STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA
PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL
TANAH LEMPUNG DAN SEMEN SERTA ABU
SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN
Oleh :
EMMI DESNIATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
STRENGTH RESEARCH OF PAVING BLOCK AFTER BURNING PROCESS USING CLAY MATERIAL WITH RICE HUSK ASH AND
CEMENT FOR ADDITIONAL ROAD
By
EMMI DESNIATI
In a row of period progress directly proportional with public means and infrastructure developmment that one of it is land transportation especially pavement. One of means transportation wich already familiar is paving block Paving blocks made of a mixture of portland cement or adhesive material like hydrolysis, water, and aggregates with or without other ingredients. However, the use of the material is made into high production rates. Therefore, in this study the process of manufacture of paving blocks will be tested using alternative materials such as soil mixtures with rice husk ash additive materials derived from residual combustion rice straw waste combined with portland cemen.
Soil samples were tested in this study are derived from clay Karang Anyar, South Lampung area,. Variations in content the mixture used was 6%, 8%, and 10%, ratio between rice husk ash and cement is 1 : 1 to 7 days curing time and with burning treatment and without burning paving block samples. Based on the results of physical testing original soil, USCS soil samples classified as fine-grained soil and included in the CL group.
The results showed that the manufacture of paving blocks using the soil material with additive materials such as rice husk ash and cement did not fulfill SNI paving block. However, in general the addition of the additive materials can increase the physical and mechanical properties of the soil. It is proved by the increasing value of the optimum moisture content and density of the mixture. For the compressive strength of paving blocks without and with burning process is best shown in the addition of a mixture of 10% content.
ABSTRAK
STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN
MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH LEMPUNG DAN SEMEN SERTA ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN.
Oleh
Emmi Desniati
Seiring dengan kemajuan perkembangan zaman maka berbanding lurus dengan pembangunan sarana dan prasarana umum salah satunya yaitu transportasi darat khusunya perkerasan jalan. Salah satu dari sarana transportasi yang sudah lazim digunakan dalam perkerasan jalan yaitu paving block. Paving block terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolisis sejenis, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya. Akan tetapi, penggunaan material tersebut membuat harga produksi menjadi mahal. Untuk itu, pada penelitian ini proses pembuatan paving block akan dicoba menggunakan bahan alternatif berupa campuran tanah dengan bahan additive abu sekam padi yang berasal dari limbah pembakaran batang padi yang dikombinasikan dengan semen portland.
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8%, dan 10%, perbandingan antara abu sekam padi dan semen yaitu 1 : 1 dengan waktu pemeraman 7 hari serta dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran sampel paving block. Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pembuatan paving block menggunakan material tanah dengan bahan additive abu sekam padi dan semen tidak memenuhi SNI paving block. Akan tetapi, secara umum penambahan bahan additive tersebut dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya nilai kadar air optimum dan berat jenis campuran. Untuk nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan pada penambahan kadar campuran 10%.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR NOTASI ... vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Lapisan Jalan ... 5
B. Tanah ... 10
C. Tanah Lempung ... 18
D. Semen ... 21
E. Abu Sekam Padi ... 24
F. Paving Block ... 25
G. Jalan Lingkungan ... 32
III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sample ... 35
B. Metode Pencampuran Sampel dan Pencetakanan Benda Uji ... 37
C. Proses Pemeraman ... 38
D. Pelaksanaan Pembakaran Sample ... 38
E. Metode Pengujian Sample ... 39
ii
1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 40
2. Pengujian Sampel Paving Block ... 52
E. Urutan Prosedur Penelitian ... 53
F. Analisis Hasil Penelitian ... 54
G. Bagan Alir Penelitian ... 55
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 56
B. Kadar Air Optimum Material Tanah Campuran ... 60
C. Hasil Pengujian Paving Block Sesuai Kadar Campuran ... 61
1. Uji Kuat Tekan ... 61
2. Uji Daya Serap Air ... 67
3. Uji Berat Jenis ... 69
D. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Paving Block Menggunakan Tanah yang Sama dengan Campuran Berbeda ... 70
V. PENUTUP A. Simpulan ... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified
(Hary Christady, 1996) ... 14
Tabel 2. Klasifikasi tanah berdasarkan AASTHO (Das, 1995) ... 15
Tabel 3. Klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Internasionalis ... 17
Tabel 4. Jenis-jenis Semen Portland ... 23
Tabel 5. Komposisi kimia Limit Semen Portland ... 24
Tabel 6. Kekuatan fisik Paving Block ... 27
Tabel 7. Faktor koreksi kuat tekan Paving Block ... 28
Tabel 8. Jumlah Sample Tiap Campuran ... 39
