• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Influence of Fly Ash Additive For Strength Brick In Post Combustion by Using Rice Husk Ash Additive. PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN ADDITIVE ABU SEKAM PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Influence of Fly Ash Additive For Strength Brick In Post Combustion by Using Rice Husk Ash Additive. PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN ADDITIVE ABU SEKAM PADI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

The Influence of Fly Ash Additive For Strength Brick In Post Combustion by Using Rice Husk Ash Additive.

by : Mona Aisyah

Brick is one of the material constructions which often used to build a construction, such as buildings, stores, housing, etc. The bricks are made from a mixture of soil and water. In this research the process of making bricks will be tried by mixing soil with bricks additives is fly ash and rice husk ash to determine the advantages from additive materials as well as comparing the compressive strength of original brick to brick waste that has been mixed with additive materials such as fly ash and rice husk ash to achieve strong and durable bricks of SNI specification.

The cohesive soils of Yoso Mulyo resident, Metro is used as soil samples. Additive materials used are fly ash from PLTU Tarahan and rice husk ash from Yoso Mulyo Village, Metro. Variations in the levels of the mixture used is Mix Levels I (5%), Mix levels II (10%), Mix Levels III (15%) and Mix Levels IV (20%), with a ratio of additive materials between fly ash and rice husk ash is 1: 1. Therefore brick testing that has been done through a process of mixing, curing and burning, specific gravity tests performed include compressive strength, and water absorption test. Based on the results of physical testing original soil, Unified system classifies as fine-grained soil and it is included in the ML group.

The results showed that burning brick by using fly ash and rice husk ash as an additive ingredient in a mixture of brick-making material effect on the compressive strength, so that the strength is obtained in this research is quite good as well as National Standardization Agency of Indonesia (BSNI). The high compressive strength of bricks using fly ash additive materials and rice husk ash due to reduced air volume and pore cavities on soil particles.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN ADDITIVE ABU SEKAM PADI

Oleh :

MONA AISYAH

Batu bata merupakan salah satu bahan material konstruksi yang sering dipakai untuk

membangun sebuah konstruksi, seperti gedung, pertokoan, maupun perumahan dan lain –

lain. Batu bata terbuat dari campuran tanah dan air. Pada penelitian ini proses pembuatan batu

bata akan dicoba mencampurkan tanah dengan bahan tambahan (additive) batu bata adalah fly

ash (abu terbang) dan abu sekam padi untuk mengetahui seberapa besar manfaat limbah dari

bahan additive tersebut serta membandingkan kuat tekan batu bata biasa dengan batu bata

yang telah dicampur dengan bahan additive berupa fly ash dan abu sekam padi untuk

mencapai spesifikasi SNI batu bata yang kuat dan tahan lama.

Sampel tanah yang digunakan merupakan jenis tanah lempung yang berasal dari Desa Yoso

Mulyo, Metro. Bahan additive yang digunakan adalah fly ash yang berasal dari PLTU

Tarahan dan abu sekam padi yang berasal dari Desa Yoso Mulyo, Metro. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah Kadar Campuran I (5%), Kadar Campuran II (10%), Kadar

Campuran III (15%) dan Kadar Campuran IV (20%), dengan perbandingan bahan additive

antara fly ash dan abu sekam padi adalah 1 : 1. Dengan demikian pengujian batu bata yang

telah dilakukan melalui proses pencampuran, pemeraman dan pembakaran, dilakukan meliputi uji berat jenis kuat tekan, dan uji daya serap air. Berdasarkan hasil pengujian fisik

tanah asli, Unified system mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan

termasuk ke dalam kelompok ML.

Hasil penelitian menujukkan bahwa pembuatan batu bata pasca bakar dengan menggunakan

penambahan fly ash dan abu sekam padi sebagai bahan additive pada campuran material

pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan nilai kuat tekan, sehingga kekuatan batu bata yang didapat pada penelitian ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI). Tingginya nilai kuat tekan batu bata

menggunakan bahan additive fly ash dan abu sekam padi disebabkan karena berkurangnya

volume udara dan rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Mona Aisyah lahir di Tanjung Karang Timur , Kota Bandar

Lampung, Provinsi Lampung, pada tanggal 1 April 1992,

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara bersaudara

pasangan Bapak Edi Susanto,S.St dan Ibu Dwi Setia

Rini.A.Md.

Penulis memiliki dua orang saudara perempuan bernama Fakhri Yah Putri dan

Raihanna Shafa Mahirrah.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 2 Kampung sawah, Kota Bandar

Lampung dan SDN 1 Pajaresuk, Pringsewu yang diselesaikan pada tahun 2003.

Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SMP Kartika II-2 Bandar Lampung yang

diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di

SMA ARJUNA Bandar Lampung Progaram Studi Ilmu Pengetahuan Alam yang

diselesaikan pada tahun 2009.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Lampung pada tahun 2009 melalui jalur Ujian

Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi

internal kampus yaitu sebagai Anggota UKMF Himpunan Mahasiswa

(7)

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Pukem Mataram

Marga, Kecamatan Sukadana, Lampung Timur tahun 2013 serta telah

melakukan kegiatan Kerja Praktik selama 3 bulan pada Proyek

Pembangunan Jembatan Layang Jalan Antasari – Jalan Tirtayasa, Bandar

(8)

M O T O

Jadi Diri Sendiri, Cari Jati Diri, dan Dapetin

Hidup Yang Mandiri

Optimis, Kaena Hidup Terus Mengalir Dan

Kehidupan Terus Berputar

Sesekali Liat Ke Belakang Untuk Melanjutkan

Perjalanan Yang Tiada Berujung

If you want something you’ve

never had,

You must be willing to do something you’ve

never done.

(9)

Persembahan

Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat

suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah

dan Ibu tercinta) yang selalu memanjatkan doa kepada putri Mu tercinta

dalam setiap sujudnya.

Ayahhandaku tercinta Edi Susanto, S.ST

Ibundaku tercinta Dwi Setia Rini, A.Md

Adik-Adikku tersayang Fakhriyah Putri dan Raihanna Shafa

Mahirrah

Kekasih Tercinta Adonis Pranata, S.T

Serta teman dan sahabatku yang selalu mewarnai hari-hari indahku, khususnya

angkatan 2009.

