• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK NEGARA ASAL, CITRA MEREK, PERSEPSI KUALITAS, TERHADAP MINAT BELI ULANG PADA PRODUK LIPSTIK MEREK REVLON (Studi pada Mahasiswi di FISIP Universitas Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK NEGARA ASAL, CITRA MEREK, PERSEPSI KUALITAS, TERHADAP MINAT BELI ULANG PADA PRODUK LIPSTIK MEREK REVLON (Studi pada Mahasiswi di FISIP Universitas Lampung)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK NEGARA ASAL, CITRA MEREK, PERSEPSI KUALITAS, TERHADAP MINAT BELI ULANG PADA PRODUK LIPSTIK MEREK

REVLON

(Studi pada Mahasiswi di FISIP Universitas Lampung)

Oleh NIA ARNILA

Era globalisasi saat ini dengan majunya perkembangan teknologi membuat evaluasi konsumen terhadap suatu produk tidak hanya didasarkan pada syarat intrinstik namun juga syarat ekstrinsiknya. Negara asal (COO), citra merek dan persepsi kualitas merupakan faktor yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh negara asal (COO), citra merek, persepsi kualitas terhadap minat beli ulang konsumen. Jenis penelitian ini adalah explanatory dengan pendekatan kuantitatif. Data penelitian ini melibatkan 60 responden dengan teknik non probability sampling. Metode analis yang digunakan adalah regresi berganda dengan bantuan alat SPSS for Windows 16. Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara parsial terdapat satu variabel independen yaitu variabel persepsi kualitas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli ulang konsumen. Sedangkan variabel negara asal (COO) dan variabel citra merek tidak berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang konsumen. Secara simultan, tiga variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

(2)

THE EFFECTS OF THE COUNTRY OF ORIGIN, BRAND IMAGE, PERCEIVED QUALITY, TOWARDS REPURCHASING INTENTION

OF REVLON LIPSTIK PRODUCT

(The Study of Female Students of FISIP University of Lampung)

BY NIA ARNILA

This Globalization era with the advance of technological developments make consumer evaluation of a product is not only based on the intrinsic requirements but also the extrinsic requirements. Country of origin (COO), brand image, perceived quality are the factors that can not be underestimated. This study aims to determine the influence of the country of origin (COO), brand image, perceived quality of the repurchasing intention. This type of research is an explanatory quantitative approach. Data of this study involved 60 respondents with non probality sampling techniques. Analytical methods that were used is multiple regression with SPSS for windows 16. The result showed that partially there were one independent variables, variables perceived quality had a significant influence on consumer repurchasing intention. While the variable country of origin and variable brand image did not significantly influence the repurchasing intention. Simultaneously, the three independent variables together have significant effect toward the dependent variable.

(3)

EFEK NEGARA ASAL, CITRA MEREK, PERSEPSI KUALITAS, TERHADAP MINAT BELI ULANG PADA PRODUK LIPSTIK

MEREK REVLON

(Studi Pada Mahasiswi Di FISIP Universitas Lampung)

Oleh: NIA ARNILA

(SKRIPSI)

Sebagai Salah Satu untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI BISNIS

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat serta Hidayah-nya lah saya dapat menyelesaikan karya ini

dengan baik untuk mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Bisnis.

Kupersembahkan karyaku ini kepada

Kepada kedua orangtuaku terkasih

Papa dan Mama yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, mendidikku,selalu memberikan motivasi, yang selalu melakukan terbaik untuku

dan selalu mendoakanku.Terimakasih mah pah atas segalanya semoga Allah selalu membalas kebaikan kalian.

Kepada Kakak dan adikku

Devita Puspawati dan Yuniska Murti Ayu terimakasih atas segala bantuan dan doa untuku.

(9)

MOTTO

Do all things with kindness

Remember pray can change everything, as soon as possible.

Barang siapa menginginkan kebahagian didunia dan diakhirat maka

haruslah memiliki banyak ilmu.

(HR. Ibnu Asakir)

You must have some kind of vision for your live.

(10)

SANWACANA

Assalamuala’ikum Wr. Wb

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan Skripsi dengan judul “Efek Negara Asal, Citra Merek, Persepsi

Kualitas, Terhadap Minat Beli Ulang Lipstik Merek Revlon (Studi Pada Mahasiswi di FISIP Universitas Lampung)”. Penyusunan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis di Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa proses penulisan dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, khususnya yang berada pada Jurusan Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Untuk itu, sebagai wujud rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. ALLAH SWT

2. Nabi Muhammad Saw

(11)

kasih sayang yang selalu memberikan terbaik untukku. Semoga ALLAH SWT membalas kebaikan kalian dan memberikan kebahagian kalian baik didunia dan diakhirat.

4. Kakakku dan Adikku Devita Puspawati dan Yuniska Murti Ayu, terima kasih telah memberikan motivasi serta do’a dalam proses menyelesaikan Skripsi

ini. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses di dunia dan akhirat menjadi kebanggaan mama papa serta orang-orang disekitar kita.

5. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. A. Effendi, M.M., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

8. Bapak Drs. Pairulsyah, M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

9. Bapak Ahmad Rifai, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas.

(12)

kebaikan bapak kepada saya menjadi amal yang mengalir terus pahalanya. 11. Bapak Suripto, S.sos., M.AB., selaku Pembimbing Utama yang telah banyak

memberikan arahan, kritik, motivasi, ilmu dan bimbingan kepada penulis serta bersedia meluangkan waktu untuk penulis dalam proses penyusunan Skripsi ini. Yang banyak membantu penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga semua kebaikan bapak kepada saya menjadi amal yang terus mengalir pahalanya.

12. Ibu Dr. Baroroh Lestari, S.sos., M.AB., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bantuannya dalam masa perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. 13. Ibu Mertayana selaku staff Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas

Lampung yang telah banyak membantu penulis.

14. Seluruh Dosen dan staff Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung, terima kasih atas pengajaran dan ilmu yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

15. Terima kasih kepada saudara-saudaraku dari keluarga mama dan papa untuk

mama sun, ibu , bunda dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut mendoakan untuk kelancaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga dapat selesai dengan baik.

(13)

menjadi lebih baik. Terima kasih cerita-cerita selama di bangku kuliah ini. Harus keep contac sampe nini nini yahhh. Inget janji kita someday kita semua harus sukses.

17. Rekan-rekanku (yang katanya anak Alam) Afik, Guswindi, Fidel, Agung, Dimas, Risyah, Widi, Eri, Sentong, Bakso, dan Kak May Roni. Terima kasih telah selalu menghibur dan memberikan candaan kegemberiaan. Semoga dikemudian hari kita bertemu dengan kesuksesan kita masing-masing.

18. Seluruh angkatan 2012, untuk Nijun dll, Fidya dll, Yunita dll, Zahra dll, Jojo dll, Bagus dll, Ika dll, eka dll. Dan angkatan 2012 dari absen awal hingga akhir yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas bantuanya selama perkuliahan ini. Semoga kita dapat sukses dan kita dapat bertemu lagi di kemudian hari.

19. Terimakasih kepada teman-teman terbaik selama SMP dan SMA Endris, Faria, Gebrilla, Karina, Rara, Sakib, Ogy, Syhelin, Tata, Yolanda, Vivi, keluarga4. Terima kasih selalu memberikan kritik dan saran untuk saya menjadi pribadi yang lebih baik, terimakasih telah memberikan motivasi dan candaan dari awal kenal sampe sekarang. Semoga kita semua dapat sukses menjadi orang yang berguna dan membanggakan untuk kedua orang tua kita dan orang-orang disekitar kita.