Tabel 9. Data Hasil Pengujian Sample Tanah Asli Karang Anyar, Lampung Selatan ... 58
Tabel 10. Hasil Uji Pemadatn Tanah Sesuai Presentase Campuran ... 60
Tabel 11. Nilai kuat tekan campuran I : 3% semen + 3 % abu sekam padi sebelum pembakaran ... 62
Tabel 12. Nilai kuat tekan campuran II : 4% semen+ 4% abu sekam padi sebelum pembakaran ... 62
Tabel 13. Nilai kuat tekan campuran III : 5% semen+ 5% abu sekam padi sebelum pembakaran ... 62
iv
Tabel 15. Nilai kuat tekan campuran II : 4% semen+
4% abu sekam padi setelah pembakaran ... 64
Tabel 16. Nilai kuat tekan campuran III : 5% semen+
5% abu sekam padi setelah pembakaran ... 65
Tabel 17. Hasil Pengujian Berat Jenis Setiap Kadar Campuran ... 69
Tabel 18. Hasil Uji Kuat Tekan Paving Block Sebelum Pembakaran
Menggunakan Kadar Campuran Kapur dan Abu Sekam Padi ... 71
Tabel 19. Hasil Uji Kuat Tekan Paving Block Setelah Pembakaran
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lapis Perkerasan Jalan ... 7
Gambar 2. Berbagai macam Paving Block ... 30
Gambar 3. Pola Pemasangan Paving Block ... 31
Gambar 4. Bentuk Paving Block Pola Topi Uskup ... 31
Gambar 5. Denah Lokasi Pengambilan Sample Tanah Lempung ... 36
Gambar 6. Hubungan antara nilai kuat tekan paving block sebelum pembakaran dengan kadar campuran ... 64
Gambar 7. Hubungan antara nilai kuat tekan paving block setelah pembakaran dengan kadar campuran ... 65
Gambar 8. Hubungan antara nilai kuat tekan paving block sebelum dansetelah pembakaran dengan kadar campuran ... 66
Gambar 9. Hubungan antara daya serap air setelah pembakaran paving block dengan kadar campuran ... 68
Gambar 10. Hubungan nilai kuat tekan paving block sebelum pembakaran mengunakan tanah yang sama menngunakan campuran semen + abu sekam padi dan campuran kapur + abu sekam padi ... 71
DAFTAR NOTASI
ω = Kadar Air
Gs = Berat Jenis
LL = Batas Cair
PI = Indeks Plastisitas
PL = Batas Plastis
q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan
Ww = Berat Air
Wc = Berat Container
Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven
Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven
Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n
W1 = Berat Picnometer
W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering
W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air
W4 = Berat Picnometer + Air
Wci = Berat Saringan
Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia pada era globalisasi seperti sekarang ini
sangat pesat dan merata, terutama pembangunan sarana transportasi.
Sekarang ini, pembangunan sarana transportasi di tiap daerah mulai tampak
hasilnya. Seiring dengan kemajuan zaman, maka sarana transportasi pun
harus ikut berkembang sesuai dengan kebutuhan. Saat ini banyak sekali
pembangunan yang dilakukan demi tercapainya pemenuhan fasilitas bagi
manusia. Salah satu bagian sarana dan prasarana yang penting adalah
konstruksi perkerasan. Pada perkerasan jalan raya di kenal beberapa jenis
pekerasan yaitu perkerasan kaku, perkerasan lentur dan perkerasan komposit.
Salah satu perkerasan yang telah banyak digunakan di masyarakat adalah
perkerasan dengan menggunakan paving block.
Paving block banyak digunakan pada tempat-tempat khusus yang
memerlukan kekuatan lebih untuk menahan beban sekunder (Secondary
Force) seperti pada daerah tikungan, halte, areal parkir, tanjakan, pelabuhan,
serta untuk penggunaan perkerasan pada kawasan tertentu seperti ruas jalan di
kawasan perumahan. Jalan setapak/gang, trotoar, ruas jalan dikawasan
2
Aplikasi paving block pada pembangunan ruas jalan sudah banyak kita
jumpai di berbagai daerah. Dengan penggunaan paving block dinilai lebih
ekonomis dari pada penggunaan plat beton bertulang, mudah dalam pekerjaan
pemasangan, dan mampu menahan beban dalam batasan tertentu, serta
konstruksinya relatif tahan lama. Selain paving block mempunyai keunggulan
sifat yang khas dan tidak dimilki perkerasan lainnya yaitu kesan yang indah.
Kesan yang indah ini terbentuk dari bentuk dan elemen paving block tersebut,
sehingga dapat dibuat pola-pola yang menarik pada permukaan jalan.
Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dengan
campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenis, air, dan agregat
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu
beton itu.
Di samping kelebihan di atas terdapat kekurangan pada material penyusun
paving block. Paving block dapat merusak lingkungan karena efek dari emisi
gas rumah kaca (karbondioksida) yang dihasilkan pada proses produksi
semen. Teorinya, untuk memproduksi satu ton semen, gas rumah kaca yang
dihasilkannya sebesar lebih kurang satu ton juga. Gas ini dilepaskan ke
atmosfer dengan bebas sehingga terjadi pemanasan global. Untuk agregat
kasar penyusun beton biasanya diperoleh dari pengikisan lereng gunung
untuk menghasilkan batu pecah. Efek tersebut berdampak buruk pada
lingkungan. Karena efek buruk pada lingkungan, maka dicari alternatif
material pengganti untuk mengurangi penggunaan semen dan mengganti
3
penggunaan semen dan pasir sebagai agregat mengakibatkan harga produksi
paving block menjadi mahal.
Maka dari itu untuk mengurangi dampak buruk dan menekan biaya produksi
yaitu dengan mencoba menggunakan bahan additive guna mengganti
sebagian kebutuhan akan semen serta mengganti pasir sebagai agregat dengan
tanah lempung lunak. Bahan additive yang digunakan adalah abu sekam padi.
