PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN
CAMPURAN BAHAN
ADDITIVE
ABU SEKAM PADI
DAN ABU AMPAS TEBU
Oleh
ALDHARIN RIZKY AKBAR
(1015011029)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
STUDI KEKUATAN BATU BATA
PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN
ADDITIVE ABU SEKAM PADI DAN ABU AMPAS TEBU
Oleh :
Aldharin Rizky Akbar
Batu bata adalah salah satu material bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan pabrik batu bata yang dibangun masyarakat untuk memproduksi batu bata. Penggunaan batu bata banyak digunakan untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding pada bangunan perumahan, bangunan gedung, pagar, saluran dan pondasi. Pada bangunan konstruksi gedung bertingkat, batu bata berfungsi sebagai non-stuktural yang dimanfaatkan untuk dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban konstruksi. Pada penelitian ini proses pembuatan batu bata adalah menggunakan bahan alternatif berupa campuran tanah dengan bahanadditive berupa abuampas tebu dan abu sekam padi.
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini berupa tanah berbutir halus yang berasal dari Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 5%, 10%, 15% dan 20%, dengan perbandingan antara abu ampas tebu dan abu sekam padi adalah 1 : 1 dengan waktu pemeraman selama 14 hari serta dengan perlakuan batu bata adalah tanpa pembakaran dan pasca pembakaran. Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok ML.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pembuatan batu bata menggunakan material
tanah dengan bahan additive berupa abu ampas tebu dan abu sekam padi dapat
memenuhi kreteria SNI dengan mutu sedang atau mutu kelas dua. Akan tetapi,
secara umum penambahan bahan additive tersebut dapat meningkatkan sifat fisik
dan mekanik tanah. Hal ini terbukti kuat tekan pasca pembakaran, batu bata
dengan penambahan bahan additive dibandingkan dengan batu bata tanpa bahan
additive serta dengan daya serap air lebih kecil dari 20%. Untuk nilai kuat tekan
batu bata dengan penambahan bahan additive pasca pembakaran paling baik
diperlihatkan pada penambahan kadar campuran 15%. Namun secara ekonomis, lebih baik menggunakan abu sekam padi pada kadar campuran 5%.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 41
B. Hasil Pengujian Batu BataSesuai Kadar Campuran ... 44
a. Uji Kuat Tekan ... 45
b. Uji Daya Serap Air ... 54
c.Perbandingan Kuat Tekan Batu Bata dengan Penelitian Terdahulu 55 d. Uji Kadar Air dan Berat Jenis ... 59
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 62
B. Saran-Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring pembangunan konstruksi yang berkelanjutan, pertambahan penduduk yang
semakin meningkat dan pertumbuhan perekonomian yang semakin baik, maka
material konstruksi akan meningkat untuk mendukung kebutuhan sarana dan
prasarana pembangunan konstruksi. Untuk mendukung perkembangan dan
pertumbuhan tersebut, maka batu bata sebagai salah satu material konstruksi akan
semakin dibutuhkan.
Secara umum, batu bata merupakan material yang diproduksi oleh masyarakat sebagai
hasil kegiatan rumah tangga. Semakin dibutuhkan, maka pabrik batu bata alan
semakin tumbuh mengikuti kebutuhan pembangunan konstruksi. Secara umum, batu
bata berfungsi sebagai material non-struktural, walaupun ada yang berfungsi sebagai
material struktural. Material batu bata dalam fungsi non struktural memilki arti
sebagai dinding pembatas atau partisi pada gedung bertingkat serta sebagai nilai
keindahan dan estetika. Dalam fungsi struktural, batu bata memilki arti sebagai
material pemikul beban pada konstruksi. Pada proses pembuatan batu bata, para
pemilik pabrik hanya menggunakan tanah jenis tertentu yang berguna untuk menjaga
kualitas produksi batu bata. Dengan demikian, dalam pemenuhan bahan dasar tanah
sebagai bahan dasar utama dalam pembuatan batu bata ketersediaan tanah semakin
Batu bata adalah salah satu material bahan bangunan yang telah lama dikenal dan
dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang berfungsi
sebagai material non sktruktural dari konstruksi. Hal ini dapat dilihat pertumbuhan
pabrik batu bata yang dibangun masyarakat untuk memproduksi batu bata.
Penggunaan batu bata banyak digunakan untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding
pada bangunan perumahan, bangunan gedung, pagar, saluran dan pondasi. Pada
bangunan konstruksi gedung bertingkat, batu bata berfungsi sebagai non-stuktural
yang dimanfaatkan untuk dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban
konstruksi.
Pemanfaatan batu bata dalam konstruksi baik non-struktural ataupun struktural perlu
adanya peningkatan produk yang dihasilkan, baik dengan cara meningkatkan kualitas
bahan material batu bata sendiri (material dasar tanah lempung atau tanah liat yang
digunakan) maupun penambahan dengan bahan lain. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas material tanah adalah menggunakan bahan
pencampur (additive) seperti fly ash, abu sekam padi dan abu ampas tebu.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukan penelitian yang objektif
terhadap pembuatan batu bata, sehingga ampas tebu dan abu sekam padi dapat
digunakan menjadi alternatif campuran yang tepat pada pembuatan batu bata, dengan
harapan limbah abu ampas tebu dan abu sekam padi tidak terbuang sia-sia, tetapi
dapat menambah kekuatan batu bata dan dapat menghasilkan batu bata dengan
kualitas yang baik. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang teknik
sipil dan masyarakat sebagai pengguna batu bata.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui nilai kuat tekan yang dihasilkan dari batu bata yang telah diberi
2. Untuk mengetahui besar presentase daya serap air pada batu bata yang telah
dicampur dengan abu ampas tebudan abu sekam padi.
