• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor penahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor penahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA

(Kasus Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Dina Nurdinawati

I34070058

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Abstract

Nowadays there is a composition change in quantity of population mobility between men and women, especially international migration in this era. Women have a lot of considerations, not only internal but also external considerations to make a mobility decision. If the consideration is not support them to move, so they will not do the population mobility. This case occurred in Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Personal characteristics of women in there, are not support them to move. Beside that, the force of pull factors and push factors that can make them move is weak. The aims of this research are to know the mobility experience of woman community in Karacak and identify the resist factors that cause mobility rate of woman community in Desa Karacak is low.

(3)

RINGKASAN

DINA NURDINAWATI. Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus: Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI

Proses mobilitas penduduk atau migrasi yang kian marak ini ternyata mengalami perubahan komposisi laki-laki dan perempuan yang terlibat di dalamnya, khususnya dalam migrasi internasional. Namun, hal ini tidak terjadi merata di semua daerah di Indonesia. Ada beberapa daerah justru tingkat mobilitas penduduk perempuannya rendah. Fenomena tersebut terjadi di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian yang utama yaitu: Apa faktor-faktor yang menahan perempuan pedesaan untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa? Penelitian ini merupakan penelitian

survai dengan tipe eksplanatori. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif seperti jawaban responden atas pertanyaan terbuka dalam angket dan kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan informan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah tiga puluh orang.

Penduduk perempuan Desa Karacak memiliki pengalaman mobillitas penduduk yang berbeda-beda di masa lampau. Berbagai motif melatarbelakangi kepergian para penduduk perempuan ke luar desa, dan salah satu motif yang paling menonjol adalah motif ekonomi. Arah mobilitas penduduk desa ini adalah menuju daerah perkotaan yang menjanjikan kesempatan kerja di sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.

(4)

FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA

(Kasus Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Dina Nurdinawati

I34070058

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Dina Nurdinawati

NRP : I34070058

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke

Luar Desa (Kasus Kampung Cengal Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Dapat diterima sebagai skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ekawati S. Wahyuni, MS

NIP. 19600827 198603 2 002

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

NIP: 19550630 198103 1 003 Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA (KASUS KAMPUNG CENGAL, DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.

Bogor, Februari 2011

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, 22 September 1989 dari pasangan Bapak Fathul Falah, Sm.Hk dan Ibu Ini Sukini, S.Pd.I. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memiliki seorang adik yang bernama Elfa Nurfadilah.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SDN II Purwawinangun (1995-2001), SMP Negeri I Kuningan (2001-2004), SMA Negeri 2 Kuningan (2004-2007), dan penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Aktivitas di luar perkuliahan yang pernah penulis ikuti adalah Bendahara I Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning Kuningan (HIMARIKA) dan anggota Divisi Jurnalistik Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA). Selain itu, penulis juga sempat menjadi asisten di beberapa mata kuliah, yaitu Asisten Sosiologi Umum, Asisten Tutorial Sosiologi Umum, Asisten Pengantar Ilmu Kependudukan, dan di semester terakhir menjadi Asisten Kajian Agraria.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa syukur yang luar biasa penulis haturkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus: Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ekawati Sri Wahyuni, MS. selaku dosen pembimbing yang senantiasa

meluangkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kesediannya berdisukusi dan memberikan pencerahan-pencerahan selama penyusunan Studi Pustaka, Proposal, sampai dengan skripsi.

2. Ibu Ir. Melani A. Sunito, MSc dan Ibu Heru Purwandari, SP, MSi. selaku

dosen penguji utama dan Wakil Departemen dalam ujian kelulusan. Terima kasih atas kesediaan Ibu untuk menguji skripsi ini.

3. Bapak Martua Sihaloho, SP, M.Si, yang selalu memberikan semangat dan

menumbuhkan kepercayaan diri penulis untuk mengikuti program akselerasi dan menyelesaikan skripsi dengan baik.

4. Keluarga Tercinta Bapak Fathul Falah, Ibu Ini Sukini, dan Adikku Elfa

Nurfadilah sebagai sumber semangat bagi penulis dalam menjalani kehidupan. Terima kasih atas cinta kasih, semangat, dan doa yang senantiasa diberikan untuk penulis.

5. Pemerintah Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat, atas izin dan kerjasamanya selama melakukan penelitian.

6. Keluarga Bapak Agus Rohendi (terutama Ibu Aan dan Ai) juga keluarga

(9)

7. Warga Kampung Cengal selaku responden dan informan dalam penelitian yang senantiasa ramah dan dan mau bekerja sama dengan penulis.

8. Keluarga Bapak Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, M.Agr dan Ibu Yeyet selaku

keluarga penulis selama penulis menjalani perkuliahan di Bogor.

9. Wiwid Arif Pambudi, atas perhatian, semangat, dan doa yang selalu diberikan

untuk penulis.

10.Sahabat-sahabatku di KPM 44, yang senantiasa memberikan keceriaan dan

motivasi kepada penulis, terutama teman-teman akselerasi (Syifa, Dewi, Maya, Aci, Frisca, Bio, Nene, Laila, Anis, dan lain-lain), Neng Geulis (Intan, Dewi, Rizqi, Syifa), juga rekan dalam berkarya (Syifa Maharani dan Alfian Helmi).

11.Sahabat-sahabat tercinta di Pondok Nova (Rizqi, Syifa, Maulina, Fitri, Wika,

Yoshita, Astri, Ashna) atas kebersamaan yang telah dilalui selama hampir 3 tahun, pengertian, dan perhatian yang tak pernah akan penulis lupakan.

12.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian karya ilmiah ini.

Bogor, Februari 2011

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya yang tak terhingga sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor

Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus: Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” mampu

diselesaikan penulis tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi yang telah disusun ini dapat membawa manfaat, tidak hanya untuk penulis, tetapi juga untuk kalangan akademisi dan non

akademisi yang tertarik dalam bidang-bidang kependudukan. Segala bentuk dukungan berupa kritik dan saran yang membangun penulisan ini diharapkan menambah wawasan penulis untuk memperbaiki kekurangan yang ada sehingga

menghasilkan karya yang lebih baik.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1. Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk ... 6

2.1.2. Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk ... 9

2.1.3. Konsep Tindakan Rasional Weber ... 13

2.2. Kerangka Pemikiran ... 15

2.3. Hipotesis Penelitian ... 17

2.4. Definisi Operasional... 17

BAB III PENDEKATAN LAPANG ... 21

3.1. Metode Penelitian ... 21

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.3. Teknik Penentuan Responden ... 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 24

(12)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak ... 26

4.2. Kependudukan ... 27

4.3. Potensi Sarana dan Prasarana ... 30

4.4. Profil Kampung Cengal... 31

4.5. Ikhtisar Bab IV ... 32

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 34

5.1. Umur ... 34

5.2. Status Pernikahan ... 36

5.3. Umur Anak Terkecil ... 36

5.4. Status Pekerjaan ... 37

5.5. Jenis Pekerjaan Suami ... 37

5.6. Tingkat Pendidikan ... 38

5.7. Tingkat Pendapatan Pribadi ... 39

5.8. Status Ekonomi Keluarga ... 39

5.9. Ikhtisar Bab V ... 39

BAB VI FAKTOR DIDAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN PENGHALANG ANTARA ... 41

6.1. Faktor di Daerah Asal ... 41

6.2. Faktor di Daerah Tujuan ... 43

6.3. Faktor Penghalang Antara ... 45

6.3.1. Tingkat Kemudahan Sarana Transportasi ... 45

6.3.2. Budaya ... 46

(13)

Bab VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK

PEREMPUAN DESA KARACAK ... 48

7.1. Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak ... 48

7.2. Pengalaman Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak ... 51

7.2.1. Latar Belakang Mobilitas Penduduk Perempuan ... 51

7.2.2. Proses Mobilitas Peduduk Perempuan ... 58

7.2.3. Arah dan Pola Mobilitas Penduduk Perempuan ... 59

7.3. Ikhtisar Bab VII ... 61

BAB VIII FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KELUAR DESA ... 63

