• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI LAMPUNG (KAIL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI LAMPUNG (KAIL)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI LAMPUNG (KAIL)

Oleh

MUSTIKA SEPTIYAS TRISILIA

Sektor industri berperan sebagai sektor pemimpin (leading sector), karena

pembangunan industri dapat memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor perdagangan, pertanian, ataupun sektor jasa. Salah satu langkah pembangunan industri di Provinsi Lampung ialah dengan ditetapkannya Kawasan Industri Lampung (KAIL) melalui Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029. Pengembangan kawasan ini ditujukan untuk membuka peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah. Sejak disahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 5 Agustus 1998 sampai dengan saat ini, dengan lahan seluas 300 Ha yang dicadangkan baru 11 industri yang berlokasi pada Kawasan Industri Lampung dengan total lahan yang terpakai seluas 494.490 m2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kawasan Industri Lampung. Penelitian ini menggunakan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis strategi pengembangan Kawasan Industri Lampung meliputi aspek ketersediaan prasarana, aspek aksesibilitas, dan aspek

kebijakan pemerintah. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa dari ketiga aspek pengembangan Kawasan Industri Lampung, menghasilkan aspek aksesibilitas sebagai prioritas utama dengan prioritas strategi pengembangan yaitu meningkatkan lebar dan kapasitas beban (tonase) ruas-ruas jalan penghubung antara Kawasan Industri Lampung dengan jalan arteri primer, stasiun kereta api dan bandara.

(2)

ABSTRACT

DEVELOPMET STRATEGY OF LAMPUNG INDUSTRIAL REGION

By

MUSTIKA SEPTIYAS TRISILIA

Industrial sector role as leading sector, because industrial development can stimulate and raise other sector such as trade, agricultural or services sector. One of the step of industrial development in Lampung Province by establish Lampung Industrial Region (Kawasan Industry Lampung) through Lampung Provincial Regulations Number 1 Year 2010 about Spatial Plan of Lampung Province 2009 to 2029. The development of this region is intended to open the investment opportunities in order to improve region’s economy. Since approved by the Decree of the Minister of Justice on August 5, 1998 until now, with an area of 300 hectares which is reserved only 11 industries are located in Lampung Industrial Region with a total land area are used is 494.490 m2. The

purpose of this study is to determine the right strategy to be applied in the development of Lampung Industrial Region. This study used Analytical Hierarchy Process (AHP) method. The Analysis of Development Strategies of Lampung Industrial Region are include Aspect of Infrastructure Availability, Accessibility Aspect, and Aspect of Government Policy. The result of AHP analysis show that The third aspect of the development of Lampung Industrial Region, generating aspects of accessibility as a priority with main strategy is to increase the width and load capacity (tonnage) of road sections which is connecting the Industrial Region of Lampung with primary arterial roads, railway stations and airports.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 22 September 1992, sebagai

anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Yaswarli, S.ST. dan Sumiyati,

S.Pd. serta adik dari Yeri Destiyas Kristiawan, Amd Kep. dan Ivan Novtiyas

Isnanda, S.H.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar 2 Bandar

Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri

16 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di

YP-Unila Bandar Lampung pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan dan sampai tahun 2014 penulis

(8)

Skripsi ini Saya persembahkan untuk Allah SWT. Sebagai rasa syukur atas ridho

serta karunia-Nya sehingga skripsi ini telah terselesaikan dengan baik.

Alhamdulillaahirabbil’ alamiin.

Untuk kedua orang tuaku Papa dan Mama, terima kasih atas doa yang selama ini

diberikan untuk kelancaran skripsi ini, kalian adalah harta dihidupku.

Abang-abangku yang luar biasa, terima kasih atas doa dan dukunganya.

Dosen-dosen serta sahabat-sahabat terbaik yang turut memberikan arahan,

dukungan dan doa yang menambahkan semangat atas selesainya skripsi ini.

Juga almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

(9)

MOTO

“ Waktu itu bagaikan sebilah pedang, kalau engkau tidak memanfaatkannya, maka ia akan

memotongmu ”

(Ali bin Abu Thalib)

“ Memahami orang lain adalah kearifan, memahami diri sendiri adalah pencerahan ”

(Lao Tzu)

“ Kecerdasan tanpa ambisi bagaikan seekor burung tak bersayap ”

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul “Strategi Pengembangan Kawasan Industri Lampung”

adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas

Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P., selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan;

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan dan sekaligus dosen pembahas. Terima kasih untuk masukan

dan saran-sarannya;

4. Bapak Dr. Hi. Toto Gunarto, S.E., M.Si., selaku pembimbing dalam skripsi

ini, terimakasih atas kesediaannya untuk memberikan saran, kritik dan

(11)

ini sampai selesai;

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu

dan pelajaran dengan baik;

7. Mama dan Papa yang tidak pernah lelah untuk mendoakan, memberikan

semangat dan motivasi, berusaha dengan segenap daya upaya serta kesabaran

untuk terciptanya keberhasilan masa depanku, semoga Allah SWT senantiasa

memberikan kesehatan dan kelimpahan Rahmat yang begitu besar untuk

kedua orang tuaku;

8. Abang-abangku tercinta Yeri Destiyas Kristiawan, Ivan Novtiyas Isnanda,

dan juga Noviarman Ardy. Terimakasih telah menjadi lelaki terhebat yang

selalu melindungi dan menyayangiku selama ini;

9. Terima kasih kepada seluruh keluarga besarku atas doa dan dukungannya

dalam penyelesaian skripsi ini;

10. Kakak-kakak UKMBS Unila, kak Retno Kusuma Putri, kak Nice Radianse,

kak Kinda, kak Cahya Anissa, kak Yulica, kak Qorri, Aden, kak Icha

Edward, kak Devin, kak Fadly, kak Daniel, kak Habib. Terimakasih atas

kebersamaan, keceriaan, pengalaman dan pengetahuan yang tak akan pernah

terganti, semoga silaturahmi diantara kita tetap terjaga;

11. Teman-teman satu angkatan Ekonomi Pembangunan 2010. Desta, Santi,

Monic, Army, Citra, Dania, Ajeng, Echy, Wuri, Dina, Renny, Nurmala,

Tetik, Danny Chandra, Agus, Febri, Darus, Ardan, Hana, Tifa, Dimas, Beni,

(12)

kasih untuk kepeduliannya selama ini. Semoga kedepannya kita akan selalu

sukses amin.

12. Terima kasih kepada BAPPEDA Provinsi Lampung, Biro Perekonomian

Provinsi Lampung, PT. KAIL, APINDO Lampung atas bantuannya dalam

penulisan skripsi ini.