3. Untuk mengetahui jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan optimal pada batu
bata yang telah dicampur dengan abu ampas tebudan abu sekam padi.
C. Batasan Masalah
1. Sampel tanah yang digunakan merupakan jenis tanah yang berasal dari Desa
Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.
2. Bahan additive yang digunakan adalah abu ampas tebu sebagai bahan buangan
pembakaran yang berasal dari Indo Lampung dan abu sekam padi yang berasal
dariDesa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.
3. Batu bata yang digunakan sesuai dengan standard pabrikasi home industry dan
SNI yang berlaku.
4. Pemeraman tanah dengan bahan additive dilaksanakan selama 14 (empat belas)
hari
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui manfaat limbah dari bahan additive berupa abu ampas tebu dan abu
sekam padi untuk batu bata.
2. Menguji nilai kuat tekan dan daya serap air, batu bata pasca pembakaran dengan
bahan additive berupaabu ampas tebudan abu sekam padi.
3. Membandingkan kekuatan batu bata biasa dengan batu bata yang telah dicampur
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tanah
Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang
tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai zat cair juga gas yang mengisi
ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Selain itu
dalam arti lain tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar
partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1991).
Tanah juga merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak
terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik)
rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994). Ikatan antara
butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida -
oksida yang mengendap diantara partikel - partikel. Ruang diantara partikel -
partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya (Hardiyatmo, 1992).
Tanah dapat didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai
atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara
partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air
dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh karbonat
dan oksida yang tersenyawa diantara partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan
oleh adanya material organik. Bila hasil dari pelapukan tersebut berada pada tempat
semula maka bagian ini disebut sebagai tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan
tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gravitasi, angin,
air, dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel dapat
berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.
Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau
kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air
dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan,
sedangkan proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan
asal. Salah satu penyebab adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen dan
karbondioksida (Wesley, 1977).
B. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok dan subkelompok
berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan secara singkat
sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang benar-benar
memberikan penjelasan yang tegas mengenai kemungkinan pemakainya (Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai dengan
perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan
berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk
menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan
tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa
data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai
tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya
(Bowles, 1989).
Menurut Verhoef (1994), tanah dapat dibagi dalam tiga kelompok:
1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)
2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung)
3. Tanah campuran
Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat-sifat
material tersebut. Lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat)
sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling
mengikat). Struktur dari tanah yang tidak berkohesi ditentukan oleh cara penumpukan
butir (kerangka butiran). Sruktur dari tanah yang berkohesi ditentukan oleh
konfigurasi bagian-bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian kecil ini.
Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan tanah
kohesif, atau tanah berbutir kasar dan berbutir halus (Bowles, 1989). Namun
klasifikasi ini terlalu umum sehingga memungkinkan terjadi identifikasi yang sama
untuk tanah-tanah yang hampir sama sifatnya.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah yang umumnya digunakan sebagai hasil
pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Beberapa sistem tersebut
memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg, sistem-sistem
tersebut adalah sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO (American Association
of State Highway and Transportation Official) dan sistem klasifikasi tanah
A.Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified (USCS)
Sistem klasifikasi tanah ini yang umum digunakan untuk pekerjaan dalam bidang
teknik sipil, seperti bendungan, pondasi bangunan dan konstruksi yang sejenis.
Klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Unified, maka tanah dikelompokkan dalam
(Das, 1995) :
1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah berbutir kasar dengan
kurang dari 50% dari berat total tanah adalah lolos ayakan No. 200. Simbol
dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil
(gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah bernutir halus dengan
lebih dari 50% dari berat total tanah adalah lolos ayakan No. 200. Simbol dari
kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (moum atau silt), C
untuk lempung (clay), dan O untuk tanah organik (organic soils), serta PT
digunakan untuk tanah gambut (peat soils).
Uraian lebih detail, tentang batasan-batasan untuk menentukan klasifikasi tanah
berdasarkan Sistem Unified, dipelihatkan pada Table 1, di bawah ini.
B. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-1
sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1, A-2, dan A-3
masuk dalam tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang dari jumlah tanah
yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4,
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta
Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
OL
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria :
a. Ukuran butiran
Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan
pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan
tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung adalah yang lolos
ayakan No. 200.
b. Plastisitas
Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Tanah
berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.
c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat batuan dengan
ukuran lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus dikeluarkan dahulu
tetapi persentasenya harus tetap dicatat.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada
Tabel 2. Kelompok tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke
kanan semakin berkurang kualitasnya.
C. Tanah Lempung
1. Definisi Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, terdiri dari tiga
fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous
terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan
subtansi-subtansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal
dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua
koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
elektron.
Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi
halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Biasa sampai jelek Sumber: Das (1995).
Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari
0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam
tanah yang kohesif (Bowles, 1991). Menurut Craig (1991), tanah lempung adalah
kurang dari 0,002 mm yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan
yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali,
dan karbondioksida.
Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai dengan sub
mikronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusutan batuan.
Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas
hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis
pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan
plastis ditandai dengan wujudnya bersabun seperti terbuat dari lilin disebut
“gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan
bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi dan Peck, 1987). Dengan
adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai
perilaku tanah lempung dapat diamati. (Hardiyatmo, 1992).
2. Mineral Lempung
a. Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu hidrus
alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4. Kekokohan sifat struktur
dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya
pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah.
b. Montmorilonite
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang
tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan
c. Illite
Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanah dan
merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah
berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus. Rumus
kimia illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly)O10(OH)2.