(14)

21. Teman-teman Administrasi Bisnis 2011, 2013, 2014, serta 2015 yang senantiasa membantu saya dan memberikan kritik dan saran untuk kemajuan saya kedepannya.

22. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikanya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

23. Almamaterku, Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Februari 2016 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

2.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ... 20

2.4 Kepuasan Konsumen ... 22

3.3Definisi Operasionalisasi Variabel ... 47

(16)

3.9Uji Asumsi Klasik ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan Revlon Inc. ... 63

4.2 Karakteristik Responden ... 67

4.2.1. Distribusi Berdasarkan Usia ... 67

4.2.2. Distribusi Berdasarkan Jurusan ... 68

4.3 Deskripsi Jawaban Responden ... 69

4.3.1 Penilaian Responden Berdasarkan Variabel Negara Asal (Country Of Origin) ... 69

4.3.2 Penilaian Responden Berdasarkan Variabel Citra Merek (Brand Image) ... 72

4.3.3 Penilaian Responden Berdasarkan Variabel Persepsi Kualitas (Perceived Quality)... 75

4.3.4 Penilaian Responden Berdasarkan Variabel Minat Beli Ulang ... 77

4.4 Pengujian Asumsi Klasik ... 79

4.4.1 Uji Normalitas ... 79

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 80

4.4.3 Uji Heteroskedasitas ... 81

4.5 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda ... 82

4.6 Hasil Uji Hipotesis ... 85

4.6.1 Hasil Uji koefesiensi Determinasi Regresi (R2) ... 85

4.6.2 Uji Statistik t ... 86

4.6.3 Uji Signifikan Simultan ( Uji F) ... 88

4.7 Pembahasan ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Saran ... 103

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase Pertumbuhan Penjualan Top Brand Index (TBI) Kategori

Kosmetik Lipstik Tahun 2014 – 2015 ... 5

2. Penelitian Terdahulu ... 39

3. Definisi Operasional Variabel ... 47

4. Hasil Pengujian Validitas ... 54

5. Hasil Uji Reliabilitas Instrument Penelitian... 55

6. Pedoman Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi ... 59

7. Data Responden Berdasarkan Usia ... 67

8. Data Responden Berdasarkan Jurusan ... 68

9. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Penilaian Responden Pada Variabel Negara Asal (Country Of Origin) ... 69

10. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Penilaian Responden Pada Variabel Citra Merek (Brand Image) ... 72

11. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Penilaian Responden Pada Variabel Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ... 75

12. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Penilaian Responden Pada Variabel Minat Beli Ulang ... 77

13. Hasil Uji Multikoliniearitas ... 81

14. Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 83

15. Hasil uji koefesiensi Determinasi Regresi (R2) ... 85

16. Hasil Uji t ... 86

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Konsep Ekuitas Merek ... 27

2. Proses Minat Beli ... 31

3. Model Perilaku Konsumen (Model of Consumer Behavior) ... 34

4. Model Penelitian ... 43

5. Hasil Uji Normalitas ... 80

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi perdagangan seperti sekarang ini, membuat bisnis mengalami perubahan yang begitu cepat. Globalisasi merambah semua jenis produk dan tidak menyisakan wilayah geografis tertentu. Tidak heran jika dikatakan bahwa bisnis masa depan adalah bisnis global. Salah satu faktor yang menjadi pendorong peningkatan perubahan yang begitu cepat adalah teknologi. Dengan perkembangan teknologi didukung oleh turunnya hambatan perdagangan antar negara. Konsumen di suatu wilayah (negara) tertentu dapat memenuhi hampir segala kebutuhannya, sekalipun alat kebutuhan tersebut (barang dan jasa) tidak tersedia di wilayah (negara) yang ia tinggali. Akibatnya semakin luasnya keberadaan produk-produk asing di pasar domestik. Konsumen dihadapkan pada pilihan antara merek lokal dan merek asing.

(20)

(COO) produk seringkali dijadikan pertimbangan konsumen dalam keputusan pembeliannya (Kamakura 1999 dalam Listiana, 2013).

Tidak adanya batas perdagangan antar negara satu dengan yang lainya yang berdampak pula pada pemasaran global. Di tengah persaingan pasar global yang ada di pasaran menjadi sebuah persaingan bukan saja untuk konsumen tetapi juga untuk pemasar. Pasar global yang memiliki persaingan ketat menuntut perusahaan baru atau lama untuk lebih unggul dibandingkan pesainganya. Perusahaan dituntut agar mempunyai strategi pemasaran yang baik dan produk yang mempunyai nilai unggul dibanding pesainganya. Syarat yang harus dimiliki perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan.

Faktanya mengembangkan produk saja tidak cukup untuk meningkatkan penjualan. Ada faktor lain yang sangat mendukung terjadinya peningkatan penjualan pada suatu produk, yaitu persepsi konsumen akan produk tersebut. Persepsi ini merupakan pola pikir konsumen akan suatu produk yang ia lihat. Persepsi ini bisa saja terbentuk dari pengalaman maupun mindset konsumen itu sendiri terhadap suatu produk. Dengan adanya persepsi yang baik maupun buruk dari konsumen, hal ini akan sangat mempengaruhi sekali citra merek dari suatu produk yang nanti pada akhirnya akan bermuara pada beli atau tidaknya konsumen terhadap produk tersebut.

(21)

mereka lebih percaya diri karena mempercantik penampilan. Indonesia sebagai negara berkembang dilihat sebagai pasar potensial yang memiliki pertumbuhan. Kondisi ini dimanfaatkan betul oleh produsen kosmetik. Jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dan sifat konsumen Indonesia yang konsumtif, menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik. Saat ini perkembangan industri kosmetik Indonesia tergolong solid. Pertumbuhan volume penjualan kosmetik ditopang oleh peningkatan permintaan, khususnya dari konsumen kelas menengah. Pertumbuhan penjualan kosmetik juga didorong oleh tren kenaikan penggunaan kosmetik oleh kaum pria. Saat ini, industri kosmetik dalam negeri mendapat tantangan dengan peredaran produk kosmetik impor di pasar domestik. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik untuk produk kosmetik impor premium (kemenperin.go.id, 2015).

Perkembangan industri kosmetik Indonesia yang tergolong solid juga didukung oleh pernyataan, bahwa di kuartal I 2015, pasar kosmetik nasional justru mengalami pertumbuhan. Sepanjang kuartal I 2015, pasar kosmetik tumbuh sekitar 8% dibandingkan periode yang sama ditahun lalu. Pertumbuhan ini terutama dikontribusi oleh kinerja ritel yang tumbuh double digit (Mix.co.id, 2015).

(22)

pasar domestik senilai 15 triliun rupiah (Koran.bisnis.com, 2015). Salah satu perusahaan global yang melihat peluang tersebut dan memasarkan produknya di Indonesia adalah Revlon.

Revlon adalah perusahaan kosmetik, perawatan kulit, wewangian dan perawatan pribadi yang berkantor pusat di Amerika. Revlon didirikan pada tahun 1932, oleh Charles Revson dan saudaranya Joseph, bersama dengan seorang ahli kimia, Charles Lachman, yang menyumbang "L" dalam nama REVLON. Di Indonesia sendiri PT. Eres Revco ("ER"), anak perusahaan di bawah PT Tempo Scan Pacific Tbk, yang melakukan pemasaran dan distribusi produk-produk berkualitas tinggi di bawah lisensi dari Revlon Inc, USA untuk melayani kebutuhan dan inspirasi dari konsumen Indonesia. Revlon merek franchise adalah salah satu merek waralaba terkuat di dunia. ER mendistribusikan portofolio merek Revlon di Indonesia termasuk Revlon cosmetics, charlie fragrances, Revlon color silk hair color dan Ultima II cosmetics. Selain kuartal pusat di Tempo Scan Tower, Lantai 16, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 3-4, Jakarta 12950, ER telah dioperasikan pada distribusi nasional melalui enam cabang lain di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Manado dan Medan (Pusatkosmetikku.com, 2015).

