STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA
PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN ADDITIVE
ABU AMPAS TEBU
Oleh :
FERDINAND BEMBIN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA
PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN
ADDITIVE
ABU
AMPAS TEBU
(Skripsi)
Oleh
FERDINAND BEMBIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE STUDY OF THE STRENGTH OF A PAIR OF BRICKS AFTER BURNT USING BAGASSE ASH MATERIALS AS ADDITIVE
By
FERDINAND BEMBIN
A brick is a synthetic stone made of clay with or without additive materials which through some process. The process includes of draining in the sun and then burning in high temperature in order to make the brick harden and not broken if it is soaked into the water. The needs of bricks will increase, so that many people build home industries to produce the bricks. To keep the quality, the made of bricks only use a specific soil. However, in this research the reseacher used the worst material of soil with additive materials named the ash of bagasse in purpose to utilize the waste and to increase the strength of bricks so that it can produce cheap bricks with good quality that can be an option for bricks industries.
This research used clay from Seputih Mataram, Central Lampung, as the sample. The used variation of mixed levels were 5%, 10%, 15% and 20% and drained for 7 days, with burning process and without burning process. According to the result of physical test of original solid, USCS classified the sample of solid as the soft grained soil and it belonged to CL.
The result of the research showed that the made of bricks after burning with the mixture of the bagasse ash is up to Indonesian National Standard (SNI) of bricks for building materials. Generally, the additive of the bagasse ash to soil can reduce the value of weight of mixture solid. For the value of bricks compressive strength without burning and with well burning process showed at the additive of mixture moisture 10%-15%.
ABSTRAK
STUDI KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN
MENGGUNAKAN BAHAN ADDITIVE ABU AMPAS TEBU
Oleh
Ferdinand Bembin
Batu bata adalah batuan buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran tambahan yang melalui beberapa proses. Proses tersebut meliputi pengeringan dengan cara dijemur dan kemudian dibakar dengan temperatur tinggi dengan tujuan agar batu bata mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air. Kebutuhan akan batu bata semakin meningkat, sehingga banyak masyarakat mendirikan industri rumahan untuk memproduksi batu bata. Demi menjaga kualitas, pembuatan batu bata hanya menggunakan jenis tanah tertentu. Akan tetapi,dalam penelitian ini penelitimenggunakan bahan tanah yang dianggap buruk dengan bahantambahanabu ampas tebu dengan tujuan memanfaatkan limbah sekaligus diharapkan dapat meningkatkan kekuatan batu bata sehingga dapat menghasilkan batu bata yang relatif murah namun memiliki kualitas yang baik yang dapat menjadi alternatif pilihan industri batu bata.
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Seputih Mataram, Lampung Tengah. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, dan 20% dan dilakukanpengeringanselama 7 hari,serta dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran batu bata. Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan batu bata pasca pembakaran dengan menggunakan campuran abu ampas tebu memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) batu bata untuk material bangunan.Secara umum penambahan bahan abu ampas tebu pada tanah mengurangi nilai berat jenis tanah campuran. Untuk nilai kuat tekan batu bata tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan pada penambahan kadar campuran 10% - 15%.
i
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah ... 6
B. MetodePencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu ... 27
ii
1. PengujianSampelSifat Fisik Tanah ... 28
2. PengujianSampel Batu Bata + Abu Ampas Tebu ... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PengujianTerhadap Sampel Tanah Asli. ... 39
1. Hasil Pengujian Kadar Air ... 39
1. Menurut Sistem Klasifikasi AASHTO ... 42
2. Menurut Sistem Klasifikasi USCS ... 43
C. Hasil Pengujian Batu Bata Sesuai Kadar Campuran ... 44
1. Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 45
2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 54
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified System ... 10
Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified ... 11
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO ... 12
