SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)
DI PT. PG CANDI BARU SIDOARJO
SKRIPSI
OLEH :
BAGUS NAVY PUTRA
NPM : 0632010180
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PENGUKURAN PERFORMANSI SUPPLY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)
DI PT. PG CANDI BARU SIDOARJO
Disusun Oleh :
BAGUS NAVY PUTRA NPM : 0632010180
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 8 Oktober 2010
Tim Penguji : Dosen Pembimbing :
1. 1.
Ir. H. Moch. Tutuk Safirin, MT Ir. Iriani, MMT NIP. 19630406 198903 1 001 NIP. 030 195 016
2. 2.
Ir. Endang Pudji. W, MMT Dira Ernawati, ST. MT NIP. 19591228 198803 2 001 NIP. 278060440200 3.
Ir. Iriani, MMT NIP. 030 195 016
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
PENGUKURAN PERFORMANSI SUPPLY CHAIN
PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)
DI PT. PG CANDI BARU SIDOARJO
OLEH :
BAGUS NAVY PUTRA
NPM : 0632010180
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negara Lisan Gelombang I Tahun Akademik 2010 / 2011.
Surabaya, 8 Oktober 2010
Dosen Pembimbing I
Ir. Iriani, MMT NIP. 030 195 016
Dosen Pembimbing II
Dira Ernawati, ST. MT NIP. 278060440200
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir (skripsi) dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan ini berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung, informasi yang penyusun peroleh dari pembimbing lapangan dan dosen pembimbing skripsi, juga dari literature yang ada.
Atas terselesainya pelaksanaan skripsi dan terselesainya penyusunan skripsi ini, maka penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. H. Moch. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Indutri UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Pailan, M.Pd , selaku Sekretaris Jurusan Teknik Indutri UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Ir. Iriani, MMT. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
5. Ibu Dira Ernawati, ST. MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
6. Bapak Novan, selaku pembimbing lapangan di lingkungan pabrik.
7. Semua Staf dan Karyawan PT. PG Candi Baru Sidoarjo, yang telah banyak membantu selama penyusun melaksanakan penelitian.
ii
8. Terima kasih Bapak & Ibu serta adik yang selalu mendoakan aku, dan juga semua warga pari yang selalu memberi wejangan kepada putra daerahnya ini...Thanks Mom, Thanks Dad, i Loving You So Much...
9. Buat semua teman – teman angkatan 2006, Matur Nuwun Sanget sudah menjadi teman saat senang dan sumpek,,,hehehehe...Kobarkan semangat perjuangan kalian !!! Tirulah aku yang sempat jadi Mahasiswa Teladan UPN “Veteran” Jatim periode 2006-2010. Kejarlah rekorku itu kawan
10. Special Thanks for my Special Someone, Terimakasih atas motivasi dan kesabarannya memahami aku. Luv U.
Penyusun menyadari bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati.
Akhir kata semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penyusun, Amin.
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
ABSTRAKSI ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Asumsi ... 4
1.5. Tujuan ... 4
1.6. Manfaat ... 5
1.7. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Kinerja Perusahaan ... 7
2.1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja ... 8
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja ... 8
2.2 Supply Chain Management ... 9
2.2.1 Pengertian Supply Chain Management... 10
2.3.1 Kegunaan dan Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain 14
2.4 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model... 15
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 19
2.5.1 Langkah-Langkah Analytical Hierarchy Process ... 21
2.5.2 Pengukuran Konsistensi Setiap Matriks Perbandingan ... 25
2.6 Pengumpulan Data ... 27
2.6.1 Data Primer ... 28
2.6.2 Data Sekunder ... 29
2.7 Penentuan Jumlah Sampel ... 29
2.8 Pengujian Data ... 29
2.8.1 Uji Validitas ... 29
2.8.2 Uji Reliabilitas ... 30
2.9 Scoring Sistem ... 31
2.10 Proses Normalisasi... 32
2.11 Peneliti Terdahulu... 33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.2 Identifikasi Variabel ... 37
3.3 Metode Pengumpulan Data... 41
3.3.1 Penyusunan Kuisioner... 42
3.3.2 Penyebaran Kuisioner ... 43
3.4.2 Uji Reliabilitas ... 44
3.4.3 Uji Konsistensi... 45
3.4.4 Perhitungan Nilai Normalisasi Dengan Standarisasi SCOR 45 3.4.5 Perhitungan Nilai Akhir Performansi Supply Chain... 46
3.5 Analogi Perhitungan KPI... 47
3.6 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ... 48
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 56
4.1.1 Hirarki Awal Pengukuran Kinerja Supply Chain ... 56
4.1.2 Pengumpulan Data Kuantitatif... 58
4.1.2.1 Plan ... 58
4.1.2.1.1 Data Produksi dan Rencana Produksi . 58 4.1.2.1.2 Data Internal Relationship... 58
4.1.2.1.3 Data Planning Employee Reliability ... 59
4.1.2.2 Source ... 60
4.1.2.2.1 Data Source Employee Reliability ... 60
4.1.2.2.2 Data Material Order Cost ... 61
4.1.2.2.3 Data Payment Term... 61
4.1.2.3 Make ... 62
Data Manufacturing Employee Reliability ... 62
4.1.2.4 Deliver ... 62
4.1.2.4.2 Data Minimum Delivery Quantity ... 63
4.1.2.5 Return... 64
4.1.2.5.1 Data Komplain Customer... 64
4.1.3 Pembuatan dan Penyebaran Kuisioner... 64
4.1.3.1 Pembuatan Kuisioner Indikator Kualitatif ... 64
4.1.3.2 Penyebaran Kuisioner Indikator Kualitatif ... 65
4.1.4 Uji Validitas ... 65
4.1.4.1 Uji Validitas Kuisioner Karyawan Bagian TUK . 65 4.1.4.2 Uji Validitas Kuisioner Karyawan Bagian Instalasi, Pabrikasi, dan Bagian Tanaman... 66
4.1.5 Uji Reliabilitas ... 67
4.1.5.1 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Bagian TUK 67 4.1.5.2 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Bagian Instalasi, Pabrikasi, dan Bagian Tanaman ... 68
4.1.6 Pembobotan KPI ... 82
4.1.6.1 Pembuatan Kuisioner KPI ... 69
4.1.6.2 Penyebaran dan Pengumpulan Kuisioner KPI... 69
4.1.6.3 Pembobotan KPI Dengan AHP... 70
4.2 Pengolahan Data ... 71
4.2.1 Perhitungan Nilai Aktual Performansi Supply Chain ... 71
4.2.2 Scoring Sistem Dengan Normalisasi... 75
vii
4.3 Analisa dan Pembahasan ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 88 5.2 Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan ... 23
