• Tidak ada hasil yang ditemukan

Climate risk management based on operating farming systems for rice through the use of dynamic cropping pattern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Climate risk management based on operating farming systems for rice through the use of dynamic cropping pattern"

Copied!
356
0
0

Teks penuh

(1)

SUCIANTINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul “Pengelolaan Risiko Iklim untuk Sistem Usaha Tani Berbasis Padi melalui Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik” adalah hasil karya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing. Disertasi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi lain mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)

Systems for Rice through The Use of Dynamic Cropping Pattern.

Supervised by RI ZALDI BOER, I RSAL LAS, and AGUS BUONO.

El-Nino events can lead to decreased production of rice, due to the addition of the planting area is experiencing drought and loss yield. Early withdrawal of the rainy season could lead to the resignation of a second crop. This second crop is susceptible to drought. Therefore, the scheduling of planting taking into account the possibility of extreme climate events are contained within a planting calendar is one solution. Research preparation of the planting calendar has been started since 2007 (Las et al, 2007) by the Ministry of Agriculture. Output produced in the early years, a map of the plant which is divided into four scenarios, using historical data. On the other hand, Boer et al (2007) also researched the planting calendar with use decision and bayesian network. However, the resulting decision regarding just planting time only. Therefore, to develop a planting calendar that has been generated, the research done by adding the decision issued by measuring the utility function as an approach, in addition to overcome the problem of drought due to improper planting time. This study aimed to look for alternative cropping patterns ideal economically advantageous in terms of a combination of rice cultivation (planting time, fertilizer, irrigation, varieties) on a farm in a particular season, which gives the maximum production with minimal loss rate.

(5)

Padi melalui Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik. Dibimbing oleh: RI ZALDI BOER, I RSAL LAS, dan AGUS BUONO.

Salah satu informasi penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Informasi kalender tanam tanaman pangan secara nasional sudah mulai disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 2007. Output yang dihasilkan berupa peta waktu tanam yang terbagi ke dalam empat skenario, yaitu existing petani, waktu tanam tahun Normal, waktu tanam tahun La-Nina dan tahun El-Nino. Data yang digunakan merupakan data rata-rata historis jangka panjang. Kalender tanam ini mulai tahun 2011, diupdate setahun tiga kali, dan pada perkembangannya menyertakan juga hasil prakiraan musim BMKG.

Sejalan dengan itu, tahun 2007 Boer et al. juga melakukan riset terkait kalender tanam yang sudah lebih bersifat dinamik, karena sudah memasukkan hasil prakiraan musim. Kalender tanam yang dihasilkan menggunakan Bayesian network dan decision network. Namun demikian, decision yang dihasilkan oleh Boer et al. (2007) baru mencakup waktu tanam. Oleh karena itu, untuk mengembangkan kalender tanam yang sudah dihasilkan, dilakukan penelitian dengan menambah decision yang dikeluarkan. Decision network yang dihasilkan menggunakan suatu pemodelan risiko iklim dengan mengukur fungsi utility sebagai pendekatannya.

Pemodelan tersebut dikaitkan dengan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas padi, yang dikuantifikasi berdasarkan komponen-komponen sistem informasi dan kalender tanam dalam hubungannya dengan produktivitas tanaman. Decision yang dihasilkan, tidak saja menyangkut waktu tanam, tetapi juga sudah memasukkan pilihan pupuk, irigasi dan varietas. Mengingat pemilihan pupuk, varietas maupun penggunaan irigasi akan memberikan produksi yang berbeda pada tanaman. Disamping itu, juga dilakukan analisis keuntungan dan kerugian berdasarkan hasil usaha tani dan output keluaran simulasi DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) (Jones et al. 2003). Decision network dioptimasi dengan penggunaan Sistem Inferensi Fuzzy, sebagai tool untuk mendukung penyusunan kalender tanam dinamik. Berdasarkan pilihan kombinasi pada decision, dapat diketahui keuntungan atau kerugian akibat pemilihan salah satu jenis teknologi tersebut.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari pola alternatif tanam ideal yang menguntungkan secara ekonomi ditinjau dari kombinasi teknologi budidaya padi (pupuk, irigasi, varietas) pada suatu usaha tani pada suatu musim tertentu yang memberi produksi maksimal dengan tingkat kerugian yang minimal dengan menggunakan fungsi utilitas. Kebaruan dari penelitian ini adalah penyusunan model fungsi utilitas dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy yang menghubungkan keragaman iklim dengan alternatif teknologi budidaya tanaman dengan menggunakan DSSAT sebagai tool, untuk diperoleh pilihan teknologi dengan tingkat risiko iklim minimum, atau memiliki nilai ekonomis yang terbaik.

(6)

dan teknologi yang diterapkan. Tanggal tanam merupakan peubah yang paling menentukan keberhasilan atau kegagalan panen. Persamaan hasil yang diperoleh untuk pertanaman MT II, memperlihatkan bahwa penanaman bulan Februari yang paling menguntungkan, hal tersebut diindikasikan oleh error (RMSE) yang dihasilkan yang paling rendah, dibanding bulan Maret, April atau Mei. Untuk itu, penanaman pada MH sebaiknya menggunakan varietas genjah, dan menjelang penanaman MT II, perlu dilakukan sistem culik atau teknologi lain, sehingga waktu persemaian dapat disegerakan. Selain tanggal tanam, prediktor yang paling memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh adalah irigasi dan varietas.

Penghitungan BC Ratio pada tahun-tahun Normal, El-Nino dan La-Nina didasarkan pada nilai curah hujan yang merupakan output hasil simulasi DSSAT Kecamatan Pacitan. Dengan menarik garis batas BC Rasio pada nilai 1.5, penanaman pada tahun-tahun Normal di Pacitan yang perlu mendapat perhatian lebih baik adalah pada 15 Februari hingga 15 Maret. Penanaman pada tahun-tahun El-Nino, perlu mendapatkan penanganan yang baik hampir sepanjang tahun, terutama dari Januari hingga Agustus, sedangkan pada tahun-tahun La-Nina, penanaman 15 Maret hingga 15 April harus direncanakan dengan sebaik-baiknya.

Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan. Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh.

(7)

© Hak Cipta milik I PB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang- Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh hasil karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang Wajar I nstitut Pertanian Bogor

(8)

SUCIANTINI

G. 261070031

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(9)

Penguji Luar Komisi : Dr. Rini Hidayati

(10)

NRP : G261070031

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.I r.Rizaldi Boer, M.Sc. Ketua

Prof. Dr.I r.I rsal Las. M.S. Dr. Agus Buono, M.Si,M.Kom

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Klimatologi Terapan

Dr. I r. I mpron, M.Agr.Sc Dr. I r. Dahrul Syah, MSc.Agr

(11)

Berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun Disertasi program Doktor pada program studi Klimatologi Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang telah mendukung, membantu dan bekerja sama dalam penyelesaian penelitian. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian dan Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, atas perkenannya kepada penulis untuk melanjutkan dan melaksanakan tugas belajar serta mendapatkan beasiswa.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc., atas kesediaannya menjadi ketua komisi pembimbing. Penulis sampaikan terima kasih atas segala bimbingan, nasehat, arahan, dukungan dan kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan disertasi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Irsal Las, M.S., dan Bapak Dr. Agus Buono, M.Si, M.Kom, atas kesediaannya menjadi anggota komisi pembimbing, Penulis sampaikan terima kasih atas segala bimbingan, arahan, dan kerjasamanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas belajar dan menyusun disertasi ini.

4. Ketua program Studi Klimatologi Terapan IPB (Bapak Prof. Rizaldi Boer, Bapak Dr. Sobri, Bapak Prof. Handoko, dan Bapak Dr. Impron), atas bimbingan, kerjasama, dan dorongan semangatnya selama penulis menjadi petugas belajar.

5. Ibu Dr. Rini Hidayati dan Dr. Eleonora Runtunuwu, atas bimbingan, kerjasama, dan dorongan semangatnya selama penulis menjadi petugas belajar. Juga kesediaan untuk menjadi Penguji Luar Komisi.

6. Bapak Prof. Ahmad Bey, Bapak Prof.Hidayat Pawitan, dan Bapak serta Ibu Dosen Geomet atas bimbingan, nasihat, selama penulis menjalani perkuliahan. 7. Bpk Prof. Istiqlal Amien, Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA, Dr. Yayan Apriyana,

Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si, Ir. Erni Susanti, Dr. Nani Heryani, Haryono, SP,MM. Ir. Elza Surmaini, M.Si, Dr. Popi, Dr. Budi Kartiwa, Fadhlullah Ramadhani, ST, MSc. Slamet Effendi, Drs. Ganjar Jayanto, Pak Suprapto, Wahyu Sukendar, Pak Sidik Talaohu, dan Gina Maulana, ST, atas dukungan moril, dorongan semangat, kerjasama, serta masukan pemikirannya selama penulis menjadi petugas belajar dan menyusun disertasi ini.