13. Beberapa pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi

ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 13 Oktober 2014

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitan ... 9

D. Kerangka Pemikiran ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Industri... 12

B. Klasifikasi Industri ... 13

C. Teori Lokasi ... 15

D. Faktor-faktor Lokasi Industri ... 17

E. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Industri... 19

F. Kawasan Industri ... 20

1. Prasarana Kawasan Industri ... 21

2. Aksesibilitas Kawasan Industri ... 22

3. Pengembangan Kawasan Industri ... 22

G. Prinsip-prinsip Pengembangan Kawasan Industri... 23

(14)

ii

I. Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 33

J. Tinjauan Empirik... 37

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 40

B. Teknik Pengambilan Sampel Responden ... 41

C. Metode Analisis Data ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 50

1. Hasil Perhitungan Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Kawasan Industri Lampung (KAIL) ... 52

2. Hasil Perhitungan Kriteria Strategi Pengembangan Kawasan Industri Lampung (KAIL) ... 54

B. Pembahasan ... 55

1. Aspek Aksesibilitas ... 56

2. Aspek Ketersediaan Prasarana ... 58

3. Aspek Kebijakan Pemerintah ... 61

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan. ... 63

B. Saran ... 65

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut

Lapangan Usaha (juta rupiah) di Provinsi Lampung, 2010-2012 ... 2

2 Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang, 2009-2011 ... 4

3 Industri/Perusahaan pad PT. KAIL ... 6

4 Skala Banding Secara Berpasangan ... 36

5 Tinjauan Empirik ... 39

6 Matriks Pendapat Individu ... 44

(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kuisioner AHP ... L1

2 Daftar Responden Ahli ... L2

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran ... 11

2 Sistem Produksi Industri ... 18

3 Skema Hirarki AHP ... 47

4 Urutan Prioritas Seluruh Alternatif Strategi Pengembangan Kawasan

Industri Lampung (KAIL) ... 53

5 Urutan Prioritas Seluruh Kriteria Strategi Pengembangan Kawasan

Industri Lampung (KAIL) ... 55

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya pembangunan mempunyai dua sasaran utama, yaitu penyediaan

kerja bagi penduduk yang telah mencapai usia kerja dan peningkatan taraf hidup.

Oleh karena itu, di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sektor industri

mendapatkan perhatian khusus untuk dikembangkan. Sektor industri dianggap

dapat menjadi motor dalam pembangunan ekonomi karena industrialisasi dapat

menciptakan lapangan kerja yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga

mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Keberadaan industri juga sering dikaitkan dengan peranan industri sebagai sektor

pemimpin (leading sector), yaitu pembangunan industri dapat memacu dan

mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor perdagangan,

pertanian, ataupun sektor jasa (Arsyad, 1999). Berkembangnya sektor-sektor

tersebut akan mendukung laju pertumbuhan industri, sehingga menyebabkan

meluasnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli

masyarakat.

Sebagian besar kemiskinan di negara-negara berkembang diakibatkan oleh

tekanan populasi tanpa adanya pekerjaan alternatif menyebabkan terlalu banyak

(19)

sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan produktivitas per kapita yang rendah.

Oleh karena itu, pembangunan industri manufaktur dimaksudkan untuk

menyediakan pekerjaan bagi penduduk yang jumlahnya semakin meningkat dan

untuk meningkatkan taraf hidup dengan meningkatkan pendapatan per kapita.

Pada tabel di bawah ini menjelaskan tentang perkembangan PDRB di Provinsi

Lampung Periode 2010-2012.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha (juta rupiah) di Provinsi Lampung,

2010-2012

Lapangan Usaha 2010 2011 2012

Pertanian 14.851.400 15.587.581 16.242780

Pertambangan dan Penggalian 713.022 809.109 827.570 Industri Pengolahan 5.177.596 5.430.218 5.668.830 Listrik, Gas dan Air Bersih 142.869 156.952 173.449

Bangunan 1.833.091 1.975.551 2.090.461

Perdagangan, Hotel, Restoran 6.114.068 6.450.606 6.811.060 Pengangkutan dan

Telekomunikasi

2.803.218 3.166.967 3.598.532

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

3.856.252 4.144.817 4.660.496

Jasa-jasa 2.898.383 3.137.140 3.432.638

Jumlah 38.389.899 40.858.942 43.505.816 Sumber : BPS Provinsi Lampung (dalam angka) 2013

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa PDRB dari sektor industri pengolahan

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sumbangan PDRB

dari sektor industri pengolahan sebesar 5.177.596, tahun 2011 sebesar 5.430.218

dan pada tahun 2012 sebesar 5.668.830. Peningkatan tidak hanya terjadi pada

sektor industri pengolahan, sumbangan PDRB dari semua sektor mengalami

peningkatan dari tahun 2010-2012. Sumbangan tertinggi didapat dari sektor

pertanian yaitu sebesar 14.851.400 pada tahun 2010, 15.587.581 pada tahun 2011,

(20)

3

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa Provinsi Lampung masih mengandalkan

perekonomiannya pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang kuat dan stabil

dapat menjadi penopang dalam pembangunan sektor industri. Pembangunan di

kedua sektor ini tidak dapat dipisahkan, karena kedua sektor ini mempunyai

kaitan yang sangat erat. Sektor pertanian dapat menjadi penyokong sumber bahan

baku untuk kegiatan industri, dimana bahan baku itu akan diolah menjadi barang

yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

Pada tabel 2, menunjukkan bahwa perusahaan industri besar/sedang di Provinsi

Lampung mengalami fluktuasi. Peningkatan yang terjadi dalam tiga tahun tidak

signifikan. Pada tahun 2009 perusahaan industri besar/sedang berjumlah 267,

mengalami penurunan di tahun 2010 menjadi 242 perusahaan, dan meningkat

kembali pada tahun 2011 sebanyak 268 perusahaan. Industri dengan jumlah

terbanyak ada pada bidang makanan dan minuman/tembakau/tekstil/pakaian jadi,

yaitu sebanyak 190 pada tahun 2009, menurun pada tahun 2010 menjadi 174, dan

meningkat lagi pada tahun 2011 menjadi 195 perusahaan. Sedangkan industri

dengan jumlah perusahaan terkecil ada pada bidang logam dasar/barang-barang

dari logam dan peralatannya, jumlah perusahaan pada bidang ini stabil dari tahun

2009-2011 sebanyak 4 perusahaan.

Berikut ini jumlah perusahaan industri sedang/besar di Provinsi Lampung dari

(21)

Tabel 2. Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang, 2009-2011

Industri 2009 2010 2011

Makanan dan minuman/ Tembakau/Tekstil/ Pakaian jadi

190 174 195

Kayu, barang dari kayu dan anyaman 12 9 11

Kertas dan barang dari kertas/ penerbitan, percetakan dan reproduksi

5 4 5

Batubara, minyak bumi, gas bumi, bahan bakar nuklir/ kimia dan barang dari bahan kimia

11 10 11

Karet dan barang-barang dari plastik 13 11 12

Barang galian bukan logam 13 10 10

Logam dasar/ barang-barang dari logam dan peralatannya

4 4 4

Mesin dan perlengkapannya/ kendaraan bermotor/ alat angkutan lainnya

7 7 8

Furniture dan industri pengolahan lainnya/ daur ulang reparasi produk logam pabrikan

12 13 12

Jumlah 267 242 268

Sumber : Lampung Dalam Angka 2013

Seiring dengan perkembangan sektor industri, maka kebutuhan lahan untuk

industri juga semakin meningkat. Penentuan lahan untuk aktivitas industri

seringkali hanya berorientasi kepada aspek bisnis. Faktor yang biasa digunakan

dalam memilih lahan untuk aktivitas industri adalah kedekatan dengan jalur

transportasi dan pasar (konsumen). Itulah sebabnya keberadaan aktivitas industri

lebih banyak terdapat di kota-kota besar dan daerah pinggiran kota

(Dirdjojuwono, 2004).

Hal itu disebabkan oleh penentuan klaster industri yang terkait dengan dua sudut

pandang, yaitu sudut pandang pengusaha dan sudut pandang pemerintah.

Pengusaha melihat lokasi dari sudut keuntungan maksimum jangka panjang yang

dapat diraih. Tetapi pemerintah selain melihat bahwa perusahaan akan

berkembang apabila berlokasi di situ juga memerhatikan efisiensi pemakaian

(22)

5

cocok di situ yang menjamin keserasian pemakaian lahan yang secara nasional

akan memberi nilai tambah yang optimal (Tarigan, 2005).

Kebijakan pengembangan kawasan industri yang diatur dalam Keputusan

Presiden Nomor 41 Tahun 1996 merupakan langkah yang ditempuh pemerintah

pusat dalam mendorong peningkatan investasi di sektor industri serta memberikan

kepastian hukum dan mengatur pengelolaan kawasan industri dalam suatu daerah.