Tabel 2.2 Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process ... 24
Tabel 2.3 Nilai Indeks Random ... 27
Tabel 2.4 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 33
Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator ... 38
Tabel 3.2 Kategori Indikator Performansi ... 46
Tabel 4.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator di PT PG Candi Baru ... 57
Tabel 4.2 Data Produksi dan Rencana Produksi PT PG Candi Baru... 58
Tabel 4.3 Data Internal Relationship... 59
Tabel 4.4 Data Planning Employee Reliability... 60
Tabel 4.5 Data Source Employee Reliability ... 60
Tabel 4.6 Data Material Order Cost... 61
Tabel 4.7 Data Payment Term ... 61
Tabel 4.8 Data Manufacturing Employee Reliability ... 62
Tabel 4.9 Data Order SHS ... 63
Tabel 4.10 Data Delivery Lead Time ... 63
Tabel 4.11 Data Minimum Delivery Quantity... 64
Tabel 4.12 Data Number of Customer Complaint ... 64
Tabel 4.13 Uji Validitas Bagian Tata Usaha dan Keuangan ... 66
Tabel 4.14 Uji Validitas Bagian Instalasi, Pabrikasi, dan Tanaman... 67
ix
Tabel 4.17 Nilai Bobot KPI Setiap Level ... 70
Tabel 4.18 Hasil Performansi Supply Chain Aktual ... 73
Tabel 4.19 Hasil Scoring Aktual... 77
Tabel 4.20 Nilai Akhir Kinerja Supply Chain ... 79
Tabel 4.21 Nilai Performansi Supply Chain Perusahaan ... 81
Tabel 4.22 Hasil Indikator Dengan Skor ... 83
Tabel 4.23 Hasil Indikator Dengan Skor Rendah ... 85
Gambar 2.1 Proses Dalam Supply Chain... 11
Gambar 2.2 Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja Supply Chain ... 15
Gambar 2.3 Supply Chain Model ... 16
Gambar 3.1 Hirarki Awal Pengukuran Performansi Supply Chain ... 41
Gambar 3.2 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah... 50
Gambar 4.1 Hirarki Pengukuran Performansi Supply Chain... 56
Gambar 4.2 Grafik Performansi Supply Chain PT. PG Candi Baru... 82
Lampiran A : Gambaran Umum Perusahaan
Lampiran B : Kuisioner Indikator Performansi Supply Chain
Lampiran C : Hasil Kuesioner Indikator
Lampiran D : Output Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran E : Kuisioner Pembobotan KPI
Lampiran F : Hasil Rekapitulasi Kuisioner KPI
Lampiran G : Perhitungan Manual Pembobotan Dengan AHP
Lampiran H : Print Out Software Expert Choice
Lampiran I : Perhitungan Manual Pengukuran Kinerja Supply Chain
Lampiran J : R Tabel Dengan α = 95 %
Lampiran K : α Tabel
Oleh :
Bagus Navy Putra
Abstraksi
Pengukuran kinerja merupakan suatu tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian–penyesuaian atas aktifitas perencanaan dan pengendalian.
Selama ini PG Candi Baru belum mempunyai pengukuran kinerja Supply Chain. Pengukuran kinerja hanya diterapkan pada bagian produksi dengan berbagai indicator kinerja seperti efisiensi material dan efisiensi mesin sehingga pengkuran kinerja yang saat ini digunakan belum mampu mencerminkan nilai kinerja perusahaan yang sebenarnya karena kinerja yang diukur hanyalah dari perspektif output saja.
Metode yang dipakai untuk melakukan analisa adalah Supply Chain dan
Analytical Hierarchy Process (AHP). Supply Chain digunakan sebagai tolak ukur
pengukuran kinerja perusahaan. Sedangkan AHP digunakan untuk pembobotan prespektif yang sesuai dengan kondisi perusahaan serta digunakan untuk menentukan prespektif yang lebih penting.
Dari hasil pengukuran performasi supply chain PT PG Candi Baru dapat diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode bulan Agustus 2009 (80,709) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode bulan Juni 2009 (55,245).
Dari hasil penelitian dapat juga diketahui nilai dari masing-masing KPI adalah sebagai berikut :
Percentage of Adjusted Production Quantity (42,19); Internal Relationship (83,33); Planning Employee Reliability (83,33); Source Employee Reliability (83,33); Material Order Cost (49,44); Payment Term (96,66); Manufacturing Employee Reliability (62,5); Percentage of Order Delivered Complete (65,08); Delivery Lead Time (94,44); Minimum Delivery Quantity (35,22); Number of Customer Complaint (85,42).Dari nilai-nilai
tersebut dapat diketahui bahwa ada tiga KPI yang mempunyai nilai skor rendah yang memerlukan prioritas untuk dilakukan pembenahan yaitu yang mempunyai nilai dibawah 50 point : Percentage of adjusted production quantity (42,19); Material Order Cost (49,44); Minimum Delivery Quantity (35,22).
Kata Kunci : Supply Chain, Analytical Hierarchy Process (AHP)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi
supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar yang ada di
dunia. Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini yang menuntut perusahaan untuk kembali menyusun strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Esensi dari persaingan terletak pada bagaimana perusahaan dan atau jasanya yang lebih baik, lebih murah, dan cepat disbanding pesaingnya. Untuk itu dalam rangkaian kerja tersebut sebuah perusahaan harus dapat memperbaiki kinerjanya agar dapat terus bersaing dan mengalami kemajuan. Oleh karena itu bisa diketahui bahwa kunci tingkat kinerja dari perusahaan multinasional terletak pada kemampuan perusahaan bekerja sama dengan mitra bisnisnya.
PG Candi Baru adalah sebuah perusahaan yang memproduksi gula dan merupakan anak perusahaan dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PT. RNI). Sesuai dengan keputusan dari Menteri BUMN yang telah dikeluarkan maka PG Candi Baru menjadi sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara. Pabrik gula Candi baru yang berlokasi di kota Sidoarjo adalah pabrik yang dibangun oleh Belanda dan merupakan perusahaan penghasil gula SHS (Superior Hooft Suiker) I (GKP I). Dari perjalanan perusahaan mulai tahun 1832 sampai sekarang banyak rintangan yang dihadapi salah satunya kapasitas giling yang masih kecil dan kondisi pabrik yang sudah tua sehingga semenjak tahun 2004 untuk meningkatkan
kinerja perusahaan dilakukan perbaikan besar-besaran dan melakukan perubahan melalui terobosan teknologi di bidang on farm dan off farm. Hal ini menjadi daya tarik yang luar biasa bagi banyak instansi lain untuk datang melihat kondisi pabrik.
