ABSTRACT
The Influence of Fly Ash Additive For Strength Brick In Post Combustion by Using Rice Husk Ash Additive.
by : Mona Aisyah
Brick is one of the material constructions which often used to build a construction, such as buildings, stores, housing, etc. The bricks are made from a mixture of soil and water. In this research the process of making bricks will be tried by mixing soil with bricks additives is fly ash and rice husk ash to determine the advantages from additive materials as well as comparing the compressive strength of original brick to brick waste that has been mixed with additive materials such as fly ash and rice husk ash to achieve strong and durable bricks of SNI specification.
The cohesive soils of Yoso Mulyo resident, Metro is used as soil samples. Additive materials used are fly ash from PLTU Tarahan and rice husk ash from Yoso Mulyo Village, Metro. Variations in the levels of the mixture used is Mix Levels I (5%), Mix levels II (10%), Mix Levels III (15%) and Mix Levels IV (20%), with a ratio of additive materials between fly ash and rice husk ash is 1: 1. Therefore brick testing that has been done through a process of mixing, curing and burning, specific gravity tests performed include compressive strength, and water absorption test. Based on the results of physical testing original soil, Unified system classifies as fine-grained soil and it is included in the ML group.
The results showed that burning brick by using fly ash and rice husk ash as an additive ingredient in a mixture of brick-making material effect on the compressive strength, so that the strength is obtained in this research is quite good as well as National Standardization Agency of Indonesia (BSNI). The high compressive strength of bricks using fly ash additive materials and rice husk ash due to reduced air volume and pore cavities on soil particles.
ABSTRAK
PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN ADDITIVE ABU SEKAM PADI
Oleh :
MONA AISYAH
Batu bata merupakan salah satu bahan material konstruksi yang sering dipakai untuk
membangun sebuah konstruksi, seperti gedung, pertokoan, maupun perumahan dan lain –
lain. Batu bata terbuat dari campuran tanah dan air. Pada penelitian ini proses pembuatan batu
bata akan dicoba mencampurkan tanah dengan bahan tambahan (additive) batu bata adalah fly
ash (abu terbang) dan abu sekam padi untuk mengetahui seberapa besar manfaat limbah dari
bahan additive tersebut serta membandingkan kuat tekan batu bata biasa dengan batu bata
yang telah dicampur dengan bahan additive berupa fly ash dan abu sekam padi untuk
mencapai spesifikasi SNI batu bata yang kuat dan tahan lama.
Sampel tanah yang digunakan merupakan jenis tanah lempung yang berasal dari Desa Yoso
Mulyo, Metro. Bahan additive yang digunakan adalah fly ash yang berasal dari PLTU
Tarahan dan abu sekam padi yang berasal dari Desa Yoso Mulyo, Metro. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah Kadar Campuran I (5%), Kadar Campuran II (10%), Kadar
Campuran III (15%) dan Kadar Campuran IV (20%), dengan perbandingan bahan additive
antara fly ash dan abu sekam padi adalah 1 : 1. Dengan demikian pengujian batu bata yang
telah dilakukan melalui proses pencampuran, pemeraman dan pembakaran, dilakukan meliputi uji berat jenis kuat tekan, dan uji daya serap air. Berdasarkan hasil pengujian fisik
tanah asli, Unified system mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan
termasuk ke dalam kelompok ML.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pembuatan batu bata pasca bakar dengan menggunakan
penambahan fly ash dan abu sekam padi sebagai bahan additive pada campuran material
pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan nilai kuat tekan, sehingga kekuatan batu bata yang didapat pada penelitian ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI). Tingginya nilai kuat tekan batu bata
menggunakan bahan additive fly ash dan abu sekam padi disebabkan karena berkurangnya
volume udara dan rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Mona Aisyah lahir di Tanjung Karang Timur , Kota Bandar
Lampung, Provinsi Lampung, pada tanggal 1 April 1992,
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara bersaudara
pasangan Bapak Edi Susanto,S.St dan Ibu Dwi Setia
Rini.A.Md.
Penulis memiliki dua orang saudara perempuan bernama Fakhri Yah Putri dan
Raihanna Shafa Mahirrah.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 2 Kampung sawah, Kota Bandar
Lampung dan SDN 1 Pajaresuk, Pringsewu yang diselesaikan pada tahun 2003.
Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SMP Kartika II-2 Bandar Lampung yang
diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di
SMA ARJUNA Bandar Lampung Progaram Studi Ilmu Pengetahuan Alam yang
diselesaikan pada tahun 2009.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Lampung pada tahun 2009 melalui jalur Ujian
Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi
internal kampus yaitu sebagai Anggota UKMF Himpunan Mahasiswa
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Pukem Mataram
Marga, Kecamatan Sukadana, Lampung Timur tahun 2013 serta telah
melakukan kegiatan Kerja Praktik selama 3 bulan pada Proyek
Pembangunan Jembatan Layang Jalan Antasari – Jalan Tirtayasa, Bandar
M O T O
Jadi Diri Sendiri, Cari Jati Diri, dan Dapetin
Hidup Yang Mandiri
Optimis, Kaena Hidup Terus Mengalir Dan
Kehidupan Terus Berputar
Sesekali Liat Ke Belakang Untuk Melanjutkan
Perjalanan Yang Tiada Berujung
If you want something you’ve
never had,
You must be willing to do something you’ve
never done.
Persembahan
Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat
suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah
dan Ibu tercinta) yang selalu memanjatkan doa kepada putri Mu tercinta
dalam setiap sujudnya.
Ayahhandaku tercinta Edi Susanto, S.ST
Ibundaku tercinta Dwi Setia Rini, A.Md
Adik-Adikku tersayang Fakhriyah Putri dan Raihanna Shafa
Mahirrah
Kekasih Tercinta Adonis Pranata, S.T
Serta teman dan sahabatku yang selalu mewarnai hari-hari indahku, khususnya
angkatan 2009.