Abu sekam padi merupakan sisa pembakaran sekam padi. Abu sekam padi
mengandung unsur kimia SiO2 ( silica ) dan CaO ( kapur ) dimans unsur –
unsur ini memiliki sifat – sifat pozzolan yang dapat meningkatkan kinerja
material beton dan dapat menghasilkan mutu beton yang optimum. Oleh
sebab itu dalam penelitian ini akan mencoba mengganti sebagian kebutuhan
semen dengan abu sekam padi pada pembuatan paving block.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah paving block yang dibuat dengan bahan campuran abu sekam
padi dan penggunaan tanah lempung sebagai pengganti bahan utama yaitu
pasir tersebut dapat bermutu sesuai dengan standar yang berlaku ?
2. Apakah abu sekam padi berpengaruh terhadap kuat tekan paving block ?
3. Apakah pemanfaaatan tanah lempung sebagai pengganti pasir pada bahan
4
4. Apakah paving block yang terbuat dari campuran tanah lempung, semen
dan abu sekam padi tersebut dapat dipakai untuk jalan lingkungan.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini akan dibatasi beberapa masalah :
1. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung dari desa Karang
Anyar, Lampung Selatan.
2. Bahan semen yang digunakan merupakan semen jenis Portland.
3. Bahan pencampur yang digunakan adalah bahan additive abu sekam padi.
4. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah asli
meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas Atterberg, analisa saringan,
berat volume, dan pemadatan.
5. Pengujian untuk abu sekam padi adalah uji analisa saringan.
6. Pencampuran dengan abu sekam padi menggunakan kadar tertentu dari
berat total sampel yang kemudian diuji untuk memperoleh kadar abu
sekam padi optimum untuk campuran paving block.
7. Pengujian paving block menggunakan campuran tanah lempung, semen,
dan abu sekam padi meliputi uji kuat tekan dan uji daya serap air.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah lempung dari desa Karang
5
2. Mengetahui nilai kuat tekan dan kemapuan daya serap air dari paving
block yang menggunakan campuran tanah lempung, semen, dan bahan
additive abu sekam padi.
3. Mengetahui apakah paving block tersebut dapat memenuhi standar kuat
tekan untuk jalan lingkungan menurut SNI 03-0691-1996 yaitu 400
kg/cm2 untuk kuat tekan rata-rata dan 350 kg/cm2
untuk kuat tekan
minimum.
4. Mencari salah satu bahan alternatif untuk pembuatan paving block dari
II. TINJAUN PUSTAKA
A. Perkerasan Lapisan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Ageregat yang digunakan antara
lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan
baja. Sedangkan bahan ikat yang digunakan antara lain adalah aspal, semen,
dan tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan
menjadi :
a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexibel Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan
perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
7
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite Pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas
perkerasan lentur.
Kontruksi perkerasan jalan terdiri dari :
Gambar 1. Lapis Perkerasan Jalan
1. Lapis Permukaan (surface)
Lapis permukaan struktur perkerasan jalan terdiri dari campuran
mineral agregat dan beban pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan
paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi.
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung
8
d. Lapis yang menyebar beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang memiliki daya dukung yang lebih
jelek.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk
lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan
aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu
bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.
2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas
lapis pondasi bawah atau jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah,
langsung dibuat di atas tanah dasar.
.
Fungsi lapis pondasi atas adalah :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
d. Lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah.
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan yang
9
lapisan dari material berbutir (granural material) yang dipadatkan,
distabilisasi atau tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebar beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya
(penghematan biaya konstruksi).
c. Mencegah tanah dasar masuk ke lapis pondasi atas.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.
e. Adanya lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di
pondasi.
4. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar atau subgrade adalah permukaan tanah semula atau
permukaan tanah galian ataupun permukaan tanah timbunan yang
dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian
perkerasan yang lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan jalan tergantung dari sifat-sifat daya dukung tanah dasar.
Pentingnya kekuatan dari tanah dasar menjadi point utama dalam
ukuran kekuatan dan keawetan struktur perkerasan selama umur
layanan.
Umumnya permasalahan yang terjadi menyangkut tanah dasar berupa
10
lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu
lintas untuk jenis tanah tertentu. Tambahan pemadatan akibat
pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada
tanah berbutir yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan
konstruksi.
B. Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk
yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat
digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan
contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin;2000:10).
Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang
berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor
lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang, dan
mewujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi
tertakrifkan (Schroeder;1984:10).
Tanah adalah suatu sistem bumi, yang bersama dengan sistem bumi yang
lain, yaitu air alami dan atmosfer, menjadi inti fungsi, perubahan, dan
kemantapan ekosistem. Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam.
Namun demikian banyak tanah yang memperlihatkan tanda-tanda
11
Menurut pendekatan geologi tanah adalah lapisan permukaan bimi yang
berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh
gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
Menurut pendekatan pedologi tanah adalah bahan padat (mineral atau
organik) yang terletak di permukaan bumi, yang telah dan dan sedang
serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu
(Dokuchaev;1870:11).
Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral,
bahan padat organik, air, dan udara. Bahan padat mineral terdiri atas bibir
batuan dan mineral primer, lapukan batuan dan mineral, serta mineral
sekunder. Bahan padat organik terdiri atas sisa dan rombakan jasad,
terutama tumbuhan, zat humik, dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk
akar tumbuhan hidup. Air mengandung berbagai zat terlarut sehingga
disebut juga larutan tanah.
2. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan
pemakaiannya.
Sistem klasifikasi tanah memberikan bvahasa yang mudah untuk
menjelaskan secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa
12
Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk study yang lebih terperinci
mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk
menentukan sifat teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah,
berat isi, dan sebagainya (Bowles;1989:11).
Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :
a. Klasifikasi tanah berdasarkan Unified system
Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk
pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan
konstruksi yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain
lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified system (Das. Braja. M, 1988), tanah
dikelompokkan menjadi :
1. Tanah butir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan
pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos
ayakan no. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir
(sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih
dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol
dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt)
anorganik, C untuk lempung (cly) anorganik, dan O untuk lanau
13
gambut (peat), muck,dan tanah-tanah lain dengan kadar organik
yang tinggi.
3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa
14
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
s GM Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau
GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
Batas-batas
SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
Batas-batas sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang
di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,
kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan
tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
15
b. Sistem Klasifikasi AASHTO
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar
yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan
A-1, A-2, dan A-3 masuk dalam tanah berbutir dimana 35% atau
kurang dari jumlah tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah
yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah
lempung atau lanau. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat
tidak stabil sebagai lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh
AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992).
Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
Penilaian sebagai bahan
16
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
Sumber : Das (1995).
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini :
a. Ukuran butiran
Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm
dan tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos
ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm).
Lanau dan lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.
b. Plastisitas
Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau
kurang. Tanah berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.
c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat
batuan yang ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan
tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus
tetap dicatat.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah
17
kualitasnya paling baik, makin ke kanan semakin berkurang
kualitasnya.
c. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran
Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang
bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam
tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi
ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil
(gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).
Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dikembangkan oleh
Departemen Pertanian Amerika dan klasifikasi internasional yang
dikembangkan oleh Atterberg. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran
tiap-tiap butir yang ada dalam tanah. Pada umumnya tanah asli
merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan
pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah dalam
beberapa kelompok, yaitu :
Pasir : Butiran dengan diameter 2,0–0,05 mm.
Lanau : Butiran dengan diameter 0,05–0,002 mm.
18
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Internasionals
No. Nama Ukuran Butiran (mm)
1. Definisi Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang
terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat
merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis.
Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang
sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia
pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung
sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid
(<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
elektron.
Mitchel memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir
lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm,
19
berukuran koloid (<0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan
batuan (1976:16).
Menurut Craig tanah lempung adalah mineral tanah sebagai
kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm yang
terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu
penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun akali, dan
karbondioksida (1976:17).
Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia
yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang
dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja
yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang
dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini
disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid
Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo;2005:18 dalam Afryana, 2009).
2. Jenis Mineral Lempung
a. Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu
hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.
Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan
sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite
menjadi rendah.
20
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau
menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah
dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia Montmorilonite adalah
Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.
c. Illite
Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha
dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai
untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut
mika hidrus.
Rumus kimia illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly)O10(OH)2.
3. Sifat Tanah Lempung
Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel mineral tertentu
yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air
(Grim;1953:19 dalam Darmady, 2009).
Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang yang terdiri dari
tanah yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti
lempung atau lanau. Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya
gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas
yang kecil dan mempunyai daya dukung rendanh dibandingkan tanah
lempung lainnya.
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak
dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang
21
kering optimum daripada yang dipadatkan pada basah optimum.
Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan
air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah
mengembang (Hardiyatmo;1999:19).
Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks
yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan
alumunium octahedral. Silicon dan alumunium mungkin juga diganti
sebagian dengan unsur lain yang disebut dengan substitusi isomorfis.
4. Semen
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya
jika dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan
lain menjadii satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara
umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat
merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat, kompak,
dan keras.
1. Jenis-jenis semen
Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
a) Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air,
akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur.
22
Semen hidrolik mempuyai kemampuan mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh semen hidrolik adalah sebagai berikut :
Kapur hidrolik, sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik
terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan
pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi.
Semen pozzolan, sejenis bahan yang mengandung silisium
aluminium yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya
halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu
ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai
sifat-sifat semen.
Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari
suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi
dan kapur tohor.
Semen alam, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang
mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu
pengerasan.
Semen portland, merupakan material konstruksi yang paling
banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland adalah
semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang
terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung
satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan
23
Semen portlan pozollan, merupakan campuran semen portland
dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi
dan hasil residu.
Semen putih, semen portland yang kadar oksida besinya rendah,
kurang dari 0,5%.
Semen alumnia, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan
bauksit yang telah digiling halus pada temperatur 16000C. Hasil
pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya
dihaluskan hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumnia
yang berwarna abu-abu.
Tabel 4. Jenis-Jenis Semen Portland
Jenis Penggunaan
Konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak diperlukan
Konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang.
Jika kekuatan permulaan yang tinggi diperlukan
Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan
Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan
(Wang salmon, 1993)
2. Komposisi Kimia Semen
Semen portland terutama terdiri dari oksida kapur (CaO), oksida silikat
(SiO2), oksida alumnia (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3). Kandungan dari
24
“Major Oxides”, sedangkan sisanya sebanyak 5% terdiri dari oksida
magnesium (MgO) dan oksida lain. Komposisi spesifik semen portland
tergantung pada jenis semen dan komposisi bahan baku yang
dipergunakan.
Tabel 5. Komposisi Kimia Limit Semen Portland
OKSIDA KOMPOSISI (%)
Keempat oksida utama pada semen akan membentuk senyawa-senyawa
yang biasa disebut :
- Trikalsium silikat, 3CaO,SiO2 disingkat C3S
- Dikalsium silikat, 2CaO, SiO2 disingkat C2S
- Trikalsium aluminat, 3CaOAl2O3 disingkat C3A
- Tetra kalsium alumino ferrite, 4CaO, Al2O3, Fe2O3 disingkat C4AF
-5. Abu Sekam Padi
Sekam padi (kulit gabah) merupakan hasil penggilingan atau penumpukan
gabah. Secara global sekitar 600 juta ton beras dari padi diproduksi tiap
tahunnya. Sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari
13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu
25
Di Indonesia, khususnya Sulawesi selatan, sekam padi biasanya bertumpuk
dan hanya menjadi bahan buangan disekitar penggilingan padi.
Pemanfaatannya masih sangat terbatas, hasil pembakaran sekam padi
biasanya digunakan sebagai abu gosok untuk membersihkan peralatan rumah
tangga dan digunakan untuk mengeringkan bata pada tempet-tempat
pembuatan genteng dan batu bata.
Menurut Thomas dan Jones dalam Lembang (1995), bahwa pada lapisan
terluar dari sekam padi terkonsentrasi silika yang tinggi dengan tingkat
porositas yang tinggi, ringan dan permukaan eksternal yang luas sehingga
sangat bermanafaat sebagai adsorben dan isolator (1970:24).
Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94
– 96 % dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan
disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang
kandungan silikanya rendah (Houston,;1972;Prasad, et al.; 2000:24).
Secara paraktis, variasi kandungan silika dari abu sekam padi bergantung
pada teknik pembakaran (waktu dan suhu). Pembakaran pada suhu 550°C -
800°C menghasilkan silika amorf dan pembakaran pada suhu yang lebih
tinggi akan menghasilkan Kristal silika fase kristobalit dan tridimat (hara,
1986). Hal ini sesuai dengan sifat silikat bahwa perubahan suhu dapat
mengakibatkan perubahan bentuk senyawa silikatnya.
6. Paving Block
26
Paving Block atau beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland
atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa
bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen
kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak
yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung
Kumara;1992;Akmaluddin dkk;1998:24).
2. Spesifikasi Paving Block
Paving Block untuk lantai harus memenuhi persyaratan
SNI-03-0691-1996 untuk bata beton untuk lantai sebagai berikut :
a. Sifat tampak beton paving block untuk lantai harus mempunyai
bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian
sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari
tangan.
b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari
persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen
memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,
ukuram, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.
c. Penyimpangan tebal paving block untuk lantai diperkenankan kurang
27
d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai
berikut :
Tabel 6. Kekuatan fisik Paving Block
Mutu Kegunaan
boleh cacat, dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.
Menurut British Standard 671 Part 1 1986 tentang Precast Concrete
Paving Blocks, persyaratan untuk paving block antara lain :
a.Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60
mm.
b.Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan
100 mm.
c.Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai
panjang 200 mm dan lebar 100 mm.
d.Tali air yang terdapat di sekitar badan paving block sebaiknya
mempunyai lebar tidak lebih dari 7 mm.
e.Toleransi dimensi pada paving block yang diizinkan yaitu :
28
Lebar ± 2 mm
Tebal ± 3 mm
f. Faktor koreksi kuat tekan pada paving block menurut ketebalannya :
Tabel 7. Faktor Koreksi Kuat Tekan paving Block
Faktor Koreksi Ketebalan dan Tali Air
3. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block
Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton,
dengan banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block memiliki
banyak kegunaan diantaranya sebagai lapisan perkerasan lapangan
terbang, terminal bis, parkir mobil, pejalan kaki, taman kota, dan tempat
bermain. Penggunaan paving block memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
a. Dapat diproduksi secara massal
b. Dapat diaplikasikan pada pembangunn jalan dengan tanpa memerlukan
29
c. Pada kondisi pembebanan yang normal paving block dapat digunakan
selama masa-masa pelayanan dan paving block tidak mudah rusak.
d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung digunakan tanpa
harus menunggu pengerasan seperti pada beton (Arum dan
Perdhani;2002:28).
e. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat
pemasangannya.
f. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit
dibandingkan penggunaan pelat beton.
g. Adanya poro-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan
dan memperbanyak infilstrasi dalam tanah.
h. Perkerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon dan
menahan logam berat.
i. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain
dengan pola dan warna yang indah.
j. Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis
perkerasan konvensional yang lain.
k. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah.
4. Bentuk Paving Block
Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Paving block bentuk segi empat
30
Gambar 2. Berbagai macam bentuk paving block
5. Pola Pemasangan Paving Block
Dalam pelaksanaan lapis perkerasan paving block dipergunakan beberapa
31
Gambar 3. Pola pemasangan paving block
32
7. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah
dan hanya untuk kendaraan-kendaraan kecil. Untuk kawasan perumahan
didisain saat membuat tata ruang, sehingga status tanahnya milik Negara
yang disediakan sebagai prasarana untuk umum. Pembangunan jalan,
perbaikan dan pemeliharaan dapat dilakukan oleh warga sekitar lingkungan
dan / atau oleh siapa saja. Jalan lingkungan termasuk dalam klasifikasi jalan
kelas III C, yaitu jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8
ton.