Selama ini PG Candi Baru belum mempunyai pengukuran kinerja Supply
Chain, pengukuran kinerja hanya diterapkan pada bagian produksi dengan
berbagai indikator kinerja seperti efisiensi material dan efisiensi mesin. Dengan kondisi pengukuran kinerja yang ada tersebut dirasa masih belum lengkap, dan belum terintegrasi. Selain itu sistem pengukuran kinerja yang digunakan saat ini belum mampu mencerminkan nilai kinerja perusahaan yang sebenarnya, karena nilai kinerja yang diukur hanyalah dari perspektif output produksi saja. Karena itu, agar perusahaan mampu mengadakan perbaikan yang simultan dan berkesinambungan sesuai dengan strategi perusahaan, maka dibutuhkan suatu kerangka pengukuran kinerja Supply Chain yang lebih lengkap, sistematis dan lebih terintegrasi.
Di dalam penelitian kali ini, di sini akan dibahas suatu metode pengukuran kinerja untuk supply chain yaitu SCOR (Supply Chain Operation Reference). Dengan adanya pengukuran kinerja supply chain secara simultan, maka dapat diidentifikasi tingkat kesuksesan yang dapat dicapai dan menunjukkan apakah peningkatan yang sudah direncanakan sebelumnya tercapai atau tidak.
Jika melihat secara keseluruhan dalam konsep supply chain dimana
ultimate goal dari pengukuran kinerja bukanlah hanya kesuksesan dari satu
internal business saja melainkan kesuksesan keseluruhan rantai pasoknya (supply
chain terutama aktivitas yang berkaitan dengan link-link yang menghubungkan
antara bisnis yang satu dengan yang lainnya hingga membentuk suatu supply
chain. Untuk itu dibutuhkan suatu metode yang secara khusus dapat digunakan
mengukur kinerja dari suatu supply chain.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah yang dimunculkan pada penelitian ini adalah :
“ Berapa tingkat performansi perusahaan yang dilihat dari segi kinerja supply chain management”
1.3. Batasan Masalah
Dalam mencapai tujuan penelitian dan pembahasan penelitian yang lebih terarah, maka penulis membatasi pembahasan sebagai berikut :
1. Pengukuran dengan model Supply Chain Operation Reference (SCOR) sampai pada 3 level dan meliputi Reliability, Responsiveness, Flexibility,
Cost, dan Assets.
2. Penyebaran kuisioner dilakukan hanya pada staff departemen yang terkait dengan kegiatan purchasing, marketing, Engineering, Logistic, PPIC.
1.4. Asumsi
Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data yang diperoleh dari kuisioner yang telah disebarkan dapat mewakili kinerja karyawan perusahaan.
2. Responden mengerti tentang kondisi real perusahaan.
3. Indikator-indikator kinerja yang disusun dapat mewakili kinerja yang ada di perusahaan.
4. Kondisi manajemen yang menjalankan perusahaan berjalan dengan baik dan konstan untuk strategi produksi, promosi, maupun strategi lainnya selama dilakukannya penelitian.
5. Tidak ada perubahan yang berarti pada iklim dunia usaha pada saat penelitian dilakukan yang mampu menimbulkan perubahan visi-misi perusahaan.
1.5. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui tingkat performansi supply chain perusahaan yang dilihat dari konsep SCOR.
2. Mengetahui indikator kinerja supply chain perusahaan yang memerlukan prioritas untuk dilakukan perbaikan
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Perusahaan
Perusahaan mampu mengetahui pengukuran kinerja Supply Chain yang lebih terintegrasi, mampu mengetahui nilai pencapaian kinerja Supply Chain untuk setiap periode tertentu, serta mampu mengadakan perbaikan kinerja sesuai kerangka pengukuran Supply Chain perusahaan.
2. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu dan memperoleh pengalaman praktis dalam mempraktekkan teori-teori yang pernah didapat, baik dalam perkuliahan maupun dalam literatur-literatur yang telah ada mengenai Supply Chain.
3. Bagi Universitas
Sebagai bahan pengetahuan di perpustakaan, yang mungkin dapat berguna bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri pada khususnya. Terutama memberikan informasi mengenai Supply Chain.
1.7. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman atas materi–materi yang dibahas dalam skripsi ini, maka penulisan laporan ini dibagi ke dalam beberapa bab dimana tiap bab mempunyai keterkaitan yang berkesinambungan dengan bab selanjutnya. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang melakukan penelitian yang bertopik pengukuran kinerja Supply Chain. Selain itu dijelaskan mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi yang digunakan, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai teori yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian berdasarkan langkah-langkah operasional sesuai yang dihadapi.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pengumpulan dan pengolahan data yang didapat dari PG. Candi Baru, Sidoarjo dan kemudian dilakukan analisa.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran berkenaan dengan hasil pengukuran kinerja Supply Chain.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pengukuran kinerja perusahaan pada periode tertentu sangat diperlukan agar
prestasi perusahaan dapat diketahui. Selama ini, pengukuran kinerja perusahaan
hanya berfokus pada perspektif keuangan saja, yang hanya menggambarkan
kinerja pada satu sisi yaitu perusahaan (internal), sedangkan sisi luar perusahaan
(eksternal) kurang tersentuh.
Adapun definisi dari pengukuran kinerja itu sendiri menurut para ahli,
antara lain sebagai berikut :
1. Mulyadi (1993)
“Penentuan secara periodik efektivitas operasional dari suatu organisasi
sebagai bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan : sasaran, standar
dan kriteria yang telah diharapkan sebelumnya”
2. Stoner et al (1996)
“Suatu ukuran seberapa efisien dan efektif individu atau organisasi dalam
tujuan yang memadai”
3. Anderson dan Clancy (1991)
“Feedback from the accountant to management that provides information
about how well the action represent the plans, it also identifies where
manager may need to make correction or adjusmention future planning and
4. Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997)
“The activity of measuring the performance of an activity or the entire value
chain”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah
tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian–
penyesuaian atas aktifitas perencanaan dan pengendalian.
2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (1993) tujuan pengukuran kinerja adalah :
1. Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap
organisasi secara keseluruhan.
2. Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam berorganisasi.
3. Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal)
menjalankan bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan secara
keseluruhan.
