• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perlakuan benih terhadap mutu benih hasil panen pada jagung manis

Pengujian ini menggunakan metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap unit percobaan menggunakan 50 butir dan diulang sebanyak tiga kali. Peubah mutu fisiologis benih jagung manis meliputi:

a. Daya berkecambah. b. Kecepatan tumbuh. c. Indeks vigor.

d. Bobot kering kecambah normal.

Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan SAS versi 9.0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan uji nilai tengah dengan

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf alpha 5%.

Tahapan yang dilakukan saat perlakuan benih pada percobaan 2 yaitu perlakuan benih dengan menggunakan agen hayati dilakukan berdasarkan hasil terbaik yang diperoleh pada percobaan 1. Matriconditioning plus agen hayati dilakukan dengan cara melembabkan benih dengan larutan yang mengandung inokulum rhizobakteri dalam botol transparan kemudian ditambahkan media

matriconditioning dan diaduk hingga benih secara merata. Botol selanjutnya ditutup dan diinkubasi pada ruang bersuhu 20±2 0C. Perlakuan matriconditioning

plus fungisida sintetik dilakukan dengan cara mencampur benih dengan arang sekam dan bahan pelembab yang mengandung bahan aktif metalaksil dan dimethomorf masing-masing dengan dosis 3 dan 5 g per kg benih. Conditioning

dilakukan dalam wadah/botol tertutup yang ditempatkan pada ruangan bersuhu 20±2 0C. Lama conditioning berdasarkan hasil terbaik pra percobaan yang telah dilakukan. Benih kemudian dibersihkan dan dikeringanginkan selama 1-2 jam selanjutnya siap untuk digunakan.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pra Percobaan

Kompatibilitas Bacillus megaterium dengan Brevibacillus laterosporus

Pengujian kompatibilitas antar agen hayati dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedua isolat bakteri bersifat antagonis satu sama lain atau tidak. Hasil pengujian kompatibilitas B. megaterium dan B. laterosporus

15 Tidak adanya zona bening yang terbentuk menggambarkan bahwa koloni bakteri di sekitar kertas saring tidak mengalami kematian atau terhambat pertumbuhannya.

Gambar 2 Hasil uji kompatibilitas antar agen hayati. (A) kertas saring yang mengandung suspensi B. laterosporus, (B) hamparan koloni B. megaterium, (C) kertas saring yang mengandung suspensi B. megaterium, (D) hamparan koloni B. laterosporus

Kedua metode pengujian baik dengan cara menumbuhkan isolat B. megaterium kemudian diberi kertas saring yang mengandung suspensi B. laterosporus ataupun dengan cara menumbuhkan isolat B. laterosporus yang diberi kertas saring yang mengandung suspensi B. megaterium, semuanya tidak menunjukkan zona penghambatan. Hal tersebut menunjukkan kedua agen hayati bersifat non antagonis satu sama yang lain sehingga dapat diaplikasikan secara bersamaan untuk perlakuan benih pada percobaan berikutnya.

Kompatibilitas agen hayati dengan fungisida sintetis

Pengujian kompatibilitas agen hayati dengan fungisida sintetik dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya daya hambat fungisida terhadap pertumbuhan isolat B. megaterium dan B. laterosporus. Hasil pengujian menunjukkan tidak terbentuknya zona bening di sekitar kertas saring untuk kedua isolat (Gambar 3).

Gambar 3 Hasil uji kompatibilitas fungisida sintetik dengan agen hayati. (A) kertas saring yang mengandung suspensi fungisida, (B) hamparan koloni B. megaterium, (C) kertas saring yang mengandung suspensi fungisida, (D) hamparan koloni B. laterosporus

16

Pengujian kompatibilitas campuran fungisida sintetik dan B. megaterium

maupun campuran fungisida sintetik dan B. laterosporus menunjukkan bahwa fungisida sintetik dengan bahan aktif metalaksil dan dimethomorf tidak mempengaruhi atau menghambat pertumbuhan kedua agen hayati baik B. megaterium maupun B. laterosporus. Tidak adanya efek penghambatan oleh fungisida sintetik dikarenakan agen hayati yang digunakan berasal dari kelompok bakteri, sedangkan fungisida sendiri merupakan jenis pestisida yang secara spesifik digunakan untuk mengendalikan patogen yang disebabkan oleh cendawan dan pada dosis tertentu.

Dari hasil pengujian tersebut maka dapat digunakan sebagai perlakuan benih dengan mengkombinasikan antara fungisida sintetik dengan agen hayati pada percobaan berikutnya.

