• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seed treatment improved seed quality, seed production and controlled downey mildew disease on sweet corn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seed treatment improved seed quality, seed production and controlled downey mildew disease on sweet corn"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERLAKUAN BENIH UNTUK MENINGKATKAN MUTU

DAN PRODUKSI BENIH SERTA MENGENDALIKAN

PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG MANIS

MUHAMMAD YASIN SON HAJI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Muhammad Yasin Son Haji

NIM A251100154

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD YASIN SON HAJI. Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN, SATRIYAS ILYAS, GIYANTO.

Bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung manis yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis dan merupakan penyakit terbawa benih. Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan dalam produksi tanaman di lapang yaitu dengan menggunakan benih yang bermutu. Mutu benih terdiri atas mutu fisik, fisiologis, mutu genetik, dan mutu patologis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih menggunakan fungisida sintetik dan agen hayati untuk mengendalikan penyakit bulai, serta meningkatkan pertumbuhan, produksi dan mutu benih jagung manis yang dihasilkan. Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu : 1) Pra percobaan, yang terdiri atas uji kompatibilitas antar agen hayati, uji kompatibilitas agen hayati dan fungisida sintetik, uji fitotoksisitas dan hipersensitivitas, penentuan rasio dan lama matriconditioning. Seluruh tahap kegiatan pra percobaan dilakukan di laboratorium; 2) Percobaan 1, yaitu pengaruh perlakuan benih terhadap mutu fisiologis benih, kejadian penyakit serta pertumbuhan tanaman jagung manis dilakukan di rumah plastik dengan menggunakan rancangan acak lengkap; 3) Percobaan 2, yaitu pengaruh perlakuan benih terhadap kejadian penyakit, pertumbuhan tanaman, hasil dan mutu fisiologis benih hasil panen tanaman jagung manis dilakukan di lapangan dengan menggunakan rancangan Split Plot.

Hasil pra percobaan uji kompatibilitas dua agen hayati menunjukkan

Bacillus megaterium dan Brevibacillus laterosporus tidak saling menghambat pertumbuhannya terhadap yang lain, begitu juga dengan uji kompatibilitas agen hayati dengan fungisida sintetik yang menunjukkan fungisida sintetik tidak menghambat pertumbuhan B. megaterium maupun B. laterosporus. Pengujian hipersensitivitas isolat B. megaterium dan B. laterosporus menunjukkan hipersensitif negatif. Pengujian rasio dan lama matriconditioning menunjukkan perlakuan rasio benih : arang sekam (100 mesh) : pelarut = 3 : 0.5 : 1 dan lama

conditioning 24 jam pada suhu 20 ± 2 0C menghasilkan mutu fisiologis benih yang paling baik.

Pada percobaan 1, indeks vigor dan kecepatan tumbuh tertinggi dihasilkan oleh perlakuan agen hayati B. laterosporus. Kejadian penyakit terendah (64%) dihasilkan oleh perlakuan campuran fungisida sintetik yaitu Prolaxyl (bahan aktif metalaksil 35%) plus Demorf (bahan aktif dimethomorf 60%) tanpa

matriconditioning, sedangkan kontrol dan semua perlakuan benih yang tidak dikombinasikan dengan fungisida sintetik menghasilkan kejadian penyakit sebesar 100%. Perlakuan fungisida sintetik maupun agen hayati baik secara

matriconditioning maupun tanpa matriconditioning mampu meningkatkan

pertumbuhan tanaman. Perlakuan matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus paling baik untuk meningkatkan bobot kering tanaman.

(5)

sintetik + B. laterosporus pada galur 07 menghasilkan bobot tongkol per tanaman paling tinggi yaitu 53 g. Seluruh perlakuan benih pada galur 07 belum mampu meningkatkan mutu benih hasil panen, sedangkan perlakuan matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus pada galur 06 mampu meningkatkan mutu fisiologis benih hasil panen.

(6)

SUMMARY

MUHAMMAD YASIN SON HAJI. Seed Treatment Improved Seed Quality, Seed Production and Controlled Downey Mildew Disease on Sweet Corn. Supervised by MEMEN SURAHMAN, SATRIYAS ILYAS, GIYANTO.

Downy mildew is a major disease in sweet corn caused by

Peronosclerospora maydis, a seedborne pathogen. An effort to get successfully field production is by using high quality seeds. Seed quality consists of physical, physiological, genetical, and pathological (seed health) quality.

The aims of this research were to evaluate the effectiveness of seed treatment using synthetic fungicide and biological agent to control downey mildew disease, to improve plant growth, seed production, and seed quality of harvested sweet corn. This study consistsed of 3 stages: pre experiment, experiment 1, and experiment 2. In pre experiment, the compatibility among the biological agents, the compatibility between biological agents and synthetic fungicides, phytotoxicity and hypersensitivity were tested. The optimum matriconditioning ratio and the time of conditioning were also evaluated. All the pre experiment activities were conducted in laboratory. Experiment 1 was done to evaluate the effect of seed treatments on seed physiological quality, disease incidence, and plant growth of sweet corn. Seed physiological quality test was conducted in laboratory, whereas disease incidence and plant growth were done in plastic house. Experiment 1 was conducted using completely randomized design with one factor which was seed treatment. The best result of experiment 1 was used as seed treatment in experiment 2 which was conducted in the field. Split plot design with two factors was used in this experiment, sweet corn line as main plot and seed treatment as sub plot. Experiment 2 was conducted to evaluate the effect of seed treatments on disease incidence, plant growth and seed production.

The result of compatibility test showed that Bacillus megaterium did not inhibit growth of Brevibacillus laterosporus, and vice versa. The growth of biological agents (B. megaterium and B. laterosporus) were not inhibited by synthetic fungicide. Hypersensitivity test of B. megaterium and B. laterosporus

isolates showed negative result. The ratio of seed : burned rice hull (100 mesh): solvent = 3: 0.5: 1 and 24 hours conditioning at 20 0C was optimum, resulting the highest seed physiological quality.

In experiment 1, the best vigor index and germination speed resulted from

B. laterosporus biological agent treatment. The lowest disease incidence (64%) was by synthetic fungicide treatment without matriconditioning, whereas control and all non fungicide treatments produced 100% disease incidence. All treatments except matriconditioning and control increased plant growth. Matriconditioning + mixture of synthetic fungicide + B. laterosporus was the best seed treatment in increasing plant dry weight.

(7)

were not able to increase the quality of harvested seed, but matriconditioning + mixture of synthetic fungicide + B. laterosporus on line 06 was able to increase physiological quality of harvested seed.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

PERLAKUAN BENIH UNTUK MENINGKATKAN MUTU

DAN PRODUKSI BENIH SERTA MENGENDALIKAN

PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG MANIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis Nama : Muhammad Yasin Son Haji

NIM : A251100154

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS Anggota

Dr Ir Giyanto, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2013 Tanggal Lulus: 24 September 213 Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis ini telah banyak didukung berbagai pihak, sehingga penyelesaian penulisan tesis dapat berjalan dengan lancar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr Ir Giyanto, MSi yang masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, atas segala curahan waktu dan tenaganya guna memberikan bimbingan, arahan, saran dan nasehat sehingga memperlancar mulai dari penyusunan rencana penelitian hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

2. Dr Ir Abdul Qadir, Msi selaku dosen penguji luar komisi, atas segala masukan dan sarannya.

3. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas masukan dan sarannya.

4. Staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana IPB, atas segala jasanya, ilmu pengetahuan dan layanan akademik yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Pascasarjana.

5. Manajemen PT. BISI International Tbk atas program beasiswa Sekolah Pascasarjana IPB, Putu Darsana, PhD atas diberikannya kesempatan kuliah Sekolah Pascasarjana IPB, Dr Rudy Lukman dan Ir Agus Setijono atas dukungan sarana penelitian.

