ABSTRACT
APPLICATION OF CROPWAT MODELS TO ESTIMATE THE REFERENCE EVAPOTRANSPIRATION AND COMPOSING THE CROP
WATER BALANCE OF SOYBEAN (Glycine Max(L)Merril) IN TWO DIFFERENT LOCATION
By
DANNY RIANDIKA PRASTOWO
The objective of this research was to estimate the reference evapotranspiration (ETo) for composing the crop water balance of soybean and
planting schedules recommendation based on CROPWAT in Masgar and Terbanggi Besar area. This research was conducted on November 2014– January 2015 in Agricultural Engineering Departement of Faculty of Agriculture, Lampung University, Masgar Climate Stations of Pesawaran District in Lampung and Specific Agricultural Meteorological Stations of PT. Great Giant Pineapple in Terbanggi Besar, Centra of Lampung. Climate data from Masgar and Terbanggi Besar area was analyzed by CROPWAT to calculate the ETo. Value of ETo, crop
coefficient (Kc) and soil physical properties used to compose the crop water
balance of soybean by CROPWAT, and than compared with Thornthwite and Mather method. Crop water balance used to determine the plant schedules recommendation of soybean.
Daily ETo average in Masgar area was 3,7 mm, the monthly average was
111,1 mm and the total annual was 1333,3 mm. While the ETo daily average in
Terbanggi Besar area was 3,4 mm, the monthly average was 102,7 mm and the total annual was 1334,6 mm. Plant schedules of soybean in Masgar area was February – April period with total crop evapotranspiration (ETc) was 256,1 mm
(CROPWAT) and 268,1 mm (Thornthwite and Mather method). As well as in Terbanggi Besar area was February– April period with total ETc was 227,4 mm
(CROPWAT) and 241,2 mm (Thornthwite and Mather method). To utilize the land, it can be combined with other commodities. In Masgar and Terbanggi Besar, corn–soybean can be applied as cropping pattern.
ABSTRAK
PENGGUNAAN MODEL CROPWAT UNTUK MENDUGA EVAPOTRANSPIRASI STANDAR DAN PENYUSUNAN NERACA AIR
TANAMAN KEDELAI (Glycine max(L)Merrill) DI DUA LOKASI BERBEDA
Oleh
DANNY RIANDIKA PRASTOWO
Penelitian ini bertujuan menduga evapotranspirasi standar (ETo) untuk
menyusun neraca air tanaman kedelai sebagai dasar rekomendasi jadwal tanam di wilayah Masgar dan Terbanggi Besar berdasarkan CROPWAT. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 - Januari 2015 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Stasiun Klimatologi Masgar Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Data iklim dari wilayah Masgar dan Terbanggi Besar dianalisis dengan CROPWAT untuk menghitung ETo. Nilai ETo, koefisien tanaman (Kc) dan sifat
fisik tanah digunakan untuk menyusun neraca air tanaman kedelai dengan CROPWAT dan kemudian dibandingkan dengan metode Thornthwite and Mather. Neraca air tanaman digunakan untuk menentukan rekomendasi jadwal tanam kedelai.
Rata-rata ETo harian di wilayah Masgar sebesar 3,7 mm, rata – rata
bulanan sebesar 111,1 mm dan total tahunan sebesar 1333,3 mm. Sedangkan rata –rata EToharian di wilayah Terbanggi Besar sebesar 3,4 mm, rata –rata bulanan
sebesar 102,7 mm dan total tahunan sebesar 1334,6 mm. Jadwal tanam kedelai di wilayah Masgar pada periode bulan Februari-April dengan total evapotranspirasi tanaman (ETc) sebesar 256,1 mm (CROPWAT) dan sebesar 268,1 mm (metode
Thornthwite and Mather). Begitu juga di wilayah Terbanggi Besar pada periode bulan Februari-April dengan total ETc sebesar 227,4 mm (CROPWAT) dan
sebesar 241,2 mm (metodeThornthwite and Mather). Untuk memanfaatkan lahan, maka dapat dikombinaskian dengan komoditas lain. Di wilayah Masgar dan Terbanggi Besar dapat diterapkan pola tanam Jagung-Kedelai.
PENGGUNAAN MODEL CROPWAT UNTUK MENDUGA
EVAPOTRANSPIRASI STANDAR DAN PENYUSUNAN NERACA
AIR TANAMAN KEDELAI (
Glycine max
(L)
Merrill
) DI DUA
LOKASI BERBEDA
Oleh
DANNY RIANDIKA PRASTOWO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGGUNAAN MODEL CROPWAT UNTUK MENDUGA
EVAPOTRANSPIRASI STANDAR DAN PENYUSUNAN
NERACA AIR TANAMAN KEDELAI (
Glycine max
(L)
Merrill
)
DI DUA LOKASI BERBEDA
(SKRIPSI)
OLEH
DANNY RIANDIKA PRASTOWO
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kurva Kc Tanaman Secara Umum ... 15
2. Tanaman Kedelai (Glicine Max (L) Merrill) ... 20
3. Neraca Air Dekadean dalam Setahun dari Tahun 1994 – 2008 ... 30
4. Diagram alir penelitian ... 32
5. Software CROPWAT 8.0 untuk Menghitung Nilai ETo ... 34
6. Peta wilayah Stasiun Klimatologi Masgar ... 39
7. Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus PT. Great Giant Pineapple ... 40
8. Perbandingan Curah Hujan Peluang 70% di Wilayah Masgar dan Terbanggi Besar... 44
9. Evapotranspirasi Standar Bulanan di Wilayah Masgar ... 46
10.Evapotranspirasi Standar Bulanan Wilayah Terbanggi Besar ... 47
11.Grafik Perbandingan antara Rata – rata ETo Bulanan dan Curah Hujan Efektif untuk Wilayah Masgar Berdasarkan CROPWAT ... 48
12. Grafik Perbandingan antara Rata – rata ETo Bulanan dan Curah Hujan Efektif untuk wilayah Terbanggi Besar Berdasarkan CROPWAT ... 52
13. Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Masgar ... 57
14. Ketersediaan Air Tanah Wilayah Masgar ... 58
15. Surplus dan Defisit Air pada Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Masgar ... 59
16. Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar ... 61
17. Ketersediaan Air Tanah Wilayah Terbanggi Besar ... 62
18. Surplus dan Defisit Air pada Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar... 62
19. Hasil Analisis Contoh Fisika Tanah Wilayah Masgar ... 94
vii
21. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Masgar Periode Tanam Bulan November – Januari ... 98 22. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Masgar Periode Tanam Bulan
Februari – April ... 98 23. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Masgar Periode Tanam Bulan Mei
– Juli ... 99 24. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Masgar Periode Tanam Bulan
Agustus – Oktober ... 99 25. Data Koefisien Tanaman Jagung Wilayah Masgar Periode Tanam Bulan
Oktober Januari ... 100 26. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar Periode Tanam
Bulan November – Januari ... 101 27. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar Periode Tanam
Bulan Februari – April ... 102 28. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar Periode Tanam
Bulan Mei – Juli ... 102 29. Data Koefisien Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar Periode Tanam
Bulan Agustus – Oktober ... 103 30. Data Koefisien Tanaman Jagung Wilayah Terbanggi Besar Periode Tanam
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
I. PENDAHULUAN ... 8
1.1 Latar Belakang ... 8
1.2 Tujuan Penelitian ... 11
1.3 Manfaat Penelitian ... 12
1.4 Kerangka Pemikiran ... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19
2.1 Tanaman Kedelai ... 19
2.1.1 Asal usul dan Taksonomi Tanaman Kedelai ... 19
2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai ... 20
2.1.3 Manfaat Kedelai ... 21
2.2 Evapotranspirasi ... 22
2.2.1 Evapotranspirasi Tanaman di Bawah Kondisi Standar ... 23
2.2.2 Evapotranspirasi Standar ... 24
2.2.3 Koefisien Tanaman ... 25
2.3 Neraca Air ... 26
ii
III. METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Waktu dan Tempat ... 31
3.2 Alat dan Bahan ... 31
3.3 Pelaksanaaan Penelitian ... 32
3.3.1 Pengumpulan Data ... 33
3.3.2 Analisis Data... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39
4.2 Karakteristik Iklim Lokasi Penelitian... 40
4.3 Data Klimatologi dan Sifat Fisik Tanah ... 42
4.4 Evapotranspirasi Standar (ETo) ... 45
4.5 Neraca Air Tanaman Kedelai ... 47
4.5.1 Software CROPWAT ... 48
4.5.2 Metode Thornthwite and Mather ... 55
4.5.3 Perbandingan antara Kedua Lokasi Penelitian ... 63
4.6 Jadwal Tanam ... 65
4.6.1 Tanaman Kedelai ... 65
4.6.2 Potensi Tanaman Lain ... 66
4.6.3 Pola Tanam ... 68
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Gizi Kedelai (100 g) ... 22
2. Nilai Koefisien Konsumtif (Kc) Pada Beberapa Tanaman ... 25
3. Tabel Hasil Analisis Neraca Air Tanaman Menggunakan Metode Thornthwite and Mather ... 36
4. Data Parameter Iklim pada Lokasi Penelitian ... 42
5. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam November – Januari ... 49
6. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam Februari – April ... 50
7. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam Mei - Juli ... 50
8. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam Agustus Oktober ... 51
9. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam November – Januari ... 53
10. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam Februari – April ... 53
11. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam Mei - Juli ... 54
12. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Kedelai Periode Tanam Agustus - Oktober ... 55
13. Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Masgar ... 55
14. Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar ... 60
iv
16. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Jagung
Periode Tanam Oktober - Januari ... 67
17. Kebutuhan Air atau Crop Water Requirements (CWR) Tanaman Jagung Periode Tanam Oktober - Januari ... 68
18. Pola Tanam Wilayah Masgar dan Terbanggi Besar ... 69
19. Data Iklim dari Stasiun Klimatologi Masgar ... 77
20. Data Curah Hujan Bulanan Wilayah Terbanggi Besar ... 78
21. Data Suhu Bulanan Wilayah Terbanggi Besar... 78
22. Data Kelembaban Relatif Udara Bulanan Wilayah Terbanggi Besar ... 79
23. Data Kecepatan Angin Bulanan Wilayah Terbanggi Besar ... 79
24. Data Lama Penyinaran Bulanan Wilayah Terbanggi Besar ... 80
25. Curah Hujan Wilayah Masgar (mm) ... 81
26. Perhitungan Peluang Curah Hujan 70% Wilayah Masgar (mm) ... 81
27. Curah Hujan Wilayah Terbanggi Besar (mm) ... 82
28. Perhitungan Peluang Curah Hujan 70% Wilayah Terbanggi Besar (mm) 82 29. Rata – rata Suhu wilayah Masgar (°C) ... 83
37. Perbandingan Curah Hujan untuk Wilayah Masgar dan Terbanggi Besar (mm) ... 87
v
45. ETo Bulanan Wilayah Terbanggi Besar Tahun 2008 ... 91
46. ETo Bulanan Wilayah Terbanggi Besar Tahun 2009 ... 91
47. ETo Bulanan Wilayah Terbanggi Besar Tahun 2010 ... 92
48. ETo Bulanan Wilayah Terbanggi Besar Tahun 2011 ... 92
49. Rata – rata Evapotranspirasi Standar Wilayah Terbanggi Besar (mm) .... 93
50. Data Rata – rata ETo Bulanan Wilayah Masgar ... 97
51. Data Curah Hujan dan Curah Hujan Efektif Wilayah Masgar ... 97
52. Data Rata – rata ETo Bulanan Wilayah Terbanggi Besar... 100
53. Data Curah Hujan dan Curah Hujan Efektif Wilayah Terbanggi Besar ... 101
54. Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Masgar dengan Metode Thornthwite and Mather (mm) ... 104
55. Neraca Air Tanaman Kedelai Wilayah Terbanggi Besar dengan Metode Thornthwite and Mather (mm) ... 105
56. Ketersediaan Air Tanah Wilayah Masgar ... 106
57. Ketersediaan Air Tanah Wilayah Terbanggi Besar ... 106
58. Pola Tanam Wilayah Masgar ... 107
59. Skema Pemberian Air Irigasi Berdasarkan Pola Tanam Wilayah Masgar 107 60. Pola Tanam Wilayah Terbanggi Besar ... 107
MOTO
Hanya kebodohan yang meremehkan pendidikan. (P. Syrus)
Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah. (Lessing)
Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, namun kita akan yakin ketika kita telah berhasil melakukannya dengan baik.
(Evelyn Underhill)
PERSEMBAHAN
Dengan penuh Rasa Syukur, Cinta Kasih dan
Restu Tuhan Yang Maha Esa
Kupersembahkan karya sederhana ini teristimewa untuk :
Bapak dan Ibu Tercinta
Sugino dan Riana Suprapti
atas Cinta, Kasih, Doa dan Kesabaran
dalam menanti keberhasilanku,
Keluarga Besar Teknik Pertanian
Teknik Pertanian angkatan 2009
Dan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungailiat, Bangka Belitung pada tanggal 29 September 1991, sebagai anak tunggal dari Bapak Wakidi dan Ibu Riana Suprapti.
Pendidikan Taman Kanak–kanak (TK) Taruna Jaya Sidoharjo, Pringsewu diselesaikan pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 2 Yogyakarta, Gadingrejo pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP N 2 Pringsewu pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA HARAPAN Sungailiat Bangka Belitung pada tahun 2009.
Tahun 2009, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian di Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian (PERMATEP) FP sebagai Kepala Departemen
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas rahmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Penggunaan Model Cropwat untuk Menduga
Evapotranspirasi Standar dan Penyusunan Neraca Air Tanaman Kedelai (Glycine
Max (L) Merrill) di Dua Lokasi Berbeda” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Tumiar Katarina Manik, M.Sc. selaku pembimbing utama, dan Bapak Prof. Dr. Ir. R. A. Bustomi Rosadi, M.S. selaku pembimbing kedua atas ketersediaan meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini;
2. Bapak Ir. M. Zen Kadir, M.T. selaku penguji dan pembahas sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran kepada penulis;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
5. Bapak dan Ibu tercinta, Kakek, Nenek, Paman, Tante dan Adik–adik sepupu yang selalu memberikan doa, dukungan dan bimbingan kepada penulis.; 6. Teman dan Sahabat seperjuangan angkatan 2009, Dwi, Singgih, Komang, Edi,
Asep, Fadil, Mahendra, Araffi, Jordi, Hendri, Wowon, Ihwan, Ulil, Viffit, Novita, Ika, Artamy, Ayu, Didi, Sri, Tito, Ohen, Zelzha, Aisyah, Rofi, Aulia, Ully, Mutiara, Shilvia, Yolanda atas motivasi dan dukungannya;
7. Kakak dan Adik tingkat, seluruh Dosen serta Keluarga besar Teknik Pertanian;
8. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Tuhan membalas kebaikan dan kemurahan hati mereka. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembacanya.
Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan dalam negeri. Olahan dari biji kedelai dapat dibuat menjadi tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tepung kedelai, minyak, taosi dan tauco (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013). Terkait dengan itu, pasar kedelai sangat luas dan akan terus berkembang.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2013), menyebutkan bahwa kebutuhan konsumsi kedelai di Indonesia lebih dari 2,2 juta ton/tahun. Hal ini sangat memprihatinkan karena sejak tahun 2011 atau bahkan mungkin
sebelumnya, produksi nasional tidak lebih dari 1 juta ton/tahunnya. Pada tahun 2014, produksi kedelai nasional mengalami perkembangan mencapai 955,00 ribu ton. Hasil ini meningkat dari sebelumnya yang selalu mengalami penurunan dari 851,29 ribu ton di tahun 2011; 843,15 ribu ton di tahun 2012 dan 779,99 ribu ton di tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2015).
kedelai. Misalnya di Lampung yang tersedia lahan sekitar 164 ribu ha, namun kedelai harus bersaing dengan ubi kayu yang pangsa pasarnya sudah terjamin atau bersaing dengan jagung atau padi gogo (Harsono, 2008). Menurut Manik, dkk. (2010), penanaman kedelai perlu diperluas ke lahan kering untuk mengatasi kurangnya areal tanam meskipun dibandingkan dengan lahan kering, lahan sawah memiliki potensi yang lebih besar dalam mendukung peningkatan produksi kedelai.
Air sangat dibutuhkan sejak awal pertumbuhan dan pada saat pengisian biji karena itu ketersediaan air merupakan faktor pembatas yang paling menentukan pada usaha tani lahan kering. Tidak semua lahan dapat ditanami sepanjang tahun sebab kemampuannya memanfaatkan air tanah terbatas, walaupun faktor tanah dan potensi biologisnya memungkinkan atau tanamannya peka terhadap cekaman kekeringan (Musa, 2012). Menurut Kurnia (2004), ketersediaan air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, perkolasi dan kehilangan pada saluran. Jumlah air seharusnya berada pada kiasaran air tersedia atau mendekati kapasitas lapang. Jumlah kebutuhan air memiliki hubungan yang erat dengan evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan (CH) efektif. Jika
jumlah CH efektif lebih besar dari evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tercukupi. Sebaliknya, jika jumlah curah hujan lebih rendah dari evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tidak tercukupi (Rizqiyah, 2013).
evapotranspirai standar. Beberapa metode untuk memperkirakan nilai ETotelah
dikembangkan dan diterbitkan dalamFAO Irrigation and Drainage Paper No. 24 ’Crop water requirements’yaitu metode Blaney Criddle, radiasi, Penman dan metode panci evaporasi. Setelah dilakukan beberapa pendekatan khususnya pada metode Penman, kemudian yang direkomendasikan oleh FAO adalah metode Penman–Monteith (Allenet.al., 1998).
CROPWAT merupakansoftwareyang dikembangkan oleh FAO sesuai dengan rumus empiris Penman–Monteith untuk memperkirakan evapotranspirasi, jadwal irigasi dan kebutuhan air pada yang pola tanam yang berbeda. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa daerah yang kebutuhan airnya lebih besar daripada air yang diberikan, jumlah hasil yang hilang dapat dikurangi secara signifikan dengan penerapan jadwal irigasi yang baik (Nazeer, 2009).
Menurut Manik, dkk. (2012), yang telah melakukan penelitian pada dua stasiun dataran rendah di Lampung menyatakan bahwa pendugaan laju evapotranspirasi dengan menggunakan metode Penman-Monteith tidak menghasilkan pendekatan yang erat terhadap hasil pengamatan panci evaporasi. Ada dua kemungkinan penyebab ketidakeratan pendugaan yaitu pengamatan penurunan muka air pada panci evaporasi yang kurang teliti dan data pengamatan menunjukkan bahwa hubungan lama penyinaran dan intensitas radiasi tidak linier sedangkan model Penman-Monteith menggunakan lama penyinaran sebagai parameter radiasi yang kemudian dikonversikan kedalam intensitas radiasi dengan rumus linier.
pertanian di Lampung tergolong dalam beberapa zona agroklimat yaitu A hingga B2 (7-9 bulan basah/tahun) dan C2 hingga C3 (5-6 bulan basah/tahun). Pada lahan kering bulan basah 7-9 bulan/tahun, kedelai bisa ditanam sebagai tanaman sekunder. Pola tanam yang diterapkan sebaiknya disesuaikan dengan tanaman utamanya (main crop) yang diusahakan petani setempat (Harsono, 2008).
Daerah Masgar dan Terbanggi Besar adalah wilayah yang berpotensi
dikembangkan untuk sebagai areal penanaman kedelai di Lampung. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman dalam Nurhayati, dkk.(2010), dua daerah tersebut masuk dalam golongan zona agroklimat antara D2 hingga C2 yang berarti
keadaannya cenderung kering, oleh karena itu diperlukan perencanaan penanaman yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui neraca air tanaman sebagai dasar rekomendasi jadwal tanam kedelai di wilayah tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menduga nilai evapotranspirasi standar berdasarkan metode Penman– Monteith dengan menggunakan CROPWAT.
2. Menyusun neraca air tanaman kedelai menggunakan CROPWAT dan metode Thornthwite and Matheruntuk wilayah Masgar dan Terbanggi Besar
berdasarkan koefisien tanaman yang direkomendasikan FAO.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh rencana jadwal tanam kedelai untuk direkomendasikan di wilayah Masgar dan Terbanggi Besar.
1.4 Kerangka Pemikiran
Upaya peningkatkan hasil produksi kedelai untuk memenuhi target swasembada dapat dilakukan dengan perluasan areal tanam ke lahan kering. Pemanfaatan lahan kering akan memberikan tantangan serius pada petani dalam hal penyediaan kebutuhan air tanaman kedelai. Selain butuh biaya lebih besar yang digunakan untuk budidaya, petani juga membutuhkan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan air tanaman.
Menurut Allenet. al. (1998), evapotranspirasi merupakan gabungan dari penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi dan tanaman atau transpirasi. Keduanya terjadi secara bersamaan dan tidak mudah cara untuk membedakan antara dua proses ini. Selain itu, evapotranspirasi terdiri dari tiga macam yaitu crop evapotranspiration under standard condition(ETc),reference crop
evapotranspiratio(ETo) dancrop evapotranspiration under non standard
conditions(ETc adj).
Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi antara lain : 1. Parameter cuaca
2. Faktor tanaman
Jenis tanaman, varietas dan fase pertumbuhan harus dipertimbangkan ketika menilai evapotranspirasi dari tanaman yang tumbuh dalam jumlah besar. Perbedaan ketahanan terhadap transpirasi, tinggi tanaman, kekasaran tanaman, refleksi, penutup tanah dan karakteristik perakaran tanaman menghasilkan tingkat ET yang berbeda dalam berbagai jenis tanaman di bawah kondisi lingkungan yang identik.
3. Kondisi manajemen dan lingkungan
Faktor-faktor seperti salinitas tanah, tanah yang tidak subur, pemupukan yang terbatas, tidak adanya pengendalian penyakit dan hama serta pengelolaan tanah yang buruk dapat membatasi pertumbuhan tanaman dan mengurangi evapotranspirasi. Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan ketika menilai ET adalah penutup tanah, kerapatan tanaman dan kadar air tanah. Pengaruh kadar air tanah terhadap ET terutama oleh besarnya defisit air dan jenis tanah. Di sisi lain, terlalu banyak air akan menghasilkan genangan air yang dapat merusak akar dan membatasi penyerapan air akar dengan menghambat respirasi.
Reference crop evaptranspirationataureference evapotranspirationatau ETo
adalah metode Penman–Monteih (Allenet. al., 1998). Persamaan dari metode
ETo = evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn = radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari), G = kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari), T = temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC), u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
es = tekanan uap jenuh (kPa),
ea = tekanan uap aktual (kPa),
∆ = kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
= konstanta psychrometric (kPa/oC).
Berdasarkan persamaan tersebut, FAO mengembangkan aplikasi yang
memudahkan untuk menghitung ETo, yaitusoftwareCROPWAT (Allenet. al.,
1998). Softwareini adalah model pengelolaan irigasi dan simulasi perencanaan yang kompleks antara iklim, tanaman dan tanah. CROPWAT dapat membantu untuk memperkirakan evapotranspirasi tanaman, jadwal irigasi dan kebutuhan air pada pola tanam yang berbeda. Model ini dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman, memberikan rekomendasi dalam perkembangan penerapan irigasi, perencanaan jadwal irigasi dan pengurangan kehilangan hasil dalam berbagai kondisi. Selain itu, dapat dengan tepat
memperkirakan penurunan hasil karena kekurangan air dan dampak iklim yang menjadikan model ini sebagai cara yang terbaik untuk perencanaan dan
Selain ETo, faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi tanaman menurut Allen
et. al. (1998) yaitu koefisien konsumtif tanaman (Kc). Koefisien tanaman (Kc)
merupakan perbandingan antara besarnya evapotranspirasi tanaman dengan evapotranspirasi standar. Dengan mengetahui nilai Kc, maka dapat digunakan
untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman.
Nilai koefisien tanaman bervariasi selama periode pertumbuhan karena perubahan pada vegetasi dan penutupan tanah. Tren Kcselama periode pertumbuhan
digambarkan dalam kurva koefisien tanaman. Ada tiga nilai Kcuntuk membuat
kurva koefisien tanaman yaitu fase pertumbuhan awal (initial stage, Kc ini), fase
pertengahan (mid season stage, Kc mid) dan fase akhir (late season, kc end) (Rosadi,
2012). Berikut ini adalah contoh gambar tren Kctanaman:
Gambar 1. Kurva KcTanaman Secara Umum
Sumber: Allenet. al., 1998
Crop evapotranspiration under standard conditionsatau ETcadalah
evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit, pupuknya baik, tumbuh di areal luas, di bawah kondisi air tanah yang optimum dan mencapai produksi maksimal di bawah kondisi ikim tertentu. Nilai ETcadalah perkalian dari nilai
Dengan menggunakan data iklim dan sifat fisik tanah kemudian dapat disusun neraca air. Neraca air (water balance) menurut Purnama, dkk. (2012), adalah neraca masukan dan keluaran air sehingga dapat diketahui jumlah kelebihan atau kekurangan air yang ada di suatu tempat pada periode tertentu. Beberapa model neraca air yang biasa dikenal antara lain:
1. Model Neraca Air Umum. Model ini menggunakan data klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah.
2. Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan data
klimatologis dengan data tanah terutama data kadar air tanah pada kapasitas lapang (KL), kadar air tanah pada titik layu permanen (TLP), dan air tersedia (WHC).
3. Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data koefisien tanaman pada komponen keluaran dari neraca air.
Metode yang telah banyak digunakan sebelumnya untuk menghitung neraca air lahan adalah metodeThornthwite and Mather. MenurutThornthwite and Mather (1957) dalam Mardawilis, dkk. (2011), menyebutkan bahwa rumusan perhitungan neraca air wilayah adalah:
1. ETP (Evapotranspirasi Potensial) = 1,6F (10 T/I)a….……….... (2) dengan catatan bahwa :
A = ketetapan dengan nilai a = 0,675 x 10-6I3–0,771 x 10-4I2+ 0,017921 + 0,49239
F = faktor panjang hari (dari bulan ke bulan dalam setahun)
2. APWL (Accumulation Off Potential Water Losses) = akumulasi nilai CH– ETP yang bernilai negatif………….………... (3) 3. KAT (kadar lengas tanah) =KL x ka…..………. (4)
dengan catatan bahwa :
KL = kapasitas lapang (mm) a = harga mutlak APWL
k = nilai ketetapan, dimana k = po + pi/KL (dimana, po = 1,000412351;
pi = - 1,073807306)
4. dKAT = KATi–KATi-1……….…..……….... (5)
5. ETA (evapotranspirasi aktual) adalah jika CH > ETP, maka ETA = ETP dan jika CH < ETP, maka ETA = CH+ dKAT negatif…..……… (6) 6. Defisit = ETP– ETA………..……….. (7) 7. Surplus = CH– ETP……….………... (8)
Penentuan awal tanam di wilayah yang sesuai dengan tanaman kedelai sangat dibutuhkan. Jadwal tanam pada masing–masing wilayah berbeda karena adanya keragaman pola iklim. Dari hasil analisis selama satu tahun pada masing– masing titik pengamatan kemudian ditentukan kadar air tanah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman kedelai selama satu siklus musim tanam dan ditentukan awal musim tanamnya (Nurhayati, dkk.,2010).
ketersediaan air. Hal ini berarti penanaman dapat dilakukan pada saat terjadi surplus air sehingga kebutuhan air tanaman akan terjamin aman. Sebaliknya jika penanaman pada saat terjadi defisit air, maka sangat beresiko tanaman akan mengalami kekurangan air.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kedelai
2.1.1 Asal usul dan Taksonomi Tanaman Kedelai
Kedelai telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM dan merupakan tanaman asli daratan Cina. Tanaman kedalai kemudian ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan seperti Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika dengan semakin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara dan pulau - pulau lainnya. Kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaituGlycine sojadanSoja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaituGlycine max (L.) Merrill(Irwan, 2006).
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Famili : Leguminosa Sub Famili : Papilionoideae
Genus : Glysin
Species : Glycine max (L) Merrill
Gambar 1. Tanaman Kedelai (Glicine Max (L) Merrill)
Sumber : (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997)
2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
a) Tanah
b) Iklim
Kedele dapat tumbuh subur pada: curah hujan optimal 100 - 200 mm/bulan. Temperatur 25 - 27 derajat Celcius dengan penyinaran penuh minimal 10
jam/hari. Tinggi tempat dari permukaan laut 0-900 m, dengan ketinggian optimal sekitar 600 m. Air curah hujan yang cukup selama pertumbuhan dan berkurang saat pembungaan dan menjelang pemasakan biji akan meningkatkan hasil kedele (Hanum, 2008).
2.1.3 Manfaat Kedelai
Pemanfaatan utama dari kedelai(Glycine max(L)merrill) adalah pada bagian biji. Biji kedelai mengandung banyak protein dan lemak serta beberapa bahan gizi lain. Bagi industri pengolahan pangan di Indonesia, kedelai digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Khusus untuk tahu dan tempe, keduanya mendominasi pemanfaatan kedelai untuk bahan pangan sejak tahun 2002 - 2012, yakni masing-masing 7,2673 kg/kapita/tahun dan 7,6081 kg/kapita/tahun,
sedangkan olahan lain seperti kedelai segar, kecap, tauco dan oncom tidak mencapai 1 kg/kapita/tahun (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).
Tabel 1. Kandungan Gizi Kedelai (100 g)
Sumber : Sutomo (2008) dalam Dwinaningsih (2010).
Dewasa ini kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga sebagai pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit degeneratif seperti penuaan dini, jantung koroner, dan hipertensi. Senyawa isoflavon yang terdapat pada kedelai ternyata berfungsi sebagai antioksidan (Ginting, dkk., 2009).
2.2 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah kombinasi dari dua proses yang berbeda yaitu evaporasi yang merupakan penguapan air dari permukaan tanah dan transpirasi yang merupakan penguapan air dari tanaman. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai ET antara lain pengukuran langsung, perhitungan dengan data meteorologi dan pengukuran dengan panci evaporasi (Allenet. al., 1998).
Dalam penelitiannya, Ortega-Fariaset. al.(2004) membandingkan perhitungan evapotranspirasi yang menggunakan model Penman–Monteith dengan gabungan
No. Kandungan Gizi Kedelai
1. Protein 46,2
2. Lemak 19,1
3. Karbohidrat 28,2
4. Kalsium (mg) 254
5. Besi (mg) 11
6. Fosfor (mg) 781
7. Vitamin B1 (UI) 0,48
8. Vitamin B12 (UI) 0,2
9. Serat (g) 3,7
pengukuran panas laten aerodinamis dan neraca air tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa model Penman–Monteith memperoleh nilai yang lebih baik pada saat seluruh musim tanam dalam semua kondisi air tanah dan lingkungan. Hal ini terlihat menarik bahwa model ini memperoleh hasil yang baik pada setiap tahap perkembangan tanaman termasuk saat periode dengan LAI sangat rendah.
2.2.1 Evapotranspirasi Tanaman di Bawah Kondisi Standar
Sebuah metode yang dapat digunakan untuk menentukan evapotranspirasi tanaman (ETc) yaitu dari perhitungan evapotranspirasi acuan (ETo) dan koefisien
tanaman. Namun, koefisien tanaman berdasarkan waktu standar mungkin tidak dapat mewakili penggunaan air aktual tanaman. Sehingga selama percobaan pada gandum digunakan koefisien tanaman basal (Kcb) untuk menghitung ETc.
(Hunsakeret. al.,2007).
Kebutuhan air tanaman kedelai bervariasi antara 300 mm dan 800 mm yang dipengaruhi oleh iklim, tanah, kultivar tanaman dan manajemen pemeliharaan. Kedelai membutuhkan maksimum air mencapai sekitar 8-9 mm/hari (Studetoet. al., 2012).
Menurut penelitian Manik, dkk.(2010), laju evapotranspirasi tanaman kedelai tertinggi adalah 20 mm/minggu atau sekitar 3 mm/hari, sedangkan
evapotranspirasi baku tertinggi adalah 24 mm/minggu. Jumlah ini umumnya lebih kecil dari beberapa penelitian lainnya. Hal ini besar kemungkinan terjadi karena tingginya kelembaban udara di lokasi penelitian. Meskipun suhu tinggi tetapi Lampung umumnya memiliki kelembaban diatas 80%. Dengan
2.2.2 Evapotranspirasi Standar
Beberapa metode pendugaan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai ETo
adalah metode Penman, metodeBlaney-Cridle, metode panci evaporasi dan metode radiasi. Namun dari beberapa metode tersebut, FAO lebih
merekomendasikan penggunaan metode Penman - Monteith dalam Allenet. al., (1998).
Nilai laju evapotranspiasi standar yang diukur dengan pendekatan Penman – Moteith di Provinsi Lampung berkisar antara 2,45–5,35 mm/hari dengan peluang tertinggi yaitu 3,95 mm/hari. Jika nilai ini dikalikan dengan nilai Kcdari panci
evaporasi maka didapatkan hasil dalam minggu minggu pertama penanaman kedele yaitu sampai fase kotiledon harus tersedia air setinggi 10 mm/minggu, kemudian sekitar 12 mm/minggu pada fase buku pertama, fase buku ketiga sampai fase pembungaan membutuhkan air setinggi 21 mm/minggu, fase pembentukan polong membutuhkan air setinggi 30 mm/minggu, fase pembentukan biji 21 mm/minggu dan fase masak penuh 6 mm/minggu (Manik, dkk.,2010).
Beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan ETotelah
dibandingkan oleh Tesmegenet.al.,(2005) yaitu persamaan Penman menurut California Irrigation Management Information System(CIMIS), persamaan Penman–Monteith dariFood and Agriculture Organitation(FAO), persamaan Penman–Monteith dariAmerican Society of Civil Engineers(ASCE) dan persamaan Hargreaves. Perbandingan dalam jam dan harian dari ETodan radiasi
(Rn) dibuat dalam grafik dan regresi linier sederhana. Nilai EToyang ditentukan
dari persamaan Penman–Monteith standar baik per jam maupun harian. Namun, radiasi (Rn) yang dihasilkan dari kedua persamaan tersebut sangat berbeda.
2.2.3 Koefisien Tanaman
Koefisien tanaman yang disebut Kcmerupakan nilai perbandingan antara
evapotranspirasi tanaman dan permukaan acuan. Perbedaan tersebut dibagi menjadi koefisien tunggal (Single Coefficient) atau dapat dibagi menjadi dua faktor terpisah (Dual Crop Coefficient) yang menjelaskan perbedaan
evapotranspirasi dan transpirasi. Pemilihan pendekatan tergantung pada tujuan dari perhitungan, ketelitian yang diperlukan, ketersedian data iklim dan waktu yang diperlukan (Rosadi, 2012).
Nilai Kcbeberapa tanaman menurutIrrigation and Drainage Paper 56FAO
adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai Koefisien Konsumtif (Kc) Pada Beberapa Tanaman
Crop Kc ini1 Kc mid Kc end Maximum Crop Height (h) (m)
Broccoli 0,7 1,05 0,95 0,3
Cabbage 0,7 1,05 0,95 0,4
Carrots 0,7 1,05 0,95 0,3
Cauliflower 0,7 1,05 0,95 0,4
Lettuce 0,7 1,00 0,95 0,3
Spinach 0,7 1,00 0,95 0,3
Soy beans - 1,15 0,50 0,5–1,0
Sumber: Allenet. al., (1998)
Menurut Manik, dkk. (2010) menyatakan bahwa nilai Kcyang diperoleh sesuai
Kcdari pengukuran laju evapotranspirasi dengan menggunakan rumput dalam
ember sebagai standar sepertinya tidak tepat karena diperoleh hasil yang
mendatar. Padahal secara umum, nilai Kcakan meningkat ketika memasuki fase
generatif dan kemudian menurun kembali pada fase pemasakan.
2.3 Neraca Air
Metode yang sering digunakan untuk menduga dinamika kadar air tanah selama periode pertumbuhan tanaman adalah permodelan neraca air. Dengan mengetahui neraca air maka dapat dihitung jumlah kebutuhan air tanaman untuk dapat
berproduksi, terutama pada periode kritis yaitu pada saat kadar air tanah sangat rendah maupun dalam keadaan normal (Djufry, 2012).
Selain itu, manfaat secara umum dari analisis neraca air menurut Purnama, dkk. (2012) antara lain:
1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan - bulan yang defisit air.
2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan - bulan yang surplus air.
3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti sawah, perkebunan, dan perikanan.
defisit terjadi pada bulan Juli sampai dengan Agustus. Pada kondisi kering, keadaan neraca air dasarian mengalami defisit air yang lebih panjang yakni terjadi mulai dasarian I di bulan Mei sampai dengan dasarian II di bulan Oktober serta selama bulan Februari. Kondisi defisit terparah terjadi selama bulan Agustus sampai Oktober. Sedangkan pada kondisi basah, tidak mengalami kondisi defisit air. Walaupun keadaan neraca air mengalami defisit, akan tetapi masih pada batas air tersedia bagi tanaman, maka dapat disimpulkan bahwa di wilayah penelitian dapat dilakukan penanaman tanaman pangan sepanjang tahun dengan input produksi (irigasi) pada kondisi kering.
Perhitungan neraca air lahan tiap kecamatan di Merauke menurut Djufry (2012) yang juga dengan menggunakan metodeThornthwite and Mather, disusun berdasarkan data curah hujan, laju evapotranspirasi, dan kemampuan tanah menahan air pada daerah perakaran sedalam 30 cm. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa wilayah di kabupaten Merauke sebagian besar mempunyai periode surplus sebesar 3–6 bulan pada bulan November sampai Mei/Juni. Sedangkan periode defisit yang terjadi di wilayah tersebut sekitar 4–7 bulan. Tingginya defisit air kemungkinan disebabkan besarnya evapotranspirasi pada wilayah tersebut sehingga kadar air tanah mengalami penurunan secara drastis.
Dari hasil pemetaan defisit air diketahui bahwa pada bulan September terjadi defisit yang tertinggi yang disebabkan oleh besarnya penguapan. Hal ini berpengaruh pada penurunan produksi tanaman khususnya pada bulan tersebut. Sedangkan hasil pemetaan surplus air tertinggi terjadi pada bulan Juli,
ditunjukkan berdasarkan variasi yang luas dibandingkan dengan bulan lainnya. Khususnya di daerah selatan Sulawesi Utara yang mempunyai surplus hingga 270 mm pada bulan Juli dan Agustus yang disebabkan karena tingginya curah hujan sehingga dinamakan daerah non ZOM (Zona Musim).
Dari analisis neraca air dapat diperoleh informasi tentang tingkat ketersediaan air tanah. Khususnya di Bali, secara spasial pola ketersediaan air tanah mirip dengan pola sebaran curah hujan dan topografi. Ketersediaan air tanah di Bali saat
puncak musim kemarau sebagian besar berada pada tingkat kurang hingga sedang, namun di beberapa kecamatan ada yang masih berada pada tingkat cukup. Selain itu, pada daerah dataran tinggi secara umum memiliki ketersediaan air tanah yang lebih besar dari pada dataran rendah dan pesisir pantai (Purbawa dan Wiryajaya, 2009).
2.4 Pola Tanam
Hidayat, dkk. (2006), menyebutkan pada suatu peiode dapat terjadi kelebihan air dan pada periode lainnya dapat terjadi kekurangan air bagi tanaman karena jumlah air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan akan mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Maka dalam menyusun perencanaan di lahan pertanian,
itu, tanah juga mempunyai peranan penting terhadap ketersediaan air bagi tanaman.
Lamanya musim tanam (length growing season) yang sepenuhnya ditentukan oleh ketersediaan air bagi tanaman sangat mempengaruhi pola tanam. Masa tanam ataugrowing season (GS) khususnya pada lahan tadah hujan tergantung pada ada tidaknya curah hujan dan distribusinya selama periode tertentu. Pola curah hujan rata-rata bulanan atau potensi dan pola pasokan air irigasi secara umum digunakan untuk menentukan musim tanam dan penetapan pola tanam pada masing-masing wilayah (Djufry, 2012).
Curah hujan bulanan di wilayah tertentu menentukan jadwal dan pola tanam di lahan kering. Jadwal dan pola tanam ditetapkan petani berpedoman pada kebiasaan yang turun menurun, antara lain berdasarkan bulan terjadinya hujan. Penetapan pola tanam seperti ini biasanya kurang optimal sehingga dapat mendatangkan risiko gagal panen. Maka informasi yang akurat tentang karakteristik curah hujan merupakan suatu hal penting untuk menghindari kejadian tersebut (Dwiratna, dkk., 2013).
Secara klimatologis dapat disimpulkan bahwa kedelai dapat ditanam pada bulan-bulan dengan CH antara 60–100 mm. Bulan-bulan aman penanaman kedelai di daerah kering tanpa irigasi adalah antara bulan Desember–Mei. Dengan
Menurut Musa (2012), menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis neraca air maka dapat diperoleh informasi mengenai surplus dan defisit air di suatu wilayah. Hal ini dapat digambarkan dalam kurva neraca air yang menunjukkan hubungan nilai antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial. Berikut ini adalah contoh kurva neraca air di Kecamatan Marisa:
Gambar 2. Neraca Air Dekadean dalam Setahun dari Tahun 1994–2008
Sumber: Musa (2012)
31
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014- Januari 2015 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Stasiun Klimatologi Masgar Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data klimatologi dan sifat fisik tanah dari Stasiun Klimatologi Masgar serta
Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus PT. Great Giant Pineapple. Data yang digunakan tersebut merupakan data sekunder.
2. Alat tulis.
32
3.3 Pelaksanaaan Penelitian
Gambar 1. Diagram alir penelitian Mulai
Pengumpulan Data: Data Kimatologi dan
Sifat Fisik Tanah
Analisis Data
Metode Thornthwite and Mather
Software CROPWAT Data Cukup ?
Jadwal dan Pola Tanam
33
3.3.1 Pengumpulan Data
a. Data Klimatologi
Data klimatologi diperoleh dari Stasiun Klimatologi Masgar Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
yang meliputi curah hujan, suhu minimum, suhu maksimum, kelembaban relatif, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. Data yang dibutuhkan merupakan hasil pengamatan selama lima (5) tahun, kemudian dikelompokkan per bulan.
b. Data Sifat Fisik Tanah
Data sifat fisik tanah diperoleh dari hasil analisis contoh fisika tanah yang telah dilakukan sebelumnya di Laboratorium Fisika Tanah Bogor. Analisis tanah tersebut menggunakan beberapa sampel tanah yang diambil dari Stasiun
Klimatologi Masgar dan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar. Data yang diperlukan meliputi kadar air dengan pF
2,54 untuk menentukan kapasitas lapang (KL) dan pF 4,2 untuk menentukan titik layu permanen (PWP). Persamaannya adalah sebagai berikut :
……….. (9)
keterangan :
kapasitas air tanah = kapasitas lapang atau titik layu permanen (mm) KAT = kadar air tanah (%)
34
3.2.2 Analisis Data
a. Data Iklim Penunjang
Distribusi peluang curah hujan perlu diketahui untuk mengetahui ketersediaan air pada setiap bulan dari sampel data yang telah diambil. Peluang curah hujan dianalisis dengan mengelompokkan curah hujan rata – rata dari sampel lima tahun data dalam bulanan. Rata – rata curah hujan bulanan tersebut disusun berdasarkan rangking dari mulai tertinggi hingga terendah. Kemudian berdasarkan urutan rangking tersebut dapat dilihat nilai peluang curah hujan 70%.
b. Analisis Evapotranspirasi Standar (ETo)
Dalam penelitian ini, nilai ETo dihitung berdasarkan rumus empiris Penman –
Monteith pada software CROPWAT 8.0 yang telah dikembangkan oleh FAO. Berikut ini adalah contoh tabel untuk menghitung nilai ETo yang ada pada
CROPWAT 8.0.
Gambar 2. Software CROPWAT 8.0 untuk Menghitung Nilai ETo
35
Tahapan operasional CROPWAT untuk menghitung ETo adalah sebagai berikut:
1. Jalankan software CROPWAT version 8.0 2. Klik icon climate/ETo
3. Input data klimatologi berupa :
- Input data country, negara dimana data klimatologi berasal - Input data station, stasiun klimatologi pencatat
- Input data latitude, tinggi tempat stasiun pencatat - Input data longitude, letak lintang (Utara/Selatan)
- Input data temperatur maksimum dan minimum (oC/oF/oK) - Input data kelembapan relatif (%, mm/Hg, kpa, mbar)
- Input data kecepatan angin (km/hari, km/jam, m/dt, mile/hari, mile/jam) - Input data lama penyinaran matahari (jam atau %)
- Otomatis ET terhitung dan hasil langsung tampil. c. Analisis Neraca Air Tanaman
Analisis neraca air tanaman dilakukan menggunakan CROPWAT dan metode Thornthwite and Mather. Analisis menggunakan CROPWAT sama dengan
tahapan dalam menghitung evapotranspirasi standar, kemudian dilanjutkan dengan langkah berikut :
4. Selanjutnya klik icon Rain 5. Input data curah hujan
- Data total hujan tiap bulan dari Bulan Januari s/d Desember
- Pilih dan isikan metode perhitungan, option pilih USDA soil conservation service (untuk perhitungan palawija).
- Otomatis curah hujan efektif terhitung dan hasil langsung tampil. 6. Selanjutnya klik icon Crop
7. Input data tanaman (mengambil dari data base FAO), kemudian editing tanggal awal tanam.
36
Sedangkan analisis berdasarkan metode Thornthwite and Mather dilakukan dengan mengisikan tabel berikut ini:
Tabel 1. Tabel Hasil Analisis Neraca Air Tanaman Menggunakan Metode Thornthwite and Mather
Langkah – langkah untuk mengisikan tabel di atas adalah : 1. Curah hujan (CH) 70%
Nilai CH berdasarkan data curah hujan rata –rata bulanan atau curah hujan dengan peluang 70% yang diharapkan mendekati distribusi secara umum di suatu wilayah.
2. ETo (Evapotranspirasi Potensial/Standar)
ETo yang digunakan adalah ETo bulanan tertinggi yang dihitung sesuai
dengan persamaan metode Penman – Monteith pada CROPWAT 8.0. 3. Kc (Koefisien Tanaman)
Koefisien tanaman yang digunakan berdasarkan rekomendasi dari FAO. 4. ETc (Evapotranspirasi Tanaman)
ETc dihitung dengan perkalian antara ETo dan Kc
5. CH – ETc
37
6. APWL (accumulation off potential water losses) = akumulasi nilai CH – ETc
yang bernilai negatif
7. KAT (kadar air tanah) = KL x ka dengan catatan bahwa :
KL = kapasitas lapang (mm) a = harga mutlak APWL
k = nilai ketetapan, dimana k = po + pi/KL
(dimana, po = 1,000412351; pi = -1,073807306) 8. dKAT = KATi – KATi-1
Nilai dKAT bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang berlangsung pada CH > ETc. Sebaliknya bila CH < ETc atau dKAT negatif,
maka seluruh CH dan sebagian KAT akan dievapotranspirasikan. 9. ETA (evapotranspirasi aktual)
jika CH > ETc, maka ETA = ETc karena ETA mencapai maksimum dan jika
Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga, D = ETc– ETA.
d. Menentukan Jadwal Tanam
Jadwal tanam ditentukan dengan memperhatikan neraca air tanaman dari masing – masing wilayah. Kebutuhan air tanaman dalam satu periode tanam menjadi acuan untuk menentukan jadwal tanam yang disesuaikan dengan ketersediaan air
tanahnya. Jadwal tanam dipilih pada bulan surplus air sehingga tanaman akan aman dari defisit karena kebutuhan airnya dapat terpenuhi. Pola tanam ditentukan berdasarkan analisis pada CROPWAT. Analisisnya sama dengan langkah
38
9. Klik icon Crop Pattern untuk menentukan pola tanam. - Input nama pola tanam pada Cropping Pattern Name.
- Input beberapa data tanaman (mengambil dari data base FAO), kemudian editing tanggal awal tanam dan persentase luas tanam.
71
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pendugaan evapotranspirasi standar (ETo) dengan menggunakan
CROPWAT dihasilkan rata – rata harian untuk wilayah Masgar sebesar 3,7 mm, rata – rata bulanan sebesar 111,1 mm dan total tahunan sebesar 1333,3 mm. Sedangkan untuk wilayah Terbanggi Besar dihasilkan rata – rata harian sebesar 3,4 mm, rata – rata bulanan sebesar 102,7 mm dan total tahunan sebesar 1334,6 mm.
2. Total ETc tanaman kedelai yang ditanam di Wilayah Masgar berdasarkan
CROPWAT pada periode bulan November - Januari sebesar 251 mm, Februari – April sebesar 256,1 mm, Mei – Juli sebesar 233,4 mm dan Agustus – Oktober sebesar 299,6 mm. Sedangkan berdasarkan metode Thornthwite and Mather pada periode bulan November - Januari sebesar
259 mm, Februari – April sebesar 268,1 mm, Mei – Juli sebesar 246,4 mm dan Agustus – Oktober sebesar 307,3 mm.
3. Total ETc tanaman kedelai yang ditanam di wilayah Terbanggi Besar
72
Thornthwite and Mather pada periode bulan November – Januari sebesar 216,6 mm, Februari - April sebesar 241,2 mm, Mei – Juli sebesar 212,8 mm dan Agustus – Oktober sebesar 246,8 mm.
4. Jadwal tanam kedelai di wilayah Masgar dan Terbanggi dapat dilakukan pada periode bulan Februari – April.
5. Pola tanam yang dapat diterapkan di wilayah Masgar dan Terbanggi Besar adalah Jagung – Kedelai.
5.2 Saran
1. Hasil dari penelitian ini perlu diterapkan di lapangan khususnya di sekitar wilayah penelitian untuk menguji kelayakan metode yang digunakan. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan di wilayah lain untuk membantu petani
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R. G., L. S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration: Guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage Paper 56, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. 300 hlm
Arifin, S., I. Carolila, G. Winarso. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh Dan SIG Untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor (Propinsi Lampung).Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital.Vol. 3 No. 1. Hlm 77-86
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997. Budidaya Kedelai di Lahan Pasang Surut. [ 3 Agustus 2013].
http://203.176.181.70/bppi/lengkap/budidaya_kedelai.pdf
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Padi Jagung dan Kedelai. Berita Resmi Statistik No. 62/07/Th. XVIII, 1 Juli 2015. [12 November 2015]. http://bps.go.id/website/brs_ind/brsInd-20150701111533.pdf
Djufry, F. 2012. Pemodelan Neraca Air Tanah Untuk Pendugaan Surplus Dan Defisit Air Untuk Pertumbuhan Tanaman Pangan Di Kabupaten Merauke, Papua. Informatika Pertanian. Vol. 21 No. 1. Hlm 1-9 Dwinaningsih, E. A. 2010. Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe Dengan
Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi
.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 52 hlmDwiratna, N. P. S., G. Nawawi, C. Asdak. 2013. Analisis Curah Hujan Dan Aplikasinya Dalam Penetapan Jadwal Tanam Dan Pola Tanam Pertanian Lahan Kering Di Kabupaten Bandung. Bionatura Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 15 No. 1. Hlm 29-34
Ginting, E., S. S. Antarlina, S. Widowati. 2009. Varietas Unggul Kedelai Untuk Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 28 (3). Hlm 79-87
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2. Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. [6 Juli 2014]. ftp://203.160.128.14/bse/SMK/Kelas
XI/Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2.pdf
Harsono, A. 2008. Strategi Pencapaian Swasembada Kedelai melalui Perluasan Areal Tanam di Lahan Kering Masam. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan.Vol. 3 No. 2. Hlm 224-257
Hidayat, T., Y. Koesmaryono, A. Pramudita. 2006. Analisis Neraca Air Untuk Penetapan Periode Tanam Tanaman Pangan Di Propinsi Banten. J. Indonesia Agromet, 20 (1): 44-51. Hlm 44-51
Hunsaker, D. J., G. J. Fitzgerald, A. N. French, T. R. Clarke, M. J. Ottman, P.J. Pinter Jr. 2007. Wheat Irrigation Management Using
Multispectral Crop Coefficient: I. Crop Evapotranspiration Prediction. American Society of Agriculture and Biological Engineers, ASABE. ISSN 0001-2351. Vol. 50 (6). Hlm 2017-2033
Irwan, A. W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merill). Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. 43 hlm Kurnia, U. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering.
Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 23 (4). Hlm 130-139 Manik, T. K., R. A. B. Rosadi, A. Karyanto, dan A. I. Pratya. 2010.
Pendugaan Koefisien Tanaman untuk Menghitung Kebutuhan Air dan Mengatur Jadual Tanam Kedelai di Lahan Kering. Jurnal
Agrotropika. Vol 15 (2). Hlm 78-84.
Manik, T. K., R. A. B. Rosadi, A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo) di Dataran Rendah Propinsi Lampung, Indonesia. JTEP Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol 26 (2). Hlm 121-128.
Mardawilis., P. Sudira., B. H. Sunarminto, D. Shiddiq. 2011. Analisis Neraca Air Untuk Pengembangan Tanaman Pangan Pada Kondisi Iklim Yang Berbeda. Jurnal Agritech. Vol. 31, No. 2. Hlm 109-115
Musa, N. 2012. Penentuan Masa Tanam Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan Curah Hujan dan Analisis Neraca Air di Kabupaten Pohuwato. Jurnal JATT. Vol. 1 No. 1. Hlm 23-27
Nurhayati, Nuryadi, Basuki, Indawansani. 2010. Analisis Karakteristik Iklim Untuk Optimalisai Produksi Kedelai Di Provinsi Lampung. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika . Jakarta. 85 Hlm
Ortega-Farias, S., A. Olioso, R. Antonioletti, N. Brisson. 2004. Evaluation of the Penman-Monteith Model for Estimating Soybean Evapotranspiration. J.Irrig Sci. Vol. 23. Hlm 1-9
Panelewan, J. H., J. E. X. Rogi, W. Rotinsulu. 2012. Wilayah Surplus dan Defisit Air di Sentra Produksi Padi Sulawesi Utara Menggunakan Model Neraca Air. Jurnal Eugenia. Vol 18. No 3. Hlm 243-248 Purbawa, I. G. A. dan I. N. G. Wiryajaya. 2009. Analisis Spasial Normal
Ketersediaan Air Tanah Bulanan di Provinsi Bali. Buletin
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ISSN 0251-1952. Vol 5. No 2. Hlm 150-159
Purnama, I. L. S., S. Trijuni, F. Hanafi, T. Aulia, R. Razali. 2012. Analisis Neraca Air Di DAS Kupang dan Sengkarang. Percetakan Pohon Cahaya. Yogyakarta. 90 hlm
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Buletin Konsumsi Pangan, Vol. 4 No. 3. [10 Juni 2014].
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Buletin-KonsumsiTW3-2013.pdf
Rizqiyah, F. 2013. Dampak Pengaruh Perubahan Iklim Global Terhadap Produksi Kedelai (Glicine Max L Merril) di Kabupaten Malang. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 7 hlm Rosadi, R. A. B. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 102 hlm
Studeto, P., T. C. Hsiao, E. Fereres, D. Raes. 2012. Crop Yield Response to
Water. Irrigation and Drainage Paper 66, Food and Agriculture
Organization of the United Nations, Rome. ISSN 0254-5284. 519 hlm
Tesmegen, B., S. Eching, B. Davidoff, K. Frame. 2005. Comparison Of Some Reference Evapotranspiration Equation For California. Journal Of Irrigation And Drainage Engineering, ASCE. Vol. 131 No. 1. Hlm 73-84