(10)

SANWACANA

Assallamualaikum Wr Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, yang

telah melimpahkan nikmat, anugerah serta kekuatan lahir dan bathin kepada

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Fly Ash

Terhadap Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dengan berbekal keyakinan, ketabahan dan kemauan yang keras, bimibingan dan

ridho dari Allah SWT, serta bantuan dari berbagai pihak jualah maka penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini. Melalui kesempatan ini, penulis hendak

mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan moril, maupun spiritual.

Dengan teriring salam dan doa serta ucapan terimakasih yang tak terhingga.

Penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Drs. Suharno, M.Sc, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik,

(11)

2. Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Lampung dan selaku Dosen Pembimbing I skripsi

yang telah banyak meluangkan waktu guna memberikan pengarahan,

bimbingan, saran dan motivasi sehingga skripsi ini dapat dibuat serta

terselesaikan dan membuat penulis belajar tentang arti disiplin dan kerja

keras.

3. Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah banyak

memberikan masukan dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini yang

membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Ir. Setyanto, M.T., selaku Dosen penguji skripsi atas memberikan kritik

yang membangun, serta argumentasinya yang mendorong penulis untuk

terus belajar dan penulis yakin beliau melakukannya untuk membuat

penulis menjadi seseorang yang lebih baik.

5. Ir. Priyo Pratomo, M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Ibundaku tercinta (Dwi Setia Rini, A.Md), Ayahandaku tersayang (Edi

Susanto, S.St.), adik – adikku tersayang (Fakhri Yah Putri), dan (Raihanna

Shafa Mahirrah), yang selalu memberikan dorongan materil dan spiritual

dalam menyelesaikan laporan ini, juga keluarga besarku yang selalu

mendoakan keberhasilanku.

7. Seluruh Dosen staff pengajar dan karyawan yang telah memberikan bekal

ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan

(12)

8. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas

Lampung, Mas Pardin, Mas Miswanto, Mas Riyadi, Mas Syaiful, Mas

Budi dan Andi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama

penulis melakukan penelitian.

9. Kekasihku, Adonis Pranata, S.T., terima kasih telah menemani baik suka

mapun duka dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

10.Sahabat-sahabat terbaikku, Nabella Aulia, S.T., Rizka Purwasih, S.T.,

Wenny Dwi Tiara AS, Elvira Indryana, Adhe Eriea Athiya, S.T., Denada

Novemilia, S.Pd., dan Khaharudin Sanusi, S.E., yang tidak pernah bosan

untuk memotivasi dan juga telah memberikan waktunya yang sibuk untuk

membantu penulis dalam kehidupan sehari-hari.

11.Teman dan sahabat khususnya angkatan 2009, yang tidak mungkin penulis

sebutkan satu per satu. Semoga kita semua berhasil menggapai impian dan

cita-cita. Amin.

12.Seluruh civitas mahasiswa dan mahasiswi teknik sipil yang tergabung

dalam HIMATEKS (2010, 2011, 2012 dan 2013), ingat selalu SIPIL

SATU TAK TERKALAHKAN !!!.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat, khususnya bagi penulis dan

bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 6 Mei 2014 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu Bata ... 5

1. Pengertian Batu Bata……….. 5

2. Tanah Lempung/Tanah Liat ………6

3. Standar Batu Bata ……… 6

4. Proses Pembakaran Batu Bata ………. 8

B. Tanah ... 9

1. Pengertian Tanah ………..9

2. Klasifikasi Tanah ... ……... 10

C. Tanah Lempung ... 15

1. Definisi Tanah Lempung ... 15

2. Mineral Lempung ………... 18

3. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran ………20

(14)

1. Pengertian Fly Ash (Abu Terbang) ……….20

2. Manfaat Fly Ash(Abu Terbang) ……….23

E. Abu Sekam Padi ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah ... . 28

B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan fly ash dan Abu sekam padi ………. ... 28

C. Pelaksanaan Pengujian ……….. 29

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ………29 2. Pengujian Sampel Batu Bata + fly ash +abu sekam padi…...31

D. Urutan Prosedur Penelitian ... 33

E. Pengolahan dan Analisis Data ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 37

B. Hasil Pengujian Batu Bata Sesuai Kadar Campuran ... 41

1. Hasil Uji Kadar Air (ω) ... 42

(15)

3. Hasil Uji Kuat Tekan ... 44

A. Uji Kuat Tekan Sebelum Pembakaran ... 44

B. Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran ... 47

C. Perbandingan Nilai Uji Kuat Tekan Sebelum dan Pasca

Pembakaran ... 49

D. Uji Kuat Tekan Sesudah Pembakaran Sesuai SNI ... 51

4. Hasil Uji Daya Serap Air ... 52

A. Perbandingan Kuat Tekan Batu Bata dengan Penelitian

Terdahulu ... 53

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding ... 7

2. Klasifikasi Kekuatan Bata ... 7

3. Sistem Klasifikasi Unifed ... 16

4. Data Hasil Uji Sampel Material Tanah Asli yang berasal daridesa Yoso Mulyo, Kec. Metro Timur. ... 40

5. Hasil Uji Kadar Air Setiap Campuran ...42

6. Hasil Uji Berat Jenis Setiap Campuran ...43

7. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Tanpa Campuran ...44

8. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran I (5 %) ...45

9. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran II (10 %) ...45

10.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran III (15 %) ...45

11.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran IV (20 %) ...46

12.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Tanpa Campuran ...47

13.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran I (5 %) ...47

14.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran II (10 %) ...48

15.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran III (15 %) ...48

(17)

ixix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Nilai – nilai Batas Atterberg Untuk Sub Kelompok Tanah ... 13