2.1.2. Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat dari sistem pengukuran kinerja
yang baik adalah :
a. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan
seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan
kepada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan sebagai
bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya–upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut.
2.2. Supply Chain Management
Perkembangan teknologi dan perubahan kondisi pasar yang cepat dan
persaingan dunia usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mampu
beradaptasi dengan perubahan tersebut. Perusahaan ini semakin menyadari adanya
keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan perusahaan tidak akan bisa bertahan
bila manajemen perusahaan masih terfokus pada integrasi proses internal. Untuk
mencapai keunggulan kompetitif dalam rangka untuk memenangkan pasar,
diawal tahun 1990, pandangan manajemen mulai bergeser ke manajemen Supply
Chain. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya penerapan
manajemen Supply Chain antara lain yaitu dapat meningkatkan customer
2.2.1. Pengertian Supply Chain Management
Istilah “Supply Chain Management” merupakan istilah yang baru bagi
beberapa orang. Namun satu fakta yang jelas bahwa dunia usaha telah berubah
dan setiap perusahaan diharuskan untuk mampu mencapai efisiensi tinggi dalam
proses sorcing, making, maupun delivering.
Supply Chain Management (SCM) adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaan dari kegiatan supply chain. Namun perlu ditekankan bahwa SCM
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat
kolaborasi.
Jadi SCM tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah
perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan
perusahaan-perusahaan partner. Koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan
menjadi diperlukan dalam supply chain karena perusahaan-perusahaan yang
berada pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir
yang sama, mereka harus bekerjasama membuat produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan
bekerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan dapat
dicapai. Oleh karena itu cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain,
tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain. (I Nyoman
2.2.2 Proses dalam Supply Chain
Ada 5 proses utama dalam supply chain yaitu :
1. Plan, yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan
pengiriman (delivery) yang baik.
2. Source, yaitu proses untuk menyediakan produk dan jasa (raw material) untuk
memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
3. Make, yaitu proses untuk mentransformasi raw material menjadi produk jadi
untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
4. Deliver, yaitu proses mengirimkan produk jadi dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan atau permintaan actual, termasuk juga manajemen penjualan,
manajemen transportasi, dan manajemen distribusi.
5. Return, yaitu proses yang dikaitkan dengan pengembalian atau menerima
kembali produk dengan berbagai alasan. Proses ini juga termasuk didalam
bagian delivery customer support.
2.3 Pengukuran Performansi Supply Chain
Pengukuran kinerja adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan
efisiensi dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern,
pengukuran kinerja bukan hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja,
melainkan juga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja.
Ada sejumlah tipe pengukuran kinerja yang berbeda yang digunakan untuk
mengkarakteristik sistem, khususnya sistem produksi, distribusi, dan inventori.
Banyaknya sistem pengukuran tersebut, maka untuk melakukan pemilihan sistem
pengukuran manakah yang paling sesuai dengan pengukuran performansi supply
chain sangat sulit.
Ide dari pengukuran kinerja ini diawali dari pengukuran operasi
manufakturing yang dilakukan oleh Frederick W. Taylor (father of scientific
methods) pada awal abad ke 20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi
gerak dan waktu. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang
ada serta membuat kriteria yang obyektif untuk mengukur dan menetapkan kinerja
yang obyektif untuk mengukur dan menempatkan kinerja dan efisiensi pekerja
tersebut.
Lama-kelamaan pandangan pengukuran kinerja semakin berkembang.
Penelitian mengenai pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada penelitian
kinerja individual melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis
perusahaan. Pada awal tahun 1920 mulailah muncul dan berkembang sistem
pengukuran secara tradisional yang masih berfokus pada aspek finansial. Sistem
banyak kekurangan karena berfokus pada satu indikator saja yaitu finansial.
Pengukuran kinerja sebaiknya memiliki orientasi jangka panjang dibandingkan
dengan jangka pendek. Ukuran finansial menunjukkan dampak kebijakan dan
prosedur perusahaan pada posisi keuangan perusahaan jangka pendek, hal ini
merupakan salah satu kekurangan sistem kinerja secara tradisional.
Dalam pengukurannya, ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat antara
lain :
1. Ukuran tidak diorientasikan dan dipusatkan atas menyediakan suatu perspektif
memandang ke depan.
2. Ukuran tidak selalu dihubungkan dengan pentingnya masalah keuangan,
namun seperti pelayanan pelanggan/loyalty dan mutu produk.
3. Ukuran tidak secara langsung ada keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas
operasional.
Pengukuran performansi terhadap Supply Chain haruslah mengandung
indikator-indikator. Indikator-indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :
1. Aspek-aspek apa saja yang harus diukur ?
2. Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut ?
3. Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa,
memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai produktivitas ?
Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan tugas
yang mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan perlu
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu :
1. Universality (bersifat umum dan mudah diukur).
2. Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat
diukur).
3. Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran).
(A. Zainur Razikh, ST, 2008)
2.3.1 Kegunaan dan Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain
Pengukuran kinerja dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan,
apakah perusahaan tersebut telah berjalan dengan baik dan mampu mencapai
tujuannya atau justru mengalami kemunduran. Pengukuran supply chain dan
analisisnya dapat digunakan untuk :
1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai macam variasi metode, proses,
teknik dan sistem yang dapat digunakan untuk me-manage supply chain dan
mempelajari entiti–entiti supply chain untuk mengidentifikasi area yang
berpotensi untuk dikembangkan.
2. Melakukan implementasi metode, proses, teknik dan sistem secara
keseluruhan untuk menunjang performa supply chain.
3. Untuk kontrol biaya.
4. Untuk kontrol kualitas.
5. Untuk menentukan level of customer service dan cara mengontrolnya.
(Ita Yustianingwati, ST, 2005)
Pengukuran kinerja supply chain mencakup pengukuran kinerja perusahaan
merupakan seluruh proses yang terjadi didalam perusahaan mulai dari proses
perencanaan produksi hingga pengirirman produk kepada customer. Sedangkan
proses eksternal merupakan proses yang melibatkan hubungan perusahaan dengan
stage yang berada diluar perusahaan, yaitu supplier dan Customer.
customer company
supplier
Gambar 2.2 Ruang lingkup pengukuran kinerja supply chain
2.4
Supply Chain Operations Reference (SCOR) ModelModel Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikembangkan oleh suatu
lembaga professional, yaitu Supply Chain Council (SCC). Supply Chain Council
(SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM)
dan AMR Research. Model ini dikuasakan kepada seluruh industry standart yang
digunakan untuk supply chain management. Model ini dikembangkan untuk
mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang
terlibat untuk memenuhi permintaan customer. (Supply Chain Council, 2004)
Adapun bentuk dari Supply Chain yang digambarkan oleh SCOR model
Gambar 2.3. Supply Chain Model
Sumber : Supply Chain Council, Supply Chain Reference Model, Overview Version 6.1, [ http://www.supply-chain, org ], 2004)
Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam
SCOR adalah sebagai berikut :
1. Plan
Proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan Source, produksi dan
pengiriman yang terbaik.