D. Sifat Tanah Lempung pada Pembakaran
Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut :
1. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan
dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah.
2. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan
zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.
3. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari tanah
lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori
sehingga batu bata menjadi padat dan keras.
4. Senyawa - senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan
umumnya mempengaruhi warna batu bata.
5. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. Susut
bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk
(melengkung), pecah - pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar
tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh pengaruh udara maupun
E. Abu Sekam Padi
Abu sekam padi adalah bagian dari butir padi-padian (serelia) berupa lembaran yang
kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan. Adapun manfaat abu sekam padi ini
berfungsi untuk menggemburkan tanah dan dapat memperbaiki sifat tanah karena abu
sekam padi ini sangat kaya akan silica (Si).
Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian penduduk terbanyak
adalah sebagai petani tanaman padi. Jumlah panen padi pada tahun 2013 ini mencapai
72,1 juta metrik ton atau meningkat 4,4% dibandingkan tahun lalu, yang sebanyak
69,05 juta metrik ton. Dari hasil yang sebesar itu, dapat dibayangkan jumlah limbah
sekam padi yang akan dihasilkan. Namun penggunaan limbah sekam padi yang ada
masih terbatas yakni sebagai bahan pembakar batu merah atau untuk keperluan
pembuatan abu gosok. Pemanfaatan yang masih sangat terbatas ini sangat
disayangkan, limbah abu sekam padi ini memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi
bila dimanfaatkan dengan baik.
Beberapa penelitian telah melakukan kajian analisa pemanfaatan limbah abu sekam
padi ini. Limbah sekam padi sebagai produk pertanian mengandung kurang lebih 20 –
25% silika. Material ini apabila dibiarkan pada ladang padi dapat menyebabkan
gangguan pernafasan dan kerusakan lingkungan. Namun sebenarnya senyawa silika
yang dimiliki abu sekam padi sangat bermanfaat di dalam bidang kostruksi, karena
bahan yang mengandung silika dapat menjadi pengganti semen yang mana memiliki
harga yang sangat tinggi. Dengan menggunakan abu sekam dengan komposisi 15%
dari berat semen akan memberikan peningkatan kuat tekan beton minimal 20%.
Selain meningkatkan kuat tekan beton, penggunaan abu sekam juga akan menghemat
biaya karena abu sekam dapat menggantikan sejumlah semen yang digunakan.
mengurangi pencemaran udara, karena hidrasi semen dapat menghasilkan 40% dari
massa semen. Cara memperoleh abu sekam juga cukup mudah, Sekam hanya perlu
dibakar pada suhu 500C selama kurang lebih 100 menit.
Adapun pemanfaatan abu sekam padi, antara lain :
a. Sebagai Bahan Aditif pada Beton.
Beton merupakan campuran agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Beton
bayank digunakan dalam bidang konstruksi misalnya gedung, jalan, waduk dan
bendungan. Karena begitu luas peranan beton dalam bidang konstruksi, maka
banyak pihak yang mencari beton berkualitas tinggi agar menghasilkan sebuah
infrastruktur yang baik. Kualitas tinggi yang dimaksud pada campuran beton
adalah yang memiliki kekuatan tekan, durabilitas dan workabilitas yang tinggi
serta dengan harga yang seekonomis mungkin. Kekuatan, keawetan dan sifat
beton tergantung pada bahan – bahan dasarnya (agregat kasar, agregat halus,
semen dan air) yakni nilai perbandingan komposisinya, cara pengadukan maupun
cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara
perawatan (curing) selama proses pekerjaan.
b. Bahan Campuran Mortar Pasangan Bata
Kulit padi (sekam) merupakan salah satu bahan/material sisa dari proses
pengolahan padi yang sering dianggap sebagai limbah. Besarnya konsumsi beras
sebagai makanan pokok dan meningkatnya produksi padi dapat memberikan
perkiraan makro akan jumlah material tersebut dari tahun ke tahun. Berdasarkan
data dari BPS, produksi padi di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 53,67 juta
ton gabah kering giling (GKG), dimana dapat menghasilkan sekam padi sebanyak
Sekam padi umumnya hanya digunakan sebagai bahan bakar utama atau
tambahan pada industri pembuatan bata atau tahu, bahan dekorasi, media tumbuh
bagi tanaman hias, atau bahkan dibuang. Sudah diketahui bahwa sekam padi
mengandung banyak silika amorf apabila dibakar mencapai suhu 500A – 700AC
dalam waktu sekitar 1 sampai 2 jam. Oleh karena itu, kini mulai dikembangkan
pemanfaatan abu sekam padi (sisa pembakaran sekam padi) dalam berbagai
bidang, salah satunya di bidang konstruksi. Reaktivitas antara silika dalam abu
sekam padi dengan kalsium hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh
pada peningkatan mutu beton. (Priyosulistyo,2001).
Penelitian ini melakukan eksperimen berupa penggunaan abu sekam padi (ASP)
sebagai bahan pengganti sebagian semen pada mortar pasangan bata ASP
ditambahkan rencana campuran mortar berdasarkan presentase berat, dengan
presentase penambahan ASP tersebut dibandingkan terhadap mortar standar
(tanpa penambahan ASP). Hasilnya menunjukkan bahwa campuran dengan
penambahan kadar sebesar 5% menggantikan berat semen keseluruhan merupakan
campuran yang memiliki kekuatan tekan rata – rata yang paling tinggi dan tingkat
kelecakan (workability) yang tergolong baik dibandingkan dari campuran yang
lain pada umur 28 hari. Akan tetapi dari segi biaya, mortar ASP 5% tidak
memiliki potensi untuk dapat mengurangi biaya konstruksi, malah cenderung
untuk meningkatkan biaya. (Priyosulistyo,2001).