2. Rangkaian Dasar Oktahedral dan Tetrahedral ... 19

3. Diagram Alir Penelitian ... 36

4. Uji Analisa Saringan & Hidrometri ... 39

5. Diagram Plastisitas ... 41

6. Hubungan Nilai Kadar Air Tanah Asli dengan Kadar Air Campuran ... 42

7. Hubungan Nilai Berat Jenis Tanah Asli dengan Berat Jenis Tanah Campuran .. 43

8. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran dengan Kadar Campuran ... 47

9. Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Batu Bata Setelah Pembakaran dengan Kadar Campuran ... 49

10.Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata dengan Kadar Campuran Sebelum dan Sesudah Pembakaran ... 50

(18)

x

12.Hubungan Antara Daya Serap Air Sesudah Pembakaran Batu Bata dengan Kadar

Campuran ... 53

13.Perbandingan Hasil Uji Tekan Sebelum Pembakaran Terhadap Penelitian

Terdahulu (Fly Ash dan Abu Sekam Padi) ... 54

14.Perbandingan Hasil Uji Tekan Setelah Pembakaran Terhadap Penelitian

(19)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Uji Analisa Saringan & Hidrometri ... 39

Grafik 2. Hubungan Nilai Kadar Air Tanah Asli dengan Kadar Air

Campuran ... 42

Grafik 3. Hubungan Nilai Berat Jenis Tanah Asli dengan Berat Jenis Tanah Campuran ... 43

Grafik 4. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran

dengan Kadar Campuran ... 47

Grafik 5. Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Batu Bata Setelah

Pembakaran dengan Kadar Campuran ... 49

Grafik 6. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata dengan Kadar Campuran Sebelum dan Sesudah Pembakaran ... 50

Grafik 7. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Biasa Kadar Campuran Sesudah Pembakaran Antara Kuat Tekan Batu Bata SNI Kadar

Campuran Sesudah Pembakaran ... 51

Grafik 8. Hubungan Antara Daya Serap Air Sesudah Pembakaran Batu

Bata dengan Kadar Campuran... 52

Grafik 9. Perbandingan Hasil Uji Tekan Sebelum Pembakaran Terhadap

(20)

vii

Grafik 10. Perbandingan Hasil Uji Tekan Setelah Pembakaran Terhadap

(21)

DAFTAR NOTASI

ω = Kadar Air

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas

PL = Batas Plastis

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan

Ww = Berat Air

Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven

Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven

W1 = Berat Picnometer

W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering

W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air

W4 = Berat Picnometer + Air

γ = Berat Volume

W = Berat Paving Block

Ws = Berat Kering Paving Block

V = Volume Paving Block

(22)

ix

γω = Berat Volume Air

n = Porositas

Vv = Volume Pori

Sn = Derajat Kejenuhan

Vw = Volume Air didalam Pori

Va = Volume Udara didalam Pori

(23)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batu bata dapat didefinisikan sebagai suatu komposisi bahan bangunan yang

dibuat dari tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil

dan batu – batu lainnya. Batu bata juga merupakan salah satu bahan material

konstruksi yang sering dipakai untuk membangun sebuah konstruksi, seperti

gedung, pertokoan, maupun perumahan dan lain – lain.

Adapun kelebihan dari batu bata ini adalah dinding yang terbuat dari batu

bata tahan dari kedap air sehingga jarang terjadi rembesan pada tembok yang

diakibatkan dari air hujan, jarang terjadi keretakan , kuat dan tahan lama serta

batu bata dapat berfungsi sebagai gewel karena memiliki nilai yang lebih

ekonomis dibandingkan dengan kuda – kuda dari kayu.

Pada penelitian ini digunakan sebagai bahan tambahan (additive) batu bata

adalah fly ash (abuterbang) dan abu sekam padi. Kedua bahan campuran ini

merupakan bahan yang berasal dari limbah sehingga bahan campuran tersebut

ramah lingkungan.

Pengertian fly ash (abuterbang) adalah salah satu residu yang dihasilkan

(24)

2

komponen yang bervariasi, tetapi semua fly ash termasuk sejumlah besar

silicon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO).

Selama ini pemanfaatan fly ash (abu terbang) yang dihasilkan sudah cukup

banyak dalam bidang konstruksi, seperti, beton produksi sebagai bahan

pengganti semen Portland dan pasir, pembuatan tanggul dan structural

lainnya mengisi (biasanya untuk pembangunan jalan), stabilisasi tanah lunak,

mineral filler pada beton aspal. Sehingga bahan campuran (additive) fly ash

ini sangat potensial untuk kekuatan pasangan batu bata.

Abu sekam padi adalah bagian dari butir padi – padian (serelia) berupa lembaran yang kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan. Adapun manfaat

abu sekam padi ini berfungsi untuk menggemburkan tanah dan dapat

memperbaiki sifat tanah karena abu sekam padi ini sangat kaya akan silica

(Si).

Berdasarkan penjelasan diatas, perlu dilakukan penelitian yang objektif

terhadap pembuatan batu bata, sehingga fly ash dan abu sekam padi dapat

digunakan sebagai campuran pada pembuatan batu bata sehingga limbah fly

ash dan abu sekam padi tidak terbuang sia-sia, tetapi dapat menambah

kekuatan batu bata sehingga dapat menghasilkan batu bata dengan kualitas

yang baik. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi bidang teknik sipil

(25)

3

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai kuat tekan yang dihasilkan dari batu

bata yang telah dicampur dengan fly ash dan abu sekam padi.

2. Untuk mengetahui besar presentase daya resapan air pada batu bata

yang telah dicampur dengan fly ash dan abu sekam padi.

3. Untuk mengetahui jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan

optimal pada batu bata yang telah dicampur dengan fly ash dan abu sekam padi

C. Batasan Masalah

Penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah, yaitu :

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan jenis tanah yang berasal dari

Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

2. Bahan additive yang digunakan adalah fly ash yang berasal dari PLTU

Tarahan dan abu sekam padi yang berasal dari Desa Yoso Mulyo,

Kecamatan Metro Timur, Metro.

3. Batu bata yang digunakan sesuai dengan standard SNI yang berlaku.

5. Jenis cetakan batu bata berupa persegi panjang dengan panjang sisi 20 cm,

lebar 10 cm dan tebal 3 cm.