Tabel 4. Komposisi Abu Pembakaran Ampas Tebu ... 21
Tabel 5. Ukuran dan Toleransi Batu Bata Merah Pasangan Dinding ... 23
Tabel 6. Klasifikasi Kekuatan Bata ... 24
Tabel 7. Resume Pengujian Material Tanah ... 41
Tabel8. Nilai Kuat Tekan Campuran 0% Tanpa Pembakaran ... 46
Tabel 9. Nilai Kuat Tekan Campuran 5% Tanpa Pembakaran ... 46
Tabel 10. Nilai Kuat Tekan Campuran 10% Tanpa Pembakaran ... 46
Tabel 11. Nilai Kuat Tekan Campuran 15% Tanpa Pembakaran ... 46
Tabel 12. Nilai Kuat Tekan Campuran 20% Tanpa Pembakaran ... 47
Tabel 13. Nilai Kuat Tekan Campuran 0% Pasca Pembakaran ... 48
Tabel 14. Nilai Kuat Tekan Campuran 5% Pasca Pembakaran ... 48
Tabel15.Nilai Kuat Tekan Campuran 10% Pasca Pembakaran ... 49
Tabel 16. Nilai Kuat Tekan Campuran 15% Pasca Pembakaran ... 49
Tabel17.Nilai Kuat Tekan Campuran 20% Pasca Pembakaran ... 49
Tabel 18. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Tanpa dan Dengan Proses Pembakaran ... 52
iv
Tabel20.Perbandingan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran Abu
Sekam Padi Sebelum dan Pasca Pembakaran ... 56
Tabel 21.Perbandingan Unsur Kimia Dalam Zat Additive Abu Ampas
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur Oleh Departemen
Pertanian Amerika Serikat ... 15
Gambar2. Proses Penggilingan Tebu ... 20
Gambar 3. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah ... 26
Gambar4.Diagram Alir Penelitian ... 37
Gambar5.Rentangdari Batas Cair (LL) danIndeksPlastisitas (PI)UntukKelompok Tanah ... 43
Gambar6.Diagram Plastisitas ... 44
Gambar7.Hubungan Antara Nilai KuatTekanBatu Bata Sebelum Pembakaran Dengan Kadar Campuran ... 47
Gambar8.Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran Dengan Kadar Campuran ... 50
Gambar9.Grafik Hubungan Nilai Kuat Tekan Tanpa Pembakaran Dan Pasca Pembakaran ... 51
Gambar10. Hubungan Nilai Berat Jenis Tanah Asli Dengan Batu Bata Sebelum Dibakar Dan Sesudah Dibakar ... 54
Gambar11.Grafik Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Campuran Abu Ampas Tebu Sebelum Pembakaran dan Pasca Pembakaran ... 56
Gambar12.Hubungan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran Menggunakan Tanah Yang Sama Dengan Campuran Abu Ampas Tebu dan Campuran Abu Sekam Padi ... 57
DAFTAR NOTASI
ω = Kadar Air
Gs = Berat Jenis
LL = Batas Cair
PI = Indeks Plastisitas
PL = Batas Plastis
q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan
Ww = Berat Air
Wc = Berat Container
Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven
Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven
Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n
W1 = Berat Picnometer
W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering
W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air
W4 = Berat Picnometer + Air
Wci = Berat Saringan
Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia pada saat ini berkembang sangat pesat, terutama
pembangunan di bidang konstruksi seperti gedung maupun perumahan. Hal
ini menyebabkan permintaan akan bahan bangunan semakin meningkat,
sehingga banyak masyarakat yang membangun pabrik batu bata untuk
pemenuhan kebutuhan batu bata. Namun dalam proses pembuatan batu bata,
para pengusaha batu bata hanya menggunakan jenis tanah tertentu demi
menjaga kualitas produksi batu bata. Sehingga pemenuhan bahan dasar tanah
sebagai bahan utama dalam pembuatan batu bata lambat laun ketersediaannya
semakin berkurang dan harganya semakin meningkat.
Pada bidang konstruksi, batu bata biasa dipakai sebagai penyangga atau
pemikul beban yang ada diatasnya seperti pada konstruksi perumahan dan
fondasi ataupun sebagai dinding pembatas dan estetika pada konstruksi
gedung tanpa memikul beban diatasnya.
Batu bata adalah batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa
campuran tambahan (additive) yang melalui beberapa proses. Proses tersebut
2
temperatur tinggi dengan tujuan agar batu bata mengeras dan tidak hancur
jika direndam dalam air.
Penggunaan bahan tambahan (additive)pada campuran batu bata akan
menjadikan kekuatan batu bata semakin bertambah. Pemanfaatan bahan
limbah yang ramah lingkungan juga perlu dipertimbangkan sebagai bahan
campuran batu bata. Untuk itu, peneliti mencoba menggunakan bahan
pencampur yang salah satunya adalah abu ampas tebu.
Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di
daerah beriklim tropis. Dalam proses produksi di pabrik gula, ampas tebu
yang dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang
termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air. (Johanes
Anton Witono dalam Nuraisyah Siregar, 2010).