SANWACANA
Assallamualaikum Wr Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, yang
telah melimpahkan nikmat, anugerah serta kekuatan lahir dan bathin kepada
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Fly Ash
Terhadap Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Dengan berbekal keyakinan, ketabahan dan kemauan yang keras, bimibingan dan
ridho dari Allah SWT, serta bantuan dari berbagai pihak jualah maka penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Melalui kesempatan ini, penulis hendak
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan moril, maupun spiritual.
Dengan teriring salam dan doa serta ucapan terimakasih yang tak terhingga.
Penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Drs. Suharno, M.Sc, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik,
2. Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Lampung dan selaku Dosen Pembimbing I skripsi
yang telah banyak meluangkan waktu guna memberikan pengarahan,
bimbingan, saran dan motivasi sehingga skripsi ini dapat dibuat serta
terselesaikan dan membuat penulis belajar tentang arti disiplin dan kerja
keras.
3. Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah banyak
memberikan masukan dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini yang
membuat skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Ir. Setyanto, M.T., selaku Dosen penguji skripsi atas memberikan kritik
yang membangun, serta argumentasinya yang mendorong penulis untuk
terus belajar dan penulis yakin beliau melakukannya untuk membuat
penulis menjadi seseorang yang lebih baik.
5. Ir. Priyo Pratomo, M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Ibundaku tercinta (Dwi Setia Rini, A.Md), Ayahandaku tersayang (Edi
Susanto, S.St.), adik – adikku tersayang (Fakhri Yah Putri), dan (Raihanna
Shafa Mahirrah), yang selalu memberikan dorongan materil dan spiritual
dalam menyelesaikan laporan ini, juga keluarga besarku yang selalu
mendoakan keberhasilanku.
7. Seluruh Dosen staff pengajar dan karyawan yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan
8. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas
Lampung, Mas Pardin, Mas Miswanto, Mas Riyadi, Mas Syaiful, Mas
Budi dan Andi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama
penulis melakukan penelitian.
9. Kekasihku, Adonis Pranata, S.T., terima kasih telah menemani baik suka
mapun duka dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
10.Sahabat-sahabat terbaikku, Nabella Aulia, S.T., Rizka Purwasih, S.T.,
Wenny Dwi Tiara AS, Elvira Indryana, Adhe Eriea Athiya, S.T., Denada
Novemilia, S.Pd., dan Khaharudin Sanusi, S.E., yang tidak pernah bosan
untuk memotivasi dan juga telah memberikan waktunya yang sibuk untuk
membantu penulis dalam kehidupan sehari-hari.
11.Teman dan sahabat khususnya angkatan 2009, yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu per satu. Semoga kita semua berhasil menggapai impian dan
cita-cita. Amin.
12.Seluruh civitas mahasiswa dan mahasiswi teknik sipil yang tergabung
dalam HIMATEKS (2010, 2011, 2012 dan 2013), ingat selalu SIPIL
SATU TAK TERKALAHKAN !!!.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
bagi para pembaca.
Bandar Lampung, 6 Mei 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu Bata ... 5
1. Pengertian Batu Bata……….. 5
2. Tanah Lempung/Tanah Liat ………6
3. Standar Batu Bata ……… 6
4. Proses Pembakaran Batu Bata ………. 8
B. Tanah ... 9
1. Pengertian Tanah ………..9
2. Klasifikasi Tanah ... ……... 10
C. Tanah Lempung ... 15
1. Definisi Tanah Lempung ... 15
2. Mineral Lempung ………... 18
3. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran ………20
1. Pengertian Fly Ash (Abu Terbang) ……….20
2. Manfaat Fly Ash(Abu Terbang) ……….23
E. Abu Sekam Padi ... 24
III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah ... . 28
B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan fly ash dan Abu sekam padi ………. ... 28
C. Pelaksanaan Pengujian ……….. 29
1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ………29 2. Pengujian Sampel Batu Bata + fly ash +abu sekam padi…...31
D. Urutan Prosedur Penelitian ... 33
E. Pengolahan dan Analisis Data ... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 37
B. Hasil Pengujian Batu Bata Sesuai Kadar Campuran ... 41
1. Hasil Uji Kadar Air (ω) ... 42
3. Hasil Uji Kuat Tekan ... 44
A. Uji Kuat Tekan Sebelum Pembakaran ... 44
B. Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran ... 47
C. Perbandingan Nilai Uji Kuat Tekan Sebelum dan Pasca
Pembakaran ... 49
D. Uji Kuat Tekan Sesudah Pembakaran Sesuai SNI ... 51
4. Hasil Uji Daya Serap Air ... 52
A. Perbandingan Kuat Tekan Batu Bata dengan Penelitian
Terdahulu ... 53
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding ... 7
2. Klasifikasi Kekuatan Bata ... 7
3. Sistem Klasifikasi Unifed ... 16
4. Data Hasil Uji Sampel Material Tanah Asli yang berasal daridesa Yoso Mulyo, Kec. Metro Timur. ... 40
5. Hasil Uji Kadar Air Setiap Campuran ...42
6. Hasil Uji Berat Jenis Setiap Campuran ...43
7. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Tanpa Campuran ...44
8. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran I (5 %) ...45
9. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran II (10 %) ...45
10.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran III (15 %) ...45
11.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran IV (20 %) ...46
12.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Tanpa Campuran ...47
13.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran I (5 %) ...47
14.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran II (10 %) ...48
15.Nilai Kuat Tekan Batu Bata Kadar Campuran III (15 %) ...48
ixix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Nilai – nilai Batas Atterberg Untuk Sub Kelompok Tanah ... 13