F. Abu Ampas Tebu
Abu ampas tebu merupakan limbah hasil pembakaran ampas tebu. Ampas tebu
dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga hasil samping sejumlah
limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (baggasse).
Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari batang
tebu sampai dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan
nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Pada proses penggilingan ketiga,
keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak sama. Setelah proses
penggilingan awal, yaitu penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu
basah. Untuk mendapatkan nira yang optimal, pada penggilingan ampas hasil gilingan
kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang
mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira
masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada
penggilingan seterusnya hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be
dengan volume yang berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih
dapat dihasilkan, diperlihatkan pada Gambar 1.
Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V
Penggilingan II Penggilingan IV
Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V
Tebu
3Be 3Be 3Be
Gambar 1. Proses Penggilingan Tebu
Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah
padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu boiler dan blotong
(filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang
tebu ini banyak mengandung serat dan gabus. Pembuangan ampas tebu dapat
membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga menyimpannya perlu area
yang luas. Ampas mudah terbakar sebab didalamnya banyak mengandung air, gula,
serat, dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan termentasi dan melepaskan panas.
Untuk mengatasi kelebihan ampas tebu adalah dengan membakar untuk mengurangi
jumlah ampas tebu. Pembakaran ampas tebu inilah yang menghasilkan abu ampas
tebu. Abu ampas tebu (baggase ash) merupakan hasil perubahan kimiawi dari
pembakaran ampas tebu murni yang terdiri dari garam-garam anorganik
Ampas tebu (bagase furnace) memiliki komposisi kimia seperti Silikat (SiO2)
sebesar ±71%,Aluminat (AL2O3) sebesar ±1,9%, Ferri Trioksida (Fe2O3) sebesar ±
7,8%, Calsium Oksida (CaO) sebesar ± 3,4% dan lain-lain Ampas tebu yang
merupakan abu sisa pembakaran ampas tebu (bagase) sebagai bahan tambahan dalam
mortar yang banyak memiliki kandungan senyawa silikat (SiO2) yang juga
merupakan bahan baku utama dari semen biasa (portland), pemanfaatan ampas tebu
sebagai bahan tambah pembuatan paving block dapat meningkatkan kuat tekan paving
block.
G. Batu Bata
Batu bata merupakan salah satu elemen (material) pendukung dalam pendirian
sebuah bangunan, terbuat dari tanah hitam (humus) dan tanah kuning (tanah liat).
Bahan utama batu merah adalah tanah dan air.
Tabel 3. Prosentase Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu
SiO2 71
Al203 1,9
Fe2o3 7,8
CaO 3,4
MgO 0,3
KzO 8,2
P2O5 3
MnO 0,2
Batu bata merah adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan konstruksi
bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa bahan
campuran lain melalui beberapa tahap pengerjaan,seperti menggali, mengolah,
mencetak, mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan
berubah warna, serta akan mengeras seperti batu setelah didinginkan hingga tidak
dapat hancur lagi bila direndam dalam air..
Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 merupakan suatu
unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang
dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup
tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.
Pembuatan batu bata harus memiliki standardisasi, karena dalam pembuatan batu
bata merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan penting dari sebuah
industri di suatu negara khususnya di Indonesia.
Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses
penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu kegiatan
secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang berkepentingan,
khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan secara optimum dengan
memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan persyaratan keamanan.
Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 meliputi
beberapa aspek seperti :
Standar Bata Merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional)
nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah
sebagai berikut :
Tabel 4. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding
M-6b
Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan untuk bata
merah untuk pasangan dinding sesuai Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Kekuatan Bata
Kelas
Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien
Variasi
bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan garam.
e. Kerapatan Semu
Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding adalah 1,2 gram/cm3.
Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20%.
3. Proses Pembakaran Batu Bata
Dari seluruh proses pembuatan batu bata, maka pada tahap pembakaran adalah
tahap yang paling menentukan berhasilnya tidak usaha ini. Jika pembakaran gagal,
maka pengusaha akan mengalami kerugian total. Karena, bahan pembuatan batu
bata hanya dibakar sekali, jika tidak matang sepenuhnya, maka bahan pembuatan
batu bata tersebut tidak dapat dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua.
Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara
bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk kayu bakar.
Bagian samping tumpukan ditutup dengan batu bata setengah matang dari proses
pembakaran sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi. Sedangkan bagian atasnya
ditutup dengan batang padi dan lumpur tanah liat.
Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau lubang
tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah liat. Tujuannya agar
panas dan semburan api selalu mengangah dalam tumbukan bata. Proses
pembakaran ini memakan waktu 1 – 2 hari tergantung jumlah batu bata yang
dibakar.
Pada saat musim kemarau, proses penjemuran tanah liat itu hanya memerlukan
waktu sekitar dua hari. Namun, saat musim hujan proses penjemuran tanah liat itu
bisa memakan waktu hingga sepekan lebih. Proses yang terakhir yaitu membakar
tanah liat yang telah dijemur itu. Cetakan tanah liat yang sudah berbentuk persegi
pembakaran batu bata memerlukan waktu lebih lama dibanding pada pembakaran
METODOLOGI PENELITIAN
A. Sampel Tanah
Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah liat dari Yosomulyo, Kecamatan
Metro Timur, Kota Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada awal musim
penghujan namun ketika cuaca cerah, sehingga sampel tanah yang diambil
tidak mengandung air yang berlebihan. Pada penelitian ini jumlah sampel
tanah yang digunakan untuk masing – masing sampel sebanyak 4 campuran,
dan pada masing - masing campuran digunakan 6 buah sampel yang dicetak
dalam cetakan batu bata berupa persegi panjang dengan panjang sisi 18,50 cm,
lebar 9,00 cm dan tebal 5,00 cm.
