• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penyarungan Buah dan Aplikasi Asam Fosfit Terhadap Hama Penggerek dan Penyakit Busuk Buah Kakao

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penyarungan Buah dan Aplikasi Asam Fosfit Terhadap Hama Penggerek dan Penyakit Busuk Buah Kakao"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENYARUNGAN BUAH DAN APLIKASI ASAM FOSFIT TERHADAP HAMA PENGGEREK DAN PENYAKIT BUSUK BUAH

KAKAO

Oleh

Muahammad Deri Bastian

Hama penggerek buah dan penyakit busuk buah adalah masalah utama dalam

budidaya kakao. Larva penggerek buah kakao setelah menetas langsung masuk

dan berkembang didalam buah. Sedangkan spora patogen mudah berkecambah

bila kondisi lembab. Penyarungan buah kakao sejak masih muda dapat menjadi

upaya pencegahan penggerek buah dan penyakit busuk buah yang baik. Namun

penyarungan buah mengakibatkan kondisi buah menjadi lembab sehingga busuk

buah kakao meningkat. Untuk menekan penyakit busuk buah kakao maka perlu

dilakukan penyemprotan fungisida, sebelum buah disarungi. Salah satu bahan

aktif fungisida yang diteliti efektif untuk menekan pertumbuhan Phytophthora

adalah asam fosfit. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penyarungan

buah dan aplikasi asam fosfit terhadap hama penggerek dan penyakit busuk buah

(2)

penyarungan buah dan penyemprotan fungisida asam fosfit. Data hasil

pengamatan dianalisis secara statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan

penyarungan buah dapat melindungi buah dari hama penggerek buah, namun

penyarungan buah menyebabkan buah yang terserang busuk buah menjadi

meningkat. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam fosfit terlihat dapat

mengendalikan busuk buah kakao jika buah tidak disarungi plastik, namun

aplikasi fungisida berbahan aktif asam fosfit menjadi lebih rendah keefektifannya

jika buah disarungi.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kelurahan Simbarwaringin Kecamatan Trimurjo Kabupaten

Lampung Tengah pada tanggal 11 Desember 1991; merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Romli Kuswoyo, M.Pd. dan Ibu Imlai

Rumiati, S.Pd., M.Pd.

Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 6

Metro Pusat, Kota Metro, lulus tahun 2003, dan melanjutkan pendidikan di

Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Metro Pusat, Kota Metro, lulus pada tahun

2006 dan Sekolah Menengah Atas Negri 1 Metro Pusat, Kota Metro, lulus pada

tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Great Giant

Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Pada semester genap tahun ajaran

2011/2012 penulis dipercaya untuk menjadi asisten pada praktikum mata kuliah

Mikrobiologi Pertanian. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja

(8)

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai ungkapan terimakasih ku yang

tak terhingga kepada orang – orang yang sangat berarti dalam hidupku :

Kedua orang tuaku ( Drs. Romli K, M.Pd dan Imlai Rumiati, S.Pd. M.Pd) atas

senyum, semangat, dan untuk selalu setia disetiap sujudnya mendo’akan anak

segala yang terbaik untuk hidup dan keberhasilanku.

Ir. Joko Presetyo, M.P, yang selalu memberikan nasehat dan pengarahan

untukku

Keluarga besarku, kakak- kakakku (Bang Malvin, Cak Des dan Cak Ipi),

adikku (David) serta keponakanku (Askana) dan sahabat – sahabatku serta

(9)

Bersabar dan memberi maaf lenih baik dari pada mengambil pembalasan. ( QS. Asy-syirah: 42)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhan - mulah hendaknya

(10)

i SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Dalam

pembuatan skripsi yang berjudul “Pengaruh penyarungan buah dan aplikasi asam

fosfit terhadap hama penggerek dan penyakit busuk buah kakao”, penulis

menyadari adanya kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku dosen pembimbing pertama yang telah

memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pelaksanaan penelitian

dan menggunakan data penelitiannya sebagai bahan penyusunan tugas akhir

ini,

2. Bapak Tri Maryono, S.P., M.Si., selaku pembimbing kedua, serta bapak Prof.

Dr. Ir. FX Susilo, M.Sc., selaku dosen pembahas yang telah memberikan

banyak nasehat, saran, arahan dan bimbingan kepada penulis selama

menyusun tugas akhir ini,

3. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan saran, nasehat dukungan dan motivasi bagi penulis selama

penulis menempuh studi di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

(11)

ii 4. Bapak Prof.Dr.Ir. Purnomo, M.S., selaku ketua bidang Proteksi Tanaman

Fakultas Pertanian Universitas Lampung,

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung,

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sekalu Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung,