Selama ini pemanfaatan ampas tebu (sugar cane baggase) yang dihasilkan
masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp,
dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Abu ampas tebu (bagasse ash)
merupakan hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni
dalam boiler yang menjadi limbah. Hasil pembakaran dalam boiler ini
diperoleh abuampas tebu yang menjadi limbah dan belum dapat dimanfaatkan
secara luas olehmasyarakat. Abu ampas tebu ini terdiri dari garam-garam
anorganik dan kaya akan silica (Si). Menurut penelitian terdahulu, silica
sangat potensial digunakan dalam bidang geoteknik terutama dalam
3
Berdasarkan penjelasan diatas, perlu dilakukan penelitian yang objektif
terhadap pembuatan batu bata menggunakan tanah yang bagi sebagian besar
pengusaha batu bata berkualitas buruk, dimana abu ampas tebu digunakan
sebagai campuran pada pembuatan batu batasehingga limbah abu ampas tebu
dari perusahaan gula tidak terbuang sia-sia, tetapi dapat menambah kekuatan
batu bata tersebut sehingga dapat menghasilkan batu bata dengan kualitas
yang baik yang dapat dijadikan pilihan alternatif oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui kekuatan
yang dihasilkan batu batayang ditambah dengan kadar campuran abu ampas
tebu dengan presentase campuran yang berbeda-beda. Dengan pencampuran
abu ampas tebu sebagai bahan additive dapat diamati perubahan nilai kuat
tekan batu bata biasa dengan batu batayang telah diberi bahan tambahan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ampas tebu dapat menambah
kualitas batu bata sehingga dapat digunakan sebagai bahan alternatif dalam
pembuatan batu bata.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada beberapa masalah, yaitu :
1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah liat yang diambil dari
Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah.
2. Bahan pencampur yang digunakan adalah abu ampas tebu (bagasse ash)
4
3. Batu bata yang digunakan adalah batu bata merah yang sesuai dengan
persyaratan SNI yang berlaku.
4. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah liat
meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas-batas Atterberg, analisa
saringan, dan berat volume.
5. Pencampuran dengan abu ampas tebu menggunakan kadar tertentu dari
berat total sampel yang kemudian diuji untuk memperoleh kadar abu
ampas tebu optimum untuk campuran batu bata.
6. Pengujian batu bata yang menggunakan abu ampas tebu meliputi uji kuat
tekan.
7. Menjelaskan dan menerangkan cara pembuatan batu bata yang
ditambahkan bahan tambahan abu ampas tebu.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah liat di desa Sumber Agung
kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah.
2. Untuk mengetahui nilai kuat tekan batu bata yang menggunakan bahan
additive abu ampas tebu.
3. Untuk membandingkan kekuatan batu bata biasa dengan batu bata yang
ditambah dengan campuran abu ampas tebu.
4. Mencari salah satu bahan additive alternatifuntuk pembuatan batu bata
5
5. Menghasilkan batu batayang relatif murah namun memiliki kualitas yang
baik yang dapat menjadi alternatif pilihan industri batu bata.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :
1. Produsen industri batu bata dapat memanfaatkan limbah abu ampas tebu
pabrik gula PT. Indo Lampung Perkasa sebagai bahan campuran penguat
alternatif dalam pembuatan batu bata.
2. Hasil penelitian yang didapat bisa dijadikan sebagai bahan acuan,
pembanding, dan pertimbangan bagi masyarakat dalam memproduksi
batu batadengan kualitas yang lebih baik.
3. Pemanfaatan limbah abu ampas tebu yang digunakan untuk pembuatan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terikat antara
satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) dan
rongga-rongga diantara bagian-bagian tersebut berisi udara dan air.
(Verhoef, 1994).
Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak
mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena
pelapukan dari batuan.
Tanah didefinisikan oleh Das (1995) sebagai material yang terdiri dari
agregat mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik telah melapuk (yang
berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.
Sedangkan pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah adalah
campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis
7
a. Berangkal (boulders) adalah potongan batuan yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 sampai 300 mm dan untuk ukuran 150 mm
sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).
b. Kerikil (gravel) adalah partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai
150 mm.
c. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai
5 mm, yang berkisar dari kasar dengan ukuran 3 mm sampai 5 mm
sampai bahan halus yang berukuran < 1 mm.
d. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm
sampai 0,0074 mm.
e. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil
dari 0,002 mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah
yang kohesif.
f. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam dan berukuran
lebih kecil dari 0,001 mm.
Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami
pelapukan mekanis atau kimiawi. Pelapukan mekanis terjadi apabila
batuan berubah menjadi fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu
perubahan kimiawi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu
pengaruh iklim, eksfoliasi, erosi oleh angin dan hujan, abrasi, serta
kegiatan organik. Sedangkan pelapukan kimiawi meliputi perubahan
mineral batuan menjadi senyawa mineral yang baru dengan proses yang
8
2. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok
dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi ini
menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi
namun tidak ada yang benar-benar memberikan penjelasan yang tegas
mengenai kemungkinan pemakainya (Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi
tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya
sesuai dengan perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang
dikelompokkan dalam urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu.
Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap
pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah
dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar.
Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai
keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan
sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat
isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).