B.Metode Pencampuran Tanah dengan Bahan Additive
Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik,
Universitas Lampung. Ada 3 tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :
1. Pengujian sifat fisik tanah.
2. Pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata dengan
komposisi campuran material tanah, ampas tebu, dan abu sekam padi
dengan kadar tertentu.
3. Tanah yang sudah tercampur ampas tebu dan abu sekam padi siap untuk
dicetak, lalu diperam selama 14 hari, dikering dengan penganginan,
C.Pelaksanaan Pengujian
1. Pengujian Sifat Fisik Tanah
Sifat - sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada
penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekokohan dan kekuatan
pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat
berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku untuk tanah yang
akan digunakan sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya,
bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung atau untuk sistem
pembuangan limbah.
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian sifat fisik tanah
dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D-4318.
Pengujian - pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Kadar air (Water Content)
Sesuai dengan ASTM D – 2216 - 92, pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara
berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah
tersebut yang dinyatakan dalam persen.
Bahan : Sampel tanah seberat 30 – 50 gram sebanyak 3 sampel.
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216-92, yaitu :
1. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan sampel
2. Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan
Wds = Berat cawan yang berisi tanah dan sudah dioven
b. Berat Volume (Unit Weight)
Sesuai dengan ASTM D - 2937, pengujian ini bertujuan untuk
menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed
sample), yaitu perbadingan antara berat tanah dengan volume tanah.
Bahan-bahan: Sampel tanah
Peralatan:
1. Ring contoh
2. Pisau
3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
4. Alat pendorong sampel
Langkah Kerja :
1. Membersihkan dan menimbang ring contoh.
2. Memberikan oli pada ring contoh agar tanah tidak melekat pada
ring.
3. Mengambil sampel tanah dari tabung contoh dengan cara menekan
ring ke dalam sampel tanah sehingga ring masuk ke dalam sampel
tanah.
4. Meratakan permukaan tanah dengan pisau.
5. Menimbang ring dan tanah.
5. Berat volume (γ) dapat dihitung dengan persamaan :
V W
(gr/cm3 atau t/m3)
c. Berat Jenis (Specific Gravity)
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran
atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan
berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai
dengan ASTM D - 854.
Bahan-bahan : - Sampel tanah
Peralatan :
1. Picnometer
2. Thermometer dengan ketelitian 0,01oC
3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
4. Boiler (tungku pemanas)
Langkah Kerja :
1. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering,
termasuk tutup.
2. Memasukkan sampel tanah kering ke dalam picnometer.
3. Menimbang picnometer beserta tanah kering.
4. Mengisi air ke dalam picnometer yang telah berisi tanah kering
sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan
picnometer di atas tungku pemanas (boiler).
5. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer sehingga
temperatur sama dengan temperatur ruangan. Lalu menambahkan
air ke dalam picnometer hingga mencapai garis batas picnometer
dan ditutup rapat.
6. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air.
7. Mengukur temperatur air di dalam picnometer.
8. Membersihkan isi picnometer dari sampel tanah.
9. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis picnometer
dengan :
Gs = Berat jenis
W1 = Berat picnometer (gram)
W2 = Berat picnometer + tanah kering (gram)
W3 = Berat picnometer + tanah + air (gram)
W4 = Berat picnometer + air (gram)
d. Batas Cair (Liquid Limit)
Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu
tanah. Tujuan pengujian ini Tujuan pengujian ini adalah untuk
menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan
plastis dan keadaan cair sesuai dengan ASTM D - 423
Bahan-bahan :
- Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven
- Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc
Peralatan :
1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)
2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM
3. Spatula
4. Gelas ukur 100 cc
5. Container 4 buah
6. Plat kaca
7. Porcelain dish (mangkuk porselen)
8. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
Langkah Kerja :
1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan
menggunakan saringan No. 40.
2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Cassagrande setinggi 10 mm.
3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak 150
gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan diaduk hingga
merata, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk Cassagrande
dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.
4. Membuat alur tepat di tengah-tengah dengan membagi sampel
tanah dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan menggunakan
grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang
13 mm sambil menghitung jumlah ketukan.
6. Mengambil sebagian sampel tanah di bagian tengah mangkuk
untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang
sama untuk sampel tanah dengan keadaan adonan benda uji yang
berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah
ketukan yang berbeda yaitu 2 buah di bawah 25 ketukan dan 2
buah di atas 25 ketukan.
Perhitungan :
1. Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai dengan
2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada
grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan
(skala log)dan sumbu y sebagai kadar air (linier)
3. Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.
4. Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x pada nilai
log 25.
e. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk
secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sampai
diameter 3 mm. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar
air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan
keadaan semi padat sesuai dengan ASTM D - 424.
Bahan-bahan :
1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan
2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc
Peralatan :
1. Plat kaca
2. Spatula
3. Gelas ukur 100 cc
4. Container 3 buah
5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
Langkah Kerja :
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan
No. 40.
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian
digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm
dan sampai retak-retak pada diameter tersebut
3. Memasukkan sampel tanah pada keadaan retak-retak tersebut ke
dalam container dan ditimbang.