Seperti yang tercantum di dalam RTRW Provinsi Lampung disebutkan bahwa

salah satu kawasan yang dikembangkan untuk membuka peluang investasi dalam

rangka meningkatkan perekonomian wilayah ialah dengan penetapan Kawasan

Industri Lampung (KAIL).

Kawasan Industri Lampung terletak di Jalan Ir. Sutami Km. 15 Desa Sindangsari,

Tanjung Bintang, Lampung Selatan, telah ditetapkan dalam Rencana Makro Tata

Ruang Nomor 1 Tahun 2010 dan dalam implementasi vertikal ke bawah didukung

dalam Rencana Mikro Tata Ruang Kabupaten Lampung Selatan.

PT. Kawasan Industri Lampung ini berdiri pada tanggal 10 November 1997 dan

disahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 5 agustus 1998. Komposisi

saham terdiri atas Pemerintah Pusat 12,36%, Pemerintah Provinsi Lampung

4,64% dan PT Lampung Sentosa Industrial Estate 75%.

Sebagai pusat pengembangan sektor industri di Provinsi Lampung, lahan di

Kawasan Industri Lampung sejak tahun 1990 dicadangkan dari areal perkebunan

milik PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), baru dapat dikelola seluas 126,8

(23)

merupakan bagian dari Sertifikat HGU milik PT. Perkebunan Nusantara VII

(Persero).

Pada tabel 3, diketahui bahwa ada sebelas industri yang berada pada kawasan

tersebut. Dari kesebelas perusahaan tersebut, LIPI Lampung yang memiliki lahan

paling banyak seluas 120.000 m2 yang bergerak di bidang peleburan biji besi,

selanjutnya PT. Central Pertiwi Bahari yang memiliki lahan seluas 109.730 m2

bergerak di bidang penyediaan pakan udang. Sedangkan perusahaan yang

memiliki lahan paling sedikit ialah PT. PGN dengan luas 6000 m2. Secara lebih

rinci dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Industri/Perusahaan pada PT. KAIL

No Perusahaan Bidang Luas

1 LIPI Lampung Peleburan Biji Besi 120.000 m2

2 PT. Alfa Swakarsa Mitra Pengolahan Arang 8.480 m2

3 PT. Panin Agro Lestari Sortasi Kopi, Lada,

Jagung 19.775 m

2

4 PT. Surya Indah Moga Purnama

Sortasi Kopi, Lada,

Jagung 39.035 m

2

5 PT. PLN Gardu Induk Tegangan

Tinggi 35.090 m

2

6 PT. Central Pertiwi Bahari Penyediaan Pakan

Udang 109.730 m

2

7 PT. Indofood Sukses

Makmur Mie Instan 76.635 m

2

8 PT. Sriwijaya Penganindo

Lestari Mie Kering 12.000 m

2

9 PT. Vista Grand - 67.745 m2

10 PT. PGN Gas 6.000 m2

Jumlah 494.490 m2

Sumber: Data Diolah

Sejalan dengan visi PT. KAIL, yaitu menjadi kawasan industri modern, strategis,

yang berkesinambungan, terkemuka dan ramah lingkungan, pihak pengelola

berusaha untuk melengkapi sarana dan prasarana di kawasan tersebut. Saat ini,

(24)

7

konstin sepanjang 2.730 m, drainase tipe S.III sepanjang 3.095 m, jaringan

telepon untuk 550 ss, hidran kebakaran sebanyak dua unit, jaringan listrik dan

gardu induk 150 KV dengan daya 2x30 MVA, lampu penerangan jalan Mercury,

sarana air bersih dengan kapasitas 30 lt/dtk.

Selain sarana prasarana yang memadai, kawasan ini juga memiliki letak yang

strategis, yaitu memiliki jarak menuju Bandarlampung sepanjang 14 Km dan

menuju pelabuhan ekspor Panjang sepanjang 20 Km. Namun, ada beberapa

kerusakan pada lima ruas jalan di KAIL dengan panjang 58 Km, mulai dari

Sutami, Bergen, Pugungraharjo, Sribhawono, dan Simpang Sribhawono. Dari

total panjang jalan tersebut, 44,8% atau 26 Km diantaranya rusak parah.

Kerusakan ini mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang panjang dan merugikan

perusahaan.

Ada beberapa rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh KAIL, yaitu:

1. Merencanakan, membangun, serta mengembangkan kawasan industri guna

menyiapkan kawasan tanah, sarana dan prasarana, serta fasilitas industri

lainnya yang dibutuhkan bagi penanam modal.

2. Melakukan kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan atas areal kawasan

industri.

3. Menyediakan dan menjual kaveling tanah industri.

4. Pelayanan berupa jasa konsultasi, jasa pembangunan, jasa pergudangan, jasa

pengawasan.

5. Menyediakan Kawasan Berikat (EPZ) untuk perusahaan-perusahaan industri

(25)

6. Memberikan pelayanan kepada para penanam modal dalam rangka pendirian

dan pengelolaan pabrik atau usaha industri lainnya.

Walaupun peraturan-peraturan khusus tentang Kawasan Industri Lampung belum

ada, tetapi pemerintah telah melakukan beberapa kegiatan penunjang

perkembangan KAIL, seperti memperbaiki beberapa ruas jalan yang

menghubungkan KAIL ke pusat kegiatan ekonomi dan sumber bahan baku dan

pemerintah pun sedang berusaha untuk melakukan pembebasan lahan 173,44 Ha

yang secara de jure dan perdata masih merupakan bagian dari Sertifikat HGU

milik PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero).

Sarana dan prasarana yang hampir memadai di kawasan tersebut, tidak lantas

membuat kawasan ini menjadi maju dan berkembang. Hal ini terbukti dari tahun

1998-2014 dengan total lahan seluas 126 Ha yang tersedia, baru terdapat 11

perusahaan pada kawasan tersebut dengan total luas 494.490 m2. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebuah strategi pengembangan yang

dapat diterapkan untuk Kawasan Industri Lampung berdasarkan tiga aspek, yaitu;

aspek ketersediaan prasarana, aspek aksesibilitas, dan aspek kebijakan pemerintah

(26)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apa strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kawasan Industri

Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk

menentukan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kawasan

Industri Lampung.

D. Kerangka Pemikiran

Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas industri

yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik

(industrial plants), sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan,

bangunan perkantoran, bank, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum

(Dirdjojuwono, 2004).

Pengembangan kawasan industri ialah suatu langkah untuk meningkatkan

investasi pada sektor industri dan juga sebagai upaya untuk membuka peluang

investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah. Untuk itu

diperlukan suatu strategi pengembangan agar kawasan tersebut dapat menjadi

motor dalam pembangunan ekonomi wilayah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor penyebab tidak

(27)

didapat beberapa hal penyebab tidak berkembangnya kawasan industri, antara

lain: faktor ketersediaan prasarana, faktor aksesibilitas, dan faktor kebijakan

pemerintah.

Arsyad (2005) menyebutkan industri tidak akan dapat berkembang tanpa adanya

sektor penunjang berupa infrastruktur, misalnya pembangunan jaringan

transportasi (jalan raya, rel kereta api, dan jembatan), jaringan telekomunikasi

(telepon dan fax), listrik, air bersih, dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur

tersebut menjadi daya tarik utama bagi calon investor dan dunia usaha.

