• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% dan Desorpsinya Dengan Etanol"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ADSORPSI KAROTENOIDA DARI MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) MENGGUNAKAN KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT BERDERAJAT SULFONASI 27% DAN DESORPSINYA DENGAN

ETANOL

SKRIPSI

RIO THE HOLYMAN SIHOMBING

110822007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUANALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ADSORPSI KAROTENOIDA DARI MINYAK SAWIT MENTAH (CPO)

MENGGUNAKAN KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT BERDERAJAT SULFONASI 27% DAN DESORPSINYA DENGAN

ETANOL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RIO THE HOLYMAN SIHOMBING

110822007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% Dan Desorpsinya

Dengan Etanol

Kategori : Skripsi

Nama : Rio The Holyman Sihombing

Nomor Induk Mahasiswa : 110822007

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Juli 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Nimpan Bangun, M.Sc Prof. Dr. Seri Bima Sembiring M.Sc

NIP. 195012221980031002 NIP. 194907181976031001

Disetujui Oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

(4)

PERNYATAAN

ADSORPSI KAROTENOIDA DARI MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) MENGGUNAKAN KALSIUM POLISTIRENA SULFONAT BERDERAJAT

SULFONASI 27% DAN DESORPSINYA DENGAN ETANOL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2015

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahhirobbila’lamiin, segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang atas berkah, rahmat dan hidayahNya sehingga penulis akhirnya

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Kepada Ibunda dan Ayahanda yang paling saya cintai A. Marbun dan H.

Sihombing, dengan semua kebaikan dan kasih sayang, tak cukup ungkapan terima

kasih yang tertulis, semoga Allah selalu memberikan jalan untuk membuat kalian

bahagia. Kepada Adik-adik, Julianto Putra Sihombing, Efriyanti H Sihombing dan

Tio Hotnaria Sihombing, semoga kita selalu dalam lindungan Allah.

Dengan rasa penuh hormat, penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku dosen pembimbing I

serta Dr. Nimpan Bangun M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan ilmu,

bimbingan, saran, kritik, sehingga penulis dapat lebih baik dan teliti dalam

menyikapi segala sesuatunya (attention to detail), serta mengajarkan kepada penulis nilai-nilai hidup yang akan bermanfaat kedepannya. Terima kasih kepada Dr.

Rumondang Bulan dan Drs Albert Pasaribu M.Sc selaku ketua dan sekretaris

Departemen Kimia FMIPA USU, Dr Darwin Yunus Nst, MS sebagai koordinator

S-1 Kimia Ekstensi dan Dra. Saur Lumban Raja, M.Si selaku dosen PA.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat yang telah

memotivasi penulis, kepada rekan-rekan asisten di laboratorium kimia anorganik,

kepada rekan-rekan kerja di PT Smart Tbk, juga kepada keluarga kecil Sipirok 17.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, adik-adik dan

kakak-kakak yang namanya tak bisa disebut satu persatu, sehingga penulis dapat

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun

kiranya dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan di

Indonesia khusunya di bidang kimia.

(7)

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% Dan Desorpsinya

Dengan Etanol

ABSTRAK

Telah dilakukan adsorpsi karotenoida dari minyak sawit mentah (CPO) dengan

konsentrasi karotenoida 455 ppm menggunakan adsorben kalsium polistirena

sulfonat berderajat sulfonasi 27% dengan kandungan Ca 6,74%. Karotenoida yang

teradsorpsi pada adsorben kalsium polistirena sulfonat kemudian didesorpsi

dengan pelarut etanol. Dalam penelitian ini jumlah adsorben dan volume

n-heksana yang digunakan dibuat bervariasi yaitu 0,5 g, 1,0 g dan 1,5 g dan 5 ml, 10

ml dan 20 ml. Kadar karotenoida yang teradsorpsi pada variasi jumlah adsorben

0,5 g, 1,0 g dan 1,5 g dengan volume n-heksana 15 ml berturut-turut adalah

359,26 ppm, 412,24 ppm dan 434,82 ppm dengan kandungan ALB berturut-turut

adalah 4,12%, 4,07% dan 3,97% . Karotenoida yang terdesorpsi berturut-turut

adalah 489,56 ppm, 608,65 ppm dan 626,28 ppm dengan kandungan ALB

berturut-turut adalah 3,58%, 3,77 % dan 4,01% . Sedangkan kadar karotenoida

yang teradsorpsi dengan variasi volume n-heksana 5 ml, 10 ml dan 20 ml dengan

1,0 g adsorben berturut-turut adalah 443,67 ppm, 430,86 ppm dan 400,25 ppm

dengan kandungan ALB berturut-turut adalah 3,89%, 4,01% dan 4,13%,

karotenoida yang terdesorpsi berturut-turut adalah 567,10 ppm, 571,53 ppm dan

611,26 ppm dengan kandungan ALB berturut-turut adalah 4,05%, 3,96% dan

3,68%. Kenaikan penggunaan jumlah adsorben kalsium polistirena sulfonat

mempengaruhi proses adsorpsi dan desorpsi karotenoida dimana semakin besar

jumlah adsorben maka logam kalsium yang berinteraksi dengan karotenoida

(8)

Adsorption of Carotenoids from Crude Palm Oil With Calcium Polystyrene Sulfonate degree of sulfonation 27% and Desorption with Ethanol

ABSTRACT

Carotenoids have adsorbed from Crude Palm Oil it consist of 455 ppm carotene

with calcium polystyrene sulfonate, degree of sulfonation 27% contains of Ca

6,74. Carotenoids that adsorbed in calcium polystyrene sulfonate then desorbed

with ethanol. In this experiment amount of adsorbent varied 0.5 g; 1.0 g; 1,5 g and

volume of n-hexane varied 5 ml; 10 ml; 20 ml. The carotene content that adsorbed

in varied 0,5 g; 1.0 g; 1.5 g adsorben with 15 ml n-hexane are 359.26 ppm, 412.24

ppm and 434.82 ppm respectively, which FFA content are 4,12%, 4,07% and

3,97% respectively. Carotene content in desorption are 489.56 ppm, 608.65 ppm

and 626.28 ppm respectively, which FFA content are 3.58%, 3.77 % and 4.01%.

The carotene content that adsorbed in varied 5 ml; 10 ml; 20 ml n-hexane with 1,0

g adsorben are 443.67 ppm, 430.86 ppm and 400.25 ppm respectively, which FFA

content are 3.89%, 4.01% and 4.13% respectively. Carotene content in desorption

are 567.10 ppm, 571.53 ppm and 611.26 ppm respectively, which FFA content are

4.05%, 3.96% and 3.68%. The degree of sulfonation affected adsorption and desorption of carotenoid process, increased of adsorben’s degree of sulfonation, made bigger interaction of calcium and carotenoids that can increased content of

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... ii

Pernyataan ... iii

Penghargaan ... iv

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Singkatan... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Lokasi Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Minyak Kelapa Sawit ... 7

2.2. Karotenoida ... 8

2.2.1. Metode-Metode Memperoleh Karotenoida ... 10

(10)

2.2.1.3. Adsorpsi ... 12

2.2.1.3.1. Gaya Keesom ... 13

2.2.1.3.2. Gaya Debye ... 14

2.2.1.3.3. Gaya London ... 14

2.2.1.4. Adsorpsi Menggunakan Polimer Sebagai Adsorben .... 14

2.3. Ikatan Hidrokarbon Tak Jenuh Dengan Orbital σ Logam ... 16

2.4. Reaksi Sulfonasi ... 18

2.5. Polistirena Sulfonat ... 19

2.6. Kalsium Polistirena Sulfonat ... 20

2.7. Desorpsi ... 21

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Alat-alat ... 22

3.2. Bahan-bahan ... 22

3.3. Prosedur Penelitian... 23

3.3.1. Pembuatan Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat ... 23

3.3.2. Adsorpsi Karotenoida dari CPO Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat... 24

3.3.2.1. Pengaruh Jumlah Kalsium Polistirena Sulfonat sebagai Adsorben ... 24

3.3.2.2. Pengaruh Volume n-heksana ... 24

3.4. Bagan Penelitian... 25

3.4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat ... 25

3.4.2. Adsorpsi Karotenoida dari CPO Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat... 26

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat ... 27

4.1.1. Sulfonasi Polistrena dengan Asetilsulfat sebagai Agen Pensulfonasi (Sulfonating agent) ... 27

(11)

4.1.3. Reaksi Natrium Polistirena Sulfonat dengan Larutan CaCl2

Menghasilkan Kalsium Polistirena Sulfonat ... 29

4.2. Adsorpsi Karotenoida dari CPO Menggunakan Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat... 31

4.2.1. Pengaruh Variasi Jumlah Adsorben ... 32

4.2.2. Pengaruh Variasi Volume n-heksana ... 34

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1. Kesimpulan ... 36

5.2. Saran ... 36

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Jenis-jenis karotenoida dan komposisinya dalam komponen minor 8