4. Menentukan kadar air sampel tanah, untuk 3 container
Perhitungan :
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga
sampel tanah tersebut.
2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel
tanah yang diuji, dengan rumus : PI = LL – PL
f. Analisis Saringan (Sieve Analysis)
Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi
butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah
yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).
Bahan-bahan :
1. Sampel tanah lebih kurang sebanyak 500 gram
2. Air bersih atau air suling 1500 cc
Peralatan :
1. Saringan (sieve) 1 set
3. Mesin penggetar (sieve shaker)
4. Kuas halus
5. Oven
6. Pan
Langkah Kerja :
1. Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar air.
2. Sampel tanah disaring di atas No. 200, dan disiram dengan air,
sehingga partikel halus akan lolos saringan dan partikel kasar akan
tertahan di atas saringan.
3. Sampel tanah yang tertahan di atas saringan No. 200, dikeringkan
dengan oven, selama 24 jam dan ditimbang serta siap untuk diayak
menggunakan mesin penggetar.
4. Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan
memasukkan sampel tanah yang telah dioven pada susunan yang
paling atas kemudian menutup rapat.
5. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin
penggetar selama kira-kira 15 menit.
6. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang
tertahan di atasnya.
Perhitungan :
1. Berat masing-masing saringan (Wci)
2. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan
di atas saringan (Wbi)
4. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai
Wtot)
5. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing
saringan (Pi)
6. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) :
qi 100% pi%
q
11 qi p
i1g. Uji Pemadatan Tanah (Soil Compaction)
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimum
tanah dengan cara mengetahui hubungan antara kadar air dengan
kepadatan tanah, berdasarkan ASTM D - 698 - 78.
Bahan-bahan : - Sampel tanah
c. Collar (leher penahan tanah)
2. Hammer seberat 4,5 kg
3. Pan segi empat / talam
5. Gelas ukur 250 cc
6. Pisau pemotong
7. Saringan No.4 (4,75 mm)
8. Timbangan 1 kg dengan ketelitian 0,01 gram
9. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram
10.Container
11.Kantong plastik
12.Oven
13.Kain lap
Langkah Kerja :
1. Penambahan air
a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan
karung goni lalu dijemur.
b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan
dengan tangan.
c. Butiran tanah yang terpisah diayak dengan saringan No. 4.
d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5
bagian masing 2,5 kg, kemudian memasukkan
masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.
e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel
tanah untuk menentukan kadar air awal.
f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit
demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila
Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket
ditangan.
Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang
ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air
dilakukan dengan selisih 3%.
g. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat
dihitung dengan rumus :
Wwb = wb . W
1 + wb
W = Berat tanah
wb = Kadar air yang dibutuhkan
Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa
h. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5
kg sampel di atas pan dan mengaduk sampai rata dengan
sendok pengaduk, dimasukkan dalam plastik dan diperam
selama 24 jam
2. Pemadatan tanah
a. Menimbang mold standar beserta alas.
b. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas papan.
c. Mengambil salah satu sampel tanah yang telah ditambahkan
air dan diperam selama 24 jam.
d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian.
Bagian pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali
bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian
kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian
mold).
e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold
dengan menggunakan pisau pemotong.
f. Menimbang mold berikut alas dan tanah di dalamnya.
g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian
tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container
untuk pemeriksaan kadar air (ω).
h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah
lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.
e. Berat isi (γ) = W/V
h. Berat Volume Zero Air Void (γz)
2. Pengujian Batu Bata
Melakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata
dengan komposisi campuran material tanah, dan abu ampas tebu dengan
kadar tertentu untuk mendapatkan kadar optimum, serta nilai daya serap
dan kuat tekan optimum batu bata.
Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar
ampas tebu + abu sekam padi dengan kadar campuran : 5%, 10%, 15%,
dan 20% sebanyak 6 sampel dengan dilakukan masa pemeraman 14 hari,
pengeringan dengan penganginan, lalu pembakaran selama 2x24 jam dan
pengujian daya serap air selama 1 hari untuk sebagian sampel, sebagian
sampel lagi diuji kuat tekan.
Pelaksanaan pengujian kuat tekan dan daya serap air dilakukan di
Laboratorium Bahan dan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
a. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besar
beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji
yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan
dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di
atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin desak
dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Kuat tekan batu bata dihitung
dengan menggunakan persamaan :
Kuat tekan = P
A
dengan :
P = beban hancur
A = luas bidang tekan (cm2)
b. Pengujian Daya Serap Air
Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara
selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering
besarnya daya serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI
03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering
dan direndam selama 24 jam lalu diukur massa basahnya
menggunakan neraca analitis.
Penyerapan air =
dengan : Wk = Berat sampel kering (g)
D. Urutan Prosedur Penelitian
1. Pencampuran Material Bahan
Sebelum pencampuran material bahan, sampel tanah telah diuji sifat fisik,
meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat volume,
batas-batas atterberg, dan uji pemadatan untuk mendapatkan nilai kadar
air optimum pada pencampuran sampel.
Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan
melakukan pencampuran tanah lempung + ampas tebu + abu sekam padi +
air dengan komposisi masing-masing bahan campuran.
2. Pencetakan Batu Bata
Setelah campuran teraduk dengan rata, campuran telah diperam selama 14
hari, maka batu bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata
yaitu menaruh bahan yang telah dicampur ke dalam mesin cetak.
3. Pengeringan Batu Bata
Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal
atau penutup plastik dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas
matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian
panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya
retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur
satu hari dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering,
batu bata tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin.
Jika kondisi cuaca baik, proses pengangingan memerlukan waktu tujuh
hari. Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata
4. Pembakaran Batu Bata
Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan
dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 2x24 jam setelah itu
dilakukan proses pengujian daya serap air sebagian sampel dan sebagian
sampel dilakukan uji kuat tekan.
5. Pengujian Daya serap Air dan Kuat Tekan
Pengujian daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya daya serap
yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak daya serap yang terdapat
pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya.
Pengujian kuat tekan pada bau bata adalah untuk mendapatkan besarnya
beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang
digunakan adalah mesin desak.
E. Bagan Alir Penelitian
Dari seluruh uraian metodologi penelitian yang telah disajikan, dapat ditampilkan
Pengambilan Sampel Tanah Asli
Pengujian Tanah Asli :
1. Berat Jenis 5. Berat Volume 2. Batas Atterberg 6. Kadar Air 3. Analisa Saringan dan Hidrometer
4. Pemadatan Tanah
Pembuatan Sampel atau Benda Uji :
1. 2,5% abu ampas tebu + 2,5% abu sekam padi + tanah 2. 5% abu ampas tebu + 5% abu sekam padi + tanah 3. 7,5% abu ampas tebu + 7,5% abu sekam padi + tanah 4. 10% abu ampas tebu + 10% abu sekam padi + tanah
Pencampuran Sampel dan Pemeraman Selama 14 Hari
Pencetakan Sampel Batu Bata dan Penganginan
Pembakaran batu bata
Gambar 2.Diagram Alir Penelitian
1. Perendaman selama 24 jam
2. Uji Daya Serap Air Uji Kuat Tekan
Analisis Hasil
Kesimpulan
Selesai
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilaksanakan
terhadap hasil uji batu bata dengan material tanah yang dicampur
menggunakan bahan additive, berupa abu sekam padi dan abu ampas tebu,
maka dapat disajikan beberapa kesimpulan :
1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem
klasifikasi USCS digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke
dalam klasifikasi tanah lanau dengan plastisitas rendah (ML)
2. Penggunaan bahan additive, berupa campuran abu sekam padi dan abu
ampas tebu, pada kadar campuran 15%, dapat meningkatkan kuat tekan
batu bata mencapai 20% sampai 30% dari pada batu bata tanpa campuran.
3. Pada kadar campuran 15%, terdapat beberapa batu bata dengan kuat tekan
lebih dari 100 kg/cm2. Hal ini berarti bahwa batu bata pada kadar
campuran tersebut dapat mencapai kualitas yang lebih baik dan memenuhi
persyaratan SNI 15-2094-2000
4. Dari hasil uji kuat tekan, bahan additive berupa abu sekam padi masih
lebih baik dari abu ampas tebu dan atau campuran kedua bahan additive
5. Hasil pengujian uji daya serap air batu bata pasca pembakaran untuk
keempat kadar campuran tersebut, ternyata memenuhi persyaratan SNI
15-2094-2000, dengan hasil uji daya serap air antara : 14% sampai 17%,
yang berarti lebih kecil dari 20%..
B. Saran-Saran
Untuk kelanjutan atau pengembangan penelitian mengenai pembuatan batu
bata menggunakan bahan additive, berupa campuran abu sekam padi dan abu
ampas tebu, disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :
1. Pada pelaksanaan pencetakan dan pengeringan, perlu dilakukan dengan
lebih teliti, sehingga batu bata yang telah dicetak, pada saat pengeringan
permukaan batu bata tetap rata dan datar serta tidak melengkung.
2. Pada kadar campuran 15%, perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan yang
lebih teliti pada saat pencetakan, pengeringan dan pembakaran, sehingga
kuat tekan dapat mencapai kualitas baik atau lebih dari 100 kg/cm2 .
3. Penelitian kuat tekan batu bata, dengan penggunaan abu sekam padi perlu
dikembangkan, sehingga didapat fungsi abu sekam padi yang lebih
optimal, agar pemanfaatan abu sekam padi pada pembuatan batu bata
dapat digunakan pada pabrikasi home industry.
4. Perlu dilakukan penelitian yang lebih teliti, korelasi hubungan kuat tekan
batu bata standard pabrikasi home industry dengan standard SNI.
5. Perlu pengembangan penelitian dengan berbagai variasi dimensi dan
ukuran batu bata dengan mengikuti standard SNI, sehingga didapat ukuran
6. Perlu disosialisasikan pemanfaatan abu sekam padi sebagai produk yang
bermanfaat pada pembuatan batu bata, namun aman bagi lingkungan.
7. Perlu modifikasi alat pencetakan batu bata yang lebih inovatif, sehingga
batu bata yang tercetak dapat lebih padat dan seragam, sehingga kualitas
batu bata tidak berbeda jauh satu sama lain
8. Perlu penelitian lanjutan, penggunaan tanah berbutir halus berupa material
tanah lempung dengan plastisitas rendah, yang dicampur dengan bahan
additive, sehingga material tanah untuk pembuatan batu bata dapat lebih
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO, AASHTO Interim Guide for Design of Pavement Structures 1972,
AASHTO Washington DC., Chapter III Revised 1981.
Bembin, F., 2013, Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran
Menggunakan Bahan Additive Abu Ampas Tebu, Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung
Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta
Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. PT. Erlangga. Jakarta
Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I .