2. Rangkaian Dasar Oktahedral dan Tetrahedral ... 19
3. Diagram Alir Penelitian ... 36
4. Uji Analisa Saringan & Hidrometri ... 39
5. Diagram Plastisitas ... 41
6. Hubungan Nilai Kadar Air Tanah Asli dengan Kadar Air Campuran ... 42
7. Hubungan Nilai Berat Jenis Tanah Asli dengan Berat Jenis Tanah Campuran .. 43
8. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran dengan Kadar Campuran ... 47
9. Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Batu Bata Setelah Pembakaran dengan Kadar Campuran ... 49
10.Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata dengan Kadar Campuran Sebelum dan Sesudah Pembakaran ... 50
x
12.Hubungan Antara Daya Serap Air Sesudah Pembakaran Batu Bata dengan Kadar
Campuran ... 53
13.Perbandingan Hasil Uji Tekan Sebelum Pembakaran Terhadap Penelitian
Terdahulu (Fly Ash dan Abu Sekam Padi) ... 54
14.Perbandingan Hasil Uji Tekan Setelah Pembakaran Terhadap Penelitian
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1. Uji Analisa Saringan & Hidrometri ... 39
Grafik 2. Hubungan Nilai Kadar Air Tanah Asli dengan Kadar Air
Campuran ... 42
Grafik 3. Hubungan Nilai Berat Jenis Tanah Asli dengan Berat Jenis Tanah Campuran ... 43
Grafik 4. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran
dengan Kadar Campuran ... 47
Grafik 5. Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Batu Bata Setelah
Pembakaran dengan Kadar Campuran ... 49
Grafik 6. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata dengan Kadar Campuran Sebelum dan Sesudah Pembakaran ... 50
Grafik 7. Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Biasa Kadar Campuran Sesudah Pembakaran Antara Kuat Tekan Batu Bata SNI Kadar
Campuran Sesudah Pembakaran ... 51
Grafik 8. Hubungan Antara Daya Serap Air Sesudah Pembakaran Batu
Bata dengan Kadar Campuran... 52
Grafik 9. Perbandingan Hasil Uji Tekan Sebelum Pembakaran Terhadap
vii
Grafik 10. Perbandingan Hasil Uji Tekan Setelah Pembakaran Terhadap
DAFTAR NOTASI
ω = Kadar Air
Gs = Berat Jenis
LL = Batas Cair
PI = Indeks Plastisitas
PL = Batas Plastis
q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan
Ww = Berat Air
Wc = Berat Container
Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven
Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven
W1 = Berat Picnometer
W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering
W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air
W4 = Berat Picnometer + Air
γ = Berat Volume
W = Berat Paving Block
Ws = Berat Kering Paving Block
V = Volume Paving Block
ix
γω = Berat Volume Air
n = Porositas
Vv = Volume Pori
Sn = Derajat Kejenuhan
Vw = Volume Air didalam Pori
Va = Volume Udara didalam Pori
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu bata dapat didefinisikan sebagai suatu komposisi bahan bangunan yang
dibuat dari tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil
dan batu – batu lainnya. Batu bata juga merupakan salah satu bahan material
konstruksi yang sering dipakai untuk membangun sebuah konstruksi, seperti
gedung, pertokoan, maupun perumahan dan lain – lain.
Adapun kelebihan dari batu bata ini adalah dinding yang terbuat dari batu
bata tahan dari kedap air sehingga jarang terjadi rembesan pada tembok yang
diakibatkan dari air hujan, jarang terjadi keretakan , kuat dan tahan lama serta
batu bata dapat berfungsi sebagai gewel karena memiliki nilai yang lebih
ekonomis dibandingkan dengan kuda – kuda dari kayu.
Pada penelitian ini digunakan sebagai bahan tambahan (additive) batu bata
adalah fly ash (abuterbang) dan abu sekam padi. Kedua bahan campuran ini
merupakan bahan yang berasal dari limbah sehingga bahan campuran tersebut
ramah lingkungan.
Pengertian fly ash (abuterbang) adalah salah satu residu yang dihasilkan
2
komponen yang bervariasi, tetapi semua fly ash termasuk sejumlah besar
silicon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO).
Selama ini pemanfaatan fly ash (abu terbang) yang dihasilkan sudah cukup
banyak dalam bidang konstruksi, seperti, beton produksi sebagai bahan
pengganti semen Portland dan pasir, pembuatan tanggul dan structural
lainnya mengisi (biasanya untuk pembangunan jalan), stabilisasi tanah lunak,
mineral filler pada beton aspal. Sehingga bahan campuran (additive) fly ash
ini sangat potensial untuk kekuatan pasangan batu bata.
Abu sekam padi adalah bagian dari butir padi – padian (serelia) berupa lembaran yang kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan. Adapun manfaat
abu sekam padi ini berfungsi untuk menggemburkan tanah dan dapat
memperbaiki sifat tanah karena abu sekam padi ini sangat kaya akan silica
(Si).
Berdasarkan penjelasan diatas, perlu dilakukan penelitian yang objektif
terhadap pembuatan batu bata, sehingga fly ash dan abu sekam padi dapat
digunakan sebagai campuran pada pembuatan batu bata sehingga limbah fly
ash dan abu sekam padi tidak terbuang sia-sia, tetapi dapat menambah
kekuatan batu bata sehingga dapat menghasilkan batu bata dengan kualitas
yang baik. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi bidang teknik sipil
3
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh nilai kuat tekan yang dihasilkan dari batu
bata yang telah dicampur dengan fly ash dan abu sekam padi.
2. Untuk mengetahui besar presentase daya resapan air pada batu bata
yang telah dicampur dengan fly ash dan abu sekam padi.
3. Untuk mengetahui jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan
optimal pada batu bata yang telah dicampur dengan fly ash dan abu sekam padi
C. Batasan Masalah
Penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah, yaitu :
1. Sampel tanah yang digunakan merupakan jenis tanah yang berasal dari
Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.
