• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN ABU SEKAM PADI DENGAN SEMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN ABU SEKAM PADI DENGAN SEMEN"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU

DAN ABU SEKAM PADI DENGAN SEMEN Oleh

DEA AYU PANGESTU

Tanah yang memiliki daya dukung yang tinggi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu konstruksi. Sifat tanah dengan daya dukung yang rendah dapat diperbaiki dengan perbaikan tanah. Salah satu metode yang banyak dilakukan adalah metode stabilisasi, yaitu stabilisasi dengan menggunakan bahan

additive. Pada penelitian ini digunakan bahan additive berupa abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen yang diharapkan mampu memperbaiki sifat tanah sehingga mampu mendukung suatu konstruksi yang dibangun diatasnya.

Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini yaitu tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Rawa Sragi, Desa Belimbing Sari, Lampung Timur. Kadar campuran yaitu 10% dengan variasi sampel 3% abu ampas tebu yang konstan dengan kadar abu sekam padi yang bertambah diiringi dengan pengurangan kadar semen disetiap campuran dengan waktu pemeraman yang sama yaitu selama 7 hari dan perendaman selama 4 hari. Berdasarkan pemeriksaan sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah pada kelompok A-7 (tanah berlempung), dengan subkelompok A-7-5 sedangkan USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CH. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa bahan additive

menggunakan campuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah lempung lunak. Pada pengujian fisik seperti batas-batas Atterberg Indeks Plastisitas mengalami penurunan setelah distabilisasi, sementara pada pengujian mekanik cenderung meningkatkan nilai CBR tanah tersebut. Hasil pengujian CBR tanpa rendaman dan rendaman diperoleh nilai CBR ≥6%, maka tanah yang telah distabilisasi dengan campuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dapat digunakan sebagai tanah dasar pada konstruksi jalan.

(2)

ABSTRACT

STUDY OF BEARING CAPACITY ON SOFT CLAY FOR STABILIZATION USING BAGASSE ASH AND RICE HUSK ASH COMBINED WITH

PORTLAND CEMENT MIXTURE By

DEA AYU PANGESTU

The performance of bearing capacity must be meet the requirement for construction. The condition of soil with a low bearing capacity can be constructed by soil improvement. The soil stabilization method with additive materials. This research using additives such as bagasse ash, rice husk ash and cement which is expected to improve the properties of the soil is afford for a construction.

Soil samples that tested in this research is the soft clay which derived from the Rawa Sragi, Belimbing Sari Village, East Lampung. Mixture levels used is 10% with the variation of 3% of baggase ash which is constantly with the mixture levels of rice husk ash that increased by a reduction in cement content of each mixture with the same curing time for 7 days, and soaking for 4 days. Based on examination of the physical properties of the original soil, AASHTO classify soil samples in group A-7 (clay soil), with subgroup A-7-5 while USCS soil samples classify as fine-grained soil and belonging to CH group.

The results of research showed that a mixture of additive using bagasse ash, rice husk ash and cement can improve the physical and mechanical properties of soft clay. On physical characteristics such as Atterberg limits of plasticity index is decreased after stabilization, while the mechanical characteristics tends to increase the value of CBR. From CBR test results for soaking and unsoaking, the CBR values ≥ 6%, then the stabilization using a mixture of bagasse ash, rice husk ash and cement can be used as a subgrade on road construction.

(3)

STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU

DAN ABU SEKAM PADI DENGAN SEMEN

Oleh

DEA AYU PANGESTU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dea Ayu Pangestu NPM : 0815011006

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diakukan orang lain dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang dituliskan atau diterbitkan orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu saya menyatakan pula, bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, April 2013

(5)

Judul Skripsi : STUDI DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH

LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN

CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN ABU SEKAM PADI DENGAN SEMEN

Nama Mahasiswa : Dea Ayu Pangestu No. Pokok Mahasiswa : 0815011006 Jurusan : Teknik Sipil Fakultas : Teknik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Andius Dasa Putra, S.T., M.T. Iswan, S.T., M.T. NIP. 197310182000121001 NIP. 197206082005011001

2. Ketua Jurusan

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Andius Dasa Putra, S.T.,M.T..………...

Sekretaris : Iswan, S.T.,M.T. …………...……...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Idharmahadi Adha, M.T. ...

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

DR. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.

NIP. 196505101993032008

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Dea Ayu Pangestu lahir di Bandar Lampung, Lampung, pada tanggal 16 Maret 1990, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Sandi Suwardi dan Ibu Agustina. Penulis memiliki saudari perempuan bernama Risky Dwi Purnamasari.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDIT Insan Kamil Bandar Jaya yang diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SLTPN 1 Poncowati Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMAN 1 Terbanggi Besar Progarm Studi Ilmu Alam yang diselesaikan pada tahun 2008.

(8)
(9)

Kupersembahkan Skripsi ini untuk :

Ibu dan Bapakku Tercinta

Adik kecilku Tercantik

~seseorang yang aku sayang~

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI

DAYA DUKUNG STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK

MENGGUNAKAN CAMPURAN ABU AMPAS TEBU DAN ABU SEKAM PADI DENGAN SEMEN”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.) di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Selama penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

(11)

3. Bapak Andius Dasa Putra, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan serta waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Iswan, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan serta waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Surya Sebayang, M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan semangat dan pengarahan selama perkuliahan.

6. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

7. Keluargaku yang selalu tulus memberi doa, nasihat, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Unila angkatan 2008 yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca, khususnya bagi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Amiiin.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis,

(12)
(13)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan Penelitian ... 37

B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu, Abu Sekam Padi dan Semen... . 37

C. Pelaksanaan Pengujian 1. Pengujian Sampel Tanah Asli ... 38

2. Pengujian terhadap Sampel Tanah Terstabilisasi ... 38

D. Urutan Prosedur Penelitian ... 47

E. Analisis Hasil Penelitian ... 48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian untuk Sampel Tanah Asli ... 52

B. Klasifikasi Sampel Tanah Asli... 57

1. Sistem Klasifikasi AASTHO ... 58

2. Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ... 59

C. Analisa Hasil Pengujian Sampel Tanah Terstabilisasi... ... 61

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses Penggilingan Tebu ...23

2. Batas Konsistensi Tanah ...34

3. Bagan Alir Penelitian ...51

4. Grafik Hasil Analisa Ukuran Butiran Tanah ...54

5. Hubungan Berat Volume Kering dengan Kadar Air ...56

6. Rentang dari Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) Untuk Kelompok Tanah...59

7. Diagram Plastisitas Berdasarkan USCS ...60

8. Hubungan Antara Kadar Campuran Abu Ampas Tebu, Abu Sekam Padi dan Semen dengan Nilai CBR ...62

9. Hubungan Berat Jenis Antara Kadar Campuran Abu Ampas Tebu Abu Sekam Padi dan Semen ...67

10. Hubungan Kadar Air Optimum dengan Kadar Abu Ampas Tebu, Abu Sekam Padi dan Semen ...69

11. Hubungan Berat Volume Kering dengan Kadar Abu Ampas Tebu, Abu Sekam Padi dan Semen ...72

12. Hubungan Batas Cair dengan Kadar Abu Ampas Tebu, Abu Sekam Padi dan Semen...75

(15)

14. Hubungan Indeks Plastisitas dengan Kadar Abu Ampas Tebu,

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ...10

2. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS ...11

3. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO ...13

4. Sifat Tanah Lempung ...18

5. Komposisi Mineral Abu Ampas Tebu ...23

6. Komposisi Kimiawi Sekam Padi ...25

7. Komposisi Mineral Abu Sekam Padi...26

8. Beban Penetrasi Bahan Standar ...33

9. Hasil Pengujian Analisis Ukuran Butiran Tanah ... ...54

10.Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli...55

11. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli...57

12. Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran...61

13. Hasil Pengujian Berat Jenis Tiap Kadar Campuran ...67

14. Hasil Pengujian Kadar Air Optimum Tiap Jenis Campuran...69

15. Hasil Pengujian Kadar Air Optimum (Diva Rahmayasa, 2013)...71

16. Hasil Pengujian Berat Volume Kering Tiap Jenis Campuran ...72

17. Hasil Pengujian Batas Cair Tiap Kadar...74

(17)
(18)

DAFTAR NOTASI

γ = Berat Volume

γd = Berat Volume Kering γu = Berat Volume Maksimum γs = Berat Volume Butiran Padat γw = Berat Volume Air

Gs = Berat Jenis

ω = Kadar Air

LL = Batas Cair PL = Batas Plastis PI = Indeks Plastisitas Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven Wm = Berat Mold

Wms = Berat Mold + Sampel

Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n

Ws = Berat Sampel

Ww = Berat Air

(19)

Wai = Berat Tanah Tertahan

Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan Wci = Berat Saringan

W1 = Berat Picnometer

W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering

W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan bagian yang penting dalam perencanaan konstruksi Teknik Sipil. Tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Berdasarkan asal mula penyusunnya, tanah dapat dibedakan menjadi kedalam dua kelompok besar, yaitu sebagai hasil pelapukan (weathering) secara fisis dan kimia, dan yang berasal dari bahan organik (Terzaghi, 1987).

Dalam pembangunan suatu konstruksi diperlukan tanah yang baik dan memiliki daya dukung yang tinggi. Tetapi kenyataanya di lapangan tidak semua tanah memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik dan diinginkan dalam kondisi aslinya. Tanah dengan daya dukung rendah tidak mampu mendukung konstruksi diatasnya sehingga diperlukan suatu metode perbaikan tanah guna memperbaiki struktur tanah tersebut.

(21)

tanah. Tanah lempung lunak memiliki potensi pengembangan yang cukup tinggi karena kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Tanah ini akan mengembang (swelling) jika kadar air bertambah yang disertai dengan kenaikan tekanan air pori dan tekanan pengembangannya, dan akan mengalami penyusutan yang cukup tinggi jika kadar air turun sampai batas susutnya.

Metode perbaikan tanah yang dilakukan pada masa ini adalah metode stabilisasi. Banyak material yang digunakan sebagai stabilisator tanah, baik menggunakan bahan additive ataupun limbah yang sudah tidak terpakai. Limbah yang digunakan pada penelitian ini adalah abu sekam padi dan abu ampas tebu. Abu sekam padi dan abu ampas tebu mempunyai sifat khusus yaitu mengandung senyawa kimia yaitu silika (SiO2) yang dapat bersifat pozzolan. Keuntungan pemakaian limbah sebagai stabilisator adalah dapat membantu mengurangi limbah yang dapat mencemari tanah maupun lingkungan.