4.1 Jumlah karotenoida yang teradsorpsi dan terdesorpsi dengan variasi

jumlah adsorben yang ditambahkan 31

4.2 Jumlah karotenoida yang teradsorpsi dan terdesorpsi dengan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

1.1. Interaksi antara -karoten dengan kalsium polistirena sulfonat 3

2.1. Struktur -karoten 10

2.2. Interaksi alkena dengan logam 17

2.3. Donasi densitas elektron dari orbital π ligan alkena ke orbital σ

kosong kalsium 17

2.4. Reaksi pembuatan asam benzenasulfonat 18

2.4. Reaksi sulfonasi polistirena dengan agen pensulfonasi asetilsulfat 18

2.5 Reaksi pembuatan kalsium polistirena sulfonat 19

4.1 Reaksi pembentukan asam polistirena sulfonat 26

4.2 Reaksi pembentukan natrium polistirena sulfonat 27

4.3 Reaksi natrium polistirena sulfonat dengan larutan CaCl2

menghasilkan kalsium polistirena sulfonat 28

4.4 Spektrum FTIR kalsium polistirena sulfonat (KBr pellet) 29

4.5 Spektrum FT-IR polistirena Sigma Aldrich 29

4.6 Grafik peningkatan konsentrasi karotenoida 32

(14)

DAFTAR SINGKATAN

CPO = Crude Palm Oil

FTIR = Fourier Transform-Infra Red

POME = Palm Oil Mill Effluent

CME = Crude Methyl Ester

HP = Highly Porous

SP = Small Porous

M-PSS = Metal-Polystyrene Sulfonate

Ca-PSS = Calcium Polystyrene Sulfonate

PKO = Palm kernel Oil

SFE = Supercritical Fluid Extraction

SC-CO2 = Supercritical Carbondioxide UV-Vis = Ultra Violet-Visible

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul

Halaman

1. Grafik Spektrum Kalsium Polistirena Sulfonat 40

2. Grafik Peak Table dan Peak Area 41

3. Hasil Analisa Kadar Karotenoida CPO awal 42

4. Hasil Analisa Kadar Karotenoida fase n-heksana 43

5. Hasil Analisa Kadar Karotenoida fase etanol 44

(16)

Adsorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit Mentah (CPO) Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat Berderajat Sulfonasi 27% Dan Desorpsinya

Dengan Etanol

ABSTRAK

Telah dilakukan adsorpsi karotenoida dari minyak sawit mentah (CPO) dengan

konsentrasi karotenoida 455 ppm menggunakan adsorben kalsium polistirena

sulfonat berderajat sulfonasi 27% dengan kandungan Ca 6,74%. Karotenoida yang

teradsorpsi pada adsorben kalsium polistirena sulfonat kemudian didesorpsi

dengan pelarut etanol. Dalam penelitian ini jumlah adsorben dan volume

n-heksana yang digunakan dibuat bervariasi yaitu 0,5 g, 1,0 g dan 1,5 g dan 5 ml, 10

ml dan 20 ml. Kadar karotenoida yang teradsorpsi pada variasi jumlah adsorben

0,5 g, 1,0 g dan 1,5 g dengan volume n-heksana 15 ml berturut-turut adalah

359,26 ppm, 412,24 ppm dan 434,82 ppm dengan kandungan ALB berturut-turut

adalah 4,12%, 4,07% dan 3,97% . Karotenoida yang terdesorpsi berturut-turut

adalah 489,56 ppm, 608,65 ppm dan 626,28 ppm dengan kandungan ALB

berturut-turut adalah 3,58%, 3,77 % dan 4,01% . Sedangkan kadar karotenoida

yang teradsorpsi dengan variasi volume n-heksana 5 ml, 10 ml dan 20 ml dengan

1,0 g adsorben berturut-turut adalah 443,67 ppm, 430,86 ppm dan 400,25 ppm

dengan kandungan ALB berturut-turut adalah 3,89%, 4,01% dan 4,13%,

karotenoida yang terdesorpsi berturut-turut adalah 567,10 ppm, 571,53 ppm dan

611,26 ppm dengan kandungan ALB berturut-turut adalah 4,05%, 3,96% dan

3,68%. Kenaikan penggunaan jumlah adsorben kalsium polistirena sulfonat

mempengaruhi proses adsorpsi dan desorpsi karotenoida dimana semakin besar

jumlah adsorben maka logam kalsium yang berinteraksi dengan karotenoida

(17)

Adsorption of Carotenoids from Crude Palm Oil With Calcium Polystyrene Sulfonate degree of sulfonation 27% and Desorption with Ethanol

ABSTRACT

Carotenoids have adsorbed from Crude Palm Oil it consist of 455 ppm carotene

with calcium polystyrene sulfonate, degree of sulfonation 27% contains of Ca

6,74. Carotenoids that adsorbed in calcium polystyrene sulfonate then desorbed

with ethanol. In this experiment amount of adsorbent varied 0.5 g; 1.0 g; 1,5 g and

volume of n-hexane varied 5 ml; 10 ml; 20 ml. The carotene content that adsorbed

in varied 0,5 g; 1.0 g; 1.5 g adsorben with 15 ml n-hexane are 359.26 ppm, 412.24

ppm and 434.82 ppm respectively, which FFA content are 4,12%, 4,07% and

3,97% respectively. Carotene content in desorption are 489.56 ppm, 608.65 ppm

and 626.28 ppm respectively, which FFA content are 3.58%, 3.77 % and 4.01%.

The carotene content that adsorbed in varied 5 ml; 10 ml; 20 ml n-hexane with 1,0

g adsorben are 443.67 ppm, 430.86 ppm and 400.25 ppm respectively, which FFA

content are 3.89%, 4.01% and 4.13% respectively. Carotene content in desorption

are 567.10 ppm, 571.53 ppm and 611.26 ppm respectively, which FFA content are

4.05%, 3.96% and 3.68%. The degree of sulfonation affected adsorption and desorption of carotenoid process, increased of adsorben’s degree of sulfonation, made bigger interaction of calcium and carotenoids that can increased content of

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak sawit mentah (CPO) memiliki kandungan karotenoida yang tinggi yaitu

berkisar 400-700 ppm, sehingga sangat potensial sebagai sumber vitamin A, yang

saat ini masih sangat dibutuhkan. Dari seluruh karotenoida yang ada dalam CPO, 56,0β% diantaranya adalah -karoten (Ong dkk., 1990). Disamping sebagai provitamin A, karotenoida banyak digunakan sebagai antioksidan, pencegah

pertumbuhan sel kanker, mencegah penuaan dini (antiaging) dan juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap bahan beracun, flu dan demam

(Ravanello dkk., 2003). Karotenoida juga digunakan sebagai bahan nutrisi, bahan

pewarna makanan dan bahan obat-obatan serta bahan kosmetik (Choo, dkk.,

1997).

Pada pengolahan CPO menjadi minyak goreng umumnya digunakan suhu

dan tekanan tinggi pada prosesnya, sehingga karotenoida yang terkandung dalam

CPO tersebut akan rusak. Hal ini sangat merugikan, karena karotenoida tersebut

sangat berguna. Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk mendapatkan

karotenoida ini terlebih dahulu sebelum proses pengolahan minyak goreng

(Othman, dkk., 2010).

Salah satu cara yang sudah digunakan untuk mengambil karotenoida ini

dari CPO adalah dengan mengadsorpsinya terlebih dahulu sebelum diolah

menjadi minyak goreng. Beberapa adsorben yang telah digunakan diantaranya

ialah adsorben oksida logam oleh Ahmad (2000) yang mengadsorpsi karotenoida

(19)

terkandung dalam POME diekstraksi dengan n-heksana, lalu minyak hasil ektraksi

dimasukkan kedalam kromatografi kolom yang berisi adsorben, kemudian diikuti

dengan penambahan etanol. Percobaan dilakukan pada suhu 30oC, 40oC dan 50OC. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi karotenoida yang tertinggi diperoleh pada percobaan menggunakan silika gel pada suhu 40oC dengan pelarut n-heksana, yaitu sebesar 1154,55 ppm. Zulkipli (2007) menggunakan adsorben

campuran silika gel dan abu sekam padi untuk mengadsorpsi karotenoida dari

metil ester kasar (CME). Pada proses ini CME yang mengandung karotenoida

dimasukkan kedalam kolom yang telah berisi adsorben, kemudian ditambahkan

dengan n-heksana. Percobaan dilakukan dengan mencampurkan adsorben abu

sekam padi dan silika gel dengan berbagai perbandingan untuk memperoleh

kondisi optimum. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi tertinggi diperoleh pada

percobaan dengan campuran abu sekam padi dengan silika gel pada perbandingan

5:3 yaitu 3754,55 ppm.

Latip, dkk (2000) mengadsorpsi karotenoida dari CPO menggunakan 7

jenis adsorben polimer sintetis yang memiliki porositas tinggi yaitu HP20, SP850,

SP825, SP207, Relite Exa 31, 32 dan 50. Pada proses ini CPO dimasukkan

kedalam labu alas bulat yang telah berisi adsorben dan IPA kemudian diaduk,

campuran tersebut dimasukkan kedalam soklet ekstraktor, ditambahkan IPA dan

diikuti dengan penambahan n-heksana. Pada percobaan dilakukan kombinasi

HP20 yang memiliki porositas tertinggi dengan SP850 yang memiliki luas

permukaan tertinggi, serta perbandingan antara adsorben dan jumlah CPO,

perlakuan tersebut bertujuan untuk memperoleh konsentrat karotenoida yang

paling optimum. Hasil yang terlihat bahwa konsentrasi karotenoida paling

optimum yaitu sebesar 7.212 ppm pada fase n-heksana. Hal yang sama dengan

polimer sintetis HP20, SP2017 dan SP700, juga telah dipakai untuk menghasilkan

konsentrat tokoferol yang cukup tinggi (Tandale dan Lali., 2004).