(12)

Pacitan dan Bapak/Ibu yang membantu di lapangan, atas dukungan perizinan, koordinasi lapangan dan bantuan data. Juga untuk Pak Agus driver, yang selalu setia mengantar ke lapangan.

10. Bapak Koesnomo Tamkani, atas inspirasi dan transfer ilmu Beliau di lapangan. 11. Rekan seperjuangan mahasiswa S3 Program Studi Klimatologi Terapan IPB,

Indah Prasasti atas kekompakan dan kerjasama yang baik selama masa perkuliahan. Juga untuk Woro Estiningtyas, dan Salwati atas dukungan dan kerjasamanya.

12. Pak Jun, Bu Indah, Mbak Wanti, Pak Pono, Aziz, Nandang, Pak Udin dan lain-lain di Departemen GEOMET atas partisipasinya dan bantuannya dalam berbagai aktifitas kepengurusan akademik.

13. Adik-adik CCROM (Adi, Kiki, Mbak Pipit, Ani, Sisi, Diva, Doddy, Ihsan, Gito, dan lain-lain) atas bantuannya selama masa tugas belajar.

14. Adik-adik yang membantu pengumpulan data di lapang (Icha, Rahmi, Galih, Andrea, Fajar, Fitri, Daniel dan Tamara).

15. Bapak R. Imam Mudrika Sanusi dan Bapak Iyeng Lendrawita beserta keluarga besar, atas do’a, kasih sayang, bimbingan serta dukungan moril.

16. Ayahanda H.O. Suryana (Alm), Ibunda tercinta Hj. Curasih, adinda Bena, Hadi, Yanti, Nur, atas do’a, kasih sayang, bimbingan, dukungan moril dan materil sampai selesainya tugas belajar. Juga untuk April, Rafi, Shaqila dan Afau, atas hari-hari yang menyenangkan.

17. Bapak dan Ibu Mertua, Bapak Damanhuri (Alm) dan Ibu Eti Suhaeti yang selalu memberikan do’a selama masa tugas belajar.

18. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dan Perguruan Tinggi (KKP3T) DIPA TA. 2008-2009, atas dukungan dana selama penelitian berlangsung. 19. Program I-MHERE B2C IPB, atas dukungan penelitian.

20. Mbak Sian dan Teman-teman di Trio, atas bantuannya.

21. Semua pihak yang tidak disebutkan namanya, yang telah turut berpartisipasi mendukung selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan.

22. Terakhir, untuk suami tercinta Ade S Daman atas kesabaran dan ketabahannya dalam mendampingi dan menghadapi masa tugas belajar penulis yang sangat tidak mudah untuk ditempuh.

Penulis berharap semoga do’a, bimbingan, dukungan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak menjadi amal sholeh dan mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya di bidang pertanian.

(13)

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan H.O. Suryana (Alm) dan Hj. Curasih. Pendidikan dasar dan menengah penulis tempuh di SD Cibeber I Cimahi, lulus tahun 1980, SMP Negeri Leuwigajah Cimahi lulus tahun 1983, SMA Negeri I Cimahi lulus tahun 1986. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 di PS Agrometeorologi Jurusan Geofisika IPB dan lulus tahun 1992. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan studi S2 di PS. Agroklimatologi, diselesaikan pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa S3 di PS Klimatologi Terapan Fakultas MIPA IPB memperoleh beasiswa dari Badan Litbang Pertanian.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

iii

DAFTAR TABEL ... xviii

i

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah / Kerangka Pemikiran ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Keluaran Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Kebaruan (Novelty) ... 7

1.7. Sistematika Penulisan ... 7

II. SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK ... 11

2.1. Kabupaten Pacitan ... 11

2.2. Roadmap Sektor Pertanian ... 12

2.3. Keragaman dan perubahan iklim dan efeknya terhadap produksi padi ... 14

2.4. ENSO dan kaitannya dengan musim hujan dan kekeringan ... 15

2.5. Model Simulasi DSSAT... 17

2.6. Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System) ... 20

2.7. Bayesian dan Decision Network ... 24

2.8. Kalender Tanam ... 25

III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA SERTA KELAYAKAN EKONOMI ... 33

3.1. Pendahuluan ... 36

3.2. Metodologi ... 36

3.2.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

3.2.2. Bahan, Alat dan Perangkat Lunak ... 36

3.2.3. Metodologi Penelitian ... 36

3.3. Hasil dan Pembahasan ... 42

3.3.1. Karakteristik sistem usaha tani di Pacitan ... 42

3.3.2.Karakteristik ENSO dan hubungannya dengan curah hujan 50 3.3.3. Dampak ENSO terhadap kekeringan ... 57

3.3.4. Analisis hubungan keragaman Iklim dengan sistem usaha tani padi ... 60

3.4. Simpulan ... 70

IV. ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI TEKNOLOGI BUDIDAYA UNTUK PENANGGULANGAN RISIKO IKLIM ... 73

4.1. Pendahuluan ... 73

(15)

4.2.1.Waktu dan Tempat Penelitian

...

74

4.2.2.Bahan, Alat dan Perangkat Lunak

...

74

4.2.3.Metodologi Penelitian

...

75

4.3. Hasil dan Pembahasan ... 77

4.2.1.Analisis BC Ratio Responden

...

77

4.2.2.Analisis kelayakan ekonomi teknologi budidaya

...

78

4.4. Simpulan ... 86

V. PENGEMBANGAN KALENDER TANAM DINAMIK DI INDONESIA UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM ... 87

5.1. Pendahuluan ... 87

5.2. Pranata Mangsa, indigenous knowledge cikal bakal kalender tanam ... 90

5.3. Pengembangan Model Kalender Tanam di Indonesia ... 95

5.3.1.Kalender Tanam Kementerian Pertanian

...

95

5.3.2.CCROM-IPB dengan BMKG

...

101

5.3.3. I-MHERE B2C IPB ... 106

5.4. Pengembangan Model Kalender Tanam Dinamik dalam penelitian ini ... 108

5.5. Simpulan ... 110

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK ... 113

6.1. Pendahuluan ... 113

6.2. Metodologi ... 114

6.2.1.Optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS

...

114

6.2.2.Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS

...

115

6.3. Hasil dan Pembahasan ... 115

6.3.1.Analisis optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS

...

115

6.3.2.Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS

...

121

6.4. Simpulan ... 124

VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI ... 125

7.1. Pendahuluan ... 125

7.2. Metodologi ... 126

7.2.1.Penyusunan jejaring bayes (Bayesian Network)

...

126

7.2.2.Penyusunan jejaring pengambilan keputusan (Decision Network).

...

128

7.2.3.Penyusunan kalender tanam dinamik

...

130

7.3. Hasil dan Pembahasan ... 131

7.3.1.Bayesian dan decision network

...

131

7.3.2.Kalender tanam dinamik

...

133

7.3.3.Rekomendasi Teknologi

...

136
(16)

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM

DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM ... 141

IX. SIMPULAN DAN SARAN ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 151

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rata-rata luas areal tanam musim kemarau yang dipengaruhi oleh kekeringan pada tahun-tahun El-Nino

(Boer et al. 2011) ... Gambar 1.2 Kerangka Penelitian

2

... 9

Gambar 1.3 Keterkaitan antar bab Penelitian ... 10

Gambar 2.1 Peta administrasi Kabupaten Pacitan. ... 12

Gambar 2.2 Kemungkinan pergeseran curah hujan di Jawa dan Bali (Naylor et al. 2007). ... Gambar 2.3 Sekilas komponen dan struktur modular dari DSSAT-CSM 15 ... .19

Gambar 2.4 Diagam blok Sistem Inferensi Fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2010) ... 22

Gambar 2.5 Kalender tanam existing (Lee et al. 2005) ... 26

Gambar 2.6 Kalender tanam usulan (Lee et al. 2005) ... 27

Gambar 2.7 Peta kalender tanam level kabupaten untuk skenario tahun basah Pulau Jawa (Las et al. 2007a) ... 28

Gambar 2.8 Peta Kalender Tanam level kabupaten untuk tahun basah di Pulau Jawa (Las et al. 2007a). ... 29

Gambar 2.9 Distribusi kalender tanam rata-rata propinsi Kalimantan: (a) Kalimantan Barat, (b) Kalimantan Tengah, (c) Kalimantan Timur, dan (d) Kalimantan Selatan (Runtunuwu et al. 2009). ... 29

Gambar 2.10 Tampilan untuk masuk ke aplikasi web Kalender Tanam Terpadu ... 31

Gambar 2.11 Tampilan peta tematik kekeringan skala nasional pada Kalender Tanam Terpadu ... 31

Gambar 3.1 Diagram database, aplikasi, dan komponen perangkat lunak pendukung dan penggunaan model tanaman untuk aplikasi dalam DSSAT v3.5 (Jones et al. 2003) ... 39

Gambar 3.2 Diagram alir evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman hasil tanaman ... 42

Gambar 3.3 Persentase luas sawah setiap kecamatan di Kabupaten Pacitan ... 43

Gambar 3.4 Hamparan lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten Pacitan ... 43

Gambar 3.5 Luas lahan yang diusahakan Responden ... 44

Gambar 3.6 Waktu tanam pada MT-1, MT-2, MT-3 menurut Responden ... 45

Gambar 3.7 Tanaman yang diusahakan Responden pada setiap musim tanam ... 46

Gambar 3.8 Tren produktivitas ubi kayu di Kabupaten Pacitan ... 48

Gambar 3.9 Pemakaian benih Responden pada MT-1 ... 49

Gambar 3.10 Jarak tanam yang digunakan ... 50

Gambar 3.11 Rata-rata CH bulanan setiap kecamatan... 51

Gambar 3.12 Rata-rata CH tahunan setiap kecamatan ... 51

(18)

Gambar 3.14 Pola CH Pacitan tahun Normal dan tahun-tahun

terjadinya ENSO ... 54

Gambar 3.15 Awal musim hujan vs anomali SST Nino4 bulan Agustus ... 55

Gambar 3.16 Panjang musim hujan vs anomali SST Nino4 bulan Agustus ... 56

Gambar 3.17 Penyebab gagal panen menurut Responden ... 58

Gambar 3.18 Tahun terjadinya kekeringan menurut Responden ... 58

Gambar 3.19 Luas terkena dan puso areal padi tahun 1995-2010 ... 59

Gambar 3.20 Luas areal padi yang mengalami puso tahun 2006-2008 di Pacitan ... 59

Gambar 3.21 Luas terkena kekeringan kecamatan pada tahun 1991, 1994, 1997, 2003, 2007 ... 60

Gambar 3.22 Luas panen padi bulanan dari tahun 2006 hingga 2010 di Kabupaten Pacitan ... 61

Gambar 3.23 Luas tambah tanam bulanan (ha) dan curah hujan tahun 2006 hingga 2009 ... 62

Gambar 3.24 Luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Pacitan dari tahun 1990 hingga 2010 ... 63

Gambar 3.25 Anomali luas panen padi per tahun di Kabupaten Pacitan ... 63

Gambar 3.26 Perbedaan hasil setiap tanggal tanam dengan menggunakan irigasi dan tanpa irigasi di Kecamatan Pacitan ... 66

Gambar 3.27 Perbedaan hasil setiap tanggal tanam dengan menggunakan perbedaan pupuk dan perbedaan irigasi di Kecamatan Pacitan ... 66

Gambar 3.28 Plot error pada setiap tanggal tanam ... 70

Gambar 4.1 Diagram alir analisis kelayakan teknologi budidaya ... 76

Gambar 4.2 BC Ratio sebagian Responden ... 78

Gambar 4.3 BC Ratio pada tahun-tahun Normal ... 80

Gambar 4.4 BC Ratio pada tahun-tahun El-Nino ... 80

Gambar 4.5 BC Ratio pada tahun-tahun La-Nina ... 81

Gambar 5.1 Ilustrasi salah satu pilar utama dalam sistem pengelolaan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia (Lassa et al, 2009) ... 89

Gambar 5.2 Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang (http://forum.vivanews.com/sejarah-dan-budaya/130540-teknologi-kuno-bangsa-indonesia-yang-canggih.html) ... 92

Gambar 5.3 Diagram alir penyusunan peta kalender tanam aktual dan potensial (Syahbuddin 2007) ... 96

Gambar 5.4 Diagram alir proses pembuatan sistem kalender tanam terpadu (Ramadhani et al. 2011) ... 98

Gambar 5.5 Diagram alir kalender tanam dengan menggunakan informasi prakiraan iklim BMKG ... 100

Gambar 5.6 Bayesian network dengan tiga peubah ... 104

Gambar 5.7 Bayesian network... 104

Gambar 5.8 Decision network ... 105

Gambar 5.9 Model DN untuk kalender dinamik tanaman (Boer et al. 2010) ... 107

Gambar 6.1 Model FIS untuk pendugaan nilai risiko ... 114

(19)

Gambar 6.3 Fungsi keanggotaan untuk CHMK... 118

Gambar 6.4 Fungsi keanggotaan untuk PMH ... 119

Gambar 6.5 Fungsi keanggotaan untuk kekeringan ... 119

Gambar 6.6 Contoh pilihan skenario di fuzzy rule ... 120

Gambar 6.7 Contoh output di fuzzy rule... 120

Gambar 6.8 Hasil verifikasi FIS dengan observasi ... 122

Gambar 6.9 Perbandingan nilai kekeringan observasi dengan hasil keluaran FIS ... 123

Gambar 7.1 Bayesian network dengan empat peubah ... 127

Gambar 7.2 Decision network ... 129

Gambar 7.3 Model Kalender tanam dinamik ... 130

Gambar 7.4 Pengkategorian bencana kekeringan (Buono et al. 2011) ... 131

Gambar 7.5 Peluang kekeringan pada tingkat/kategori kekeringan (K1 hingga K5) di 10 kecamatan di Pacitan ... 133

Gambar 7.6 Ilustrasi antara peluang terjadinya kekeringan dengan kejadian bencana kekeringan antara tahun 1988 hingga tahun 2007 (Buono et al. 2011) ... 135

Gambar 7.7 Tingkat / kategori kekeringan berdasarkan bayesian... 135

Gambar 7.8 Ilustrasi pertanaman berdasarkan tanggal tanam ... 136

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Prediktor untuk membentuk persamaan hasil tanaman ... 41

Tabel 3.2 Pola tanam existing petani ... 47

Tabel 3.3a Pengelompokan tahun-tahun normal, El-Nino dan La-Nina berdasarkan Indeks ONI ... 53

Tabel 3.3b Pengelompokan tahun-tahun normal, El-Nino dan La-Nina berdasarkan Indeks ONI yang diperbaharui tanggal 5 April 2012... 53

Tabel 3.4 Pengurangan hasil antara perlakuan irigasi dengan tanpa irigasi di Kecamatan Pacitan ... 65

Tabel 3.5 Persamaan hasil untuk Kecamatan Pacitan ... 67

Tabel 4.1 Prediktor untuk mendapatkan persamaan BC Ratio ... 77

Tabel 4.2 Ilustrasi penghitungan BC Ratio (Kecamatan Arjosari) ... 79

Tabel 4.3 Persamaan BC Ratio setiap tanggal tanam ... 81

Tabel 4.4 Koefisien persamaan BC Ratio dan kontribusi masing-masing prediktor ... 85

Tabel 5.1 Contoh kalender tanam tanaman pangan (padi) pada tahun normal ... 100

Tabel 5.2 Nilai kelima peubah yang digunakan dalam penyusunan bayesian network (Boer et al. 2007) ... 102

Tabel 6.1 Contoh himpunan fuzzy untuk input (Anomali SST Nino 4, PMH dan CHMK) ... 116

Tabel 6.2 Contoh himpunan fuzzy untuk output (kekeringan) ... 117

Tabel 6.3 Contoh himpunan fuzzy untuk kekeringan Kecamatan Tulakan ... 117

(21)
(22)
(23)

1.1. Latar Belakang

Salah satu sektor yang berperan penting terhadap perekonomian nasional adalah sektor pertanian. Sektor ini menyerap sekitar 44,47% dari keseluruhan tenaga kerja Indonesia. Pada tahun 2006, sektor ini menyumbang 13% PDB nasional (Daryanto 2007), dan mencapai peningkatan pertumbuhan tertinggi dari Triwulan II 2009 ke Triwulan III 2009, yaitu sebesar 7,3% (Badan Pusat Statistik 2009). Dari tahun 2004 hingga 2008, sektor pertanian berhasil meningkatkan produksi padi dari 54,1 juta ton GKG pada tahun 2004 menjadi 60,3 juta ton GKG pada 2008 atau meningkat rata-rata 2,8% per tahun, bahkan laju peningkatan produksi padi tahun 2006-2008 mencapai 5,2% per tahun. Kenaikan produksi ini menjadikan Indonesia kembali berswasembada beras pada tahun 2008. Selain padi, produksi jagung dan kedelai juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 9,5% dan 3,14% per tahun (Ditjen Tanaman Pangan 2009; Apryantono et al. 2009). Namun demikian, sektor pertanian terutama tanaman pangan pada umumnya paling rentan terhadap keragaman dan perubahan iklim (Stern et al. 2006) sehingga upaya adaptasi sangat diperlukan.

Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai tingkat kekurangberdayaan sistem usaha tani dalam mempertahankan dan menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi cekaman iklim (Tim Roadmap Sektor Pertanian 2010). Pada dasarnya kerentanan bersifat dinamis sejalan dengan kehandalan teknologi, kondisi sosial-ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan. Kerentanan dipengaruhi oleh tingkat keterpaparan (exposure) terhadap bahaya dan tingkat sensitivitas adaptif. Hal lain yang berkaitan dengan kerentanan adalah dampak yang ditimbulkan yang mungkin terjadi. Dampak adalah tingkat kondisi kerugian, baik secara fisik, produk, maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim (Tim Roadmap Sektor Pertanian 2010).

(24)

El-Nino musim kemarau akan terjadi lebih panjang dibandingkan pada tahun-tahun normal, dan sebaliknya selama La-Nina, musim kemarau akan berakhir lebih cepat. Keeratan hubungan antara ENSO dan variabilitas iklim di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, kecuali pada sebagian wilayah Sumatera (Boer et al. 2011). Pengaruh yang kuat terjadi di sebagian besar wilayah Kalimantan, Sulawesi dan sebagian Jawa, Nusa Tenggara dan Papua (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Rata-rata luas areal tanam musim kemarau yang dipengaruhi oleh kekeringan pada tahun-tahun El-Nino (Boer et al. 2011).

Fenomena ENSO memungkinkan terjadinya fluktuasi Produksi padi di Indonesia (Naylor 2007, Boer et al. 2011). Kejadian El-Nino dapat menjadi pemicu penurunan produksi padi, akibat penambahan luas areal tanam yang mengalami kekeringan dan puso. Mundurnya awal musim hujan dapat menyebabkan mundurnya pertanaman kedua. Pertanaman kedua inilah yang rentan mengalami kekeringan. Pada periode 1989-2010 untuk tingkat nasional, akumulasi luas tanaman padi yang dilanda kekeringan berkisar antara 117 ribu sampai dengan 1,1 juta ha dan puso 8 ribu sampai dengan 263 ribu ha (Direktorat Perlindungan Tanaman 2011), terutama pada tahun-tahun El Nino.

(25)

informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, penjadwalan tanam dengan memperhitungkan kemungkinan kejadian iklim ekstrim yang tertuang dalam suatu kalender tanam merupakan salah satu solusi. Manfaat dari kalender tanam adalah untuk memandu petani dalam menyesuaikan waktu dan pola tanam, mengingat pentingnya jadwal penanaman, mulai dari masa persiapan tanah, penanaman hingga panen.

Dalam mengintegrasikan dan menganalisis berbagai faktor atau informasi penting dalam pelaksanaan strategi budidaya tanaman padi dalam kaitannya dengan perubahan dan keragaman iklim, diperlukan suatu kemasan pemodelan. Model tersebut merupakan gambaran pada kondisi bagaimana suatu informasi iklim dan budidaya yang diaplikasikan dapat dikatakan memiliki risiko gangguan iklim terendah secara sosial ekonomi. Pemodelan yang dimaksud merupakan suatu pemodelan risiko iklim dengan mengukur fungsi utilitas yang dikaitkan dengan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas padi, yang dikuantifikasi berdasarkan komponen-komponen sistem informasi dan kalender tanam serta analisis sosial ekonomi dalam hubungannya dengan produktivitas tanaman. Dalam penyusunan model utilitas tersebut digunakan sistem inferensi fuzzy.

Informasi iklim yang dikeluarkan lembaga-lembaga penelitian dalam kaitannya untuk peningkatan produktivitas tanaman padi sudah banyak dilakukan. Salah satu informasi penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Informasi kalender tanam tanaman pangan secara nasional sudah mulai disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 2007. Produk kalender tanam yang sudah dihasilkan adalah Peta Kalender Tanam Tanaman Pangan 1:1.000.000 dan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan 1:250.000 untuk Pulau Jawa (Las et al. 2007), Pulau Sumatera (Las et al. 2008), Pulau Kalimantan (Las et al. 2009a), Pulau Sulawesi (Las et al. 2009b), dan wilayah Indonesia timur yang meliputi tujuh provinsi (Bali, Maluku Utara, Maluku, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat), (Las et al. 2010). Adapun manfaat dari kalender tanam adalah untuk memandu petani dalam menyesuaikan waktu dan pola tanam, mengingat pentingnya jadwal penanaman, mulai dari masa persiapan tanah, penanaman, dan panen.

(26)

2007). Kalender tanam yang sudah dikembangkan saat ini membagi tiga bentuk pola tanam rekomendasi pada tahun ENSO dan tahun normal, namun belum memperhatikan sifat (intensitas dan lama siklus) dari fenomena tersebut. Output yang dihasilkan berupa Atlas waktu tanam yang terbagi ke dalam empat skenario, yaitu existing petani, waktu tanam tahun Normal, waktu tanam tahun La-Nina dan tahun El-Nino. Data yang digunakan merupakan data rata-rata historis jangka panjang. Kalender tanam ini mulai tahun 2011, diupdate setahun tiga kali, dan pada perkembangannya menyertakan juga hasil prakiraan musim BMKG. Sejalan dengan itu, tahun 2007 Boer et al. juga melakukan riset terkait kalender tanam yang disebut sebagai kalender pertanian. Kalender tanam yang dihasilkan sudah lebih bersifat dinamik, karena sudah memasukkan hasil prakiraan musim, sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Kalender tanam yang dihasilkan menggunakan Bayesian network dan decision network. Dalam Decision Network (DN), keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat (Buono et al. 2010). Informasi dimaksud diantaranya adalah indeks ENSO yang dapat digunakan sebagai indikator tentang kemungkinan perubahan awal masuk musim hujan, prakiraan panjang musim hujan atau sifat hujan pada musim tanam. Hal itu sejalan dengan pendapat Lo et al. (2007) dan Robertson et a.l (2009) yang menyatakan bahwa awal musim serta kekuatan dan durasi dari musim hujan merupakan karakteristik kunci dari keragaman hujan dan berkaitan dengan kuat pada keragaman pola ENSO.

(27)

kerugian yang dijabarkan melalui penggunaan Sistem Inferensi Fuzzy yang digabung dengan hasil simulasi DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) (Jones et al. 2003), sehingga berdasarkan pilihan kombinasi pada decision, dapat diketahui keuntungan atau kerugian akibat pemilihan salah jenis teknologi tersebut.

Adapun tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan kalender tanam dinamik sebagai alat bantu pengambil keputusan dalam menyusun strategi pertanaman yang dapat meminimalkan risiko iklim tetapi di sisi lain akan meningkatkan keuntungan ekonomi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari pola alternatif tanam ideal yang menguntungkan secara ekonomi ditinjau dari kombinasi teknologi budidaya padi (pupuk, irigasi, varietas) pada suatu usaha tani pada suatu musim tertentu yang memberi produksi maksimal dengan tingkat kerugian yang minimal dengan menggunakan fungsi utilitas.

1.2. Perumusan Masalah / Kerangka Pemikiran

Keragaman hasil tanaman semusim di Indonesia sangat berkaitan erat dengan keragaman curah hujan. Bahkan pada kondisi iklim ekstrim, produksi pertanian terutama tanaman pangan sangat terpengaruh. Sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan iklim terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini disebabkan karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, teutama cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al. 2008).

(28)

peningkatan hujan yang signifikan sampai jauh di atas normal pada musim hujan juga berpotensi menimbulkan banjir.

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, perlu diupayakan teknologi budidaya adaptif, sehingga dapat mengurangi dampak dari kejadian iklim ekstrim. Teknologi budidaya adaptif terhadap iklim ekstrim juga sudah dilakukan oleh petani. Dalam kaitan ini, teknologi budidaya adaptif tersebut juga dipilah berdasarkan hasil simulasi DSSAT yang digunakan untuk evaluasi dampak keragaman iklim dan keragaman hasil tanaman pada berbagai teknologi budidaya. Selanjutnya teknologi budidaya adaptif tersebut dievaluasi kelayakannya secara ekonomi, baik teknologi adaptif yang sudah maupun yang belum digunakan petani. Dalam menghubungkan keragaman iklim dan teknologi budidaya tanaman, dilakukan penyusunan model utilitas (fungsi risiko) dengan menggunakan system inferensi fuzzy (fuzzy inference system).

1.3. Tujuan Penelitian

1. Melakukan evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman

produksi tanaman yang dapat meminimumkan dampak negatif keragaman iklim.

2. Melakukan evaluasi dampak keragaman iklim terhadap kelayakan ekonomi teknologi budidaya untuk penanggulangan risiko iklim.

3. Menyusun state of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim.

4. Menyusun Decision Network yang dioptimasi dengan sistem inferensi fuzzy (Fuzzy Inference System) untuk penyusunan kalender tanam dinamik.

5. Melakukan evaluasi pemanfaatan model kalender tanam dinamik untuk pengelolaan risiko iklim.

1.4. Keluaran Penelitian

1. Informasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman hasil tanaman serta teknologi-teknologi budidaya terpilih untuk meminimumkan dampak negatif keragaman iklim.

(29)

3. State of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim.

4. Informasi Decision Network yang dioptimasi dengan sistem inferensi fuzzy (Fuzzy Inference System) untuk penyusunan kalender tanam dinamik. 5. Informasi hasil evaluasi pemanfaatan model kalender tanam dinamik untuk

pengelolaan risiko iklim.

1.5. Manfaat Penelitian

Kalender tanam dinamik merupakan pengembangan alat bantu pengambilan keputusan yang diharapkan dapat membantu otoritas lokal untuk mengevaluasi dan menilai tingkat risiko pengambilan keputusan tertentu pada musim tanam tertentu berdasarkan prakiraan iklim yang diberikan. Dengan demikian dapat membantu dalam mempersiapkan manajemen potensi risiko iklim ke depan dan membantu petani untuk memperkirakan waktu tanam yang sesuai dengan kondisi iklim, dan diharapkan dapat memperkecil potensi risiko iklim pada musim tertentu.

1.6. Kebaruan (Novelty)

Model fungsi utilitas dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy yang menghubungkan keragaman iklim dengan alternatif teknologi budidaya tanaman dengan menggunakan DSSAT sebagai tool, untuk diperoleh pilihan teknologi dengan tingkat risiko iklim minimum, atau memiliki nilai ekonomis yang terbaik.

Mengintegrasikan data dan interpretasi SST Nino4, varietas, pemupukan, Irigasi, dan penggunaan bahan organik, yang digunakan sebagai input untuk menghasilkan opsi-opsi teknologi dan kelayakan ekonomi teknologi dalam penyusunan kalender tanam.

1.7. Sistematika Penulisan

(30)
(31)
[image:31.842.94.761.70.472.2]

Gambar 1.2. Kerangka penelitian

Data Seri Iklim

Data Sifat Genetis

Data

Tanah Teknologi Budidaya

DSSAT

(Evaluasi dampak keragaman iklim dan keragaman hasil tanaman)

Evaluasi Kelayakan Ekonomi

Data biaya-biaya, harga, hasil tanaman

State of the art Kalender Tanam Dinamik

Data ENSO

Data Sifat Musim

Sistem Inferensi Fuzzy untuk Decision Network dalam pengembangan Kalender Tanam Dinamik

Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik

Data Riil Observasi

Bab III

Bab VI Bab V Bab IV

(32)
[image:32.595.144.509.98.683.2]

Gambar 1.3. Keterkaitan antar bab penelitian

Bab I. PENDAHULUAN

Bab VIII.

Potensi dan Kendala Penerapan Kalender Tanam dalam Mengantisipasi Kejadian Iklim Ekstrim

Bab V.

State of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim

Bab VII.

Evaluasi pemanfaatan model kalender tanam dinamik untuk pengelolaan risiko iklim

Bab III.

Keragaman Iklim dan Teknologi Budidaya yang dapat Meminimumkan Dampak Negatif Keragaman Iklim

Bab II.

Sintesis Permasalahan Pengelolaan Risiko Iklim untuk Sistem Usaha Tani Berbasis Padi melalui Pemanfaatan

Kalender Tanam Dinamik

Bab IX.

SIMPULAN dan SARAN Bab IV.

Evaluasi Kelayakan Ekonomi Teknologi Budidaya yang dapat Meminimumkan Dampak Negatif Keragaman Iklim

Bab VI.

(33)

II.

SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM

UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI

PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK

2.1. Kabupaten Pacitan

Kabupaten Pacitan yang terletak di bagian paling barat daya Propinsi Jawa Timur dan berada di kawasan pantai selatan Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah, memiliki luas wilayah daratan 1.419, 44 Km2. Secara administratif terbagi dalam 12 kecamatan, 5 kelurahan, 159 desa dan 1.032 dusun. Letak geografis berada antara 110˚55’ – 111˚25’ Bujur Timur dan 7˚55’ – 8˚17’ Lintang Selatan. Sekitar 21% dari luas Kabupaten Pacitan adalah kawasan pegunungan kapur (kars) dengan topografi: 85% wilayah berbukit sampai bergunung, 10% bergelombang, dan 5% wilayah datar.

Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang cukup kering di Provinsi Jawa Timur. Hal itu sejalan dengan Wahab et al. (2007) menyatakan bahwa pada pada Musim Tanam 2002/2003, luas tanam Kab. Pacitan seluas 13.005 Ha, sedangkan pada MK 2003 seluas 3.071 Ha. Terjadi musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan puso. Luas areal yang terkena bencana alam kekeringan pada MK-2003 adalah 2.074,67 Ha. Dari jumlah tersebut 1.570,67 Ha mengalami puso. Bila rata-rata produktivitas padi di Kabupaten Pacitan adalah 38,5 kw/ha GKG, maka terjadi kehilangan hasil produksi padi sebesar 79,87 ton GKG atau sekitar 67.56%. Dari hasil survei yang dilaksanakan pada 2(dua) desa menunjukkan bahwa semua petani mengalami kekeringan dalam berusahatani terutama untuk tanaman pangan (padi + palawija). Walaupun kekeringan yang melanda hampir terjadi setiap tahun, tetapi kekeringan paling serius yang dialami petani pada 5 (lima) tahun terakhir adalah terjadi pada tahun 2003 (Wahab et al 2007).

(34)

Gambar 2.1 Peta administratif Kabupaten Pacitan

2.2. Road Map sektor Pertanian

Dalam hubungannya dengan pengelolaan risiko iklim terhadap pertanian, diperlukan suatu acuan, yang tertuang dalam Road Map. Road Map 2012-2020 disusun berdasarkan analisis dan kajian secara komprehensif terhadap dinamika dan skenario perubahan iklim, kerentanan sektor pertanian dan berbagai kebijakan pemerintah terkait. Road map dipilah berdasarkan tahapan dan waktu pelaksanaan kegiatan sejak 2012 sampai 2020. Program dan kegiatan tersebut dikelompokkan ke dalam lima bagian utama: (1) penelitian dan pengembangan, (2) diseminasi dan advokasi, (3) antisipasi perubahan iklim, (4) adaptasi dan mitigasi, dan (5) manajemen adaptasi dan mitigasi (Tim Road Map Sektor Pertanian 2011).

1. Penelitian dan Pengembangan

(35)

Penelitian adaptasi perubahan iklim sektor pertanian difokuskan pada tanaman pangan dan hortikultura untuk RPJM 2012-2020. Ruang lingkup penelitian adaptasi mencakup pengembangan varietas tanaman yang adaptif, teknik pengelolaan tanah dan air, dan teknik budidaya tanaman. Penelitian mitigasi perubahan iklim difokuskan pada subsektor perkebunan dan pertanian di lahan gambut. Hasil penelitian akan disintesis untuk menghasilkan usulan kebijakan dalam pembangunan pertanian, terutama yang berkaitan dengan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim.

2. Advokasi dan Diseminasi

Penelitian advokasi kebijakan dan diseminasi teknologi diarahkan bagi upaya peningkatan pemahaman petani dan masyarakat luas tentang pemanfaatan informasi iklim dan UU/peraturan terkait. Tindakan advokasi diarahkan pada sosialisasi advokasi peraturan perundangan yang menyangkut ketentuan pelestarian lingkungan dan pengembangan dan replikasi SLPTT.

3. Antisipasi Perubahan Iklim

Kegiatan antisipasi bertujuan untuk menetapkan arah dan strategi kebijakan secara dini, serta menyiapkan program, teknologi, tool, pengembangan kapasitas (capacity building), roadmap dan pedoman umum dalam rangka menghadapi dampak perubahan iklim. Kegiatan antisipasi perubahan iklim tahun 2012-2020 diarahkan pada 1) pengembangan infrasruktur, terutama jaringan irigasi, 2) Pengembangan sistem prediksi hujan dan awal musim, peringatan dini banjir dan kekeringan, 3) penyusunan roadmap, pedoman umum mitigasi dan adaptasi, kalender tanam dinamik, 4) Peningkatan kapasitas SDM dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan 5) Penyusunan dan penerapan (enforcement) peraturan perundangan mengenai lahan pertanian.

4. Adaptasi dan Mitigasi

(36)

pengembangan biofuel, penggunaan bahan organik dan pakan ternak rendah emisi.

5. Manajemen Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Untuk dapat mengukur kerberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim diperlukan manajemen mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mencakup aspek perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, monitoring, evaluasi dan pelaporan.

2.3. Keragaman dan perubahan iklim dan efeknya terhadap produksi padi

Perubahan iklim mempengaruhi sektor pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya melalui efeknya terhadap suhu dan perubahan curah hujan dalam biologi dan fisik lingkungan (Brown dan Rosenberg 1997 yang diacu dalam Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 2009). Ketersediaan air merupakan salah satu konsekuensi paling dramatis perubahan iklim untuk sektor pertanian (Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 2009). Penurunan kelembaban tanah menyiratkan pengurangan yang signifikan pada produktivitas tanaman lahan kering potensial. Di sisi lain, peningkatan hujan lebat berdampak pada erosi dan tanah.

Ketika terjadi perubahan iklim, produksi tanaman terpengaruh. Ada banyak studi yang mempertimbangkan jenis dan jumlah produksi untuk perubahan tanaman tertentu, tempat dan skenario. Lainnya mencoba memperluas pengetahuan tentang perubahan produksi dan dampak ekonomi serta kesejahteraan daerah mereka (Adams et al. 1990; Brown dan Rosenberg 1997; Brown et al. 2000; Easterling et al. 2000 dalam Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 2009). Pendekatan yang digunakan untuk menilai respon tanaman untuk perubahan iklim bervariasi dari model regresi sederhana hingga model yang kompleks.

(37)

provinsi tersebut telah terjadi perubahan pola tanam, yang sebelumnya padi-padi-padi menjadi padi-padi-padi-padi-padi-padi-palawija. Hal ini mengindikasikan bahwa petani telah menyesuaikan terhadap adanya perubahan iklim (utamanya berupa penurunan curah hujan dan jumlah bulan hujan) dengan menyesuaikan jenis tanaman yang diusahakan, yaitu dari padi yang memerlukan pasokan air yang banyak ke palawija yang memerlukan lebih sedikit air (Handoko et al. 2008)

Naylor et al. (2007) memproyeksikan bahwa wilayah-wilayah sebelah selatan garis ekuator seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian wilayah Timur Indonesia akan mengalami keterlambatan awal musim hujan dengan periode musim hujan yang lebih singkat dan intensitas hujan yang lebih tinggi. Pada musim kemarau, curah hujan lebih rendah dengan awal musim yang lebih cepat (Gambar 2.2). Perubahan pola curah hujan tersebut akan meningkatkan frekuensi banjir dan kekeringan. Mundurnya awal musim hujan 1 bulan akan berdampak pada penurunan produksi padi di Jawa/Bali antara 7-18% (Naylor et al. 2007).

rai

nf

al

l

Aug Dec May

Frekuensi banjir meningkat

Frekuensi kekeringan meningkat

rai

nf

al

l

Aug Dec May

Frekuensi banjir meningkat Frekuensi banjir meningkat

Frekuensi kekeringan meningkat

Frekuensi kekeringan meningkat

Gambar 2.2 Kemungkinan pergeseran curah hujan di Jawa dan Bali (Naylor et al. 2007)

2.4. ENSO dan kaitannya dengan musim hujan dan kekeringan

Musim hujan di Indonesia dipengaruh oleh El Niño - Southern Oscillation (ENSO) yang sangat kuat pengaruhnya pada bulan September-Desember

(Hamada et al. 2002). Pengaruh ENSO semakin berkurang selama bulan

Desember – Februari (Giannini et al. 2007) sehingga waktu masuknya musim hujan dan kemarau dapat diramalkan dengan memperhatikan kekuatan pengaruh

Pola hujan sekarang

(38)

ENSO. Mengingat prediktabilitas variabilitas iklim musiman terkait dengan ENSO, dapat digunakan untuk mengurangi resiko pertanian.

Haryanto (1998) menyatakan bahwa curah hujan DAS Citarum terkait erat dengan fase SOI. Baik El-Nino maupun La-Nina hanya berkaitan erat dengan anomali curah hujan pada musim kemarau, sedangkan dengan anomali curah hujan musim penghujan keterkaitan fase SOI dengan curah hujan DAS Citarum menjadi lemah. Bila pada musim kemarau terjadi El-Nino maka anomali terbesar yang pernah terjadi pada curah hujan DAS Citarum adalah -84% atau rata-ratanya -36%. Sedangkan bila terjadi La-Nina, anomali terbesar yang pernah terjadi adalah +65% atau rata-ratanya +39%. Bila pada musim penghujan terjadi El-Nino, maka anomali terbesar yang pernah terjadi pada curah hujan DAS Citarum adalah -31% atau rata-ratanya -5%, sedangkan bila terjadi La-Nina anomali terbesar yang pernah terjadi adalah +8% atau rata-ratanya +5%.

Falcon et al. (2006) melakukan pengamatan pengaruh ENSO terhadap

keragaman hujan di seluruh Provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa keragaman curah hujan seluruh Provinsi di Pulau Jawa-Madura, dan Bali secara signifikan dipengaruhi oleh fenomena ENSO. Lebih lanjut Battisti et al. (2007) menganalisis korelasi ENSO terhadap curah hujan bulanan di Indonesia. Untuk Pulau Jawa, keragaman curah hujannya pada bulan Januari-April tidak berkorelasi dengan fenomena ENSO, curah hujan bulan Mei-Agustus berkorelasi dengan ENSO sebesar 40-60%, sedangkan curah hujan pada bulan September-Desember sangat berkorelasi (Nilai korelasi 80-100%).

(39)

Salah satu penyebab terjadinya kekeringan adalah musim hujan berakhir lebih awal dari biasanya atau dari normalnya. Menurut Boer et al. (2009), pada saat fenomena El-Nino berlangsung, pada banyak daerah musim hujan dapat berakhir lebih cepat dari biasanya atau hujan mendadak hilang pada bulan-bulan berikutnya, sehingga tanaman kedua terkena kekeringan. Masalah ini muncul karena pada waktu musim tanam pertama berakhir, hujan biasanya masih banyak dan petani biasanya akan melanjutkannya dengan penanaman kedua. Setelah penanaman dilakukan, musim hujan berakhir lebih cepat sehingga tanaman terkena kekeringan. Lebih lanjut Boer et al. (2009) menjelaskan bahwa dampak dari kekeringan yang terjadi adalah kegagalan panen pada tanaman musim kemarau. Gagal panen tidak hanya dapat terjadi pada lahan tadah hujan, tetapi juga pada lahan beririgasi. Hal ini terjadi karena sumber air utama musim kemarau adalah air irigasi, tetapi karena hujan turun di bawah normal, maka jumlah air irigasi menjadi berkurang sehingga tidak cukup untuk bisa mengairi semua pertanaman yang ada dan akhirnya menimbulkan masalah kekeringan.

2.5. Model Simulasi DSSAT

The decision support system for agrotechnology transfer (DSSAT) awalnya dikembangkan oleh ilmuwan jaringan internasional, yang bekerja sama dalam proyek Benchmark Sites Network for Agrotechnology Transfer (Jones et al. 2003), untuk memfasilitasi penerapan model tanaman dalam pendekatan sistem penelitian agronomi. Penyusunan awalnya didorong oleh kebutuhan untuk mengintegrasikan pengetahuan tentang tanah, iklim, tanaman, dan manajemen untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam mentransfer teknologi produksi dari satu lokasi ke lokasi lain di mana tanah dan iklim berbeda (Jones et al. 2003).

(40)

mensimulasikan opsi untuk pengelolaan tanaman selama beberapa tahun untuk menilai risiko yang terkait dengan opsi masing-masing.

DSSAT pertama kali dirilis (v2.1) pada tahun 1989; rilis tambahan dibuat pada tahun 1994 (V3.0) (Tsuji et al. 1994 dalam Jones et al. 2003) Dan 1998

(v3.5) (Hoogenboom et al. 1999 dalam Jones et al. 2003). Dalam

perkembangannya DSSAT direvisi kembali dengan intinya adalah menyusun cropping system model yang baru (DSSAT-CSM).

Tujuan dari DSSAT- CSM (Jones et al. 2003) adalah:

1. Untuk simulasi sistem produksi tanaman monokultur dengan mempertimbangkan cuaca, genetika, tanah air, karbon tanah dan nitrogen, dan manajemen dalam satu atau beberapa musim serta rotasi tanaman pada setiap lokasi dimana input minimum disediakan.

2. menyediakan sebuah platform untuk menggabungkan modul faktor abiotik dan biotik lainnya secara lebih mudah, seperti fosfor tanah dan penyakit tanaman. 3. untuk menyediakan platform yang memungkinkan seseorang untuk dengan

mudah membandingkan modul alternatif untuk komponen tertentu dalam memfasilitasi perbaikan model, evolusi, dan dokumentasi, dan

4. untuk menyediakan kemudahan dalam memperkenalkan CSM ke aplikasi tambahan program dalam suatu modul.

DSSAT-CSM memiliki driver program utama, sebuah unit modul lahan, dan modul untuk komponen-komponen utama yang membentuk unit lahan dalam sistem tanaman (Gambar 2.3). Modul Primer adalah cuaca, tanah, tanaman, penghubung tanah-tanaman-atmosfer dan komponen-komponen pengelolaannya. Secara keseluruhan, komponen ini menggambarkan perubahan-perubahan waktu dalam tanah dan tanaman yang terjadi pada satu unit lahan sebagai respons terhadap cuaca dan manajemen.

(41)

dan periode waktu tertentu sering tidak tersedia. Dalam kasus tersebut, untuk

memenuhi data minimum diupayakan dengan menghitung nilai pengganti atau

[image:41.595.124.499.226.431.2]

menggunakan data dari site di dekatnya. Untuk menghitung nilai pengganti, statistik iklim di site tertentu adalah penting dan sangat mungkin diperlukan (Jones et al. 2003).

Gambar 2.3 Sekilas komponen dan struktur modular dari DSSAT-CSM

Model tanaman DSSAT telah banyak digunakan selama 15 tahun terakhir oleh banyak peneliti pada aplikasi yang berbeda. Banyak dari aplikasi ini telah dilakukan untuk mempelajari manajemen pilihan pada lokasi penelitian, termasuk pupuk, irigasi, hama, dan pertanian spesifik lokasi. Aplikasi ini telah dilakukan oleh peneliti pertanian dari berbagai disiplin ilmu, sering bekerja dalam tim untuk mengintegrasikan sistem analisis tanaman dengan menggunakan model bidang penelitian agronomi dan informasi sosial ekonomi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks tentang produksi, ekonomi, dan lingkungan.

(42)

Pada DSSAT versi 4.0, tersedia EasyGrapher (Yang dan Huffman 2004) yaitu tampilan grafis dan program validasi statistik yang dirancang untuk model DSSAT. EasyGrapher dapat mempercepat validasi DSSAT output, yang biasanya membutuhkan waktu dan usaha untuk mengekspor output data ke dalam paket statistik eksternal. Hal ini memungkinkan pengguna untuk membuat grafik validasi, menampilkan simulasi data terhadap kebenaran data tanah dan menghitung statistik validasi seperti root mean square error, mean error, efisiensi peramalan dan t-tes berpasangan.

Selanjutnya Thorp et al. (2008) memperkenalkan sebuah prototipe sistem pendukung keputusan (DSS) yang disebut Apollo yang dikembangkan untuk membantu peneliti dalam menggunakan DSSAT model pertumbuhan tanaman untuk menganalisis set data pertanian secara presisi. Karena model DSSAT ditulis untuk mensimulasikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam unit tanah homogen, Apollo DSS memiliki fungsi khusus untuk menjalankan model DSSAT untuk mensimulasikan dan menganalisis variabel dan pengelolaan tanah secara spasial. DSS memiliki modul yang memungkinkan pengguna untuk membangun file input untuk model simulasi spasial di zona standar manajemen, mengkalibrasi model untuk mensimulasikan hasil variabilitas spasial secara history, validasi model untuk musim tidak digunakan untuk kalibrasi, dan memperkirakan respon tanaman dan dampak lingkungan dari nitrogen, populasi tanaman, kultivar, dan dosis irigasi.

2.6. Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System)

(43)

Beberapa keunggulan logika fuzzy (Kusumadewi dan Purnomo 2010), diantaranya adalah :

1. Konsep logika fuzzy yang menggunakan dasar teori himpunan, mudah dimengerti.

2. Sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan.

3. Memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, sehingga jika ada data yang tidak homogen, logika fuzzy memiliki kemampuan untuk menangani data tersebut.

4. Mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks.

5. Dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

6. Dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional. 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami, sehingga mudah dimengerti.

Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu 0 atau 1. Pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan, karena keduanya memiliki nilai interval [0,1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda, antara fuzzy dan probablitas. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang (Kusumadewi dan Purnomo 2010).

Ada tiga operator dasar untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy, yang diciptakan Zadeh, yaitu operator AND, OR dan NOT (Kusumadewi dan Purnomo 2010). Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah :

IF x is A THEN y is B

Dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai anteseden, sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut sebagai konsekuen.

(44)

Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF-THEN. Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai output system (Gambar 2.4).

Aturan-1

fuzzy

crips

Aturan-n fuzzy

fuzzy

crisp

Gambar 2.4 Diagram blok Sistem Inferensi Fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2010)

Ada beberapa metode Fuzzy Inference System (FIS) (Kusumadewi dan Purnomo 2010), yaitu :

1. Metode Tsukamoto

Metode Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton, pada metode ini, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-THEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi INPUT

IF-THEN

IF-THEN

AGREGASI

DEFUZZY

(45)

keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot.

2. Metode Mamdani

Metode Mamdani dikenal sebagai metode max-min yang diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975.

Untuk mendapatkan output pada metode Mamdani, diperlukan 4 tahapan, yaitu:

a. Pembentukan himpunan fuzzy

Pada Metode Mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.

b. Aplikasi fungsi implikasi

Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min. c. Komposisi aturan

Ada 3 metode komposisi aturan yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu: max, additive dan probabilistik OR (probor). Pada Metode Max, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap preposisi. Pada metode Additive (sum), solusi himpunan fuzzy diperoleh denagn cara melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Sedangkan metode probabilistik OR (probor), solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. d. Penegasan (defuzzy)

(46)

3. Metode Sugeno

Penalaran menggunakan metode Sugeno hampir sama dengan penalaran pada metode Mamdani, hanya saja output system tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini diperkenalkan tahun 1985 oleh Takagi-Sugeno Kang, sehingga metode ini sering juga dinamakan dengan metode TSK (Kusumadewi dan Purnomo 2010)

2.7. Bayesian dan Decision Network

Dalam dekade terakhir, Bayesian Network semakin banyak diterapkan dalam berbagai bidang ilmu. Barton et al. (2008) melaporkan bahwa Bayesian Network juga diterapkan di bawah ketidakpastian pengelolaan lingkungan dan juga untuk pengelolaan air terpadu.

Bayesian Network terdiri dari struktur grafis dan deskripsi hubungan probabilistik antara variabel dalam sistem (Borsuk et al. 2004). Oleh karena itu, maka pada Bayesian Network, peluang dari suatu peubah tertentu dapat diketahui kalau diketahui nilai peubah lain. Lebih jauh Borsuk et al. (2004) menyatakan bahwa struktur grafis secara eksplisit merupakan asumsi sebab akibat yang memungkinkan suatu rantai sebab akibat terhubung secara kompleks yang memungkinkan adanya hubungan bersyarat. Setiap hubungan ini kemudian dapat secara independen diukur menggunakan sub model yang sesuai untuk jenis dan skala informasi yang tersedia. Pendekatan ini sangat berguna untuk pemodelan ekologis karena pola diprediksi dapat muncul pada berbagai skala, sehingga dibutuhkan bermacam-macam bentuk model.

Sedangkan pada Decision Network, kita dapat mengetahui bagaimana kaitan dari tiga hal, yaitu keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian dari peubah-peubah dalam Bayesian Network. Decision Network (DN) atau sering disebut juga sebagai Influenced Network merupakan pengembangan dari Bayesian Network (BN).

Ada tiga hal yang merupakan hal penting dalam suatu Bayesian Network yaitu :

• Himpunan node (setiap peubah diwakili satu node)

(47)

• Tabel peluang bersyarat pada stiap node dengan syarat parent dari node tersebut.

Pada Decision Network, kita dapat mengetahui bagaimana kaitan dari tiga hal, yaitu keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian dari peubah-peubah dalam Bayesian Network. Decision Network merupakan hasil integrasi antara Bayesian Network dengan keputusan yang diambil dan fungsi utility (fungsi keuntungan/risiko).