Semen Portland merupakan stabilizing agents yang baik sekali karena kemampuannya mengeras dan mengikat butir-butir agregat sangat bermanfaat sebagai usaha untuk mendapatkan massa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Semen Portland dapat bereaksi dengan hampir semua jenis tanah, dari jenis tanah kohesif sampai tanah yang sangat plastis.

(22)

3

kemudian dipadatkan dan diharapkan dengan pencampuran ini dapat mempertinggi daya dukung tanahnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah melihat pengaruh pencampuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen sebagai bahan aditif untuk menstabilisasi tanah lempung lunak dengan kadar campuran yang berbeda-beda sehingga dapat diamati perubahan yang terjadi pada tanah, melingkupi perubahan nilai batas-batas konsistensi serta nilai kuat dukung tanah yang telah distabilisasi dengan abu ampas tebu dan abu sekam padi sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan-bahan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif bahan stabilisasi tanah.

C. Batasan Masalah

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada sifat dan karakteristik campuran tanah lempung lunak dengan abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dengan melakukan pengujian di Laboratorium. Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah lempung lunak yang diambil dari daerah Rawa Seragi, Desa Blimbingsari, Jabung, Kabupaten Lampung Timur.

2. Abu ampas tebu dan abu sekam padi.

3. Portland Cement yang digunakan adalah semen P.T. Semen Baturaja

(23)

4. Pengujian yang dilakukan di Laboratorium meliputi : a. Pengujian Tanah Asli

1. Pengujian Kadar Air

2. Pengujian Analisa Saringan 3. Pengujian Batas Atterberg

4. Pengujian Berat Jenis 5. Pengujian Kepadatan 6. Pengujian CBR

b. Pengujian terhadap Sampel Tanah Terstabilisasi 1. Pengujian Kepadatan

2. Pengujian Berat Jenis 3. Pengujian Batas Atterberg

4. Pengujian CBR

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui peningkatan daya dukung tanah dan batas konsistensi pada tanah lempung yang distabilisasi dengan menggunakan campuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dengan menggunakan tes CBR. 2. Mengetahui perbandingan karakteristik fisik sampel tanah sebelum dan

sesudah dilakukan stabilisasi menggunakan abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef,1994). Sedangkan menurut Craig (1991) tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

(25)

Menurut Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

1. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal (cobbles) atau pebbes.

2. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.

3. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm. Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm).

4. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.

5. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesif

pada tanah yang “kohesif”.

6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih

kecil dari 0,001 mm.

B. Klasifikasi Tanah

(26)

7

singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).

Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar.

Sistem klasifikasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada keadaan permukaan tanah yang bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana didasarkan pada distribusi ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).

b. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian

(27)

sistem klasifikasi tanah yang sering dipakai dalam bidang teknik. Kedua sistem klasifikasi itu memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas-batas Atterberg.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Tetapi yang paling umum digunakan adalah:

a. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System

(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun 1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation

(USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian

American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS

sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000), yaitu:

(28)

9

Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada saringan No. 4

b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200

2) Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No. 200 > 50 %.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada grafik plastisitas.

3) Tanah Organis

(29)

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol Kerikil P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk), L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50), H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan klasifikasi yang benar adalah sebagai berikut :

(30)

11

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Ta

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

(31)

b.Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and

Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami

beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade

and Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar

No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

(32)

13

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber: Das (1995).

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :

1) Ukuran Butir

(33)

Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,075 mm (No. 200).

Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 0,075 (No. 200).

2) Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis, indeks plastisnya 11 atau lebih.

3) Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan di dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada Tabel 3. Kelompok tanah yang paling kiri kualitasnya paling baik, makin ke kanan semakin berkurang kualitasnya.

C. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

(34)

15

diantara sifat tanah pasir dan liat. Pengolahan tanah tidak terlampau berat, sifat merembeskan airnya sedang dan tidak terlalu melekat.

Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi didalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991).

Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak (Das, 1995).

Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Pada lapisan tanah lempung lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi letak muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.

(35)

2. Mineral Lempung

Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel lempung dapat berbentuk lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.

Jenis-jenis mineral lempung diantaranya :

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu

hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.

Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite

menjadi rendah. b. Illite

Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagi mika tanah dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus.

Rumus kimia illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3)(Si4yAly)O10(OH)2.

c. Montmorilonite

(36)

17

keras pada keadaan kering. Rumus kimia montmorilonite adalah Al2Mg(SiO10)(OH)2 xH2O.

3. Sifat Tanah Lempung

Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi, dan mempunyai gaya geser yang kecil. Kondisi tanah seperti itu akan menimbulkan masalah jika dibangun konstruksi diatasnya.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1999) :

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif.

e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat.

(37)

kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 2001).

Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering, tanah akan bersifat keras, jika tanah dalam keadaan basah akan bersifat lunak plastis dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar karena pengaruh air.