Adsorben-adsorben polimer diatas pada umumnya bersifat nonpolar. Penggunaan Adsorben-adsorben

polimer sintetis yang lebih polar dapat dibuat dengan menambahkan gugus polar

(20)

Adsorben polimer tersulfonasi yaitu kalsium polistirena sulfonat telah

digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida dari metil ester kasar (Karlina, 2012).

Kadar karotenoida dalam metil ester kasar sebesar 601 ppm. Proses adsorpsi

dilakukan dengan mencampurkan metil ester kedalam etanol kemudian

karotenoidanya diadsorpsi dengan adsorben kalsium polistirena sulfonat, sambil

diaduk untuk menyempurnakan penyerapan, kemudian adsorben yang

mengandung karotenoida dipisahkan dari campuran metil ester dengan

sentrifugasi. Karotenoida yang terserap dalam adsorben kemudian didesorpsi

dengan pelarut n-heksana, dan setelah pelarutnya diuapkan diperoleh karotenoida

dengan konsentrasi sebesar 116.000 ppm, telah terjadi pemekatan sebanyak 193

kali.

Adsorben kalsium polistirena sulfonat mengandung gugus polar dan juga

gugus nonpolar, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara gugus non

polar adsorben dengan rantai hidrokarbon dari karotenoida membentuk gaya Van der Walls dan gugus polar adsorben yang mengandung logam kalsium dengan orbital d kosongnya dapat berinteraksi dengan ikatan rangkap terkonjungasi dari

karotenoida yang kaya elektron. Interaksinya dapat kita lihat pada Gambar 1.1 di

bawah ini

CHC CHC CHCH CCH CHCH CCH

CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 CH3

Gambar 1.1. interaksi antara -karoten dengan kalsium polistirena sulfonat Keterangan gambar :

(1) interaksi antara rantai hidrokarbon -karoten dengan gugus nonpolar adsorben (2) interaksi antara ikatan rangkap -karoten dengan orbital d kosong logam

(21)

Kalsium polistirena sulfonat juga telah digunakan oleh Lois (2014) untuk

mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari metil ester minyak kemiri, Lois

memakai 2 jenis adsorben, yaitu garam Ca dari polistirena sulfonat ( derajat

sulfonasi >30%, larut dalam air) dan garam Ca dari polistirena sulfonat ( derajat

sulfonasi <30%, larut dalam kloroform). Tokoferol dan tokotrienol dari metil ester

minyak kemiri dalam etanol diadsorpsi dengan adsorben kalsium polistirena

sulfonat, untuk menyempurnakan penyerapan dilakukan pengadukan, kemudian

adsorben yang mengandung tokoferol dan tokotrienol dipisahkan dari larutan

metil ester minyak kemiri dengan kromatografi kolom. Tokoferol dan tokotrienol

yang terserap pada adsorben kalsium polistirena sulfonat kemudian didesorpsi

dengan pelarut n-heksana. Hasil adsorpsi tertinggi dihasilkan dengan

menggunakan adsorben berderajat sulfonasi >30% terhadap tokotrienol yaitu

sebesar 100%, hasil desorpsinya sebesar 1,1%, sedangkan hasil desorpsi tertinggi

diperoleh dengan menggunakan adsorben berderajat sulfonasi <30% terhadap

tokoferol yaitu sebesar 2,3%, hasil adsorpsinya sebesar 99,1%.

Justaman (2014) mengadsorpsi karotenoida dari CPO dengan

menggunakan garam polistirena sulfonat M-PSS (M= Na, Mg, Ca, Sr dan Ba).

Polistirena sulfonat yang digunakan memiliki derajat sulfonasi 9,1%, bersifat

sangat tidak larut dalam air. Pada proses ini karotenoida dari CPO dalam etanol

diadsorpsi dengan menggunakan garam polistirena sulfonat, M-PSS (M= Na, Mg,

Ca, Sr dan Ba; PSS= Polistirena sulfonat). Proses penyerapan dilakukan dengan

mencampurkan CPO dalam etanol kemudian ditambahkan adsorben, dilakukan

pengocokan untuk menyempurnakan penyerapan karotenoida, kemudian adsorben

yang mengandung karotenoida dipisahkan dari larutan CPO dengan sentrifugasi.

Karotenoida yang terserap pada adsorben kemudian didesorpsi dengan pelarut

n-heksana. Hasil tertinggi yang diperoleh terlihat pada proses desorpsi dengan

menggunakan garam Ca-PSS yaitu sebesar 84,53%, hasil adsorpsinya sebesar

75,78%.

(22)

karoten) dari CPO menggunakan kalsium polistirena sulfonat yang memiliki

derajat sulfonasi 27%, bersifat kurang larut dalam air. Dapat dipahami bahwa sifat

kurang larut dalam air ini akan menjadikan adsorben memiliki sifat yang lebih

liofil atau lebih mudah berinteraksi terhadap bahan organik seperti karotenoida (

-karoten), sehingga diharapkan tingkat adsorpsi karotenoida dari CPO dan tingkat

desorpsi karotenoida dari adsorben lebih tinggi.

1.2. Permasalahan

Apakah jumlah penggunaan kalsium polistirena sulfonat berderajat sulfonasi 27%

dapat lebih banyak mengadsorpsi karotenoida dari CPO dalam n-heksana dan

melepas kembali karotenoida tersebut dengan pelarut etanol.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peranan garam kalsium polistirena sulfonat berderajat sulfonasi

27% dalam adsorpsi karotenoida dari CPO dalam n-heksana dan melepas kembali

karotenoida tersebut dengan pelarut etanol.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian dapat memberikan informasi tentang pembuatan garam kalsium

polistirena sulfonat dan peranan logam kalsium untuk mengadsorpsi karotenoida

dari CPO dalam n-heksana dan melepas kembali karotenoida tersebut dengan

(23)

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU Medan dan

di laboratorium PT. Smart Tbk Belawan, Karakterisasi polistirena dan kalsium

polistirena sulfonat menggunakan FT-IR dilakukan di Laboratorium Terpadu

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit berasal dari buah tanaman kelapa sawit yang didapat dengan

cara mengekstraksi buah tersebut. Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak

yang berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) yang disebut dengan Crude Palm Oil atau CPO, dan minyak yang berasal dari inti (kernel) yang disebut Palm Kernel Oil atau PKO (Somaatmaja, 1981).

Perbedaan minyak sawit dengan minyak inti sawit adalah adanya pigmen

karotenoid yang berwarna kuning merah pada minyak sawit. Perbedaan lainnya

yaitu dalam kandungan asam lemaknya. Pada minyak inti sawit terdapat asam

kaproat dan asam kaprilat yang tidak terdapat pada minyak sawit (Muchtadi,

1992).

CPO mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari

karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol-sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen

(25)

Tabel 2.1. Jenis-jenis karotenoida dan komposisinya dalam komponen minor

Jenis-jenis Karotenoida Komposisi (%)

Phytoene 1,27

Cis- -Carotene 0,68

Phytofluence 0,06

-Carotene 56,02

α-Carotene 35,16

Cis-α-Carotene 2,49

-Carotene 0,69

-Carotene 0,33

δ-Carotene 0,83

Neurosporene 0,29

-Zeacarotene 0,74

α-Zeacarotene 0,23

Lycopene 1,3

(Wei, P.C., et al, 2005 )

2.2. Karotenoida

Karotenoida merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah

jingga, dan bersifat larut dalam minyak. Karotenoida terdapat dalam kloroplast

(0,5%) bersama-sama dengan klrorofil (9,3%) terutama pada bagian permukaan

atas daun, dekat dengan dinding sel palisade (Winarno, 1991).

Karotenoida dibagi atas empat golongan, yaitu; (1) karotenoida

hidrokarbon, C40H56 seperti α, , dan karoten dan likopen; (β) xantofil dan derivate karoten yang mengan dung oksigen dan hidroksil antara lain kriptosantin,

C40H55OH dan lutein, C40H54(OH)2; (3) asam karotenoida yang mengandung gugus karboksil; dan (4) ester xantofil asam lemak (Meyer, 1966).