8.1. Karakteristik Individu Responden ... 63

8.1.1. Faktor Umur dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 63

8.1.2. Faktor Status Pernikahan dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 65

8.1.3. Faktor Umur Anak Terkecil dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 67

8.1.4. Faktor Jenis Pekerjaan Suami dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 69

8.2. Kondisi Sosial Ekonomi Responden ... 70

8.2.1. Faktor Status Pekerjaan dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 70

8.2.2. Faktor Tingkat Pendidikan dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 71

8.2.3. Faktor Tingkat Pendapatan Pribadi dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 72

8.2.4. Faktor Status Ekonomi Keluarga dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 73

(14)

BAB IX KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 76

9.1. Kesimpulan ... 76

9.2. Implikasi ... 77

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Karacak berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin Tahun 2010 ... 28 Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Karacak berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2010 ... 29 Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Karacak berdasarkan Mata Pencaharian

Tahun 2010 ... 30 Tabel 4. Karakteristrik Pribadi Respoden di Desa Karacak Tahun 2010 ... 35 Tabel 5. Tingkat Kemudahan dan Kenyamanan Sarana Transportasi Umum

Desa Karacak Tahun 2010 ... 45 Tabel 6. Perubahan Karakteristik Mobilitas Perempuan Desa Karacak

berdasarkan Periodisasi Waktu 1980 - 2010 ... 48 Tabel 7. Karakteristik Umur Responden di Desa Karacak Tahun 2010 ... 64 Tabel 8. Karakteristik Status Pernikahan Menurut Umur Responden di Desa

Karacak Tahun 2010 ... 65 Tabel 9. Karakteristik Umur Terkecil Responden Berdasarkan Status

Pernikahannya di Desa Karacak Tahun 2010 ... 67 Tabel 10. Karakteristik Jenis Pekerjaan Suami Berdasarkan Umur Anak

Terkecil Responden di Desa Karacak Tahun 2010 ... 69 Tabel 11. Karakteristik Status Pekerjaan Responden di Desa Karacak Tahun

2010 ... 70 Tabel 12. Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden di Desa Karacak

Tahun 2010 ... 71 Tabel 13. Karakteristik Tingkat Pendapatan Pribadi Responden di Desa

Karacak Tahun 2010 ... 73 Tabel 14. Karakteristik Status Ekonomi Keluarga Responden di Desa

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor Tempat / Daerah Asal dan Tempat / Derah Tujuan, serta Penghalang Antara dalam Migrasi ... 7 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional... 16 Gambar 3. Peta Lokasi Desa Karacak Tahun 2010 ... 26 Gambar 4. Proporsi Tingkat Kecukupan Responden Atas Kehidupan di Desa

Karacak Tahun 2010 ... 42 Gambar 5. Alasan Stayer Melakukan Mobilitas Penduduk Jangka Pendek di Desa Karacak Tahun 2010 ... 52 Gambar 6. Alasan Return Migrant Meninggalkan Desa Karacak

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Salah satu kajian menarik terkait masalah kependudukan di Indonesia adalah aspek mobilitas

penduduk. Migrasi atau mobilitas penduduk merupakan salah satu bentuk perjalanan manusia modern untuk menempuh sekaligus mendapatkan kehidupan

yang lebih baik.1

Proses mobilitas penduduk atau migrasi yang kini kian marak ternyata mengalami perubahan komposisi laki-laki dan perempuan yang terlibat di dalamnya, khususnya dalam migrasi internasional. Di Indonesia, perubahan ini

terjadi sejak tahun 1980-an. Jika dikaitkan dengan aspek sejarah, perubahan ini sebenarnya dimulai pada tahun 70-an ketika banyak yang menerapkan Revolusi

Hijau di pedesaan Jawa, dampaknya terutama terhadap kesempatan kerja. Perempuan di desa kehilangan pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional menjadi miliknya, seperti menyiang, memotong padi, menumbuk padi, dan jual

beli beras (nguyang). Salah satu strategi dalam menghadapi tantangan itu adalah melibatkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang tersedia. Hal ini terbukti dengan

banyaknya perempuan desa melakukan mobilitas penduduk untuk mencari pekerjaan di luar desanya. Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini sudah ratusan ribu perempuan kita yang meninggalkan keluarganya, kerabatnya, bermigrasi

1 KU, Noer, ’Gender-and-Migration’,

(18)

menyebrang lautan bekerja di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan sampai ke negara-negara Arab (Rahardjo, 1997). Data terbaru dari

penempatan TKI tahun 2001-2004, TKI perempuan mencapai 1.113.988 orang atau 76,82 persen dari jumlah penempatan TKI yaitu 1.450.069 (Wulan, 2007).

Patut diakui perempuan dan migrasi memang pada dasarnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Chant dan Radcliffe, 1992 seperti dikutip

Noer, 2008). Mobilitas penduduk yang dilakukan oleh perempuan umumnya dipicu oleh minimnya kesempatan kerja di daerah asal, atau meminjam istilah Mantra (1994), bahwa besarnya perbedaan tingkat kefaedahan antarwilayah

mendorong seseorang untuk melakukan mobilisasi, baik melalui saluran-saluran yang resmi maupun yang tidak resmi. Tentu saja adanya kesenjangan ini

mendorong perempuan untuk berusaha lebih mandiri guna memperbaiki kehidupannya.

Berdasarkan hasil penelitian Noer (2008), dalam melakukan mobilitas

penduduk, perempuan tidak hanya mempertimbangkan faktor-faktor dari dalam dirinya saja, faktor situasional dan kultural kerap kali menjadi bahan

pertimbangan lain yang tidak kalah dominan dalam proses berpikir perempuan untuk melakukan mobilitas penduduk atau tidak. Mantra,1998, 1999, 2001 dan Sukamdi, 2002 (seperti dikutip Setiadi, 2004) menjelaskan bahwa di beberapa

daerah, seperti Cilacap (Jawa Tengah), Cianjur (Jawa Barat), Indramayu (Jawa Barat), Kulon Progo (Yogyakarta), dan beberapa daerah di Jawa Timur, tingkat

(19)

Dewasa ini mulai banyak ditemukan penelitian tentang mobilitas penduduk perempuan, seperti penelitian Sri Rum Giyarsih dan Umi Listyaningsih (2003)

yang meneliti mengenai Dampak Non Ekonomi Migrasi Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri di Daerah Asal, penelitian Ekawati S. Wahyuni (2000) yang meneliti mengenai Migran Wanita dan Persoalan Perawatan Anak, dan penelitian Khaerul

Umam Noer (2008) yang meneliti mengenai Perempuan dan Migrasi (Studi Mengenai Migrasi Individual Perempuan Madura di Bekasi). Penelitian mengenai

mobilitas penduduk perempuan ini awalnya masih sering terintegrasi dengan penelitian mengenai mobilitas penduduk laki-laki. Penelitian-penelitian ini umumnya meneliti mengenai alasan perempuan meninggalkan daerah asalnya dan

pengaruh kepergian tersebut bagi dirinya, keluarganya, daerah asalnya, maupun daerah tujuannya.

Namun demikian, masih jarang sekali ditemui penelitian yang mengungkap alasan perempuan untuk tidak pergi meninggalkan daerah asalnya. Ketika dalam suatu daerah, penduduk laki-lakinya cukup banyak yang melakukan mobilitas

penduduk, bahkan merambah sampai ke luar pulau, dan terdapat juga beberapa penduduk perempuan yang melakukan mobilitas ke luar desa, namun masih

banyak ditemukan penduduk perempuan di desa tersebut yang memutuskan untuk tidak melakukan mobilitas penduduk seperti rekan-rekannya yang lain. Penduduk perempuan semacam ini ditemui di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di saat begitu banyak perempuan yang terlibat dalam mobilitas penduduk, bahkan merambah pada migrasi internasional, mayoritas penduduk perempuan

(20)

dekat dari pusat kota Bogor, dengan akses kendaraan umum yang juga relatif mudah ternyata tidak mendorong penduduk perempuan Desa Karacak yang

bertahan di desa ini untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa seperti rekan-rekannya yang lain di desa tersebut.

Fakta semacam ini peneliti dapatkan saat melakukan tinjauan awal kegiatan

Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang berlokasi sama dengan lokasi penelitian ini.