Adapun beberapa alternatif untuk konstruksi jalan lingkungan sebagai berikut
a. Jalan Tanah
Asal mula jalan tanah berasal dari jalan setapak yang terjadi akibat
manusia mencari akses ke lokasi lain, sehingga terjadi jalan setapak.
Pada umumnya jalan setapak berada di pedesaan atau di gunung
ataupun di pinggir kali. Tumbuhan atau tanaman yang berada
dipermukaan tanah akibat diinjak kaki, maka menjadi mati, dan terjadi
jalan tanah. Namun kemudian atau disengaja, tanaman atau tumbuhan
di permukaan tanah bisa juga dibabat (dibersihkan) dengan pacul atau
parang, kemudian diratakan dengan cangkul atau mesin perata agar
33
ditumbuk atau digilas dengan mesin gilas, pada waktu dipadatkan
biasanya disiram air. Dengan demikian terjadi jalan tanah.
b. Jalan Kerikil
Jalan tanah kemudian dapat ditingkatkan menjadi jalan kerikil, yaitu
dengan menebarkan batu kerikil secara merata, kemudian ratakan dan
dipadatkan. Pada waktu proses pemadatan biasanya disiram dengan air
agar kerikil bisa menyatu dengan permukaan tanah.
c. Jalan Aspal Tipis
Seterusnya, bahwa jalan kerikil dapat ditingkatkan menjadi jalan aspal
tipis. Mula-mula permukaan jalan diratakan, dan permukaan kerikil
disiram dengan air, agar terjadi sifat basah yang membuat licin kerikil,
kemudian dipadatkan. Biasanya pemadatan dilakukan dengan mesin
gilas selama 3 - 5 kali, dan selama pemadatan selalu disiram dengan air.
Pemadatan juga dapat dilakukan dengan mesin penumbuk jalan. Setelah
permukaan jalan kerikil rata dan padat, serta dalam keadaan kering
(dibiarkan kering oleh matahari), maka mulailah permukaan disiram
dengan aspal dan tidak terlalu tebal, batu kemudian ditaburkan pasir
secara merata dan cukup tipis. Setelah itu permuakaan boleh dipadatkan
dengan mesin gilas selama 3 - 5 kali. Jangan lupa permukaan roda
mesin gilas selalu diberi air agar aspal didak melekat. Pemadatan
selanjutnya bisa dilakukan dengan roda kendaraan yang lewat, dan jalan
34
d. Jalan Telford
Jalan tanah dapat ditingkatkan menjadi jalan telford, namun juga suatu
lokasi dibersihkan untuk jalur jalan, dengan proses seperti membuat
jalan tanah.
e. Jalan Makadam
Jalan tanah dapat ditingkatkan menjadi jalan makadam, namun juga
suatu lokasi dibersihkan untuk jalur jalan, dengan proses seperti
membuat jalan tanah.
f. Jalan Paving Block
Jalan Paving Block atau Konstruksi Paving Block adalah jalan
lingkungan yang dibuat dengan konstruksi jalan paving block.
Sedangkan paving block adalah suatu material bangunan dibuat dari
campuran semen dan pasir yang dicetak dengan tekanan dan dibuat
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pengambilan Sampel
1. Tanah Lempung Anorganik
Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang
merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.
Lokasi pengambilan sampel tanah lempung anorganik ini berada di daerah
Blok I A Karang Anyar, Lampung Selatan.
Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung besi. Tabung ditekan
perlahan-lahan sampai kedalaman kira-kira 50 cm, kemudian diangkat ke
permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik
agar terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya
digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini
disebut tanah tidak terganggu. Sedangkan pengambilan sampel untuk
tanah terganggu, dilakukan dengan cara penggalian dengan menggunakan
36
Berikut ini adalah denah lokasi pengambilan sampel tanah lempung di
daerah Karang Anyar, Lampung Selatan :
Gambar 3. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung
2. Abu Sekam Padi
Abu sekam padi di ambil dari sisa pembakaran sekam padi (batang padi)
yang digunakan sebagai bahan bakar dalam pembuatan tahu. Abu sekam
37
3. Semen Portland
Semen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan semen Portland
Tipe I.
B. Metode Pencampuran Sampel dan Pencetakan Benda Uji
Tanah yang telah diketahui karakteristiknya yaitu yang sesuai dengan
karakteristik dari tanah lempung akan digunakan dalam pencampuran.
Kemudian langkah selanjutnya adalah pelaksanaan pencampuran dari tanah,
semen serta abu sekam padi. Pada penelitian ini peneliti akan membuat benda
uji dalam 3 komposisi campuran yang berbeda yang bertujuan untuk melihat
pengaruh dari jumlah komposisi tanah, semen serta abu sekam padi dengan
nilai kuat tekan dari benda uji.
Pencampuran dan pencetakan benda uji dilakukan di pabrik pembuatan paving
block dan batako di Raja Basa, Bandar Lampung. Untuk kebutuhan bahan
tanah lempung, semen serta abu sekam padi pada masing-masing campuran,
dimisalkan satu buah benda uji seberat 2500 gr.
Adapun metode pelaksanaan dari pencampuran dan pembuatan benda uji
untuk masing-masing komposisi campuran :
1. Semen dan abu sekam padi masing-masing disaring dengan saringan No. 4
(4,75 mm) untuk memisahkan antara material yang kasar dan halus,
kemudian diambil material lolos saring (material halus).