6. Penganginan dilakukan selama 14 hari dengan catatan cuaca cerah

(26)

4

8. Pengujian batu bata yang menggunakan fly ash dan abu sekam padi

meliputi uji kuat tekan dan uji daya serap air.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sifat fisik dan mekanis tanah yang berasal dari desa

Yoso Mulyo, Metro.

2. Menguji nilai kuat tekan dan daya serap air batu bata pasca pembakaran

dari bahan additive berupa fly ash dan abu sekam padi.

(27)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Batu Bata

1. Pengertian Batu Bata

Batu bata merupakan salah satu elemen (material) pendukung dalam

pendirian sebuah bangunan, terbuat dari tanah hitam (humus) dan tanah

kuning (tanah liat).Bahan utama batu merah adalah tanah dan air.Bentuk

dan ukuran tanah bervariasi.(Subandi, 2013).

Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan

konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah lempung/tanah liat ditambah

air dengan atau tanpa bahan campuran lain melalui beberapa tahap

pengerjaan,seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan,

membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna,

serta akan mengeras seperti batu setelah didinginkan hingga tidak dapat

hancur lagi bila direndam dalam air. (Ramli, 2007).

Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000, SII-0021-78 merupakan

suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi

bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran

bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila

(28)

6

2. Tanah Lempung/Tanah Liat

Tanah Lempung atau tanah liat ini merupakan bahan utama material dari

pembuatan batu bata.

3. Standar Batu Bata

Pembuatan batu bata harus memiliki standardisasi, karena dalam

pembuatan batu bata merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan

penting dari sebuah industri di suatu negara khususnya di Indonesia.

Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses

penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu

kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang

berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan

secara optimum dengan memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan

persyaratan keamanan. (Suwardono, 2002).

Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 meliputi beberapa aspek seperti :

(29)

7

Tabel 1. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan

untuk bata merah untuk pasangan dinding sesuai Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Kekuatan Bata

Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien Variasi Izin

permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan

(30)

8

e. Kerapatan Semu

Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding 1,2

gram/cm3.

f. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20%.

4. Proses Pembakaran Batu Bata

Dari seluruh proses pembuatan batu bata, maka pada tahap pembakaran

adalah tahap yang paling menentukan berhasilnya tidak usaha ini. Jika

pembakaran gagal, maka pengusaha akan mengalami kerugian total.

Karena, bahan pembuatan batu bata hanya dibakar sekali, jika tidak

matang sepenuhnya, maka bahan pembuatan batu bata tersebut tidak dapat

dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua.

Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara

bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk kayu

bakar. Bagian samping tumpukan ditutup dengan batu bata setengah

matang dari proses pembakaran sebelumnya atau batu bata yang sudah

jadi. Sedangkan bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur

tanah liat.

Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau

lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah

lempung/tanah liat. Tujuannya agar panas dan semburan api selalu

mengangah dalam tumbukan bata. Proses pembakaran ini memakan waktu

(31)

9

bata memerlukan waktu lebih lama dibanding pada pembakaran saat

musim kemarau.

B. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah dari pandangan ilmu Teknik Sipil merupakan himpunan

mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose)

yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, 1992).

Tanah didefinisikan secara umum adalah kumpulan dari bagian-bagian

yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya

mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi

udara dan air (Verhoef,1994).

Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat,

zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap diantara

partikel-partikel.Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara,

ataupun yang lainnya (Hardiyatmo, 1992).

Tanah dapat didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak

(32)

10

pelapukan dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang

kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang

lemah antara partikel – partikel tanah disebabkan oleh karbonat dan

oksida yang tersenyawa diantara partikel – partikel tersebut, atau dapat

juga disebabkan oleh adanya material organik. Bila hasil dari pelapukan

tersebut berada pada tempat semula maka bagian ini disebut sebagai

tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan

(transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk

partikel – partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang

ukuran.

Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi

secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat

tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan sedangkan proses kimiawi

menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asalnya. Salah

satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen dan

karbondioksida (Wesley, 1977).

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah itu sendiri adalah suatu sistem pengaturan

beberapa jenis tanah untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan atas

sifat-sifat yang dimilikinyatetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

(33)

11

sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk

menjelaskan secara singkat mengenai sifat-sifat umum tanah yang sangat

bervariasi tanpa penjelasan yang rinci. Klasifikasi umumnya di dasarkan

pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran

butiran dan plastisitas.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah yang umumnya digunakan

sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada.

Beberapa sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan

batas-batas Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah sistem klasifikasi

AASHTO (American Association of State Highway and Transportation

Official) dan sistem klasifikasi tanah unified (USCS).

a. Sistem Klasifikasi AASTHO

AASHTO(American Association of State Highway and Transportation

Official) merupakan sistem klasifikasi yang dikembangkan pada tahun

1929 sebagai Public Road Administrasion Classification System. Pada

sistem klasifikasi AASTHO ini telah mengalami beberapa perbaikan,

adapun yang berlaku saat ini adalah yang diajukan oleh Commite on

Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945 (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145).

Sistem Klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam 8 kelompok,

A-1 sampai A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah yang

(34)

12

mana 35 % atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos

ayakan No. 200. Tanah dimana lebih dari 35 % butirannya tanah lolos

ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5 A-6,

dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut

sebagian besar adalah lanau dan lempung.

Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya yang dihitung dengan

rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan

batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO.

Pada sistem klasifikasi AASHTO ini bermanfaat untuk menentukan

kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan

tanah dasar (subgrade). Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria

di bawah ini :

1) Ukuran Butir

 Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm

(3in) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).

 Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan

yang tertahan pada ayakan No. 200 (0.075 mm).

 Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No.

200.

2) Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari

tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang.

(35)

13

tanah mempunyai indeks plastis indeks plastisitasnya 11 atau

lebih.