Menurut Tarigan (2006), terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang

menentukan daya tarik lokasi adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas

adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau terhadap lokasi

lain disekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi jarak, kondisi prasarana

perhubungan, ketersediaan sarana penghubung termasuk frekuensinya, dan tingkat

keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut

Alat analisis yang digunakan untuk menentukan prioritas kebijakan strategi

pengembangan Kawasan Industri Lampung adalah Analytical Hierarchy Process

(AHP). Penggunaan AHP dimaksudkan untuk mencari skala prioritas penentuan

strategi pengembangan Kawasan Industri Lampung berdasarkan pandangan dan

kepentingan para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan akan

memberikan skala prioritas untuk setiap level hierarki yang dibentuk dari

kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif strategi dalam pengembangan Kawasan Industri

Lampung sehingga diperoleh strategi apa yang dapat diterapkan untuk

(28)

11

Adapun kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

ASPEK AKSESIBILITAS ASPEK KETERSEDIAAN

PRASARANA

KAWASAN INDUSTRI

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Industri

Industri memiliki dua pengertian, pertama adalah pengertian secara umum yaitu

perusahaan yang menjalankan operasi dalam bidang kegiatan ekonomi yang

tergolong ke dalam sektor sekunder. Pengertian kedua adalah pengertian yang

dipakai dalam teori ekonomi yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

menghasilkan barang yang sama atau sangat bersamaan yang terdapat dalam

suatu pasar (Sukirno, 1995).

Pengertian industri secara makro adalah semua sektor-sektor yang dapat

menghasilkan nilai tambah dan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

bagian yaitu industri yang menghasilkan barang-barang dan industri yang

menghasilkan jasa-jasa. Pengertian industri secara mikro diartikan sebagai

kumpulan perusahaan-perusahaan yang dapat menghasilkan barang-barang yang

homogen atau saling dapat mengganti secara erat (Hasibuan, 1994).

Industri merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem

perekonomian atau sistem mata pencahariannya dan merupakan suatu usaha dari

manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya

lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia (Hendro dalam

(30)

13

Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan industri adalah bentuk

kegiatan ekonomi masyarakat/perusahaan dalam mengolah bahan-bahan dari

sumber daya lingkungan menjadi barang-barang maupun jasa-jasa yang bernilai

lebih tinggi penggunaannya.

B. Klasifikasi Industri

Berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 257/MPP/Kep/7/1997, industri diklasifikasikan

menurut besarnya jumlah investasi, sebagai berikut:

a. Industri kecil dan menengah, merupakan jenis industri yang memiliki

investasi sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00.

b. Industri besar, yaitu industri yang investasinya lebih dari

Rp.5.000.000.000,00

Nilai investasi tersebut tidak termasuk nilai tanah dan bangunan tempat usaha.

Biro Pusat Statistik (dalam, Direktori Industri Besar dan Sedang Provinsi

Lampung, 2013), mengklasifikasikan industri berdasarkan pada jumlah tenaga

kerja yang digunakan, yaitu:

a. Industri besar, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang atau

lebih.

b. Industri sedang, yaitu industri yangg menggunakan tenaga kerja 20-99 orang.

c. Industri kecil, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja 5-19 orang.

d. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga

(31)

Wigjosoebroto dalam Sutanta (2010) mengklasifikasikan jenis-jenis industri

berdasarkan pada aktifitas-aktifitas umum yang dilaksanakan, sebagai berikut:

a. Industri penghasil bahan baku (the primary row-material industri), yaitu

industri yang aktifitas produksinya mengolah sumber daya alam guna

menghasilkan bahan baku maupun bahan tambahan lainnya yang dibutuhkan

oleh industri penghasil produk atau jasa. Industri tipe ini umum dikenal

sebagai “ekstrative/ primary industry”. Contoh: industri perminyakan,

industri pengolah bijih besi, dan lain-lain.

b. Industri manufaktur (the manufacturing industries), adalah industri yang

memproses bahan baku guna dijadikan bermacam-macam bentuk/model

produk, baik yang berupa produk setengah jadi (semi manufactured) ataupun

yang sudah berupa produk jadi (finished goods product). Disini akan terwujud

suatu transformasi proses baik secara fisik ataupun kimiawi terhadap input

material dan akan memberi nilai tambah yang lebih tinggi terhadap material

tersebut. Contoh: industri permesinan, industri mobil, industri tekstil, dan

lain-lainnya.

c. Industri penyalur (distribusution industries), adalah industri yang memiliki

fungsi untuk melaksanakan proses distribusi baik untuk row material maupun

finished goods product. Row materials maupun finished goods product

(manufactured goods) akan didistribusikan dari produsen ke produsen yang

lain dan dari produsen ke konsumen. Operasi kegiatan ini meliputi

aktifitas-aktivitas buying dan selling, storing, sorting, grading, packaging, dan moving

(32)

15

d. Industri pelayanan/jasa (service industries), adalah industri yang bergerak

dibidang pelayanan atau jasa, baik untuk melayani dan menunjang aktivitas

industri yang lain maupun langsung memberikan pelayanan/jasa kepada

konsumen. Contoh : bank, jasa angkutan, rumah sakit, dan lain-lainnya.

C. Teori Lokasi

Model lokasi Christaller (Tarigan, 2005) disebut sistem K=3 karena model ini

merupakan suatu sistem geometri di mana angka 3 yang ditetapkan secara arbiter

memiliki peran yang sangat berarti. Christaller mengembangkan modelnya untuk

suatu wilayah abstrak dengan ciri-ciri berikut.

1. Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua adalah datar dan sama.

2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropic surface).

3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada

seluruh wilayah.

4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak/biaya.

Model yang dibuat oleh Von Thunen (Tarigan, 2005) mengupas tentang

perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa

tanah (pertimbangan ekonomi), ia membuat asumsi sebagai berikut.

1. Wilayah analisis bersifat terisolir (isolated state) sehingga tidak terdapat

pengaruh pasar dari kota lain.

2. Tipe permukiman adalah padat di pusat wilayah (pusat pasar) dan makin

kurang padat apabila menjauh dari pusat wilayah.

(33)

4. Fasilitas pengangkutan adalah primitif (sesuai pada zamannya) dan relatif

seragam. Ongkos ditentukan oleh berat barang yang dibawa.

5. Kecuali perbedaan jarak ke pasar, semua faktor alamiah yang mempengaruhi

penggunaan tanah adalah seragam dan konstan.

Weber (Tarigan, 2005) menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada

total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus

minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang

minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam

perumusan modelnya, Weber bertitik tolak pada asumsi bahwa:

1. Unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogen,

konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah

persaingan sempurna;

2. Beberapa sumber daya alam seperti air, pasir dan batu bata tersedia di

mana-mana (ubiquitous) dalam jumlah yang memadai;

3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara

sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas;

4. Tenaga kerja tidak ubiquitous (tidak menyebar secara merata) tetapi

berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas.

Sedangkan Losch (Tarigan, 2005) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat

berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari

tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi

untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi

(34)

17

Atas dasar pandangan ini Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi

berada di pasar atau di dekat pasar.

D. Faktor-faktor Lokasi Industri

Aktivitas industri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang sangat

berkaitan satu sama lain sebagai suatu sistem produksi. Sistem produksi

merupakan suatu gabungan beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan

dan saling menunjang satu sama lain untuk melaksanakan proses produksi dalam

perusahaan (Winarti dan Sanjoyo dalam Sutanta, 2010).

Secara garis besar sistem produksi industri terbagi atas 3 bagian, yaitu input,

proses produksi, dan output. Selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat faktor

lainnya, yaitu permintaan pasar, manajemen perusahaan, kondisi lingkungan

eksternal yang meliputi pemerintah, teknologi, perekonomian, serta kondisi sosial

dan politik (Handoko dalam Sutanta, 2010). Skema sistem produksi industri

menurut Handoko tertera pada Gambar 2.