2. Semen dan abu sekam padi dicampur dengan sampel tanah yang lolos
38
3. Setelah tercampur secara merata ditambahkan air sesuai dengan
perhitungan nilai kadar air optimum untuk masing-masing komposisi
campuran.
4. Kemudian campuran tanah dicetak menggunakan alat pencetak paving
yang berupa mesin cetak paving press hidrolik dan vibrasi berbentuk
persegi panjang dengan panjang 200 mm, lebar 100 mm dan tebal 60 mm.
Alasan menggunakan paving block persegi panjang karena banyak
digunakan oleh masyarakat.
C. Proses Pemeraman
Setelah pencetakan benda uji, dilakukan pemeraman terhadap semua benda
uji. Proses pemeraman terhadap benda uji dilakukan dengan membungkus
benda uji satu per satu dengan menggunakan kantong plastik agar tetap terjaga
suhu dan kadar airnya sehingga tidak terganggu atau terpengaruh suhu dari
luar.
D. Pelaksanaan Pembakaran Sampel
Proses selanjutnya setelah dilakukan pencampuran bahan benda uji,
pencetakan benda uji, dan pemeraman benda uji adalah pembakaran benda uji.
Pembakaran benda uji bertujuan untuk menambah kekuatan dan kepadatan
karena benda uji sebagian besar menggunakan bahan tanah dimana tanah
memiliki sifat khusus yaitu bila dalam keadaan basah memiliki sifat plastis,
bila dalam keadaan kering menjadi keras sedangkan bila dibakar menjadi kuat
39
Pembakaran benda uji dilakukan dengan menyusun sampel secara bertingkat
bersamaan dengan pembakaran batu bata. Pada proses pembakaran ini benda
uji akan diletakkan dibagian tengah susunan. Bagian bawah dibuat
terowongan atau lubang yang berguna untuk menaruh kayu bakar. Proses
pembakaran ini berlangsung selama 24 jam.
Tabel 8. Jumlah Sampel Masing-Masing Campuran
Sampel
Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah dan Laboratorium
Bahan dan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Ada beberapa
tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :
1. Pengujian sifat-sifat fisik tanah asli.
2. Pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap paving block dengan
komposisi campuran material yang disajikan pada Tabel 6.
40
F. Pelaksanaan Pengujian
1. Pengujian Sifat Fisik Tanah
Sifat-sifat fisik tanah sangat berhubungan erat dengan kelayakan pada
banyak penggunaan yang diharapkan dari material tanah. Pengujian sifat
fisik tanah dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D
-4318. Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain :
a. Kadar Air (Moisture Content)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel
tanah yaitu perbandingan antara berat air dan berat tanah kering
(ASTM D - 2216).
Bahan : Sampel tanah asli seberat 30 – 50 gram sebanyak 3 sampel.
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :
1. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan sampel
tanah kedalam cawan dan ditimbang
2. Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan
suhu 110oC selama 24 jam.
3. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan
menghitung prosentase kadar air.
Perhitungan :
a) Berat air (Ww) = Wcs – Wds
b) Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc
c) Kadar air (ω) = x100%
Ws Ww
41
dengan :
Wc = Berat cawan yang akan digunakan
Wcs = Berat sampel tanah + cawan
Wds = Berat caw an yang berisi tanah dan sudah dioven
b. Berat Jenis (Specific Gravity)
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran
atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan
berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai
dengan ASTM D - 854.
Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung
- Air suling Peralatan :
1. Picnometer
2. Thermometer dengan ketelitian 0,01oC
3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
4. Boiler (tungku pemanas)
Langkah Kerja :
1. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering,
termasuk tutup.
2. Memasukkan sampel tanah kering ke dalam picnometer.
3. Menimbang picnometer beserta tanah kering.
4. Mengisi air ke dalam picnometer yang telah berisi tanah kering
sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan
42
5. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer sehingga
temperatur sama dengan temperatur ruangan. Lalu menambahkan
air ke dalam picnometer hingga mencapai garis batas picnometer
dan ditutup rapat.
6. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air.
7. Mengukur temperatur air di dalam picnometer.
8. Membersihkan isi picnometer dari sampel tanah.
9. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis picnometer
kemudian menutup dan ditimbang.
Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair
suatu tanah, dengan tujuan adalah untuk menentukan kadar air
suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan
43
Bahan-bahan :
- Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven
- Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc
Peralatan :
1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)
2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM
3. Spatula
4. Gelas ukur 100 cc
5. Container 4 buah
6. Plat kaca
7. Porcelain dish (mangkuk porselen)
8. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
9. Oven
Langkah Kerja :
1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan
menggunakan saringan No. 40.
2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Cassagrande setinggi 10 mm.
3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak
150 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan diaduk
hingga merata, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk
Cassagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga
44
4. Membuat alur tepat di tengah-tengah dengan membagi sampel
tanah dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan
menggunakan grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu
sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan.
6. Mengambil sebagian sampel tanah di bagian tengah mangkuk
untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja
yang sama untuk sampel tanah dengan keadaan adonan benda
uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji
dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah di bawah 25
ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.
Perhitungan :
Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai dengan
jumlah ketukan.
Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada
grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan
dan sumbu y sebagai kadar air.
Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.
Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x = log
25.
2. Batas Plastis
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat
45
sampai mencapai diameter 3 mm, dengan tujuan adala menentukan
kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan
plastis dan keadaan semi padat sesuai dengan ASTM D-424.
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah
pada keadaan batas Bahan-bahan :
1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan
2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc
Peralatan :
1. Plat kaca
2. Spatula
3. Gelas ukur 100 cc
4. Container 3 buah
5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
6. Oven
Langkah Kerja :
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan
saringan No. 40.
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian
digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter
3 mm dan sampai retak-retak pada diameter tersebut
3. Memasukkan sampel tanah pada keadaan retak-retak tersebut
ke dalam container dan ditimbang.
46
Perhitungan :
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga
sampel tanah tersebut.
2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel
tanah yang diuji, dengan rumus:
PI = LL – PL
d. Analisis Saringam (Sieve Analysis)
Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui
prosentase butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu
jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).
Bahan-bahan :
1. Sampel tanah lebih kurang sebanyak 500 gram
2. Air bersih atau air suling 1500 cc
Peralatan :
1. Saringan (sieve) 1 set
2. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
3. Mesin penggetar (sieve shaker)
4. Kuas halus
5. Oven
6. Pan
Langkah Kerja :
47
2. Sampel tanah disaring di atas No. 200, dan disiram dengan air,
sehingga partikel halus akan lolos saringan dan partikel kasar akan
tertahan di atas saringan.
3. Sampel tanah yang tertahan di atas saringan No. 200, dikeringkan
dengan oven, selama 24 jam dan ditimbang serta siap untuk diayak
menggunakan mesin penggetar.
4. Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan
memasukkan sampel tanah yang telah dioven pada susunan yang
paling atas kemudian menutup rapat.
5. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin
penggetar selama kira-kira 15 menit.
6. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang
tertahan di atasnya.
Perhitungan :
1. Berat masing-masing saringan (Wci)
2. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan
di atas saringan (Wbi)
3. Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci
4. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai
Wtot)
5. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing
48
6. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) :
qi 100%pi%
q
11 qi p
i1e. Uji Pemadatan Metoda Modified Proctor
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimum
tanah dengan cara mengetahui hubungan antara kadar air dengan
kepadatan tanah, berdasarkan ASTM D – 698 - 78.
Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung
- Air suling
Peralatan:
1. Moldstandar 4” yang terdiri dari :
a) Plat dasar
b) Mold
c) Collar (leher penahan tanah)
2. Hammer seberat 4,5 kg
3. Pan segi empat / talam
4. Sendok pengaduk tanah
5. Gelas ukur 250 cc
6. Pisau pemotong
7. Saringan No.4 (4,75 mm)
49
9. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram
10.Container
11.Kantong plastik
12.Oven
13.Kain lap
Langkah Kerja :
1. Penambahan air
a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan
karung goni lalu dijemur.
b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan
dengan tangan.
c. Butiran tanah yang terpisah diayak dengan saringan No. 4.
d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5
bagian masing 2,5 kg, kemudian memasukkan
masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.
e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel
tanah untuk menentukan kadar air awal.
f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit
demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila
tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan.
Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket
50
Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang
ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air
dilakukan dengan selisih 3%.
g. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat
dihitung dengan rumus :
Wwb = wb . W
1 + wb
W = Berat tanah
wb = Kadar air yang dibutuhkan
Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa
h. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5
kg sampel di atas pan dan mengaduk sampai rata dengan
sendok pengaduk, dimasukkan dalam plastik dan diperam
selama 24 jam
2. Pemadatan tanah
a. Menimbang mold standar beserta alas.
b. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas
papan.
c. Mengambil salah satu sampel tanah yang telah ditambahkan
air dan diperam selama 24 jam.
d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian.
Bagian pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali
sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk
51
kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian
mold).
e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold
dengan menggunakan pisau pemotong.
f. Menimbang mold berikut alas dan tanah di dalamnya.
g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian
tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container
untuk pemeriksaan kadar air (ω).
h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah
lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.
52
h. Berat Volume Zero Air Void (γz)
w
besar beban tekan maksimum yang dapat diterima oleh paving block.
Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat
dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah
dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian ditekan
menggunakan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimum. Kuat
tekan paving block dihitung dengan menggunakan persamaan :
Kuat tekan
=
dengan :
F = Beban tekan maksimum yang menyebabkan beban hancur (N)
53
b. Uji Daya Serap Air
Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara
selisih massa basah dengan massa kering, sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam SNI 03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur
massanya merupakan massa kering dan direndam selama 24 jam lalu
diukur massa basahnya menggunakan neraca analitis.
Penyerapan air =
dengan : Wk = Berat sampel kering (g)
Wb = Berat sampel setelah direndam air (g)
E. Urutan Prosedur Penelitian
1. Sebelum pencampuran material, tanah telah diuji sifat fisik dan dari hasil
percobaan analisis saringan dan batas atterberg untuk tanah asli
digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah
USCS.
2. Dari data hasil pengujian pemadatan pada setiap campuran, grafik
hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai
kadar air kondisi optimum yang akan digunakan untuk membuat sampel
campuran paving block.
3. Data pengujian pemadatan berupa grafik hubungan berat volume kering
dan kadar air untuk mendapatkan kadar air kondisi optimum untuk