(26)

terutama dalam pemisahan karotenoida dari bahan lain (Ranganna, 1979). Sifat

fisika dan kimia karotenoida adalah :

1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air

2. Larut dalam kloroform, benzene, karbon disulfide dan petroleum eter

3. Tidak larut dalam etanol dan metanol dingin

4. Tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum

5. Peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya

6. Mempunyai ciri khas adsorpsi cahaya (Meyer 1966).

Adanya ikatan rangkap menyebabkan karotenoida peka terhadap oksidasi,

dan reaksinya akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya

tembaga, besi, dan mangan (Walfford, 1980). Oksidasi terjadi secara acak pada

ikatan rangkap rantai atom karbonnya. Kepekannya terhadap oksidasi membuat

karotenoida digunakan sebagai antioksidan yang kekuatannya menyamai

tokoferol dan askorbat. Reaksi oksidasi dapat menyebabkan hilangnya warna

karotenoida dalam makanan dan merupakan mekanisme degradasi utama yang

banyak menjadi perhatian (Fennema, 1996).

Karotenoida belum mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu

60oC. Reaksi oksidasi karotenoida berjalan lebih cepat pada suhu yang relatif tinggi terutama jika terdapat prooksidan (Worker, 1957). Karotenoida merupakan

sumber vitamin A yang berasal dari tanaman dalam bentuk α-karoten, -karoten dan -karoten, sedangkan yang berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Senyawa ini sering disebut antixerophtalmia, karena kekurangan senyawa tersebut dapat menimbulkan gejala rabun mata. Senyawa -karoten dalam minyak sawit sebagai provitamin A bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia,

mengurangi peluang terjadinya kanker, mencegah proses menua yang teralu dini,

(27)

H2C

CHC CHC CHCH CCH CHCH CCH

CH3 CH3 CH CH3 CH3

Gambar. β.1. Struktur -karoten

(Fennema, 1996)

Mengkonsumsi -karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi -karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia memiliki kemampuan mengubah sejumlah besar -karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga -karoten disebut provitamin A (Winarno, 1991). Sekitar β5% dari -karoten yang teradsorpsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 75% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15, 15’ -karotenoksigenase (Fennema, 1996).

2.2.1. Metode-Metode Memperoleh Karotenoida

Berbagai metode untuk memperoleh karotenoida telah banyak dilakukan oleh para

peneliti, antara lain :

2.2.1.1. Metode Penyabunan

Proses penyabunan diawali dengan melarutkan minyak sawit kasar dengan

KOH/NaOH. Prinsip dari metode ini adalah memisahkan senyawa karotenoida

yang merupakan senyawa yang tidak tersabunkan dengan senyawa-senyawa yang

dapat disabunkan. Pemisahan selanjutnya adalah dengan mengekstraksi

karotenoida tersebut dengan menggunakan pelarut organik (Parker, 1992). Blaizot

(28)

bertekanan 0,001-0,0001 mmHg, diperoleh karotenoida bercampur dengan residu

dengan yield sebesar 5-6%. Suria (2015) menambahkan CPO kedalam KOH etanolik. Campuran tersebut didiamkan dalam pendingin selama 24 jam (untuk

mengeliminasi lipida dan mengendapkan poliphenol pada fase alkohol).

Campuran yang tersabunkan kemudian ditempatkan pada corong pisah dengan etil

eter dan fase ini dicuci dengan air, lapisan bawah yang terbentuk dibuang.

Campuran tersebut dikeringkan dengan sulfat anhidrat dan dievaporasi hingga

benar-benar kering, diperoleh peningkatan konsentrasi karotenoida sebesar 13%

dari konsentrasi awal 507 ppm.

2.2.1.2. Metode Ekstraksi Pelarut

Teknologi ekstraksi telah banyak dikembangkan untuk memperoleh karotenoida.

Ektraksi pelarut merupakan suatu proses transfer massa antara minyak sawit

dengan suatu pelarut yang sesuai, yang memiliki afinitas dan selektifitas yang

baik terhadap karotenoida (Othman, 2010). Ekstraksi pelarut pada kondisi normal

banyak menggunakan n-heksana sebagai pelarut untuk mengekstraksi karotenoida

dari minyak mentah sawit, akan tetapi n-heksana berpotensi mengakibatkan

kebakaran, berbahaya terhadap kesehatan dan lingkungan (Choo, et al., 1996). Kekurangan penggunaan pelarut n-heksana tersebut menyebabkan banyak usaha

untuk mengekstraksi karotenoid dari minyak sawit yang lebih aman, salah satunya

ialah ektraksi cair superkritis (SFE). Aplikasi ekstraksi cair superkritis adalah

dengan menggunakan karbondioksida superkritis (SC-CO2) sebagai pelarut, jika dibandingkan dengan pelarut n-heksana atau aseton, karbondioksida lebih bersifat

inert, tidak beracun, tidak menimbulkan ledakan, tidak meninggalkan residu pada

produk (Watkins et al., 1994).

Ekstraksi karotenoida dari minyak sawit mentah dengan pelarut

karbondioksida superkritis (SC-CO2) telah dilakukan oleh (Wei et al., 2005). Proses ektraksi dilakukan dengan memasukkan CPO kedalam wadah ekstraksi

(29)

Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan, suhu, laju alir, dan ukuran sampel.

Dibagian luar wadah dirangkai saringan untuk mencegah kotoran terbawa.

Ekstrak yang dihasilkan dikumpulkan pada suatu wadah yang ditutup dengan

alumunium foil, disimpan dalam ruangan gelap dengan suhu -10oC untuk mencegah degradasi oleh panas, udara dan cahaya. Hasil yang diperoleh

menunjukkan kelarutan karotenoida dalam minyak sawit mentah terhadap

karbondioksida superkritis (SC-CO2) rendah yaitu antara 1,31 x 10-4 sampai 1,58 x 10-3 gkg-1 karbondioksida, pada kondisi suhu 40-80oC dan tekanan 14-30Mpa,

recovery karotenoida yang diperoleh sebesar 80-90%.

2.2.1.3. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses penyerapan molekul-molekul cair atau gas pada

permukaan zat padat atau cair yang terjadi karena adanya interaksi gaya

tarik-menarik antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi dengan molekul-molekul zat

yang mengadsorpsi yang terjadi hanya pada permukaan adsorben (Sulaiman, H.

1997). Bahan yang dipakai untuk melakukan proses adsorpsi dinamakan

adsorben, sedangkan bahan yang dijerap disebut adsorbat (Kumar, K. et al., 2004). Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempunyai porositas tinggi

untuk menempatkan adsorbat pada dinding pori. Dalam proses penjerapan,

permukaan adsorben yang sifatnya polar akan mengikat molekul yang sifatnya

polar dan permukaan adsorben nonpolar akan mengikat molekul yang sifatnya

nonpolar (Sunarno, 2000)

Adsorpsi pada fase padat diklasifikasikan kedalam adsorpsi kimia

(kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (Fisisorpsi). Dalam adsorpsi kimia, reaksi kimia

terjadi pada permukaan padatan dan gas tertahan pada permukaan padatan yang

relatif merupakan ikatan kimia yang kuat. Dalam adsorpsi fisika, molekul gas

tertahan pada permukaan padatan yang relatif lemah karena terjadi ikatan

(30)

Gaya Van der Waals merupakan salah satu jenis interaksi elektrostatis

yang kekuatan ikatannya sangat lemah dibandingkan ikatan kimia lainnya seperti

ikatan ionik, kovalen, kovalen koordinasi, dan ikatan logam. Berdasarkan

kepolaran molekul, ada tiga tipe gaya Van der Waals yang ditemukan oleh

ilmuwan sains yang berbeda-beda dimana tipe ini diberi nama sesuai dengan

nama penemunya, yaitu:

2.2.1.3.1. Gaya Keesom

Interaksi ini terjadi antara sesama molekul kovalen polar yang memiliki momen

dipol permanen. Momen dipol permanen ini terjadi karena adanya perbedaan

sebaran densitas elektron yang tidak merata pada semua bagian atom-atomnya

dimana elektron akan lebih banyak berkumpul pada atom yang lebih

elektronegatif dibandingkan atom lainnya. Ketika molekul-molekul polar ini

berdekatan satu dengan yang lainnya, maka kutub positif dari satu molekul akan

berikatan dengan kutub negatif molekul lain. Interaksi ini merupakan interaksi

yang lebih kuat diantara keempat tipe gaya Van der Waals.

Contoh: H3N----HCl

N

H H Cl

Atom N yang lebih elektronegatif akan cenderung menarik elektron ke arahnya

sehingga densitas elektron pada N lebih tinggi daripada H. Demikian juga pada

HCl, densitas elektron pada Cl lebih tinggi daripada H. Gaya intermolekul ini

terjadi antara atom N dari molekul NH3 dengan atom H dari molekul HCl.

2.2.1.3.2. Gaya Debye

Interaksi ini terjadi antara molekul kovalen polar dan molekul kovalen nonpolar.

Ketika molekul nonpolar berdekatan dengan molekul polar, maka kutub positif

dari molekul polar berinteraksi dengan elektron pada molekul nonpolar sehingga

(31)

Contoh: OH2---O2

Interaksi ini terjadi antara sesama molekul kovalen nonpolar. Ketika sesama

molekul kovalen nonpolar saling berdekatan maka, masing-masing molekul

tersebut cenderung mengalami self-polarised membentuk dipol terinduksi akibat adanya osilasi awan-awan elektron yang akan menyebabkan densitas elektron

pada satu atom lebih besar daripada atom lainnya sehingga molekul tersebut

menjadi sedikit polar. Contohnya adalah interaksi N2, O2 . Interaksi ini merupakan interaksi yang paling lemah diantara gaya Van der Waals (Madan, R.D. 2003).

2.2.1.4. Adsorpsi Menggunakan Polimer Sebagai Adsorben

Baharin (1998) telah mengadsorpsi karotenoida dari CPO dengan proses

kromatografi kolom menggunakan adsorben suatu resin berpori, yaitu kopolimer

stirena-divinil benzene. Proses tersebut dilakukan dengan menempatkan adsorben

yang telah dicuci dengan alkohol kedalam kolom, kondisi kolom dijaga pada suhu

40-60oC. CPO dilarutkan dalam 400 ml isopropil alkohol (IPA) atau etanol kemudian dimasukkan kedalam kolom, dan larutan CPO dalam IPA atau etanol

ditampung, setelah itu kedalam kolom ditambahkan n-heksana sebanyak 300 ml,

larutan CPO dalam n-heksana ditampung. Pelarut dari kedua larutan tersebut

diuapkan dengan rotary-evaporator kemudian ditimbang padatan yang diperoleh.

Karotenoida yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer, dan

(32)

HP-Karlina (2012) menggunakan adsorben polimer yaitu kalsium polistirena

sulfonat untuk mengadsorpsi karotenoida dari metil ester kasar. Kadar karotenoida

dalam metil ester kasar sebesar 601 ppm. Proses adsorpsi dilakukan dengan

mencampurkan metil ester kedalam etanol kemudian karotenoidanya diadsorpsi

dengan adsorben kalsium polistirena sulfonat, sambil diaduk untuk

menyempurnakan penyerapan, kemudian adsorben yang mengandung karotenoida

dipisahkan dari campuran metil ester dengan sentrifugasi. Karotenoida yang

terserap dalam adsorben kemudian didesorpsi dengan pelarut n-heksana, dan

setelah pelarutnya diuapkan diperoleh karotenoida dengan konsentrasi sebesar

116.000 ppm, telah terjadi pemekatan sebanyak 193 kali.

Lois (2014) mengadsorpsi tokoferol dan tokotrienol dari metil ester

minyak kemiri, dengan menggunakan 2 jenis adsorben, yaitu garam Ca dari

polistirena sulfonat ( derajat sulfonasi >30%, larut dalam air) dan garam Ca dari

polistirena sulfonat ( derajat sulfonasi <30%, larut dalam kloroform). Hasil

adsorpsi tertinggi dihasilkan dengan menggunakan adsorben berderajat sulfonasi

>30% terhadap tokotrienol yaitu sebesar 100%, hasil desorpsinya sebesar 1,1%,

sedangkan hasil desorpsi tertinggi diperoleh dengan menggunakan adsorben

berderajat sulfonasi <30% terhadap tokoferol yaitu sebesar 2,3%, hasil

adsorpsinya sebesar 99,1%.

Garam M-PSS (M= Na, Mg, Ca, Sr dan Ba; PSS = Polistirena Sulfonat )

juga telah digunakan Justaman (2014) untuk mengadsorpsi karotenoida dari CPO,

polistirena sulfonat yang digunakan berderajat sulfonasi 9,1%. Proses penyerapan

dilakukan dengan mencampurkan CPO dalam etanol kemudian ditambahkan

adsorben, dilakukan pengocokan untuk menyempurnakan penyerapan

karotenoida, kemudian adsorben yang mengandung karotenoida dipisahkan dari

larutan CPO dengan sentrifugasi. Karotenoida yang terserap pada adsorben

kemudian didesorpsi dengan pelarut n-heksana. Hasil tertinggi yang diperoleh

terlihat pada proses desorpsi dengan menggunakan garam Ca-PSS yaitu sebesar

84,53%, hasil adsorpsinya sebesar 75,78%.

(33)

2.3. Ikatan Hidrokarbon Tak Jenuh Dengan Orbital σ Logam

Hidrokarbon tak jenuh seperti alkena mengandung satu atau lebih ikatan rangkap

karbon-karbon. Alkena yang paling sederhana adalah etena dengan rumus C2H4. Ikatan rangkap terkonjungasi adalah ikatan rangkap yang dipisahkan oleh

masing-masing satu ikatan tunggal. Adanya ikatan rangkap terkonjungasi dalam satu

molekul akan memberikan sifat fisik dan kimia yang khusus. Banyak molekul

yang mengandung sistem ikatan rangkap terkonjungasi mengadsorpsi panjang

gelombang spesifik dari sinar tampak (Stoker, H.S, 1991).

Alkena sederhana adalah ligan dihapto yang dapat mendonasikan densitas

elektron dari orbital π yang terisi ke orbital σ kosong dari logam (Gambar β.β. a ) dan selanjutnya orbital π* dari ligan akan menerima densitas elektron dari orbital d logam yang terisi (Gambar 2.2. b ). Penjelasan ikatan logam-alkena karena donasi densitas elektron dari orbital π alkena ke orbital σ kosong logam dan secara bersamaan terjadi penerimaan densitas elektron oleh orbital π* alkena yang kosong

dari orbital d logam yang terisi tersebut dikenal dengan model

Dewar-Chatt-Duncanson (DCD). Aliran desitas elektron dari orbital d logam yang terisi ke

(34)

orbital π ligan alkena ke orbital σ kosong logam, (b) Backdonation

densitas elektron dari orbital d logam yang terisi ke orbital π* alkena yang kosong.

Dalam hal logam nontransisi seperti kalsium, yang terjadi hanya donasi

densitas elektron dari orbital π alkena ke orbital σ kosong logam kalsium seperti

terlihat pada Gambar 2.3 berikut.

(35)

2.4. Reaksi Sulfonasi

Sulfonasi merupakan reaksi substitusi untuk memasukkan gugus –SO3H kedalam molekul organik melalui ikatan kimia pada atom karbon, sangat jarang pada atom

nitrogen. Reaksi sulfonasi ini adalah reaksi elektrofilik, sehingga sangat

bergantung pada jenis gugus yang terikat pada cincin aromatis. Agen pensulfonasi

yang umumnya digunakan adalah H2SO4 dan SO3. Pada umumnya, reaksi sulfonasi ini digunakan untuk memodifikasi ahan polimer yang memiliki cincin

aromatis sebagai rantai utamanya. Sulfonasi polimer aromatic merupakan reaksi

yang sangat kompleks karena reversibilitasnya (Pinto, B.P., dkk, 2006).

Sulfonasi terhadap senyawa aromatis seperti benzena dengan asam sulfat

berasap (H2SO4) menghasilkan asam benzensulfonat dapat dilihat pada Gambar berikut.

SO3 H2SO4 40 Co

SO3

H

SO3H

asam benzenasulfonat 50%

Gambar. 2.4. Reaksi pembuatan asam benzenasulfonat

Reaksi sulfonasi ini bersifat mudah balik (reversible) dan menunjukkan efek isotop kinetik yang sedang, dimana ion benzenonium sebagai zat antara

dalam reaksi dapat kembali ke benzena atau terus ke asam benzenasulfonat

dengan hamper sama mudahnya. Gugus asam sulfonat mudah digantikan oleh

aneka ragam gugus lain. Oleh karena itu, pada reaksi sulfonasi, asam arilsulfonat

merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis (Fessenden dan Fessenden,

(36)

2.5. Polistirena Sulfonat

Polistirena sulfonat merupakan turunan dari polistirena yang dibuat melalui reaksi

sulfonasi polistirena dengan suatu agen pensulfonasi, baik dengan reaksi homogen

maupun heterogen. Agen pensulfonasi yang sering digunakan adalah H2SO4 pekat, SO3, campuran trietil fosfat dan SO3, serta larutan asetil sulfat dalam dikloroetana (Martins et al. 2003). Adapun reaksi polistirena dengan agen pensulfonasi asetil sulfat adalah sebagai berikut.

+

Gambar 2.5. Reaksi sulfonasi polistirena dengan agen pensulfonasi asetilsulfat

Kelarutan dari polistirena sulfonat tergantung pada derajat sulfonasi dan

jenis pelarutnya. Asam polistirena sulfonat dengan derajat sulfonasi diatas 30 %

bersifat larut dalam air sedangkan, asam polistirena sulfonat dengan derajat

sulfonasi di bawah 30 % bersifat larut dalam pelarut organik, misalnya kloroform

(37)

2.6. Kalsium Polistirena Sulfonat

Polistirena disulfonasi dengan asetil sulfat yang dibuat dari asetat

anhidrida dan asam sulfat pekat dalam pelarut kloroform, akan menghasilkan

asam polistirena sulfonat. Asam polistirena sulfonat yang dihasilkan ada dua jenis

yaitu, asam polistirena sulfonat yang larut dalam air dan asam polistirena sulfonat

yang tidak larut dalam air namun larut dalam kloroform. Asam polistirena

sulfonat yang larut dalam kloroform kemudian ditambahkan dengan NaOH

hingga pH=7 menghasilkan garam natrium polistirena sulfonat. Adanya

kemungkinan asam sulfat yang tersisa dan asam asetat sebagai hasil samping,

menyebabkan terbentuknya garam Na2SO4 dan CH3COONa. Na2SO4 dan CH3COONa ini akan dipisahkan dengan penambahan etanol, karena kedua garam ini lebih larut dalam etanol sehingga natrium polistirena sulfonat yang diperoleh

lebih murni. Natrium polistirena sulfonat yang diperoleh selanjutnya dilarutkan

kembali dalam kloroform lalu ditambahkan dengan CaCl2 sehingga menghasilkan kalsium polistirena sulfonat.

(38)

2.7. Desorpsi

Desorpsi adalah proses pelepasan molekul-molekul adsorbat dari permukaan

adsorben. Desorpsi dapat terjadi karena interaksi antara molekul adsorbat dengan

adsorben relatif lebih lemah sehingga dapat lebih mudah dilepaskan dari

permukaan adsorben

Untuk memperlemah interaksi antara adsorben dengan adsorbat dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : (Sulaiman, A.H. 1997)

1. Menaikkan temperatur

Proses desorpsi membutuhkan energi panas (endotermik). Dengan

menaikkan temperatur sistem maka, interaksi molekul adsorbat dengan

adsorben akan menjadi lebih lemah sehingga molekul adsorbat menjadi

lebih mudah dilepaskan dari permukaan adsorben.

2. Menambahkan zat-zat kimia/pelarut

Dalam hal ini, molekul adsorbat yang teradsorpsi akan didesorpsi dengan

menambahkan zat-zat kimia (pelarut) yang sifatnya lebih kuat berinteraksi

dengan molekul adsorbat daripada interaksi antara adsorben dengan molekul

adsorbat.

Dalam penelitian ini, karotenoida yang teradsorpsi oleh kalsium

polistirena sulfonat akan didesorpsi dengan menambahkan pelarut etanol kering

secara berulang sebanyak empat kali sehingga dapat memutuskan ikatan antara

(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

- Spektrofotometer Fourier Transform-Infra Red (FTIR) PerkinElmer

- Spektrofotometer Ultra Violet-Visible (UV-Vis) Cary 50 Conc

3.2. Bahan-bahan

- Polistirena Sigma Aldrich

- CHCl 3 p.a.Merck

- Asetat anhidrida p.a. Merck

- H2SO4pekat p.a. Merck

- N2(g) PT. Aneka Gas

- NaOH p.a. Merck

- Etanol p.a.Merck

- CaCl2(s) p.a. Merck

- n-heksana p.a.Merck

- CPO (Crude Palm Oil) PT. Smart Tbk

- HNO3 65% p.a. Merck

- EDTA 0,5 N p.a. Merck

- EBT 1% p.a. Merck

(40)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat

Kedalam labu leher tiga dimasukkan 60 ml asetat anhidrida (0,6345 mol) dan 60

ml kloroform, lalu didinginkan pada air es (ice bath). Kemudian diteteskan 35 ml H2SO4pekat ( 0,6345 mol ) kedalamnya sambil diaduk selama 1 jam pada suhu dingin (ice bath). Reaksi dibuat dalam suasana gas N2. Larutan asetil sulfat (0,6345 mol) yang dihasilkan diteteskan kedalam labu leher tiga yang telah berisi

larutan polistirena dalam kloroform (60 g/275 ml ; 0,5769 mol) dan dibuat dalam

suasana gas N2. Campuran tersebut kemudian diaduk dan direfluks selama 3 jam menghasilkan larutan coklat keruh, kemudian didinginkan sampai suhu kamar dan

ditambahkan dengan akuades hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas menjadi

larutan bening, sedangkan lapisan bawah menjadi lapisan keruh (koloid).

Kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan memakai corong pisah. Lapisan atas

diduga asam polistirena sulfonat yang larut dalam air, sedangkan lapisan bawah

diduga asam polistirena sulfonat yang kurang larut dalam air, namun larut dalam

kloroform.

Lapisan bawah yang diduga asam polistirena sulfonat yang larut dalam

kloroform kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH 30% hingga pH = 7 sambil

diaduk. Larutan netral ini diuapkan pelarutnya hingga terbentuk padatan putih

yang merupakan campuran natrium polistirena sulfonat dan Na2SO4. Kedalam campuran padatan ini ditambahkan etanol (150 ml) untuk memisahkan Na2SO4 dari natrium polistirena sulfonat, dimana yang larut dalam etanol adalah Na2SO4 sedangkan yang tidak larut dalam etanol adalah natrium polistirena sulfonat,

kemudian natrium polistirena sulfonat ini disaring dan dikeringkan, diperoleh

natrium polistirena sulfonat (58,22 g). Selanjutnya padatan natrium polistirena

sulfonat (0,2825 mol) ini dilarutkan dalam kloroform, kemudian ditetesi dengan

larutan CaCl2 30% (0,1412 mol) sampai terbentuk endapan putih kalsium polistirena sulfonat. Endapan putih ini disaring, dicuci dengan etanol, dikeringkan

dan ditimbang (57,30 g). Selanjutnya padatan ini dianalisa gugus fungsi dengan

(41)

3.3.2. Adsorpsi Karotenoida dari CPO Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat

3.3.2.1. Pengaruh Jumlah Kalsium Polistirena Sulfonat sebagai Adsorben

Kedalam sebuah labu alas bulat dimasukkan CPO (2g), n-heksana (15 ml) dan

adsorben kalsium polistirena sulfonat (0,5 g). Campuran diaduk selama 40 menit,

lalu adsorben yang telah mengadsorpsi karotenoida dipisahkan dari larutannya

dalam sebuah kolom kromatografi dengan kondisi suhu <0oC. Karotenoida dan ALB yang teradsorpsi pada adsorben didesorpsi menggunakan etanol, lalu ditentukan kadar karotenoidanya (dalam bentuk -karoten) dan kadar ALBnya. Demikian juga ditentukan kadar karotenoida dan ALB yang terdapat dalam

larutan hasil pemisahan tadi.

Selanjutnya dilakukan hal yang sama dengan menggunakan jumlah adsorben

masing-masing 1 g dan 1,5 g, sedangkan jumlah CPO dan n-heksana tetap.

3.3.2.2. Pengaruh Volume n-heksana

Kedalam sebuah labu alas bulat dimasukkan CPO (2g), n-heksana (5 ml) dan

adsorben kalsium polistirena sulfonat (1g). Campuran diaduk selama 40 menit,

lalu adsorben yang telah mengadsorpsi karotenoida dipisahkan dari larutannya

dalam sebuah kolom kromatografi dengan kondisi suhu <0oC. Karotenoida dan ALB yang teradsorpsi pada adsorben didesorpsi menggunakan etanol, lalu ditentukan kadar karotenoidanya (dalam bentuk -karoten) dan kadar ALBnya. Demikian juga ditentukan kadar karotenoida dan ALB yang terdapat dalam

larutan hasil pemisahan tadi. Selanjutnya dilakukan hal yang sama dengan

menggunakan volume n-heksana yang berbeda yaitu masing-masing 10 ml dan 20

(42)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

H2SO4(p)

Asetat anhidrid /CHCl3

Asetilsulfat

Polistirena/CHCl3

Polistirena sulfonat

+ H2O

larutan polistirena sulfonat fraksi kloroform larutan polistirena sulfonat fraksi air

+NaOH 30%

Natrium polistirena sulfonat

+ CaCl2 30%

Kalsium polistirena sulfonat

(43)

3.4.2. Adsorpsi Karotenoida dari CPO Menggunakan Kalsium Polistirena Sulfonat

CPO n-heksana Kalsium polistirena sulfonat

Campuran

Kromatografi Kolom

Fase larutan n-heksana adsorben

Etanol

Penguapan pelarut Fase etanol fase adsorben keringkan keringkan

(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Kalsium Polistirena Sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat dibuat melalui beberapa tahapan reaksi sebagai

berikut :

4.1.1. Sulfonasi Polistirena dengan Asetilsulfat sebagai Agen Pensulfonasi (sulfonating agent)

Proses sulfonasi sejauh ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu sulfonasi

menggunakan oleum, asetilsulfat atau klorosulfonat (Pinto, B.P., dkk, 2006).

Dalam penelitian ini polistirena disulfonasi dengan asetilsulfat yang dibuat dari

asetat anhidrida dan asam sulfat pekat dalam pelarut kloroform, menghasilkan

asam polistirena sulfonat dengan reaksi seperti pada Gambar 4.1 berikut.

polistirena asetil sulfat

n

CH2CH

asam polistirena sulfonat yang larut kloroform ( derajat suflonasi 25%) yang larut air ( derajat sulfonasi 33%) CH3COOH

Gambar 4.1. Reaksi pembentukan asam polistirena sulfonat

Asam polistirena sulfonat yang dihasilkan ada dua jenis yaitu, asam

(45)

derajat sulfonasi >30% ( Gambar 4.1. a ) dan asam polistirena sulfonat yang kurang larut dalam air namun larut dalam kloroform yaitu asam polistirena

sulfonat dengan derajat sulfonasi <30% (Gambar 4.1. b ). Menurut Kucera dan Jancar (1996), asam polistirena sulfonat yang memiliki derajat sulfonasi diatas

30% bersifat larut dalam air, sedangkan asam polistirena sulfonat yang memiliki

derajat sulfonasi dibawah 30% bersifat kurang larut dalam air, namun larut dalam

pelarut organik seperti kloroform. Dalam penelitian ini digunakan asam

polistirena sulfonat yang larut dalam kloroform dengan derajat sulfonasi 27%.