Menurut Teguh (2010) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang

menentukan lokasi industri, antara lain: sumber daya alam dan energi, sumber

daya manusia, modal, pasar dan harga, aglomerasi (keterkaitan antarindustri dan

penghematan eksternal), dan kebijaksanaan pemerintah. Weber dalam Teguh

(2010) menyatakan, ada tiga faktor yang menentukan lokasi industri, yaitu biaya

(35)
[image:35.595.113.505.103.287.2]

Gambar 2. Sistem Produksi Industri

Ada 3 (tiga) hal utama yang harus diputuskan dalam mendirikan suatu pabrik/

industri yaitu skala operasi dan pemasaran, teknologi atau teknik produksi yang

akan digunakan dan lokasi pabrik/industri (Smith dalam Sutanta, 2010). Menurut

Glasson dalam Sutanta (2010), 3 (tiga) pendekatan utama dalam menentukan

lokasi industri, yaitu:

1. Pendekatan biaya terkecil, yang berusaha menjelaskan lokasi berdasarkan pada

minimalisasi biaya faktor;

2. Analisis daerah pasar, yang lebih menitikberatkan pada permintaan atau factor

pasar;

3. Pendekatan maksimalisasi laba, sebagai akibat dari kedua pendekatan di atas.

Ketiga pendekatan di atas merupakan suatu kerangka yang sangat bermanfaat

untuk menganalisis pendekatan teori lokasi industri, walaupun ketiganya tidak

(36)

19

Dirdjojuwono (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan

dalam pemilihan lokasi industri, antara lain: bentuk permukaan tanah rata, karena

untuk memudahkan pembangunan pabrik; sumber bahan mentah; pasar;

ketersediaan tenaga kerja; modal; mempunyai aksesibilitas/ kemudahan

pencapaian cukup baik, baik terhadap akses bahan baku, bahan jadi atau hasil

produksi dan pusat-pusat transportasi seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara dan

stasiun kereta api; memiliki prasarana (infrastruktur) yang lengkap; peranan

pemerintah; bebas dari bencana; berdekatan dengan kota; harga tanah yang

murah; ketersediaan listrik dan air; dan aglomerasi.

E. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Industri

Menurut Alwi et.al. (2001), kebijakan berarti rangkaian konsep dan asas yang

menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan,

dan cara bertindak pemerintahan, organisasi dan lain sebagainya dan juga

diartikan sebagai pernyataan cita-cita, tujuan atau maksud sebagai garis pedoman

untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran dan juga diartikan garis besar

haluan.

Kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang terkait dengan pengembangan sektor

industri dan lokasi industri, antara lain:

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

b. Keppres Nomor 98 Tahun 1993 tentang Perubahan Atas Keppres Nomor 53

Tahun 1989 tentang Kawasan Industri;

(37)

d. Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 230/M/SK/10/93 tentang

Perubahan SK Nomor 291/M/SK/10/89 tentang Tata Cara Perijinan dan

Standar Teknis Kawasan Industri;

e. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor :

35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri;

f. Kebijakan sektoral yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Nasional, Provinsi, dan Kabupaten;

g. Kebijakan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Nasional, Provinsi dan Kabupaten;

h. Kebijakan-kebijakan lain yang terkait dengan lokasi industri baik Nasional,

Provinsi, maupun Kabupaten.

F. Kawasan Industri

Kawasan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 adalah wilayah

dengan fungsi utama lindung atau budidaya. Pengertian kawasan lindung adalah

kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan

hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya

buatan.

Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas industri

yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik

(industrial plants), sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan,

bangunan perkantoran, bank, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum

(38)

21

Kawasan industri menurut Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 tentang

Kawasan industri, Pasal 1 menyebutkan bahwa kawasan industri adalah kawasan

tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan

prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola

oleh Perusahaan Kawasan Industri.

1. Prasarana Kawasan Industri

Arsyad (2005) menyebutkan industri tidak akan dapat berkembang tanpa adanya

sektor penunjang berupa infrastruktur, misalnya pembangunan jaringan

transportasi (jalan raya, rel kereta api, dan jembatan), jaringan telekomunikasi

(telepon dan fax), listrik, air bersih, dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur

tersebut menjadi daya tarik utama bagi calon investor dan dunia usaha.

Dirdjojuwono (2004) menyebutkan penyediaan prasarana dan sarana pada

kawasan industri sekurang-kurangnya terdiri jaringan jalan dalam kawasan

industri sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku; saluran pembuangan air

hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran pembuangan sesuai dengan

ketentuan teknis Pemerintah Daerah setempat; instalasi penyediaan air bersih dan

saluran distribusinya; instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang kapasitasnya

dapat menampung semua limbah cair yang dihasilkan oleh industri pada kawasan

tersebut; instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik (energi);

jaringan telekomunikasi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku;

unit pemadam kebakaran; unit perkantoran; perumahan; dan fasilitas sosial dan

(39)

2. Aksesibilitas Kawasan Industri

Menurut Tarigan (2006), terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang

menentukan daya tarik lokasi adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas

adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau terhadap lokasi

lain di sekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi jarak, kondisi prasarana

perhubungan, ketersediaan sarana penghubung termasuk frekuensinya, dan

tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

Dirdjojuwono (2004) menyebutkan hal-hal yang diperhatikan dalam memilih

lokasi untuk kawasan industri antara lain adalah lokasi harus memiliki akses ke

rute jalan raya utama atau berhadapan dengan jalan raya, dekat ke jalur kereta,

dekat ke bandara atau dekat ke pelabuhan.

3. Pengembangan Kawasan Industri

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan untuk mendorong pusat

pertumbuhan pada daerah tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi

pemberian ijin pada daerah maju dan mempermudah perijinan pada daerah yang

kurang maju, memberi perangsang fiskal (berupa pembebasan pajak,

mempercepat depresiasi, dan pemberian pinjaman dengan syarat yang lunak) dan

memperbaiki administrasi pemerintah yang kurang effisien (misalnya prosedur

yang terlalu berbelit-belit dan proses kerja yang lambat) (Arsyad, 2005).

Teguh (2010) menyebutkan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang

dikeluarkan oleh pemerintah, seperti: birokrasi yang pendek, perizinan investasi

(40)

23

adanya kepastian hukum di dalam hubungannya dengan dunia bisnis dapat

mendorong berkembangnya kegiatan investasi di suatu daerah menjadi lebih

cepat.

G. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kawasan Industri

Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik

Indonesia Nomor : 35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan

Industri, diperlukan beberapa prinsip dalam pengembangan kawasan industri,

yaitu:

a. Kesesuaian Tata Ruang

Pemilihan, penetapan dan penggunaan lahan untuk kawasan industri harus

sesuai dan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan oleh Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi, maupun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Kesesuaian tata ruang merupakan landasan pokok bagi pengembangan

kawasan industri yang akan menjamin kepastian pelaksanaan

pembangunannya.

b. Ketersediaan Prasarana dan Sarana

Pengembangan suatu kawasan industri mempersyaratkan dukungan

ketersediaan prasarana dan sarana yang memadai. Oleh karena itu, dalam

upaya mengembangkan suatu kawasan industri perlu mempertimbangkan

faktor-faktor yang terkait dengan penyediaan prasarana dan sarana, seperti:

1. Tersedianya akses jalan yang dapat memenuhi kelancaran arus transportasi

(41)

2. Tersedianya sumber energi (gas, listrik) yang mampu memenuhi

kebutuhan kegiatan industri baik dalam hal ketersediaan, kualitas,

kuantitas dan kepastian pasokan;

3. Tersedianya sumber air sebagai air baku industri baik yang bersumber dari

air permukaan, PDAM, air tanah dalam; dengan prioritas utama yang

berasal dari air permukaan yang dikelola oleh Perusahaan Kawasan

Industri (Water Treatment Plant);

4. Tersedianya sistem dan jaringan telekomunikasi untuk kebutuhan telepon

dan komunikasi data;

5. Tersedianya fasilitas penunjang lainnya seperti kantor pengelola, unit

pemadam kebakaran, bank, kantor pos, poliklinik, kantin, sarana ibadah,

perumahan karyawan industri, pos keamanan, sarana olahraga/kesegaran

jasmani, halte angkutan umum, dan sarana penunjang lainnya sesuai

dengan kebutuhan.

c. Ramah Lingkungan

Dalam pengembangan kawasan industri, pengelola kawasan industri wajib

melaksanakn pengendalian dan pengelolaan lingkungan sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku, dimana kawasan industri wajib

dilengkapi dengan dokumen Analisasi Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL). Fungsi AMDAL untuk (a) memberi masukan dalam pengambilan

keputusan, (b) memberi pedoman upaya pencegahan, pengendalian dan

pemantauan dampak/lingkungan hidup dan (c) memberikan informasi dan

data bagi perencanaan pembangunan suatu wilayah. Sedangkan AMDAL

(42)

25

negatif akibat kegiatan proyek, (b) menjamin aspek keberlanjutan proyek

pembangunan, (c) menghemat penggunaan sumber daya alam dan (d)

kemudahan dalam memperoleh kredit bank.

d. Efisiensi

Aspek efisiensi merupakan landasan pokok dalam pengembangan kawasan

industri. Bagi pengguna kaveling (user) akan mendapatkan lokasi kegiatan

industri yang sudah tertata dengan baik dimana terdapat beberapa keuntungan

seperti bantuan proses perijinan, ketersediaan prasarana dan sarana.

Sedangkan bagi pemerintah daerah akan menjadi lebih efisien dalam

perencanaan pembangunan prasarana yang mendukung dalam pengembangan

kawasan industri.

e. Keamanan dan Kenyamanan Berusaha

Situasi dan kondisi keamanan yang stabil merupakan salah satu jaminan bagi

keberlangsungan kegiatan kawasan industri. Untuk itu diperlukan adanya

jaminan keamanan dan kenyamanan berusaha dari gangguan keamanan

seperti gangguan ketertiban masyarakat (kamtibmas), tindakan anarkis dan

gangguan lainnya terhadap kegiatan industri. Dalam menciptakan keamanan

dan kenyamanan berusaha, Pengelola Kawasan Industri dapat bekerjasama

dengan Pemerintah Daerah setempat dan/atau pihak keamanan. Apabila

dipandang perlu, pemerintah dapat menetapkan suatu Kawasan Industri

sebagai objek vital untuk mendapatkan perlakuan khusus. Faktor keselamatan

merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan dalam perencanaan dan

(43)

hal-hal yang menyangkut Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

(K3L) dan menerapkan prinsip-prinsip keselamatan kerja yang berlaku.

H. Kriteria Lokasi Kawasan Industri

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor :

35/M-IND/PER/3/2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri, berkembangnya

suatu Kawasan Industri tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan industri

yang akan dikembangkan, karena sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor/variabel di wilayah lokasi kawasan. Selain itu dengan dikembangkannya

suatu Kawasan Industri juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi

di sekitar lokasi kawasan. Oleh sebab itu, beberapa kriteria menjadi pertimbangan

di dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri, antara lain :

a. Jarak ke Pusat Kota

Pertimbangan jarak ke pusat kota bagi lokasi Kawasan Industri adalah dalam

rangka kemudahan memperoleh fasilitas pelayanan baik sarana dan prasarana

maupun segi-segi pemasaran. Mengingat pembangunan suatu kawasan

industri tidak harus membangun seluruh sistem prasarana dari mulai tahap

awal melainkan memanfaatkan sistem yang telah ada seperti listrik, air bersih

yang biasanya telah tersedia di lingkungan perkotaan, dimana kedua sistem

ini kestabilan tegangan (listrik) dan tekanan (air bersih) dipengaruhi faktor

jarak, disamping fasilitas banking, kantor-kantor pemerintahan yang

memberikan jasa pelayanan bagi kegiatan industri yang pada umumnya

berlokasi di pusat perkotaan, maka idealnya suatu kawasan industri berjarak

(44)

27

b. Jarak Terhadap Permukiman

Pertimbangan jarak terhadap permukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan

industri, pada prinsipnya memiliki dua tujuan pokok, yaitu:

1. Berdampak positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan

aspek pemasaran produk. Dalam hal ini juga perlu dipertimbangkan

adanya kebutuhan tambahan akan perumahan sebagai akibat dari

pembangunan Kawasan Industri. Dalam kaitannya dengan jarak terhadap

permukiman disini harus mempertimbangkan masalah pertumbuhan

perumahan, dimana sering terjadi areal tanah disekitar lokasi industri

menjadi kumuh dan tidak ada lagi jarak antara perumahan dengan kegiatan

industri.

2. Berdampak negatif karena kegiatan industri menghasilkan polutan dan

limbah yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat.

3. Jarak terhadap permukiman yang ideal minimal 2 (dua) Km dari lokasi

kegiatan industri.

c. Jaringan Jalan yang Melayani

Jaringan bagi kegiatan industri memiliki fungsi yang sangat penting terutama

dalam rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan tingkat pencapaian

(aksesibilitas) baik dalam penyediaan bahan baku, pergerakan manusia dan

pemasaran hasil-hasil produksi. Jaringan jalan yang baik untuk kegiatan

industri, harus memperhitungkan kapasitas dan jumlah kendaraan yang akan

melalui jalan tersebut sehingga dapat diantisipasi sejak awal kemungkinan

(45)

dipertimbangkan karena dari kenyataan yang ada dari keberadaan Kawasan

Industri pada suatu daerah ternyata tidak mudah untuk mengantisipasi

dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan industri terhadap masalah

transportasi. Apabila hal ini kurang mendapat perhatian akan berakibat

negatif terhadap upaya promosi kawasan industri. Untuk pengembangan

kawasan industri dengan karakteristik lalu lintas truk kontainer dan akses

utama dari dan ke pelabuhan/bandara, maka jaringan jalan arteri primer harus

tersedia untuk melayani lalu lintas kegiatan industri.

d. Jaringan Fasilitas dan Prasarana

1) Jaringan Listrik

Ketersediaan jaringan listrik menjadi syarat yang penting untuk kegiatan

industri. Karena bisa dipastikan proses produksi kegiatan industri sangat

membutuhkan energi yang bersumber dari listrik, untuk keperluan

mengoperasikan alat-alat produksi. Dalam hal ini standar pelayanan listrik

untuk kegiatan industri tidak sama dengan kegiatan domestik dimana ada

prasyarat mutlak untuk kestabilan pasokan daya maupun tegangan.

Kegiatan industri umumnya membutuhkan energi listrik yang sangat

besar, sehingga perlu dipikirkan sumber pasokan listriknya, apakah yang

bersumber dari perusahaan listrik negara saja, atau dibutuhkan partisipasi

sektor swasta untuk ikut membantu penyediaan energi listrik untuk

memenuhi kebutuhan listrik industri.

2) Jaringan Telekomunikasi

Kegiatan industri tidak akan lepas dari aspek bisnis, dalam rangka

(46)

29

telekomunikasi seperti telepon dan internet menjadi kebutuhan dasar bagi

pelaku kegiatan industri untuk menjalankan kegiatannya. Sehingga

ketersediaan jaringan telekomunikasi tersebut menjadi syarat dalam

penentuan lokasi industri.