Menurut Verhoef (1994), tanah dapat dibagi dalam tiga kelompok:
1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)
2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung)
9
Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari
sifat-sifat material tersebut. Lanau/lempung seringkali terbukti kohesif
(saling mengikat) sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah
tidak kohesif (tidak saling mengikat). Struktur dari tanah yang tidak
berkohesi ditentukan oleh cara penumpukan butir (kerangka butiran).
Sruktur dari tanah yang berkohesi ditentukan oleh konfigurasi
bagian-bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian-bagian-bagian kecil ini.
Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif
dan tanah kohesif, atau tanah berbutir kasar dan berbutir halus (Bowles,
1984). Namun klasifikasi ini terlalu umum sehingga memungkinkan
terjadinya identifikasi yang sama untuk tanah-tanah yang hampir sama
sifatnya.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah, antara lain:
1. Klasifikasi Tanah BerdasarkanUnified System
Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk
pekerjaan teknik fondasi seperti bendungan, bangunan dan konstruksi
yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara
dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Klasifikasi
berdasarkan Unified sytem (Das, 1988), tanah dikelompokkan
menjadi:
a. Tanah berbutir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan
pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanahnya lolos
10
huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk
pasir (sand) atau tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi
tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk
tanah bergradasi buruk.
b. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih
dari 50% berat total contoh tanahnya lolos dari saringan No.200.
Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk
lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O
untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan
untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan
kadar organik yang tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk
plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi.
Tabel 1. Sistem klasifikasi tanah Unified system (Bowles, 1991)
Jenis Tanah Prefiks Subkelompok Sufiks
Kerikil G Gradasibaik W
Gradasiburuk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wl< 50 persen L
Organik O Wl> 50 persen H
11
Tabel 2. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
s GM Kerikilberlanau, campurankerikil-pasir-lanau Batas Atterberg yang termasukdalamdaerah yang di arsirberartibatasanklasifikasinyamenggunakandua plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber :HaryChristady, 1996.
B
atas Pla
stis
12
2. Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO awalnya membagi tanah kedalam 8
kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk subkelompok. Sistem yang
direvisi (Proc. 25 th Annual Meeting of Highway Research Board,
1945) mempertahankan delapan kelompok dasar tanah tadi tapi
menambahkan dua subkelompok dalam A-1, empat kelompok dalam
A-2, dan dua subkelompok dalam A-7. Kelompok A-8 tidak
diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawang yang ditentukan
berdasarkan klasifikasi visual. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya
dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan
rumus-rumus empiris. Pengujian yang dilakukan hanya analisis
saringan dan batas-batas Atterberg (Bowles, 1984).
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi Indeks Plastisitas (PI)
13
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi Indeks Plastisitas (PI)
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Biasa sampai jelek
Sumber : Das (1995).
Tabel 3. merupakan sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO.
Tanah A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir (granular) dengan tidak
lebih dari 35 persen bahan lolos saringan No.200. Bahan khas dalam
kelompok A-1 adalah campuran bergradasi baik dari kerikil, pasir
kasar, pasir halus, dan suatu bahan pengikat (binder) yang mempunyai plastisitas sangat kecil atau tidak sama sekali (Ip ≤ 6). Kelompok A-3
terdiri dari campuran pasir halus, bergradasi buruk, dengan sebagian
kecil pasir kasar dan kerikil, fraksi lanau yang merupakan bahan tidak
plastis lolos saringan No.200. Kelompok A-2 juga merupakan bahan
berbutir tetapi dengan jumlah bahan yang lolos saringan No.200 yang
cukup banyak (tidak lebih dari 35 persen). Bahan ini terletak di
anatara bahan dalam kelompok A-1 dan A-3 dan bahan lanau –
14
adalah tanah berbutir halus dengan lebih dari 35 persen bahan lolos
saringan No.200.
3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur dan Ukuran Butiran
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada keadaan permukaan tanah yang
bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam
tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana didasarkan pada distribusi
ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil
(gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay) (Das, 1993).
Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dikembangkan oleh
Departemen Pertanian Amerika dan klasifikasi internasional yang
dikembangkan oleh Atterberg. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran
tiap-tiap butir yang ada dalam tanah. Pada umumnya tanah asli
merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan
pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah
dalam beberapa kelompok, yaitu:
Pasir : Butiran dengan diameter 2,0 – 0,05 mm.
Lanau : Butiran dengan diameter 0,005 – 0,002 mm.
15
Gambar 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (sumber: Das, 1993)
B. Tanah Lempung
1. Definisi Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai
dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi
penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering,
bersifat plastis pada kadar air sedang, sedangkan pada keadaan air yang
lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat
16
Sedangkan menurut DAS (1988), tanah lempung merupakan tanah yang
terdiri dari partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis
apabila dalam kondisi basah.
Tanahlempungmerupakanpartikelmineral
yangberukuranlebihkecildari0,002mm.Partikel-partikelinimerupakansumberutamadarikohesidi dalam tanahyang
kohesif(Bowles,1991).