7. Bapak/Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bekal ilmu dan

bimbingan selama penulis menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas

Lampung,

8. Sahabat – sahabat penulis ( Hardy, Ricky, Doni, Java, Komang, Andre,

Gagat, Ganda, Syarif, Lelek, Ido, Catur, Andes, Eka, Haska, Winda, Nise)

yang selalu memberikan dukungan bagi penulis, rekan – rekan bidang HPT

dan jurusan AGT yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi,

9. Bapak Giwo, Pak Ngadiman, Eka, Rizky, Mas Iwan, Pak Paryadi, serta mba

U’um yang telah membimbing serta memberikan motivasi kepada penulis

selama melakukan penelitian dilapang,

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat. Amin

Bandar Lampung, 25 September 2014 Penulis

(12)
(13)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Hasil Penelitian ... 18

4.1.1 Pengaruh Penyarungan Buah Terhadap Penggerek Buah Kakao ... 18

4.1.2 Pengaruh Penyarungan Buah dan Asam Fosfit Terhadap Penyakit Busuk Buah Kakao ... 20

A. Keterjadian Penyakit Busuk Buah kakao ... 21

B. Keterjadian Penyakit Busuk Buah kakao ... 22

4.2. Pembahasan ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1. Kesimpulan ... 26

5.2. Saran ... 26

PUSTAKA ACUAN ... 27

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nomor pohon untuk setiap satuan percobaan. . ... 15

1. Kategori (skor) keparahan penyakit busuk buah. ... 17

2. Data intensitas serangan hama penggerek buah kakao. ... 31

3. Data keterjadian penyakit setiap ulangan. ... 31

4. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-1. ... 31

5. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-2. ... 32

6. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-3. ... 32

7. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-4. ... 32

8. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-5. ... 33

9. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-6. ... 33

10. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-7. ... 33

11. Data keparahan penyakit busuk buah kakao minggu ke-8. ... 34

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gejala serangan hama penggerek buah kakao berupa perubahan

warna hijau berbelang merah atau jingga. ... 18

2. Gejala serangan hama penggerek buah kakao berupa biji – biji

yang saling melekat berwarna kehitaman. ... 19

3. Diagram batang keterjadian serangan hama berbagai perlakuan. ... 20

4. Gejala penyakit busuk buah kakao pada buah kakao yang

disarungi dengan pastik. ... 21

5. Diagram batang keterjadian busuk buah kakao berbagai

Perlakuan. ... 22

6. Diagram batang keparahan busuk buah kakao berbagai perlakuan. . 23

7. Buah kakao yang tidak disarungi (kiri) dan buah kakao yang

disarungi (kanan). ... 34

8. Skor keparahan penyakit busuk buah kakao. ... 35

9. Ujung buah yang tidak tertutup oleh plastik terserang helopeltis

(16)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspor nonmigas

andalan Indonesia. Indonesia adalah negara pengekspor kakao terbesar ke 3 dunia

setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi kakao Indonesia rata-rata 792.761

ton/tahun dan total ekspor 655.429 ton atau senilai US$ 950,6 juta. Sentra kakao

di Indonesia tersebar di Sulawesi (63,8%), Sumatera (16,3%), Jawa (5,3%), Nusa

Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali (4,0%), Kalimantan (3,6%),

Maluku dan Papua (7,1%) (Departemen Pertanian, 2013).