Tabel 4. Sifat Tanah Lempung (Hary Christady, 2002)

Tipe Tanah Sifat Uji Lapangan

Lempung

Sangat Lunak Meleleh diantara jari ketika diperas

Lunak Dapat diperas dengan mudah

Keras Dapat diperas dengan tekanan jari yang kuat

Kaku Tidak dapat diremas dengan jari, tapi dapat digencet dengan ibu jari

Sangat Kaku Dapat digencet dengan kuku ibu jari

Faktor-faktor yang mempengaruhi plastisitas dan CBR tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut :

1. Faktor lingkungan

(38)

19

seperti drainase, irigasi, dan kolam akan memungkinkan tanah memiliki akses terhadap sumber air. Keberadaan air pada fasilitas tersebut akan mempengaruhi perubahan kadar air tanah. Selain itu vegetasi seperti pohon, semak, dan rumput menghisap air tanah dan menyebabkan terjadinya perbedaan kadar air pada daerah dengan vegetasi berbeda.

2. Karakteristik material

(39)

3. Kondisi tegangan

Tanah yang terkonsolidasi berlebih bersifat lebih ekspansif dibandingkan tanah yang terkonsolidasi normal, untuk angka pori yang sama. Proses pengeringan dan pembasahan yang berulang cenderung mengurangi potensi pengembangan sampai suatu keadaan yang stabil. Besarnya pembebanan akan menyeimbangkan gaya antar partikel sehingga akan mengurangi besarnya pengembangan. Ketebalan dan lokasi kedalaman lapisan tanah ekspansif mempengaruhi besarnya potensi kembang susut dan yang paling besar terjadi apabila tanah ekspansif yang terdapat pada permukaan sampai dengan kedalaman zona aktif.

D. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah secara prinsip adalah suatu tidakan atau usaha yang dilakukan guna menaikkan kekuatan tanah, mempertahankan kekuatan gesernya, dan mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dari tanah sehingga sesuai untuk proyek pembangunan.

Stabilisasi dapat dikelompokkan berdasarkan empat jenis klasifikasi utama, yaitu :

1. Fisiomekanikal, contohnya dengan melakukan pemadatan.

2. Granulometrik, contohnya dengan pencampuran tanah berkualitas buruk dan tanah dengan kualitas yang lebih baik.

(40)

21

4. Elektrokimia, contohnya dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat

additive.

Beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut :

1. Menambah bahan yang menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau fisis pada tanah.

2. Mengganti tanah yang buruk 3. Meningkatkan kerapatan tanah. 4. Menurunkan muka air tanah.

5. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan kekuatan geser yang timbul.

Cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari cara berikut (Bowles, 1989) :

1. Cara mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas, benda berat yang dijatuhkan, tekanan statis, dan sebagainya.

(41)

E. Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu merupakan salah satu materi utama dalam penelitian ini. Abu ampas tebu dihasilkan dari ampas hasil limbah pabrik gula. Ampas tebu

(Bagasse) adalah campuran dari serat yang kuat, dengan jaringan parenchyma

yang lembut, mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi, dan dihasilkan melalui proses penggilingan tebu (Kian dan Suseno, 2002).

Pada penggilingan tebu, terdapat 5 kali proses penggilingan dari batang tebu sampai menjadi ampas tebu, pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan, kemudian proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima menghasilkan nira dengan volume yang berbeda-beda. Setelah gilingan terakhir, dihasilkan ampas tebu kering.

(42)

23

Abu ampas tebu (Bagasse Ash) adalah produk buangan yang dihasilkan dalam jumlah besar dari pembakaran ampas tebu (Bagasse) yang terdiri dari garam-garam inorganik.

Tabel 5. Komposisi dari Mineral Abu Ampas Tebu

Mineral Komposisi (%)

Kalsium Oksida (KaO) 8,2

Potasium Penta Oksida (P2O5) 3

Mangan (MnO) 0,2

(43)

Dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas MIPA Unila tahun 2005, kandungan SiO2 yang terkandung

pada bagasse ash mencapai 44,87 % dan Fe2O3 sebesar 1,39 %. Pengujian

yang dilakukan, menunjukkan bahwa senyawa SiO2 pada bagasse ash dapat

bereaksi pada larutan basa kuat (NaOH) dan larutan asam pekat (HNO3) 10%

yang ditunjukan dengan terdapatnya gelembung, timbulnya asap dan terjadinya penggumpalan. Kondisi ini menguatakan hipotesis bahwa bagasse ash memiliki sifat pozzolanik yaitu sifat dengan bertambahnya waktu, abu ampas tebu tersebut apabila bereaksi dengan alumina (Al2O3) dan CaO yang

ada dilempung, maka tanah tersebut akan menjadi bertambah keras.

F. Abu Sekam Padi

(44)

25

Tabel 6. Komposisi Kimiawi Sekam Padi

Komponen Persentase Kandungan (%)

A. Menurut Suharno (1979)

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006.

Sekam padi dengan komposisi kandungan kimia seperti pada Tabel 5 dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia; sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat

digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi,

husk-board dan campuran pada industri bata merah; sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

(45)

penelitian yang telah dilakukan, didapat kesimpulan akhir bahwa abu sekam padi ini sangat potensial digunakan dalam bidang geoteknik terutama untuk perbaikan tanah.