PT. Erlangga. Jakarta
Handoko, D., 2014, Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran
Menggunakan Bahan Additive Abu Sekam Padi, Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung
Handayani, S., 2010, Kualitas Batu Bata Merah dengan Penambahan Serbuk
Gergaji, Jurnal Teknik dan Perencanaan Volume 1, Nomor 12, Universitas Negeri Semarang, Semarang
Hara, et-all, 1986, Utilization of Agrowastes for Buildinng Materials,
International Research and Development Cooperation Division, AIST,
MITI,Japan.
Serbuk Gergaji di Desa Karanganyar Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap,
Huda, M. dan Hastuti, E., Pengaruh Temperatur Pembakaran dan Penambahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata, Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2, April 2012, Malang
Indra, A., 2012, Kuat Tekan (Compression Strength) Komposit Lempung/Pasir
pada Aplikasi Bata Merah Daerah Payakumbuh Sumbar, Jurnal Teknik Mesin Vol.1, No. 2, April 2012, Institut Teknologi Padang.
Priyosulistyo, H., 2001. dalam Copyright © 2005 ITB Faculty Civil Engineering
and Planning.
Priyosulistyo, 2000. Sifat-sifat Mekanik Bahan Struktur terhadap Beban Gempa
dan Temperatur Tinggi, dalam Makalah Kursus Singkat Evaluasi dan Penanganan Struktur Beton Pasca Kebakaran dan Gempa. Yogyakarta, PAU Ilmu Teknik UGM
Rochadi, M.T., dan Irianta, G., 2007, Kualitas Bata Merah Dari Pemanfaatan
Tanah Bantaran Sungai Banjir Kanal Timur, Wahana Teknik Sipil, Vol. 12 No. 1, April 2007, Politeknik Negeri Semarang.
Rosalia, D., Elhusna dan Gunawan, A., 2013, Kajian Pengaruh Penambahan
Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Bata Merah, Jurnal Inersia Vol. 5 No.1, April 2013, Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Siregar, N., 2010, Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat
pada Pembuatan Batu Bata, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan
Suhanda dan Hartono. 2009.Penelitian Abu Batubara Bukit Asam dan Umbilin
untuk Bahan Bangunan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Artikel. Bandung.
Sukirman, S. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung
Suwardono. 2002. Mengenal Pembuatan Bata, Genteng Berglasir. VC, Yrama
Widya. Bandung.
Standar Nasional Indonesia 15-2094-2000 : Bata Merah Pejal Untuk Pasangan
Dinding.
Terzaghi, K., dan Peck, R.B. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa.
Penerbit Erlangga. Jakarta
Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta.
Wesley, L.D. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbitan Pekerjaan Umum.
LAMPIRAN
HASIL PENGUJIAN
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
JL. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947
Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013
1 Berat Picnometer (W1) (gram) 35.79 56.23
2 Berat Picnometer + Tanah (W2) (gram) 47.82 68.68
3 Berat Picnometer + Tanah + Air (W3) (gram) 92.68 163.24
4 Berat Picnometer + Air (W4) (gram) 85.39 155.60
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
JL. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947
Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013
Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by: Ir. Setyanto, M.T.
Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 20%
No. A B
1 Berat Picnometer (W1) (gram) 35.79 35.62
2 Berat Picnometer + Tanah (W2) (gram) 53.28 54.21
3 Berat Picnometer + Tanah + Air (W3) (gram) 95.85 96.03
4 Berat Picnometer + Air (W4) (gram) 85.24 85.14
5 A = W2 - W1 (gram) 17.49 18.59
S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING
LAMPUNG UNIVERSITY
JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947
Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013
Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar
Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.
Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 5 %
No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5
1 Berat basah(Wb) gr 1484 1475 1471 1492 1470
2 Berat kering(Wd) gr 1299 1281 1288 1312 1289
3 Berat air (Wd) gr 185 194 183 180 181
4 Daya serap air (%) 14.242 15.144 14.208 13.720 14.042
5 Rata-rata
S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING
LAMPUNG UNIVERSITY
JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947
Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013
Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar
Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.
Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 10 %
No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5
1 Berat basah(Wb) gr 1461 1458 1480 1438 1442
2 Berat kering(Wd) gr 1265 1264 1276 1240 1248
3 Berat air (Wd) gr 196 194 204 198 194
4 Daya serap air (%) 15.494 15.348 15.987 15.968 15.545
5 Rata-rata 15.6684
Keterangan
S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING
LAMPUNG UNIVERSITY
JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947
Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013
Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar
Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.
Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 15 %
No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5
1 Berat basah(Wb) gr 1497 1526 1578 1502 1443
2 Berat kering(Wd) gr 1259 1302 1355 1294 1239
3 Berat air (Wd) gr 238 224 223 208 204
4 Daya serap air (%) 18.904 17.204 16.458 16.074 16.465
5 Rata-rata
S0IL MECANICS LABORATORY CIVIL ENGINERING
LAMPUNG UNIVERSITY
JL. Prof. Soemantri brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ( 0721) 704947
Pekerjaan : Penelitian Skripsi Date Test : November 2013
Lokasi : Yosomulyo, Kota Metro Test By : Aldharin Rizky Akbar
Judul : Studi Kekuatan Batu Bata Pasca Pembakaran Checked by : Ir. Setyanto, M.T.
Menggunakan Campuran Bahan Additive Ir. Idharmahadi Adha, M.T. Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu Sampel : Tanah Campuran 20 %
No Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5
1 Berat basah(Wb) gr 1418 1426 1415 1461 1390
2 Berat kering(Wd) gr 1219 1256 1219 1261 1208
3 Berat air (Wd) gr 199 170 196 200 182
4 Daya serap air (%) 16.325 13.535 16.079 15.860 15.066
5 Rata-rata 15.3731
Keterangan
17.0210