Reaksi hipersensitif isolat B. megaterium dan B. laterosporus pada daun tanaman tembakau

Hasil pengujian hipersensitivitas isolat B. laterosporus dan B. megaterium

pada daun tanaman tembakau menunjukkan reaksi hipersensitif negatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hasil uji reaksi hipersensitif agen hayati. (A) reaksi hipersesitif negatif

B. laterosporus, (B) reaksi hipersensitif negatif B. megaterium

Kedua isolat yang menunjukkan reaksi hipersensitif negatif menandakan bahwa B. laterosporus dan B. megaterium tidak bersifat patogenik bagi tanaman, sehingga kedua isolat tersebut dapat digunakan sebagai agen hayati untuk perlakuan benih.

Fitotoksisitas fungisida sintetik dan agen hayati pada benih jagung manis

Syarat utama fungisida sintetik dan bakteri dijadikan sebagai perlakuan benih adalah tidak menimbulkan fitotoksisitas, sehingga saat digunakan sebagai perlakuan benih tidak menimbulkan efek negatif pada proses perkecambahan benih yang dapat menurunkan mutu benih. Analisis ragam menunjukkan perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap fitotoksisitas kecambah normal (Lampiran 1). Rata-rata fitotoksisitas pada benih jagung manis disajikan pada Tabel 1.

17 Tabel 1 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase kecambah normal non

fitotoksik

Perlakuan Kecambah normal non fitotoksik (%)

Kontrol 88.0

Fungisida sintetik 90.7

B. laterosporus 91.3

B. megaterium 92.0

Hasil pengujian fitotoksisitas menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan fungisida menghasilkan kecambah normal non fitotoksik sebesar 90.7%. Berdasarkan pengamatan visual menunjukkan bahwa meskipun jenis fungisida yang digunakan bersifat sistemik namun pada batas dosis yang digunakan (3 g per kg benih Prolaxyl dan 5 g per kg benih Demorf) tidak menimbulkan gejala toksik pada kecambah yang dihasilkan.

Perlakuan benih dengan perendaman suspensi agen hayati B. laterosporus

maupun B. megaterium juga tidak menunjukkan fitotoksisitas pada kecambah normal benih jagung manis. Menurut Ilyas et al. (2007) kecambah fitotoksik memiliki ciri-ciri antara lain akar primer lemah, tidak ada rambut-rambut akar pada akar primer, dan warna akar yang berdekatan dengan benih berwarna coklat. Penampakan keragaan kecambah normal non fitotoksik tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 Keragaan kecambah normal non fitotoksik. (A) keragaan kecambah normal benih kontrol, (B) keragaan kecambah normal perlakuan fungisida sintetik (C) keragaan kecambah normal perlakuan B. megaterium (D) keragaan kecambah normal perlakuan B. laterosporus Rasio dan lama matriconditioning

Penentuan rasio benih : arang sekam : air dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi kelembaban media yang optimal dimana media dapat melekat secara sempurna di seluruh permukaan benih dengan kondisi air yang tidak berlebih, sedangkan penentuan lama matriconditioning berdasarkan waktu yang dibutuhkan benih beberapa saat sebelum munculnya radikula.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa indeks vigor tidak dipengaruhi interaksi antara rasio dan lama matriconditioning. Rasio matriconditioning

menunjukkan pengaruh nyata terhadap indeks vigor, sedangkan lama

18

Daya berkecambah benih pada pra percobaan ini menunjukkan tidak dipengaruhi rasio matriconditioning, lama matriconditioning serta interaksinya (Lampiran 2). Hasil uji lanjut rata-rata indeks vigor akibat perlakuan rasio dan lama

matriconditioning pada benih jagung manis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengaruh rasio dan lama matriconditioning terhadap indeks vigor benih jagung manis

Rasio matriconditioning Lama matriconditioning (jam) Rata-rata

24 30 36 42 48 ... Indeks vigora (%) ... Kontrol 75.3 82.0 81.3 82.3 80.3 80.2 b Ratio 3 : 0.5 : 1 88.0 88.0 87.3 88.3 94.0 89.1 a Ratio 3 : 0.8 : 1.2 82. 85.3 80.7 82.8 85.7 83.3 ab Ratio 3 : 0.5 : 1.2 88.7 84.0 87.3 85.2 83.9 85.8 ab Ratio 3 : 0.5 : 1.5 87.3 71.3 88.0 86.0 91.4 84.8 ab Ratio 3 : 0.8 : 2 84.0 86.0 90.0 90.7 88.6 87.9 a Rata-rata 84.2 82.8 85.8 85.9 87.3 a

= nilai rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada alpha = 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa rasio matriconditioning antara benih : arang sekam : air = 3 : 0.5 : 1 dan 3 : 0.8 : 2 menghasilkan nilai indeks vigor yang lebih tinggi dibanding kontrol, namun untuk efisiensi rasio 3 : 0.5 : 1 yang digunakan sebagai dasar percobaan selanjutnya. Matriconditioning menurut Ilyas (1994) merupakan perbaikan fisiologis dan biokimiawi yang berhubungan dengan kecepatan dan keserempakan perkecambahan dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh potensial matrik rendah. Ditambahkan Saha et al. (1990) bahwa benih yang diberi perlakuan matriconditioning akan mengalami peningkatan aktivitas enzim dehidrogenase serta penurunan peroksidase lipid dalam poros embrio sehingga pertumbuhan benih lebih cepat dan seragam.