2. Source
Proses yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh material dan
hubungan perusahaan dengan supplier.
3. Make
Proses untuk merubah (transformasi) material menjadi produk jadi untuk
memenuhi permintaan customer.
4. Delivery
[image:31.595.115.515.112.273.2]5. Return
Proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang
dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5
(lima) proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return
dimana ini pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level
untuk pengukuran performansinya. Didalam level 2 SCOR, dimunculkan setiap
aspek yang akan diukur. Misalnya saja mengenai reliability, responsiveness,
flexibility, costs, dan assets.
Dari masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks
pengukuran yang akan diukur sehingga dapat kita nilai. Level dua dari SCOR,
digambarkan mengenai mapping supply chain perusahaan yang akan diukur
performansinya. Sedangkan untuk level tiganya, setiap komponen yang ada di
mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan sesuatu yang detail dari
komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai dilakukan
penentuan parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur. (I
nyoman Pujawan, 2005)
Adapun contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode SCOR, adalah
sebagai berikut :
A. Aspek reliability
1. Inventory inaccuracy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah fisik
2. Defect rate, yaitu tingkat pegembalian material cacat yang dikembalikan ke
supplier.
3. Stockout Probability, probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehabisan
persediaan.
B. Aspek Responsiveness
1. Planning cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal
produksi.
2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis
material tertentu dari permintaan awal suatu order.
C. Aspek Flexibility
1. Minimum order quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa dipenuhi
supplier dalam setiap kali order.
2. Make volume flexibility, yaitu prosentase penongkatan yang dapat dipenuhi
oleh produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1. Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk
cacat.
2. Machine maintenance, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk perawatan
mesin produksi.
E. Aspek Assets
1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material
2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang
untuk pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang
pembayaran dari konsumen. (Ita Yustianingwati, ST, 2005)
2.5. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP dikembangkan oleh Saaty (1980) dan dipergunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak terstruktur. Data yang ada
adalah bersifat kualitatif yang didasarkan, diamati, namun kelengkapan data
numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif.
AHP dapat diaplikasikan dengan berguna untuk mengelompokkan berbagai
situasi dan permasalahan. Misalnya memprioritaskan alternatif keputusan yang
sangat kompleks, menentukan kekonsistenan, memformulasikan konsistensi,
menganalisa permasalahan publik, analisa sensitivitas, evaluasi tingkat
kepentingan faktor, formulasi strategis, alokasi sumber daya, analisa benefit cost,
aplikasi inovasi pada daerah baru , dan lain-lain.
Salah satu keuntungan utama AHP yang membedakan dengan model
pengambilan keputusan lainnya adalah tidak ada syarat konsistensi mutlak. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia sebagian didasarkan logika
dan sebagian lagi didasarkan pada unsur bukan logika seperti perasaan,
pengalaman dan intuisi.
Kelebihan AHP (Suryadi dan Ramdhani, 1998) dibandingkan dengan yang
1. Struktur yang hirarki
2. bagai konsistensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria
yang paling dalam.
3. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
4. Memperhitungkan ketahanan output analisis sensivitas pemgambilan
keputusan.
5. Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif sekaligus.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang
multi-objektif dan multi-kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi
tiap elemen dalam hirarki, sehingga menjadi model pengambilan keputusan yang
komprehensif.
Prosedur yang dipakai dalam model Analytical Hierarchy Process (AHP)
adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan Hirarki
Hirarki dibentuk untuk menyederhanakan suatu masalah yang rumit menjadi
lebih terstruktur. Sebuah hirarki menunjukkan pengaruh tujuan dari level atas
sampai level yang paling bawah. Hirarki sendiri dapat digolongkan menjadi
dua jenis yaitu :
Hirarki struktural, yaitu suatu pembagian masalah yang rumit ke dalam
Hirarki fungsional, yaitu suatu penguraian masalah ke dalam beberapa
bagian didasarkan atas hubungan esensialnya.
2. Pair-wise Comparison
Merupakan perbandingan berpasangan yang digunakan untuk
mempertimbangkan faktor-faktor keputusan dengan memperhitungkan
hubungan antara faktor dan sub faktor itu sendiri.
3. Pengecekan Konsistensi
Pengecekan konsistensi bertujuan untuk melihat apakah perbandingan
berpasangan yang sudah dibuat masih berada didalam batas kontrol
penerimaan atau tidak. Apabila berada diluar batas maka dilakukan kajian
ulang untuk menyelidiki apakah konsistensi tersebut dapat diaplikasikan.
4. Evaluasi
Tahap ini bertujuan untuk mengevaluasi seluruh proses pembobotan, dimana
faktor dari seluruh alternatif harus diketahui. Bobot tersebut harus dilakukan
proses normalisasi pada setiap matrik perbandingan berpasangan. Alternatif
dengan bobot tertinggi adalah alternatif dengan prioritas tertinggi sehingga
alternatif tersebut merupakan yang terbaik.
2.5.1. Langkah-langkah Analytical Hierarchy Process
Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan
AHP adalah (Suryadi dan Ramdhani, 1998) :
1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan secara spesifik tujuan dan
penyusunan prioritas alternatif, pada tahap ini dilakukan pengambilan
alternatif.
2. Menyusun masalah ke dalam struktur hirarki sehingga permasalahan yang
kompleks dapat ditinjau dari segi detail dan terukur. Penyusunan hirarki yang
memenuhi kebutuhan harus melibatkan pihak ahli didalam bidang
pengambilan keputusan.
3. Menyusun matriks-matriks perbandingan berpasangan untuk setiap level
dibawahnya, sebuah matriks untuk setiap elemen yang tepat berada pada level
diatasnya. Elemen-elemen pada level bawah saling diperbandingkan
berdasarkan pengaruhnya pada tiap elemen yang tepat pada level diatasnya.
Hasilnya adalah matriks penilaian bujur sangkar.
4. Pengisian matriks perbandingan berpasangan oleh pengambil keputusan.
Dibutuhkan sebanyak n(n-1)/2 judgement untuk setiap matriks pada tahap 3
diatas.