Tabel 7. Komposisi dari Mineral Abu Sekam Padi

Mineral Komposisi (%)

Silika Diokside (SiO2) 84,16

Aluminium Oxide (Al2O3) 4,57

Iron Oxide (Fe2O3) 0,37

Calcium Oxide (CaO) 3,99

Magnesium Oxide (MgO) 3,53

Carbon Dioxide (CO2) 0,51

Loss on Ignition (lain-lain) 3,8 Sumber : (Lazaro dan Moh dalam Terisna, 2002).

G. Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk,

tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2),

Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida

(46)

27

dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.

Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :

1. Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V.

2. Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai

filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite)

limestone murni.

3. Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang

digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4. Mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan

(47)

Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air. Konsentrasi semen dalam campuran sangat mempengaruhi kekuatan campuran. Kekuatan campuran soil cement dapat diketahui dengan melakukan tes CBR (California Bearing Ratio). Pengaruh konsentrasi semen terhadap kekuatan yaitu semakin besar jumlah kadar semen dalam campuran maka semakin tinggi pula nilai kekuatannya, dan hal tersebut dipengaruhi juga oleh tanah yang digunakan (Nuraini, 2002).

H. Pemadatan Tanah

Pemadatan tanah adalah suatu proses memadatnya partikel tanah sehingga terjadi pengurangan volume udara dan volume air dengan memakai cara mekanis. Kepadatan tanah tergantung pada nilai kadar air, jika kadar air tanah sedikit maka tanah akan keras begitu pula sebaliknya, bila kadar air banyak maka tanah akan menjadi lunak atau cair. Pemadatan yang dilakukan pada saat kadar air lebih tinggi daripada kadar air optimumnya akan memberikan pengaruh terhadap sifat tanah.

(48)

29

Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga akan meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya, mengurangi besarnya penurunan tanah (settlement) dan meningkatkan kemantapan lereng timbunan (Das, 1995). Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel (Bowles, 1989).

Menurut Bowles (1989), ada beberapa keuntungan pemadatan:

1. Berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence) yaitu gaya vertikal pada massa tanah akibat berkurangnya angka pori.

2. Bertambahnya kekuatan tanah.

3. Berkurangnya penyusutan, berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan.

Kerugian utamanya adalah terjadinya pemuaian (bertambahnya kadar air dari nilai patokannya) dan kemungkinan pembekuan tanah itu akan membesar.

Salah satu parameter hasil uji pemadatan tanah ditunjukkan oleh suatu nilai yang disebut dengan nilai CBR. CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi tanah contoh sebesar 0,1” atau 0,2”. Jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas (Sukirman, 1992).

(49)

1. CBR lapangan (CBR inplace atau field CBR).

CBR lapangan memiliki kegunaan sebagai berikut:

a. Untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. CBR lapangan umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.

b. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sehingga sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan seperti ini umumnya tidak digunakan, dan lebih sering menggunakan pemeriksaan yang lain seperti sand cone, dan lain sebagainya.

Pemeriksaan CBR lapangan dilakukan dengan meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai CBR akan ditentukan lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gandar truk.

2. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR).

(50)

31

lagi, terletak di daerah yang badan jalannya sering terendam air pada musim hujan dan kering pada musim kemarau.

Pemeriksaan CBR lapangan rendaman dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam tabung (mold) yang ditekan masuk ke dalam tanah mencapai kedalaman tanah yang diinginkan. Mold berisi contoh tanah yang dikeluarkan dan direndam dalam air selama beberapa hari sambil diukur pengembangannya (swelling). Setelah pengembangan tidak terjadi lagi maka dilaksanakan pemeriksaan CBR.

3. CBR Rencana Titik (CBR laboratorium atau design CBR)

Tanah dasar (subgrade) yang diperiksa merupakan tanah dasar jalan raya baru yang berasal dari tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% (kepadatan maksimum). Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan.

Pemeriksaan CBR laboratorium dilaksanakan dengan dua macam metode yaitu CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan CBR laboratorium tanpa rendaman (unsoaked design CBR) (Sukirman, 1992). Hal yang membedakan pada dua macam metode tersebut adalah contoh tanah atau benda uji sebelum dilakukan pemeriksaan CBR.

(51)

sehingga akan mengakibatkan pengembangan (swelling) dan penurunan kuat dukung tanah (Wikoyah, 2006)

Pada metode CBR rendaman, contoh tanah di dalam cetakan direndam dalam air sehingga air dapat meresap dari atas maupun dari bawah dan permukaan air selama perendaman harus tetap kemudian benda uji yang direndam telah siap untuk diperiksa.

Pengujian kekuatan CBR dilakukan dengan alat yang mempunyai piston dengan luas 3 sqinch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk menghitung

A = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,1”

B = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,2”

Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terkecil diantara hasil perhitungan kedua nilai CBR.

(52)

33

Tabel 8. Beban Penetrasi Bahan Standar

Penetrasi

(inch) Beban Standar (lbs) Beban Standar (lbs/inch) 0,1

Batas-batas konsistensi atau disebut juga batas-batas Atterberg (yang diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911) adalah batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah.

(53)

Gambar 2. Batas Konsistensi Tanah

Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain:

1. Batas cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.

2. Batas plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi plastis, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-retak ketika digulung.

3. Batas susut (Shrinkage Limit)

(54)

35

4. Indeks plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.

5. Berat spesifik (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (Gs) adalah perbandingan antara berat volume butiran

padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada temperature tº C.

��= ��

��

J. Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Zulya Safitri pada tahun 2012 adalah

mengenai “Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash)

(55)

2. Stabilisasi Tanah dengan Abu Ampas Tebu dan Semen pada tanah lempung lunak yang dilakukan oleh Eka Fitrian Sari, 2012 dengan judul penelitian “Pemanfaatan Abu Ampas Tebu pada Stabilisasi Tanah Lempung Lunak dengan Menggunakan Semen”. Hasil pengujian dengan bahan campuran abu ampas tebu dan semen dengan waktu pemeraman 7 hari dan rendaman 4 hari mampu meningkatkan nilai CBR terhadap nilai CBR tanah asli dengan prosentase campuran yang digunakan yaitu 6%, 9% dan 12% dengan perbandingan abu ampas tebu dan semen yaitu 1:2. Hasil pengujian untuk CBR unsoaked dengan waktu pemeraman selama 7 hari mengalami peningkatan sebesar 9.4 %, 11.3 %, dan 14.2 % dari CBR tanah asli. Sedangkan hasil pengujian untuk CBR soaked dengan waktu perendaman selama 4 hari juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar 5.3%, 7.8%, dan 10%. Melihat hasil pengujian CBR tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah yang telah distabilisasi dengan campuran abu ampas tebu dan semen dengan kadar campuran 6% ( AAT 4% + PC 2%), 9% ( AAT 6% + PC 3%), 12% ( AAT 8% + PC 4%) dapat digunakan sebagai subgrade pada konstruksi jalan, karena nilai CBRnya

(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari Rawaseragi Desa Belimbing Sari Kecamatan Jabung, Lampung Timur. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

Universitas Lampung.

3. Semen Portland Type I yaitu semen baturaja dalam kemasan 50 kg/zak. 4. Abu ampas tebu dan abu sekam padi.

B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu, Sekam Padi dan Semen

Metode pencampuran untuk masing-masing prosentasi campuran adalah : 1. Semen, abu ampas tebu dan abu sekam padi dicampur dengan sampel

tanah yang telah ditumbuk (butir aslinya tidak pecah) dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dengan prosentase semen, abu ampas tebu dan abu sekam padi sebesar 10% sebanyak 7 sampel dengan kadar campuran yang berbeda-beda.

(57)

maka variasi campuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen 10% terdiri dari 90% tanah dan 10% abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen.

3. Tanah yang sudah tercampur semen, abu ampas tebu dan abu sekam padi siap untuk dipadatkan, lalu diperam selama 7 hari dan perendaman selama 4 hari.

C. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Sampel Tanah Asli a. Pengujian Kadar Air

b. Pengujian Analisa Saringan c. Pengujian Batas Atterberg d. Pengujian Berat Jenis e. Pengujian Pemadatan f. Pengujian CBR

2. Pengujian terhadap Sampel Tanah Terstabilisasi a. Pengujian Pemadatan

(58)

39

Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar semen, abu ampas tebu dan abu sekam padi sebesar 10% sebanyak 7 sampel dengan dilakukan masa pemeliharaan yang sama yaitu selama 7 hari, serta pemeraman 7 hari lalu perendaman selama 4 hari sebelum dilakukan pengujian CBR dan pengujian lainnya.

a. Uji Kadar Air

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering.

Cara Kerja berdasarkan ASTM D-2216 :

1) Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.

2) Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

3) Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung prosentase kadar air.

b. Uji Berat Jenis

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis tanah yang lolos saringan No. 200 dengan menggunakan labu ukur.

Cara kerja berdasarkan ASTM D -854

(59)

2) Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan saringan No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.

3) Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya. 4) Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.

5) Mengambil sampel tanah antara 25 – 30 gram.

6) Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

7) Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.

8) Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat hasilnya dalam temperatur tertentu.

c. Uji Batas Atterberg

1) Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

a) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan no. 40.

b) Mengatur tinggi jatuh mangkuk Casagrande setinggi 10 mm. c) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40 sebanyak

(60)

41

casagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

d) Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan

grooving tool.

e) Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 kali.

f) Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibaah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

a) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan.

b) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

(61)

2) Batas Plastis (Plasic limit)

Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

a) Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan no. 400.

b) Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

c) Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang. d) Menentukan kadar air benda uji.

Perhitungan :

a) Nilai batas plastis adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji b) Plastis Indeks (PI) :

c) PI = LL – PL

d. Uji Pemadatan Tanah Modified

Tujuannya adalah untuk menentukan kepadatan maksimum tanah dengan cara tumbukan yaitu dengan mengetahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah.

(62)

43

a) Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

b) Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.

c) Butiran tanah yang telah terpisah diayak dengan saringan No. 4. d) Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5

bagian, masing-masing 2,5 kg, masukkan masing-masing bagian kedalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e) Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

f) Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.

g) Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3 %.

h) Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :

i) Wwb = wb . W 1 + wb j) W = Berat tanah

(63)

m) Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sampel diatas pan dan mengaduknya sampai rata dengan tembok pengaduk.