(23)

kalangan dan usia. Sudah lebih dari 80 tahun Revlon menjalankan usaha kosmetiknya, dan berhasil di berbagai belahan dunia, di antaranya di negara-negara, Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Taiwan, Cina, Jepang, Dubai, Afrika Selatan, Italia, Prancis, Inggris, Argentina, Venezuela, dan Kanada tidak terkecuali Indonesia. Kesuksesan perdagangan Internasional perusahaan ini paling sukses menuai berhasil di Jepang. Di negeri Sakura itu, Revlon tak berusaha menyesuaikan diri dengan menggunakan model-model Jepang yang berwajah oriental dalam promosi-promosi iklannya. Revlon lebih memilih menggunakan model-model Amerika dan ternyata taktik pemasaran ini berhasil, wanita-wanita Jepang menyukai gaya dan model Amerika (Binasyifa.com, 2015). Di Indonesia sendiri produk Revlon mendapat persepsi positif bagi konsumen. Hal itu juga dapat dilihat dari data table sebagai berikut:

Tabel. 1

Persentase Pertumbuhan Penjualan Top Brand Index (TBI)

Kategori Kosmetik Lipstik Tahun 2014 – 2015

Sumber data: www.topbrand-award.com (2015)

Berdasarkan data tabel 1 bahwa lipstik merek Revlon mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan besar persentase dari 12,6% di tahun 2014 dan 12,8% di tahun 2015 dengan persentase kenaikan pertumbuhan sebesar 0,15%. Berdasarkan data tersebut walaupun lipstik merek Wardah yang menjadi Top brand di kategori

(24)

lipstik ini, tetapi lipstik merek Revlon masih memiliki persepsi positif bagi konsumen yang dibuktikan dengan kenaikan persentase pertumbuhan pada produk lipstik Revlon. Peneliti mengambil Revlon sebagai objek penelitian, karena pada umumnya para konsumen mengetahui bahwa produk Revlon adalah produk yang berasal dari luar Indonesia. Di tengah persaingan global sekarang dengan banyaknya merek kosmetik, Revlon dapat mempertahankan eksistensinya. Produk Revlon mampu bersaing dengan produk domestik lainya. Seperti produk lipstik Wardah yang memiliki persentase pertumbuhan paling tinggi untuk kategori lipstik ini.

(25)

Minat beli ulang juga salah satu komitmen kesan positif terhadap lipstik Revlon. Minat (intention) merupakan pernyataan sikap mengenai bagaimana seseorang akan berperilaku di masa yang akan datang (Soderlund dan ohman, 2003). Minat beli ulang (repurchase intention) merupakan suatu komitmen konsumen yang terbentuk setelah konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas terhadap pembelian tersebut. Minat konsumen untuk membeli ulang adalah salah satu ukuran dari keberhasilan dari suatu perusahaan, terutama perusahaan jasa. Minat beli ulang merupakan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh dari perusahaan yang sama (Setyaningsih, Mangunwihardjo, dan Soesanto, 2007).

Persepsi dan keyakinan konsumen terhadap citra COO memainkan peran penting dalam membentuk minat beli konsumen. Persepsi ini bisa menjadi atribut dalam pengambilan keputusan atau memengaruhi atribut lainya dalam proses tersebut (Kotler, 2012). Citra COO yang dipersepsikan positif dapat menimbulkan minat beli konsumen dan berakhir pada pembelian produk, sebaliknya, citra COO yang dipersepsikan negatif oleh konsumen berpotensi mengurangi minat konsumen untuk membeli produk sehingga kemungkinan produk untuk dipilih pun berkurang. Oleh karena itu, citra COO juga dianggap memiliki peran penting dalam memengaruhi minat dan keputusan pembelian konsumen (Keller, 2007).

(26)

1.2. Rumusan masalah

Adapun pertanyaan penelitian yang dapat di ajukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah Negara Asal berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon?

2. Apakah Citra Merek berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon?

3. Apakah Persepsi Kualitas berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon?

4. Apakah Negara Asal, Citra Merek, Persepsi Kualitas berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon?

1.3. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui Pengaruh Negara Asal terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon.

2. Mengetahui Pengaruh Citra Merek terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik

merek Revlon.

3. Mengetahui Pengaruh Persepsi Kualitas terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon.

(27)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam mengembangkan pengetahuan mengenai Negara Asal, Citra Merek, Persepsi Kualitas terhadap Minat Beli Ulang pada lipstik merek Revlon, yang didasari bahwa Negara Asal (COO) didefisinikan sebagai negara di mana suatu produk di produksi. Namun untuk mencapai efek yang lebih baik perlu secara aktif mengkomunikasikan asal merek, jika merek tidak asing lagi bagi konsumen.

2. Manfaat Praktis

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Negara Asal (Country Of Origin)

2.1.1 Definisi Negara Asal (Country Of Origin)

Country Of Origin merupakan negara asal produk dihasilkan. Untuk menunjukkan

Country Of Origin (COO) seringkali ditulis kata “made in” pada kemasan produk. Banyak orang kemudian sangat familiar dengan kata “made in” sehingga ketika melihat kata “made in” pada produk kemasan, mereka langsung mengartikan produk tersebut berasal dari negara tertentu. Misalkan jika pada kemasan produk tertulis “made in USA”, mereka akan mengartikan produk tersebut berasal dari Amerika Serikat (Keegan, 2007). Negara asal atau Country of Origin (COO) merupakan informasi yang sering digunakan oleh konsumen ketika mengevaluasi suatu produk (Listiana, 2014). Country Of Origin merupakan asosiasi dan kepercayaan mental seseorang akan suatu produk yang dipicu oleh negara asal produk (Kotler, 2009). Negara yang menjadi tempat asal suatu produk disebut dengan istilah Country Of Origin yang secara umum dianggap sebagai bagian dari karakteristik suatu produk (Cordell, 1992 dalam Permana, 2014).

(29)

disimpulkan bahwa Country Of Origin merupakan bayangan atau image sebuah produk yang dipicu oleh asal negara produk tersebut. Konsep utama lainnya tentang citra negara yang berkaitan dengan COO, dikemukakan oleh Lee and Ganesh (1999) dalam Listiana (2013), yaitu:

1. Pandangan pertama, citra negara pada level produk. Dalam hal ini citra negara didefinisikan sebagai persepsi umum kualitas produk dari negara tertentu. Pendekatan ini menggambarkan citra negara sebagai elemen yang terbentuk dari totalitas produk, merek dan beragam organisasi khusus dari suatu negara. Definisi ini bersifat unidimensional dan berfokus pada persepsi umum kualitas produk. Dalam pandangan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan citra negara oleh konsumen lebih ditekankan dari atribut produk secara umum.

2. Pandangan kedua, citra negara pada level negara. Dalam hal ini citra negara didefinisikan dari sudut citra negara secara umum, yang berbeda dari definisi citra negara yang berfokus pada level produk.

Definisi Country Of Origin (Listiana, 2013) adalah persepsi negara asal didefinisikan sebagai penilaian konsumen secara umum terhadap negara asal merek produk, berdasarkan informasi yang diterima dari berbagai sumber, yang terbentuk dari 3 dimensi meliputi keyakinan terhadap negara, keyakinan terhadap orang-orang di negara tersebut dan keinginan interaksi dengan negara tersebut. Pengukuran variabel COO melalui indikator-indikator sebagai berikut:

(30)

1. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang inovatif dalam manufacturing/pabrikasi.

2. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi tinggi.

3. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang baik dalam desain produk.

4. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang memilki reputasi (terhormat).

5. Negara dimana merek X berasal merupakan negara maju.

People Affect:

1. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang memiliki tenaga

kerja yang kreatif.

2. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang memiliki tenaga kerja yang berkualitas tinggi.

Desired Interaction:

1. Negara dimana merek X berasal adalah negara yang ideal untuk dikunjungi.

(31)

dilakukan di negara lain, tetapi tetap mengacu pada negara asalnya. Misalnya, perancangan dilakukan di Jepang, perakitannya dilakukan di Indonesia dan komponennya didatangkan dari Jepang. Berikut dikemukakan pengertian dari setiap komponen COO tersebut:

1. Country Of Origin (COO), didefinisikan sebagai negara dimana suatu produk diproduksi.

2. Country Of Manufacture (COM), merupakan negara tempat produk dimanufaktur/diproduksi atau dirakit.

3. Country Of Design (COD), merupakan negara tempat produk didesain dan biasanya menjadi tempat merek secara umum diasosiasikan.

4. Country Of Assembly (COA), merupakan negara dimana sebagian besar

perakitan produk akhir dilakukan.

5. Country Of Part (COP), merupakan negara tempat sebagian besar material yang digunakan dalam produk dihasilkan, atau negara tempat bagian/komponen produk dibuat.

2.1.2 Dampak Negara Asal (Country of Origin)

(32)

maupun konsumen dalam mengevaluasi sebuah produk dan digunakan untuk mencari informasi lain tentang produk tersebut.

Persepsi dan keyakinan konsumen terhadap citra negara asal memainkan peran penting dalam membentuk minat beli konsumen. Persepsi ini bisa menjadi atribut dalam pengambilan keputusan atau mempengaruhi atribut lainnya dalam proses tersebut (Kotler, 2012). Citra negara asal yang dipersepsikan positif dapat menimbulkan minat beli konsumen dan berakhir pada pembelian produk. Sebaliknya, citra negara asal yang dipersepsikan negatif oleh konsumen berpotensi mengurangi minat konsumen untuk membeli produk sehingga kemungkinan produk untuk dipilih berkurang. Oleh karena itu, citra negara asal juga dianggap memiliki peran penting dalam mempengaruhi minat dan keputusan pembelian konsumen. Persepsi negara asal dapat mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen secara langsung dan tidak langsung. Persepsi bisa dimasukkan sebagai atribut dalam pengambilan keputusan atau mempengaruhi atribut lain dalam proses pengambilan keputusan (Kotler, 2007).

(33)

konsumen. Hal ini semakin bisa membiasakan konsumen dengan merek perusahaan, yang mungkin meningkatkan niat pembelian mereka.

Ketiga, citra merek dapat memberikan pengaruh kuat pada niat beli daripada COO. Jadi, meskipun tingkat tinggi citra merek yang positif dan COO positif adalah diinginkan, tingkat COO positif tidak diperlukan untuk mempengaruhi konsumen niat beli. Namun, untuk mencapai efek yang lebih baik, perlu untuk secara aktif mengkomunikasikan asal merek, jika merek tidak asing lagi bagi konsumen. Skala Roth dan Romeo (1992) dalam Wang (2008) diadaptasi untuk mengukur COO. Mencakup empat dimensi: inovasi (menggunakan teknologi baru dan tingkat pengembangan rekayasa), desain (penampilan dan gaya), prestise (status dan reputasi), dan pengerjaan (kehandalan, daya tahan, keahlian, dan kualiatas).

Kotabe (2001) dalam Rosyidi (2009) menambahkan keuntungan lain dari negara asal tersebut dapat terlihat pada bauran pemasaran perusahaan (4P), yaitu:

1. Produk, negara asal yang sesuai akan menguntungkan dalam keputusan produk sebab hal tersebut dapat mendukung citra barang yang akan diproduksi di negara tersebut.

(34)

3. Distribusi, alternatif lain dari strategi pemasaran adalah pemilihan saluran distribusi yang tepat untuk dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk.

4. Promosi dan Komunikasi, berbagai alternatif komunikasi dapat digunakan oleh pemasar untuk mempengaruhi konsumen agar mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Berkaitan dengan negara asal maka pemasar dapat melakukan strategi promosi dengan menonjolkan country image produk serta menekankan pada brand Image yang dimiliki oleh produk tersebut (Keegan, 1996).

(35)

2.2 Citra Merek (Brand Image)

Citra adalah cara masyarakat menganggap merek secara aktual. Agar citra dapat tertanam dalam pikiran konsumen, pemasar harus memperlihatkan identitas merek melalui saran komunikasi dan kontak merek yang tersedia (Kotler, 2012). Citra merek merupakan persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Citra dapat terbentuk melalui rangsangan yang datang dari luar, informasi yang diterima seseorang. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor diluar perusahaan. Citra yang efektif akan berpengaruh terhadap tiga hal yaitu:

1. Memantapkan karakter produk dan usulan nilai.

2. Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan produk pesaing.

3. Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental.

(36)

Citra merek merupakan bagian dari pengetahuan akan (brand knowledge) yang kemudian bersama dengan kesadaran akan merek akan membentuk ekuitas merek. Menurut Perspektif konsumen, sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka (Shimp, 2003 dalam Permana, 2014). Citra merek yang positif di mata konsumennya akan lebih mudah dikenali oleh konsumenya melalui persepsi yang ada dibenaknya sehingga perusahaan mendapatkan beberapa manfaat. Seperti yang dikemukakan oleh Aaker (2002) terdapat beberapa manfaat dari citra merek yang positif antara lain:

1. Konsumen yang memiliki citra positif terhadap suatu merek lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.

2. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.

(37)

1. Citra Pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra pembuat meliputi citra negara asal produk.

2. Citra Pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa yaitu meliputi pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya.

3. Citra Produk (produk image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen suatu produk yang meliputi atribut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunaanya serta jaminan yang diberikan.

Menurut Rangkuti (2003) tentang pengambilan keputusan pembelian, apabila pelanggan dihadapkan pada pilihan seperti nama merek, harga, serta berbagai atribut lainnya, pelanggan akan cenderung memilih nama merek terlebih dahulu setelah itu baru memikirkan harga. Pada kondisi seperti ini, merek merupakan pertimbangan pertama dalam pengambilan keputusan secara cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nama merek menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk melakukan suatu pembelian, dimana produk yang memiliki nama merek yang baik akan meningkatkan kesetiaan konsumen terhadap produk, dan akan menimbulkan pembelian lagi di masa yang akan datang.

(38)

produk. Hal tersebut didukung oleh pendapat Graeff (1996) dalam Pradini (2012) yang menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian pesat mendorong konsumen untuk lebih memperhatikan citra merek dibanding karakteristik fisik suatu produk dalam memutuskan pembelian. Hal tersebut dapat menjelaskan pengaruh citra merek terhadap minat beli ulang.

Menurut Permana (2014) Indikator mengukur citra merek mencakup lima dimensi: Merek yang kuat, Reputasi merek, Corporate Image, User Image, dan

Product Image.

2.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi Kualitas (Perceived Quality) didefinisikan sebagai penilaian atau persepsi konsumen terhadap kualitas dan keunggulan suatu merek, baik pada produk maupun jasa (Gil, Andres, dan Salinas, 2007). Persepsi kualitas yang tinggi muncul ketika konsumen mengakui perbedaan dan keunggulan sebuah merek dibandingkan dengan merek yang lain (Yasin, Noor, dan Mohamad, 2007).

Perceived quality yang tinggi dapat mempengaruhi keputusan konsumen, dimana dapat meningkatkan ekuitas merek. Bagi pelaku pemasaran, penciptaan ekuitas merek melalui perceived quality yang tinggi membantu mereka menetapkan harga premium, sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan (Yoo, Donthu, dan Lee, 2000).

(39)

diingat, yaitu bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi para pelanggan, oleh sebab itu persepsi kualitas tidak dapat ditetapkan secara obyektif. Selain itu, persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda beda terhadap suatu produk atau jasa (Aaker, 1997 dalam Permana, 2014).

Persepsi kualitas dengan lima dimensi kualitas berhubungan positif terhadap minat beli ulang pelanggan (Li dan Lee, 2001). Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) dalam Permadi (2011) mengemukakan bahwa terdapat hubungan secara langsung antara persepsi kualitas dengan minat beli ulang. Persepsi kualitas yang dirasakan oleh konsumen akan berpengaruh terhadap kesediaan konsumen tersebut untuk membeli sebuah produk. Ini berarti bahwa semakin tinggi nilai yang dirasakan oleh konsumen, maka akan semakin tinggi pula kesediaan konsumen tersebut untuk akhirnya membeli.

(40)

mempersepsikan merek tersebut memiliki kualitas yang sangat baik, maka persepsi kualitas akan menjadi peran positif terhadap persepsi keseluruhan merek tersebut. Konsumen memiliki pengalaman bahwa merek tersebut berkualitas tinggi, cenderung akan menampilkan intensi perilaku positif terhadap merek itu. Persepsi kualitas ini dievaluasi konsumen dari nama merek, citra global, kemasan, citra merek, citra toko, asal negara (Kotler, 2009).

Persepsi kualitas atau kualitas yang dirasakan bukanlah kualitas produk yang sebenarnya namun persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan produk atau jasa (Zeithaml, 1988 dalam Permana, 2014). Pemasar di semua kategori produk dan jasa semakin mengakui pentingnya persepsi kualitas dalam keputusan merek (Yassin, Noor, dan Mohammad, 2007). Untuk mengukur persepsi kualitas, menurut Permana (2014), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi lima, yaitu:

a. Performa b. Ketahanan c. Fitur

d. Layanan produk

e. Kesesuaian dengan spesifikasi

2.4Kepuasan Konsumen

(41)

dengan harapan mereka tanamkan akan menimbulkan kepuasan pada pelanggan. Pembeli yang merasakan kepuasan akan memberitahukan kepada orang lain dan melakukan pembelian ulang terhadap produk tersebut. Namun apabila terjadi ketidakpuasan akan menyebabkan orang untuk beralih mencari produk lain yang memenuhi harapan mereka.

Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan (Kotler, 2007). Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap perusahaan. Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, memuaskan kebutuhan konsumen dapat meningkatkan keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung akan membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan minat beli ulang. Dan berikut adalah faktor-faktor pendorong kepuasan konsumen menurut Irawan (2002):

1. Kualitas produk

Konsumen akan merasa puas jika setelah membeli dan menggunakan produk tersebut, ternyata kualitas produknya baik. Kualitas produk ini adalah dimensi yang global dan paling tidak ada 6 elemen dari kualitas produk yaitu performance, durability, feature, realibility, consistency, dan design.

2. Harga

(42)

Untuk industri retail, komponen harga ini sangat penting dan kontribusinya terhadap kepuasan sangat besar.

3. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan ini sangat bergantung dengan 3 hal yaitu sistem, teknologi dan manusia. Faktor manusia ini memegang kontribusi sekitar 70%. Tidak heran jika kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru. Pembentukkan

attitude dan perilaku yang seiring dengan keinginan perusahaan menciptakan, bukanlah pekerjaan yang mudah. Pembenahan harus dilakukan dari proses rekruitmen, training, budaya kerja.

4. Emosional

Untuk beberapa produk yang berhubungan gaya hidup, seperti mobil, kosmetik, dan pakaian kepuasan konsumen terhadap emosional relative penting. Seperti contoh dari emosioanal value adalah rasa percaya diri dan rasa bangga, yang dapat mendasari kepuasan konsumen.

5. Kemudahan

Konsumen akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efesien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

2.5 Merek (Brand)

2.5.1 Definisi Merek

(43)

huruf-huruf, angka-angka susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2005 dalam Permana, 2014).

2.5.2 Ekuitas Merek

Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubunganya dengan merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan (Kotler, 2009). Ekuitas merek dapat menjaga harga premium dari suatu produk (Kotler, 2007), selain itu ekuitas merek juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sebuah merek (Yoo, Donthu, dan Lee, 2000).

Beberapa peneliti mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan indikator atau dimensi yang terdapat dalam ekuitas merek. Kotler (2003) menyebutkan pengetahuan merek (brand knowledge) yang terdiri atas kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand image) sebagai indikator dari ekuitas merek. Gil, Andres, dan Salinas (2007), mengklasifikasikan dimensi ekuitas merek menjadi dua, yaitu citra merek (brand image) dan loyalitas merek (brand loyalty). Gil, Andres, dan Salinas (2007) mengemukakan dua indikator utama pada ekuitas merek yaitu kualitas keseluruhan (overall quality) dan minat memilih (choice intention).

(44)

bahwa terdapat lima indikator atau dimensi utama pada ekuitas merek. Kelima indikator tersebut adalah kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty) dan aset-aset lain yang berkaitan dengan merek (other brand related assets). Pada prakteknya, hanya empat dari kelima indikator tersebut yang digunakan pada penelitian-penelitian mengenai consumer based brand equity, yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, perceived quality dan loyalitas merek. Hal ini dikarenakan aset-aset lain yang berkaitan dengan merek (seperti hak paten dan saluran distribusi), tidak berhubungan secara langsung dengan konsumen.

Berikut ini adalah elemen-elemen yang ada pada ekuitas merek menurut Aeker (1996) dalam Setyaningsih, Mangunwihardjo, dan Soesanto, (2007) yang mengelompokkan brand equity menjadi lima kategori yaitu:

1. Kesadaran merek (brand awareness) yaitu kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu.

2. Asosiasi merek (brand association) yaitu segala kesan yang muncul terikat dengan ingatan konsumen mengenai suatu merek.

3. Persepsi kualitas (perceived quality) yaitu persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan konsumen.

4. Loyalitas merek (brand loyal) yaitu merupakan ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek.

(45)

Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek

Sumber: Aaker (1996) dalam Setyaningsih, Mangunwihardjo, Soesanto (2007) Persepsi Kualitas

Kesadaran Merek Asoiasi Merek

(46)

Merek memberikan value, sehingga nilai total dari produk “bermerek” baik akan menjadi lebih tinggi dibanding produk yang hanya dinilai secara objektif (tanpa merek). Nilai tersebut sebagai ekuitas merek (Aeker, 2008 dalam Permadi, 2011). Sulit untuk mengelola “added value” tanpa mengetahui nilai yang sebenarnya

ditambahkan nama merek ke dalam produk, oleh karena itu dikembangkan suatu konsep yang di sebut ekuitas merek (Permadi, 2011). Aeker (2002) dalam Permadi (2011) juga menyebutkan ada lima tingkat sikap pelanggan terhadap merek, yaitu:

1. Konsumen akan berganti merek, khususnya karena alesan harga. Tidak ada loyalitas.

2. Konsumen puas, tidak ada alasan untuk berganti merek.

3. Konsumen puas dan mau mengeluarkan biaya dengan berganti merek. 4. Konsumen menghargai merek.

5. Konsumen setia pada merek

2.6 Minat Beli Ulang

(47)

Minat (intention) merupakan pernyataan sikap mengenai bagaimana seseorang akan berperilaku di masa yang akan datang (Soderlund dan Ohman, 2003). Minat beli ulang (repurchase intention) merupakan suatu komitmen konsumen yang terbentuk setelah konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas terhadap pembelian tersebut. Minat konsumen untuk membeli ulang adalah salah satu ukuran dari keberhasilan dari suatu perusahaan, terutama perusahaan jasa. Minat beli ulang merupakan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh dari perusahaan yang sama (Setyaningsih, Mangunwihardjo, dan Soesanto, 2007).

Minat beli merupakan kemungkinan subjektif seseorang individu untuk terus membeli produk yang sama di masa yang akan datang. Perilaku pembelian ulang dan niat pembelian ulang sangat bermanfaat bagi dunia bisnis. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa minat beli memiliki hubungan yang sangat dekat dengan loyalitas konsumen, kepuasaan, kepercayaan, komitmen, persepsi nilai (Permadi, 2011).

(48)

Schiffman dan Kanuk (2007) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua arah atau lebih pilihan alternatif. Jika konsumen tidak memiliki pilihan alternatif, ini bukanlah suatu situasi konsumen melakukan keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan disebut “Hobson’s choice”. Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi dan evaluasi alternatif (harga, merek dan negara asal) (Sumarwan, 2003). Minat beli berawal dari ketertarikan dan keinginan konsumen untuk membeli suatu produk. Indikator untuk mengukur minat beli, yaitu:

1. Perhatian, adanya perhatian yang besar dari konsumen terhadap suatu produk (barang atau jasa).

2. Ketertarikan, setelah adanya perhatian maka akan timbul rasa tertarik pada konsumen.

3. Keinginan, berlanjut pada perasaan untuk menginginkan atau memiliki produk tersebut.

4. Keyakinan, keyakinan akan timbul pada diri konsumen terhadap produk tersebut sehingga menimbulkan keputusan (proses akhir) untuk memperoleh produk yang disebut dengan tindakan pembelian.

5. Keputusan.

(49)

pembelian ulang suatu produk. Pertama, konsumen merasa puas dengan pembelian yang mereka lakukan. Kedua, pelanggan merasa tidak puas, tetapi mereka tetap melakukan pembelian kembali. Untuk kemungkinan kedua ini biasanya disebabkan mereka menganggap biaya yang harus mereka keluarkan untuk mencari, mengevaluasi, dan mengadopsi produk dengan merek lain (switching cost) terlalu tinggi. Menurut Simamora (2004) menyatakan konsumen mendapatkan informasi tentang preferensi atau keinginan mereka untuk membuat keputusan terakhir apakah membeli atau tidak dan apakah akan membeli secara berulang-ulang atau tidak. Konsumen mempunyai kebutuhan akan mencari manfaat tertentu dari suatu produk dengan mengevaluasi atribut produk dan diferensiasi produk.

Gambar 2. Proses Minat Beli Sumber : Kotler dan keller (2009)

Keputusan pembelian

Faktor situasional yang tidak diantisipasi Sikap orang lain

Niat untuk membeli

(50)

Menurut Kotler dan Keller (2009), keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk atau jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangkan kualitas, harga dan produk sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sebelum konsumen memutuskan untuk membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu yaitu, (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi. (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan membeli atau tidak, (5) perilaku pasca pembelian.

1. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atu kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal.

2. Pencarian Informasi

Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih reseptif terhadap informasi tentang sebuah produk. Adapun pada sumber informasi utama konsumen dibagi menjadi empat kelompok yaitu, pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan), komersial (iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan), publik (media massa, organisasi pemeringkat konsumen), eksperimental (pengamanan, pemeriksaan, penggunaan produk).

3. Evaluasi Alternatif

(51)

4. Keputusan Pembelian

Pada tahap ini konsumen akan memutuskan untuk membeli atau tidak membeli. Jika konsumen memutuskan untuk membeli, maka konsumen akan menemui tujuh struktur keputusan pembelian. Selain itu keputusan pembelian juga dipengaruhi beberapa faktor seperti faktor selain dari sisi produknya yaitu: langganan, penjual, lokasi, pelayanan, desain toko, harga, kemampuan tenaga penjual, iklan dan promosi, fasilitas serta penggolongan barang.

5. Perilaku Pasca Pembelian

(52)

Gambar 3. Model Perilaku Konsumen(Model of Consumer Behavior) Sumber: Kotler dan Keller (2009)

(53)

Negara asal (COO) memiliki peran yang penting seperti yang telah dijelaskan kotabe (2001) dalam Rosyidi (2009) keuntungan lain dari negara asal yang dapat dilihat dari bauran pemasaran perusahaan. Negara asal (COO) memiliki keuntungan sendiri dalam mempengaruhi sikap konsumen dalam menentukan pilihannya selain itu konsumen dapat mempersepsikan kualitas dari produk tersebut dengan melihat atau mengetahui asal dari negara pembuat produk itu sendiri. Keegan (1996) mengatakan bahwa setiap negara dalam lingkungan global memiliki karakteristik tersendiri, sehingga organisasi memerlukan daya dan tujuan yang jelas dalam suatu lingkungan yang menguntungkan bagi pemasar. Hal pertama dan mendasar dalam suatu pemasaran global adalah kedisiplinan secara universal. Bahwa pemasar dihadapkan pada Homogenous Global Village, yaitu organisasi akan berkembang melalui standarisasi dan produk yang berkualitas tinggi sehingga konsumen akan mendapatkan suatu standarisasi iklan, harga dan distribusi.

Batey (2008) dalam Permadi (2011) menyatakan adanya asosiasi antara merek dengan minat beli (repurchase intention). Suatu merek yang dibangun dengan menciptakan struktur mental yang berhubungan dengan perusahaan pada ingatan konsumen akan membantu konsumen mengorganisasikan pengetahuannya. Pengetahuannya tersebut akan membantu konsumen untuk melakukan keputusan pembelian ulang (repurchase intention) pada suatu produk perusahaan.

(54)

untuk melakukan keputusan pembelian ulang (repurchase intention) terhadap suatu produk Ouellet (2007) dalam Permadi (2011).

Penelitian Hong dan Wyer (1989) dalam Rosyidi (2009) mengemukakan bahwa negara asal memberikan efek stimulus terhadap konsumen dalam mengevaluasi produk dan secara ekstensif digunakan untuk mencari informasi lain mengenai produk tersebut. Sedangkan Hong dan Wyer (1990) dalam Rosyidi (2009) menyatakan bahwa ketika negara asal dan informasi mengenai atribut spesifik produk tersedia, maka pengaruhnya akan besar terhadap evaluasi yang sedang dilakukan, jika dibandingkan dengan banyaknya informasi mengenai negara asal saja tanpa disertai dengan informasi atribut lainnya. Sehingga evaluasi konsumen akan menjadi hal yang utama apabila focus pada penilaian adalah pada negara asal tersebut, jika dibandingkan dengan informasi yang meluas dalam perbandingan produk lainnya.

2.7 Pemasaran Global

Pemasaran global sebagai kegiatan pemasaran yang memfokuskan pada pemanfaatan aset, pengalaman, dan produk perusahaan secara global dan melakukan penyesuaian pada apa yang benar-benar unik dan berbeda dalam setiap negara (Keegan, 1996). Artinya, ada pengakuan terhadap budaya universal dan perbedaan pasar yang unik. Keegan (1996) mengidentifikasi adanya lima strategi adaptasi produk dan komunikasi dalam pemasaran global, yaitu:

1. Product Communication Extension /Dual Extension

(55)

2. Product Extension, Communication Adaptation

Strategi ini digunakan apabila produk dapat memenuhi kebutuhan yang berbeda atau produk tersebut dapat digunakan untuk fungsi yang lain. 3. Product Adaptation, Communication Extension

Strategi ini dilaksanakan dengan mengubah atau mendesain kembali produk tanpa mengubah strategi komunikasi.

4. Dual Adaptation

Strategi ini mengubah produk dan pesan iklan bagi pasar setempat. 5. Product Invention

Pada strategi ini perusahaan membuat produk baru untuk pasar setempat baik dengan cara memperkenalkan bentuk produk yang pernah berhasil dipasarkan di suatu negara (backward invention) atau membuat produk yang baru untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan negara-negara tertentu (forward invention).

Dalam pemasaran global terdapat beberapa lingkungan yang berpengaruh terhadap kesuksesan pemasaran global. Menurut Keegan (1996), terdapat empat lingkungan yang berpengaruh yaitu:

1. Lingkungan Ekonomi Global

(56)

kesistem ekonomi pasar yang ditandai dengan akan dimulainya beberapa perjanjian perdagangan bebas oleh banyak negara.

2. Lingkungan Budaya

Perilaku pembelian oleh konsumen dipengaruhi oleh aturan adat istiadat serta budaya yang dianut oleh konsumen dalam lingkungan mereka. Pemasar secara global hendaknya memperhatikan lingkungan budaya dan mampu menyiapkan respon-respon terhadap perubahan budaya konsumen.

3. Lingkungan Politik dan Hukum

Lingkungan politik dari pemasaran global akan berhubungan dengan institusi pemerintah negara, partai politik dan organisasi yang mengekspresikan kehidupan masyarakat di negara tersebut. Hal ini mengakibatkan setiap orang yang akan terlibat dalam pemasaran global harus mengerti tentang kedaulatan termasuk perubahan politik yang terjadi di negara tersebut. Lingkungan politik yang beranekaragam dari suatu negara menuntut seorang pemasar agar bisa berhubungan dengan bagian pemerintah yang menangani hukum dan peraturan.

4. Lingkungan Keuangan

(57)

ditawarkan pada suatu negara, karena semakin tinggi pajak maka hal tersebut akan mempersulit perusahaan untuk mengambil keuntungan di negara tersebut.

2.8 Penelitian Terdahulu

(58)

4 Erna

(59)

terhadap suatu produk seringkali tidak hanya didasarkan pada isyarat intrinsik produk (misalnya kualitas dan komposisi kandungan) namun juga isyarat ekstrinsiknya (misalnya COO, merek, dan kemasan). Diantara isyarat ekstrinsik produk tersebut, persepsi terhadap negara asal produk seringkali dijadikan pertimbangan konsumen dalam keputusan pembeliannya (Agarwal dan Kamakura 1999 dalam Listiana 2013).

Pasar global, negara asal (COO) adalah satu pertimbangan pada hampir setiap konsumen dalam mengevaluasi produk yang akan di beli. Listiana dan Elida (2014) menyatakan negara asal atau Country Of Origin (COO) merupakan informasi yang sering digunakan oleh konsumen ketika mengevaluasi suatu produk. Pengetahuan konsumen mengenai citra country of origin juga mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian ulang (repurchase intention). Evaluasi konsumen terhadap Country Of Origin (COO) akan mempengaruhi evaluasi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian ulang (repurchase intention) terhadap suatu produk Ouellet (2007) dalam Permadi (2011).

(60)

keputusan konsumen secara langsung dan tidak langsung. Persepsi bisa dimasukkan sebagai atribut dalam pengambilan keputusan atau memengaruhi atribut lain dalam proses pengambilan keputusan.

Citra merek mempunyai peran untuk mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Peryataan itu di dukung oleh penelitian Haubl (1996) dalam Pradini (2012) dalam penelitian ini dikemukakan bahwa citra merek akan berpengaruh langsung terhadap tingginya minat beli ulang pada suatu produk. Dan didukung oleh pendapat Graeff (1996) dalam Pradini (2012) yang menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian pesat mendorong konsumen untuk lebih memperhatikan citra merek dibanding karakteristik fisik suatu produk dalam memutuskan pembelian. Hal tersebut dapat menjelaskan pengaruh citra merek terhadap minat beli ulang.

(61)

adanya persepsi kualitas yang tinggi maka pelanggan akan memiliki minat untuk menggunakan kembali jasa yang sama.

Minat (intention) merupakan pernyataan sikap mengenai bagaimana seseorang akan berperilaku di masa yang akan datang (Soderlund dan ohman, 2003). Minat beli ulang (repurchase intention) merupakan suatu komitmen konsumen yang terbentuk setelah konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas terhadap pembelian tersebut. Minat konsumen untuk membeli ulang adalah salah satu ukuran dari keberhasilan dari suatu perusahaan, terutama perusahaan jasa. Minat beli ulang merupakan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh dari perusahaan yang sama (Setyaningsih, Mangunwihardjo, Soesanto, 2007). Berdasarkan dari kerangka pemikiran di atas, maka model penelitianya sebagai berikut:

Gambar 4. Model Penelitian

Negara Asal (X1)

Minat Beli Konsumen (Y) Citra Merek

(X2)

(62)

2.10 Hipotesis

Berdasarkan pertimbangan teori dan kerangka pikir yang telah dijelaskan, maka hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah:

Ha1 : Negara asal berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang lipstik merek Revlon.

Ho1 : Negara asal berpengaruh tidak signifikan terhadap minat beli ulang lipstik merek Revlon.

Ha2 : Citra merek berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang lipstik merek merek Revlon.

Ho2 : Citra merek berpengaruh tidak signifikan terhadap minat beli ulang lipstik merek Revlon.

Ha3 : Persepsi kualitas berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang lipstik merek Revlon.

Ho3 : Persepsi kualitas berpengaruh tidak signifikan terhadap minat beli ulang lipstik merek Revlon.

Ha4 : Negara asal, citra merek, persepsi kualitas berpengaruh simultan atau secara bersama sama terhadap minat beli ulang lipstik merek Revlon. Ho4 : Negara asal, citra merek, persepsi kualitas berpengaruh tidak signifikan

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan jenis penelitian explanatory research dengan pendekatanya yaitu kuantitatif. Menurut Sugiyono (2014), metode explanatory

(64)

3.2 Definisi Konseptual

Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah:

1. Negara asal

Negara asal (Country of origin) adalah asosiasi dan kepercayaan mental seseorang akan suatu produk yang dipicu oleh negara asal produk (Kotler, 2009).

2. Citra merek

Citra merek adalah cara masyarakat menganggap merek secara aktual, konsumen akan menganut persepsi dan kepercayaan sesuai dengan pengalaman yang telah mereka rasakan dan terangkum di dalam ingatan mereka (Kotler, 2012).

3. Persepsi kualitas

Persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan (Aaker dalam Listiana, 2013).

4. Minat beli ulang

(65)

3.3 Definisi Operasional Variabel

Untuk mendapatkan data yang relevan dengan hipotesis penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap variabel-variabel yang telah didefinisikan secara konseptual. Pengukuran tersebut dapat dilakukan setelah dibuat definisi variabel secara operasional. Definisi operasional merupakan suatu definisi yang menunjukan bagaimana suatu variabel di ukur atau prosedur yang dilakukan dalam suatu penelitian.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bersumber pada dua variabel yaitu negara asal, citra merek dan persepsi kualitas sebagai variabel independen (X1, X2, X3) dan minat beli sebagai variabel dependen (Y). Secara rinci operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel. 3 Definisi Operasional Variabel

(66)

2 Citra

(67)

3.4Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakterisik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian di tarik kesimpulanya (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswi Fakultas ISIP Universitas Lampung yang pernah menggunakan lipstik merek Revlon.

3.4.2 Sampel

(68)

3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan jenis Non probability sampling yaitu dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2014) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria-kriteria sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Mahasiswi Fakultas ISIP Universitas Lampung.

2. Mahasiswi yang pernah menggunakan lipstik merek Revlon.

Roscoe dalam Sugiyono (2014), menjelaskan cara menentukan jumlah sampel dalam penelitian, yaitu:

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500 orang.

2. Jika sampel dibagi dalam kategori (misalnya pria-wanita, pegawai negeri-pegawai swasta dan lain-lain), maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 orang.

3. Jika di dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.

(69)

Berdasarkan penjelasan Roscoe dalam Sugiyono (2014) pada poin ke tiga yaitu jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah yang diteliti, maka sampel dalam penelitian ini adalah 15 kali dari jumlah variabel yang diteliti yaitu 60 orang.

3.6 Sumber Data

3.6.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari obyeknya (Tjiptono, 2001). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari pengisian kuesioner oleh Mahasiswi Fakultas ISIP Universitas Lampung di kota Bandar Lampung.

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil tanggapan responden atas daftar pernyataan berupa kuesioner yang disebarkan kepada responden dan juga menggunakan studi kepustakaan dan internet konsep-konsep teori yang relevan (Sugiyono, 2014).

Penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

(70)

setuju (skor 5), setuju (skor 4), netral (skor 3), tidak setuju (skor 4), sangat tidak setuju (skor 5).

2. Studi kepustakaan, dalam penelitian ini untuk mendapatkan data teoritis dari para ahli melalui sumber bacaan yang berhubungan dan menunjang terhadap penelitian ini baik dari buku, majalah, jurnal dan bacaan lainnya. Yang membantu penulis dalam menyusun, pengolahan hingga pembahasan data yang diperoleh.

3. Observasi lapangan, yaitu pengamatan dari peninjauan langsung terhadap objek yang diteliti.

3.7 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala

likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2014). Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel dimana responden dalam menentukan jawaban dengan mengikuti pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya disusun melalui indikator-indikator yang ditentukan. Jawaban setiap indikator instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari nilai tertinggi sampai nilai yang terendah.

(71)

Sugiyono (2014) dengan skor nilai yang telah ditentukan. Pilihan jawaban yang bisa dipilih oleh responden dalam penelitian ini adalah:

1. Sangat tidak setuju dengan skor 1 2. Tidak setuju dengan skor 2 3. Netral dengan skor 3 4. Setuju dengan skor 4 5. Sangat setuju dengan skor 5

3.8 Teknik Pengujian Instrumen

3.8.1 Uji Validitas

Valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2014). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini (content validity) menggambarkan kesesuaian sebuah pengukur data dengan apa yang akan diukur (Ferdinand, 2006). Biasanya digunakan dengan menghitung korelasi antara setiap skor butir instrumen dengan skor total (Sugiyono, 2014). Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa program komputer yaitu SPSS for Windows 16 untuk melakukan pengujian validitas, dan jika suatu alat ukur mempunyai korelasi yang signifikan antara skor item terhadap skor totalnya maka dikatakan alat skor tersebut adalah valid (Ghozali, 2001). Validitas dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu,

Product Moment Coefficient of Correlation (Sugiyono, 2014):

(72)

Keterangan:

Data dinyatakan valid apabila korelasi r hitung > r tabel pada taraf signifikan 5% dengan nilai r tabel (df=N-3) yaitu df 60-3=57, r (0.05,57) berdasarkan nilai r tabel yang sudah tertera pada lampiran r tabel = 0,2162. Berdasarkan uji validitas maka dihasilkan data sebagai berikut:

Tabel. 4 Hasil Pengujian Validitas

Item Nilai r hitung Nilai r tabel Keterangan

1 0,793 0,2162 Valid

Berdasarkan dari data tabel diatas, diperoleh nilai r hitung diatas nilai r tabel yaitu ≥ 0,2162 sehingga hasil tersebut dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya

(73)

3.8.2 Uji Reliabilitas

Ghozali (2001) menjelaskan bahwa reliabilitas adalah tingkat kestabilan suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala atau kejadian. Semakin tinggi reliabilitas suatu alat pengukur, semakin stabil pula alat pengukur tersebut. Dalam melakukan perhitungan Alpha (α), digunakan alat bantu program komputer yaitu SPSS for Windows 16 dengan menggunakan model Alpha (α). Sedangkan dalam pengambilan keputusan reliabilitas, suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha (α) lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2001).

Rumus Cronbach’s Alpha (Sugiyono, 2014):

rii = x

Keterangan :

Rii = Realibilitas instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan atau soal ∑ ab2 = ∑ varians butir pertanyaan

At = Varian total

Perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha croncbach dengan bantuan program SPSS 16,0. Berikut adalah hasil uji reliabilitas pada penelitian ini:

Tabel. 5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Negara Asal (COO) 0,853 Reliabel

Citra Merek 0,674 Reliabel

Persepsi Kualitas 0,848 Reliabel

Minat Beli Ulang 0,694 Reliabel

Sumber: Data diolah 2016

(74)

ulang memiliki reabilitas, yaitu diatas 0,60. Karena semua variabel memiliki reabilitas diatas 0,60 semua variabel tersebut layak digunakan.

3.9 Uji Asumsi Klasik

3.9.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal (Ghozali, 2001). Pengujian normalitas dalam penelitian ini digunakan dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data normal, sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas data adalah:

1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2. Jika data menyebar jauh dari diagonal atau tidak mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2001).

3.9.2 Uji Multikolinearitas

Gambar

Tabel. 1 Persentase Pertumbuhan Penjualan
Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek
Gambar 2. Proses Minat Beli
Gambar 3. Model Perilaku Konsumen (Model of Consumer Behavior)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan bahwa faktor penyebab terjadinya obesitas menurut Teori H.L. Blum sebagai berikut 1) faktor lingkungan yaitu:

Pada latihan untuk meningkatkan kekuatan dengan menggunakan beban dan menggunakan sistem energi ATP-PC, latihan dapat diberikan setiap hari karena pengembalian energi pada ATP-PC

Fontos itt megemlíteni, hogy az egyetem két nyilvános rendes tanára, Orsós Ferenc a Kórbonctani Intézet igazgatója és Hüttl Tivadar, a Sebészeti Klinika igazgatója orvos-

Dengan Judul Pengembangan Jadwal Keberangkatan Bus Dan Retribusi Terminal Kabupaten Pacitan dengan menggunakan PHP,MySQL yang diharapkan dapat dioperasikan oleh pengguna

Dapat disimpulkan bahwa tanggapan responden pada pertanyaan pada kuisioner yang dibagikan oleh peneliti tentang variabel faktor – faktor daya tarik wisata

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, dan Citra Merek terhadap Minat Beli Ulang pada Sepatu Nike Running di Semarang melalui Kepuasan Pelanggan sebagai

Kami telah memperiksa kesesuaian klasifikasi bentuk pengeluaran dalam Daftar Aktivitas dan pengeluaran dana kampanye (DAPDK) Calon Anggota DPD, dimana dalam daftar tersebut

Alhamdulliahirobbilalamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat nya sehingga penulis dapat menyusun laporan skripsi ini dengan hidayah dan