Gambar 1. Nilai - Nilai Batas Atterberg Untuk SubkelompokTanah

3) Batuan dengan ukuran lebih besar dari 75 mm di temukan di

dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya,

maka batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi,

persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk

mengklasifikasikan tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan

angka-angka yang diberikan dalam Tabel 1 dari kolom sebelah kiri ke

(36)

14

b. Sistem Klasifikasi Tan ah Unified (USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System

(USCS)diajukan pertama kali oleh Casagrande dan kemudian

dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan

United State Army Corps of Engineer (USACE). ASTM atau

American Society for Testing and Materials telah memakai USCS sebagai metode standard untuk mengklasifikasikan tanah. Dalam

USCS, suatu tanah diklasifikasikan dalam dua kategori utama yaitu :

i. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil

dan pasir yang kurang dari 50% tanah lolos saringan No. 200

(F200< 50%). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil

(gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir

(sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

ii. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50%

(37)

15

Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan sebaiknya

dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna

di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin

perlu ditambahkan, juga sebagai pelengkap klasifikasi yang di

lakukan di laboratorium agar tidak terjadi kesalahan label.

C. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

Beberapa pendapat para peneliti mengenai definisi dari tanah lempung,

yaitu:

a. Tanah lempung atau tanah liat adalah partikel mineral bekerangka

dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung

mengandung silika atau alumunium yang halus. Unsur – unsur ini,

silikon, oksigen, dan alumunium adalah unsur yang paling banyak

menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan

batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas

panas bumi. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan

lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis

mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung

digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida

alumunium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki

lapisan satu oksida silikon dan satu oksida alumunium, sementara

golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida silikon yang

(38)

16

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

T

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

(39)

17

Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat,

menyusut saat kering dan memuai saat basah. Karena perilaku inilah

beberapa jenis tanah dapat membentuk kerutan –kerutan atau “pecah –

pecah” bila kering. (Wikipedia Indonesia).

b. Tanah Lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai

dengan sub mikronis yang berasal dari pelapukan unsur – unsur

kimiawi penyusutan batuan. Tanah lempung sangat keras dalam

keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.

Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air

sedang. Di Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastis

ditandai dengan wujudnya bersabun seperti terbuat dari lilin disebut

“gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah

lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi

dan Peck, 1987).

c. Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai

partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam

jumlah lebih dari 50%. (Bowles, 1991).

d. Mengatakan sifat – sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara

lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas

rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar

kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan

adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman

(40)

18

e. Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki

diameter 2 m atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).

Namun demikian, dibeberapa kasus partikel berukuran 0,002 mm

sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung

(ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya

berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran

partikel lempung tersebut juga mengandung mineral – mineral

lempung. Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah

bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel – partikel

yang sangat kecil (quartz, feldspar), mika dapat berukuran sub

mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis. Partikel – partikel

dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan

kristal berukuran mikro yaitu < 1m (2m merupakan batas atasnya).

Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan

induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung

asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida. (Shvoong.com).

2. Mineral Lempung

Tanah lempung terdiri sekumpulan partikel-partikel mineral lempung yang

berbentuk lempeng pipih dan merupakan partikel dari mika, mineral

lempung dan mineral lainnya. Partikel lempung dapat berbentuk seperti

lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena itu lempung

mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh faktor utama yang digunakan

(41)

19

adalah mineralogi (Mitchell, 1976). Sifat fisik dan mekanis tanah lempung

dikendalikan oleh mineral yang terkandung di tanah tersebut. Mineral

tersebut terutama terdiri dari alumunium silikat yang terdiri dari silikat

tetrahedral dan alumunium oktahedral. Mineral-mineral ini terdiri dari

kristal dimana atom-atom yang membentuknya berada dalam suatu pola

geometri tertentu. Setiap unit tetrahedral terdiri dari empat atom oksigen

mengelilingi satu atom silikon, sedangkan unit oktahedral terdiri dari enam

atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon, seperti yang

ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2. Rangkaian Dasar Oktahedral dan Tetrahedral

Mineral-mineral lempung merupakan produk pelapukan batuan yang

terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya dan

selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.

Mineral-mineral lempung digolongkan ke dalam golongan besar, yaitu

(42)

20

3. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran

Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut

(Nuraisyah, 2010) :

a. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang

ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi

batu bata mentah.

b. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

c. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari

tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi

pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.

d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil

dan umumnya mempengaruhi warna batu bata.

e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar.

Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan

bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang

sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh

pengaruh udara maupun air.

D. Fly Ash (Abu Terbang)

1. PengertianFly Ash (abu terbang)

Fly ash (abu terbang) adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam

(43)

21

tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan

mineral (mineral matter) karena proses pembakaran.

Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara.

Komponen fly ash ini bervariasi dikarenakan mengandung unsur kimia

antara lain Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Ferro Oksida (Fe2O3), dan

Kalsium Oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu

Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2o dan

K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P2O5), dan Carbon. Fly

ash banyak mengandung Silika yang amorf (>40%) dan dapat memberikan

sumbangan keaktifan (mempunyai sifat pozzolan untuk dibuat bata/block

dengan campuran kapur padam), sehingga dengan mudah mengadakan

kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan air membentuk

senyawa kalsium silikat. Senyawa inilah yang bertanggung jawab pada

proses pengerasan caampuran atau massa (Suhanda dan Hartono, 1999).

Menurut SNI S-15-1990-F tentang spesifikasi abu terbang sebagai bahan

tambahan untuk campuran beton, abu batubara (fly ash) digolongkan

menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Kelas F : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran

batubara jenis antrasit dan bituminus.

2. Kelas C : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran

batubara jenis lignite dan subtuminus.

3. Kelas N :Pozzolan alam, seperti tanah diatome, shale, tufa, abu

(44)

22

Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti

semen, namun dengan kehadiran air dan ukuran yang halus, oksida silika

yang dikandung di dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan

kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan

menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat.

Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau

sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki

sifat-sifat beton. Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton

bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan

mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil

dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai

dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan memberikan konstribusi

terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada

umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan

akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.

Partikel fly ash kebanyakan berbentuk seperti butiran kaca, padat,

berlubang, berbentuk bola kosong berlubang yang disebut cenosphere,

atau berbentuk bulatan yang sedikit mengandung fly ash disebut

plerospheres. Butiran fly ash sangat halus (silt size 0,074 – 0,005 mm) dan

sebagian besar lolos ayakan no. 325 (45 mm) sehinngga cocok sebagai

pozzolan pada beton. Fly ash yang dikumpulkan dengan cara elektrik akan mempunyai ukuran butiran yang lebih halus, kandungan kimia yang lebih

tinggi dan unsur karbon yang lebih kecil dibanding dengan yang

(45)

23

2,8 g/cm3. Berat jenis ini umumnya ditentukan dari total berat unsur-unsur

kimia yang dikandung dan besarnya volume bola-bola yang terbentuk.

Menurut PP 18 tahun 1999 juncto PP 85 tahun 1999 abu terbang (fly ash)

digolongkan sebagai limbah B-3 (bahan berbahaya dan beracun) dengan

kode limbah D 223 dengan bahan pencemar utama adalah logam berat,

yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

2. Manfaat Fly Ash (abu terbang)

Manfaat fly ash (abu terbang) ini sudah mengalami berbagai penelitian

yang sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis serta

mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Pada umumnya fly ash

(abu terbang) ini memiliki pemanfaatan yang bermacam – macam untuk

bidang konstruksi maupun lainnya, seperti :

 Batu Bata

Batu bata dari fly ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di

Windhoek, Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut

akan cenderung untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang tidak

teratur. Hal ini terjadi ketika batu bata tersebut kontak dengan air dan

reaksi kimia yang terjadi menyebabkan batu bata tersebut

memuai.Pada Mei 2007, Henry Liu pensiunan Insinyur Sipil dari

Amerika mengumumkan bahwa dia menemukan sesuatu yang baru

terdiri dari fly ash dan air. Dipadatkan pada 4000 psi dan diperam 24

jam pada temperatur 668°C steam bath, kemudian dikeraskan dengan

(46)

freeze-24

thaw cycle. Metode pembuatan batu bata ini dapat dikatakan menghemat energi, mengurangi polusi mercuri dan biayanya 20%

lebih hemat dari pembuatan batu bata tradisional dari lempung. Batu

bata dari fly ash kelas C dan di press dengan mesin Baldwin

Hydraulic.

E. Abu Sekam Padi

Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian penduduk

terbanyak adalah sebagai petani tanaman padi. Jumlah panen padi pada tahun

2013 ini mencapai 72,1 juta metrik ton atau meningkat 4,4% dibandingkan

tahun lalu, yang sebanyak 69,05 juta metrik ton. Dari hasil yang sebesar itu,

dapat dibayangkan jumlah limbah sekam padi yang akan dihasilkan. Namun

penggunaan limbah sekam padi yang ada masih terbatas yakni sebagai bahan

pembakar batu merah atau untuk keperluan pembuatan abu gosok.

Pemanfaatan yang masih sangat terbatas ini sangat disayangkan, limbah abu

sekam padi ini memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi bila

dimanfaatkan dengan baik.

Beberapa penelitian telah melakukan kajian analisa pemanfaatan limbah abu

sekam padi ini. Limbah sekam padi sebagai produk pertanian mengandung

kurang lebih 20 – 25% silika. Material ini apabila dibiarkan pada ladang padi

dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kerusakan lingkungan. Namun

sebenarnya senyawa silika yang dimiliki abu sekam padi sangat bermanfaat di

dalam bidang kostruksi, karena bahan yang mengandung silika dapat menjadi

(47)

25

menggunakan abu sekam dengan komposisi 15% dari berat semen akan

memberikan peningkatan kuat tekan beton minimal 20%. Selain

meningkatkan kuat tekan beton, penggunaan abu sekam juga akan

menghemat biaya karena abu sekam dapat menggantikan sejumlah semen

yang digunakan. Keuntungan lain yang didapat dari mengganti semen dengan

abu sekam padi adalah mengurangi pencemaran udara, karena hidrasi semen

dapat menghasilkan 40% dari massa semen. Cara memperoleh abu sekam

juga cukup mudah, Sekam hanya perlu dibakar pada suhu 500C selama

kurang lebih 100 menit.

Adapun pemanfaatan abu sekam padi, antara lain :

a. Bahan Campuran Mortar Pasangan Bata

Kulit padi (sekam) merupakan salah satu bahan/material sisa dari proses

pengolahan padi yang sering dianggap sebagai limbah. Besarnya konsumsi

beras sebagai makanan pokok dan meningkatnya produksi padi dapat

memberikan perkiraan makro akan jumlah material tersebut dari tahun ke

tahun. Berdasarkan data dari BPS, produksi padi di Indonesia pada tahun

2004 mencapai 53,67 juta ton gabah kering giling (GKG), dimana dapat

menghasilkan sekam padi sebanyak 20% - 25% dari berat keseluruhan.

Sekam padi umumnya hanya digunakan sebagai bahan bakar utama atau

tambahan pada industri pembuatan bata atau tahu, bahan dekorasi, media

tumbuh bagi tanaman hias, atau bahkan dibuang.Sudah diketahui bahwa

sekam padi mengandung banyak silika amorf apabila dibakar mencapai

(48)

26

itu, kini mulai dikembangkan pemanfaatan abu sekam padi (sisa

pembakaran sekam padi) dalam berbagai bidang, salah satunya di bidang

konstruksi. Reaktivitas antara silika dalam abu sekam padi dengan kalsium

hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh pada peningkatan mutu

beton. (Hrc Priyosulistyo,2001 dalam 2005 ITB Faculty Civil Engineering

and Planning).

Penelitian ini melakukan eksperimen berupa penggunaan abu sekam padi

(ASP) sebagai bahan pengganti sebagian semen pada mortar pasangan bata

ASP ditambahkan rencana campuran mortar berdasarkan presentase berat,

dengan presentase penambahan ASP tersebut dibandingkan terhadap

mortar standar (tanpa penambahan ASP). Hasilnya menunjukkan bahwa

campuran dengan penambahan kadar sebesar 5% menggantikan berat

semen keseluruhan merupakan campuran yang memiliki kekuatan tekan

rata – rata yang paling tinggi dan tingkat kelecakan (workability) yang tergolong baik dibandingkan dari campuran yang lain pada umur 28 hari.

Akan tetapi dari segi biaya, mortar ASP 5% tidak memiliki potensi untuk

dapat mengurangi biaya konstruksi, malah cenderung untuk meningkatkan

biaya. (Hrc Priyosulistyo,2001 dalam 2005 ITB Faculty Civil Engineering

and Planning).

b. Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Aditif pada Beton.

Beton merupakan campuran agregat kasar, agregat halus, semen dan air.

Beton banyak digunakan dalam bidang konstruksi misalnya gedung, jalan,

waduk dan bendungan. Karena begitu luas peranan beton dalam bidang

(49)

27

menghasilkan sebuah infrastruktur yang baik. Kualitas tinggi yang

dimaksud pada campuran beton adalah yang memiliki kekuatan tekan,

durabilitas dan workabilitas yang tinggi serta dengan harga yang

seekonomis mungkin. Kekuatan, keawetan dan sifat beton tergantung pada

bahan – bahan dasarnya (agregat kasar, agregat halus, semen dan air)

yakni nilai perbandingan komposisinya, cara pengadukan maupun cara

pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara

(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Sampel Tanah

Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo,

Kecamatan Metro Timur, Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada awal

musim penghujan namun ketika cuaca cerah, sehingga sampel tanah yang

diambil tidak mengandung air yang berlebihan.Pada penelitian ini jumlah

sampel tanah yang digunakan untuk masing – masing sampel sebanyak 5

campuran. Sehingga pada masing-masing campuran digunakan 6 buah sampel

yang dicetak dalam cetakan batu bata berupa persegi panjang dengan panjang

sisi 20 cm, lebar 10 cm dantebal 3 cm.

B.Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Fly Ash dan Abu Sekam Padi

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik,

Universitas Lampung. Ada 3 tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :

1. Pengujian sifat fisiktanah.

2. Pengujian kuat tekan dan dayaserap air terhadap batu bata dengan

komposisi campuran material tanah, fly ash, dan abu sekam padi dengan

(51)

29

3. Tanah yang sudah tercampur fly ash dan abu sekam padi siap untuk

dicetak, lalu diperam selama 14 hari, dibakar selama 2x24 jam dan

pengujian daya serap air selama 1 hari.

C.Pelaksanaan Pengujian

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak

penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekokohan dan kekuatan

pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat

berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku apakah tanah ini akan

digunakan sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya,

bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung atau untuk sistem

pembuangan limbah.

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian sifat fisik tanah

dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D-4318.

Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain:

a. Kadar air (Water Content)

Sesuai dengan ASTM D-2216-92, pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara

berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah

(52)

30

b. Berat Volume (Unit Weight)

Sesuai dengan ASTM D-2937, pengujian ini bertujuan untuk

menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed

sample), yaitu perbadingan antara berat tanah dengan volume tanah.

c. Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran

atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan

berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai

dengan ASTM D-854.

d. Batas Cair (Liquid Limit)

Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu

tanah, tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah

pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair sesuai dengan

ASTM D-423. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar

air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan

cair.

e. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk

secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sampai

diameter 3 mm. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu

jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan

(53)

31

f. Analisis Saringan (Sieve Analysis)

Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi

butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah

yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).

2. Pengujian Sampel Batu Bata + Fly ash + Abu Sekam Padi

Melakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata

dengan komposisi campuran material tanah, dan abu ampas tebu dengan

kadar tertentu untuk mendapatkan kadar optimum, serta nilai daya serap

dan kuat tekan optimum batu bata.

Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar fly

ash + abu sekam padi dengan kadar campuran : 5%, 10%, 15%, dan 20%

sebanyak 6 sampel dengan dilakukan masa pemeraman 14 hari, lalu

pembakaran selama 2x24 jam dan pengujian daya serap air selama 1 hari

untuk sebagian sampel, sebagian sampel lagi diuji kuat tekannya.

Pelaksanaan pengujian kuat tekan dan daya serap air dilakukan di

Laboratorium Bahan dan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik Universitas Lampung.

a. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besar

beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji

yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan

dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di

(54)

32

dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Dengan Kuat tekan batu bata

dihitung dengan menggunakan persamaan :

Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara

selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering

besarnya daya serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI

03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering

Mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram)

Mk = Massa kering sampel sebelum direndam (gram)

(55)

33

D. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pencampuran Material Bahan

Sebelum pencampuran material bahan, sampel tanah telah diuji sifat

fisiknya, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat

volume, batas atterberg, dan uji pemadatan tanah dimana nantinya akan

didapat nilai kadar air optimum untuk pencampuran sampel.

Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan

melakukan pencampuran tanah lempung + fly ash + abu sekam padi + air

dengan komposisi masing-masing bahan campuran.

2. Pencetakan Batu Bata

Setelah campuran teraduk dengan rata kurang lebih 3x24 jam, maka batu

bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu menaruh

bahan yang telah dicampur kedalam mesin cetak.

3. Pengeringan Batu Bata

Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal

atau penutup plastic dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas

matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian

panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya retakan

– retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari

dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering, batu bata

tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Jika

(56)

34

Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata

membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 14 hari.

4. Pembakaran Batu Bata

Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan

dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 2x24 jam setelah itu

dilakukan proses pengujian daya serap air sebagian sampel dan sebagian

sampel dilakukan uji kuat tekan.

5. Pengujian Daya Serap Air dan Kuat Tekan

Pengujian daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya daya serap

yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak daya serap yang terdapat

pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya.

Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besarnya

beban tekan maksimum yang bias diterima oleh batu bata. Alat uji yang

digunakan adalah mesin desak.

E. Pengolahan dan Analisa Data

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam

bentuk tabel, grafik hubungan, serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari:

1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam

bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi pengujian

tanah.

2. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap masing – masing campuran fly

ash + abu sekam padi setelah waktu pemeraman ditampilkan dalam bentuk

(57)

35

3. Analisis nilai daya serap air batu bata + fly ash + abu sekam padi.

4. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan

berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang

(58)

36

Dari seluruh analisis hasil yang telah ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan

terhadap hasil penelitian yang didapat.

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Pengujian Tanah Asli :

Pemeraman selama 14 hari dan Pengeringan

(59)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilaksanakan

terhadap hasil uji batu bata dengan material tanah yang dicampur

menggunakan bahan additive berupa fly ash dan abu sekam padi yang

dilakukan di desa Yoso Mulyo, Kec.Metro Timur, Laboratorium Mekanika

Tanah dan Laboratorium Bahan dan Kontuksi, Fakultas Teknik, Universitas

Lampung, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Hasil sampel tanah asli yang berasal dari desa Yoso Mulyo, Kec.Metro

Timur digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi USCS

yang digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam

klasifikasi tanah yaitu tanah lanau atau lempung dengan plastisitas rendah

(ML).

2. Penambahan fly ash dan abu sekam padi sebagai bahan additive pada

campuran material pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan

nilai kuat tekan, sehingga kekuatan batu bata yang didapat pada penelitian

ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan

(60)

57

3. Batu bata setelah pembakaran memiliki nilai kuat tekan yang lebih besar

dibandingkan sebelum pembakaran, dengan nilai kuat tekan rata – rata

tertinggi adalah sebesar 115,780 kg/cm2, sedangkan sebelum pembakaran

nilai kuat tekan rata – rata tertinggi sebesar 37,754 kg/cm2.

4. Pada pengujian kuat tekan sebelum pembakaran dapat disimpulkan bahwa

adanya peningkatan kuat tekan tertinggi pada batu bata dengan

penambahan campuran 5% fly ash dan abu sekam padi sedangkan pada

pasca pembakaran peningkatan kuat tekan tertinggi penambahan

campuran 5% - 20% jika dibandingkan terhadap batu bata asli lempung.

5. Tingginya nilai kuat tekan batu bata menggunakan bahan additive fly ash

dan abu sekam padi disebabkan karena berkurangnya volume udara dan

rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi. Dan bahan additive

yang digunakan memiliki banyak kandungan silika sehingga berpengaruh

pada penambahan kekuatan batu bata.

B. Saran-Saran

Untuk pengembangan penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu bata

menggunakan bahan additive, berupa campuran fly ash dan abu sekam padi

disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Diperlukannya ketelitian pada proses pencampuran bahan additive dengan

tanah dan pencetakan batu bataagar diperoleh hasil yang baik.

2. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran fly ash dan abu sekam

padi dengan tanah perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan batu

(61)

58

berbeda sehingga akan diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat

pengaruh penambahan kedua bahan additive tersebut.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah beberapa

pengujian terhadap bahan material campuran dan jumlah sampel yang diuji

diperbanyak agar data yang didapat dari penelitian lebih akurat sehingga

menghasilkan batu bata dengan kualitas yang lebih baik.

4. Perlu disosialisasikan pemanfaatan limbah fly ash dan abu sekam padi

sebagai produk yang bermanfaat bagi pelaku industri batu bata home

(62)

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, AASHTO Interim Guide for Design of Pavement Structures 1972, AASHTO Washington DC., Chapter III Revised 1981.

Bembin, Ferdinand. 2013. StudiKekuatan Pasangan Batu Bata Pasca

Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Ampas Tebu.

Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika

Tanah), Erlangga, Jakarta.

Das, Braja.M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis)

Jilid I. Erlangga. Jakarta

Handayani, 2010, Kualitas Batu Bata Merah dengan Penambahan Serbuk

Gergaji, Jurnal Teknik dan Perencanaan Volume 1, No.12. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Handoko, Didik. 2014. Study Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca

Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Hrc Priyosulistyo.2001. Bahan Campuran Mortar Pasangan Bata. Skripsi

2005 ITB Faculty Civil Engineering and Planning. Bandung

Indra, A. 2012. Kuat Tekan (Compression Streight) Komposisi

Lempung/Pasir Pada Aplikasi Bata Merah Daerah Payakumbuh Sumbar. Jurnal Teknik Mesin Vol.1, No.2. April 2012, Institut Teknologi Padang

Siregar, Nuraisyah. 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan

Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan

Suhanda dan Hartono. 2009.Penelitian Abu Batubara Bukit Asam dan Umbilin

(63)

Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, Yrama Widya. Bandung.

Standar Nasional Indonesia 15-2094-2000 : Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding.

Terzaghi, K., dan Peck, R.B. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa.

Penerbit Erlangga. Jakarta

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding
Gambar 1. Nilai - Nilai Batas Atterberg Untuk SubkelompokTanah
Tabel 3.  Sistem Klasifikasi Unified
Gambar 2. Rangkaian Dasar Oktahedral dan Tetrahedral
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setiap importir yang telah memiliki API harus menyampaikan laporan kegiatan selama 3 bulan sekali kepada instansi penerbit API, karena jika tidak ada laporan maka

Simpulan dari penelitian yang berjudul penyajian susu formula terhadap kejadian diare pada bayi 0-24 bulan di RS. Surabaya Medical Service, adalah sebagai berikut: a.)

Sama halnya dengan hasil penelitian ini, sebagian besar ibu yang memiliki balita BGM memiliki pengetahuan yang baik, akan tetapi belum mampu memberikan

Lama responden bekerja lebih dari 5 tahun sebesar 54.5% sesuai dengan penelitian Su- darsono (2010) yang menyimpulkan bahwa kader telah bekerja 5-10 tahun memiliki pen- galaman

Struktur Organisasi ...7_Toc380447859 BAB II PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PADA NILAI-NILAI ISLAM DI PONDOK PESANTREN..E. Pendidikan Islam Dalam Membina

[r]

Mahasiswa dapat membuat dan menyusun kalimat-kalimat surat bisnis, baik dilihat dari sisi format atau bentuk surat, kalimat surat, dan bahasa surat. Pemahaman Teknis Dalam

[r]