Decision Network (DN) terdiri dari tiga jenis node, yaitu :

a. Chance node : node yang merepresentasikan peubah-peubah dalam BN. Node ini dilambangkan dengan simbol

b. Decision node : node yang merepresentasikan peubah keputusan, sehingga nilai dari node ini adalah semua kemungkinan keputusan yang bisa diambil. Decision node dilambangkan dengan :

c. Utility node : node yang merepresentasikan nilai resiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, nilai dari node ini adalah semua kemungkinan resiko yang bisa terjadi akibat dari keputusan yang diambil dan ketakpastian yang ada pada BN. Utility node dilambangkan dengan :

2.8. Kalender Tanam

Sebuah studi mengenai kalender tanam dilakukan di Malaysia oleh Lee et al. (2005). Studi ini membahas cara-cara dan sarana untuk mengatasi masalah kelangkaan air dengan menetapkan kalender untuk jadwal tanam dengan mempertimbangkan curah hujan, sungai yang tersedia dan kebutuhan air irigasi di aliran sebagai acuan. Sebuah pendekatan neraca air dengan menggunakan data cuaca dan curah hujan selama 48 tahun digunakan dalam penelitian ini.

Chance node :

Decision node :

(48)
[image:48.595.104.456.267.567.2]

Pola tanam existing adalah padi-padi (Gambar 2.5). Kalender tanam dicirikan oleh dua musim: main season dan off season. Dalam jadwal kalender ini, off season berlangsung dari Mei sampai Oktober sedangkan main season dari November sampai April. Pada off season, kalender tanam existing menghadapi kelangkaan air. Varietas yang ditanam merupakan varietas dengan produksi tinggi dan pematangan cepat, dengan durasi pertumbuhan 120-125 hari. Jadwal tanam secara tradisional mengikuti pola curah hujan di Malaysia (Hill, 1977 dalam Lee et al. 2005).

Gambar 2.5 Kalender tanam existing (Lee et al. 2005)

(49)
[image:49.595.130.486.290.580.2]

panen off season ditetapkan antara bulan Maret dan Agustus. Jadwal tanam telah diatur sebagai berikut; tanaman main-season dimulai sebelum dimulainya musim timur laut, dan berakhir dengan panen pada bulan Februari, saat kering. Untuk tanaman off season, ditargetkan untuk panen pada bulan Agustus, menghindari datangnya monsun timur laut pada bulan September. Kalender tanam yang diusulkan dapat mengurangi kebutuhan air irigasi sebesar 30% dan 19% masing-masing pada saat main-season dan off season, sehingga jadwal tanam menjadi lebih baik (Lee et al. 2005).

(50)
[image:50.595.107.473.113.337.2]

Gambar 2.7 Peta kalender tanam level kabupaten untuk skenario tahun basah Pulau Jawa (Las et al. 2007a)

Penyusunan mengenai kalender tanam telah dilakukan mulai TA 2007 (Pulau Jawa), tahun 2008 (Pulau Sumatera) di Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, dan telah menyusun Peta Kalender Tanam Pulau Jawa dan Sumatera berbasis kabupaten dengan skala 1:1.000.000 (Gambar 2.7) dan berbasis kecamatan dengan skala 1:250.000 (Gambar 2.8). Peta ini menggambarkan waktu tanam dan pola tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air (Las et al. 2007a dan Las et al. 2007b). Sedangkan pada tahun 2009, sudah disusun Peta Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi 1:1.000.000 dan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi 1:250.000 (Runtunuwu et al. 2009).

(51)

disusun berdasarkan beberapa kondisi iklim, operasional pada skala kecamatan, spesifik lokasi, karena mempertimbangkan kondisi sumberdaya iklim dan air setempat, mudah diperbaharui), dan mudah dipahami oleh pengguna karena disusun secara spasial dan tabular dengan uraian yang jelas.

Gambar 2.8 Peta Kalender Tanam level kabupaten untuk tahun basah di Pulau Jawa (Las et al. 2007a).

Kalimantan Barat 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Timur 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Tengah 0 10000 20000 30000 40000 50000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Selatan 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Barat 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Timur 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Tengah 0 10000 20000 30000 40000 50000

J F M A M J J A S O N D

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Selatan 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

J F M A M J J A S O N D

[image:51.595.143.479.189.431.2]

Bulan L u as T an am ( h a) 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN

(52)

Jika diperhatikan kalender tanam per propinsi pada Gambar 2.10, waktu tanam di Kalimantan Barat relatif seragam antar tahun. Tidak terlihat perubahan luas tanam yang signifikan pada tahun normal, tahun basah dan tahun kering. Selain itu juga luas penanaman pada MT2 sangat kecil dibanding dengan luas taman pada waktu MT1.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan kalender tanam Departemen Pertanian juga mulai melakukan sosialisasi kalender tanam. Pada tahun 2007 selain telah dihasilkan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Jawa yang berisikan saran informasi tanggal tanam untuk setiap kecamatan di Pulau Jawa dengan output yang dihasilkan, selain Atlas juga Buku, CD dan WEB. Kegiatan ini dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian d seluruh Pulau Jawa. Pada bulan Desember 2007, kegiatan sosialisasi telah dlakukan oleh Litbang Pertanian melalui Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) yang diikuti oleh Dinas Pertanian di Pulau Jawa. Pada tahun 2008, Litbang Pertanian bekerjasama dengan Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air juga melakukan kegiatan sosialisasi Kalender Tanam di seluruh Indonesia secara bertahap (Runtunuwu et al. 2009).

Materi utama yang disampaikan pada setiap kegiatan sosialisasi ada tiga hal, yaitu (1) Kalender Tanam Untuk Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian, (2) Dasar Penyusunan Kalender Tanam, dan (3) Cara membaca Atlas dan Buku Kalender Tanam.

(53)

dengan kegiatan KKP3T dengan menggunakan metode yang lebih diperluas cakupannya (Buono et al. 2010).

Salah satu pendekatan model kalender tanam dinamik adalah jejaring pengambilan keputusan (Decision Network). Dalam Decision Network (DN), keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat (Buono et al. 2010). Informasi dimaksud diantaranya anomali SST yang dapat digunakan sebagai indikator tentang kemungkinan perubahan awal masuk musim hujan, prakiraan panjang musim hujan atau sifat hujan pada musim tanam. Hal itu sejalan dengan pendapat Lo et al. (2007) dan Robertson et al. (2009) yang menyatakan bahwa awal musim serta kekuatan dan durasi dari musim hujan merupakan karakteristik kunci dari keragaman hujan dan berkaitan dengan kuat pada keragaman pola ENSO.

Gambar 2.10 Tampilan untuk masuk ke aplikasi web Kalender Tanam Terpadu

(54)

Pada akhir tahun 2011, Badan Litbang Pertanian yang dimotori oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian meluncurkan ”Soft Launching Kalender Tanam Terpadu”. Pada kalender tanam terpadu sudah menggabungkan teknologi-teknologi yang mendukung untuk tercapainya produksi yang optimal, diantaranya varietas, pemupukan, metodologi identifikasi bencana banjir, kekeringan dan OPT serta menggunakan prediksi musim. Kalender tanam tepadu ditunjang dengan basisdata yang terorganisir dengan baik. Kalender tanam terpadu dapat diakses pengguna dan bersifat user friendly. Pengguna dapat mengakses dan juga menambahkan data pada feature yang sudah disediakan, sesuai lokasi yang ingin diketahui. Akses tersedia di situs Badan litbang

Pertanian,

(55)

III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP

KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI

TEKNOLOGI BUDIDAYA

3.1. Pendahuluan

Keragaman iklim terutama curah hujan sangat besar variasinya, sesuai dengan ruang dan waktu. Ada beberapa hal yang menyebabkan keragaman iklim di Indonesia, seperti letak Indonesia yang berada di antara dua samudera (Pasifik dan Hindia), posisinya diantara pulau-pulau, kondisi kontur dan pegunungan yang mempengaruhi kondisi lokal, dipengaruhi oleh dua sirkulasi besar dunia yaitu sirkulasi zonal (Walker) dan meridional (Hadley), pengaruh angin monsoon, Indonesia juga dilalui garis khatulistiwa yang menyebabkan variasinya hujannya semakin tinggi.

Faktor-faktor di atas mempengaruhi kondisi curah hujan di Indonesia, meskipun besar pengaruhnya bervariasi antara satu dengan yang lain, tergantung pada ruang dan waktu. Variasi iklim yang cukup besar pengaruhnya adalah kondisi perubahan suhu muka laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan di Indonesia.

Naylor et al. (2007) memproyeksikan bahwa wilayah-wilayah sebelah selatan garis ekuator seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian wilayah Timur Indonesia akan mengalami keterlambatan awal musim hujan dengan periode musim hujan yang lebih singkat dan intensitas hujan yang lebih tinggi. Pada musim kemarau, curah hujan lebih rendah dengan awal musim yang lebih cepat. Perubahan pola curah hujan tersebut akan meningkatkan fr

Gambar

Gambar 1.2. Kerangka penelitian
Gambar 1.3. Keterkaitan antar bab penelitian
Gambar 2.3 Sekilas komponen dan struktur modular dari DSSAT-CSM
Gambar 2.5 Kalender tanam existing (Lee et al.  2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait