ABSTRACK
THE AUTHORITY OF HALL OF ENABLENESS OF SOCIETY AND COUNTRYSIDE LAMPUNG IN CAPACITIES BUILDINGVILLAGE OFFICIALS IN
LAMPUNG PROVINCE
By :
EKA INDRIANI
Enableness represent the correct strategy in realizing secure and prosperous and self-supporting society management countryside government ideally give the good service to society and can improve the its countryside competitiveness, but its implementation there are various complex problems either from SDM, institute, cultural social life etc.
Problem of this thesis [is] ( 1) How authority of Hall of Enableness of Society and Countryside Lampung in improving capacities of apparatus countryside [in] Lampung Province ( 2) How contribution of Hall of Enableness of Society and Countryside Lampung in improving capacities of apparatus countryside [in] Lampung Province.
internal issue Approach this research is empirical yuridis normatif and yuridis. By taking informan consisted of various side related to function of hall of enableness of society and countryside Lampung in make-up of capacities of apparatus countryside in Lampung Province. Procedure of data collecting done to through the circumstantial interview and documentation which later then through the step select the data, data classification, and systematic way of data and hereinafter analysed descriptively qualitative.
Countryside, Partisipative Planning Development of Countryside Society ( P3Md), Product Compilation Punish The Countryside To and BPD, and Orient the ke-PMDan [of] To Aparatur PMD, 4). Compiling curriculum and module of Training of enableness of countryside society, 5). evaluation And monitoring of after training.
Contribution of Hall of Enableness of Society and Countryside Lampung In Improving Capacities of Aparatur Countryside in Lampung Province to cover; First, Giving Understanding [of] To Apparatus Countryside / sub-district [of] With Reference To Arranging Management of Management of Countryside Governance which is Whether, second, Giving Understanding And Also Administration Management of To Aparatur Countryside, Third Give the Knowledge and Understanding of About P3Md ( Partisipative Planning of Development of Countryside Society
The researcher suggests the: 1). government should more optimal with reference to budget which given to Hall PMD Lampung to remember the the budget factor become the constraint especially facility and matter medium is important because Hall PMD will meet many problem when make program to be executed in rural more than anything else its location cloistered; 2). Hall Better PMD Lampung in the case of participant distribution to join in program training so that more zero in on matter is important because in order to well guaranted absorpsion and understanding of all participant in following training as well as in order not to become without effect.
KEWENANGAN BALAI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA LAMPUNG DALAM PENINGKATAN KAPASITAS
APARATUR DESA DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh : EKA INDRIANI
Pemberdayaan merupakan strategi yang tepat dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Penyelenggaraan Pemerintah Desa idealnya adalah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan mampu meningkatkan daya saing desanya, namun implementasinya terdapat berbagai permasalahan kompleks baik dari SDM, kelembagaan, kehidupan sosial budaya dsb.
Permasalahan dalam tesis ini adalah (1) Bagaimana kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung (2) Bagaimana kontribusi Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Dengan mengambil informan yang terdiri dari berbagai pihak yang berhubungan dengan kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di provinsi Lampung. Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan dokumentasi yang kemudian diolah melalui tahapan seleksi data, klasifikasi data, dan sistematika data dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.
pasca pelatihan. Kontribusi Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung Dalam Meningkatkan Kapasitas Aparatur Desa di Provinsi Lampung meliputi; Pertama, Memberikan Pemahaman Kepada Aparatur Desa/Kelurahan Berkenaan Dengan Tata Kelola Manajemen Pemerintahan Desa yang Baik, Kedua, Memberikan Pemahaman Serta Penyelenggaraan Administrasi Kepada Aparatur Desa, Ketiga Memberikan Pengetahuan dan Pemahaman Tentang P3MD (Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa),
Saran yang dapat disampaikan adalah : 1).Hendaknya pemerintah agar lebih mengoptimalkan berkenaan dengan anggaran yang dikucurkan kepada Balai PMD Lampung mengingat faktor anggaran tersebut menjadi kendala terutama fasilitas dan sarana hal ini penting karena Balai PMD akan menemui banyak masalah ketika melakukan program-program yang akan dilaksanakan; 2). Sebaiknya Pemerintah Daerah agar lebih meningkatkan koordinasi dan menjalin komunikasi yang baik kepada Balai PMD Lampung karena secara tidak langsung Balai PMD Lampung membantu dan mengurangi beban Pemda, apabila hubungan tersebut tidak terjalin baik maka hal tersebut berdampak buruknya pelayanan birokrasi dan menghambat kinerja dari Balai PMD itu sendiri dan juga agar lebih ditingkatkan sarana dan prasarana khususnya berkaitan dengan tenaga pengajar fungsional widyaiswara yang belum ada.
KEWENANGAN BALAI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA LAMPUNG DALAM PENINGKATAN KAPASITAS
APARATUR DESA DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh : EKA INDRIANI
Tesis
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER HUKUM
Pada
Jurusan Sub Program Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada Tanggal 23 Maret 1988, merupakan putri pertama dari tiga bersaudara buah pasangan hati Bapak Drs. Hi Abu Sofian dan Ibu Lismarita, S. Pd, M.M. . Pendidikan yang pernah ditempuh penulis, yaitu
Sekolah Dasar Negeri I Langkapura, selanjutnya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bandar Lampung, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bandar Lampung dan setelah itu penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung Tahun 2006
MOTO
“
Menuntut ilmu adalah taqwa, Menyampaikan ilmu adalah ibadah,
Mengulang-ulang ilmu adalah zikir, Mencari ilmu adalah jihad
(Imam Al-Ghazali)
PERSEMBAHAN
KUPERSEMBAHKAN KARYA KECILKU KEPADA :
Ayah dan Ibu tercinta
( Drs Abu Sofian dan Lismarita, S. Pd, M.M.)
Atas jerih payah dan cinta kasihnya dalam membesarkan dan mendidik anaknya serta doanya yang tulus kepada Allah SWT, untuk keberhasilan
anak-anaknya dalam menggapai cita-cita.
Untuk Suamiku tercinta, Muhammad Assarofi, S.H. dan anakku, M. Azka Kamal Assyami
Terima kasih atas segala cinta, kasih sayang dan pengertian kalian
SANWANCANA
Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah
SWT, Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan Tesis dengan judul “Kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Lampung Dalam Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa Di Provinsi Lampung”.
Penulis menyadari selesainya Tesis ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Khaidir Anwar S.H., M.Hum selaku Ketua Program Pascasarjana
Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan segala bantuan, tenaga, waktu, motivasi dan pikiran untuk menyempurnakan tesis ini.
2. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, bimbingan dan pengarahannya serta dengan sabar
membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, bimbingan dan pengarahannya serta dengan sabar
kesempurnaan tesis ini.
5. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
6. Dosen Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas
Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
7. Untuk Orang Tuaku tercinta, Drs Abu Sofian dan Lismarita, S. Pd, M.M. Terima kasih atas cinta kasih kalian yang telah mendidik dan membimbingku dengan baik.
8. Untuk Suamiku tercinta, Muhammad Assarofi, S.H. dan anakku, M. Azka Kamal Assyami Terima kasih atas segala doa cinta, kasih sayang dan pengertian kalian.
9. Seluruh teman-temanku di Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2010
Semoga Tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa
dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitan ... 8
D. Kerangka Teori dan Konseptual ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Balai Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Lampung ... 25
B. Konsep Kemampuan Aparat Desa ... 30
C. Penyelenggaraan dan Peraturan Mengenai Pemerintahan Desa ... 33
D. Pengertian Aparatur Desa ... 41
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48
B. Pendekatan Masalah ... 48
C. Sumber Data dan Jenis Data ... 49
D. Informan ... 51
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 52
B. Kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung
Dalam Meningkatkan Kapasitas Aparat Desa di Provinsi Lampung ... 61
C. Kontribusi Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung
Dalam Meningkatkan Kapasitas Aparat Desa di Provinsi Lampung ... 99
BAB V PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak 1999 mengandung konsekuensi yang cukup menantang bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah, namun demikian, di
sisi yang lain telah mengandung setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari
sentralistik menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan, sumber daya manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan masih banyak yang lain.
Pada saat pola pemerintahan sentralistik, daerah menerima saja program-program yang telah dirancang dari pusat, akan tetapi, sekarang ini daerah harus melakukan sendiri aktivitas perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Dengan beban
pekerjaan yang semakin banyak tersebut, maka sumber daya manusia harus siap, baik jumlah maupun kualitasnya, sedangkan dalam hal sumber pembiayaan
pembangunan, daerah dituntut untuk mampu membiayai sebagian besar kegiatan pembangunannya, sehingga sekali lagi diperlukan seumber daya manusia yang kreatif yang dapat menghasilkan pemikiran, konsep, dan kebijakan bagi
Lahirnya otonomi daerah dalam era globalisasi, maka pemerintah daerah dituntut
memberikan pelayanan yang lebih prima serta memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat ikut terlibat dalam pembangunan untuk kemajuan daerahnya,
karena masyarakatlah yang lebih tahu apa yang mereka butuhkan serta pembangunan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien, dan dengan
sendirinya masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan tanggung-jawab.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang baru tersebut sebagai wujud pengaturan yang lebih baik lagi bagi desa melihat desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan
dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Atas dasar ketentuan tersebut didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa diatur mengenai pemberdayaan masyrakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan meningkatkan pengetahuan dan sikap,
maka institusi Balai PMD Lampung, merupakan salah satu instansi pemerintah yang diberikan kewenangan, untuk berperan serta membantu Pemda dalam
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dan desa.
Balai PMD Lampung yang berkedudukan di Lampung memiliki 10 wilayah kerja
Bangka Belitung, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Sumatera Barat,
Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Utara; dan Provinsi Aceh. Dari ke sepuluh provinsi sesumatera tersebut Balai Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa menjalankan kewenangannya sebagaimana Balai PMD Provinsi Lampung melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat desa sekaligus
aparatur desanya.
Pemberdayaan merupakan strategi yang tepat untuk menggerakan masyarakat agar memiliki ketahanan dan kemampuan dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri menuju masyarakat yang sejahtera. Upaya penguatan pemberdayaan
masyarakat di daerah, perlu dilakukan secara berkelanjutan karena masyarakat telah menunjukan diri bahwa mereka memiliki kehendak untuk memperbaiki
segi-segi kehidupan ekonomi, sosial dan aspek lainnya sebagaimana dibuktikan dengan sikap kritis dalam merespon setiap gejala dan tindakan aparat pemerintah maupun isu-isu pembangunan.
Kebijakan pemberdayaan masyarakat sebagai pengejawantahan penguatan
otonomi desa secara konsisten ditempatkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung-jawab dalam
rangka pemantapan atau penguatan otonomi daerah akan memberikan dampak langsung, nyata dan bertanggung-jawab dalam rangka pemantapan atau penguatan otonomi daerah akan memberikan dampak langsung terhadap upaya
pemberdayaan masyarakat, dan setiap upaya yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan secara langsung mendukung upaya pemantapan
Pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya memiliki 3 (tiga) makna pokok
yakni:
1) Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui penetapan berbagai kebijakan pemerintah, khususnya dalam aspek kebijakan dan program-program pembangunan agar masyarakat dapat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan;
2) Memberikan wewenang secara proporsional kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri;
3) Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi melalui sistem pendampingan setiap program yang ada di masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat ini juga bukan saja tercakup dari ketiga hal diatas
tersebut akan tetapi secara tidak langsung pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Balai PMD Lampung tersebut membentuk suatu masyarakat yang
mandiri yakni sebuah masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat bisa dilihat dari tingkat kemampuan masyarakat tersebut untuk memenuhi semua kebutuhan dasarnya dengan memampuan mereka sendiri. Kebutuhan dasar yang
dimaksud disini adalah kebutuhan yang paling dasar, yaitu sandang, pangan dan perumahan.
Berangkat dari pemikiran tersebut, dikaitkan dengan kondisi riil sementara Aparat
Desa di Provinsi Lampung sebagai tempat penelitian yang direncanakan ini, menurut pengamatan awal penulis, menunjukan bahwa kemampuan dan kemauan
aparat desa belum menunjukan hasil yang optimal.
Hal ini terbukti dari belum tersedianya informasi atau pencatatan administrasi secara baik dan konsisten sesuai ketentuan, baik administrasi umum, administrasi
Hal itu terjadi karena faktor, antara lain terutama faktor kemampuan sumber daya
aparat desa sebagai penyelenggara yang tidak mumpuni sehingga menghambat pelaksanaan urusan-urusan pemerintahan tersebut.
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan desa yang terpenting adalah
bagaimana pemerintahan desa mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat desa, dan mampu
meningkatkan daya saing desanya. Hal tersebut hanya mungkin terwujud apabila urusan yang menjadi kewenangan desa dapat terlaksana dengan baik.
Kapasitas yang masih rendah merupakan bagian dari permasalahan yang
ditunjukan di lapangan. Diantaranya masih belum optimalnya aspek kelembagaan, sumber daya manusia, maupun manajemen pemerintahan desa.
Sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
menyebutkan:
“Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa”.
Secara tegas pasal diatas tersebut menekankan bahwa seorang kepala de sa
harus mempunyai skill dan kompetensi untuk memimpin dan menyelenggarakan pemerintahan desa. Untuk itulah menyelenggarakan guna meningkatkan fungsi pemerintahan dan pembangunan desa dibutuhkan
kemampuan aparat pemerintah desa yang handal dalam usaha memberikan kepuasan bagi masyarakat melalui pelaksanaan pembangunan desa sesuai tujuan
Peningkatan kemampuan aparatur desa tersebut dilakukan dengan cara
dibentuknya Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung. Menurut Pasal 2 Permendagri Nomor 49 Tahun 2012 Tentang Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Yogya dan Lampung.
“Adapun Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Di Yogyakarta dan Lampung mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pelatihan bagi masyarakat yang meliputi kader pembangunan, perangkat pemerintahan, anggota badan permusyawaratan, pengurus lembaga masyarakat dan para warga masyarakat desa dan kelurahan sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.”
Pemberdayaan aparatur desa tersebut diwujudkan melalui langkah -langkah strategis yang dapat meningkatkan kemampuan apartur desa dalam
memotivasi masyarakat dan kemampuan mengidentifikasi terhadap sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia sebagai proses
pembangunan dalam penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat khsususnya lapisan yang terbawah yang selama ini
termarginalkan.
Adapun strategi-strategi yang dilakukan oleh Balai PMD Provinsi Lampung untuk meningkatkan kapasitas dari aparatur desa dan masyarakat guna
mencapai hal tersebut strategi yang dilakukan mencakup:
1) Menyelenggarakan pelatihan untuk pemerintahan desa;
2) Menyelenggarakan pelatihan kelembagaan masyarakat dalam pembangunan desa;
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tesis dengan judul “Kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung Dalam Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa di Provinsi Lampung”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
a. Bagaimana kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung?
b. Bagaimana kontribusi Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian yang berkenaan dengan hukum Administrasi Negara terutama tentang kewenangan Balai Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung, adapun lokasi penelitian ini mengambil di Kantor Balai
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis bertujuan untuk mengetahui :
a. Untuk menganalisis kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung.
b. Untuk mengetahui kontribusi Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam peningkatan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan penulisan secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan dapat dijadikan sebuah pedoman dan bahan rujukan bagi mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan bagi Pemerintah dalam
melakukan penelitian yang berkaitan dengan kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dalam meningkatkan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung.
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan penulisan ini adalah untuk pengembangan kemampuan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki
untuk dapat mengungkapkan secara obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada serta menambah ilmu
dengan kewenangan Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung
dalam meningkatkan kapasitas aparatur desa di Provinsi Lampung.
D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori
1) Teori Wewenang
Menurut Prajudi Amosudirjo kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis kewenangan adalah kemampuan
bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.1
Kewenangan pemerintah bersifat fakultatif, yaitu peraturan dasarnya menentukan
kapan dan dalam keadaan bagaimana tersebut dapat dipergunakan. untuk mengetahui apakah kewenangan itu bersifat fakultatif atau tidak, tergantung pada
peraturan dasarnya.
Menurut Philipus M Hadjon kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan. Pengorganisasian (organizing)
merupakan penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya sumber daya yang dimilikinya dan lingkungan yang melingkupinya.2
1
Prajudi Admosudirjo, Teori Kewenangan, Rineka Cipta Jakarta, hlm. 86
2
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan desentraliasi mensyaratkan
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama
antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren.
Menurut Pasal 10 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
untuk mengatur mengurus sendiri pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembagian.
Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas, bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang
(competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh
Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan
perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi,
delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD).
Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada
organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat
menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).
J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu
badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada
organ yang berkompeten.
Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ
yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan
Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi,
kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara
besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan menganai kemungkinan delegasi tersebut.
Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) delegasi harus definitif, artinya delegasn tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;
b) delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;
c) delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepagawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;
d) kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;
e) peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.3
Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber
kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi,
delegasi dan mandat.
3
Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang
dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar.4
2) Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dan desa adalah upaya memampukan dan memandirikan masyarakat dalam proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan. Konsepsi ini sesuai dengan dasar pemikiran pemberian otonomi
kepada pemerintah daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dikatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dilakukan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Pemberdayaan memuat konsep pembangunan yang diawali dari kebutuhan masyarakat (bottom-up) yang dalam kajian sehari-hari berorientasi pada masyarakat yang kurang beruntung khususnya dari sudut pandang ekonomis.
Dengan demikian pelaksanaan pembangunan dengan pemberdayaan masyarakat lebih diprioritaskan dan diorientasikan kepada ketertinggalan dan kemiskinan
sebagai suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Berdasarkan hal itu maka pemberdayaan pada hakikatnya mempunyai dua makna spesifik yaitu, pertama: meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat dapat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.
4
Kedua: meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pemberian wewenang
secara proporsional kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.
Dengan demikian bahwa pemberdayaan masyarakat adalah usaha menempuhkan dan memandirikan masyarakat, yang ditandai dengan terwujudnya profil keberdayaan masyarakat yakni melekatnya unsur-unsur yang memungkinkan
masyarakat memiliki daya tahan dan kekuatan/kemampuan membangun diri dan lingkungannya. Maka dari itu aspek-aspek pokok pemberdayaan masyarakat
adalah:
1) Membangun suasana kondusif yaitu adanya iklim atau kondisi yang memungkinkan untuk berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki
masyarakat;
2) Support potensi yaitu memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
melalui pemberian (hibah) input berupa bantuan keuangan kelembagaan dan pembangunan prasarana/sarana yang menjadi kebutuhan masyarakat;
3) Proteksi yaitu melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat (yang lemah) untuk mencegah kompetisi yang tidak seimbang.
Peranan masyarakat dan swasta dalam pembangunan daerah akan semakin besar dan menentukan. Perlu kita sadari tanpa meningkatkan partisipasi masyarakat dan
swasta, otonomi akan kehilangan makna dasarnya, melalui otonomi, pemerintah daerah mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendorong dan memberi
Di samping itu, daerah dapat membangun pusat pertumbuhan daerah, mengingat
daerah lebih akrab dengan masyarakat dan lingkungannya.
Pemberdayaan adalah pemberian wewenang, pendelegasian wewenang, pendelegasian wewenang atau pemberian otonomi kejajaran bawah. Inti dari
pemberdayaan upaya membangitkan segala kemampuan yang ada untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan melalui pertumbuhan motivasi, inisiatif, kreatif, serta
penghargaan dan pengakuan bagi mereka yang berprestasi.5
Otonomi daerah tidak dipandang semata-mata sebagai hak dan wewenang, tetapi lebih merupakan kewajiban dan tanggung-jawab, sehingga bagi daerah dituntut
mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia, kelembagaan ketatalaksanaan, kualitas personal (birokrat), kelayakan organisasi, dan kecanggihan administrasi.
Pemberdayaan masyarakat dan swasta sama pentingnya dengan peningkatan
pengetahuan, perluasan wawasan, dan peningkatan aparatur/birokrat bagi pelaksanaan tugas yang sesuai dengan fungsi dan profesi masing-masing.
Pemberdayaan tersebut, agar daerah semakin mampu dan kemandirian dimaksud adalah mampu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menunjukan ciri sebagai masyarakat membangun.
5
3) Teori Hubungan Pusat dan Daerah
a. Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
Untuk memahami bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah, sebaiknya kita mempelajari Garis-Garis Besar Haluan Negara, mengenai
aparatur pemerintah. Di dalam GBHN Tahun 1978 misalnya, ditegaskan prinsip-prinsip pokok pelaksanaan otonomi daerah sebagai berikut. Dalam rangka
melancarkan pelaksanaan pembangunan yang terbesar di seluruh pelosok negara dan dalam rangka membina kesatuan bangsa
Hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dikembangkan atas dasar keutuhan negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata, dinamis, dan bertanggung-jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan
bersama-sama dengan dekonsentrasi. Prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah itu mengandung intisari yang dapat dipakai sebagai pedoman pelaksanaan otonomi daerah.6
b. Prinsip Otonomi Nyata dan Bertanggung-jawab
Prinsip otonomi yang berarti pemberian otonomi kepada daerah hendaknya berdasarkan pertimbangan, perhitungan tindakan, dan kebijaksanaan yang
benar-benar dapat menjamin bahwa daerah yang bersangkutan nyata-nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Prinsip otonomi yang bertanggung-jawab
berarti bahwa pemberian otonomi daerah itu benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu:
6
1) Lancar dan teraturnya pembangunan di seluruh wilayah negara;
2) Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang telah diberikan;
3) Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa;
4) Terjaminnya keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
5) Terjaminnya pembangunan dan perkembangan daerah.7
c. Tujuan Pemberian Otonomi
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah berorientasi kepada pembangunan,
yaitu pembangunan dalam arti luas, ayng meliputi semua segi kehidupan dan penghidupan. Dengan demikian, otonomi daerah lebih condong merupakan kewajiban daripada hak.
Hal ini berarti bahwa daerah berkewajiban melancarkan jalannya pembangunan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung-jawab sebagai sarana untuk mencapai cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, baik materiil
maupun spritual.8
d. Pengarahan-Pengarahan
Pengarahan-pengarahan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan otonomi
daerah yang nyata dan bertanggung-jawab ialah bahwa:
1)Otonomi daerah harus sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa;
2) Keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan harus terjamin; serta daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan harus terjamin; serta
3) Perkembangan dan pembangunan daerah harus terjamin.9
e. Pemberian Otonomi Kepada Daerah Dilakukan Bersama-sama Dengan Dekonsentrasi.
Asas dekonsentrasi dan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah sama pentingnya. Apakah suatu urusan pemerintahan di daerah akan tetap diselenggarakan oleh perangkat Pemerintah Pusat (atas dasar dekonsentrasi) atau
diserahkan kepada daerah sehingga menjadi urusan otonomi pada daya guna dan hasil guna penyelenggaraan urusan pemerintah itu. Karena negara kita adalah
negara kesatuan, penyelenggaraan pemerintah di daerah dan pelaksanaan usaha-usaha serta kegiatan-kegiatan apapun dalam rangka kenegaraan harus tetap dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.10
4) Pemerintah Desa
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa).
Penyelenggaraan pemerintahan desa adalah seluruh proses kegiatan manajemen pemerintahan dan pembangunan desa berdasarkan kewenangan desa yang ada, meliputi perencanaan, penetapan kebijakan, pelaksanaan, pengorganisasian,
pengawasan, pengendalian, pembiayaan, koordinasi, pelestarian, penyempurnaan,dan pengembangannya (Permendagri Nomor 35 Tahun 2007
tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggung-jawaban Peyelenggaraan Pemerintahan Desa).
10
Dengan batasan definisi tersebut yang dimaksud dengan pemerintahan desa
adalah terdiri dari dua institusi, yakni institusi Pemerintah Desa atau dalam Ilmu Politik disebut Lembaga Eksekutif dan Badan Permusyawaratan Desa yang
dikenal sebagai Lembaga Legislatif. Lembaga eksekutif desa bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan pembangunan di desa dan lembaga legislatif desa
bertanggung jawab terhadap proses penyusunan aturan-aturan desa (legislasi/regulasi) dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan oleh eksekutif desa.
5) Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa
Kapasitas atau kapabilitas adalah sebuah ukuran kemampuan dari seseorang atau institusi dalam menjalankan fungsinya. Peningkatan Kapasitas dapat diartikan
perlunya ditingkatkan standar kemampuan atau diusahakan peningkatan kemampuan karena belum memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Pemerintahan Desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak
disebutkan secara khusus, namun di Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Sehingga apabila kita berbicara peningkatan kapasitas aparatur desa maka kita
bicara pemerintah desa yang menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 Pasal 202 ayat (1) disebutkan : Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa,
dan BPD yang menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 Pasal 209 Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala
desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Pada saat ini, peranan aparatur desa sangat diperlukan guna menunjang segala bentuk kegiatan pembangunan. Berbagai bentuk perubahan sosial yang terencana
dengan nama pembangunan dipekenalkan dan dijalankan melalui Pemerintah Desa. Untuk dapat menjalankan perannya secara efektif dan efesien, Pemerintah Desa perlu terus ditingkatkan kapasitasnya sesuai dengan perkembangan
kemajuan masyarakat desa dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa karena adanya gerakan
pembangunan desa perlu diimbangi pula dengan peningkatan kapasitas aparatur desa. Sehingga, desa dan masyarakatnya tidak hanya sebatas sebagai objek pembangunan, tetapi dapat memposisikan diri sebagai salah satu pelaku
pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan wawasan dan pengetahuan bagi
para penyelenggara aparatur desa merupakan kegiatan yang semestinya menjadi prioritas utama. Sehingga pengembangan wawasan, pengetahuan, sikap dan
Meningkatnya kualitas kapasitas aparatur desa melalui pengembangan kapasitas
aparatur desa akan memberikan peluang yang besar bagi terlaksananya segala bentuk kegiatan pembangunan desa secara efektif dan efesien.
Untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa, maka harus diciptakan aparatur desa yang efisien, bersih,kuat dan berwibawa disertai oleh pengabdian dan kejuangan yang tinggi demi kepentingan bangsa dan negara.11
Dalam rangka peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah desa, perlu
diperhatikan: pengembangan kapasitas aparatur pemerintah desa dengan prioritas peningkatan kemampuan dalam pelayanan publik seperti kebutuhan dasar masyarakat, keamanan dan kemampuan di dalam menghadapi bencana,
kemampuan penyiapan rencana strategis pengembangan ekonomi desa, kemampuan pengelolaan keuangan desa, dan pengelolaan kelestarian lingkungan
hidup.
Untuk itu, aparatur desa patut memahami peran strategisnya agar belajar mendalami, menggali serta mengkaji berbagai permasalahan dan tantangan
pelaksanaan good governance dan reformasi birokrasi ke depan, untuk dapat diterapkan secara optimal di lingkungan kerja masing-masing.
Dengan demikian, peningkatan kapasitas aparatur, difokuskan pada hal-hal berikut:
11
1) Aparatur desa yang efisien adalah aparatur desa yang mempunyai kemampuan
yang tinggi untuk mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber dana dan daya yang tersedia dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya;
2) Aparatur desa yang efektif adalah aparatur desa yang sungguh-sungguh sadar akan kepentingan pencapaian sasaran yang telah ditentukan, baik dari segi
waktu maupun dananya;
3) Aparatur desa yang bersih adalah aparatur desa seluruh tindakannya atau sikap dan tingkah lakunya dapat dipertanggung-jawabkan, baik dilihat dari segi
peraturan perundangan dan moralitas serta nilai-nilai luhur bangsa (Pancasila); 4) Aparatur desa yang kuat adalah aparatur desa yang berakar pada rakyat
menjadi sumbernya, serta bukan mengutamakan orientasi kekuasaan pada dirinya;
5) Aparatur desa yang berwibawa adalah aparatur desa yang cekatan
melaksanakan tugasnya karena keahlian dan keterampilan melayani kepentingan umum dan masyarakat.
Aparatur desa sebagai abdi negara dan abdi masyarakat perlu makin ditingkatkan
kapasitas pengabdiannya kepada masyarakat. Pembangunan aparatur desa diarahkan untuk menciptakan aparatur yang efisien, efektif, bersih, kuat, dan berwibawa serta mampu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan
Dalam hal ini kemampuan aparatur desa merencanakan, melaksanakan, dan
mengendalikan pembangunan tersebut perlu ditingkatkan. Dengan demikian, perlu pula ditingkatkan mutu, kemampuan, dan kesejahteraan, organisasi dan tata kerja ,
koordinasi, penyediaan, sarana dan prasarana.
2) Konseptual
1. Kewenangan adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh
undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.12
2. Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa menurut Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2012 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Yogyakarta dan Lampung adalah unit pelaksana teknis di bidang pemberdayaan masyarakat
dan desa yang berada di bawah dan bertanggung-jawab kepada direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
3. Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan,
dan sebagainya;
4. Kapasitas adalah tingkat kemampuan berproduksi secara optimum dari sebuah fasilitas biasanya dinyatakan sebagai jumlah output pada satu periode
waktu tertentu.;13
12
Bagir Manan dan Kuntara Magnar, Beberapa Maslah Hukum Tata Negara Indonesia (edisi revisi), Alumni, Bandung 1997
13
5. Aparatur Desa atau Pemerintah Desa menurut Pasal 1 butir 7 Peraturan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Balai Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Lampung
Melihat keadaan masyarakat yang masih memiliki kemampuan yang rendah di dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengetahuan organisasi pengembangan desa dan lain-lain, maka perlu diberdayakan masyarakat desa agar
terwujudnya kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk berkembang menuju masyarakat maju dan sejahtera. Untuk itu perlu dibentuk Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud di dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2000 sebagaimana dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Yogya dan Lampung.
Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa merupakan Unit Pelaksana Teknis di
bidang pemberdayaan masyarakat dan desa yang berada di bawah dan bertanggung-jawab kepada Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.1 Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung dipimpin oleh
seorang Kepala.2
Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung mempunyai tugas
1
Pasal 1 Ayat (1) Permendagri Nomor 49 Tahun 2012 Tentang Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Yogya dan Lampung
2
melaksanakan kegiatan pelatihan bagi masyarakat yang meliputi kader
pembangunan, perangkat pemerintahan, anggota badan permusyawaratan, pengurus lembaga masyarakat dan para warga masyarakat desa dan kelurahan
sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.3
Pemberdayaan masyarakat dan desa adalah upaya memampukan dan memandirikan masyarakat dalam proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan. Konsepsi ini sesuai dengan dasar pemikiran pemberian otonomi
kepada pemerintah daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dikatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dilakukan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat.
Pemberdayaan memuat konsep pembangunan yang diawali dari kebutuhan
masyarakat (bottom-up) yang dalam kajian sehari-hari berorientasi pada masyarakat yang kurang beruntung khususnya dari sudut pandang ekonomis.
Dengan demikian pelaksanaan pembangunan dengan pemberdayaan masyarakat lebih diprioritaskan dan diorientasikan kepada ketertinggalan dan kemiskinan sebagai suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Berdasarkan hal itu maka pemberdayaan pada hakikatnya mempunyai dua makna spesifik yaitu, pertama: meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
3
pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan, agar kondisi
kehidupan masyarakat dapat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.
Kedua: meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pemberian wewenang
secara proporsional kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.
Dengan demikian bahwa pemberdayaan masyarakat adalah usaha menempuhkan
dan memandirikan masyarakat, yang ditandai dengan terwujudnya profil keberdayaan masyarakat yakni melekatnya unsur-unsur yang memungkinkan
masyarakat memiliki daya tahan dan kekuatan/kemampuan membangun diri dan lingkungannya. Maka dari itu aspek-aspek pokok pemberdayaan masyarakat adalah:
1) Membangun suasana kondusif yaitu adanya iklim atau kondisi yang memungkinkan untuk berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki
masyarakat;
2) Support potensi yaitu memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat melalui pemberian (hibah) input berupa bantuan keuangan kelembagaan dan
pembangunan prasarana/sarana yang menjadi kebutuhan masyarakat;
3) Proteksi yaitu melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat
(yang lemah) untuk mencegah kompetisi yang tidak seimbang.
Selain berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat perlu halnya juga dilakukan pemberdayaan aparatur desa diwujudkan melalui langkah-langkah strategis yang
masyarakat dan kemampuan mengidentifikasi terhadap sumber daya baik sumber
daya alam maupun sumber daya manusia sebagai proses pembangunan dalam penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat yang selama ini
termarginalkan, oleh sebab itu Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa mempunyai kewenangan selain memberdayakan masyarakat akan tetapi juga
melakukan pemberdayaan aparatur desa sebagai upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki aparatur sehingga dapat mewujudkan jati diri harkat dan martabatnya secara maksimal untuk mengabdi bagi kepentingan masyarakat desa.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2012 Tentang Organisasi Tata Kerja Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung sebagai berikut:
1) Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
2) Dalam menyelenggarakan tugas tersebut diatas Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lampung mempunyai fungsi :
a) Melaksanakan Perumusan Kebijaksanaan Teknis dan Pembinaan di Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan, meliputi : Pengembangan Desa dan Kelurahan, Administrasi Desa, Pengelolaan Keuangan dan
Asset Desa, Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Kelurahan. b) Melaksanakan Perumusan Kebijaksanaan Teknis dan Pembinaan dibidang
masyarakat, pengembangan kawasan pedesaan serta pelaksanaan
pelatihan masyarakat.
c) Melaksanakan perumusan kebijaksanaan teknis dan pembinaan di Bidang
Sosial Budaya Masyarakat meliputi ; pembinaan tradisi dan budaya masyarakat, pemberdayaan perempuan, pemberdayaan dan kesejahteraan
keluarga.
d) Melaksanakan perumusan kebijaksanaan teknis dan pembinaan dibidang ekonomi masyarakat dan Teknologi Tepat Guna meliputi ; Pengembangan
lumbung pangan masyarakat, usaha perkreditan dan simpan pinjam, pengembangan produksi dan pemasaran, usaha ekonomi keluarga,
ekonomi pedesaan dan masyarakat tertinggal, pengembangan prasarana dan sarana pedesaan, pemetaaan kebutuhan dan pengkajian teknologi pedesaan serta pemasyarakatan dan kerjasama pengelolaan teknologi
pedesaan serta pengelolaan Sumber Daya Alam
e) Pengelolaan ketatausahaan dalam rangka menunjang tugas operasional; meliputi perencanaan, pelaporan, keuangan, kepegawaian dan
perlengkapan
Istilah “kemampuan” mempunyai banyak makna, Jhonson dalam (Cece Wijaya)4
berpendapat bahwa “kemampuan adalah perilaku yang rasional untuk mencapai
tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan, sementara itu,
menurut Kartini Kartono5 bahwa “kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan keterampilan teknik maupun sosial yang dianggap melebihi dari anggota biasa”.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa beberapa jenis kemampuan yang antara lain :
a. kecerdasan, menganalisis, bijaksana mengambil keputusan;
b. kepemimpinan/kemasyarakatan dan pengetahuan tentang pekerjaan.
Mengacu pada pengertian dan jenis kemampuan tersebut di atas, maka dalam
suatu organisasi pemerintahan desa senantiasa perlu memiliki suatu daya kesanggupan, keterampilan, pengetahuan terhadap pekerjaan dalam pengimplementasian tugas-tugas dan fungsi masing-masing aparat desa.
Kemampuan yang penulis maksudkan adalah kemampuan yang dilihat dari hasil kerjanya atau kemampuan kerjanya. Kemampuan kerja seseorang menurut Tjiptoherianto6 mengemukakan bahwa “kemampuan kerja yang rendah adalah
akibat dari rendahnya tingkat pendidikan, dan latihan yang dimiliki serta rendahnya derajat kesehatan”.
Sementara itu, menurut Steers bahwa “kemampuan aparatur pemerintah
sebenarnya tidak terlepas dari pembicaraan tingkat kematangan aparatur yang di
4
A Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 1991, hlm 3
5
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, CV Rajawali, Jakarta, 1993, hlm 13
6
dalamnya menyangkut keterampilan yang diperoleh dari pendidikan latihan dan
pengalaman.
Berdasarkan pandangan tersebut jelas bahwa kemampuan seseorang, dalam hal ini
aparat desa dapat dilihat dari tingkat pendidikan aparat, jenis latihan yang pernah diikuti dan pengalaman yang dimiliknya. Secara konsepsional hal ini diperkuat dari pandangan Steers tersebut sebelumnya bahwa untuk mengindentifikasi
apakah kegiatan dalam organisasi dapat mencapai tujuannya salah satunya yang harus mendapat perhatian adalah orang-orang yang ada dalam urbanisasi tersebut.
Selanjutnya Steers berpendapat bahwa pada kenyataannya anggota organisasi yang merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang paling penting dalam pencapaian tujuan organisasi disebabkan orang-orang itulah yang menggerakan
roda organisasi. Anggota organisasi yang dimaksud adalah aparat desa yang merupakan faktor yang paling menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya.
Pemerintah desa memiliki peran signifikan dalam pengolaan proses sosial di dalam masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah desa adalah
bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang sejahtera,
rasa tentram dan berkeadilan.
Guna mewujudkan tugas tersebut, pemerintah desa dituntut untuk melakukan
pelayanan desa benar-benar makin mengarah pada praktek good local governance
bukannya bad governance.
Peluang untuk menciptakan pemerintahan desa yang berorientasi desa yang
berorientasi pada good local governance sebenarnya dalam konteks transisi demokrasi seperti yang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang terbuka cukup
lebar.
Hal ini setidaknya di dukung oleh kondisi sosial pasca otoritarianisme orde baru yang melahirkan liberisasi politik yang memungkinkan seluruh elemen
masyarakat di desa secara bebas mengekspresikan gagasan-gagasan politiknya. Begitu pula dukungan pemerintahan transisi pasca orde baru dengan membuat regulasi melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian
disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
yang sedikit lebih maju dibandingkan dengan regulasi sebelumnya di masa orde baru yang syarat dengan penyeragaman dan pengekangan sosial. Meskipun demikian, adanya perubahan sosial-politik dalam masa transisi demokrasi ini tidak
dengan serta merta dapat merubah dalam sekejap wacana dan kinerja pemerintahan desa ke dalam visi demokratisi dan good local governance.
Sekalipun strukturnya mengalami perubahan, dimana saat ini pemerintahan desa
akan tetapi kultur dan tradisi paternalistik yang memposisikan kepala desa sebagai
orang kuat dan berpengaruh masih begitu melekat dengan kuat.
Realitas ini memang tidak dapat dilepaskan sebagai bagian dari proses konstruksi
sosial yang begitu mendalam sehingga membuat terobosan-terobosan baru yang sejalan dengan semangat perubahan ketika berbenturan dengan kebijakan seorang
kepala desa.
Kondisi ini sedikit banyak juga dipengaruhi pula oleh lemahnya human resources
di desa yang populasinya relatif kecil dan sangat terbatas. Sebab itu guna
mendobrak kebekuan atau stagnasi sosial ini diperlukan terobosan dari kekuatan luar untuk bermitra atau saling bekerja sama dengan aktor-aktor dan lembaga-lembaga potensial di desa dalam melakukan perubahan sosial menuju ke arah
situsasi yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
C. Penyelenggaraan dan Peraturan Mengenai Pemerintahan Desa
1. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintah Desa
Di Indonesia terdapat kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang menjalankan pemerintahan sendiri berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat dan
merupakan pemerintahan terbawah. Kesatuan masyarakat ini tidak mempergunakan nama yang sama di seluruh Indonesia. Di Jawa dan Madura
disebut dengan nama Desa, di Palaembang Marga, di Minangkabau Nagari.
sama, ada yang mempergunakan nama Pekon, Kampung dan ada yang tetap
menggunakan nama desa.
Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa Pemerintah Desa merupakan
subsistem pemerintahan negara. Karena posisi penyelenggara pemerintahan desa berada di bagian yang langsung berbaur bersama masyarakat, maka dimata masyarakat, aparat pemerintah desa inilah yang langsung menyelenggarakan
kepentingan masyarakat dan dianggap sebagai pelindung, panutan, penyelenggara ketentraman dan kesejahteraannya, oleh karena itu sedikit saja ada tingkah laku
perbuatan penyelenggara pemerintaha desa yang dipandang kurang pada tempatnya, akan timbulnya kegelisahan para anggota masyarakat. Tujuan
penyelenggaraan pemerintah desa dirumuskan berbagai segi yaitu:
1) Segi politis bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang dikonstruksikan dalam sistem pemerintahan yang memberi peluang turut sertanya dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
2) Segi formal dan konstitusional bertujuan untuk melaksanakan ketentuan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara; 3) Segi operasional bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggara pemerintahan desa, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat;
4) Segi administrasi pemerintahan, bertujuan untuk lebih memperlancar dan menertibkan tata pemerintahan agar terselenggara secara efektif, efisien dan produktif dengan menerapkan prinsip-prinsip rule of law dan demokrasi.
2. Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Istilah desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat seperti Desa, Nagari, Kampung, Pekon, Huta dan Marga. Pembentukan, penghapusan
lain-lain. Dilihat dari sudut pandang hukum dan politik yang lebih menekankan
kepada tata aturan yang menjadi dasar pengaturan kehiudupan masyarakat, desa dipahami sebagai satu daerah kesatuan hukum bertempat tinggal suatu masyarakat
yang berkuasa (memiliki wewenang) mengadakan pemerintahan sendiri. Pengertian ini sangat menekankan adaya otonomi untuk membangun tata
kehidupan desa bagi kepentingan penduduk dan terkesan kuat bahwa kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa, hanya bisa diketahui oleh masyarakat desa bukan dari pihak luar.
Kampung atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 Butir 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah). Tujuan pembentukan desa untuk meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejehteraan masyarakat. Syarat-syarat pembentukan
desa sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 3 harus memenuhi syarat:
a. Jumlah penduduk, yaitu:
1) Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK
2) Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 100 jiwa atau 200 KK;
b. Luas wilayah dapat dijangkau atau meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat;
c. Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun; d. Sosial budaya yang dapat meniciptakan kerukunan antar umat beragama dan
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
e. Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; f. Batas kampung yang dinyatakan dalam bentuk peta kampung yang ditetapkan
dengan peraturan daerah;
g. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.
Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan subsistem penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa bertanggung jawab kepada Badan
Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati. Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda dan bangunan serta
dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu kepala desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang
saling menguntungkan.
Sebagai perwujudan demokrasi, di desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang
bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa dan
keputusan kepala desa, di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan desa lainnya sesuai dengan kebutuhan desa. Lembaga dimaksud merupakan mitra pemerintah
desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa.
dan pinjaman desa. Berdasarkan hak asal-usul desa yang bersangkutan, kepala
desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara/sengekta dari para warganya.
Untuk meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk kelurahan sebagai unit pemerintahan kelurahan
yang berada dalam daerah kabupaten atau daerah kota.
Selanjutnya melalui Pasal 199 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah dirumuskan mengenai desa yang mencakup kewenangan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh
daerah dan tugas pembantuan pemerintah.
Kebijakan yang dikembangkan pemerintahan desa memuat konsep hak untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, namun bersamaan dengan itu pula,
dinyatakan desa merupakan organisasi pemerintahan terendah di bawah Camat. Dengan sendirinya desa merupakan representasi (kepanjangan) pemerintah pusat. Hal ini berarti apa yang dianggap baik oleh pemerintah pusat (organisasi
kekuasaan diatasnya) dipandang begitu pula untuk kampung. Asumsi ini bukan saja manipulatif, namun mempunyai tendensi yang sangat kuat untuk
mengalahkan atau merendahkan keperluan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat kampung.
konsep kebijakan desa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia,
maka kedudukan pemerintahan desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan keragaman keadaaan desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan
mengindahkan keragaman keadaan desa dan kesatuan adat istiadat yang masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan desa agar mampu menggerakan
masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan, menyelenggarakan administrasi desa yang makin luas dan efektif.
Dari konsep yang dikembangkan sangat jelas bahwa keragaman desa tidak dilihat sebagai keniscayaan dan kebutuhan obyektif, justru sebaliknya dengan model ini,
maka mudah dipahami mengapa instrument deokrasi di tingkat desa tidak bisa berkembang dengan baik.
Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 memberikan kekuasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk menekankan kepada
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi keanekaragaman daerah.
Pemerintah pusat tidak mengakui adanya negara dalam negara dan mengakui eksistensi daerah yang memiliki pemerintahan bukan sebagai ciptaan pemerintah
pusat diakui keberadaannya.
Rumusan tersebut dipandang sebagai sikap tegas bahwa proses demokrasi
dan kekuasaan. Hal ini berarti meskipun negara menghendaki suatu integrasi
kekuasaan, namun tetap memberikan pengakuan yang jujur bahwa integrasi tersebut didasarkan pada suatu keragaman.
Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan otonomi daerah dan perkembangan keadaan. Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan otonomi daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi nyata dan
bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi lebih menekankan kewajiban dari pada hak, maka otonomi daerah saat ini didasarkan pada asas otonomi luas,
nyata dan bertanggung-jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik, luar negeri,
pertahanan dan keamanan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang desa untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat desa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka petunjuk
pelaksanaannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum pengaturan mengenai Desa.
Pasal 1 Ayat (5):
Desa sebagai basis kehidupan masyarakat akar rumput mempunyai dua wilayah
berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama, wilayah internal desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), institusi lokal, dan warga masyarakat. Kedua wilayah ekternal desa,
yaitu wilayah hubungan antara desa dengan pemerintah desa, provinsi, kabupaten dan kecamatan. Dalam konteks formasi negara yang hirarkis sentralistik.7
Desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan
pemegang kekuasaan (perangkat desa). Di satu sisi, para perangkat desa menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai segudang tugas kenegaraan,
menjalankan birokrasi di level desa, melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat, serta melakukan kontrol dan evaluasi warga desa. Tugas penting pemerintah desa
adalah sebagai kepanjangan tangan birokrasi pemerintah dangan memberikan pelayanan administratif (surat menyurat) kepada warga.
Sudah lama birokrasi surat menyurat itu dianggap sebagai pelayan publik, meskipun hal itu membutuhkan adalah negara, bukan masyarakat. Unsur pemerintah desa selalu janji memberikan “pelayanan selama prima” selama 24
jam.
Karena itu pula kepala desa senantiasa siap membawa tas kecil dan stempel untuk meneken surat yang dibutuhkan warga masyarakat. “kalau ada warga mengetuk
pintu rumah tetap saya layani” demikian tutur kepala desa.
Secara normatif masyarakat bisa menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan pembangunan di level desa. Kepala desa beserta elit desa
7