2) Pemadatan tanah

a) Menimbang mold standar beserta alas.

b) Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas papan. c) Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai

dengan penambahannya.

d) Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan kedalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian mold). e) Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold

dengan menggunakan pisau pemotong.

f) Menimbang mold berikut alas dan tanah didalamnya.

g) Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container untuk pemeriksaan kadar air (w).

h) Mengulangi langkah kerja b.2 sampai b.7 untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 6 data pemadatan tanah.

Perhitungan kadar air :

(64)

45

c) Berat air = W1 – W2 (gr) d) Berat cawan = Wc (gr)

e) Berat tanah kering = W2 – Wc (gr) f) Kadar air (w) = W1 – W2 (%)

W2 – Wc

Perhitungan berat isi : a) Berat mold = Wm (gr)

b) Berat mold + sampel = Wms (gr) c) Berat tanah (W) = Wms – Wm (gr) d) Volume mold = V (cm3)

e) Berat volume = W/V (gr/cm3) f) Kadar air (w)

g) Berat volume kering :

γd = γ x 100 (gr/cm3) 100 + w

h) Berat volume zero air void ( γz )

γz = Gs x γw (gr/cm3) 1 + Gs . w

e. Uji CBR (California Bearing Ratio)

(65)

Langkah Kerja :

1) Menyiapkan 3 sampel tanah yang lolos saringan no. 4 masing-masing sebanyak 5 kg ditambah sedikit untuk mengetahui kadar airnya.

2) Mencampur tanah dengan semen sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.

3) Menentukan penambahan air dengan rumus : Penambahan Air : Berat sampel x (OMC X MC)

100 + MC dimana :

OMC : Kadar air optimum dari hasil uji mpemadatan MC : Kadar air sekarang

4) Menambahkan air yang didapat tadi pada campuran dan diaduk hingga merata.

5) Memasukkan sampel kedalam mold lalu menumbuk secara merata. Melakukan penumbukan sampel dalam mold dengan 5 lapisan dan banyaknya tumbukan pada masing-masing sampel adalah :

Sampel 1 : Setiap lapisan ditumbuk 10 kali Sampel 2 : Setiap lapisan ditumbuk 25 kali Sampel 3 : Setiap lapisan ditumbuk 55 kali

6) Melepaskan collar dan meratakan sampel dengan mold lalu menimbang mold berikut sampel tersebut.

(66)

47

8) Melembabkan sampel selama 3 x 24 jam dan setelah itu merendam sampel di dalam bak air selama 3 x 24 jam, setelah itu dilakukan pengujian CBR.

Perhitungan :

1) Berat mold = Wm (gram)

2) Berat mold + sampel = Wms (gram) 3) Berat sampel (Ws) = Wms – Wm (gram) 4) Volume mold = V

5) Berat Volume = Ws / V (gr/cm3)

6) Kadar air = ω

7) Berat volume kering (γd) = γ x 100

100 + ω

8) Harga CBR :

a) Untuk 0,1 “ : Penetrasi x 100 %

3 x 1000

b) Untuk 0,2 “ : Penetrasi x 100 %

3 x 1500

Dari kedua nilai CBR tersebut diambil nilai yang terkecil.

9) Dari ketiga sampel didapat nilai CBR yaitu untuk penumbukan 10 kali, 25 kali dan 55 kali.

D. Urutan Prosedur Penelitian

1. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batas Atterberg

(67)

2. Dari data hasil pengujian pemadatan tanah untuk sampel tanah asli (0%) berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai kadar air kondisi optimum yang akan digunakan untuk membuat sampel pada uji CBR tanah asli.

3. Data pengujian pemadatan tanah campuran berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan kadar air kondisi optimum untuk sampel tanah yang distabilisasi abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dengan variasi prosentasi 10% sebanyak 7 sampel.

4. Melakukan pencampuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dengan kadar 10% pada masing-masing sampel, kemudian melakukan pengujian terhadap masing-masing sampel.

5. Melakukan pemeraman selama 7 hari dan setelah itu dapat dilakukan pengujian CBR, batas Atterberg dan berat jenis. Sedangkan untuk pengujian CBR rendaman dilakukan pemeraman selama 7 hari kemudian direndam selama 4 hari untuk masing-masing sampel.

E. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli (0%) ditampilkan

dalam bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.

(68)

49

waktu pemeraman ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian.

3. Pencampuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen pada sampel tanah dan hasil pengujian setelah pemeraman 7 hari serta perendaman selama 4 hari dengan mengacu pada perubahan nilai dari parameter pengujian CBR, pengujian batas–batas Atterberg dan pengujian berat jenis sebagai berikut:

a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai berat jenis sampel pada masing-masing perilaku. Dari tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing sampel yang diperam dengan perendaman dan yang diperam tanpa perendaman terhadap nilai berat jenisnya.

b. Dari hasil pengujian batas cair dan batas plastis (batas Atterberg) didapatkan hasil pengujian yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai batas cair dan batas plastis sampel pada masing-masing prilaku. Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing sampel yang diperam dengan perendaman dan yang diperam tanpa perendaman dengan nilai batas cair dan batas plastisnya (batas Atterberg).