Hama penggerek buah dan penyakit busuk buah adalah masalah utama dalam

budidaya kakao diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia kehilangan

hasil akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK) mencapai 80%

(Wiryadiputra et al., 1994 dalam Misnawi dan Teguh, 2008). Pada tahun 2013 di

beberapa daerah sentra tanaman kakao di Indonesia, biji yang rusak karena

serangan penggerek buah kakao mencapai 82% (Balai Besar Pelatihan Pertanian,

2013a), sedangkan kehilangan hasil panen akibat penyakit busuk buah mencapai

(17)

2

Di Lampung pada tahun 2009 dilaporkan jumlah produksi buah kakao di

Kabupaten Pringsewu turun sampai 50% akibat serangan hama penggerek buah

kakao (Republika Online, 2009) dan kehilangan produksi akibat penyakit busuk

buah kakao di Kalirejo, Lampung Tengah pada tahun 2013 dilaporkan turun

hingga 90%. Hampir tidak ada petanidi Kalirejo yang panen (Radar Lampung,

2013).

Hama penggerek buah dan penyakit busuk buah kakao sangat sulit dikendalikan.

Larva penggerek buah kakao setelah menetas dari telur langsung masuk dan

berkembang didalam buah kakao. Sehingga larva tidak akan terjangkau dengan

musuh alami atau insektisida karena selama hidupnya larva berada didalam buah

kakao (Depparaba, 2002). Sedangkan spora patogen mudah berkecambah untuk

menginfeksi buah kakao bila kondisi lembab dan penyebaran spora patogen dari

sumber penyakit ke bagian tanaman yang masih sehat melalui percikan air (Balai

Besar Pelatihan Pertanian, 2013b).

Berbagai metode pengendalian telah dicoba, seperti panen pada saat masak awal,

sanitasi buah serta menggunakan bahan kimia, namun belum berhasil

mengendalikan PBK dan penyakit busuk buah kakao, oleh karena itu perlu dicari

alternatif pengendalian lain. Salah satu pengendalian yang efektif untuk

mengendalikan hama penggerek buah kakao adalah dengan melakukan

penyarungan buah atau kondomisasi (Mustafa, 2005), namun penyarungan buah

mengakibatkan kondisi buah menjadi lembab sehingga busuk buah kakao

(18)

3

dilakukan penyemprotan fungisida, sebelum buah disarungi. Salah satu bahan

aktif fungisida yang diteliti efektif untuk menekan pertumbuhan Phytophthora

adalah asam fosfit (Roesmiyanto et al., 2000).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penyarungan buah dan aplikasi

asam fosfit terhadap hama penggerek dan penyakit busuk buah kakao.

1.3 Kerangka Pemikiran

Penggerek buah dan busuk buah kakao merupakan hama dan penyakit terpenting

dalam budidaya kakao. Pengendalian hama penggerek buah kakao dan penyakit

busuk buah kakao yang dapat diharapkan bermakna hasilnya adalah mencegah

terjadinya serangan PBK dan patogen busuk buah kakao.

Penyarungan buah kakao sejak masih muda dapat menjadi upaya pencegahan

penggerek buah dan penyakit busuk buah yang baik. Penyarungan buah dapat

mencegah imago betina hama PBK meletakan telurnya pada permkaan buah

karena terhalang oleh plastik yang menyelubungi buah. Penyarungan buah juga

akan menghalangi penyebaran jamur Phytophthora saat terjadi hujan lebat karena

buah tidak akan terkena percikan air yang memungkinkan penyebaran spora jamur

(19)

4

Menurut Feryanto (2012) penyarungan buah efektif melindungi buah dari hama

penggerek buah, namun penyarungan buah mengakibatkan kondisi buah menjadi

lembab. Menurut Mustafa (2005) jika buah telah terinfeksi patogen pada saat

penyarungan dilaksanakan, maka buah tersebut tidak akan terhindar lagi bahkan

perkembangan jamur akan lebih cepat. Oleh karena itu diperlukan penyemprotan

fungisida sebelum dilakukan penyarungan buah.

Asam fosfit adalah salah satu bahan aktif fungisida yang digunakan untuk

mengendalikan penyakit pada tanaman yang diakibatkan oleh Phytophthora spp.

Asam fosfit dapat merangsang tanaman memproduksi lebih banyak zat

phytoallexin yang bersifat racun terhadap patogen tanaman (MKD Group, 2011). Penggunaan asam fosfit sudah diuji dan efektif untuk mengendalikan penyakit

busuk akar dan batang tanaman jeruk yang disebabkan oleh jamur Phytophthora

spp. Asam fosfit dapat menekan perkembangan penyakit antara 75-85% dan

memperbaiki pertumbuhan tanaman (Roesmiyanto et al., 2000).

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah penyarungan buah kakao dan

aplikasi asam fosfit efektif menekan serangan penggerek buah kakao dan patogen

(20)

5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

Tanaman kakao mempunyai sistematika sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1988

dalam Syakir et al., 2010)

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub Kelas : Dialypetalae

Famili : Malvales

Ordo : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

Daerah asli tanaman kakao adalah hutan tropis di negara Amerika Tengah.

Daerah ini memiliki curah hujan cukup tinggi, suhu sepanjang tahun relatif tinggi

dan konstan, dan kelembaban cukup tinggi. Kakao termasuk tanaman kauliflori

yang artinya bunga dan buah tumbuh pada batang dan cabang tanaman. Dalam

(21)

6

menyatu pada bagian poros buah. Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp

yang berwarna putih dan rasanya manis (Siregar, 2004).

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia,

apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat

diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia

masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao.

Disamping itu kebun yang telah dibangun masih berpeluang untuk ditingkatkan

produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50%

potensinya. Disisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering

mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi.

Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan.

Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar

ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih

belum tergarap (Mariam, 2012).

Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa, misal

di Kabupaten Jember yang dikelola oleh PTPN (Perusahaan Perkebunan Negara).

Varietas penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa

kolonial Belanda, dan dikenal dari namanya yang berawalan “DR” (misalnya DR

-38). Varietas kakao mulia berpenyerbukan sendiri dan berasal dari tipe Criollo.

Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao curah.

(22)

7

curah biasanya rendah, meskipun produksinya tinggi. Bukan rasa yang

diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya.

2.2 Hama Penggerek Buah Kakao

Penggerek buah kakao (PBK) (Conopomorpha cramerella Snell.) adalah salah

satu hama penting yang dapat menimbulkan kehilangan hasil hingga 80%.

Buah kakao terserang dengan gejala belang kuning hijau atau kuning jingga dan

terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling

melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi

lebih kecil (Balai Besar Pelatihan Pertanian, 2013a). Larva memakan jaringan

lunak seperti pulp, plasenta,dan saluran makanan menuju biji. Kerusakan pada

pulp menyebabkan biji saling melekat. Kerusakan pada plasenta menyebabkan biji tidak berkembang. Jaringan buah yang telah rusak tersebut menimbulkan

perubahan fisiologis pada kulit buah sehingga buah tampak hijau berbelang merah

atau jingga (Wardojo, 1994 dalam Depparaba, 2002).

Perkembangan dari telur menjadi imago (serangga dewasa) selama 35-45 hari.

Siklus hidup serangga PBK tergolong metamorfosa sempurna yaitu : telur, larva,

pupa dan imago. Penggerek buah kakao berkembang biak dengan cara

meletakkan telur-telurnya dialur kulit buah. Larva yang keluar dari telur biasanya

langsung memasuki buah dengan cara membuat lubang kecil pada kulit buah

(23)

8

Telur hama penggerek buah kakao berwarna merah jingga dan diletakkan pada

kulit buah, terutama pada alur buah. Telur berukuran sangat kecil (sulit dilihat)

dengan panjang 0.8 mm dan lebar 0.5 mm. Serangga dewasa bertelur 50-100

butir pada setiap buah kakao. Telur akan menetas dalam waktu 6-9 hari (Balai

Besar Pelatihan Pertanian, 2013a).

Ulat atau larva berwarna putih kuning atau hijau muda. Panjangnya sekitar 11

mm dan delama 15-18 hari larva hidup di dalam buah. Larva serangga hama ini

memakan plasenta buah yang merupakan saluran makanan menuju biji sehingga

mengakibatkan penurunan hasil dan mutu biji kakao. Kehilangan hasil terjadi

karena buah kakao yang terserang PBK bijinya menjadi lengket dan kandungan

lemaknya menurun. Serangan pada buah kakao muda mengakibatkan kehilangan

hasil yang lebih besar karena buah akan mengalami kerusakan dini dan tidak

dapat dipanen (Limbongan, 2011).

Setelah ulat keluar dari dalam buah, kemudian berkepompong/pupa pada

permukaan buah, daun, serasah, karung atau keranjang tempat buah. Stadium

pupa 6 hari dan Imago berwujud kupu-kupu kecil (ngengat) dengan panjang

7mm dan lebar 2mm, memiliki sayap depan berwarna hitam bergaris putih, pada

setiap ujungnya terdapat bintik kuning dan sayap belakang berwarna hitam

(Feryanto, 2012).

Konsep PHT merupakan pendekatan yang menawarkan strategi pengendalian

(24)

9

pengendalian hama PBK adalah karantina, teknik bercocok tanam, rampasan

buah, penyelubungan buah, panen sering, serentak dan teratur, sanitasi lingkungan

serta pengendalian dengan pestisida (Darwis, 2012).

2.3 Penyakit Busuk Buah Kakao

Busuk buah merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kakao.

Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora Butles.

Cendawan ini termasuk family Pythiaceae yang menyebabkan busuk biji,

sehingga menurunkan kualitas dan berat biji. Faktor yang berperan untuk

terjadinya infeksi adalah kebasahan permukaan buah dan kelembaban nisbi udara

(RH) yang ringgi. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian sekitar 53-80%

(Wahab, 2007).

Busuk buah dapat timbul pada berbagai umur buah, sejak buah masih kecil sampai

menjelang masak. Warna buah berubah, umumnya mulai dari ujung buah atau

dekat tangkai, yang dengan cepat meluas ke seluruh buah. Buah menjadi busuk

dalam waktu 14-22 hari akhirnya buah menjadi hitam. Pada permukaan buah

yang sakit dan menjadi hitam tadi timbul lapisan yang berwarna putih bertepung,

terdiri atas jamur-jamur sekunder yang banyak membentuk spora. Sering disini

juga terdapat sporangiofor dan sporangium jamur Phytophthora, penyebab

(25)

10

Penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora.

Pada buah kakao jamur membentuk banyak sporangium, yang sering disebut

konidium juga. Sporangium dapat berecambah secara langsung dengan

membentuk pembuluh kecambah, tetapi dapat juga berkecambah secara tidak

langsung dengan membentuk zoospora atau spora kembara. Jamur ini dapat

membentuk klamidiospora yang bulat, dengan garis tengah 30-60 µm (Semangun,

2000).

Penyebaran penyakit P. palmivora dapat melalui air, semut, tikus, tupai, bekicot

yang dijumpai di perkebunan kakao. Selama daur hidupnya, P. palmivora

menghasilkan beberapa inokulum yang berperan dalam perkembangan penyakit

pada kakao, yaitu miselium, sporangium, Zoospora, dan klamidiospora.

Penyebaran terjadi akibat kontak langsung antara buah sakit dan buah sehat,

penyebaran inokulum oleh tetesan air hujan dari buah sakit ke buah sehat

dibawahnya, bantuan serangga vektor, dan percikan air hujan dari tanah kebuah

disekitar pangkal batang (Rubiyo dan Amaria, 2013).

Pengendalian busuk buah kakao dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti

penanaman kakao klon tahan, pembuatan saluran drainase yang diatur saling

berpotongan atau sambung-menyambung satu sama lain ke arah tempat

pembuangan, pemangkasan pohon pelindung setiap 3 bulan, tidak menanam

terlalu rapat, baik tanaman kakao maupun pohon pelindungnya, penyemprotan

agen hayati seperti misalnya Trichoderma spp, penyemprotan fungisida (Balai

(26)

11

2.4 Penyarungan Buah Kakao

Penyarungan, atau kondomisasi adalah menyelubungi buah kakao dengan plastik.

Caranya yaitu ujung bagian atas kantong plastik diikatkan pada tangkai buah,

sedangkan ujung buah tetap terbuka. Dengan cara penyelubungan buah tersebut,

hama tidak dapat meletakkan telur pada kulit buah sehingga buah terhindar dari

serangan larva. Penyarungan dilakukan ketika buah berukuran kecil, 8-12 cm

(Balai Besar Pelatihan Pertanian, 2013a).

Metode penyarungan buah dengan plastik, merupakan metode yang mencegah

imago PBK meletakkan telur pada buah kakao. Menurut Morsamdono dan

Wardojo (1984 dalam Mustafa, 2005) hampir 100% buah yang disarungi bebas

dari serangan PBK, namun metode ini belum diterapkan secara massal seperti

halnya penggunaan insektisida karena petani terlanjur mengadopsi metode

insektisida sebagai metode pengendalian PBK yang selama ini digunakan

berdasarkan pengalaman mereka untuk mengendalikan organisme pengganggu

tanaman (OPT) lainnya. Petani juga menganggap penyarungan buah agak sulit

dilakukan terhadap buah-buah kakao yang letaknya tinggi karena harus memanjat

atau menggunakan tangga. Namun anggapan tersebut terjawab setelah

ditemukannya peralatan penyarungan buah yang cukup sederhana dan mampu

menyarungi buah sampai ketinggian 4 meter tanpa memanjat dan menggunakan

(27)

12

Direktorat Perlindungan Perkebunan Departmen Pertanian merekomendasikan

aplikasi penyarungan, karena di Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Maluku

berhasil menekan serangan PBK dari sekitar menjadi 80% menjadi kurang dari

1% shingga meningkatkan produksi biji kering sampai 300% (Feryanto, 2012).

2.5 Asam Fosfit

Asam fosfit adalah salah satu bahan aktif fungisida sistemik yang digunakan

untuk mengendalikan penyakit yang diakibatkan oleh jamur Phytophthora spp.

Asam fosfit diserap dan disebarluaskan ke seluruh jaringan tanaman melalui

pembuluh xylem dan floem. Asam fosfit dapat merangsang tanaman memproduksi

lebih banyak zat phytoallexin yang bersifat racun terhadap patogen tanaman

(MKD Group, 2011). Aplikasi terbaik dalam menjaga efisien bahan yang diserap

tanaman adalah penyemprotan lewat daun dan infus lewat akar. Penyemprotan

daun dilakukan dengan cara menyemprotkan fungisida berbahan aktif asam fosfit

ke seluruh daun sampai basah. Namun cara pengolesan pada pangkal batang

disarankan apabila sumber infeksi berada di pangkal batang. Pengolesan batang

dilakukan dengan cara mengoles keliling batang bawah, mulai 5 cm di atas mata

(28)

13

III.BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai April 2014.

Percobaan dilakukan di perkebunan kakao rakyat, Way Laga, Bandar Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah fungisida dengan bahan aktif asam fosfit. Alat-alat

yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, plastik transparan,

handsprayer dan karet gelang.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial yang terdiri

dari faktor a yaitu penyarungan buah kakao {(tanpa penyarungan buah (a0),

penyarungan buah (a1)} dan faktor b yaitu penyemprotan fungisida asam fosfit

{tanpa penyemprotan fungisida asam fosfit (b0) dengan penyemprotan fungisida

(29)

14

percobaan adalah 20 satuan percobaan dan buah yang digunakan dalam setiap

satuan percobaan sebanyak 10 buah. Data hasil penelitian dianalisis secara

statistik deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2007.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan pohon sampel

Penentuan pohon sampel dilakukan dengan menggunakan rancangan acak

sempurna. Seluruh pohon kakao dilahan penelitian yang berpotensi menjadi

sampel penelitian (pohon yang memiliki 10 buah atau lebih) dihitung dan diberi

nomor pada bantang pohon. Setelah seluruh pohon yang berpotensi menjadi

pohon sampel dihitung dan diberi nomor, dipilih 20 pohon yang akan dijadikan

sampel menggunakan angka acak. Pada penelitian ini jumlah pohon yang

berpotensi menjadi sampel sebanyak 64 pohon. Setelah dilakukan penentuan

pohon sampel dengan menggunakan angka acak didapatkan sampel dengan nomor

(30)

15

Tabel 1. Nomor pohon untuk setiap satuan prcobaan.

Perlakuan Ulangan Nomor Pohon

A0B0 1 60

3.4.2 Aplikasi Fungisida dan Penyarungan Buah Kakao

Setelah pohon sampel ditentukan, setiap pohon sampel dipilih 10 buah yang

panjangnya berkisar 10-15 cm, selanjutnya diberi label sesuai perlakuan yang

diberikan. Aplikasi fungisida menggunakan alat semprot hand sprayer semi

otomatis. Fungisida yang digunakan adalah fungisida sistemik berbahan aktif

asam fosfit. Penyemprotan dilakukan pada perlakuan aplikasi fungisida (a0b1) dan

kombinasi penyarungan buah kakao dengan aplikasi fungisida (a1b1). Aplikasi

fungisida dilakukan sebanyak tiga kali. Untuk perlakuan penyarungan buah, buah

disarungi menggunakan kantong plastik transparan berukuran 11 cm x 23cm

kemudian plastik diikat pada tangkai buah menggunakan karet gelang, sedangkan

(31)

16

penyarungan buah kakao (a1b0) dan kombinasi penyarungan buah kakao dengan

aplikasi fungisida (a1b1).

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap minggu dimulai satu minggu setelah aplikasi.

Peubah yang diamati adalah jumlah buah yang terkena busuk buah, jumlah buah

terserang PBK. Keterjadian serangan PBK (%) dan keterjadian penyakit (%) serta

keparahan penyakit (%) dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterjadian serangan PBK (%) dihitung dengan rumus :

IS =

keterangan : IS = Intensitas serangan,

n = Jumlah buah terserang, dan

N = Jumlah buah yang diamati.

Keterjadian penyakit (%) dihitung dengan rumus :

KT =

keterangan : KT = Keterjadian penyakit,

n = Jumlah buah terinfeksi, dan

(32)

17

Keparahan penyakit (%) dihitung dengan rumus :

KP =

keterangan : KP = Keparahan penyakit,

n = Jumlah buah yang terinfeksi dalam setiap kategori,

v = Kategori (skor) infeksi,

N = Jumlah buah yang diamati, dan

Z = Kategori (skor) tertinggi yang digunakan ( 5 )

Skor Keterangan

0 Tidak ada infeksi

1 < 20%

2 21-40%

3 41-60%

4 61-80%

5 80-100%

(33)

27

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penyarungan buah terlihat dapat melindungi buah dari hama penggerek buah,

namun penyarungan buah menyebabkan buah yang terserang busuk buah

menjadi meningkat, dan

2. Asam fosfit mampu menekan pertumbuhan busuk buah kakao jika buah tidak dibungkus plastik, namun busuk buah kakao meningkat jika buah di bungkus

plastik.

5.2 Saran

Penelitian mengenai peran semut dalam penyebaran jamur Phytophthora spp

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat diketahui pengaruh keberadaan

semut dalam penyebaran jamur patogen.

Plastik yang digunakan untuk menyarungi buah harus dapat menutupi seluruh

permukaan buah supaya dapat melindungi buah dari serangan hama PBK dan

(34)

27

PUSTAKA ACUAN

Balai Besar Pelatihan Pertanian. 2013 a. Hama PBK Pada Kakao.

(http://bbppketindan.bppsdmp.deptan.go.id). Diakses tanggal 04 Desember 2013 pada pukul 00.13 WIB

Balai Besar Pelatihan Pertanian. 2013 b. Penyakit Busuk Buah (PBB) Kakao. (http://bbppketindan.bppsdmp.deptan.go.id). Diakses tanggal 04 Desember 2013 pada pukul 00.37 WIB

Darwis, M. 2012. Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao

(http://muhdar27.blogspot.com/2012_10_01_archive.html). Diakses pada tanggal 29 juli 2013 pada pukul 04.47 WIB

Departemen Pertanian. 2013. Peta Penyebaran OPT Utama Kakao.

(http://ditjenbun.deptan.go.id). Diakses tanggal 03 Desember 2013 pada pukul 23.25 WIB

Depparaba, F. 2002. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dan penanggulangannya. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (2): 69-74

Efri. 2010. Pengaruh ekstrak berbagai bagian tanaman mengkudu

(Morinda citrifolia) terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada tanaman cabe (Capsicum annuum L.). J.HPT Tropika. 10 (1): 52-58

Feryanto, I. 2012. “Sarungisasi” Mengatasi Penggerek Buah Kakao.

(http://indraferyanto.ubb.ac.id). Diakses tanggal 03 Desember 2013 pada pukul 19.34 WIB

Kresnawaty, I,. Budiani, A,. Wahab, A,. Darmono,TW. 2010. Aplikasi biokaolin untuk perlindungan buah kakao dari serangan PBK, Helopeltis spp. dan Phytophthora palmivora.Menara Perkebunan. 78 (1): 25-31

Limbongan, J. 2011. Karakteristik morfologis dan anatomis klon harapan

(35)

28

Mariam. 2012. (http://putri.anindita10.student.ipb.ac.id/konservasi-sda- ayati/laporan-usaha-tani/kakao-di-indonesia/). Diakses pada tanggal 22 juli 2013 pada pukul 04.47 WIB

MKD Group. 2011. Folirfos 400 Sl. (http://mkdgroup.com/mkd/fungisida.produk-folirfos-400-sl-88.html). Diakses pada tanggal 04 September 2013 pada pukul 11.38 WIB

Mustafa, B. 2005. Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao Sebagai Suatu Metode Pengendalian Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomopha cramerella Snellen (Lepidoptera : Gracillariidae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sulawesi Selatan. Makasar

Misnawi dan Teguh, W. 2008. Potential uses of cocoa bean infested by Conopomorpha cramerella for polyphenol extraction. ASEAN Food Journal. 15 (1): 27-34

Radar Lampung. 2013. Produksi Anjlok, Petani Kakao Alih Profesi

(http://www.radarlampung.co.id). Diakses pada tanggal 04 September 2013 pada pukul 11.38 WIB

Republika Online. 2009. Petani Kakao Di Lampung Keluhkan Hama (http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara). Diakses pada tanggal 04 September 2013 pada pukul 11.53 WIB

Roesmiyanto,. Yuniastuti, S,. Sugiyarto, M. 2000. Pengaruh cara aplikasi fungisida asam fosfit padapengendalian penyakit busuk pangkal dan akar phytophthora tanaman jeruk.

(http://agris.fao.org/aos/records/ID2004001039). Diakses tanggal 4 maret 2014 pada pukul 09.17 WIB

Rosmana, A,. Waniada, C,. Junaid, M,. Grassa, A,. 2010. Peranan semut Iridomirmex cordatus (Hyminoptera: Formicidae) dalam menularkan patogen busuk buah Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan. 26 (3): 169-176

Rubiyo dan Amaria, W. 2013. Ketahanan tanaman kakao terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butl.). Perspektif. 12 (1): 23-36

Sembel, D.T,. Watung, J,. Shepard, M,. Hammig, M,. Camer, G.R. 2011. Pengendalian penggerek buah kakao, Conopomorpha cramerella Snellen pada perkebunan kakao di Sulawesi Utara dengan menggunakan plastik polimer. Jurnal Pertanian. 17 (2): 102-108

(36)

29

Siregar, H.S. 2004. Pembudidayaan, Pengelolahan, dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta. 170 hlm

Syakir, M,. Elna, K,. Zainal, M,. Joni, M,. Ketut, A,. Rubiyo,. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Nitro pdf Profesional. Bogor. 113p

Gambar

Tabel
Tabel 1. Nomor pohon untuk setiap satuan prcobaan.
Tabel 2.  Kategori (skor) keparahan penyakit busuk buah (diadaptasi dari Efri,

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Abstrak — Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh proses penggilingan ( milling ) terhadap ukuran kristal, sifat kemagnetan dan penyerapan gelombang mikro

Substansi wawancara adalah:Apa itu Nuklir?, Sumber pengetahuan tentang Nuklir: buku, Koran,TV,dll, Apakah Nuklir itu sesuatu yang positif atau negatif, Apa saja positifnya

Model analisis teknikal lebih menekankan pada tingkah laku pemodal di masa yang akan datang berdasarkan kebiasaan di masa lalu (nilai psikologis). Di dalam analisis

Abstrak:Pondok pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan warna daerah terutama pedesaan. Ia

 Paul B. Horton, sosiologi jilid1, penerbit eirlangga, jakarta, 1987, hlm.25..  banyak dan paling relevan dengan sosial kemasyarakatan adalah nilai spiritual yang

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapasitas penyimpanan pesan rahasia ini lebih baik dari metode steganografi teks berbasis emoticon pada chat yang telah ada.. Hasil

Pada penelitian ini, paparan radiasi interna diukur melalui konsumsi ikan teri (Genus Stolephorus) dan kerang (Genus Codakia) yang merupakan bagian dari sumberdaya alam perairan