Berawal dari fakta inilah, muncul suatu ketertarikan untuk mengkaji lebih jauh

mengenai alasan yang membuat para perempuan di Desa Karacak tetap bertahan di desa.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Penduduk perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang yang tetap bertahan di desa tentu memiliki alasan tersendiri yang

menyebabkan mereka tetap tinggal di desa. Ketika penduduk laki-laki di desa tersebut bisa melakukan mobilitas penduduk ke luar desa, begitupun beberapa penduduk perempuan lain di desa tersebut bisa terlibat dalam mobilitas penduduk,

namun mayoritas penduduk perempuan di desa tersebut tetap bertahan di desa. Faktor-faktor apa yang sebenarnya menahan perempuan-perempuan tersebut

untuk pergi? Padahal, penduduk laki-laki di desa tersebut cukup banyak yang melakukan mobilitas penduduk ke luar desa, begitupun beberapa penduduk perempuan lainnya juga pernah dan masih terlibat mobilitas penduduk ke luar

desa. Ditambah lagi, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat secara geografis memiliki jarak yang dekat dari pusat Kota Bogor,

(21)

pribadi, atau kendaraan bermotor lainnya. Kondisi jalan yang cukup baik sangat memungkinkan terjadinya mobilitas penduduk baik laki-laki maupun perempuan.

Ketersediaan faktor penghalang antara yang relatif mudah untuk dilalui ini ternyata tidak menjadikan penduduk perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak pergi meninggalkan desanya.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah

dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:

1. Mengetahui sejarah dan pengalaman mobilitas penduduk perempuan Desa

Karacak.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menahan penduduk perempuan Desa

Karacak untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa. 1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji

secara ilmiah mengenai faktor-faktor yang menjadi penahan terjadinya

mobilitas penduduk perempuan ke luar desa.

2. Menambah kepustakaan ilmiah mengenai mobilitas penduduk perempuan

pedesaan.

3. Acuan dalam pelaksanaan pemberdayaan perempuan pedesaan bagi kalangan

(22)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk

Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang biasanya mengandung makna gerak spasial, fisik, dan geografis (Shryock & Siegel,1973 seperti dikutip oleh Rusli, 1996). Mobilitas penduduk horizontal atau geografis dapat dibagi

menjadi mobilitas penduduk non permanen (atau mobilitas penduduk sirkuler) dan mobilitas penduduk permanen. Mobilitas penduduk non permanen adalah

gerak penduduk dari satu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Mobilitas penduduk sirkuler ini dibagi menjadi mobilitas penduduk ulang-alik (commuting) dan nginap atau (mondok) di daerah

tujuan (Mantra, 1994). Standing (1985) menyebutkan bahwa konsep mobilitas teritorial mencakup empat dimensi penting, yaitu: ruang, tempat tinggal, waktu,

dan perubahan kegiatan. Oleh karena itu, tidak semua perpidahan bisa dikategorikan sebagai migrasi.

Perhatian terhadap fenomena gerak penduduk telah berlangsung lama,

berbagai teori yang mencoba menjelaskan fenomena ini pun banyak bermunculan. Teori migrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Migrasi Everett S.

Lee. Teori ini mengembangkan sejumlah hipotesa berkenaan dengan volume

migrasi, stream dan counterstream, serta karakteristik para migran (Lee, 1984).

Lee berpendapat bahwa dalam tiap tindakan migrasi baik yang jarak dekat

(23)

dengan daerah asal, daerah tujuan, pribadi, dan rintangan-rintangan antara. Di tiap daerah ada tiga set faktor-faktor, yaitu:

1. Faktor-faktor yang bertindak untuk mengikat orang dalam suatu daerah atau

memikat orang terhadap daerah itu, yang disebut sebagai faktor-faktor minus (-)

2. Faktor-faktor yang cenderung untuk menolak mereka, merupakan

faktor-faktor plus (+)

3. Faktor-faktor yang pada dasarnya indifferent, tak punya pengaruh menolak

atau mengikat (0)

Faktor minus (-) dan plus (+) yang penulis dapatkan salah satunya adalah

dari penelitian Ida Bagoes Mantra (1994), yang merumuskan faktor minus (-) sebagai berikut: kekurangan kesempatan kerja baik di bidang pertanian maupun

non pertanian di desa, terbatasnya fasilitas pendidikan, dan sebagainya. Adapun faktor plus (+) meliputi: menjaga tanah warisan orang tua, menunggu ayah atau ibu yang sudah tua, dan sebagainya. Keterkaitan antar faktor tersebut dapat dilihat

pada Gambar 1:

Penghalang Antara

Sumber: Lee (1984)

Gambar 1. Faktor Tempat / Daerah Asal dan Tempat / Derah Tujuan, serta Penghalang Antara dalam Migrasi

Selain faktor penarik dan faktor pendorong yang berasal dari daerah asal

maupun daerah tujuan, terdapat juga faktor perintang antara. Dalam keadaan

+ - + 0 -

- 0 - + 0

+ - 0 + 0

(24)

tertentu sangat mudah diatasi, namun kadang kala juga sulit. Jarak dan biaya transportasi dari daerah asal menuju daerah tujuan merupakan contoh dari

perintang antara. Sedangkan faktor-faktor pribadi umpamanya ada orang-orang yang cepat atau lambat menerima perubahan (Rusli, 1996).

Berikut adalah faktor penarik dan pendorong terjadinya migrasi:

• Faktor penarik:

1. Adanya daya tarik (superior) ditempat daerah tujuan untuk memperoleh

kesempatan kerja seperti yang diinginkan (cocok)

2. Kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik

3. Kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik sesuai yang diinginkan

4. Kondisi daerah tujuan yang lebih unggul atau menyenangkan: iklim,

sekolah, perumahan, fasilitas lain.

5. Daya tarik aktivitas daerah tujuan: tempat hiburan, wisata, dan lain-lain

• Faktor Pendorong:

1. Makin berkurangnya sumber daya alam dan kebutuhan akan bahan baku

di daerah asal dan melimpahnya bahan baku di daerah tujuan 2. Berkurangnya kesempatan kerja di daerah asal

3. Adanya tekanan-tekanan di daerah asal (etnisitas, agama,dan lain-lain) 4. Bencana alam, wabah penyakit.

2.1.2.Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk

(25)

1. Motif ekonomi: dorongan ini sangat kuat sekali yang disebabkan rasa ingin menghidupi keluarga dan ingin meningkatkan kesejahteraan. Bekerja

di luar desa dirasa sebagai suatu bentuk strategi dalam menghadapi tantangan sempitnya kesempatan kerja di desa (Rahardjo, 1997).

2. Motif sosial: perempuan ingin bergaul dan mendapatkan pengakuan bahwa

sebenarnya dapat berupaya untuk mencari nafkah dan mempunyai status di masyarakat. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau memasuki

lapangan kerja yang sesuai. Rasa ini terutama dirasakan oleh para perempuan yang memiliki pendidikan relatif lebih tinggi daripada perempuan desa pada umumnya. Wahyuni (2000) menyatakan bahwa

peningkatan pendidikan perempuan telah merubah aspirasi pekerjaan bagi perempuan, yang dulunya berkisar pada sektor tradisional berubah untuk

memilih pekerjaan upahan di sektor formal. Adapun sektor tersebut jarang tersedia di desa.

3. Motif budaya: Keinginan untuk hidup dan beraktifitas di kota besar, yang

mempunyai daya tarik tersendiri bagi orang dari kota kecil. Di kota bisa mendapatkan segalanya dan memperoleh kebebasan untuk menikmati

fasilitas-fasilitas atau produk budaya yang ada. Menurut hasil penelitian Noer (2008) beberapa perempuan pelaku migrasi mengaku bermigrasi ke kota karena sudah tidak kuat lagi menahan cercaan dari warga-warga di

desanya akibat statusnya sebagai janda. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk pergi ke kota yang terkenal dengan budaya individualis

(26)

Motif-motif tersebut di atas mendorong perempuan untuk pergi meninggalkan desanya dan melakukan mobilitas penduduk ke daerah lain yang

menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Dalam proses pengambilan keputusan untuk melakukan gerak penduduk bagi perempuan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, yakni:

1. Faktor Status Perkawinan

Status perkawinan juga menjadi salah satu pertimbangan keputusan

bermigrasi. Orang dengan status menikah lebih terbatas ruang geraknya

dibandingkan dengan yang berstatus belum menikah.2

2. Akses terhadap Ekonomi

Kelahiran anak pun tak jarang menghambat perempuan untuk melakukan migrasi. Wahyuni (2000)

menjelaskan dalam tulisannya bahwa ketika bayi baru dilahirkan maka hanya si ibu yang diharapkan untuk mengasuhnya.

Salah satu persoalan utama ketika membahas migrasi perempuan adalah akses terhadap ekonomi. Migrasi jelas tidak hanya membutuhkan niat maupun

keberanian, namun jelas membutuhkan ekonomi sebagai penopang. Membahas mengenai migrasi perempuan adalah akses terhadap ekonomi yang terdiri dari

biaya perjalanan dan biaya hidup di perantauan. Para migran yang berstatus sebagai janda cerai mendapatkan kemampuan ekonomi berdasarkan harta gono-gini, adapun yang berstatus janda mati mendapatkan harta waris dari suaminya.

Berbeda halnya dengan para migran yang belum menikah, dimana menopangkan kehidupannya pada orang tua. (Noer, 2008). Ketika akses ekonomi ini dirasakan

2

Sri R. Giyarsih & U. Listyaningsih, ’Dampak Non Ekonomi Migrasi Tenaga Kerja Wanita ke

Luar Negeri di Daerah Asal.’

(27)

rendah, maka hal ini dapat menjadi faktor yang mengahambat terjadinya mobilitas penduduk perempuan.

3. Umur

Hasil penelitian Giyarsih dan Listyaningsih menunjukkan sekitar 13 persen migran kembali berumur muda yakni di bawah 25 tahun. Pada umumnya migran

kembali dalam kelompok ini baru pertama kali bekerja ke luar negeri. Adioetomo dan Wiyono (2003) menyebutkan DKI Jakarta merupakan provinsi yang paling

banyak menerima migran dari provinsi lain, migrasi menurut umur pada tahun 1995 terlihat bahwa migran usia muda (15-29 tahun) mendominasi migran masuk ke DKI Jakarta, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan umur

dalam proses migrasi merupakan aspek penting yang dapat memengaruhi keputusan yang diambil seseorang. Migrasi cenderung dilakukan oleh kelompok

umur produktif dimana dari segi kemampuan fisik jelas lebih memadai.

4. Kemudahan sarana transportasi

Migrasi terkait erat dengan mudahnya sarana transportasi untuk mendukung

mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Di daerah penelitian Noer (2008), mayoritas responden berasal dari Bangkalan yang merupakan salah satu

Kabupaten di Madura yang memiliki sarana transportasi yang paling memadai.

5. Ketersediaan Informasi mengenai Daerah Tujuan

Informasi mengenai daerah tujuan ini biasanya didapat dari pelopor migran sebelumnya. Para migran terdahulu ini, tidak hanya memberikan informasi, tetapi

juga berperan dalam tahap-tahap awal dari mekanisme penyesuaian diri di daerah tujuan (Mantra, 1994).

(28)

Mobilitas wanita merupakan “barang terlarang” di beberapa budaya masyarakat, terutama yang menganut pahan patriarkhi yang kuat. Hal ini

ditemukan di Madura, dimana laki-laki Madura terutama suami, sangat protektif terhadap istri mereka, sehingga hal ini membatasi gerak istri untuk memperoleh pekerjaan (Noer, 2008). Selain itu, budaya yang berkembang di masyarakat dan

berhubungan dalam proses pengambilan keputusan mobilitas penduduk adalah sistem kekerabatan berupa keluarga. Adanya suatu adat menetap sesudah menikah

yang bermacam-macam turut menentukan tempat tinggal penduduk perempuan. Koentjaraningrat (1965) menyebutkan bahwa, dalam masyarakat di dunia ada paling sedikit tujuh kemungkinan adat menetap sesudah menikah (residence

patterns), yaitu:

• Adat utrolokal, yang memberi kemerdekaan kepada tiap pengantin baru

untuk menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami atau di sekitar

pusat kediaman kaum kerabat istri.

• Adat virilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar

pusat kediaman kaum kerabat suami.

• Adat uxorilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar

pusat kaum kerabat istri.

• Adat bilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru harus tinggal

berganti-ganti, pada suatu masa tertentu sekitar pusat kediaman kerabat suami, pada lain masa tertentu sekitar pudat kediaman kaum kerabat istri.

• Adat neolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal sendiri di

tempat kediaman yang baru, tidak mengelompok sekitar tempat kediaman

(29)

• Adat avunkulokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal menetap

sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari suami.

• Adat natolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal terpisah,

suami sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri, dan istri di sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri pula.

Adat menetap sesudah menikah ini memengaruhi pergaulan kekerabatan dalam masyarakat. Pergaulan kekerabatan inilah yang nantinya mengatur

tempat-tempat tinggal suatu keluarga karena terikat oleh suatu hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, sistem kekerabatan ini pun turut menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mobilitas penduduk perempuan.

2.1.3.Konsep Tindakan Rasional Weber

Weber (dalam Soekanto, 1982) menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan

dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe

tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan non rasional. Singkatnya, tindakan rasional, menurut Weber, berhubungan

dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Di dalam kedua kategori utama mengenai tindakan rasional dan non rasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain.

(30)

Tindakan ini dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan ini yang paling tinggi

rasionalitasnya. Tindakan ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Individu memiliki berbagai tujuan yang harus dilakukan.

Berdasarkan kriteria tertentu, ia memilih satu di antara banyak tujuan yang kadang-kadang saling bersaing.

2. Tindakan Rasionalitas yang Berorientasi Nilai (Wertrationalitat)

Tindakan ini dilakukan seseorang yang didasari oleh nilai-nilai dasar dalam masyarakat. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah

bahwa alat – alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai – nilai individu

yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai – nilai akhir bersifat non rasional dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan – tujuan mana yang

harus dipilih.

3. Tindakan Tradisional

Tindakan ini dilakukan atas dasar kebiasaan, adat istiadat yang turun temurun. Tindakan ini biasa dilakukan pada masyarakat yang hukum adat masih kental, sehingga dalam melakukan tindakan ini tanpa mengkritisi dan memikirkan

(31)

4. Tindakan Afektif

Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi

intelektual atau perencanaan yang sadar. 2.2. Kerangka Pemikiran

Pengambilan keputusan untuk melakukan gerak penduduk bagi perempuan dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti faktor di daerah asal, faktor di daerah

tujuan, pengahalang antara, dan faktor pribadi. Keputusan untuk melakukan mobilitas penduduk terjadi melalui suatu proses perbandingan faktor-faktor di daerah asal dan di daerah tujuan. Selanjutnya di antara dua tempat tersebut

terdapat sejumlah rintangan yang harus dilalui dan turut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan migrasi (Lee, 1984).

Faktor-faktor pribadi yang sering kali dijadikan bahan pertimbangan bagi

perempuan dalam melakukan mobilitas adalah : umur, status pernikahan, umur anak terkecil, jenis pekerjaan suami, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pribadi, dan status ekonomi keluarga. Hal-hal yang menjadi

pertimbangan ini akan menentukan kuat atau lemahnya faktor-faktor pendorong dan penarik terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa. Keberadaan

faktor-faktor pendorong dan penarik terjadinya mobilitas penduduk yang lemah akan menyebabkan perempuan untuk tetap tinggal di desa meskipun faktor penghalang antara relatif mudah untuk dilalui, apalagi jika faktor penghalang

(32)
[image:32.842.67.765.53.427.2]

Keterangan: Saling Mempengaruhi Menyebabkan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tinggal

Di

Desa

1. Umur

2. Status Pernikahan

3. Umur Anak Terkecil

4. Jenis Pekerjaan Suami

5. Status Pekerjaan

6. Tingkat Pendidikan

7. Tingkat Pendapatan Pribadi

8. Status Ekonomi Keluarga

1. Tingkat kecukupan hidup di

daerah asal

2. Tingkat ketersediaan SDA

3. Kegiatan-kegiatan perempuan di

desa

4. Tingkat ketersediaan lapangan

kerja perempuan

Lemahnya Kekuatan Faktor Pendorong Faktor di Daerah Asal

1. Tingkat ketersediaan

lapangan pekerjaan bagi perempuan

2. Kisah sukses migran pelopor

3. Kelengkapan sarana

pendidikan dan hiburan Lemahnya Kekuatan Faktor Penarik

Faktor di Daerah Tujuan

1.Tingkat Kemudahan Transportasi

2.Budaya

(33)

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Diduga faktor internal, yakni umur, status pernikahan, umur anak terkecil,

jenis pekerjaan suami, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pribadi, dan status ekonomi keluarga merupakan faktor pribadi

yang menyebabkan pandangan responden terhadap kekuatan faktor pendorong dan penarik mobilitas penduduk perempuan ke luar desa lemah.

2. Diduga lemahnya faktor pendorong dan penarik mobilitas penduduk

perempuan ke luar desa merupakan faktor penahan terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa, baik saat berhadapan dengan faktor

penghalang antara yang mudah untuk dilalui maupun saat faktor penghalang antara sulit untuk dilalui.

2.4. Definisi Operasional

Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang dianalisis:

1. Mobilitas Penduduk Perempuan, adalah suatu perpindahan tempat tinggal

baik sementara maupun permanen yang dilakukan oleh perempuan minimal melewati batas desa dengan batasan waktu minimal 6 bulan meninggalkan

desanya, dengan tujuan sekolah, bekerja, ataupun mengikuti suami/keluarganya.

2. Umur, adalah lamanya seseorang hidup di dunia yang diukur dalam satuan

tahun, dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam:

a. (15 tahun ≤ x ≤ 35tahun)

b. x > 35 tahun

(34)

3. Status pernikahan, adalah status pernikahan responden saat dilakukan penelitian.

a. Belum menikah, menunjukkan suatu keadaan ketidakterikatan seorang

perempuan terhadap suami maupun anak-anaknya.

b. Menikah, menunjukkan suatu keadaan keterikatan seorang perempuan

terhadap suami maupun anak-anaknya.

c. Janda/Pernah menikah, menunjukkan suatu keadaan ketidakterikatan

terhadap suami, namun ada kemungkinan memiliki keterikatan terhadap anak-anaknya.

4. Umur Anak Terkecil, adalah umur anak bungsu yang dimiliki seorang

perempuan saat dilakukan penelitian.

a. Masih Balita ( 0 – 5 Tahun)

b. Usia Sekolah (6 – 15 Tahun)

c. Dewasa (> 15 tahun)

5. Status pekerjaan, adalah mata pencaharian atau usaha yang dilakukan untuk

mendapatkan penghasilan, dikategorikan menjadi:

a. Mencari Nafkah

b. Tidak Mencari Nafkah

6. Jenis pekerjaan suami, adalah mata pencaharian suami responden saat

dilakukan penelitian, dikategorikan menjadi:

a. Bekerja di Desa

b. Bekerja di Luar Desa

7. Tingkat pendidikan, adalah jenjang pendidikan formal yang pernah

(35)

a. Rendah: untuk responden yang tidak sekolah, tidak lulus SD, serta lulusan SD

b. Sedang: untuk responden yang merupakan lulusan SMP atau SMA.

c. Tinggi: untuk responden yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi

8. Tingkat pendapatan pribadi, adalah jumlah pemasukan yang diterima

perempuan sebagai upah dari pekerjaan yang dia lakukan sendiri dan diukur dalam rupiah setiap bulannya, dikategorikan menjadi:

a. Tinggi : ketika pendapatan pribadi mencapai > 500.000

b. Rendah, ketika pendapatan pribadi mencapai 0 ≤ x ≤ 500.000

9. Status ekonomi keluarga, adalah posisi keluarga responden di masyarakat

secara ekonomi, diukur dari tingkat pendapatan keluarga (x < Rp 500.000,-

per bulan diberi skor 1, Rp 500.000 ≤ x ≤ Rp 1.500.000 per bulan diberi skor

2, x > Rp 1.500.000 per bulan diberi skor 3) dan tingkat kepemilikan lahan

pertanian dan perkebunan ( x > 0,5 Ha diberi skor 3, x ≤ 0,5 Ha dib eri skor

2, tidak punya lahan diberi skor 1). Status ekonomi ini dikategorikan

menjadi:

a. Tinggi, ketika penilaian dari kedua indikator di atas mencapai skor 4 – 6

b. Rendah, ketika penilaian dari kedua indikator di atas mencapai skor 2 –

3

10. Faktor di Daerah Asal, merupakan keadaan-keadaan di daerah asal yang

dirasakan responden dan memungkinkan untuk mendorong mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa, menahan untuk tetap tinggal di

(36)

11. Faktor di Daerah Tujuan, merupakan keadaan-keadaan di luar desa yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk menarik mereka melakukan

mobilitas penduduk ke daerah tersebut, menahan responden untuk melakukan mobilitas penduduk ke daerah tersebut, atau tidak berpengaruh apa-apa.

12. Budaya, dalam penelitian ini dianalisis dari jenis sistem kekerabatan dalam

keluarga yang dianut di desa tersebut, sehingga memungkinkan penduduk

perempuan untuk tertahan di desa. Dalam penelitian ini, sistem kekerabatan yang dimaksud dilihat dari budaya menetap setelah pernikahan yang dirumuskan oleh Koentjaraningrat (1965).

13. Tingkat kemudahan transportasi dalam penelitian ini dilihat dari seberapa

banyak jumlah rumah tangga responden yang memiliki kendaraan pribadi,

(37)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori.

Penelitian eksplanatori merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan antarvariabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pendekatan yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif seperti jawaban responden atas pertanyaan terbuka dalam angket dan kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan informan. Pendekatan kuantitatif

digunakan untuk mencari informasi faktual secara detail tentang hal-hal yang sedang menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk

mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan (Wahyuni & Muljono, 2009).

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya (Hasan, 2002). Data primer ini diperoleh melalui wawancara kepada responden yang telah ditentukan dengan menggunakan panduan

wawancara berupa kuesioner. Adapun data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber

(38)

studi literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, artikel, skripsi, tesis dan karya ilmiah lainya.

3.3 Teknik Penentuan Responden

Pada penelitian ini, terdapat dua subjek penelitian, yang terdiri dari informan dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan

informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Adapun informan kunci yang dipilih adalah tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk

melengkapi data yang didapatkan dari informan kunci, diperlukan data dari informan-informan lainnya yang kemudian didiskusikan dengan informan kunci. Pemilihan tokoh masyarakat setempat menjadi informan kunci didasarkan pada

asumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam terkait permasalahan mobilitas penduduk khususnya mobilitas penduduk

perempuan di desa tersebut.

Responden didefinisikan sebagai bagian dari kerangka sampling yang sebelumnya telah ditentukan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30

orang. Adapun kerangka sampling dari penelitian ini adalah penduduk perempuan asli maupun pendatang Kampung Cengal, Desa Karacak yang berusia di atas lima

belas tahun, baik yang pernah melakukan mobilitas penduduk maupun yang belum pernah melakukan mobilitas penduduk. Dengan pembatasan kerangka sampling seperti ini, didapatkan 39 orang stayer, 33 orang return migrant, dan 20

orang pendatang. Teknik yang digunakan dalam mendapatkan seluruh kerangka sampling tersebut adalah teknik snowball. Setelah kerangka sampling terkumpul,

(39)

Pemilihan responden dilakukan dengan Teknik Pengambilan Sampling Acak Tak Proporsional Berdasarkan Stratifikasi. Teknik ini dilakukan ketika proporsi

sub kategori-kategorinya tidak didasarkan atas proporsi yang sebenarnya dalam populasi, karena sub kategori tertentu terlampau sedikit jumlah sampelnya (Nasution, 2007). Sampel dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga jenis

responden, yaitu 10 orang stayer, 10 orang return migrant, dan 10 orang pendatang. Selain itu, penentuan jumlah sampel didasarkan pada pengalaman mobilitas yang dimiliki. Stayer yang memiliki pengalaman mobilitas cenderung

seragam satu dengan yang lainnya hanya diambil 10 orang meskipun jumlahnya dalam kerangka sampling lebih banyak dari return migrant dan pendatang.

Adapun return migrant dan pendatang dianggap memiliki pengalaman mobilitas yang tinggi, sehingga diambil 10 orang return migrant dan 10 orang pendatang, meskipun jumlah mereka tidak sebanyak stayer. Hal ini dilakukan agar didapat

beragam pengalaman mobilitas dari masing-masing responden tersebut.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data primer di lapangan dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi baik dari

responden maupun informan. Pada responden, teknik ini digunakan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan wawancara. Selain itu, dilakukan pula wawancara mendalam pada responden-responden tertentu yang memiliki

informasi lebih mengenai pengalamannya dalam melakukan mobilitas, yaitu para responden yang tergolong return migrant.Adapun pada informan, wawancara

(40)

Informasi yang didapatkan dari responden selanjutnya diolah secara kuantitatif. Data-data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif diperoleh

berdasarkan jawaban responden atas jenis pertanyaan terbuka dalam kuesioner, hasil wawancara mendalam dengan informan, dan cerita-cerita yang dituturkan baik oleh responden maupun informan yang terangkum dalam catatan harian.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengkodean. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah

pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden dan dipresentasikan melalui analisis deskriptif berupa table frekuensi, grafik,

ukuran pemusatan, dan ukuran penyebaran.

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif dengan

mengunakan software SPSS for Windows versi 16.0 dan Microsoft Excel 2007.

Metode analisis berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

inferensia untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan tabulasi

silang. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif

sebagai pendukung dengan mengutip hasil pembicaraan dengan responden atau informan dan disampaikan secara deskriptif untuk mempertajam hasil penelitian.

3.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terdiri

(41)

kampung yaiu Kampung Cengal sebagai kampung terbesar cakupannya di desa tersebut. Untuk pembahasan selanjutnya, Kampung Cengal, Desa Karacak,

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jawa Barat akan disebut sebagai “Desa Karacak”.

Alasan yang mendasari pemilihan Desa Karacak sebagai lokasi penelitian, seperti telah diuraikan pada Bab Pendahuluan adalah di saat begitu banyak

perempuan yang terlibat dalam mobilitas penduduk, bahkan merambah pada migrasi internasional, perempuan-perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak masih ada yang tetap bertahan di desa. Letak desa yang terbilang dekat dari pusat

kota Bogor, dengan akses kendaraan umum yang juga relatif mudah ternyata tidak mendorong penduduk perempuan Desa Karacak yang bertahan di desa ini untuk

melakukan mobilitas penduduk ke luar desa seperti rekan-rekannya yang lain di desa tersebut. Alasan ini dirasa sesuai dengan judul penelitian yang sedang disusun.

Penelitian ini dilakukan dari Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010

yang terdiri dari proses observasi awal dan investigasi, pendekatan terhadap masyarakat setempat, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data, lalu berakhir

(42)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak

Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan salah

satu desa terluas di antara desa lain yang berada di Kecamatan Leuwiliang yaitu seluas 710, 023 Ha. Desa Karacak dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

sebelah utara berbatasan dengan Desa Barengkok, selatan berbatasan dengan Desa Karyasari, barat berbatasan dengan Desa Pabangon, dan timur berbatasan dengan Desa Situ Udik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber:

[image:42.595.133.521.403.669.2]

16.30 WIB

(43)

Secara adminstratif, Desa Karacak dibagi menjadi 17 kampung dan 5 dusun, diantaranya adalah Babakan, Cengal, Cengalsirna, Ciletuh Ilir, Darmabakti,

Hegarmanah, Karyabakti, Lebak Kaum, Lebak Sirna, Nariti, Pakusarakan, Rawarejo, Sukamaju, Sukasirna, Sumberjaya, dan Wanakarya. Jarak ke kecamatan sekitar 5 Km dengan waktu tempuh selama 15 menit jika ditempuh

dengan kendaraan bermotor dan 30 menit jika ditempuh dengan kendaraan non bermotor, jarak dari ibukota kabupaten sekitar 42 Km dengan waktu tempuh

selama 3 jam, dan jarak dari ibu kota provinsi sekitar 153 Km dengan waktu tempuh selama 6 jam.

Desa Karacak mempunyai ketinggian dari permukaan laut yaitu 5000 mdl.

Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 4683 mm. Luas areal tanah secara keseluruhan adalah 710, 023 Ha, yang meliputi pemukiman penduduk,

pembangunan , pertanian sawah, perkebunan, sarana rekreasi dan olah raga, dan perikanan darat / air tawar. Adapun komoditas utama dari desa ini adalah buah manggis, cempedak dan melinjo.

4.2. Kependudukan

Berdasarkan hasil sensus terbaru (2010), Desa Karacak memiliki jumlah

penduduk total sebanyak 10.862 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 5.512 orang (50,75 persen) dan perempuan sebanyak 5.350 orang (49,25 persen). Adapun jumlah kepala keluarga di Desa Karacak adalah sebanyak 2.855 Kepala

Keluarga. Jika dibandingkan dengan luas wilayahnya, maka kepadatan penduduk

(44)

Penduduk di Desa Karacak, lebih dari setengahnya masih berusia muda, yaitu 6 – 30 tahun, dengan persentase sebanyak 57, 33 persen. Berdasarkan

perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan, maka dapat diketahui bahwa Rasio Jenis Kelamin (RJK) desa ini adalah sebesar 103, artinya setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 103 orang penduduk laki-laki. Berikut rincian

[image:44.595.90.507.310.612.2]

jumlah penduduk Desa Karacak berdasarkan komposisi umur dan jenis kelaminnya:

Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010

Rentang Usia (tahun)

Jumlah Penduduk

Total Persentase (%)

Laki-Laki Perempuan

0 – 5 603 564 1167 10.74

6 – 12 979 995 1974 18.17

13 – 21 1248 1214 2462 22.67

22 – 30 927 864 1791 16.49

31 – 37 350 354 704 6.48

39 – 45 656 635 1291 11.89

46 – 55 385 352 737 6.79

56 – 65 289 286 575 5.29

65+ 75 86 161 1.48

Total 5512 5350 10862 100.00

Sumber: Data Monografi Desa Karacak 2010

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui jumlah penduduk usia produktif di Desa Karacak adalah sebanyak 6.732 jiwa sehingga Rasio Beban

(45)

Mayoritas penduduk Desa Karacak, yaitu sebesar 21,83 persen merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD), selanjutnya diikuti oleh penduduk tamatan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) sebanyak 16,77 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Karacak menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010

Tingkat Pendidikan

Jumlah Penduduk

Total Persentase

(%)

Laki-Laki Perempuan

Tidak pernah sekolah &

Tidak Tamat SD 72 160 232 4.70

Tamat SD 103 975 1078 21.83

Tidak tamat SMP 247 351 598 12.11

Tamat SMP 428 400 828 16.77

Tidak tamat SMA 592 643 1235 25.01

Tamat SMA 461 403 864 17.50

Diploma, Sarjana, Master 58 45 103 2.09

Total 1961 2977 4938 100.00

Sumber: Data Monografi Desa Karacak 2010

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa banyak penduduk yang mengalami

putus sekolah, baik dari SD ke SMP, maupun dari SMP ke SMA. Jumlah penduduk putus sekolah lebih banyak didominasi oleh penduduk perempuan dibandingkan penduduk laki-laki.

Mata pencaharian penduduk Desa Karacak sebagian besar adalah sebagai petani dengan jumlah 912 orang, atau sekitar 52,20 persen. Selanjutnya, diikuti

(46)

terhadap pertanian. Selain di sektor pertanian, penduduk Desa Karacak juga bekerja pada sektor-sektor lainnya yang secara rinci dijelaskan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Karacak Menurut Mata Pencaharian Tahun 2010

Jenis Pekerjaan

Jumlah Penduduk

Total Persentase

Laki-laki Perempuan

Petani 711 201 912 52.20

Buruh Tani 328 219 547 31.31

Buruh Migran 4 9 13 0.74

PNS 42 31 73 4.18

Pedagang Keliling 30 15 45 2.58

Lain-lain 89 68 157 8.99

Total 1204 543 1747 100.00

Sumber: Data Monografi Desa Karacak 2010

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan yang berpartisipasi dalam dunia pekerjaan publik lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk

perempuan yang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan diatas hanyalah sebesar 31,08 persen.

4.3. Potensi Sarana dan Prasarana

Prasarana transportasi darat terdiri dari jalan desa, jalan antar desa, jembatan desa, jembatan antar desa/kecamatan, sarana transportasi darat meliputi

truk umum, angkutan pedesaan dan objek. Prasarana komunikasi dan informasi penduduk Desa Karacak mayoritas adalah televisi sebanyak 1.257 unit. Selain itu ada pula warga yang memanfaatkan telepon rumah dan telepon genggam sebagai

(47)

Desa karacak memiliki prasarana peribadatan berupa 20 buah masjid. Selain itu, di desa ini juga terdapat 23 buah mushola. Prasarana kesehatan yang terdapat

di Desa Karacak terdiri dari Puskesmas pembantu sebanyak 1 unit, 10 Posyandu, 1 unit tempat praktek dokter. Sarana kesehatan yang tersedia terdiri dari 1 dokter umum, 4 dukun bersalin terlatih, dan 1 bidan desa, dan 6 dukun pengobatan

alternatif.

Prasarana pendidikan di Desa Karacak seluruhnya merupakan milik sendiri

dan bukan sewaan, dengan rincian sebagai berikut: gedung TK/PAUD 6 unit, gedung SD/sederajat 8 unit, Gedung SMP/sederajat 3 unit, gedunf SMA/sederajat 1 unit, dan Lembaga Pendidikan Agama 1 unit.

4.4. Profil Kampung Cengal

Kampung Cengal adalah kampung terbesar di Desa Karacak. Kampung ini

terletak di RW.05. Kampung Cengal menaungi dua buah RT yang terletak di RW.05, yaitu RT.01 dan RT.02. Nama Cengal berasal dari nama sebuah pohon yang konon di zaman dahulu tumbuh besar di kampung ini.

Mayoritas lahan di Kampung Cengal berbentuk perkebunan, dengan manggis adalah komoditi andalan kampung ini. Seluruh lahan di Kampung

Cengal dimiliki oleh warga sendiri dan ada pula yang dimiliki oleh penduduk luar desa yang tinggal di kota dan membiarkan lahan perkebunannya diurus oleh warga lokal dengan sistem-sistem bagi hasil tertentu. Selain manggis, kampung

ini juga penghasil komoditi lainnya seperti buah kaweni dan melinjo.

Di Kampung Cengal terdapat banyak kelompok pengajian atau majelis

(48)

memajukan Kampung Cengal lewat kegiatan-kegiatannya yang bergerak di bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat. Kampung Cengal juga

tergabung dalam organisasi CENDAWASARI yang merupakan gabungan dari beberapa kampung di Desa Karacak. Cendawasari merupakan organisasi hasil inisiatif masyarakat yang salah satu kegiatannya adalah pengadaan Kampung

Wisata dengan bererja sama bersama CERMIN. Namun sayangnya, penyelenggaraan Kampung Wisata ini bergantung pada pemesan jasa Kampung

Wisata, sehingga keberadaan Kampung Wisata ini tidak bisa dijadikan sebagai tempat penyerapan tenaga kerja utama bagi penduduk setempat.

4.5. Ikhtisar Bab IV

Gambaran secara umum Desa Karacak merupakan desa terluas di

kecamatan Leuwiliang dengan luas sebesar 710,023 Ha. Sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perkebunan dengan luas 270,510 Ha atau seluas 38,10 persen. Komoditas utama dari desa ini adalah manggis dan cempedak.

Desa Karacak memiliki jumlah penduduk total sebanyak 10.862 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 5.512 orang (50,75 persen) dan perempuan

sebanyak 5.350 orang (49,25 persen). Mayoritas penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Petani adalah jenis mata pencaharian yang banyak ditemukan di Desa Karacak.

Desa ini terdiri tujuh belas kampung, yang salah satunya dijadikan sebagai lokasi penelitian yaitu Kampung Cengal. Penduduk laki-laki di Kampung

(49)
(50)

BAB V

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden merupakan hal-hal spesifik dari responden yang

diteliti. Karakteristik ini penting untuk dikaji secara mendalam karena diduga akan berpengaruh terhadap tingkat mobilitas penduduk perempuan di desa ini.

Karakteristik-karakteristik yang ditemui akan dianalisis secara berbeda untuk

masing-masing jenis responden, yaitu stayer, return migrant, maupun pendatang.

Berikut adalah pembahasan mengenai masing-masing aspek yang membentuk

karakteristik responden penelitian.

Karakteristik responden yang digali dalam penelitian ini terdiri dari umur,

status pernikahan, umur anak terkecil, jenis pekerjaan suami, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pribadi, dan status ekonomi keluarga. Penggambaran singkat mengenai karakteristik responden yang diteliti dapat

dilihat pada Tabel 4.

5.1. Umur

Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa sebanyak 53,33 persen responden berada pada rentang umur 16-35 tahun, dan 46,67 persen lainnya berada pada rentang

umur di atas 35 tahun. Responden yang tergolong stayer dan return migrant

sebagian besar berumur 16-35 tahun, sedangkan responden yang berstatus pendatang sebagian besar berada pada rentang umur di atas 35 tahun. Jarang ditemukan penduduk perempuan yang berumur 16-20 tahun yang tinggal di Desa

(51)
[image:51.595.46.559.108.755.2]

Tabel 4. Karakteristik Pribadi Responden di Desa Karacak Tahun 2010

Karakteristik Internal

Tipe Responden Berdasarkan Jenis Migrasi

Stayer Return Migrant Pendatang Total Persentase (%)

U

mu

r 16-35 tahun 7 6 3 16 53.33

> 35 tahun 3 4 7 14 46.67

Total 10 10 10 30 100.00

Sta tu s P er n ik ah

an Belum Menikah 1 1 0 2 6.67

Menikah 8 8 10 26 86.66

Janda 1 1 0 2 6.67

Total 10 10 10 30 100.00

Um u r An ak T er k eci

l Belum memiliki

anak 1 1 0 2 6.67

Balita (0-5 tahun) 2 5 4 11 36.67

Usia Sekolah

(6-15 tahun) 4 2 3 9 30.00

Dewasa (> 15

tahun) 3 2 3 8 26.66

Total 10 10 10 30 100.00

Sta tu s P ek er jaan Tidak Mencari

Nafkah 7 5 7 19 63.33

Mencari Nafkah 3 5 3 11 36.67

Total 10 10 10 30 100.00

Jen is P ek er jaan S u ami

Bekerja di Desa 6 4 8 18 69.23

Bekerja di Luar

Desa 2 4 2 8 30.77

Total 8 8 10 26 100.00

Tin g k at P endi di ka

n Rendah 7 4 4 15 50.00

Sedang 3 6 4 13 43.33

Tinggi 0 0 2 2 6.67

Total 10 10 10 30 100.00

Tin g k at P en d ap at an Pr ib ad

i Rendah 9 8 8 25 83.33

Tinggi 1 2 2 5 16.67

Total 10 10 10 30 100.00

Sta tu s E konom i Kel u ar g

a Rendah 6 5 5 16 53.33

Tinggi 4 5 5 14 46.67

(52)

5.2. Status Pernikahan

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4 terlihat bahwa 86,66 persen

responden berstatus menikah, hal ini menunjukkan adanya suatu hubungan keterikatan responden terhadap suami dan anaknya, namun di sisi lain pernikahan juga memungkinkan responden untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi

dibandingkan saat ia masih sendiri. Hal ini tentu akan mendorong responden untuk melakukan pemenuhan kebutuhan, terutama jika suami mereka tidak bisa

memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka

Tingginya jumlah responden yang berstatus menikah terjadi karena karakteristik responden yang dipilih adalah perempuan berusia di atas 15 tahun,

dan usia tersebut merupakan usia perempuan wajar menikah di Desa Karacak bila ia tidak melanjutkan sekolah ataupun bekerja. Hal ini sesuai dengan penuturan

warga Kampung Cengal Desa Karacak:

“…Di sini mah Teh, biasanya umur 16 tahunan ge udah disuruh nikah, apalagi kalo udah lulus dan ga kerja mah, tapi saya mah kerja, jadi wae belum dikawinin.” (Febriyanti, 16 tahun)

Sebanyak seratus persen penduduk pendatang yang menjadi responden

dalam penelitian ini berstatus menikah. Hal ini terjadi karena sebagian besar alasan penduduk luar desa bermigrasi ke desa ini adalah pernikahan. Seperti

penuturan salah seorang penduduk pendatang:

“…kan dapet suaminya orang sini Teh, jadi yaudah saya sama ibu dari Jakarta pada ikut pindah ke sini juga.”(Jannah, 30 tahun)

5.3. Umur Anak Terkecil

(53)

Sekalipun mereka tidak memiliki balita, namun mereka masih memiliki anak dengan usia sekolah, yaitu sebesar 30 persen responden, yang berarti masih

membutuhkan perhatian yang besar dari sang ibu. Adapun mereka yang kini sudah tidak memiliki anak balita maupun anak usia sekolah, namun mereka sudah tergolong penduduk usia lanjut.

5.4. Status Pekerjaan

Pada Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar responden (63,33 persen) berstatus tidak bekerja. Hal ini terutama terjadi pada responden jenis stayer dan

pendatang. Adapun return migrant menunjukkan proporsi yang sama antara responden yang bekerja dan tidak bekerja. Hal ini terjadi karena return migrant

kebanyakan memiliki pengalaman bekerja selama ia melakukan mobilitas penduduk, sehingga ia mampu menerapkannya saat di desa. Banyak alasan yang

diungkapkan mengenai pilihan mereka untuk tidak bekerja, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh salah seorang warga:

“…Mau mah mau Teh kerja, tapi da gimana, sekarang mah punya anak kecil, nanti siapa yang ngurus kalau bukan saya.” (Ismi, 27 tahun)

Selain itu, jenis pekerjaan yang biasanya diminati oleh para penduduk yang

berusia relatif muda tidak tersedia di desa, sehingga mereka yang tinggal di desa mayoritas tidak memiliki pekerjaan. Jenis pekerjaan yang banyak tersedia di desa hanya sebatas pekerjaan di bidang perkebunan dan pertanian.

5.5. Jenis Pekerjaan Suami

Pada Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar suami responden (69,23 persen)

(54)

yang pergi ke luar desa mayoritas adalah pedagang dan buruh. Para suami yang pergi ke luar desa, umumnya pulang ke desa dalam jangka waktu tertentu, seperti

seminggu sekali atau satu bulan sekali.

Pekerjaan suami yang berlokasi di luar desa menjadikan perempuan memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menjaga anak-anak mereka di

desa. Begitupun bagi responden yang suaminya bekerja di desa, menjadikan perempuan untuk tetap tinggal di desa dan tidak pergi meninggalkan suami dan

anak-anak mereka.

5.6. Tingkat Pendidikan

Pada Tabel 4, terlihat bahwa setengah dari responden yang diteliti (50

persen) memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu hanya menamatkan sekolah sampai SD. Rendahnya tingkat pendidikan responden terutama terjadi

pada responden jenis stayer. Adapun responden jenis return migrant cenderung

memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik daripada stayer, dimana sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu menamatkan sekolah

sampai SMP atau SMA.

Hal ini tentu saja terjadi karena saat mereka dulu memutuskan untuk

melakukan mobilitas penduduk untuk bekerja, salah satunya didorong karena mereka merasa memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik pada zamannya. Walaupun akhirnya, banyak diantara mereka yang tak mampu bersaing untuk

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di tempat tujuan, dan akhirnya kembali ke desa. Sebanyak 6,67 persen responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,

(55)

5.7. Tingkat Pendapatan Pribadi

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebanyak 83,33 persen responden memiliki

tingkat pendapatan yang rendah atau bahkan tidak berpendapatan. Hal ini terjadi

secara merata, baik pada stayer, return migrant, maupun pendatang dan

merupakan implikasi dari banyaknya responden yang berstatus tidak bekerja.

Tingkat pendapatan pribadi responden menunjukkan akses responden terhadap ekonomi secara pribadi. Hal ini bisa menjadikan otoritas perempuan

untuk mengambil keputusan mobilitas semakin tinggi. Rendahnya tingkat pendapatan pribadi responden menunjukkan akses ekonomi responden secara pribadi di desa tersebut adalah rendah.

5.8. Status Ekonomi Keluarga

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53.33 persen)

responden memiliki status ekonomi yang rendah. Hal ini terjadi terutama pada

responden stayer. Adapun responden yang tergolong return migrant dan

pendatang memiliki proporsi yang seimbang antara mereka yang memiliki status

ekonomi keluarga rendah dan status ekonomi keluarga tinggi.

Status ekonomi ini akan berpengaruh terhadap kemampuan responden dalam

membiayai kepergian mereka ke luar desa. Di sisi lain, status ekonomi juga bisa membuat responden telah merasa cukup di desa dan tidak perlu bekerja ke luar desa.

5.9. Ikhtisar Bab V

Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik pribadi yang

(56)

tinggal di Desa Karacak, karena beberapa di antara mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa untuk bekerja ataupun sekolah. Mayoritas responden

(86,66 persen) berstatus menikah, hal ini menunjukkan adanya suatu hubungan keterikatan responden terhadap suami dan anaknya, namun di sisi lain pernikahan juga memungkinkan responden untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi

dibandingkan saat ia masih sendiri. Sebanyak 36,67 persen responden masih memiliki balita, yang berarti masih membutuhkan perhatian yang besar dari sang

ibu. Selain itu, 69,23 persen suami responden bekerja di desa, hal ini membuat responden semakin berat untuk meninggalkan desa.

Dilihat dari kondisi sosial ekonominya, sebanyak 63,33 persen responden

tidak bekerja, 50 persen memiliki tingkat pendidikan yang rendah, 83,33 persen memiliki tingkat pendapatan pribadi yang rendah, dan 53,33 persen berasal dari

keluarga dengan status ekonomi rendah. Kondisi sosial ekonomi ini akan berpengaruh terhadap kemampuan responden dalam melakukan kepergian mereka ke luar desa. Di sisi lain, kondisi sosial ekonomi juga bisa membuat responden

(57)

BAB VI

FAKTOR DI DAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN

PENGHALANG ANTARA

Setelah dibahas mengenai karakteristik pribadi responden dalam bab sebelumnya, dalam bab ini akan dibahas menganai faktor-faktor yang berasal dari

daerah asal dan daerah tujuan yang memungkinkan berfungsi sebagai faktor pendorong dan faktor penarik terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa. Selain itu dalam bab ini juga akan dibahas mengenai faktor penghalang

antara yang juga dapat menahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa

6.1. Faktor di Daerah Asal

Faktor di Daerah Asal merupakan keadaan-keadaan di daerah asal yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk mendorong mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa atau menahan mereka untuk tetap tinggal di

daerah asal. Penggunaan kata “daerah asal” yang dimaksud adalah Desa Karacak. Tingkat kecukupan yang dirasakan responden atas kehidupannya di desa

mengindikasikan suatu bentuk kenyamanan atas kehidupannya sekarang. Ketika kenyamanan tersebut dinilai sudah cukup baik, maka hal tersebut akan menjadi suatu faktor penarik untuk tetap tinggal di daerah tersebut. Gambar 4

(58)
[image:58.595.107.508.78.298.2]

Gambar 4 . Proporsi Tingkat Kecukupan Responden atas Kehidupan di Desa Karacak Tahun 2010

Berdasarkan Gambar 4, sebagian besar res

Gambar

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 3. Peta Lokasi Desa Karacak Tahun 2010
Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010
Tabel 4. Karakteristik Pribadi Responden di Desa Karacak Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di Desa Gadudero dan Desa Pakem, Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati dengan judul “ Mobilitas Penduduk Non Permanen Dan Perubahan Keadaan Sosial

Sempitnya lahan, terbatasnya kesempatan kerja non pertanian, pendapatan yang rendah di daerah asal, variasi jenis pekerjaan di daerah tujuan, pendapatan yang tinggi, serta

Hasil dari penelitian ini menunujukkan bahwa : (1) umur pelaku mobilitas sangat produktif 21-54 th (2) sulitnya mendapatkan pekerjaan di daerah asal (3) daerah tujuan para

Sementara mengenai kondisi sarana hiburan di daerah migrasi, menurut sebagian besar responden penduduk Desa Jayasari Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Pangandaran

Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Argista dengan judul “ Mobilitas Sirkuler Penduduk Pulau Pisang Ke Kota Krui Di

Aktivitas mobilisasi atau perpindahan penduduk telah memungkinkan aktivitas ekonomi dan pembangunan di daerah NTB menjadi semakin berkembang. Dampak lanjutan dari

Hal ini memungkinkan penduduk laki-laki yang melakukan seks pra nikah atau di luar nikah dengan wanita penjaja seks, sedangkan dari penduduk wanita yang melakukan mobilisasi ke

Faktor Penarik Melakukan Mobilitas Ulang Alik Faktor penarik responden penduduk Kecamatan Tamban melakukan mobilitas ulang alik menuju Kota Banjarmasin terdiri dari kesempatan