2. Bahan additive yang digunakan adalah fly ash yang berasal dari PLTU
Tarahan dan abu sekam padi yang berasal dari Desa Yoso Mulyo,
Kecamatan Metro Timur, Metro.
3. Batu bata yang digunakan sesuai dengan standard SNI yang berlaku.
5. Jenis cetakan batu bata berupa persegi panjang dengan panjang sisi 20 cm,
lebar 10 cm dan tebal 3 cm.
6. Penganginan dilakukan selama 14 hari dengan catatan cuaca cerah
4
8. Pengujian batu bata yang menggunakan fly ash dan abu sekam padi
meliputi uji kuat tekan dan uji daya serap air.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sifat fisik dan mekanis tanah yang berasal dari desa
Yoso Mulyo, Metro.
2. Menguji nilai kuat tekan dan daya serap air batu bata pasca pembakaran
dari bahan additive berupa fly ash dan abu sekam padi.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Batu Bata
1. Pengertian Batu Bata
Batu bata merupakan salah satu elemen (material) pendukung dalam
pendirian sebuah bangunan, terbuat dari tanah hitam (humus) dan tanah
kuning (tanah liat).Bahan utama batu merah adalah tanah dan air.Bentuk
dan ukuran tanah bervariasi.(Subandi, 2013).
Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan
konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah lempung/tanah liat ditambah
air dengan atau tanpa bahan campuran lain melalui beberapa tahap
pengerjaan,seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan,
membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna,
serta akan mengeras seperti batu setelah didinginkan hingga tidak dapat
hancur lagi bila direndam dalam air. (Ramli, 2007).
Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000, SII-0021-78 merupakan
suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi
bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran
bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila
6
2. Tanah Lempung/Tanah Liat
Tanah Lempung atau tanah liat ini merupakan bahan utama material dari
pembuatan batu bata.
3. Standar Batu Bata
Pembuatan batu bata harus memiliki standardisasi, karena dalam
pembuatan batu bata merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan
penting dari sebuah industri di suatu negara khususnya di Indonesia.
Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses
penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu
kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang
berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan
secara optimum dengan memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan
persyaratan keamanan. (Suwardono, 2002).
Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 meliputi beberapa aspek seperti :
7
Tabel 1. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding
Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)
Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan
untuk bata merah untuk pasangan dinding sesuai Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Kekuatan Bata
Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien Variasi Izin
permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan
8
e. Kerapatan Semu
Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding 1,2
gram/cm3.
f. Penyerapan Air
Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20%.
4. Proses Pembakaran Batu Bata
Dari seluruh proses pembuatan batu bata, maka pada tahap pembakaran
adalah tahap yang paling menentukan berhasilnya tidak usaha ini. Jika
pembakaran gagal, maka pengusaha akan mengalami kerugian total.
Karena, bahan pembuatan batu bata hanya dibakar sekali, jika tidak
matang sepenuhnya, maka bahan pembuatan batu bata tersebut tidak dapat
dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua.
Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara
bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk kayu
bakar. Bagian samping tumpukan ditutup dengan batu bata setengah
matang dari proses pembakaran sebelumnya atau batu bata yang sudah
jadi. Sedangkan bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur
tanah liat.
Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau
lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah
lempung/tanah liat. Tujuannya agar panas dan semburan api selalu
mengangah dalam tumbukan bata. Proses pembakaran ini memakan waktu
9
bata memerlukan waktu lebih lama dibanding pada pembakaran saat
musim kemarau.
B. Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah dari pandangan ilmu Teknik Sipil merupakan himpunan
mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose)
yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, 1992).
Tanah didefinisikan secara umum adalah kumpulan dari bagian-bagian
yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya
mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi
udara dan air (Verhoef,1994).
Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat,
zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap diantara
partikel-partikel.Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara,
ataupun yang lainnya (Hardiyatmo, 1992).
Tanah dapat didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak
10
pelapukan dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang
kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang
lemah antara partikel – partikel tanah disebabkan oleh karbonat dan
oksida yang tersenyawa diantara partikel – partikel tersebut, atau dapat
juga disebabkan oleh adanya material organik. Bila hasil dari pelapukan
tersebut berada pada tempat semula maka bagian ini disebut sebagai
tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan
(transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk
partikel – partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang
ukuran.
Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi
secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat
tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan sedangkan proses kimiawi
menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asalnya. Salah
satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen dan
karbondioksida (Wesley, 1977).
2. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah itu sendiri adalah suatu sistem pengaturan
beberapa jenis tanah untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan atas
sifat-sifat yang dimilikinyatetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
11
sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk
menjelaskan secara singkat mengenai sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi tanpa penjelasan yang rinci. Klasifikasi umumnya di dasarkan
pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran
butiran dan plastisitas.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah yang umumnya digunakan
sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada.
Beberapa sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan
batas-batas Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah sistem klasifikasi
AASHTO (American Association of State Highway and Transportation
Official) dan sistem klasifikasi tanah unified (USCS).
a. Sistem Klasifikasi AASTHO
AASHTO(American Association of State Highway and Transportation
Official) merupakan sistem klasifikasi yang dikembangkan pada tahun
1929 sebagai Public Road Administrasion Classification System. Pada
sistem klasifikasi AASTHO ini telah mengalami beberapa perbaikan,
adapun yang berlaku saat ini adalah yang diajukan oleh Commite on
Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945 (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145).
Sistem Klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam 8 kelompok,
A-1 sampai A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah yang
12
mana 35 % atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos
ayakan No. 200. Tanah dimana lebih dari 35 % butirannya tanah lolos
ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5 A-6,
dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut
sebagian besar adalah lanau dan lempung.
Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya yang dihitung dengan
rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan
batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO.