Derajat sulfonasi ditentukan berdasarkan jumlah logam Ca dalam kalsium

polistirena sulfonat, derajat sulfonasi tidak dapat langsung ditentukan karena

kemungkinan masih mengandung sisa asam sulfat dan asam asetat. Penambahan

langsung dengan CaCl2 akan memungkinkan terbentuknya CaSO4 yang sulit dipisahkan, sehingga dilakukan terlebih dahulu melalui penambahan NaOH.

4..1.2. Reaksi Asam Polistirena Sulfonat dengan Larutan NaOH Menghasilkan Natrium Polistirena Sulfonat

Adanya kemungkinan asam sulfat dan asam asetat, menyebabkan terbentuknya

garam Na2SO4 dan CH3COONa (Gambar 4.2.). Kedua garam ini lebih larut dalam etanol daripada natrium polistirena sulfonat, sehingga dengan penambahan etanol,

natrium polistirena sulfonat dapat dipisahkan dari garam Na2SO4 dan

(46)

4.1.3. Reaksi Natrium Polistirena Sulfonat dengan Larutan CaCl2

Menghasilkan Kalsium Polistirena Sulfonat

Natrium polistirena sulfonat yang diperoleh selanjutnya ditambahkan dengan

larutan CaCl2 30% menghasilkan kalsium polistirena sulfonat. Reaksinya dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.

natrium polistirena sulfonat

Gambar 4.3. Reaksi natrium polistirena sulfonat dengan larutan CaCl2 menghasilkan kalsium polistirena sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat yang diperoleh tidak larut dalam air dan pelarut

organik seperti metanol, etanol, kloroform, diklorometana maupun n-heksana.

Kadar logam Ca pada kalsium polistirena sulfonat diukur dengan titrasi

kompleksometri, adalah sebesar 6,74%. Derajat sulfonasi kalsium polistirena

(47)

Spektrum FT-IR dari kalsium polistirena sulfonat yang diperoleh dapat

dilihat pada Gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4. Spektrum FTIR kalsium polistirena sulfonat (KBr pellet)

Spektrum FT-IR polistirena sebagai bahan awal dapat dilihat pada Gambar

4.5 berikut.

Gambar 4.5. Spektrum FT-IR polistirena Sigma Aldrich

Adanya pita serapan pada panjang gelombang 1107,32 cm-1 menunjukkan υS=O dan pada panjang gelombang 666,33cm-1 menunjukan υS-O yang merupakan

υC=C

υS=O

υS-O

(48)

merupakan ikatan regangan υC=C aromatis. Adanya puncak pada panjang gelombang 3388,02 cm-1 kemungkinan dikarenakan adanya kandungan air dari KBr pellet (Silverstein,R.M., 1963). Jika dibandingkan dengan spektrum FT-IR

polistirena sebagai bahan awal pada gambar 4.5 diatas menunjukkan adanya υC=C pada bilangan gelombang 1400-1600 cm-1sedangkan υ S-O danυ S=O tidak terlihat. Munculnya puncak-puncak baru yang terlihat pada spektrum FTIR kalsium

polistirena sulfonat Gambar 4.4 tersebut menunjukkan bahwa reaksi sulfonasi

politirena yang diikuti dengan penggaraman dengan CaCl2 membentuk kalsium polistirena sulfonat telah terjadi.

4.2. Adsorpsi Karotenoida dari CPO Menggunakan Adsorben Kalsium Polistirena Sulfonat

Kalsium polistirena sulfonat yang diperoleh digunakan sebagai adsorben untuk

mengadsorpsi karotenoida dari CPO. Kandungan karotenoida awal dalam CPO

yang digunakan adalah 455 ppm dengan kadar asam lemak bebasnya 4,52 %.

Karotenoida merupakan senyawa yang memiliki ikatan rangkap

konjungasi dan rantai hidrokarbon panjang. Rantai hidrokarbon yang panjang

pada karotenoida ini dapat berinteraksi degan gugus nonpolar dari kalsium

polistirena sulfonat, sedangkan ikatan rangkap konjungasi pada karotenoida dapat

berinteraksi dengan gugus polar, yaitu logam kalsium, dari kalsium polistirena

sulfonat, melalui donasi densitas elektron dari orbital π pada karotenoida yang

terisi ke orbital d kosong pada logam kalsium, yang dikenal dengan konsep Dewar

Chatt Duncanson (DCD) (Shriver et al. 1999).

Pada penelitian ini, untuk mengetahui efektifitas adsorben dalam mengikat

karotenoida dan melepaskannya setelah didesorpsi dengan etanol, maka dilakukan

(49)

4.2.1. Pengaruh Variasi Jumlah Adsorben

Jumlah kalsium polistirena sulfonat yang digunakan untuk mengadsorpsi

karotenoida dari CPO bervariasi, yaitu 0,5 g ; 1,0 g dan 1,5 g, sedangkan CPO dan

n-heksana yang digunakan adalah tetap yaitu masing-masing sebanyak 2 g dan 15

ml. Hasilnya adalah sebagai berikut, untuk 0,5 g kalsium polistirena sulfonat

dapat menyerap karotenoida sebesar 359,26 ppm dengan kandungan ALB sebesar

4,12%. Karotenoida yang teradsorpsi kemudian didesorpsi dengan menggunakan

pelarut etanol dan hasil yang diperoleh sebesar 489,55 ppm dengan kandungan

ALB sebesar 3,58%. Untuk 1 g kalsium polistirena sulfonat dapat menyerap

karotenoida sebesar 412 ppm dengan kandungan ALB sebesar 4,07%.

Karotenoida yang terserap kemudian didesorpsi dengan menggunakan pelarut

etanol dan hasil yang diperoleh sebesar 608,65 ppm dengan kandungan ALB

sebesar 3,77%. Sedangkan untuk 1,5 g kalsium polistirena sulfonat dapat

menyerap karotenoid a sebesar 434.82 ppm dengan kandungan ALB sebesar

3,97%. Karotenoida yang terserap kemudian didesorpsi dengan menggunakan

pelarut etanol dan hasil yang diperoleh sebesar 626,28 ppm dengan kandungan

ALB sebesar 4,01%.

Adapun jumlah karotenoida yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena sulfonat

serta yang terdesorpsi dari adsorben tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Jumlah karotenoida yang teradsorpsi dan terdesorpsi dengan variasi

jumlah adsorben yang ditambahkan

(50)

Penyerapan karotenoida dari CPO oleh kalsium polistirena sulfonat

dipengaruhi oleh jumlah adsorben yang digunakan, semakin banyak jumlah

adsorben maka interaksi yang terjadi antara adsorben dengan karotenoida akan

semakin besar.

Gambar 4.6. Grafik peningkatan konsentrasi karotenoida

Terlihat pada Gambar 4.6 terjadi peningkatan konsentrasi karotenoida

yang teradsorpsi, namun penambahan jumlah adsorben tidak berbanding lurus

dengan kemampuan adsorben untuk mengikat karotenoida, terlihat peningkatan

konsentrasi yang terjadi tidak terlalu besar, dapat dipahami bahwa penambahan

jumlah adsorben kurang efektif. Pada proses desorpsi, konsentrasi karotenoida

yang diperoleh semakin besar, hal tersebut menunjukkan interaksi logam kalsium

dari adsorben terhadap karotenoida cukup besar.

4.2.2. Pengaruh Variasi Volume n-heksana

Volume n-heksana yang digunakan untuk proses adsorpsi karotenoida bervariasi,

yaitu 5 ml; 10 ml dan 20 ml, sedangkan jumlah CPO dan adsorben yang

digunakan adalah tetap yaitu masing-masing sebanyak 2 g dan 1 g. Hasilnya

adalah sebagai berikut, untuk penambahan 5 ml n-heksana, karotenoida yang

teradsorpsi oleh adsorben adalah sebesar 443,67 ppm dengan kandungan ALB

sebesar 3,89%. Karotenoida yang teradsorpsi kemudian didesorpsi dengan

(51)

kandungan ALB sebesar 4,05%. Untuk penambahan 10 ml n-heksana, karotenoida

yang teradsorpsi oleh adsorben adalah sebesar 430,86 ppm dengan kandungan

ALB 4,01%. Karotenoida yang teradsorpsi kemudian didesorpsi dengan

menggunakan pelarut etanol dan hasil yang diperoleh sebesar 571,53 ppm dengan

kandungan ALB sebesar 3,96%. Sedangkan untuk penambahan 20 ml n-heksana,

karotenoida yang teradsorpsi oleh adsorben adalah sebesar 400,25 ppm dengan

kandungan ALB 4,13%. Karotenoida yang teradsorpsi kemudian diadsorpsi

dengan mneggunakan etanol dan hasil yang diperoleh sebesar 611,26 ppm dengan

kandungan ALB sebesar 3,68%.