6. Kedua orang tua yang senantiasa selalu memberikan semangat, kasih sayang dan doa restunya.

7. Istri tercinta mama Dewi Ratnawati atas motivasi dan kesabarannya, serta putra-putri tercinta Muhammad Firdaus Alfarisi dan Farah Rabzidni Ilma yang selalu mengisi hari-hari dengan penuh ceria.

8. Staf dan assisten Laboratorium Proteksi Tanaman dan Fisiologi Tanaman, Departemen Bioteknologi, serta Laboratorium Quality Control PT. BISI International Tbk atas bantuan selama melakukan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan Taufik, Nizar, Rofik, Purnawati, Ratih, Entit, Azis, Yustiana dan Nancy, atas segala dukungan dan kebersamaannya.

Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(13)

DAFTAR ISI

Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) 4

Penyakit Bulai 5

Pengendalian Penyakit Bulai 6

Peranan Plant Growth Promoting Rhizobacteria 7

Matriconditioning 8 Uji Kompatibilitas Agen Hayati Brevibacillus laterosporus dengan

Bacillus megaterium 10 Uji Kompatibilitas Fungisida Sintetik dengan Agen Hayati 10 Uji Fitotoksisitas Fungisida Sintetik dengan Agen Hayati 10 Uji Reaksi Hipersensitif Brevibacillus l aterosporus dan Bacillus dan Pertumbuhan Tanaman serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada

Jagung Manis di Rumah Plastik 9

Percobaan 2 Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung

(14)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 41

RIWAYAT HIDUP 44

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase kecambah normal non

fitotoksik 17

2 Pengaruh perlakuan rasio dan lama matriconditioning terhadap indeks

vigor benih jagung manis 18

3 Pengaruh perlakuan rasio dan lama matriconditioning terhadap daya

berkecambah benih jagung manis 19

4 Pengaruh perlakuan benih terhadap mutu fisiologis benih jagung manis 20 5 Pengaruh perlakuan benih terhadap kejadian penyakit dan bobot kering

tanaman percobaan 1 22

6 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman jagung manis 23 7 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah daun tanaman jagung manis 25 8 Pengaruh galur dan perlakuan benih terhadap kejadian penyakit bulai

pada percobaan 2 26

9 Pengaruh galur jagung manis dan perlakuan benih terhadap tinggi

tanaman saat 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST 28

10 Pengaruh galur dan perlakuan benih serta interaksinya terhadap jumlah

daun saat 3 MST, 4 MST, 5 MST dan saat 6 MST 30

11 Pengaruh galur dan perlakuan benih serta interaksinya terhadap bobot

tongkol per tanaman jagung manis 31

12 Pengaruh galur dan perlakuan benih terhadap bobot pipilan kering per

tanaman jagung manis 32

13 Pengaruh galur dan perlakuan benih terhadap mutu fisiologis benih

jagung manis 34

14 Pengaruh galur dan perlakuan benih serta interaksinya terhadap kecepatan tumbuh dan daya berkecambah benih hasil panen 35 15 Pengaruh galur dan perlakuan benih terhadap bobot 1000 butir benih 36

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 4

2 Hasil uji kompatibilitas antar agen hayati 15

3 Hasil uji kompatibilitas fungisida sintetik dan agen hayati 15

4 Hasil uji reaksi hipersensitif agen hayati 16

5 Keragaan kecambah normal non fitotoksik 17

(15)

7 Tanaman jagung manis yang terinfeksi P. maydis 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam fitotoksisitas pra percobaan 41 2 Hasil analisis ragam mutu fisiologis pra percobaan 41 3 Hasil analisis ragam mutu fisiologis percobaan 1 41 4 Hasil analisis ragam pertumbuhan dan kejadian penyakit bulai

percobaan 1 41

5 Hasil analisis ragam pertumbuhan dan kejadian penyakit bulai

percobaan 2 41

6 Hasil analisis ragam hasil panen 41

7 Hasil analisis ragam mutu benih hasil panen 42

8 Karakter kemampuan isolat agen hayati 42

9 Deskripsi galur jagung manis 07 42

10 Deskripsi galur jagung manis 06 43

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas andalan utama produk hortikultura di Indonesia yang banyak diminati diantaranya adalah jagung manis. Selain memiliki kandungan karbohidrat, protein dan vitamin yang tinggi serta kandungan lemak yang rendah, jagung manis memiliki rasa yang manis karena memiliki kandungan glukosa yang lebih tinggi. Bagi para petani komoditas ini merupakan harapan, karena nilai jualnya yang cukup tinggi, sedangkan bagi produsen benih hal ini merupakan bisnis yang sangat prospektif karena harga benih jagung manis berkali lipat dari benih jagung biasa.

Permintaan komoditas jagung manis yang semakin meningkat secara langsung berpengaruh terhadap permintaan benih jagung manis. Keterbatasan stok benih jagung manis di dalam negeri menyebabkan Indonesia melakukan impor benih jagung manis, bahkan pada tahun 2008 volume impor benih jagung manis yang hanya sebesar 61.8 ton, pada tahun 2010 mengalami lonjakan volume impor benih jagung manis sebesar 282.3 ton (Deptan 2013).

Salah satu kendala utama yang dihadapi di dalam budidaya tanaman jagung manis baik untuk konsumsi maupun produksi benih adalah penyakit bulai. Menurut Semangun (2004) penyakit utama tanaman jagung manis yang dihadapi saat ini adalah penyakit bulai (downey mildew) yang memiliki sebaran yang sangat luas, pertanaman yang telah terserang bulai mampu mengalami kerugian sampai 90%. Penyakit ini disebabkan oleh Peronosclerospora maydis yang bersifat epidemik, infeksinya sistemik dan sangat mematikan tanaman saat umur muda (Djafaruddin 2004). Sifat patogen ini (P. maydis) tidak dapat hidup secara saprofitik. Tidak terdapat tanda-tanda bahwa cendawan ini bertahan dalam tanah, tetapi dapat terbawa dalam benih tanaman yang sakit (seedborne) (Semangun 2004).

Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu tahap untuk mengurangi risiko kegagalan pada penanaman jagung manis. Benih yang telah mengalami penyimpanan dalam jangka waktu tertentu seringkali mengalami deteriorasi. Benih yang telah mengalami kemunduran atau deteriorasi dapat ditingkatkan performanya dengan memberikan perlakuan invigorasi. Mutu benih mencangkup mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik dan patologis. Aspek patologis benih bermutu yaitu terbebas dari serangan hama dan penyakit (Ilyas 2012). Salah satu upaya dalam mengendalikan penyakit bulai pada jagung manis yaitu dengan perlakuan benih. Perlakuan benih seperti priming, coating serta pelleting

berfungsi untuk meningkatkan perkecambahan dan melindungi benih dari keberadaan patogen dan hama (Desai et al. 1997).

Perlakuan benih pada jagung manis dengan metode matriconditioning

bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, tetapi dapat diintegrasikan dengan berbagai macam zat-zat seperti pestisida baik pestisida kimiawi maupun biologi guna mengendalikan penyakit terbawa benih.

Matriconditioning merupakan perlakuan hidrasi benih terkontrol yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matrik rendah. Media

(18)

2

memiliki potensial matrik rendah, daya pegang air yang tinggi, luas permukaan bahan besar, tidak bersifat racun terhadap benih, daya lekat tinggi pada permukaan benih, dan kapasitas melarutkan air negligible (Khan 1992 dalam

Copeland dan McDonald 2001).

Pengendalian penyakit bulai selain menggunakan agen hayati juga telah banyak dilakukan menggunakan pestisida sintetik berbahan aktif metalaksil. Banyak merk dagang fungisida berbahan aktif metalaksil yang telah dipasarkan seperti Ridomil, Prolaxil, Saromil dan sebagainya. Menurut Arrifunti dan Rumawas (2002), penggunaan fungisida dengan bahan aktif metalaksil melalui perlakuan benih dan penyemprotan untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung manis menunjukkan pengaruh nyata saat tanaman berumur 4, 5 dan 6 minggu setelah tanam.

Penggunaan bahan aktif metalaksil yang terus menerus dilakukan diduga telah menyebabkan resistensi P. maydis terhadap fungisida tersebut. Wakman et al. 2009 dalam Burhanudin 2009 menyatakan bahwa fungisida Saromil yang berbahan aktif metalaksil tidak efektif lagi untuk mengendalikan penyakit bulai pada pertanaman jagung, pemberian fungisida hingga 7.5 g per kg benih jagung mengakibatkan persentase tanaman terinfeksi bulai semakin tinggi. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam produksi pestisida sintetis menciptakan formulasi tersendiri guna mengatasi penyakit bulai. Salah satu jenis fungisida yang telah dipasarkan yaitu menggunakan bahan aktif dimethomorf, dimana dalam penggunaanya biasa dikombinasikan dengan bahan aktif metalaksil untuk mengatasi cendawan P. maydis pada tanaman jagung manis.

Perlakuan benih dalam penelitian ini menggunakan campuran fungisida sintetik berbahan aktif metalaksil dan dimethomorf, agen hayati Bacillus megaterium dan Brevibacillus laterosporus serta kombinasi antara fungisida sintetik dan agen hayati untuk meningkatkan mutu dan produksi benih serta mengendalikan penyakit bulai pada jagung manis.

Perumusan Masalah

(19)

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih dengan menggunakan fungisida sintetik dan agen hayati untuk meningkatkan mutu dan produksi benih serta mengendalikan penyakit bulai jagung manis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan paket teknologi yang mampu meningkatkan baik secara kuantitas maupun kualitas benih jagung manis yang dihasilkan sehingga secara langsung dapat mengurangi biaya produksi benih.

Ruang Lingkup Penelitian

Materi penelitian yang digunakan adalah dua galur benih jagung manis yaitu 07 dan 06, isolat B. megaterium dan B. laterosporus, serta campuran fungisida sintetik yang berbahan aktif metalaksil (Prolaxyl) dan dimethomorf (Demorf). Penelitian ini terdiri atas pra percobaan, percobaan 1 dan percobaan 2. Pra percobaaan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu (1) pengujian penentuan rasio dan lama conditioning, (2) uji kompatibilitas antar agen hayati, (3) uji kompatibilitas agen hayati dan fungisida sintetik, (4) uji reaksi hipersensitif agen hayati (5) uji fitotoksisitas agen hayati dan fungisida sintetik. Seluruh tahapan pra percobaan dilakukan di laboratorium. Hasil pra percobaan digunakan sebagai dasar perlakuan benih pada percobaan berikutnya.

(20)

4

1. Uji rasio dan lama conditioning 2. Uji fitoktosisitas fungisida sintetik dan agen hayati

Di lab dan rumah kaca

Evaluasi mutu fisiologis benih jagung manis

Pra percobaan

1. Uji kompatibilitas dua agen hayati 2. Uji kompatibilitas agen hayati dan fungisida sintetik

3. Uji reaksi hipersensitif agen hayati

1. Rasio 3 : 0.5 : 1 2. Lama conditioning 24 jam 3. Kombinasi fungisida sintetik dan

agen hayati atau antar agen hayati layak untuk perlakuan benih

Percobaan 1

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu Benih dan Pertumbuhan Tanaman serta Mengendalikan Penyakit Bulai

pada Jagung Manis

1. Evaluasi pertumbuhan tanaman jagung manis 2. Evaluasi pertumbuhan tanaman jagung mani

Fungisida sintetik + B. laterosporus

Percobaan 2

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis

Matriconditioning + fungisida sintetik + B.

lateropsorus

Gambar 1 Bagan alir penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt)

(21)

5 (britle), tau sh-2 (shrunken). Gen ini dapat mencegah perubahan gula menjadi pati pada endosperm sehingga jumlah gulanya lebih banyak dibandingkan jagung biasa. Kadar gula pada endosperm jagung manis sebesar 5-6%, gula yang disimpan dalam biji jagung manis adalah sukrosa yang dapat mencapai 11%, sedangkan jagung biasa kadar gulanya hanya 2-3% atau setengah dari kadar gula jagung manis. Klasifikasi jagung manis adalah sebagai berikut : Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Poales (Graminales), Famili Poaceae (Graminae), Genus Zea, Spesies Zea mays, Varietas Zea mays saccharata Sturt.

Jagung termasuk tanaman C-4 yang mampu beradaptasi dengan baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan seperti intensitas radiasi matahari yang tinggi dengan suhu siang dan malam yang tinggi pula, curah hujan rendah, serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C-4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air, namun demikian jagung memerlukan air yang cukup selama masa pertumbuhannya, khususnya saat menjelang berbunga dan pengisian biji (Muhajir, 1988).

Penyakit Bulai (downey mildew)

Bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung manis. Kerugian akibat serangan penyakit bulai pada tanaman jagung bisa mencapai 90%. Beberapa penyebab mewabahnya penyakit bulai: (1) penanaman varietas jagung rentan bulai, (2) penanaman jagung berkesinambungan, (3) efektivitas fungisida rendah akibat dosis dikurangi atau dipalsukan, (4) tidak adanya tindakan eradikasi, (5) adanya resistensi bulai terhadap fungisida metalaksil, (6) peningkatan virulensi bulai terhadap tanaman inang jagung (Semangun 2004).

Penyebab penyakit bulai dilaporkan antara lain oleh Shurtleff (1980), Wakman dan Djatmiko (2002), serta Rathore dan Siradhana (1988) bahwa penyakit bulai pada tanaman jagung disebabkan oleh 10 spesies dari tiga genera: (1) Peronosclerospora maydis (Java downy mildew), (2) P. philippinensis downy mildew). Penyakit bulai di Inonesia di sebabkan oleh tiga spesies cendawan dari genus Peronosclerospora yaitu P. maydis, P. philippinensis, P. sorghi. Ditambahkan Shivas et al. (2011) dari hasil pengujian morfologi maupun sekuensing DNA telah ditemukan spesies baru penyebab bulai pada tanaman jagung yaitu Peronosclerospora australiensis sp.

(22)

6

(Semangun 2004). Tanaman yang terserang berumur beberapa minggu daunnya akan menguning dan daun yang baru muncul akan menjadi kaku dan runcing, sehingga dapat menyebabkan kematian, kerdil atau tanaman tidak bisa berbuah. Serangan penyakit bulai jika terjadi saat tanaman berumur satu bulan, tanaman masih dapat tumbuh dan berbuah tetapi tongkolnya tidak bisa besar, kelobot tidak bisa membungkus secara penuh pada tongkol, dan biji pada tongkol tidak penuh (Pracaya 2007).

Sifat patogen P. maydis tidak dapat hidup secara saprofitik. Tidak terdapat tanda-tanda bahwa cendawan bertahan dalam tanah. Cendawan dapat terbawa dalam benih tanaman yang sakit (seedborne) (Semangun 2004). Menurut Pracaya (2007) benang-benang cendawan berkembang di dalam jaringan diantara sel daun dan merusak klorofil. Benang-benang miselium bercabang keluar melewati mulut daun membentuk konidiospora, sehingga permukaan daun nampak seperti ada pohon-pohon kecil yang banyak membentuk lapisan bulu tipis berwarna putih. Jika kelembaban dan suhu tinggi (sampai 27 0C) konidiospora akan menghasilkan konidia yang berbentuk bola kecil yang bisa tersebar ke mana-mana karena hembusan angin. Jika keadaan cocok, konidia akan berkecambah dan berkembang. Waktu inkubasi lebih kurang 10 hari, pada umumnya banyak terdapat di daerah dataran rendah dengan kondisi udara lembab dan panas, jika udara dingin dan kering serangan akan terhenti.

Ketahanan tanaman terhadap suatu patogen dapat dikarenakan tiga hal yaitu tanaman tersebut masuk ke dalam taksonomi tanaman imun terhadap patogen (ketahanan bukan inang/nonhost resistance), tanaman tersebut memiliki gen ketahanan untuk mengatasi virulensi patogen (ketahanan sejati/true resistance), dan tanaman toleran terhadap infeksi patogen (ketahanan nyata/apparent resistance) (Agrios 1996).

Pengendalian Penyakit Bulai (downey mildew)

Penanganan penyakit bulai pada tanaman jagung menurut Semangun (2004) menganjurkan langkah-langkah yaitu (1) menanam jenis jagung yang tahan terhadap penyakit bulai, (2) penanaman jagung pada musim hujan di lahan tegalan dilakukan lebih awal secara serentak untuk suatu areal per hamparan yang luas, (3) diperlukan tindakan pencabutan tanaman jagung yang menunjukkan gejala serangan penyakit bulai, agar tidak menjadi sumber infeksi bagi tanaman yang ada di sekitarnya, terutama bagi tanaman yang masih muda dan benih dengan fungisida metalaksil sesuai dosis anjuran.

(23)

7 Menurut Jasis et al. (1980) dengan perlakuan benih pada jagung menggunakan fungisida Ridomil yang berbahan aktif metalaksil dengan dosis 0.5 g b.a/kg benih efektif melindungi tanaman dari serangan bulai. Sutoyo (1983) menyatakan bahwa penggunaan Ridomil yang diberikan secara perlakuan benih sangat efektif dalam menekan penyakit bulai pada tanaman jagung. Menurut Arrifunti dan Rumawas (2002) bahwa penggunaan fungisida dengan bahan aktif metalaksil melalui perlakuan benih dan penyemprotan untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung manis menunjukkan pengaruh nyata saat tanaman berumur 4, 5 dan 6 minggu setelah tanam.

Peranan Plant Growth Promoting Rhizobacteria

Penggunaan pestisida sintetik meskipun efektif di dalam mengendalikan suatu hama maupun patogen namun memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Pemanfaatan agen hayati dilaporkan selain mampu menekan patogen dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman juga tidak memiliki efek pencemaran terhadap lingkungan. Efektifitas agen hayati hubungannya dengan pengendalian patogen dipengaruhi oleh cara aplikasi, dosis inokulasi dan kontrol mikroba lain. Dosis inokulasi per benih harus ditentukan untuk memperoleh kontrol yang cukup terhadap patogen. Dosis inokulasi yang efektif bervariasi antar jenis agen hayati, tetapi kisaran yang digunakan adalah 107-109 sel bakteri/benih (Bai et al. 2002).

Umesha et al. (1994) melaporkan bahwa P. fluorescens mampu mengendalikan penyakit downey mildew pada tanaman pearl millet yang diaplikasikan melalui benih secara kultur murni dengan diformulasikan menggunakan bubuk talk. Perlakuan benih ini juga dapat meningkatkan vigor dan mampu menghambat sporulasi penyakit bulai, namun hasil yang signifikan didapatkan ketika perlakuan benih diikuti dengan penyemprotan untuk mengendalikan penyakit bulai.

Bacillus subtilis dan Brevibacillus sp secara signifikan efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman gandum (Palazzini et al. 2009). Hasil penelitian Kildea et al. (2008) melaporkan bahwa pemanfaatan agen hayati Bacillus megaterium mampu menghambat penyakit Septoria tritici blotch

(STB) pada tanaman gandum yang disebabkan oleh pathogen cendawan

Mycosphaerella graminicola.

Literatur mengenai B. megaterium maupun B. laterosporus sebagai agen hayati sampai saat ini masih sangat terbatas khususnya untuk mengendalikan penyakit bulai. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa B. megaterium

sebagai agen hayati mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen

Mycosphaerella graminicola penyebab penyakit Septoria tritici blotch (STB) pada tanaman gandum (Kildea et al. 2008), menghambat patogen B. cinerea pada tanaman strawbery (Donmes et al. 2011) dan cendawan patogen Cycloconium oleaginum (Al-khatib et al. 2010).

Menurut Saika et al. (2011) Brevibacillus laterosporus mampu dengan sangat kuat mencegah pertumbuhan fungi patogenik seperti Fusarium oxysporum

(24)

8

Brevibacillus laterosporus scara kuat mampu menghambat pertumbuhan patogen seperti R. solani, F. oxysporum, F. solani, dan P. piricola (Song et al. 2011). Ditambahkan Sunita et al. (2010) bahwa Brevibacillus spp. dapat memproduksi metabolit yang dapat menekan aktivitas patogen cendawan dan sebagai agen hayati mampu mengendalikan penyakit pada tanaman tomat.

Matriconditioning

Perlakuan hidrasi benih bertujuan untuk meningkatkan persentase dan laju perkecambahan serta meningkatkan keseragaman tanaman (Copeland dan McDonald 2001). Salah satu pendekatan teknik hidrasi benih secara terkontrol yaitu dengan matriconditioning. Karakter bahan matriconditioning yang ideal antara lain memiliki potensial matrik rendah, kemampuan melarutkan air

negligible, daya pegang air tinggi, luas permukaan bahan besar, tidak bersifat racun terhadap benih, daya lekat tinggi pada permukaan benih (Khan 1992 dalam

Copeland dan McDonald 2001).

Menurut Ilyas (1994) pada proses matriconditioning, masuknya air secara perlahan-lahan ke dalam benih dan tidak menimbulkan kerusakan pada membran. Selama imbibisi, benih menyerap air sampai pada nilai ”plateau/ekuilibrium” tercapai dan fase aktivasi benih tetap pada kadar air tersebut. Selama priming, air yang diserap hanya cukup untuk aktivasi, tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkecambahan benih, selanjutnya dilakukan proses pengeringan tanpa merusak benih.

Perlakuan peningkatan mutu benih seperti matriconditioning dapat diintegrasikan dengan hormon untuk meningkatkan perkecambahan atau dengan pestisida, biopestisida dan mikroba yang menguntungkan untuk melawan penyakit benih dan bibit selama awal penanaman, atau untuk memperbaiki status hara, pertumbuhan dan hasil tanaman (Ilyas 2012).

Matriconditioning merupakan proses perbaikan fisiologis dan biokimia benih dengan menggunakan media yang berpotensial matriks rendah, sehingga potensial osmotiknya dapat diabaikan selama imbibisi (Khan et al. 1992). Pada benih jagung hibrida dengan perlakuan hidrasi benih yang berbeda menunjukkan perlakuan matriconditioning mampu meningkatkan daya berkecambah, menurunkan T50, meningkatkan panjang akar, dan panjang tajuk, dibanding perlakuan osmoconditioning dan hydropriming (Afzal et al. 2002).

Perlakuan matriconditioning dengan media serbuk gergaji dapat meningkatkan viabilitas dan vigor pada benih kacang panjang, dengan menggunakan perbandingan jumlah benih : serbuk gergaji : air yaitu 1 : 0.4 : 0.5 (Ilyas 2006). Beberapa jenis bahan yang biasa digunakan untuk matriconditioning

diantaranya adalah serbuk gergaji, arang sekam, zeolit dan vermikulit. Hasil penelitian Suhartiningsih (2003) melaporkan bahwa matriconditioning

menggunakan arang sekam dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai, ditambahkan Sucahyono (2011) bahwa perlakuan matriconditioning

(25)

9

3

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah benih galur jagung manis 06 (dengan tingkat ketahanan skala rentan terhadap penyakit bulai) dan galur jagung manis 07 (dengan tingkat ketahanan skala agak tahan terhadap penyakit bulai). Kedua galur jagung manis tersebut berasal dari PT. BISI International Tbk, yang telah mengalami penyimpanan pada suhu 13 0C selama kurang lebih 3 bulan. Bahan lain yang digunakan adalah isolat Brevibacillus laterosporus (BL9), isolat

Bacillus megaterium (B1), fungisida berbahan aktif metalaksil (Prolaxyl), fungisida berbahan aktif dimethomorf (Demorf), air, arang sekam 100 mesh dan 35 mesh, kertas label, kertas CD, plastik, media TSA, kertas saring, larutan natrium hipoklorit, aquadest, alkohol 70%, pupuk Urea, Phonska, SP-36.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan botol matriconditioning, timbangan analitik, alat pengecambah benih, desikator, box driyer, oven, mini tube, mikro pipet, jarum ose, pinset, suntikan, magnetic stirer, cawan petri, erlenmeyer, laminar air flow,

autoclave, spektrofotometer,ayakan ukuran 100 mesh dan 35 mesh, oven, polibag dan peralatan budidaya di lapangan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material, IPB, Laboratorium Departemen Bioteknologi, Laboratorium Quality Control, rumah plastik dan kebun percobaan di PT. BISI International Tbk., Kediri, yang dimulai pada bulan Mei 2012 sampai Februari 2013.

Pra Percobaan

Penentuan rasio dan lama matriconditioning

(26)

10

Uji kompatibilitas agen hayati Brevibacillus laterosporus dengan Bacillus megaterium

Menumbuhkan kedua isolat B. laterosporus dan B. megaterium pada media TSA dan diinkubasikan pada suhu 26 0C selama 1-2 hari selanjutnya isolat siap untuk digunakan. Pengujian dilakukan dengan meneteskan sebanyak 10 µl suspensi biakan B. laterosporus (kerapatan 109-1010 cfu/ml, OD610=1)pada kertas saring berdiameter 1 cm yang ditempatkan pada cawan petri yang berisi media agar (TSA) yang telah disebar dengan 0.1 ml suspensi biakan B. megaterium.

Sebagai pembanding dilakukan pengujian dengan metode yang berkebalikan dengan meneteskan sebanyak 0.01 ml suspensi biakan B. megaterium (kerapatan 109-1010 cfu/ml, OD610=1)pada kertas saring berdiameter 1 cm yang ditempatkan pada cawan petri yang berisi media TSA yang telah disebar dengan 0.1 ml suspensi biakan B. laterosporus. Kedua kultur ini kemudian diinkubasi pada suhu 26 0C selama 1-5 hari.

Uji kompatibilitas fungisida sintetik dengan agen hayati

Pengujian kompatibilitas fungisida sintetik dengan agen hayati dilakukan dengan mengambil suspensi biakan agen hayati yang berumur 1-2 hari sebanyak 0.1 ml dan diratakan pada media TSA dalam petri. Kertas saring steril ukuran 0.5 cm dicelupkan pada larutan campuran fungisida (Prolaxil dan Demorf) dengan konsentrasi 5% kemudian diletakkan di tengah petri pada masing-masing medium. Pengamatan zona bening (penghambatan) dilakukan 1-5 hari.

Uji fitotoksisitas fungisida sintetik dan agen hayati

Pra percobaan pengujian fitotoksisitas benih ini menggunkan Rancangan Acak Lengkap satu faktor yaitu perlakuan benih dengan empat taraf yaitu: (1) kontrol, (2) fungisida sintetik, (3) agen hayati B. laterosporus, (4) agen hayati B. megaterium. Perlakuan fungisida sintetik dilakukan dengan cara mencampur benih dengan larutan fungisida sintetis dengan dosis 3 g per kg benih Prolaxyl dan 5 g per kg Demorf, benih dibiarkan selama 24 jam dan siap digunakan. Benih dengan perlakuan agen hayati sebelumnya didisinfeksi dengan natrium hipoklorit 2% selama 5 menit, kemudian dicuci dengan air steril kemudian dikering-anginkan dalam laminar air flow selama satu jam. Benih kemudian direndam dalam suspensi agen hayati (kerapatan 109-1010 cfu/ml, OD610=1) selama 24 jam pada suhu 26 0C, setelah itu benih dikeringanginkan dalam laminar air flow dan siap dikecambahkan.

Pengujian fitototoksisitas dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) di dalam germinator pada suhu 25 0C. Pengamatan dilakukan terhadap keragaan kecambah.

Uji reaksi hipersensitif isolat B. megaterium dan B. laterosporus

(27)

11

Percobaan 1

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu Benih dan Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis di Rumah Plastik

Percobaan 1 dilakukan di laboratorium dengan tujuan untuk evaluasi mutu fisiologis benih jagung manis, serta dilakukan di rumah plastik dengan tujuan untuk evaluasi pertumbuhan tanaman dan daya hambat terhadap penyakit bulai pada jagung manis.

1. Pengaruh perlakuan benih terhadap mutu fisiologis benih

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yang terdiri atas 13 perlakuan, yaitu (1) kontrol, (2) matriconditioning, (3) campuran fungisida sintetik, (4) agen hayati B. laterosporus, (5) agen hayati B. megaterium, (6) agen hayati B. laterosporus + B. megaterium, (7)

matriconditioning + campuran fungisida sintetik, (8) matriconditioning + B. laterosporus, (9) matriconditioning + B. megaterium,(10) matriconditioning + B. laterosporus + B. megaterium, (11) Matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus, (12) matriconditioning + campuran fungisida sintetik +

B. megaterium, (13) matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus + B. megaterium.

Evaluasi mutu fisiologis benih menggunakan metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) di dalam germinator pada suhu 25 0C. Setiap unit percobaan menggunakan 50 butir dan diulang sebanyak tiga kali. Peubah mutu fisiologis benih jagung manis yang diamati meliputi :

a. Daya berkecambah, penghitungan dilakukan dengan persamaan :

benih yan dikecambahkan

Keterangan :

DB = daya berkecambah

KN I = jumlah kecambah normal hitungan pertama yang diamati pada 4 HST KN II = jumlah kecambah normal hitungan kedua yang diamati pada 7 HST b. Kecepatan tumbuh, persamaan yang digunakan adalah :

c. Indeks vigor, penghitungan menggunakan persamaan :

benih yan dikecambahkan

(28)

12

Keterangan :

IV = indeks Vigor

І = jumlah kecambah normal pada hitungan pertama, diamati saat 4 MST d. Bobot kering kecambah normal, dilakukan dengan cara mengeringkan

kecambah normal yang endospermnya telah dibuang di dalam oven pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam, setelah itu dihitung bobot kering kecambah normalnya.

2. Pengaruh perlakuan benih terhadap pertumbuhan tanaman dan tingkat kejadian penyakit bulai pada jagung manis

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yang terdiri atas 13 perlakuan, yaitu (1) kontrol, (2) matriconditioning, (3) campuran fungisida sintetik, (4) agen hayati B. laterosporus, (5) agen hayati B.

megaterium, (6) kombinasi B. laterosporus + B. megaterium, (7)

matriconditioning + campuran fungisida sintetik, (8) matriconditioning + B. laterosporus, (9) matriconditioning + B. megaterium,(10) matriconditioning + B. laterosporus + B. megaterium, (11) Matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus, (12) matriconditioning + campuran fungisida sintetik +

B. megaterium, (13) matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus + B. megaterium.

Pengujian dilakukan dengan cara menanam 20 benih galur jagung manis dari masing-masing perlakuan pada polibag berukuran 30 x 15 x 30 cm. Media tanam menggunakan tanah top soil. Penanaman tanaman barrier yang terinfeksi

Peronosclerospora maydis (sebagai sumber inokulum) menggunakan varietas rentan penyakit bulai yang dilakukan 3 minggu sebelum penanaman benih jagung manis (perlakuan). Peubah yang diamati meliputi:

a. Kejadian penyakit bulai. Pengamatan di lakukan saat 5 MST dengan

b. Tinggi tanaman, dengan cara menghitung dari pangkal batang tanaman diatas tanah sampai titik tumbuh tanaman.

c. Jumlah daun, dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah membuka secara sempurna.

d. Bobot kering tanaman, dilakukan dengan cara mengeringkan tanaman dalam oven pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam, setelah itu ditimbang bobot keringnya.

Tahapan yang dilakukan pada saat perlakuan benih, yaitu : 1. Perlakuan matriconditioning + agen hayati

(29)

13 diinkubasi selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh disuspensikan ke dalam aquades steril sampai mencapai kerapatan populasi 109 cfu/ml (Bai et al. 2002). Benih jagung manis untuk pengujian dilakukan sterilisasi menggunakan natrium hipoklorit 2% selama 5 menit, setelah itu dicuci dan dibilas dengan air steril. Perlakuan benih dilakukan dengan mencampur benih dengan suspensi rhizobakteri dan bahan matriconditioning arang sekam yang telah disterilisasi pada suhu 100 0C selama 12 jam. Matriconditioning dilakukan pada wadah tertutup dan diaduk hingga diperoleh pelapisan yang merata, kemudian diinkubasi di dalam ruangan pada suhu 20±2 0C.

2. Perlakuan matriconditioning + fungisida sintetik

Perlakuan matriconditioning + fungisida sintetik dilakukan dengan mencampur benih dengan arang sekam dan bahan pelembab yang mengandung fungisida sintetik berbahan aktif metalaksil dan dimethomorf masing-masing dengan dosis 3 g per kg benih Prolaxyl dan 5 g per kg benih Demorf dalam wadah tertutup yang ditempatkan pada ruangan bersuhu 20 ± 2 0C. Lama conditioning

berdasarkan hasil terbaik pra percobaan yang telah dilakukan. Benih kemudian dibersihkan dan dikering-anginkan selama 1-2 jam selanjutnya siap untuk digunakan.

Percobaan 2

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi Benih serta Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis di Lapangan

Percobaan 2 untuk pengujian kejadian penyakit, pertumbuhan tanaman dan hasil panen jagung manis dilakukan di lapang, sedangkan pengujian mutu fisiologis benih hasil panen dilakukan di laboratorium.

1. Pengaruh perlakuan benih terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman serta tingkat kejadian penyakit bulai pada jagung manis

Percobaan dilakukan di lahan percobaan PT. BISI International Tbk., Kediri menggunakan Rancangan Split Plot dengan dua faktor. Faktor pertama adalah galur jagung manis (sebagai petak utama) yang terdiri atas dua taraf yaitu galur 06 dan galur 07, sedangkan faktor kedua adalah perlakuan benih (sebagai anak petak) yang terdiri atas tujuh taraf yaitu (1) kontrol, (2) matriconditioning,

(3) campuran fungisida sintetik, (4) agen hayati B. laterosporus, (5)

matriconditioning + campuran fungisida sintetik, (6) matriconditioning + B. laterosporus, (7) matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus. Agen hayati terbaik hasil percobaan 1 yaitu B. laterosporus

selanjutnya dipilih dan diuji pada kondisi lapang di percobaan 2.

Penanaman dilakukan dengan cara meletakkan 2 benih per lubang dan pada umur 7 HST dipilih satu tanaman yang normal dan yang lain dicabut atau dibuang. Penanaman tanaman barrier sebagai sumber inokulum dilakukan tiga minggu sebelum penanaman benih yang diberi perlakuan. Pada saat tanaman baris terinfeksi berat (sekitar 80% populasi tanaman terinfeksi bulai), kemudian dilakukan penanaman benih yang telah diberi perlakuan dengan jarak tanam 80 cm x 20 cm.

(30)

14

e. Bobot biji pipilan kering per tanaman. f. Bobot 1000 butir benih.

2. Pengaruh perlakuan benih terhadap mutu benih hasil panen pada jagung manis

Pengujian ini menggunakan metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap unit percobaan menggunakan 50 butir dan diulang sebanyak tiga kali. Peubah mutu fisiologis benih jagung manis meliputi:

a. Daya berkecambah. b. Kecepatan tumbuh. c. Indeks vigor.

d. Bobot kering kecambah normal.

Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan SAS versi 9.0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan uji nilai tengah dengan

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf alpha 5%.

Tahapan yang dilakukan saat perlakuan benih pada percobaan 2 yaitu perlakuan benih dengan menggunakan agen hayati dilakukan berdasarkan hasil terbaik yang diperoleh pada percobaan 1. Matriconditioning plus agen hayati dilakukan dengan cara melembabkan benih dengan larutan yang mengandung inokulum rhizobakteri dalam botol transparan kemudian ditambahkan media

matriconditioning dan diaduk hingga benih secara merata. Botol selanjutnya ditutup dan diinkubasi pada ruang bersuhu 20±2 0C. Perlakuan matriconditioning

plus fungisida sintetik dilakukan dengan cara mencampur benih dengan arang sekam dan bahan pelembab yang mengandung bahan aktif metalaksil dan dimethomorf masing-masing dengan dosis 3 dan 5 g per kg benih. Conditioning

dilakukan dalam wadah/botol tertutup yang ditempatkan pada ruangan bersuhu 20±2 0C. Lama conditioning berdasarkan hasil terbaik pra percobaan yang telah dilakukan. Benih kemudian dibersihkan dan dikeringanginkan selama 1-2 jam selanjutnya siap untuk digunakan.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pra Percobaan

Kompatibilitas Bacillus megaterium dengan Brevibacillus laterosporus

Pengujian kompatibilitas antar agen hayati dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedua isolat bakteri bersifat antagonis satu sama lain atau tidak. Hasil pengujian kompatibilitas B. megaterium dan B. laterosporus

(31)

15 Tidak adanya zona bening yang terbentuk menggambarkan bahwa koloni bakteri di sekitar kertas saring tidak mengalami kematian atau terhambat pertumbuhannya.

Gambar 2 Hasil uji kompatibilitas antar agen hayati. (A) kertas saring yang mengandung suspensi B. laterosporus, (B) hamparan koloni B. megaterium, (C) kertas saring yang mengandung suspensi B. megaterium, (D) hamparan koloni B. laterosporus

Kedua metode pengujian baik dengan cara menumbuhkan isolat B. megaterium kemudian diberi kertas saring yang mengandung suspensi B. laterosporus ataupun dengan cara menumbuhkan isolat B. laterosporus yang diberi kertas saring yang mengandung suspensi B. megaterium, semuanya tidak menunjukkan zona penghambatan. Hal tersebut menunjukkan kedua agen hayati bersifat non antagonis satu sama yang lain sehingga dapat diaplikasikan secara bersamaan untuk perlakuan benih pada percobaan berikutnya.

Kompatibilitas agen hayati dengan fungisida sintetis

Pengujian kompatibilitas agen hayati dengan fungisida sintetik dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya daya hambat fungisida terhadap pertumbuhan isolat B. megaterium dan B. laterosporus. Hasil pengujian menunjukkan tidak terbentuknya zona bening di sekitar kertas saring untuk kedua isolat (Gambar 3).

Gambar 3 Hasil uji kompatibilitas fungisida sintetik dengan agen hayati. (A) kertas saring yang mengandung suspensi fungisida, (B) hamparan koloni B. megaterium, (C) kertas saring yang mengandung suspensi fungisida, (D) hamparan koloni B. laterosporus

(32)

16

Pengujian kompatibilitas campuran fungisida sintetik dan B. megaterium

maupun campuran fungisida sintetik dan B. laterosporus menunjukkan bahwa fungisida sintetik dengan bahan aktif metalaksil dan dimethomorf tidak mempengaruhi atau menghambat pertumbuhan kedua agen hayati baik B. megaterium maupun B. laterosporus. Tidak adanya efek penghambatan oleh fungisida sintetik dikarenakan agen hayati yang digunakan berasal dari kelompok bakteri, sedangkan fungisida sendiri merupakan jenis pestisida yang secara spesifik digunakan untuk mengendalikan patogen yang disebabkan oleh cendawan dan pada dosis tertentu.

Dari hasil pengujian tersebut maka dapat digunakan sebagai perlakuan benih dengan mengkombinasikan antara fungisida sintetik dengan agen hayati pada percobaan berikutnya.