Matriconditioning menggunakan rasio 3 : 0.5 : 1 cukup efektif dalam meningkatkan indeks vigor. Media matriconditioning berupa arang sekam dengan ukuran 100 mesh diduga mempunyai daya serap air lebih banyak karena memiliki luas permukaan lebih banyak sehingga memberikan kondisi air lebih optimal bagi benih untuk proses perkecambahannya. Komponen potensial matrik pada bahan

matriconditioning menurut Khan (1992) tergantung dari tekstur/permukaan bahan, komposisi serta kandungan air. Sifat-sifat bahan ini yang akan mempengaruhi tingkat keberhasilan invigorasi benih dengan metode matriconditioning.

Perlakuan lama matriconditioning menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks vigor, namun perlakuan inkubasi matriconditioning selama 48 jam cenderung menghasilkan indeks vigor paling tinggi yaitu 87.3% (Tabel 2). Lamanya inkubasi benih selama conditioning berkaitan erat dengan proses imbibisi yang terjadi selama periode tersebut, diduga dengan semakin lama

conditioning yang dilakukan mampu memaksimalkan imbibisi pada benih sehingga akan mempercepat proses perkecambahan. Menurut Ilyas (1994) pada proses matriconditioning, masuknya air secara perlahan-lahan ke dalam benih dan

19 tidak menimbulkan kerusakan pada membran. Selama priming, air yang diserap hanya cukup untuk aktivasi, tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkecambahan benih. Hasil uji lanjut rata-rata daya berkecambah akibat perlakuan rasio dan lama matriconditioning pada benih jagung manis tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh rasio dan lama matriconditioning terhadap daya berkecambah benih jagung manis

Rasio matriconditioning Lama matriconditioning (jam) Rata-

rata 24 30 36 42 48 ... Daya Berkecambah (%) ... Kontrol 91.3 93.3 92.7 90.5 91.3 91.8 Ratio 3 : 0.5 : 1 93.3 92.0 91.3 93.1 97.0 93.4 Ratio 3 : 0.8 : 1.2 95.3 91.3 90.0 91.0 93.5 92.2 Ratio 3 : 0.5 : 1.2 96.7 93.3 93.3 92.6 91.2 93.4 Ratio 3 : 0.5 : 1.5 96.0 76.0 93.3 92.7 95.1 90.6 Ratio 3 : 0.8 : 2 94.7 92.0 94.7 95.3 93.2 93.9 Rata-rata 94.6 89.7 92.6 92.5 93.5

Perlakuan rasio dan lama matriconditioning pada benih jagung manis menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah. Hal tersebut dikarenakan benih yang digunakan memiliki tingkat viabilitas awal benih yang cukup baik, dimana benih kontrol (tanpa perlakuan matriconditioning) memiliki daya berkecambah sebesar 91.8%. Robert (1972) dalam Yullianida dan Murniati (2005) menyatakan bahwa beberapa benih tidak meningkat daya berkecambah benihnya setelah diberi perlakuan invigorasi. Hal ini dikarenakan benih yang masih baru memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dan memiliki enzim-enzim, organel sel dan cadangan makanan yang relatif masih baik sehingga perlakuan invigorasi menjadi tidak efektif.

Perlakuan lama conditioning meskipun tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap daya berkecambah, namun dengan inkubasi selama 24 jam cenderung menghasilkan daya berkecambah paling tinggi yaitu 94.6%. Dari hasil analisis kedua peubah mutu fisiologis benih tersebut maka dapat diambil salah satu perlakuan yang paling baik sebagai dasar perlakuan matriconditioning pada percobaan berikutnya yaitu perlakuan rasio matriconditioning 3 : 0.5 : 1 dan lama

conditinong 24 jam. Hal tersebut berdasarkan bahwa rasio matriconditioning 3 : 0.5 : 1 mampu menghasilkan indeks vigor yang lebih tinggi dibanding kontrol dan cenderung lebih tinggi dibanding dengan perlakuan rasio matriconditioning yang lain. Lama matriconditioning 24 jam meskipun tidak menghasilkan pengaruh nyata terhadap indeks vigor maupun daya berkecambah namun cenderung mampu menghasilkan daya berkecambah yang paling tinggi, selain dari segi waktu dan biaya juga lebih efisien dibanding perlakuan lain yang membutuhkan waktu lebih lama.

20

Percobaan 1

Perlakuan Benih untuk Meningkatkan Mutu Benih dan Mengendalikan Penyakit Bulai pada Jagung Manis di Rumah Plastik