5. Melakukan pengujian konsistensi dengan menggunakan eigen value terhadap
perbandingan berpasangan antar elemen yang didapatkan pada tiap level
hirarki. Pertama, uji nilai indeks konsistensi, hitung nilai ratio dari konsistensi
indeks dan random indeks.
6. 3, 4 dan 5 diulang untuk setiap level cluster dan hirarki.
7. Melakukan sintesis untuk menyusun bobot vektor eigen tiap elemen masalah
pada setiap level hirarki. Proses ini akan menghasilkan bobot elemen
penanganan. Prioritas dihasilkan dari suatu matriks perbandingan
berpasangan antar seluruh elemen pada level yang sama.
8. Mengevaluasi konsistensi hirarki, jika nilainya lebih besar 0,1 maka terjadi
inkonsistensi, kualitas data harus diperbaiki.
Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu
persoalankeputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu
elemen-elemen dibandingkan berpasangan terhadap kriteria yang ditentukan.
Untuk memulai proses perbandingan berpasangan ini, mulailah pada puncak
hierarki untuk memilih criteria C, atau sifat, yang digunakan untuk melakukan
perbandingan yang pertama. Lalu, dari tingkat tepat dibawahnya, ambil
elemen-elemen yang akan dibandingkan (A1, A2, A3 dan seterusnya).
[image:38.595.215.468.496.691.2]Susunan elemen-elemen ini pada sebuah matriks seperti tabel berikut :
Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan
C A1 A2 - - - A7
A1 1
A2 1
-
-
-
Dari matriks ini, dibandingkan elemen A, dalam kolom sebelah kiri
dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan
dengan sifat C disudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2 dan
seterusnya. Untuk mengisi matriks banding berpasangan itu kita menggunakan
bilangan untuk menggambarkan relatif pentingkahnya suatu elemen diatas yang
lainnya, berkenaan dengan sifat tersebut tabel dibawah ini memuat skala banding
[image:39.595.116.551.333.749.2]berpasangan.
Tabel 2.2 : Tabel Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process
Tingkat Kepentingan
Definisi Keterangan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu
angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I aij = 1 / a ij
2.5.2. Pengukuran Konsistensi Setiap Matriks Perbandingan
Konsistensi adalah jenis pengukuran yang tak dapat terjadi begitu saja
atau mempunyai syarat tertentu. Suatu matrik, misalnya terdapat 3 unsur (i, j, k)
dan setiap perbandingannya dinyatakan dengan a. Konsistensi 100% apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
ik jk ij .a a
a
dengan syarat tersebut maka matriks A berikut dapat dinyatakan konsistensi.
Apabila ketiga syarat diatas sudah bisa terpenuhi maka bisa dikatakan
bahwa matriks A tersebut konsistensi 100% atau dapat juga dikatakan tingkat
konsistensinya 0%. Apabila muncul angka atau skala 5 dalam sebuah matriks
perbandingan maka tidak lain adalah 5/1. Dengan dasar tersebut maka dapat
dijelaskan bahwa :
aij = wi / wj, dimana i,j = bilangan asli
karena itu,
aij . ajk = (wi / wj) . (wj / wk) = wj / wk = aik
dan juga dapat dibuktikan bahwa :
aij = wj / wi = 1 / (wi / wj) = 1 / aij
Apabila sejumlah n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui
dipecahkan dengan cara matriks maka bentuk persamaan matriksnya menjadi :
A . x = Y ... (1)
Dimana A merupakan matriks yang berisi koefisien-koefisien dari semua
konstanta di sisi kanan setiap persamaan. Rumus (1) dapat juga dinyatakan
sebagai berikut :
, dimana i = bilangan asli
n 1 j
i i j
i . x y
a
Karena,
w /
1 .aij j wi , dimana i,j = bilangan asli
Atau
, dimana a, i = bilangan asli
) (1/w . w . a j n 1 j j ij
maka, dimana i = bilangan asli
n 1 j
i j
ij. w n . w
a
yang adalah sama dengan
A . w = n . w ... (2)
Dalam teori matriks, rumus (2) menunjukkanbahwa w adalah eigen vestor
dari matriks A, sedangkan n menunjukkan eigen value nya.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas suatu
eigen value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa
dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.
Rumus dari index konsistensi (CI) adalah
n-1 n CI maksBerikut ini indeks random untuk matriks berukuran 3 sampai 10 (matriks
Tabel 2.3 : Nilai Indeks Random (RI)
n RI 1 0 2 0 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49
(Sumber : Analytical Hierarchy Process, Bambang Brodjonegoro, 1991)
Rumus dari konsistensi/inkonsistensi (CR) itu sendiri dapat dituliskan
sebagai berikut :
CR = CI / RI
Dimana : CR = Rasio Konsistensi
CI = Indeks Konsistensi
RI = Indeks Random
Tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah tingkat
inkonsistensi sebesar 10% kebawah (Bambang Permadi S. Brodjonegoro, 1991 :
15)
2.6. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua
macam, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder (Nazir,
2.6.1. Data Primer
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari
sumber pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa
macam cara antara lain :
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek
yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati objek
penelitian untuk dimengerti tentang objek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa
penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari
seseorang atau kelompok orang.
3. Daftar Pertanyaan (Angket/kuesioner)
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang
diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh
peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak
sesuai untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan
2.6.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber
pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen tertulis.
2.7 Penentuan Jumlah Sampel
Penentuan jumlah sample / kuesioner ini menurut Suharsini Arikunto
(2002), apabila Subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya
sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah
subyek besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10%-15%, maka
menggunakan rumus:
n = 15% x N
keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
2.8 Pengujian Data
Metode pengujian data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua macam,
yaitu uji validitas dan uji reliabilitas (M.T.Safirin, 2002 : 33).
2.8.1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur,
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara
masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi
product moment sebagai berikut :
2 2
2
2
Y Y N X X N Y) X)( ( -(X)(Y) N r
Dimana : r = koefisien korelasi yang dicari
N = jumlah responden
X = skor tiap-tiap variabel
Y = skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan
angka kritik tabel korelasi nilai r.
2.8.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai
asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut
sebagai pengukuran yang reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai
nama lain seperti kepercayaan, keandalan, keajegan, konsistensi dan sebagainya.
Namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa dalam
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum
berubah.
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha.
Runus alpha dugunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan
1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.