Adapun jumlah karotenoida yang teradsorpsi oleh kalsium polistirena

sulfonat pada variasi volume n-heksana serta yang terdesorpsi dari adsorben

tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Jumlah karotenoida yang teradsorpsi dan terdesorpsi dengan variasi

volume n-heksana yang ditambahkan

karotenoida yang teradsorpsi karotenoida yang terdesorpsi Karotenoida

polistirena sulfonat dipengaruhi oleh volume heksana, semakin banyak

n-heksana yang digunakan, karotenoida yang teradsorpsi semakin menurun. Dalam

hal ini, n-heksana sebagai pelarut nonpolar mengalami kompetisi dengan

adsorben, semakin banyak n-heksana yang digunakan, semakin besar interaksinya

dengan karotenoida. Namun pada proses desorpsi karotenoida dari adsorben,

(52)

asam lemak bebas cukup tinggi, sehingga konsentrasi karotenoida yang terikat

pada adsorben lebih besar. Peningkatan kandungan ALB dapat dilihat pada

Gambar 4.7 berikut

Gambar 4.7. Grafik peningkatan kandungan asam lemak bebas 3,98

4,01

4,13

3,9 3,95 4 4,05 4,1 4,15

5 ml 10 ml 20 ml

Volume n-heksana

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kalsium polistirena sulfonat berderajat sulfonasi 27% yang digunakan untuk

mengadsorpsi karotenoida dari minyak sawit mentah (CPO) dipengaruhi oleh

jumlah adsorben. Semakin banyak adsorben kalsium polistirena sulfonat yang

digunakan, jumlah karotenoida yang teradsorpsi juga semakin besar. Hal ini

disebabkan interaksi yang terjadi antara logam kalsium pada adsorben dengan

ikatan konjungasi pada karotenoida lebih besar. Hasil karotenoida yang

paling maksimal adalah adsorpsi sebesar 434,82 ppm (89,98%) dan desorpsi

sebesar 626,28 ppm (90.16%) pada penggunaan jumlah adsorben 1,5 g

dengan 15 ml pelarut n-heksana yang menunjukkan adanya pemekatan

sebesar 1,4 kali dari kadar awal karotenoida. Kenaikan konsentrasi

karotenoida tersebut juga dipengaruhi oleh volume n-heksana yang

digunakan, n-heksana memiliki kemampuan untuk melarutkan asam-asam

lemak, sehingga karotenoida yang tertinggal pada adsorben memiliki

konsentrasi yang lebih tinggi. Kandungan asam lemak bebas tertinggi adalah

4.13% pada penggunaan pelarut n-heksana sebanyak 20 ml dengan 1,0 g

adsorben.

5.2. Saran

Untuk mendapatkan tingkat desorpsi karotenoida dari adsorben yang lebih

tinggi, disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menggunakan pelarut

campuran seperti n-heksana-toluena atau isooktana-toluena, sehingga

diharapkan karotenoida yang teradsorpsi pada adsorben dapat dilepas dengan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.L; Chan, Y.C.; Abd Shukor dan Mashitah, 2010. Adsorption

Chromatography of Carotenes from Extracted Oil of Palm Oil Mill Effluent. ISSN 1812-5654.

Baharin, B. S;Rahman A. K:Karim A; Oyaizu K; Tanaka K;Tanaka Y dan Takagi

S, 1998. Separation of Palm Carotene from Palm Oil by Adsorption Chromatograpy with a Synthetic Polymer Adsorbent. J. Am. Oil Chem. Soc,75.

Blaizot, P. 1956. Method of Obtaining Carotene from Palm Oil. United States Patent Office No. 2,741,644.

Choo, Y.M; A.N. Ma; H.Yahaya; Y. Yamauchi; M. Bounoshita dan M. Saito.

1996.

Separation of Crude Palm Oil Components by Semipreparative Superceitical Fluid Chromatography. JAOCS Vol. 73 No. 4 .

Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Marcel Dekker Inc., New York.

Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1.

Jakarta : Erlangga.

Justaman, K., 2013. Adsorpsi Dan Desorpsi Karotenoida Dari Minyak Sawit

Mentah (Crude Palm Oil/CPO) Menggunakan Adsorben Garam M-Amberlit IR 120 Dan Garam M-Polistiril Sulfonat (M= Na, Mg, Ca, Sr Dan Ba).

(55)

Karlina. β01β. Adsorpsi -karoten dari Bahan yang Mengandung Karotenoida dengan Menggunakan Adsorben Sintetis Kalsium Polistirena Sulfonat.

Skripsi. Medan: FMIPA, USU.

Kucera, F; dan Jancar, J. 1996. Preliminary Study of Polystyrene by Homogeneous and Heterogeneous Reaction. Chem.Papers 50: 224-227.

Kumar, K. V; Sivanesan, S dan Ramamurthi V, 2004. Adsorption of Methylen Blue onto pithophora sp. Anna University.

Latip, R; B.S. Baharin; Y.B.C. Man dan R.A. Rahman. 2000. Evaluation of Different Types of Synthetic Adsorbent for Carotene Extraction From Crude Palm Oil. JAOCS Vol. 77 No.12 : 1277-1282.

Levine, I.R. 2002. Physical Chemistry. Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Company.

Lois, L.P, 2014. Pengaruh Kalsium Dalam Kalsium Polstirena Sulfonat dan

Kalsium Stearat Sebagai Adsorben Untuk Mengadsorpsi dan Mendesorpsi

Tokoferol dan Tokotrienol Dari Metil Ester Minyak Kemiri. Skripsi USU.

Madan, R.D. 2003. Modern Inorganic Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd.

Martins, C.R; G. Ruggeri dan M.A.D. Paoli. 2003. Synthesis in Pilot Scale and Physical Properties of Sulfonated Polystyrene. Vol.14 No.5 : 797-802.

(56)

Muchtadi, T.R, 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit

(Elaeis guineesi, Jacq.) dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Sawit dan Pemanfaatan.

Ong, A.S.H, dan P.L. Boey, 1980. An Improved Method for Extraction of Carotene. British Patent No. 1562794

Othman, N.Z.A; Manan, S.R; Wan Alwi dan M.R. Sarmidi, 2010. Review of Extraction Technology for Carotenoids and Vitamin E Recovery from Palm Oil. ISSN 1812-5654

Parker, 1992. Extraction of Carotenoid from Palm Oil. Cornell University, New York.

Pinto., B.P; L.C.S. Maria dan M.E. Sena. 2006. Sulfonated Poly(Ether Imide) : a Versatile Route to Preapre Functionalized Polymers by Homogenous Sulfonation. El Sevier.

Ranganna, S. 1969. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc.

Graw Hill Publ. Co., Limited, New York.

Ravanello, M.P. 2003. Coordinate expression of multiple bacterial carotenoid genes in canola leading to altered carotenoid production. Metabolic Eng 5.

Shriver, D.E; P.W. Atkins dan C.H. Langford .1999. Inorganic Chemistry. New York : W.H. Freeman and Company.

Stoker, H.S dan E.B.Walker. 1991. Fundamentals Of Chemistry General, Organic, and Biological. Second Edition. AS: Allyn And Bacon.

Gambar

Gambar 1.1. interaksi antara �-karoten dengan kalsium polistirena sulfonat
Tabel 2.1. Jenis-jenis karotenoida dan komposisinya dalam komponen minor
Gambar. β.1. Struktur �-karoten
Gambar 2.2. Interaksi alkena dengan logam : (a) donasi densitas elektron dari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan ini dengan judul “ Pengaruh Jumlah Katalis CaO dalam Proses Sulfonasi pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil (CPO) sebagai Surfaktan “ tepat

Kata Kunci :adsorben, adsorpsi, amberlit, desorpsi, crude palm oil (CPO), karotenoida, M-Am, M-PSS (M: Na, Mg, Ca, Sr dan Ba), polistiril sulfonat, tingkat adsorpsi, tingkat

Hasil Uji kadar karotenoida konsenterat untuk perlakuan berbagai jenis adsorben M-PSS dengan UV-Vis.. Hasil Uji Pori-pori

paling baik untuk mengadsorpsi asam lemak bebas sebesar 2,5 % dan beta karoten sebesar 39,6 % pada CPO dengan kondisi waktu kontak dan massa adsorben

Sedangkan kadar senyawa karotenoid yang diperoleh dari hasil proses adsorpsi dengan menggunakan ke empat jenis adsorben amberlit disajikan pada tabel 3 dan 4.

Interaksi antara tokoferol dan tokotrienol dengan adsorben kalsium stearat atau kalsium polistirena sulfonat: (a) interaksi tokoferol dan tokotrienol dengan gugus nonpolar

Telah dilakukan adsorpsi tokoferol (TP) dan tokotrienol (TT) dari campuran metil ester minyak kemiri menggunakan adsorben kalsium polistirena sulfonat (Ca-PSS) dengan kadar logam

Interaksi antara gugus nonpolar dari adsorben dengan karotenoida yang nonpolar dan interaksi antara gugus polar dari adsorben yaitu logam Ca dengan ikatan rangkap dari