2. Sifat Tanah Lempung
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut
(Hardiyatmo, 1999) :
a. Ukuranbutirhalus, yaitukurangdari0,002mm.
b. Permeabilitasrendah.
c. Kenaikanairkapilertinggi.
d. Bersifatsangatkohesif.
e. Kadarkembangsusutyangtinggi.
f. Proseskonsolidasi lambat.
Tanahbutiranhaluskhususnyatanah
lempungakanbanyakdipengaruhiolehair.Sifat
pengembangantanahlempungyangdipadatkanakan
lebihbesarpadalempungyangdipadatkanpada
keringoptimumdaripadayangdipadatkanpada
17
keringoptimumrelatifkekuranganair,olehkarenaitu
lempunginimempunyaikecenderunganyanglebih
besaruntukmeresapairsebagaihasilnyaadalahsifat
mudahmengembang(Hardiyatmo,1999).
3. Jenis Mineral Lempung
Berdasarkan ukurannya butirannya, tanah lempung merupakan golongan
partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 yang terdiri dari
mineral-mineral lempung yang berukuran kurang dari 2 μm. Jenis mineral
lempung yang biasanya terdapat pada tanah lempung adalah:
a. Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu
hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.
Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan
sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite
menjadi rendah.
b. Illite
Illitedengan rumus kimia KyAl2(Fe2Mg2Mg3)
(Si4yAly)O10(OH)2adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai
mika tanha dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah
illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir
kasar disebut mika hidrus.
18
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau
menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah
dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia montmorilonite adalah
Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.
4. Sifat Tanah Lempung Pada Pembakaran
Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut
(Nuraisyah, 2010) :
a. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang
ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi
batu bata mentah.
b. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia
dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.
c. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal
dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan
mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.
d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih
stabil dan umumnya mempengaruhi warna batu bata.
e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar.
Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan
bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang
sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh
19
C. Abu Ampas Tebu
Abu ampas tebu merupakan limbah hasil perubahan kimiawi dari pembakaran
ampas tebu murni yang terdiri dari garam-garam anorganik. Ampas tebu
merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah
diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga
diperoleh hasil limbah berserat yang sering disebut ampas tebu (baggase).
Pada proses penggilingan tebu,terdapat lima kali prosespenggilingan dari
batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu.Pada penggilingan pertama dan
kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Kemudian
pada proses penggilingan ketiga,keempat dan kelima dihasilkan nira dengan
volume yang tidak sama.Setelah proses penggilingan awal, yaitu
penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah.Untuk
mendapatkan nira yang optimal,pada penggilingan ampas hasil gilingan
kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa
yang mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada
penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih
sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga
penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang
20
Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V
Penggilingan II Penggilingan IV
Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V
Tebu
Susu Kapur Susu Kapur Susu Kapur
3Be 3Be 3Be
Gambar 2. Proses Penggilingan Tebu
Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari
limbah padat,cair dan gas.Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu
boiler dan blotong (filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang
berasal dari perasan batang tebu ini banyak mengandung serat dan gabus.
Kelebihan ampas tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah
sehingga menyimpannya perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar sebab
didalamnya banyak mengandung air, gula, serat, dan mikroba sehingga bila
tertumpuk akan termentasi dan melepaskan panas. Untuk mengatasi kelebihan
ampas tebu adalah dengan membakarnya untuk mengurangi jumlah ampas
21
Tabel 4. Komposisi Abu Pembakaran Ampas Tebu
Senyawa Kimia Presentase (%)
SiO2 71
Al2O3 1,9
Fe2O3 7,8
CaO 3,4
MgO 0,3
KzO 8,2
P2O5 3,0
MnO 0,2
(Sumber : Dubey dan Varma Sugar By-Products & Subsidiary Industries
dalam Kian dan Susesno, 2002)
D. Batu Bata
1. Definisi Batu Bata
Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan
konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air dengan atau
tanpa bahan campuran lain melalui beberapa tahap pengerjaan,seperti
menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan, membakar pada
temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna, serta akan mengeras
seperti batu setelah didinginkan hingga tidak dapat hancur lagi bila
22
Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000, SII-0021-78 merupakan
suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi
bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran
bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila
direndam dalam air.
Batu bata merah adalah batu buatan yang terbuat dari suatu bahan yang
dibuat oleh manusia supaya mempunyai sifat-sifat seperti batu. Hal
tersebut hanya dapat dicapai dengan memanasi (membakar) atau dengan
pengerjaan-pengerjaan kimia. (Djoko Soejoto dalam Nuraisyah Siregar,
2010).