3) Pelabuhan Laut

Kebutuhan prasarana pelabuhan menjadi kebutuhan yang mutlak,

terutama bagi kegiatan pengiriman bahan baku/bahan penolong dan

pemasaran produksi, yang berorientasi ke luar daerah dan keluar negeri

(ekspor/impor). Kegiatan industri sangat membutuhkan pelabuhan sebagai

pintu keluar-masuk berbagai kebutuhan pendukung. Sebagai ilustrasi

untuk memproduksi satu produk membutuhkan banyak bahan pendukung

yang tidak mungkin dipenuhi seluruhnya dari dalam daerah/wilayah itu

sendiri, misalnya kebutuhan peralatan mesin dan komponen produksi

lainnya yang harus diimport, demikian pula produk yang dihasilkan

diharapkan dapat dipasarkan di luar wilayah/eksport agar diperoleh nilai

tambah/devisa. Untuk itu maka keberadaan pelabuhan/outlet menjadi

syarat mutlak untuk pengembangan kawasan industri.

e. Topografi

Pemilihan lokasi peruntukan kegiatan industri hendaknya pada areal lahan

yang memiliki topografi yang relatif datar. Kondisi topografi yang relatif

datar akan mengurangi pekerjaan pematangan lahan (cut and fill) sehingga

dapat mengefisienkan pemanfaatan lahan secara maksimal, memudahkan

pekerjaan konstruksi dan menghemat biaya pembangunan.

(47)

f. Jarak Terhadap Sungai atau Sumber Air Bersih

Pengembangan Kawasan Industri sebaiknya mempertimbangkan jarak

terhadap sungai. Karena sungai memiliki peranan penting untuk kegiatan

industri yaitu sebagai sumber air baku dan tempat pembuangan akhir limbah

industri. Sehingga jarak terhadap sungai harus mempertimbangkan biaya

konstruksi dan pembangunan saluran-saluran air. Disamping itu jarak yang

ideal seharusnya juga memperhitungkan kelestarian lingkungan Daerah

Aliran Sungai (DAS), sehingga kegiatan industri dapat secara seimbang

menggunakan sungai untuk kebutuhan kegiatan industrinya tetapi juga

dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan Daerah

Aliran Sungai (DAS) tersebut. Jarak terhadap sungai atau sumber air bersih

maksimum 5 (lima) Km dan terlayani sungai tipe C dan D atau Kelas III dan

IV.

g. Kondisi Lahan

Peruntukan lahan industri perlu mempertimbangkan daya dukung lahan dan

kesuburan lahan.

1) Daya Dukung Lahan

Daya dukung lahan erat kaitannya dengan jenis konstruksi pabrik dan jenis

produksi yang dihasilkan. Jenis konstruksi pabrik sangat dipengaruhioleh

daya dukung jenis dan komposisi tanah, serta tingkat kelabilan tanah, yang

sangat mempengaruhi biaya dan teknologi konstruksi yang digunakan.

Mengingat bangunan industri membutuhkan fondasi dan konstruksi yang

kokoh, maka agar diperoleh egisiensi dalam pembangunannya sebaiknya

(48)

31

2) Kesuburan Lahan

Tingkat kesuburan lahan merupakan faktor penting dalam menetukan

lokasi peruntukan kawasan industri. Apabila tingkat kesuburan lahan

tinggi dan baik bagi kegiatan pertanian, maka kondisi lahan seperti ini

harus tetap dipertahankan untuk kegiatan pertanian dan tidakdicalonkan

dalam pemilihan lokasi kawasan industri. Hal ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya konversi lahan yang dapat mengakibatkan

menurunnya tingkat produktivitas pertanian, sebagai penyedia kebutuhan

psngan bagi masyarakat dan dalam jangka panjang sangat dibutuhkan

untuk menjaga ketahanan pangan (food security) di daerah-daerah. Untuk

itu dalam pengembangan industri, pemerintah daerah harus bersikap tegas

untuk tidak memberikan ijin lokasi industri pada lahan pertanian, terutama

areal pertanian lahan basah (irigasi teknis).

h. Ketersediaan Lahan

Kegiatan industri umumnya membutuhkan lahan yang luas, terutama

industri-industri berskala sedang dan besar. Untuk itu skala industri-industri yang akan

dikembangkan harus pula memperhitungkan luas lahan yang tersedia,

sehingga tidak terjadi upaya memaksakan diri untuk konversi lahan secara

besar-besaran, guna pembangunan kawasan industri. Sesuai Peraturan

Pemerintah Nomor : 24 tahun 2009 luas lahan kawasan industri minimal 50

hektar. Ketersediaan lahan harus memasukan pertimbangan kebutuhan lahan

di luar kegiatan sektor industri sebagai “multiplier effects” nya, seperti

kebutuhan lahan perumahan dan kegiatan permukiman dan perkotaan lainnya.

(49)

100 tenaga kerja, berarti dibutuhkan lahan perumahan dan kegiatan

pendukungnya seluas 1-1,5 Ha untuk tempat tinggal para pekerja dan

berbagai fasilitas penunjang. Artinya bila hendak dikembangkan 100 Ha

Kawasan Industri disuatu daerah, maka di sekitar lokasi harus tersedia lahan

untuk fasilitas seluas 100-150 Ha, sehingga total area dibutuhkan 200-250

Ha.

i. Harga Lahan

Salah satu faktor utama yang menentukan pilihan investor dalam memilih

lokasi peruntukan industri adalah harga beli/sewa lahan yang kompetitif,

artinya bila lahan tersebut dimatangkan dalam arti sebagai kapling siap

bangun yang telah dilengkapi prasarana penunjang dapat dijangkau oleh para

pengguna (user). Dengan demikian maka dalam pemilihan lokasi Kawasan

Industri sebaiknya harga lahan (tanah mentah) tidak terlalu mahal. Disamping

itu sebagai syarat utamanya agar tidak terjadi transaksi lahan yang tidak adil

artinya harga yang tidak merugikan masyarakat pemilik lahan, atau

pemerintah mengeluarkan peraturan yang dapat memberikan peluang bagi

masyarakat untuk terlibat menanamkan modal dalam investasi kawasan

industri melalui lahan yang dimilikinya. Sehingga dengan demikian membuka

peluang bagi masyarakat pemilik lahan untuk merasakan langsung nilai

tambah dari keberadaan kawasan industri di daerahnya.

j. Orientasi Lokasi

Mengingat Kawasan Industri sebagai tempat industri manufaktur

(50)

33

maka orientasi lokasi sangat dipengaruhi oleh aksesibilitas dan potensi tenaga

kerja.

k. Pola Tata Guna Lahan

Mengingat kegiatan industri disamping menghasilkan produksi juga

menghasilkan hasil sampingan berupa limbah padat, cair dan gas, maka untuk

mencegah timbulnya dampak negatif sebaiknya dilokasikan pada lokasi yang

non pertanian dan non permukiman, terutama bagi industri skala menengah

dan besar.

l. MultiplierEffects

Pembangunan Kawasan Industri jelas akan memberikan pengaruh eksternal

yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Dengan istilah lain dapat disebut

sebagai multiplier effects.

I. Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah

multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut

Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah

permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level

pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan

seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu

masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang

kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan

(51)

AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan

pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu

kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan.

Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang

harus dipahami antara lain:

a. Decomposition, setelah mendefinisikan permasalahan / persoalan, maka perlu

dilakukan dekomposisi, yaitu: memecahkan persoalan yang utuh menjadi

unsur-unsurnya, sampai yang sekecil-kecilnya.

b. Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang

kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya

dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena

akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini

lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison.

c. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen

cirinya untuk mendapatkan prioritas local, karena matrik pairwise

comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk melakukan global harus

dilakukan sintesis diantara prioritas local. Prosedur melakukan sintesis

berbeda menurut hierarki.

d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa

obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan

relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu.

Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai 9.

(52)

35

yang sama skalanya, nilai bobot 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan

kasus atribut yang “penting absolute” dibandingkan dengan lainnya. Skala Saaty

[image:52.595.109.521.212.712.2]

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Skala Banding Secara Berpasangan

Tingkat Kepentingan Definisi Penjelasan

Nilai 1 Kedua faktor sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

Nilai 3 Faktor yang satu sedikit lebih penting daripada faktor yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain.

Nilai 5 Faktor satu esensial atau lebih penting dari pada faktor lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlibat dalam praktek

Nilai 7 Satu faktor jelas lebih penting daripada faktor lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai 9 Satu faktor mutlak lebih

penting dari pada faktor lainnya

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Nilai 2,4,6,8 Nilai-nilai antara, diantara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai berkebalikan Jika untuk aktifitas i mendapatkan angka 2 jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai ½ dibanding i

(53)

Beberapa keuntungan menggunakan Analysis Hierarchy Process (AHP) sebagai

alat analisis adalah (Saaty, 1993):

1. AHP memberikan model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk

beragam persoalan yang dapat terstruktur.

2. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu

sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. AHP mencerminkan kecendurungan alami pikiran untuk memilah-milah

elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk

mendapatkan prioritas.

6. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

7. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif.

8. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relative dari berbagai faktor

sistem dan menungkinkan orang memilih alternative terbaik berdasarkan

tujuan-tujuan mereka.

9. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang

(54)

37

10.AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:

1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa

persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang

ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan

penilaian yang keliru.

2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik

sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk

J. Tinjauan Empirik

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil

penelitian relevan tentang topik utama yang telah dilakukan oleh orang lain

sebelumnya. Beberapa tinjauan empiris berupa artikel penelitian yang penulis

(55)
[image:55.595.113.525.90.752.2]

Tabel 5. Tinjauan Empirik

No Penulis Judul Alat Analisis Kesimpulan 1. Sutanta

(2010) Faktor-faktor penyebab tidak berkembangnya kawasan industri nguter kabupaten sukoharjo Metode Deskriftif

Faktor penyebab tidak berkembangnya Kawasan Industri Nguter adalah faktor aksesibilitas, faktor ketersediaan prasarana, dan kebijakan pemerintah.

2. Ardhika Sukmasakti Hasworo (2012) Strategi pengembangan objek wisata batik kota pekalongan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa dari ketiga aspek

pengembangan objek wisata batik Kota Pekalongan,

menghasilkan aspek promosi sebagai prioritas utama dengan strategi pengembangan

menggelar festival batik nasional dan

internasional.

3. Kimberly Febrina Kodrat (2011) Analisis sistem pengembangan kawasan industri terpadu berwawasan lingkungan studi kasus: PT. Kawasan Industri Medan Metode survei dengan menggunakan perpaduan antara har system (analisis sistem dinamis) dan soft system (analisis prospektif) Hasil analisis ketergantungan antar faktor dengan menggunakan Analisis Prospektif diperoleh sebanyak lima faktor strategis masa depan yang mempengaruhi pengembangan kawasan industri terpadu

(56)

39

4. Handy Twinosa (2012)

Pengembangan kawasan industri sepatu melalui

pendekatan city marketing di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto

Analisis Triangulasi

Arahan pengembanagn kawasan industri Kecamatan Trowulan dibagi menjadi empat elemen utama city marketing, yaitu pemasarat citra/image, pemasaran daya

(57)

III.METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data

primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

dengan kawasan industri. Sedangkan data sekunder yang relevan dengan tujuan

penelitian diambil dari berbagai sumber, seperti buku referensi, internet, dan buku

atau informasi dari instansi terkait.

a. Data primer

Data primer diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner kepada responden

terpilih. Responden adalah aparat pemerintah dan orang yang berhubungan

erat dengan kawasan industri ditujukan untuk menggali pendapatnya dalam

rangka pemilihan strategi pengembangan kawasan industri. Penggalian

pendapat ini dilakukan dengan menerapkan teori Analytical Hierarchy

Process (AHP).

b. Data sekunder

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini didapat dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Provinsi Lampung berupa publikasi resmi pemerintah dalam

bentuk buku, PT KAIL, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah serta sumber

(58)

41

B. Teknik Pengambilan Sampel Responden

Berdasarkan pendekatan AHP, yang menjadi narasumber untuk melakukan

pembobotan adalah seorang ahli (expert). Yang dimaksud dengan expert disini

tidak harus seseorang yang pakar pada satu bidang keilmuan tertentu, melainkan

orang yang tahu betul akan permasalahan yang hendak diteliti. Dalam konteks

strategi pengembangan Kawasan Industri Lampung, expert yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah orang-orang yang paham benar mengenai kawasan

industri. Untuk itu, pihak pengelola, pemerintah, praktisi, dan akademisi

merupakan orang yang tepat untuk dijadikan responden dalam menentukan

bobot pengaruh faktor, variabel, dan indikator yang digunakan untuk

pemeringkatan strategi pengembangan Kawasan Industri Lampung. Jumlah

responden menjadi tidak penting dalam menentukan bobot. Yang lebih penting

adalah kualitas atau pengetahuan responden akan permasalahan yang dimaksud.

Untuk itu, pengambilan sampel responden dilakukan secara purposive, dengan

melibatkan pihak pengelola, pemerintah, praktisi, dan akademisi.

C. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah AHP (Analytical Hierarchy Process).

Metode AHP merupakan suatu model yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty

pada tahun 1971. Saaty menyatakan bahwa AHP adalah suatu model untuk

membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat

asumsi-asumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan, serta

(59)

pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis yang bergantung pada imajinasi,

pengalaman dan pengetahuan. Dilain pihak proses AHP memberi suatu kerangka

bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan

persoalan.

Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap

secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang

intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat

dibandingkan. Adapun tahapan dalam menganalisis data sebagai berikut (Saaty,

1993) :

1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan

menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara

mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami

permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan

yang dihadapi.

2. Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada

tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen

terhadap masing-masing tujuan dan kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik

perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan

judgement” atau pendapat dari responden yang dianggap sebagai “key

person”, Mereka dapat terdiri atas: 1.) pengambilan keputusan; 2.) para pakar;

3.) Orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.

(60)

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 1.  Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Tabel 2. Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang, 2009-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk untuk merumuskan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung

Sebelum dikembangkannya Kawasan Sentra Industri Keripik oleh pemerintah daerah Kota Bandar Lampung, pengusaha keripik pisang Suseno telah terlebih dahulu memulai usaha di

konsep – konsep kawasan industri berwawasan lingkungan (eco-industrial park/EIP), sehingga memerlukan strategi – strategi khusus , baik untuk kepentingan ekonomi

Rekomendasi strategi pengelolaan kawasan industri menuju eco industrial park dalam rangka tetap menjaga keberlanjutan pembangunan industri di Cilegon, sesuai dengan

Berdasarkan hasil penelitian aspek ekologi yang menjadi prioritas pertama dalam pengembangan wisata Pantai Songka serta strategi yang menjadi prioritas

Hasil AHP diperoleh data bahwa terdapat tiga faktor penentu dalam pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba

Ketiga berdasarkan AHP, strategi yang merupakan prioritas utama dalam peningkatan efektivitas program SMD adalah melalui penguatan sumber daya manusia SMD dan

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebuah strategi pengembangan yang dapat diterapkan untuk Kawasan Industri Lampung berdasarkan tiga aspek, yaitu;