(69)

ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hubungan antara masing-masing prilaku dengan nilai CBR dengan cara membandingkan masing-masing nilai CBR pada setiap perilaku. Dari tabel dan grafik nilai CBR tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing prilaku dengan CBR nya.

(70)

51

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Persiapan tanah dan peralatan

Pemeraman selama 7 hari (tanpa perendaman)

Pemeraman 7 hari + perendaman 4 hari

Pengujian :

Batas Atterberg, Berat jenis Mulai

Pengujian Pemadatan setiap kadar campuran:

(71)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah lunak yang distabilisasi menggunakan abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penilitian ini berasal dari daerah Rawa Sragi, Desa Blimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO tanah ini digolongkan pada kelompok A-7-5 yaitu tanah yang buruk dan kurang baik digunakan sebagai tanah dasar pondasi. Berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan tanah berbutir halus dan termasuk kedalam kelompok CH yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas tinggi dan termasuk lempung “gemuk” (fat clays).

2. Penambahan abu ampas tebu dan abu sekam padi serta semen pada tanah lempung lunak sebagai tanah terstabilisasi mampu menaikkan nilai berat jenis tanah pada setiap tahapan stabilisasi.

(72)

81

kenaikan. Nilai Indeks Plastis mengikuti penurunan dari Batas Cair seiring meningkatnya nilai Batas Plastis.

4. Penambahan abu ampas tebu dan abu sekam padi serta semen sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak mampu meningkatkan nilai CBR dari CBR tanah asli, baik dengan perlakuan tanpa rendaman maupun secara rendaman.

5. Nilai CBR campuran abu ampas tebu dan abu sekam padi serta semen lebih besar dibandingkan nilai CBR dengan campuran abu ampas tebu maupun campuran abu ampas tebu dan semen.

6. Pada uji CBR, baik pemeraman 7 hari atau dengan perendaman 4 hari dapat disimpulkan bahwa tanah yang telah terstabilisasi pada Model 7 dapat digunakan sebagai subgrade pada konstruksi jalan, karena nilai

CBRnya ≥ 6 %.

7. Penggunaan abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen masih cukup efektif dalam meningkatkan daya dukung tanah, akan tetapi peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan.

B. Saran

(73)

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sifat campuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen dengan perilaku dan perlakuan yang berbeda.

2. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya campuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen perlu diteliti lebih lanjut untuk tanah dari daerah yg lain dengan menggunakan campuran yang sama, sehingga akan diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat pengaruh penambahan abu ampas tebu dan semen.

3. Sebaiknya dilakukan pembersihan alat/mesin sebelum melakukan pengujian-pengujian di laboratorium, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi hasil yang akan didapat.

(74)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Sekam Padi sebagai

Sumber Energi Alternatif dalam Rumah Tangga Petani. Departemen

Pertanian. www.litbang.deptan.go.id

Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

(Mekanika Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta.

Dunn, Anderson dan Kiefer. 1992. Dasar-dasar Analisis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang.

Nur’aini, Dewi. 2002. Pengaruh Rendaman Terhadap Daya Dukung Tanah Pada

Lapisan Soil Cement dengan Pemodelan Di Laboratorium. Skripsi

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rahmayasa, Diva. 2013. Studi Daya Dukung Stabilisasi Tanah Lempung Lunak

Menggunakan Campuran Abu Ampas Tebu dan Semen. Skripsi Universitas

(75)

Sari, Eka Fitrian. 2012. Pemanfaatan Abu Ampas Tebu yang Dicampur Semen

pada Stabilisasi Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Sukirman, Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung. Terisna J., Agus. 2002. Pengaruh Pencampuran Abu Sekam Padi dan Kapur

untuk Stabilisasi Tanah Ekspansif. Skripsi Universitas Kristen Petra. www. cpanel.petra.ac.id

Terzaghi, K., Peck, R. B. 1987. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. Erlangga. Jakarta.

Wiqoyah, Qunik. 2006. Pengaruh Kadar Kapur, Waktu Perawatan dan Perendaman Terhadap Kuat Dukung Tanah Lempung. Universitas

Gambar

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Tabel 3.  Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO
Tabel 4. Sifat Tanah Lempung (Hary Christady, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwakarta akan mengadakan seleksi umum dengan

Namun demikian, kondisi tersebut dapat mengindikasikan bahwa manajer yang juga sebagai pemilik dapat memainkan peranan yang dapat selaras dengan pemegang saham lainnya

Berdasarkan hasil wawancara singkat antara peneliti dengan beberapa guru bahasa Inggris di SMP Negeri 14 Cirebon, ditemukan kesimpulan bahwa kecenderungan Kurikulum

The objectives of this study are; (1) to investigate the correlation between MBES derived backscatter mosaic textures with seafloor sediment type derived from ARA method, and (2)

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kualitas tidur pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi

Bahwa yang dimaksud dengan waktu damai adalah saat atau waktu melakukan kegiatan meninggalkan kesatuan tersebut, Negara RI tidak dalam keadaan darurat perang

[r]

Variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan itu sendiri, gaji/bayaran, kesempatan dapat promosi, atasan mereka dan rekan kerja dapat terpenuhi