Pada sistem klasifikasi AASHTO ini bermanfaat untuk menentukan
kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan
tanah dasar (subgrade). Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria
di bawah ini :
1) Ukuran Butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm
(3in) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan
yang tertahan pada ayakan No. 200 (0.075 mm).
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No.
200.
2) Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari
tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang.
13
tanah mempunyai indeks plastis indeks plastisitasnya 11 atau
lebih.
Gambar 1. Nilai - Nilai Batas Atterberg Untuk SubkelompokTanah
3) Batuan dengan ukuran lebih besar dari 75 mm di temukan di
dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya,
maka batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi,
persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk
mengklasifikasikan tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan
angka-angka yang diberikan dalam Tabel 1 dari kolom sebelah kiri ke
14
b. Sistem Klasifikasi Tan ah Unified (USCS)
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS)diajukan pertama kali oleh Casagrande dan kemudian
dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan
United State Army Corps of Engineer (USACE). ASTM atau
American Society for Testing and Materials telah memakai USCS sebagai metode standard untuk mengklasifikasikan tanah. Dalam
USCS, suatu tanah diklasifikasikan dalam dua kategori utama yaitu :
i. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil
dan pasir yang kurang dari 50% tanah lolos saringan No. 200
(F200< 50%). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil
(gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir
(sand) atau tanah berpasir (sandy soil).
ii. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50%
15
Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan sebaiknya
dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna
di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin
perlu ditambahkan, juga sebagai pelengkap klasifikasi yang di
lakukan di laboratorium agar tidak terjadi kesalahan label.
C. Tanah Lempung
1. Definisi Tanah Lempung
Beberapa pendapat para peneliti mengenai definisi dari tanah lempung,
yaitu:
a. Tanah lempung atau tanah liat adalah partikel mineral bekerangka
dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung
mengandung silika atau alumunium yang halus. Unsur – unsur ini,
silikon, oksigen, dan alumunium adalah unsur yang paling banyak
menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan
batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas
panas bumi. Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan
lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis
mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung
digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida
alumunium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki
lapisan satu oksida silikon dan satu oksida alumunium, sementara
golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida silikon yang
16
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
T
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
17
Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat,
menyusut saat kering dan memuai saat basah. Karena perilaku inilah
beberapa jenis tanah dapat membentuk kerutan –kerutan atau “pecah –
pecah” bila kering. (Wikipedia Indonesia).
b. Tanah Lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai
dengan sub mikronis yang berasal dari pelapukan unsur – unsur
kimiawi penyusutan batuan. Tanah lempung sangat keras dalam
keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.
Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air
sedang. Di Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastis
ditandai dengan wujudnya bersabun seperti terbuat dari lilin disebut
“gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah
lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi
dan Peck, 1987).
c. Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai
partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam
jumlah lebih dari 50%. (Bowles, 1991).
d. Mengatakan sifat – sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara
lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas
rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar
kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan
adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman
18
e. Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2 m atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).
Namun demikian, dibeberapa kasus partikel berukuran 0,002 mm
sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung
(ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya
berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran
partikel lempung tersebut juga mengandung mineral – mineral
lempung. Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah
bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel – partikel
yang sangat kecil (quartz, feldspar), mika dapat berukuran sub
mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis. Partikel – partikel
dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan
kristal berukuran mikro yaitu < 1m (2m merupakan batas atasnya).
Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan
induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung
asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida. (Shvoong.com).
2. Mineral Lempung
Tanah lempung terdiri sekumpulan partikel-partikel mineral lempung yang
berbentuk lempeng pipih dan merupakan partikel dari mika, mineral
lempung dan mineral lainnya. Partikel lempung dapat berbentuk seperti
lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena itu lempung
mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh faktor utama yang digunakan
19
adalah mineralogi (Mitchell, 1976). Sifat fisik dan mekanis tanah lempung
dikendalikan oleh mineral yang terkandung di tanah tersebut. Mineral
tersebut terutama terdiri dari alumunium silikat yang terdiri dari silikat
tetrahedral dan alumunium oktahedral. Mineral-mineral ini terdiri dari
kristal dimana atom-atom yang membentuknya berada dalam suatu pola
geometri tertentu. Setiap unit tetrahedral terdiri dari empat atom oksigen
mengelilingi satu atom silikon, sedangkan unit oktahedral terdiri dari enam
atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon, seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2. Rangkaian Dasar Oktahedral dan Tetrahedral
Mineral-mineral lempung merupakan produk pelapukan batuan yang
terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya dan
selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.
Mineral-mineral lempung digolongkan ke dalam golongan besar, yaitu
20
3. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran
Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut
(Nuraisyah, 2010) :
a. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang
ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi
batu bata mentah.
b. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.
c. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari
tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi
pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.
d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil
dan umumnya mempengaruhi warna batu bata.
e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar.
Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan
bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang
sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh
pengaruh udara maupun air.
D. Fly Ash (Abu Terbang)
1. PengertianFly Ash (abu terbang)
Fly ash (abu terbang) adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam
21
tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan
mineral (mineral matter) karena proses pembakaran.
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara.
Komponen fly ash ini bervariasi dikarenakan mengandung unsur kimia
antara lain Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Ferro Oksida (Fe2O3), dan
Kalsium Oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu
Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2o dan
K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P2O5), dan Carbon. Fly
ash banyak mengandung Silika yang amorf (>40%) dan dapat memberikan
sumbangan keaktifan (mempunyai sifat pozzolan untuk dibuat bata/block
dengan campuran kapur padam), sehingga dengan mudah mengadakan
kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan air membentuk
senyawa kalsium silikat. Senyawa inilah yang bertanggung jawab pada
proses pengerasan caampuran atau massa (Suhanda dan Hartono, 1999).
Menurut SNI S-15-1990-F tentang spesifikasi abu terbang sebagai bahan
tambahan untuk campuran beton, abu batubara (fly ash) digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Kelas F : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran
batubara jenis antrasit dan bituminus.
