TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai
berikut: Kingdom : Plantae , Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae,
Class : Dicotyledoneae, Ordo : Fabales, Family : Fabaceae, Genus : Glycine,
Species : Glycine max (L.) Merrill.
Kedelai mempunyai susunan genom diploid (2n) dengan 20 pasang
kromosom, beberapa jenis liar kedelai juga mempunyai 20 pasang kromosom.
(Departemen Pertanian, 1990).
Sistem perakaran kedelai adalah akar tunggang yang terdiri dari akar
utama dan akar cabang. Selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga
tanaman, pada perakaran kedelai ini adalah merupakan tempat terbentuknya
bintil/nodul akar yang berfungsi sebagai tempat bakteri Rhizobium
(Rahman dan Tambas, 1986).
Tanaman kedelai berbatang pendek (30 – 100 cm), memiliki 3 – 4
percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat sering
kali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman
kedelai berkayu. Biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang
dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang
ternaungi. Menurut tipe pertumbuhannya, tanaman kedelai dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu determinate, indeterminate, dan semideterminate
Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal
(unifoliate) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku
pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbetuk pada batang utama
dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliate), namun adakalanya terbentuk daun
berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga
lancip (Hidayat, 1985).
Kedelai adalah tanaman yang subur dan biasanya menyerbuk sendiri.
Bunga mekar pada pagi hari dan serbuk sari jatuh sebelum atau pada saat mekar
dan jatuh langsung ke stigma. Bunga-bunga dikunjungi oleh lebah dan serangga
lain, sehingga penyerbukan silang dapat terjadi, tetapi ini biasanya lebih kurang
dari 1 persen (Purseglove, 1987).
Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong. Polong
berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam proses
pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau menjadi
kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen Pertanian,1990).
Benih kedelai berbentuk bulat telur (hampir bulat) dan panjangnya sampai
12 mm. Hilum berbeda dengan celah yang jelas, dan embrio menunjukkan fitur
polongan yang biasa dari dua kotiledon besar. Seperti biji kebanyakan polongan,
kulit epidermis biji terdiri dari sel dinding yang memanjang dan lebih tebal dari
lapisan endosperm bawahnya. Berbeda dengan beberapa kacang-kacangan,
endosperm kedelai memiliki lapisan aleuron yang berbeda terbuat dari tetesan
minyak dan biji-bijian aleuron kecil. Benih kedelai memiliki dua bagian utama
yaitu kulit biji dan kotiledon. Dua bagian kecil adalah hipokotil dan plumulae
Syarat Tumbuh Iklim
Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20–25ºC. Suhu 12–20ºC adalah
suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah,
serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi
dari 30ºC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Curah hujan yang cukup selama pertumbuhan dan berkurang saat
pembungaan dan menjelang pemasakan buah akan meningkatkan hasil kedelai.
Untuk panen yang baik curah hujan 500 mm per musim. Curah hujan optimal
100-200 mm/ bulan. Gangguan kekeringan selama masa pembungaan akan
mengurangi pembentukan polong, tetapi pengurangan produksi lebih terasa pada
tahap pengisian polong dari pada tahap pembungaan (Tindall, 1983).
Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila
lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas
mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik,
maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua
varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya umumnya
berbunga beragam dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran
melebihi periode kritik, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan
Tanah
Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap agroklimat,
menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat.
Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan
organik dan pH antara 5,5-7. Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak
sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1990).
Tanaman kedelai umumnya mampu beradaptasi dengan baik pada
berbagai jenis tanah. Tanaman kedelai umumnya menyukai tanah yang bertekstur
ringan hingga sedang, serta memiliki saluran drainase yang memadai atau baik
untuk pertanaman dan juga tanaman kedelai peka terhadap kondisi tanah salin
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Vermikompos
Cacing tanah peranannya cukup besar dalam meningkatkan kesuburan
tanah. Sebagai fauna yang membuat liang, maka cacing tanah memakan tanah dan
menghaluskan bahan organik. Hasil kegiatan cacing tanah meningkatkan
ketersediaan hara karena lebih banyak mengandung hara Ca, Mg dan K daripada
tanah di sekitarnya. Ketersediaan P mencapai 4-10 kali lipat daripada tanah di
sekitarnya (Sutanto, 2002)
Beberapa jenis cacing pengkompos yang dapat dipilih, antara lain:
1) Eisena fetida. Jenis cacing ini juga dikenal sebagai tiger worm, merupakan
jenis cacing pengkompos yang mempunyai rentang toleransi terhadap suhu,
kemasaman, dan kelembaban yang cukup tinggi.
2) Lumbricus rubellus. Jenis cacing ini dikenal sebagai redworm dan merupakan
bereproduksi secara seksual dengan jumlah 2-3 cocon/cacing/minggu, umur
dewasa 2,5-3 bulan.
Selain kedua jenis cacing tersebut di atas, cacing Perionyx excavatus (blue worm),
Eudrilus eugeniae (african night crawler) dan Phretima sp mempunyai potensi
untuk dibudidayakan. Namun karena kecenderungan jenis cacing ini untuk
meninggalkan tempat pemeliharaannya maka budidayanya sedikit sulit
(Suharyanto, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban,
konsentarasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH),
ukuran bahan. Kelembaban yang dibutuhkan sekitar 40-60%. Kondisi tersebut
perlu dijaga agar cacing dapat bekerja secara optimal. Kebutuhan oksigen dalam
pembuatan vermikompos yakni berkisar antara 10-18%. Temperatur optimum
yang dibutuhkan untuk merombak bahan adalah 35-55°C. Perbandingan C/N yang
optimum untuk proses pengomposan adalah berkisar antara 25-25. Derajat
keasaman yang terbaik untuk proses pengomposan adalah pada kondisi pH netral
yakni berkisar antara 6-8 ( Cahaya dan Nugroho, 2008).
Kelebihan vermikompos tidak hanya komposisi hara yang lebih baik, tapi
juga perannya dalam meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama.
Misalnya tanaman kangkung yang ditanam tanpa menggunakan vermikompos
mendapat serangan serangga sehingga daunnya berlubang-lubang, namun
setelah dipupuk dengan vermikompos berangsur-angsur serangan serangga
tidak terjadi lagi sehingga daunnya mulus. Selain itu, vermikompos
diyakini mempunyai kelebihan dalam pengkayaan mikroorganime dalam tanah
Adapun kandungan hara vermikompos dapat dilihat pada tabel berikut :
Adapun keunggulan vermikompos antara lain : Vermikompos
mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, p, K, Ca,
Mg, S. Fe, Mn, AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang
digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan
adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang
dan menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat
meningkatkan kesuburan tanah, vermikompos juga dapat membantu proses
penghancuran limbah organik. Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan
menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur
tanah dan menetralkan pH tanah. Vermikompos mempunyai kemampuan
menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karena struktur vermikompos yang memiliki
mempertahankan kelembaban. Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi
dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut
menjadi bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam
alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos, sehingga
dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagian tanaman
(BPPP, 2001)
Kandungan Nitrogen vermikompos berasal dari perombakan bahan
organik yang kaya Nitrogen dan perkembangan mikroba yang bercampur dengan
tanah dalam sistem pencernaan cacing tanah. Peningkatan kandungan Nitrogen
dalam bentuk vermikompos selain disebabkan adanya proses perombakan bahan
organik yang kaya akan mineral dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin
(cairan dan kotoran) yang dihasilkan, dan proses pencernaan bahan organik dari
tubuhnya yang kaya Nitrogen (PPLH, 2007).
Tanah Masam
Reaksi tanah dapat berupa asam, basa maupun netral, bergantung pada
konsentrasi ion H⁺ dan OHˉ dalam tanah. Pada tanah dengan kemasaman tinggi
konsentrasi ion H⁺ lebih tinggi dibandingkan ion OHˉ. Pada tanah dengan pH=8
menggambarkan kondisi tanah yang bersifat basa, pH=6 merupakan pH ideal
dengan persentase kandungan hara tersedia lebih tinggi dibandingkan pada nilai
pH lainnya. Derajat kemasaman yang lebih kecil dari 5 menggambarkan kondisi
tanah kritis dengan kemasaman yang tinggi (Hanum, 2009).
Tingkat kemasaman setiap tanah berbeda dan nilainya sangat dinamis.
Nilai pH tanah selalu berubah sesuai dengan perubahan-perubahan reaksi kimia
dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti : (1) penggunaan pupuk komersial,
khususnya pupuk NH4+ yang menghasilkan H+ selama nitrifikasi; (2) pengambilan
kation-kation oleh tanaman melalui pertukaran dengan H+ ; (3) pencucian
kation-kation yang digantikan oleh H+ dan Al3+ ; dan (4) dekompisisi residu organik
(Damanik, dkk, 2010).
Kriteria pengukuran pH dapat kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Kriteria Pengukuran pH Tanah
Sifat Kimia Tanah
Kriteria Pengukuran Tanah
Sangat Masam Masam Agak Masam Netral
pH 4,5 4,6-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5
(www.deptan.go.id, 2005).
Penghambatan pertumbuhan pada tanah masam disebabkan oleh
keracunan dan atau kekurangan unsur hara mineral. Selain itu juga adanya
aluminium bebas dan aluminium dapat ditukar (Aldd) yang berlebihan, keracunan
Mn dan kekurangan P, Ca dan Mg serta rendahnya nitrogen (Marschner,1995).
Hara hasil mineralisasi dari bahan organik tanah (BOT), mineral tanah dan
dari pemupukan memasuki pool hara tersedia dalam tanah. Hara tersedia
selanjutnya dapat diserap oleh tanaman, atau mengalami imobilisasi karena
adanya khelat oleh bahan organik tanah atau mineral tanah. Hara tersedia yang
berada di dalam larutan tanah dapat terangkut oleh pergerakan air tanah keluar
dari jangkauan perakaran tanaman sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Dengan kata lain hara tersebut telah mengalami pencucian (leaching). Beberapa
hara terutama dalam bentuk anion sangat lemah diikat oleh partikel liat dan
mengalami pencucian. Di lain pihak hara dalam bentuk kation (misalnya kalium),
gerakannya sangat ditentukan oleh kapasitas pertukaran (Hairiah, dkk, 2002).
Setiap tanaman memiliki tingkat adaptasi yang berbeda pada tanah
masam. Beberapa tanaman mampu beradaptasi pada tanah ber-pH rendah tetapi
sebagian besar tanaman akan tumbuh baik pada pH diatas 5.5. Terhambatnya
pertumbuhan tanaman di tanah masam berkaitan erat dengan beberapa
permasalahan kesuburan tanah yang ditemui antara lain; keracunan Al dan Mn,
dan kekurangan unsur P, K, Ca, Mg dan Mo (Damanik, dkk, 2010).
Pencucian hara (leaching) adalah pergerakan ke bawah dari nutrisi
terlarut kedalam profil tanah yang dibawa oleh air resapan. Nutrisi yang tercuci
dibawah zona perakaran vegetasi setidaknya untuk sementara hilang dari sistem,
meskipun mereka mungkin didaur ulang jika akar tumbuh lebih dalam. Secara
umum, transportasi air di bawah zona perakaran mensyaratkan bahwa kadar air
tanah melebihi kapasitas lapangan dan keseimbangan air positif, yang berarti
input air dengan curah hujan (dan irigasi) melebihi evapotranspirasi. Oleh karena
itu, kehilangan unsur hara melalui pencucian umumnya lebih tinggi didaerah
dengan iklim lembab daripada iklim kering (Lehmann and Schroth, 2003)
Varietas
Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang
dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat tertentu
(Nurhayati, 2005).
Pertumbuhan tanaman tidak semata-mata diatur oleh gen-gen dalam
kromosom. Tanaman tidak berkembang secara teratur menurut perubahan
lingkungan. Lingkungan terbagi dua yaitu lingkungan mikro dan makro.
Lingkungan mikro adalah lingkungan dekat disekitar tanaman, dapat berupa
kesuburan tanah pada tempat tumbuh individu tanaman, suhu, kelembaban,
kandungan karbon dioksida, sinar matahari dalam pertanaman, hama penyakit dan
persaingan antar tanaman. Lingkungan makro termasuk lingkungan karena lokasi,
musim dan tahun. Sedang sebagai objek studi tidak hanya individu tanaman juga
kelompok atau populasi tanaman (Poespodarsono, 1988).
Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda
terhadap genotif. Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada
suatu lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut.
Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan
fenotipe dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika
mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan
lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa
keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh
perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas
didalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan
dimana individu berada (Allard, 2005).
Besarnya produksi tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis
dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan
pengelolaan tanaman. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau
tertentu pula. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam
deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas,
jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (Gani, 2000).
Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul
menerima respons terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek
budidaya lainnya. Semua kombinasi in put ini penting dalam mencapai
produktivitas tinggi (Nasir, 2002).
Heritabilitas
Heritabilitas dapat diartikan sebagai proporsi keragaman teramati yang
disebabkan oleh sifat menurun. Nilai heritabilitas berkisar antara 0 dan 1.
Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa keragaman penotipa hanya disebabkan
lingkungan, sedang heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman penotipa hanya
disebabkan oleh genotipa. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya makin
tinggi, sebaliknya makin mendekati 0, heritabilitasnya makin rendah
(Poespodarsono, 1988).
Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat semakin besar pengaruh
genetiknya dibanding lingkungan. Untuk sifat yang meniliki nilai heritabilitas
sedang, menunjukkan bahwa sifat ini tidak dapat digunakan sebagai kriteria
seleksi pada awal, seleksi pada sifat tersebut lebih baik dilakukan pada generasi
selanjutnya (Sudarmadji, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas
antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode
perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan
heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan
oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga
Heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0
menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan
disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0
menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam
populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Babas, 2012).
Harus ditekankan bahwa heritabilitas suatu sifat hanya berlaku bagi suatu
populasi tertentu yang hidup di lingkungan tertentu. Populasi yang berbeda secara
genetis dan hidup di lingkungan yang identik kemungkinan besar menunjukkan
heritabilitas yang berbeda bagi sifat yang sama, serupa dengan itu, populasi yang
sama kemungkinan besar menunjukkan heritabilitas yang berbeda bagi sifat yang