Rumus alpha :
2
1 2
11 1
1 -k
k r
b
Dimana : r11 = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Σσb2 = jumlah varians butir
σ12 = varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science)
dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
2.9. Scoring System
Scoring System dilakukan untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap
target yang telah ditetapkan untuk setiap indikator kinerja. Sebelum dilakukan
pengukuran dilakukan penentuan jenis skor terlebih dahulu. Adapun 3 macam
skor yang ditekankan pada KPI adalah sbb :
1. Lower Is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin rendah
2. Larger Is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin besar nilainya
maka kualitasnya akan lebih baik.
3. Nominal Is Better
Pada karakteristik kualitas ini biasanya ditetapkan suatu nilai nominal tertentu,
dan semakin mendekati nilai nominal tersebut, kualitas semakin baik.
2.10. Proses Normalisasi
Proses normalisasi dilakukan agar masing-masing indikator kinerja
memiliki skala ukuran yang sama. Sebab jika indikator kinerja memiliki ukuran
skala yang berbeda, maka nilai kinerja tersebut tidak mencerminkan kinerja
perusahaan yang sebenarnya. Proses normalisasi dilakukan yaitu dengan rumus :
Untuk Larger is Better
Snorm =
min max
min) (
S S
S Si
x 100 ...(2.1)
Untuk Lower is Better
Snorm =
min max
) max (
S S
Si S
x 100 ...(2.2)
Keterangan :
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator kinerja
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam
interval nilai tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan
seratus (100) diartikan paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap
indikator adalah sama, setelah itu didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.
Untuk memantau nilai pencapaian performansi terhadap nilai pencapaian
terbaik atau target yang ingin dicapai oleh perusahaan maka dibutuhkan sistem
monitoring indikator performansi. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian
performansinya dapat dikategorikan kedalam kondisi yang sangat rendah (poor)
sedangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas 90 maka dapat
dikategorikan sangat baik sekali (excellent)
Tabel 2.4. Sistem Monitoring Indikator Performansi
Sistem Monitoring Indikator Performansi
> 90 Exellent
71 – 90 Good
51 – 70 Average
40 – 50 Marginal
< 40 Poor
(Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)
2.11. Peneliti Terdahulu
Berikut akan dijelaskan secara singkat hasil peneliti terdahulu yang
berhubungan dengan penerapan metode Supply Chain Operations Reference
1. Ita Yustianingwati, 2005, “ Implementasi Supply Chain Untuk
Pengukuran Kinerja di PT Varia Usaha Beton Waru – Sidoarjo “
Rangkuman :
Pengumpulan data dilakukan pada bulan juni 2005 hingga data terpenuhi
dan diperoleh hasil serta pembahasannya dari penelitian yang dilakukan di PPTT
V
VaarriiaaUUssaahhaaBBeettoonn adalah sebagai berikut :
1. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap Kinerja berdasarkan metode supply
chain dengan pendekatan model Supply Chain Operations Reference (SCOR)
yaitu : a. Plan yaitu kehandalan dan respon ataupun tindakan perusahaan
dalam merencanakan pelaksanaan order (81,75), b. Source yaitu proses
pembelian material / bahan baku kepada pihak supplier (56.41) ,c .Make
yaitu proses produksi yang berlangsung lama. d. Deliver yaitu proses
pengiriman guna memenuhi permintaan konsumen (27.65) serta e. Return
yaitu penanganan masalah pengembalian barang jadi (43.89).
2. Kinerja PT. Varia Usaha Beton setelah diukur dengan menjumlahkan skor
yang diperoleh dari setiap indikator maka didapatkan angka 63.33. Angka ini
menunjukkan bahwa perusahaan ini cukup. dalam menjalankan ordernya,
mulai dari hubungan dengan supplier, hubungan dalam internal perusahaan
2. Akhmad Zainur Razikh, 2008, “ Analisa Performansi Perusahaan dengan
Metode Supply Chain Operation Refearence (SCOR) di CV Restoe Bumi –
Pasuruan “
Rangkuman :
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2007 hingga data terpenuhi
dan diperoleh hasil serta pembahasannya dari penelitian yang dilakukan di CV
Restou Bumi adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil pengukuran performasi supply chain CV Restou Bumi dapat
diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode
bulan Juli 2007 (73,74) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah
terdapat pada periode bulan Oktober 2007 (55,58)
2. Indikator-indikator yang perlu mendapatkan perbaikan antara lain :
a. Plan yaitu Percentage of adjusted production quantity perlu mendapatkan
perbaikan sebesar( 63,3%) dan Forecast accuracy perlu mendapatkan
perbaikan sebesar ( 58% ) b. Source yaitu Supplier delivery performance perlu
mendapatkan perbaikan sebesar ( 66,5% ), Source employee reliability perlu
mendapatkan perbaikan sebesar ( 50% ), dan Supplier delivery lead time perlu
mendapatkan perbaikan sebesar ( 37,8% ). c. Make yaitu Repair time
percentage perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 71,7% ), Breakdown time
percentage perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 58,3% ), Time between
machine failure perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 32% ), dan Production
item flexibility perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 50% ). d. Deliver yaitu
reject rate perlu mendapatkan perbaikan sebesar (47,7%). e. Return yaitu
Number of customer complaint perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 28,3% )
3. Usulan perbaikan untuk meningkatkan performansi supply chain pada CV.
Setia Group adalah :
a. Forecast Accuracy (58%) yaitu perbaikan yang perlu dilakukan adalah
lebih teliti dalam melihat kondisi produk dalam pasaran. b. Repair Time
Percentage (71,7%) yaitu perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih
berhati-hati dalam melakukan proses produksi. c.Percentage of adjusted production
quantity (63,3%) yaitu perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PG. Candi Baru
yang bertempat di Jl. Raya Candi, Kabupaten Sidoarjo. Waktu penelitian dimulai
dari bulan April 2010 sampai data yang diperlukan untuk penelitian ini terpenuhi.
3.2. Identifikasi Variabel
Untuk memepertegas batasan-batasan yang dimaksud dalam tujuan peneliti,
maka perlu adanya identifikasi variabel yang digunakan yaitu :
1. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah seberapa baik kinerja dalam obyek
peneliti sehinggan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode
Supply Chain Operation Reference.
2. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah :
1) Plan, variabel ini dilihat dari proses perencanaan untuk menyeimbangkan
permintaan dan persediaan untuk mengembangkan tindakan yang
memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman yang terbaik.
Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam melakukan perencanaan
2) Source, variabel ini dilihat dari proses yang berkaitan dengan aktivitas
untuk memperoleh material dan hubungan perusahaan dengan supplier.
Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh material dan
menjalin hubungan dengan supplier.
3) Make, variabel ini dilihat dari proses untuk merubah (transformasi) material
menjadi produk jadi untuk memenuhi permintaan customer. Terfokus pada
kemampuan perusahaan mentransformasikan bahan baku menjadi produk
setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada.
4) Deliver, variabel ini dilihat dari proses mengirimkan produk jadi dan atau
jasa untuk memenuhi permintaan. Terfokus pada kemampuan perusahaan
dalam melakukan pengiriman order untuk memenuhi permintaan
konsumen.
5) Return, variabel ini dilihat dari proses yang dikaitkan dengan pengembalian
dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai
alasan. Terfokus pada kemampuan perusahaan yang berkaitan dengan
[image:53.595.112.517.580.750.2]proses pengembalian produk karena alasan tertentu.
Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator
Key Performansi Indikator Keterangan Number of production
schedule revision
Jumlah jadwal produk yang mengalami perubahan Percentage of adjusted
production quatity
Prosentase perubahan jumlah unit produksi dengan rencana produksi awal
Forecast Accuracy Prosentase penyimpangan permintaan actual dengan permintaan hasil peramalan Inventory accuracy of
material
Keakuratan persediaan dalam material
Inventory accuracy of packaging
Keakuratan persediaan dalam pengemasan
Inventory accuracy of finished product
Keakuratan persediaan dalam produk akhir
Internal Relationship Hubungan internal antara bagian dalam perusahaan
Planning employee reliability
Keandalan tenaga kerja bagian PPC
Time to identity new product specification
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk baru Time to revise production
schedule
Waktu yang dibutuhkan untuk merevisi jadwal produksi Responsiveness
Time to produce a production schedule
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi Supplier Delivery
Performance
Kinerja pengiriman supplier
Source Employee Reliability
Keandalan tenaga kerja bagian pengadaan bahan baku Percentage of suppliers
with long term contracts
Prosentase supplier jangka panjang Reliability
Supplier reliability Keandalan dari supplier Supplier delivery lead
time
Rata-rata rentang pengiriman
Source Volume
responsiveness of material
Tingkat ketanggapan volume bahan baku
Source volume responsiveness of packaging
Tingkat ketanggapan volume pengemasan
Responsiveness
Time to identify a new supplier
Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengidentifikasi supplaier baru
Source item flexibility of packaging
Banyaknya perubahan jenis material yang diminta yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu
Flexibility
Minimum order quality of packaging
Jumlah minimum kuantitas untuk setiap kali order yang bias dipenuhi oleh supplier
Material order cost Biaya yang dikeluarkan untuk order material
Cost Supplier evaluation cost Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan ecvaluasi supplier dalam 1 tahun
Cash to cash cycle time Waktu sejak perusahaan
mengeluarkan uang untuk membeli material sampai dengan menerima uang dari konsumen
SOURCE
Assets
Payment term Rata-rata selisih waktu antara penerimaan material dari supplier sampai dengan waktu pembayaran ke supplier
Percentage of product out of weight specification
Prosentase produk yang keluar dari spesifikasi berat
MAKE Reliability
Repair time percentage Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak Key Performansi Indikator Keterangan
Breakdown time percentage
Waktu yang menyebabkan proses produksi terhenti
Time between machine failure
Waktu rata-rata antar kerusakan mesin yang menyebabkan proses terhenti
Manufacturing employee reliability
Keandalan tenaga kerja Production lead time Lead time produksi Make volume
responsiveness
Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi peningkatan permintaan sebesar 20%
Make item responsiveness Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi perubahan jenis produk
Responsiveness
Changeover time Waktu persiapan mesin yang diperlukan apabila terjadi
penggantian jenis produk yang akan diproduksi
Make volume flexibility Prosentase peningkatan permintaan yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu
Flexibility
Production item flexibility Flexibiltas item produk Overhead cost Biaya overhead
Defect cost Biaya-biaya penggantian produk cacat
Cost
Machine maintenance cost Biaya perawatan mesin
Assets Asset turn Total penerimaan kotor dibagi total asset bersih
Delivery fill rate Prosentase jumlah permintaan yang bias dipenuhi dari total permintaan Percentage of orders
delivered complete
Prosentase order yang kuantitasnya terkirim lengkap
Reliability
Stockout probability Kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan
Responsiveness
Delivery lead time Waktu sejak distributor industri memesan barang sampai barang diambil
Flexibility Minimum delivery quantity
Jumlah minimum pengiriman DELIVER
Cost Holding cost Biaya penyimpanan per unit Product reject rate Tingkat pengembalian produk Reliability Number of customer
complaint
Jumlah complain dari konsumen Time to solve a complain Waktu yang dibutuhkan untuk
mengatasi complain konsumen RETURN
Responsiveness Packaging supplier repair time
Selain tabel diatas rancangan awal key performance indicator dapat di
gambarkan sebagai berikut :
Performansi Supply Chain
Make Deliver Return Source
Plan
Reliability Responsiveness Flexibility
Indikator-indikator Performansi Supply Chain
Cost Assets
Gambar 3.1
Level 0
Level 1
Level 2
Level 3
Hierarki Awal Pengukuran Performansi Supply Chain
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada 2 macam,
yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber
pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara
1. Pengamatan (observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek
yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati obyek penelitian
untuk dimengerti tentang obyek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa
penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari
seseorang atau kelompok orang.
3. Daftar pertanyaan (angket / kuesioner)
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang
diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh
peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a.Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak sesuai
untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
b.Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan yang
memadai dan kemampuan yang cukup.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama
dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen perusahaan.
3.3.1 Penyusunan Kuesioner
Pada tahapan ini penulis membuat kuesioner yang berhubungan dengan
kuesioner dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan
pengumpulan data. Kuesioner harus ringkas dan tidak membingungkan
responden.
Penyusunan kuesioner pengukuran performansi Supply Chain :
Kuesioner tingkat kepentingan
Untuk mengetahui seberapa penting atribut Key performance Indicator (KPI)
bagi kinerja perusahaan.
Untuk pengisian kuesioner pada bagian tingkat kepentingan, responden
diminta memberikan skala nilai terhadap atribut-atribut Key performance
Indicator (KPI) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Skala yang digunakan
adalah skala kepentingan Analitical Hierarkhi Process (AHP).
1 = Kedua elemen sama penting
3 = Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
5 = Elemen yang satu sedikit lebih cukup dari elemen yang lain
7 = Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain
9 = Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai berdekatan