Reaksi hipersensitif isolat B. megaterium dan B. laterosporus pada daun tanaman tembakau

Hasil pengujian hipersensitivitas isolat B. laterosporus dan B. megaterium

pada daun tanaman tembakau menunjukkan reaksi hipersensitif negatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hasil uji reaksi hipersensitif agen hayati. (A) reaksi hipersesitif negatif

B. laterosporus, (B) reaksi hipersensitif negatif B. megaterium

Kedua isolat yang menunjukkan reaksi hipersensitif negatif menandakan bahwa B. laterosporus dan B. megaterium tidak bersifat patogenik bagi tanaman, sehingga kedua isolat tersebut dapat digunakan sebagai agen hayati untuk perlakuan benih.

Fitotoksisitas fungisida sintetik dan agen hayati pada benih jagung manis

Syarat utama fungisida sintetik dan bakteri dijadikan sebagai perlakuan benih adalah tidak menimbulkan fitotoksisitas, sehingga saat digunakan sebagai perlakuan benih tidak menimbulkan efek negatif pada proses perkecambahan benih yang dapat menurunkan mutu benih. Analisis ragam menunjukkan perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap fitotoksisitas kecambah normal (Lampiran 1). Rata-rata fitotoksisitas pada benih jagung manis disajikan pada Tabel 1.

(33)

17 Tabel 1 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase kecambah normal non

fitotoksik

Perlakuan Kecambah normal non fitotoksik (%)

Kontrol 88.0

Fungisida sintetik 90.7

B. laterosporus 91.3

B. megaterium 92.0

Hasil pengujian fitotoksisitas menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan fungisida menghasilkan kecambah normal non fitotoksik sebesar 90.7%. Berdasarkan pengamatan visual menunjukkan bahwa meskipun jenis fungisida yang digunakan bersifat sistemik namun pada batas dosis yang digunakan (3 g per kg benih Prolaxyl dan 5 g per kg benih Demorf) tidak menimbulkan gejala toksik pada kecambah yang dihasilkan.

Perlakuan benih dengan perendaman suspensi agen hayati B. laterosporus

maupun B. megaterium juga tidak menunjukkan fitotoksisitas pada kecambah normal benih jagung manis. Menurut Ilyas et al. (2007) kecambah fitotoksik memiliki ciri-ciri antara lain akar primer lemah, tidak ada rambut-rambut akar pada akar primer, dan warna akar yang berdekatan dengan benih berwarna coklat. Penampakan keragaan kecambah normal non fitotoksik tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 Keragaan kecambah normal non fitotoksik. (A) keragaan kecambah normal benih kontrol, (B) keragaan kecambah normal perlakuan fungisida sintetik (C) keragaan kecambah normal perlakuan B. megaterium (D) keragaan kecambah normal perlakuan B. laterosporus Rasio dan lama matriconditioning

Penentuan rasio benih : arang sekam : air dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi kelembaban media yang optimal dimana media dapat melekat secara sempurna di seluruh permukaan benih dengan kondisi air yang tidak berlebih, sedangkan penentuan lama matriconditioning berdasarkan waktu yang dibutuhkan benih beberapa saat sebelum munculnya radikula.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa indeks vigor tidak dipengaruhi interaksi antara rasio dan lama matriconditioning. Rasio matriconditioning

menunjukkan pengaruh nyata terhadap indeks vigor, sedangkan lama

(34)

18

Daya berkecambah benih pada pra percobaan ini menunjukkan tidak dipengaruhi rasio matriconditioning, lama matriconditioning serta interaksinya (Lampiran 2). Hasil uji lanjut rata-rata indeks vigor akibat perlakuan rasio dan lama

matriconditioning pada benih jagung manis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengaruh rasio dan lama matriconditioning terhadap indeks vigor benih jagung manis

Rasio matriconditioning Lama matriconditioning (jam) Rata-rata

24 30 36 42 48 sebagai dasar percobaan selanjutnya. Matriconditioning menurut Ilyas (1994) merupakan perbaikan fisiologis dan biokimiawi yang berhubungan dengan kecepatan dan keserempakan perkecambahan dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh potensial matrik rendah. Ditambahkan Saha et al. (1990) bahwa benih yang diberi perlakuan matriconditioning akan mengalami peningkatan aktivitas enzim dehidrogenase serta penurunan peroksidase lipid dalam poros embrio sehingga pertumbuhan benih lebih cepat dan seragam.

Matriconditioning menggunakan rasio 3 : 0.5 : 1 cukup efektif dalam meningkatkan indeks vigor. Media matriconditioning berupa arang sekam dengan ukuran 100 mesh diduga mempunyai daya serap air lebih banyak karena memiliki luas permukaan lebih banyak sehingga memberikan kondisi air lebih optimal bagi benih untuk proses perkecambahannya. Komponen potensial matrik pada bahan

matriconditioning menurut Khan (1992) tergantung dari tekstur/permukaan bahan, komposisi serta kandungan air. Sifat-sifat bahan ini yang akan mempengaruhi tingkat keberhasilan invigorasi benih dengan metode matriconditioning.

Perlakuan lama matriconditioning menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks vigor, namun perlakuan inkubasi matriconditioning selama 48 jam cenderung menghasilkan indeks vigor paling tinggi yaitu 87.3% (Tabel 2). Lamanya inkubasi benih selama conditioning berkaitan erat dengan proses imbibisi yang terjadi selama periode tersebut, diduga dengan semakin lama

(35)

19 tidak menimbulkan kerusakan pada membran. Selama priming, air yang diserap hanya cukup untuk aktivasi, tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkecambahan benih. Hasil uji lanjut rata-rata daya berkecambah akibat perlakuan rasio dan lama matriconditioning pada benih jagung manis tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh rasio dan lama matriconditioning terhadap daya berkecambah benih jagung manis

Rasio matriconditioning Lama matriconditioning (jam)

Rata-rata

Perlakuan rasio dan lama matriconditioning pada benih jagung manis menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah. Hal tersebut dikarenakan benih yang digunakan memiliki tingkat viabilitas awal benih yang cukup baik, dimana benih kontrol (tanpa perlakuan matriconditioning) memiliki daya berkecambah sebesar 91.8%. Robert (1972) dalam Yullianida dan Murniati (2005) menyatakan bahwa beberapa benih tidak meningkat daya berkecambah benihnya setelah diberi perlakuan invigorasi. Hal ini dikarenakan benih yang masih baru memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dan memiliki enzim-enzim, organel sel dan cadangan makanan yang relatif masih baik sehingga perlakuan invigorasi menjadi tidak efektif.

Perlakuan lama conditioning meskipun tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap daya berkecambah, namun dengan inkubasi selama 24 jam cenderung menghasilkan daya berkecambah paling tinggi yaitu 94.6%. Dari hasil analisis kedua peubah mutu fisiologis benih tersebut maka dapat diambil salah satu perlakuan yang paling baik sebagai dasar perlakuan matriconditioning pada percobaan berikutnya yaitu perlakuan rasio matriconditioning 3 : 0.5 : 1 dan lama

(36)

20

Percobaan 1

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu Benih dan Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis di Rumah Plastik

1. Pengaruh perlakuan benih terhadap mutu fisiologis benih jagung manis

Hasil analisis ragam mutu fisiologis benih menunjukkan perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap indeks vigor, dan berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan tumbuh. Perlakuan benih menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan berat kering kecambah normal (Lampiran 3).

Mutu fisiologis. Tabel 4 menunjukkkan bahwa indeks vigor yang dihasilkan perlakuan benih dengan perendaman agen hayati B. laterosporus

berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan perendaman B. laterosporus mampu meningkatkan indeks vigor benih sebesar 23.3% dibanding dengan kontrol. Perlakuan perendaman B. laterosporus juga menghasilkan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi yaitu 26.7% etmal-1 dan berbeda nyata dibanding kontrol, perlakuan perendaman B. laterosporus + B. megaterium dan perlakuan matriconditioning +

B. laterosporus. Penggunaan inokulum sebagai perlakuan benih dilaporkan mampu meningkatkan viabiltas dan vigor benih pada benih padi (Agustiansyah et al. 2010), benih kedelai (Begum et al. 2009) dan benih pearl millet (Raj et al. 2003). Rata-rata peubah mutu fisiologis benih jagung manis tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh perlakuan benih terhadap mutu fisiologis benih jagung manis Perl Indeks vigor megaterium, M6= matriconditioning + campuran fungisida sintetik, M7= matriconditioning

+ B. laterosporus, M8= matriconditioning + B. megaterium, M9= matriconditioning + B. laterosporus + B. megaterium M10= matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus, M11= matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. megaterium, M12=

(37)

21 Viabilitas potensial benih dapat diukur menggunakan peubah daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal. Perlakuan benih baik menggunakan fungisida sintetik maupun agen hayati menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal. Hal tersebut dikarenakan benih yang digunakan memiliki viabilitas awal benih yang baik, dimana benih kontrol menghasilkan daya berkecambah sebesar 90.0% (Tabel 4).

2. Pengaruh perlakuan benih terhadap pertumbuhan dan kejadian penyakit bulai tanaman jagung manis

Penanaman benih dilakukan pada saat itu populasi tanaman barrier sudah menunjukkan gejala penyakit bulai sebesar 70-80% (Gambar 6). Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan benih berpengaruh sangat nyata terhadap kejadian penyakit, berat kering tanaman, tinggi tanaman saat 3 MST, tinggi tanaman saat 4 MST, tinggi tanaman saat 5 MST, jumlah daun saat 3 MST, jumlah daun saat 4 MST dan jumlah daun saat 5 MST (Lampiran 4). Perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman saat 2 MST dan jumlah daun saat 2 MST. (Lampiran 4).

Gambar 6 Tanaman jagung manis percobaan 1 di rumah plastik. (A) populasi tanaman barrier (sumber inokulum) yang menunjukkan gejala penyakit bulai sebesar 70-80%, (B) tanaman barrier bergejala penyakit bulai

Kejadian penyakit. Perlakuan fungisida sintetik tanpa matriconditioning

menunjukkan berbeda nyata dibandingkan dengan semua perlakuan terhadap kejadian penyakit bulai. Dari tiga belas perlakuan benih yang dicobakan dimana delapan perlakuan tanpa dikombinasikan dengan fungisida sintetis yaitu kontrol,

matriconditioning, perendaman dengan B. laterosporus, perendaman dengan B. megaterium, perendaman B. laterosporus + B. megaterium, matriconditioning +

B. laterosporus, matriconditioning + B. megaterium, matriconditioning + B. laterosporus + B. megaterium menunjukkan semua kejadian penyakit yang dihasilkan sebesar 100.0% (Tabel 5). Menurut Arrifunti dan Rumawas (2002) bahwa penggunaan fungisida dengan bahan aktif metalaksil melalui perlakuan benih untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung manis menunjukkan pengaruh nyata saat tanaman berumur 4, 5 dan 6 minggu setelah tanam, ditambahkan Takhur et al. (2011) bahwa perlakuan benih dengan bahan aktif metalaksil dapat melindungi penyakit bulai pada tanaman pearl millet.

(38)

22

Tabel 5 Pengaruh perlakuan benih terhadap kejadian penyakit dan bobot kering tanaman

Perlakuan Kejadian penyakit (%) Bobot kering tanaman (g)

M0 100.0 a 3.3 cd megaterium, M6= matriconditioning + campuran fungisida sintetik, M7= matriconditioning

+ B. laterosporus, M8= matriconditioning + B. megaterium, M9= matriconditioning + B. laterosporus + B. megaterium M10= matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus, M11= matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. megaterium, M12=

matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus + B. megaterium.

Kombinasi perlakuan fungisida sintetik dan agen hayati cenderung menunjukkan peningkatan persentase kejadian penyakit bulai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan fungisida sintetik tunggal, hal tersebut terlihat pada perlakuan benih matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus, matriconditioing + campuran fungisida sintetik + B. megaterium

serta matriconditioing + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus + B. megaterium dengan kejadian penyakit berturut-turut sebesar 87.0%, 83.6% dan 87.0% (Tabel 5). Kombinasi perlakuan fungisida sintetik dengan B. megaterium

maupun B. laterosporus yang cenderung meningkatkan kejadian penyakit bulai diduga kedua agen hayati tersebut mampu berperan sebagai bioremidiator terhadap fungisida sintetik tersebut. Bioremidiasi merupakan proses pendegradasian senyawa-senyawa kimia dengan memanfaatkan jenis mikroba seperti bakteri, cendawan, dan protozoa. Hasil penelitian Priadie (2012) menyatakan bakteri dari kelompok Bacillus, Staphylococcus dan Pseudomonas

mampu mereduksi bahan pencemar logam Pb, nitrat, nitrit, bahan organik (COD), sulfida, dan ammonia.

(39)

23

B. laterosporus menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh perlakuan yang tanpa dikombinasikan fungisida sintetik. Perlakuan matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus menunjukkan paling efektif di dalam meningkatkan bobot kering tanaman yaitu sebesar 19.0 g. Bobot kering tanaman yang dihasilkan perlakuan

matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus menunjukkan tidak berbeda nyata dengan seluruh perlakuan yang dikombinasikan fungisida sintetik kecuali perlakuan matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. megaterium + B. laterosporus.

Perlakuan campuran fungisida sintetik + B. laterosporus ini tidak hanya mampu menurunkan tingkat kejadian penyakit bulai, tetapi dengan adanya agen hayati mampu meningkatkan metabolisme tanaman dengan dihasilkannya sejumlah biomasa yang lebih banyak. Menurut Kloepper et al. (2004) bahwa bakteri sebagai agen hayati mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan serta dapat mengendalikan penyakit.

Tinggi tanaman. Analisis ragam tinggi tanaman percobaan 1 menunjukkan bahwa perlakuan benih tidak berpengaruh nyata saat 2 MST, dan menunjukkan pengaruh nyata saat 3 MST , 4 MST dan 5 MST (Lampiran 4). Hasil uji lanjut rata-rata tinggi tanaman jagung manis pada percobaan 1 disajikan pada tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman jagung manis

Perlakuan Tinggi tanaman megaterium, M6= matriconditioning + campuran fungisida sintetik, M7= matriconditioning

+ B. laterosporus, M8= matriconditioning + B. megaterium, M9= matriconditioning + B. laterosporus + B. megaterium M10= matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. laterosporus, M11= matriconditioning + campuran fungisida sintetik + B. megaterium, M12=

Gambar

Gambar 1  Bagan alir penelitian
Gambar 3 Hasil uji kompatibilitas fungisida sintetik dengan agen hayati. (A) kertas saring yang mengandung suspensi fungisida, (B) hamparan koloni B
Tabel  2   Pengaruh rasio dan lama matriconditioning terhadap indeks vigor
Tabel  3   Pengaruh  rasio dan lama matriconditioning terhadap daya berkecambah benih jagung manis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu struktur saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σ y ).. Untuk memastikan bahwa

Dalam variabel kualitas produk yang memiliki persentase terbesar adalah masyarakat Kota Padang merasa produk simPATI mudah dalam penggunaanya yaitu sebesar 88,8%

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa siswa tidak fokus dalam proses pembelajaran sehingga hasil evaluasi menunjukkan bahwa siswa kurang

Selain layanan interkoneksi dengan biaya sebagaimana dimaksud butir 1 diatas, Indosat membuka kemungkinan adanya penyesuaian biaya interkoneksi atas dasar nilai ekonomis

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin / konflik

Perpaduan antara orang, fasilitas, teknologi media, prosedur dan pengendalian yang bertujuan untuk mengolah data menjadi informasi yang berguna

Tindakan mengeluarkan badan kaca untuk mengeluarkan bagian yang keruh di dalamnya seperti perdarahan sel membran, sehingga tidak terganggu kejernihan media

Pengembangan Pertanian Terpadu adalah sebuah program unggulan di sektor Pertanian secara luas meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan perikanan