2. Kelas C : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran
batubara jenis lignite dan subtuminus.
3. Kelas N :Pozzolan alam, seperti tanah diatome, shale, tufa, abu
22
Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti
semen, namun dengan kehadiran air dan ukuran yang halus, oksida silika
yang dikandung di dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan
kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan
menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat.
Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau
sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki
sifat-sifat beton. Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton
bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan
mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil
dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai
dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan memberikan konstribusi
terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada
umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan
akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.
Partikel fly ash kebanyakan berbentuk seperti butiran kaca, padat,
berlubang, berbentuk bola kosong berlubang yang disebut cenosphere,
atau berbentuk bulatan yang sedikit mengandung fly ash disebut
plerospheres. Butiran fly ash sangat halus (silt size 0,074 – 0,005 mm) dan
sebagian besar lolos ayakan no. 325 (45 mm) sehinngga cocok sebagai
pozzolan pada beton. Fly ash yang dikumpulkan dengan cara elektrik akan mempunyai ukuran butiran yang lebih halus, kandungan kimia yang lebih
tinggi dan unsur karbon yang lebih kecil dibanding dengan yang
23
2,8 g/cm3. Berat jenis ini umumnya ditentukan dari total berat unsur-unsur
kimia yang dikandung dan besarnya volume bola-bola yang terbentuk.
Menurut PP 18 tahun 1999 juncto PP 85 tahun 1999 abu terbang (fly ash)
digolongkan sebagai limbah B-3 (bahan berbahaya dan beracun) dengan
kode limbah D 223 dengan bahan pencemar utama adalah logam berat,
yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
2. Manfaat Fly Ash (abu terbang)
Manfaat fly ash (abu terbang) ini sudah mengalami berbagai penelitian
yang sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis serta
mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Pada umumnya fly ash
(abu terbang) ini memiliki pemanfaatan yang bermacam – macam untuk
bidang konstruksi maupun lainnya, seperti :
Batu Bata
Batu bata dari fly ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di
Windhoek, Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut
akan cenderung untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang tidak
teratur. Hal ini terjadi ketika batu bata tersebut kontak dengan air dan
reaksi kimia yang terjadi menyebabkan batu bata tersebut
memuai.Pada Mei 2007, Henry Liu pensiunan Insinyur Sipil dari
Amerika mengumumkan bahwa dia menemukan sesuatu yang baru
terdiri dari fly ash dan air. Dipadatkan pada 4000 psi dan diperam 24
jam pada temperatur 668°C steam bath, kemudian dikeraskan dengan
freeze-24
thaw cycle. Metode pembuatan batu bata ini dapat dikatakan menghemat energi, mengurangi polusi mercuri dan biayanya 20%
lebih hemat dari pembuatan batu bata tradisional dari lempung. Batu
bata dari fly ash kelas C dan di press dengan mesin Baldwin
Hydraulic.
E. Abu Sekam Padi
Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian penduduk
terbanyak adalah sebagai petani tanaman padi. Jumlah panen padi pada tahun
2013 ini mencapai 72,1 juta metrik ton atau meningkat 4,4% dibandingkan
tahun lalu, yang sebanyak 69,05 juta metrik ton. Dari hasil yang sebesar itu,
dapat dibayangkan jumlah limbah sekam padi yang akan dihasilkan. Namun
penggunaan limbah sekam padi yang ada masih terbatas yakni sebagai bahan
pembakar batu merah atau untuk keperluan pembuatan abu gosok.
Pemanfaatan yang masih sangat terbatas ini sangat disayangkan, limbah abu
sekam padi ini memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi bila
dimanfaatkan dengan baik.
Beberapa penelitian telah melakukan kajian analisa pemanfaatan limbah abu
sekam padi ini. Limbah sekam padi sebagai produk pertanian mengandung
kurang lebih 20 – 25% silika. Material ini apabila dibiarkan pada ladang padi
dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kerusakan lingkungan. Namun
sebenarnya senyawa silika yang dimiliki abu sekam padi sangat bermanfaat di
dalam bidang kostruksi, karena bahan yang mengandung silika dapat menjadi
25
menggunakan abu sekam dengan komposisi 15% dari berat semen akan
memberikan peningkatan kuat tekan beton minimal 20%. Selain
meningkatkan kuat tekan beton, penggunaan abu sekam juga akan
menghemat biaya karena abu sekam dapat menggantikan sejumlah semen
yang digunakan. Keuntungan lain yang didapat dari mengganti semen dengan
abu sekam padi adalah mengurangi pencemaran udara, karena hidrasi semen
dapat menghasilkan 40% dari massa semen. Cara memperoleh abu sekam
juga cukup mudah, Sekam hanya perlu dibakar pada suhu 500C selama
kurang lebih 100 menit.
Adapun pemanfaatan abu sekam padi, antara lain :
a. Bahan Campuran Mortar Pasangan Bata
Kulit padi (sekam) merupakan salah satu bahan/material sisa dari proses
pengolahan padi yang sering dianggap sebagai limbah. Besarnya konsumsi
beras sebagai makanan pokok dan meningkatnya produksi padi dapat
memberikan perkiraan makro akan jumlah material tersebut dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data dari BPS, produksi padi di Indonesia pada tahun
2004 mencapai 53,67 juta ton gabah kering giling (GKG), dimana dapat
menghasilkan sekam padi sebanyak 20% - 25% dari berat keseluruhan.
Sekam padi umumnya hanya digunakan sebagai bahan bakar utama atau
tambahan pada industri pembuatan bata atau tahu, bahan dekorasi, media
tumbuh bagi tanaman hias, atau bahkan dibuang.Sudah diketahui bahwa
sekam padi mengandung banyak silika amorf apabila dibakar mencapai
26
itu, kini mulai dikembangkan pemanfaatan abu sekam padi (sisa
pembakaran sekam padi) dalam berbagai bidang, salah satunya di bidang
konstruksi. Reaktivitas antara silika dalam abu sekam padi dengan kalsium
hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh pada peningkatan mutu
beton. (Hrc Priyosulistyo,2001 dalam 2005 ITB Faculty Civil Engineering
and Planning).
Penelitian ini melakukan eksperimen berupa penggunaan abu sekam padi
(ASP) sebagai bahan pengganti sebagian semen pada mortar pasangan bata
ASP ditambahkan rencana campuran mortar berdasarkan presentase berat,
dengan presentase penambahan ASP tersebut dibandingkan terhadap
mortar standar (tanpa penambahan ASP). Hasilnya menunjukkan bahwa
campuran dengan penambahan kadar sebesar 5% menggantikan berat
semen keseluruhan merupakan campuran yang memiliki kekuatan tekan
rata – rata yang paling tinggi dan tingkat kelecakan (workability) yang tergolong baik dibandingkan dari campuran yang lain pada umur 28 hari.
Akan tetapi dari segi biaya, mortar ASP 5% tidak memiliki potensi untuk
dapat mengurangi biaya konstruksi, malah cenderung untuk meningkatkan
biaya. (Hrc Priyosulistyo,2001 dalam 2005 ITB Faculty Civil Engineering
and Planning).
b. Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Aditif pada Beton.
Beton merupakan campuran agregat kasar, agregat halus, semen dan air.
Beton banyak digunakan dalam bidang konstruksi misalnya gedung, jalan,
waduk dan bendungan. Karena begitu luas peranan beton dalam bidang
27
menghasilkan sebuah infrastruktur yang baik. Kualitas tinggi yang
dimaksud pada campuran beton adalah yang memiliki kekuatan tekan,
durabilitas dan workabilitas yang tinggi serta dengan harga yang
seekonomis mungkin. Kekuatan, keawetan dan sifat beton tergantung pada
bahan – bahan dasarnya (agregat kasar, agregat halus, semen dan air)
yakni nilai perbandingan komposisinya, cara pengadukan maupun cara
pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara
III. METODE PENELITIAN
A. Sampel Tanah
Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo,
Kecamatan Metro Timur, Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada awal
musim penghujan namun ketika cuaca cerah, sehingga sampel tanah yang
diambil tidak mengandung air yang berlebihan.Pada penelitian ini jumlah
sampel tanah yang digunakan untuk masing – masing sampel sebanyak 5
campuran. Sehingga pada masing-masing campuran digunakan 6 buah sampel
yang dicetak dalam cetakan batu bata berupa persegi panjang dengan panjang
sisi 20 cm, lebar 10 cm dantebal 3 cm.
B.Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Fly Ash dan Abu Sekam Padi
Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik,
Universitas Lampung. Ada 3 tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :
1. Pengujian sifat fisiktanah.
2. Pengujian kuat tekan dan dayaserap air terhadap batu bata dengan
komposisi campuran material tanah, fly ash, dan abu sekam padi dengan
29
3. Tanah yang sudah tercampur fly ash dan abu sekam padi siap untuk
dicetak, lalu diperam selama 14 hari, dibakar selama 2x24 jam dan
pengujian daya serap air selama 1 hari.
C.Pelaksanaan Pengujian
1. Pengujian Sifat Fisik Tanah
Sifat-sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak
penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekokohan dan kekuatan
pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat
berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku apakah tanah ini akan
digunakan sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya,
bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung atau untuk sistem
pembuangan limbah.
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian sifat fisik tanah
dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D-4318.
Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Kadar air (Water Content)
Sesuai dengan ASTM D-2216-92, pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara
berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah
30
b. Berat Volume (Unit Weight)
Sesuai dengan ASTM D-2937, pengujian ini bertujuan untuk
menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed
sample), yaitu perbadingan antara berat tanah dengan volume tanah.
c. Berat Jenis (Specific Gravity)
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran
atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan
berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai
dengan ASTM D-854.
d. Batas Cair (Liquid Limit)
Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu
tanah, tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah
pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair sesuai dengan
ASTM D-423. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar
air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan
cair.
e. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk
secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sampai
diameter 3 mm. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu
jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan
31
f. Analisis Saringan (Sieve Analysis)
Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi
butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah
yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).
2. Pengujian Sampel Batu Bata + Fly ash + Abu Sekam Padi
Melakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata
dengan komposisi campuran material tanah, dan abu ampas tebu dengan
kadar tertentu untuk mendapatkan kadar optimum, serta nilai daya serap
dan kuat tekan optimum batu bata.
Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar fly
ash + abu sekam padi dengan kadar campuran : 5%, 10%, 15%, dan 20%
sebanyak 6 sampel dengan dilakukan masa pemeraman 14 hari, lalu
pembakaran selama 2x24 jam dan pengujian daya serap air selama 1 hari
untuk sebagian sampel, sebagian sampel lagi diuji kuat tekannya.
Pelaksanaan pengujian kuat tekan dan daya serap air dilakukan di
Laboratorium Bahan dan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Lampung.
a. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besar
beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji
yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan
dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di
32
dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Dengan Kuat tekan batu bata
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara
selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering
besarnya daya serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI
03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering
Mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram)
Mk = Massa kering sampel sebelum direndam (gram)
33
D. Urutan Prosedur Penelitian
1. Pencampuran Material Bahan
Sebelum pencampuran material bahan, sampel tanah telah diuji sifat
fisiknya, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat
volume, batas atterberg, dan uji pemadatan tanah dimana nantinya akan
didapat nilai kadar air optimum untuk pencampuran sampel.
Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan
melakukan pencampuran tanah lempung + fly ash + abu sekam padi + air
dengan komposisi masing-masing bahan campuran.
2. Pencetakan Batu Bata
Setelah campuran teraduk dengan rata kurang lebih 3x24 jam, maka batu
bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu menaruh
bahan yang telah dicampur kedalam mesin cetak.
3. Pengeringan Batu Bata
Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal
atau penutup plastic dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas
matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian
panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya retakan
– retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari
dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering, batu bata
tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Jika
34
Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 14 hari.
4. Pembakaran Batu Bata
Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan
dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 2x24 jam setelah itu
dilakukan proses pengujian daya serap air sebagian sampel dan sebagian
sampel dilakukan uji kuat tekan.
5. Pengujian Daya Serap Air dan Kuat Tekan
Pengujian daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya daya serap
yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak daya serap yang terdapat
pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya.
Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besarnya
beban tekan maksimum yang bias diterima oleh batu bata. Alat uji yang
digunakan adalah mesin desak.
E. Pengolahan dan Analisa Data
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam
bentuk tabel, grafik hubungan, serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari:
1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam
bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi pengujian
tanah.
2. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap masing – masing campuran fly
ash + abu sekam padi setelah waktu pemeraman ditampilkan dalam bentuk
35
3. Analisis nilai daya serap air batu bata + fly ash + abu sekam padi.
4. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang
36
Dari seluruh analisis hasil yang telah ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan
terhadap hasil penelitian yang didapat.
Pengambilan Sampel Tanah Asli
Pengujian Tanah Asli :
Pemeraman selama 14 hari dan Pengeringan
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilaksanakan
terhadap hasil uji batu bata dengan material tanah yang dicampur
menggunakan bahan additive berupa fly ash dan abu sekam padi yang
dilakukan di desa Yoso Mulyo, Kec.Metro Timur, Laboratorium Mekanika
Tanah dan Laboratorium Bahan dan Kontuksi, Fakultas Teknik, Universitas
Lampung, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan :
1. Hasil sampel tanah asli yang berasal dari desa Yoso Mulyo, Kec.Metro
Timur digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi USCS
yang digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam
klasifikasi tanah yaitu tanah lanau atau lempung dengan plastisitas rendah
(ML).
2. Penambahan fly ash dan abu sekam padi sebagai bahan additive pada
campuran material pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan
nilai kuat tekan, sehingga kekuatan batu bata yang didapat pada penelitian
ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan
57
3. Batu bata setelah pembakaran memiliki nilai kuat tekan yang lebih besar
dibandingkan sebelum pembakaran, dengan nilai kuat tekan rata – rata
tertinggi adalah sebesar 115,780 kg/cm2, sedangkan sebelum pembakaran
nilai kuat tekan rata – rata tertinggi sebesar 37,754 kg/cm2.
4. Pada pengujian kuat tekan sebelum pembakaran dapat disimpulkan bahwa
adanya peningkatan kuat tekan tertinggi pada batu bata dengan
penambahan campuran 5% fly ash dan abu sekam padi sedangkan pada
pasca pembakaran peningkatan kuat tekan tertinggi penambahan
campuran 5% - 20% jika dibandingkan terhadap batu bata asli lempung.
5. Tingginya nilai kuat tekan batu bata menggunakan bahan additive fly ash
dan abu sekam padi disebabkan karena berkurangnya volume udara dan
rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi. Dan bahan additive
yang digunakan memiliki banyak kandungan silika sehingga berpengaruh
pada penambahan kekuatan batu bata.
B. Saran-Saran
Untuk pengembangan penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu bata
menggunakan bahan additive, berupa campuran fly ash dan abu sekam padi
disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :
1. Diperlukannya ketelitian pada proses pencampuran bahan additive dengan
tanah dan pencetakan batu bataagar diperoleh hasil yang baik.
2. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran fly ash dan abu sekam
padi dengan tanah perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan batu
58
berbeda sehingga akan diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat
pengaruh penambahan kedua bahan additive tersebut.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah beberapa
pengujian terhadap bahan material campuran dan jumlah sampel yang diuji
diperbanyak agar data yang didapat dari penelitian lebih akurat sehingga
menghasilkan batu bata dengan kualitas yang lebih baik.
4. Perlu disosialisasikan pemanfaatan limbah fly ash dan abu sekam padi
sebagai produk yang bermanfaat bagi pelaku industri batu bata home
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO, AASHTO Interim Guide for Design of Pavement Structures 1972, AASHTO Washington DC., Chapter III Revised 1981.
Bembin, Ferdinand. 2013. StudiKekuatan Pasangan Batu Bata Pasca
Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Ampas Tebu.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika
Tanah), Erlangga, Jakarta.
Das, Braja.M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis)
Jilid I. Erlangga. Jakarta
Handayani, 2010, Kualitas Batu Bata Merah dengan Penambahan Serbuk
Gergaji, Jurnal Teknik dan Perencanaan Volume 1, No.12. Universitas Negeri Semarang. Semarang
Handoko, Didik. 2014. Study Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca
Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Hrc Priyosulistyo.2001. Bahan Campuran Mortar Pasangan Bata. Skripsi
2005 ITB Faculty Civil Engineering and Planning. Bandung
Indra, A. 2012. Kuat Tekan (Compression Streight) Komposisi
Lempung/Pasir Pada Aplikasi Bata Merah Daerah Payakumbuh Sumbar. Jurnal Teknik Mesin Vol.1, No.2. April 2012, Institut Teknologi Padang
Siregar, Nuraisyah. 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan
Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan
Suhanda dan Hartono. 2009.Penelitian Abu Batubara Bukit Asam dan Umbilin
Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, Yrama Widya. Bandung.
Standar Nasional Indonesia 15-2094-2000 : Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding.
Terzaghi, K., dan Peck, R.B. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa.
Penerbit Erlangga. Jakarta
Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta.