanan pada faktor tersebut, pilih Insert Child of current node kemudian
copy-paste dari faktor pertama.
6. Buat hierarki level 4 (tujuan) dengan cara klik kanan pada masing-masing aktor,
kemudian pilih Insert Child of current node, ketik nama-nama tujuan. Klik enter
setiap selesai mengetik nama 1 tujuan. Cara untuk memasukkan nama-nama
tujuan di node aktor berikutnya adalah dengan klik kanan pada aktor tersebut,
pilih insert child of current node kemudian copy-paste dari aktor pertama.
7. Buat hierarki level 5 (alternatif) dengan cara klik kiri pada tanda *A dipojok
kanan atas, kemudian masukkan nama-nama alternatif sesuai dengan hierarki.
Setiap akan menambahkan alternatif, klik *A.
8. Penilaian perbandingan berpasangan dimulai dari level 2 yaitu level faktor,
kemudian dilanjutkan level 3, 4, dan 5.
9. Untuk level terakhir software Expert Choice sudah mengintegrasikan hasil
penilaian bobot alternatif. Penilaian ini ditunjukkan dengan perintah Synthesize /
with respect goal sehingga muncul hasilnya.
2.5. Pengujian data
2.5.1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Untuk menghitung validitas, maka harus menghitung korelasi antara
masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product
moment sebagai berikut :
r =
2 2
2
2
) )( ( ) )( (
Y Y N X X N Y X Y X N dimana :r = Koefisien korelasi yang dicari
N = Jumlah responden
X = Skor tiap-tiap variabel
Y = Skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan
angka kritik tabel korelasi nilai r. (Sudjana, 1992). Kemudian angka korelasi yang
diperoleh harus dibandingkan dengan tabel angka kritis nilai r dengan derajat bebas
n-2 dan taraf signifikasi 5%. Apabila nilai rxy › r tabel, item pernyataan tersebut
dikatakan valid dan sebaliknya
(http://www.wahana-statistika.com/metode-penelitian/pembuatan-instrumen/83-uji-validitas.html)
Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti kepercayaan,
keandalan, keajegan, konsistensi dan sebagainya. Namun ide pokok yang terkandung
dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa dalam beberapa kali
pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
Instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh
>0,60 (Imam Ghozali, 2002, Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, hlm. 133). Ada pendapat lain
yang mengemukakan baik/
buruknya reliabilitas instrumen dapat dikonsultasikan dengan nilai r tabel
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha.
Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1
dan 0, dengan syarat ralpha ≥ r tabel
misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha :
r11 =
21 2 1 ) 1 ( b k k dimana :
r11 = Reliabilitas instrumen
b2 = Jumlah varians butir
12 = Varians total
Program komputer SPSS 15.0 (Statistical Package for The Social
Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah. (Sudjana, 1992).
2.5.3 Uji Konsistensi
Menurut Marimin dan Maghfiroh.N (2010) dalam uji konsistensi, dilakukan
perhitungan antara lain :
a. Consistency Index (CI)
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang
berpengaruh pada kesahihan hasil
CI =
1 max
n
n
b. Consistency Ratio (CR)
Untuk mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak , perlu
diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR=0,1. Rumus CR adalah:
CR = RI CI
Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory.
Beberapa penunjang bahan Supply Chain Operations Reference yang telah
dilakukan penelitian sebelumnya antara lain:
1. Ita Yustianingwati (2005), dengan judul Implementasi supply chain Untuk
Pengukuran Kinerja di PT Varia Usaha Beton Waru – Sidoarjo.
Tujuannya untuk mengetahui tingkat kinerja Supply Chain di PT. Varia Usaha Beton. PT. Varia Usaha Beton merupakan perusahaan yang memproduksi
beton. Di perusahaan ini, masih belum ada suatu sistem pengukuran kinerja yang
sifatnya menyeluruh atau komprehensif melainkan selama ini hanya menampilkan
kinerja yang menitikberatkan pada masing-masing departemen saja sehingga
kurang efektif dan efisien.
Hasil penelitiannya adalah Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap
Kinerja berdasarkan metode supply chain dengan pendekatan model Supply Chain
Operations Reference (SCOR) yaitu : a. Plan yaitu (81,75), b. Source yaitu (56.41) ,c .Make yaitu proses produksi yang berlangsung lama. d.Deliver yaitu
(27.65) serta e. Return yaitu (43.89).
2. Reksi Tri Hardianita (2010), dengan judul Analisis Performansi Supply Chain
Operations Reference (Scor) Di Pt Alumindo Lmi, Tbk Gedangan.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah Mengetahui nilai
performansi perusahaan di PT Alumindo LMI, Tbk Gedangan, mengetahui
prioritas perbaikan dari indikator kinerja Supply Chaín perusahaan dan
memberikan usulan perbaikan dari indikator kinerja Supply Chain perusahaan. PT
Alumindo LMI, Tbk Gedangan, merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
berlokasi di Jl. Sawotratap, Gedangan. Masalah yang terjadi di PT Alumindo
LMI, Tbk ini adalah belum adanya suatu sistem pengukuran performansi yang
sifatnya menyeluruh, melainkan selama ini hanya menampilkan performansi yang
menitikberatkan pada masing-masing bagian saja. Agar perusahaan tetap exist
maka manajemen membutuhkan analisis pengukuran kinerja secara menyeluruh
untuk menghadapi globalisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT Alumindo LMI, Tbk.
Gedangan menggunakan Supply Chain Operation Reference (SCOR) model, diketahui nilai performansi perusahaan sebesar 674,61. Prioritas