2. Standar Batu Bata
Standardisasi merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan penting
dari sebuah industri di suatu negara. Salah satu contoh pentingnya
standardisasi dari sebuah industri adalah standardisasi dalam pembuatan
batu bata.
Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses
penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu
kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang
berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan
secara optimum dengan memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan
23
Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78
meliputi beberapa aspek seperti :
a. Sifat Tampak
Batu bata merah harus berbentuk prisma segi empat panjang,
mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisinya harus
datar, tidak menunjukkan retak-retak.
b. Ukuran dan Toleransi
Standar Bata Merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standardisasi
Nasional) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar
untuk bata merah sebagai berikut :
Tabel 5. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding
Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)
Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan
untuk bata merah untuk pasangan dinding sesuai tabel 5.
24
Tabel 6. Klasifikasi Kekuatan Bata
Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien
Variasi Izin Sumber : (SNI 15-2094-2000)
d. Garam Yang Membahayakan
Garam yang mudah larut dan membahayakan : Magnesium Sulfat
(MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalium Sulfat (K2SO4), dan
kadar garam maksimum 1,0%, tidak boleh menyebabkan lebih dari
50% permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan
garam.
e. Kerapatan Semu
Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding 1,2
gram/cm3.
f. Penyerapan Air
Penyerapan air maksimumbata merah pasangan dinding adalah 20%.
3. Tahapan atau Proses Pembakaran Batu Bata
Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara
bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi semacam lubang seperti
terowongan untuk kayu bakar. Pada bagian samping tumpukan ditutup
25
sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi. Sedangkan pada bagian
atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur tanah liat.
Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau
lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah liat.
Tujuannya agar panas dan api selalu menyala dalam tumpukan bata.
Proses pembakaran ini memakan waktu 1 hari tergantung jumlah batu
bata yang dibakar.
Pada proses pembakaran ini batu bata ditata sedemikian rupa di atas
tungku pembakaran, dan digunakan sekam padi untuk membantu proses
pembakaran. Saat musim penghujan, proses pembakaran batu bata
memerlukan waktu lebih lama dibanding pada pembakaran saat musim
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan Penelitian
1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang
diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram,
Lampung Tengah.
27
2. Abu ampas tebu (bagasse ash) yang telah dihaluskan yang berasal dari
PT. Indo Lampung Perkasa.
3. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik
Universitas Lampung.
B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu
Metode pencampuran untuk masing-masing prosentasi abu ampas tebu
adalah:
1. Abu ampas tebu dicampur dengan sampel tanah yang lolos saringan no.
4(4,75 mm) dengan prosentase abu ampas tebu antara lain 5%, 10%, 15%,
dan 20% masing-masing sebanyak 5 sampel.
2. Pencampuran sampel dengan cara mengaduk tanah dengan abu ampas
tebu yang dicampur dalamwadah dengan memberi penambahan air.
Sampel tanah memilii kumulatif berat 100%, maka variasi campuran
pertama abu ampas tebu dengan tanah yaitu 5% : 95%, 10% : 90%, 15% :
85%, dan 20% : 80%.
3. Tanah yang sudah tercampur dengan abu ampas tebu siap untuk dicetak di
cetakan batu bata, lalu dikeringkan selama 7 hari, dibakar selama 3x24
jam.
C. Pelaksanaan Pengujian
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas
Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah
28
1. Pengujian Sampel Sifat Fisik Tanah
Sifat-sifat fisik tanah sangat berhubungan erat dengan kelayakan pada
banyak penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekuatan dan kekokohan
pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas, semuanya secara erat
berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Pengujian sifat fisik tanah dilakukan
berdasarkan Standar PB 0110-76 atau ASTM D-4318.
Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Pengujian Kadar Air (Moisture Content)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel
tanah yaitu perbandingan antara berat air dan berat tanah kering.
Cara kerja berdasarkan ASTM D-2216 :
1) Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda
uji kedalam cawan dan menimbangnya.
2) Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan
suhu 110oC selama 24 jam.
3) Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan
menghitung prosentase kadar air.
b. Pengujian Berat Jenis(Specific Gravity)
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis tanah yang
lolos saringan No.200 dengan labu ukur.
29
1) Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60oC
sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.
2) Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan
saringan No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih
dahulu.
3) Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya.
4) Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.
5) Mengambil sampel tanah antara 25-30 gram.
6) Memasukkan sampel tanah ke dalam labu ukur dan
menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.
7) Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di
dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.
8) Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat
hasilnya dalam temperatur tertentu.
c. Pengujian Batas Atterberg
1) Batas Cair (Liquid Limit)
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu
jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.
Cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :
a) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan
menggunakan saringan no. 40.
30
c) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40
sebanyak 150 gram, kemudian dimasukkan kedalam
mangkuk casagrande dan meratakan permukaan adonan
sehingga sejajar dengan alas.
d) Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda
uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan
menggunakan grooving tool.
e) Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu
sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan
jumlah ketukan harus berada diantara 10-40 kali.
f) Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk
untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja
yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji
yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan
jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25
ketukan dan 2 buah diatas 25 ketukan.
Perhitungan :
a) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai
jumlah pukulan.
b) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada
grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan
dan sumbu y sebagai kadar air.
c) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.
31
2) Batas Plastis (Plastic Limit)
Tujuanpengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu
jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan
semi padat.
Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :
a) Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan
saringan no. 400
b) Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari dan
dibulatkan, kemudian digulung-gulung di atas plat kaca
hingga terbentuk batang memanjang kira-kira berdiameter 3
mm sampai retak-retak atau putus-putus.
c) Memasukkan benda uji kedalam container kemudian
ditimbang
d) Menentukan kadar air benda uji
Perhitungan :
a) Nilai batas plastis adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda
uji
b) Plastis Indeks (PI) :
c) PI = LL – PL
d. Pengujian Berat Volume (Unit Weight)
Sesuai dengan ASTM D-2937, pengujian ini bertujuan untuk
menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturb
32
Cara kerja berdasarkan ASTM D-2937 :
1) Membersihkan dan menimbang ring contoh
2) Memberikan oli pada ring contoh agar tanah tidak melekat pada
ring.
3) Mengambil sampel tanah pada tabung contoh dengan cara
menekan ring ke sampel tanah sehingga ring masuk ke dalam
sampel tanah.
4) Meratakan permukaan tanah dengan pisau.
5) Menimbang ring dan tanah.
Perhitungan :
1) Berat ring (Wc)
2) Volume ring bagian dalam (V)
3) Berat ring dan tanah (Wcs)
4) Berat tanah (W) = Wcs – Wc
5) Berat volume (γ)
γ
=
ܹܸ (gr/cm3 atau t/m3)e. Pengujian Analisa Saringan (Sieve Analysis)
Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui
persentasi ukuran butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi)
dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075
33
3) Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin
penggetar selama kira-kira 15 menit.
4) Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang
tertahan di atasnya.
Perhitungan :
1) Berat masing-masing saringan (Wci)
2) Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan
di atas saringan (Wbi)
3) Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci
4) Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai
Wtot)
5) Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing
saringan (Pi)
6) Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) :
34
Dimana : i = 1 (saringan yang dipakai dari saringan dengan
diameter maksimum sampai saringan No. 200)
2. Pengujian Sampel Batu Bata + Abu Ampas Tebu
Melakukan pengujian kuat tekan terhadap batu bata dengan komposisi
campuran material tanah, dan abu ampas tebu dengan kadar tertentu untuk
mendapatkan kadar abu ampas tebu optimum, serta nilai porositas dan
kuat tekan optimum batu bata.
Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar abu
ampas tebu 5%, 10%, 15%, dan 20% sebanyak 5 sampel dengan
dilakukan masa pengeringan7 hari, lalu pembakaran selama 3x24 jam dan
sebagian sampel diuji kuat tekannya.
Pelaksanaan pengujian kuat tekan dilakukan di Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung.
a. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan
besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata.
Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat
dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah
dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin
desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Kuat tekan batu bata
dihitung dengan menggunakan persamaan :
35
Dimana :
P = beban hancur
A = luas bidang tekan (cm2)
D. Urutan Prosedur Penelitian
1. Pencampuran Material Bahan
Sebelum pencampuran material bahan,sampel tanah telah diuji sifat
fisiknya, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat
volume, batas atterberg, dan uji pemadatan tanah dimana nantinya akan
didapat nilai kadar air optimum untuk pencampuran sampel.
Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan
melakukan pencampuran tanah lempung + abu ampas tebu + air dengan
komposisi masing-masing bahan campuran.
2. Pencetakan Batu Bata
Setelah campuran teraduk dengan rata kurang lebih 3x24 jam, maka batu
bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu menaruh
bahan yang telah dicampur ke dalam mesin cetak (strength stress).
3. Pengeringan Batu Bata
Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal
atau penutup plastik dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas
matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian
panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya
retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur
36
batu bata tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin.
Jika kondisi cuaca baik, proses pengangingan memerlukan waktu tujuh
hari. Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 14 hari.
4. Pembakaran Batu Bata
Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan
suhu dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 3x24 jam setelah
itu dilakukan proses pengujian kuat tekan.
5. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada bau bata adalah untuk mendapatkan besarnya
beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang
digunakan adalah mesin kuat tekan.
E. Analisis Hasil Penelitian
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam
bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari:
1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam
bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah
AASHTO.
2. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap masing-masing campuran
dengan kadar abu ampas tebu setelah waktu pengeringan ditampilkan
37
3. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang
38
PengambilanSampel TanahAsli
PengujianTanahAsli :
1. BeratJenis 3.AnalisaSaringan 2. Batas atterberg 4. Berat Volume 5. Kadar Air
Pembuatan Benda Uji : 1. Tanah + abu ampas tebu5% 2. Tanah + abu ampas tebu10% 3. Tanah + abu ampas tebu15% 4.Tanah + abu ampas tebu20%
Penganginan selama 7 hari
Pembakaranbatu bata
Gambar 4.Diagram Alir Penelitian Uji Kuat Tekan
Analisis Hasil
Kesimpulan
Selesai
Mulai
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap
sampel tanah asli yang berasal dari Seputih Mataram, Lampung Tengah dan
pengujian batu bata yang diberi bahan additive abu ampas tebu yang berasal
dari PT. Indo Lampung Perkasa, maka diperoleh beberapa kesimpulan:
1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem
klasifikasi AASHTO digolongkan pada kelompok tanah A-7 dan
subkelompok A-7-6 (tanah berlempung) yaitu tanah dengan tingkatan
umum sebagai tanah sedang sampai buruk. Sedangkan berdasarkan sistem
klasifikasi USCS digolongkan sebagai tanah berbutir halus dan termasuk
kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas
rendah.
2. Penambahanabu ampas tebu (bagasse ash) sebagai bahan additivepada
campuranmaterial pembuatan batu bata berpengaruh pada penambahan
nilai kuat tekan, sehingga nilai kekuatan batu bata yang didapat pada
penelitian ini cukup baik serta memenuhi standar yang ditetapkan Badan
62
3. Pada pengujian kuat tekan pasca pembakaran dan sebelum pembakaran
dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kuat tekantertinggi pada
batu bata dengan penambahan 10% - 15% abu ampas tebu jika
dibandingkan terhadap batu bata asli lempung.
4. Batu bata dengan penambahan abu ampas tebu 15% masuk ke spesifikasi
SNI 15-2094-2000 mutu Tingkat II yaitu dengan kekuatan antara 100-150
kg/cm2. Sedangkan untuk batu bata dengan pencampuran 5%, 10%, dan
20% masuk ke spesifikasi mutu Tingkat III dengan kekuatan antara
50-100 kg/cm2.
5. Tingginya nilai kuat tekan batu batamenggunakan abu ampas tebu sebagai
bahan additive disebabkan karena berkurangnya volume udara dan
rongga-ronnga pori pada partikel tanah yang terisi. Dan bahan
additiveyang digunakan memiliki kandungan silika sehingga berpengaruh
pada penambahan kekuatan batu bata.
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu batamenggunakan
tanah dengan bahan additive abu ampas tebudisarankan beberapa hal di
bawah ini untuk dipertimbangkan :
1. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran abu ampas tebu dengan
tanah perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan batu batadengan tanah
63
akan diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat pengaruh
penambahan abu ampas tebu.
2. Diperlukannya ketelitian pada proses pencampuran dan pencetakan batu
bataagar memperoleh hasil yang baik.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah beberapa
pengujian terhadap material campuran dan jumlah sampel yang diuji
diperbanyak agar data yang didapat dari penelitian lebih akurat sehingga
menghasilkan batu bata dengan kualitas yang lebih baik.
4. Pada penelitian ini tolak ukur kekuatan batu bata mengacu pada standar
kekuatan batu bata menurut SNI 15-2094-2000, sedangkan untuk standar
pengujian tidak sepenuhnya dilaksanakan. Diharapkan pada penelitian
yang selanjutnya lebih mengacu pada standar pengujian yang berlaku.
5. Perlu disosialisasikan pemanfaatan limbah abu ampas tebusebagai produk
yang bermanfaat bagi pelaku industri batu bata namun aman bagi
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta
Badan Standardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-4164-1996 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Dinding Pasangan Bata Merah Di Laboratorium. Jakarta
Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Nomor 15-2094-2000 tentang Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding. Jakarta
Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta
Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah. (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid II. Erlangga. Jakarta
Gesang, S. Dan Hartono, J.M.V. 1979. Teknologi Bahan Bangunan Bata dan Genteng, Balai Penelitian Keramik. Bandung
Handoko, Didik. 2013. Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung
Hardiyatmo, Hary Christady. 1999. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Nurmalia, Dini. 2013. Pengaruh Tanah Terhadap Kekuatan Paving Block Pasca Pembakaran. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung
Rahmayasa, Diva. 2013. Studi Daya Dukung Stabilisasi Tanah Lempung Lunak
Menggunakan Campuran Abu Ampas Tebu dan Semen. Skripsi. Universitas
Siregar, Nuraisyah. 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan.
Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, YramaWidya. Bandung.
Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung