• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Konsumsi, Status gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat Lansia Wanita Peserta Posbindu Sinarsari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Konsumsi, Status gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat Lansia Wanita Peserta Posbindu Sinarsari"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, STATUS GIZI, DAN

AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR ASAM URAT

LANSIA WANITA PESERTA POSBINDU SINARSARI

NURSILMI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pola Konsumsi, Status Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat Lansia Wanita Peserta Posbindu Sinarsari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Nursilmi

(4)

ABSTRAK

NURSILMI. Hubungan Pola Konsumsi, Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat Lansia Wanita Peserta Posbindu Sinarsari. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO.

Arthritis Pirai merupakan salah satu penyakit sendi yang banyak dijumpai pada wanita usia 55-70 tahun yang sering terjadi setelah menopause. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat Lansia Wanita. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah desain cross sectional. Contoh dalam penelitian ini adalah 48 orang lansia yang berusia ≥50 tahun. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada usia menopause antara contoh kadar asam urat normal dan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi air, kebiasaan minum kopi, konsumsi energi, asupan karbohidrat, assupan protein, asupan lemak, asupan purin, status gizi, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga dengan kadar asam urat pada contoh. Terdapat hubungan antara usia menopause dengan kadar asam urat pada contoh (p<0.05).

Kata kunci: pola konsumsi, status gizi, aktivitas fisik, kadar asam urat.

ABSTRACT

NURSILMI. Relationships Consumption Patterns, Nutritional Status, Physical Activity With Levels Of Uric Acid Older Women Participant of Posbindu Sinarsari. Supervised by CLARA M. KUSHARTO.

Arthritis is one of the diseases that are often found in women aged 55-70 years who often occured after menopause. The purpose of this study was to analyze the relationship between consumption patterns, nutritional status, physical activity with levels of uric acid in older women. Study design used in this study is a cross-sectional design. The sampling of this reasearh is 48 elderly people 50 years. There was significant difference (p<0.05) on age of menopause among the samples of normal and high uric acid level. There was no relationship between water consumption, coffee drinking habits, consumption of energy, carbohydrate intake, protein intake, fat intake, purines intake, nutritional status, physical activity and exercise habits with uric acid levels in the sample. There is a relationship between age at menopause with high levels of uric acid in the sample (p<0.05).

(5)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, STATUS GIZI, DAN

AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR ASAM URAT

LANSIA WANITA PESERTA POSBINDU SINARSARI

NURSILMI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)
(7)

Judul : Hubungan Pola Konsumsi, Status gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat Lansia Wanita Peserta Posbindu Sinarsari

Nama : Nursilmi NRP : I14114029

Disetujui oleh

Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Hubungan Pola Konsumsi, Status gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Lansia Wanita Peserta Posbindu Sinarsari ini dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr .drh. Clara M.Kusharto, MSc selaku dosen pembimbing, dr. Noufal Muharam Nurdin, S.Ked selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu terima kasih kepada kepala Puskesmas UPF Kampung Manggis yang telah memberikan izin penelitian di Posbindu Sinarsari dan kader Posbindu yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, kak mimi, imam dan izzah atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada py dan teman-teman alih jenis angkatan 5 (erna, ama, nia, imas, fitria, tiwi, mba lely, mba sofy, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang telah memberikan semangat dan membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Kegunaan 2

Kerangka Pemikiran 3

METODE PENELITIAN 5

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 5

Jumlah dan Cara Penarikan contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum 11

Karakteristik Individu Lansia 11

Karakteristik Rumah Tangga Lansia 13

Pola Konsumsi 15

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 20

Konsumsi Bahan Makanan Yang Mengandung Purin 24

Status Gizi 24

Aktivitas Fisik 25

Hubungan Antar Variabel dengan Kadar Asam Urat 26

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

2 Kandungan purin dalam bahan makanan 7

3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 9 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 9

5 Sebaran contoh berdasarkan usia 12

6 Sebaran contoh berdasarkan usia menopause 12

7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan 13

8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan 13

9 Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan 14

10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 14

11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan sehari 15 12 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minum sehari 16 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum kopi 16 14 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi makanan pokok contoh 17 15 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan hewani contoh 18 16 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan nabati contoh 18 17 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi sayur contoh 19 18 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi buah contoh 20 19 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi jenis minuman contoh 20

20 Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi contoh 21

21 Asupan dan Tingkat Kecukupan Protein contoh 22

22 Asupan lemak contoh 22

23 Asupan Karbohidrat contoh 23

24 Asupan purin contoh 24

25 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 25

26 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik 25

27 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga 26

28 Nilai p antar variabel 27

29 Nilai p antar variabel 29

DAFTAR GAMBAR

1 Skema kerangka pemikiran hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat lansia wanita peserta Posbindu

Sinarsari 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Uji Beda 36

2 Hasil Uji Korelasi Spearman 37

3 Hasil Uji Korelasi pearson 37

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan nasional telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lansia makin bertambah (Depsos 2007).

Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia, telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18.57 juta jiwa, meningkat sekitar 7.93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14.44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia sekitar 34.22 juta jiwa (BPS 2010).

Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik aspek psikologis, fisiologis, dan sosio ekonomi (Fatmah 2010). Bagi wanita yang memasuki usia menopause dan beberapa tahun sesudahnya akan mengalami berbagai keluhan dan permasalahan kesehatan. Artritis pirai (asam urat) merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai pada wanita usia 55-70 tahun yang sering terjadi setelah menopause (Sutanto 2013).

Di Indonesia, arthritis pirai (asam urat) menduduki urutan kedua setelah osteoarthritis. Prevalensi arthritis pirai pada populasi di USA diperkirakan 13.6/100.000 penduduk, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan 1,6-13.6/100.000 orang, prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur (Tjokroprawiro 2007 dalam Festy 2010).

Dasar gangguan metabolik gout adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) yang disebabkan oleh peningkatan produksi, penurunan pengeluaran asam urat melalui ginjal, atau kombinasi keduanya (Wachjudi 2006 dalam Festy 2010). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi arthritis pirai (asam urat) adalah makanan yang dikonsumsi, umumnya makanan yang tidak seimbang (asupan protein yang mengandung purin terlalu tinggi) (Utami 2009 dalam Festy 2010). Menurut penelitian Choi et al. (2004), tingginya tingkat konsumsi daging dan makanan laut berhubungan dengan peningkatan risiko gout. Hasil penelitian Zakkak et al. (2009) menunjukkan hubungan yang kuat antara kelebihan berat badan dan arthritis di kalangan orang dewasa di Amerika Serikat. Penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi hubungan antara obesitas, yang diketahui berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dan tipe arthritis.

(12)

Penyakit asam urat masih menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Penyakit asam urat menjadi penyabab sendi tidak bisa berfungsi semestinya. Timbulnya penyakit asam urat lebih disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, tidak seimbangnya antara pola konsumsi dan aktivitas fisik (Sutanto 2013). Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan status gizi untuk menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur metabolisme dalam tubuh dan memperbaiki jaringan tubuh. Melalui gizi yang baik, usia produktif mereka dapat ditingkatkan sehingga tetap dapat ikut serta berperan dalam pembangunan (Fatmah 2010).

Berdasarkan laporan Tahunan Puskesmas UPTD Kecamatan Dramaga tahun 2009, arthritis termasuk kedalam 10 penyakit terbanyak di UPTD Puskesmas Kecamatan Dramaga yaitu sebanyak 3.92%. Menurut catatan kader Posbindu, banyak lansia yang datang ke Posbindu Sinarsari yang mengeluh pegal-pegal dan nyeri sendi sehingga dicurigai banyak yang menderita hiperurisemia. Dengan berbagai pertimbangan yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat lansia wanita peserta Posbindu Sinarsari.

Tujuan

Tujuan Umum

Menganalisis hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat lansia wanita peserta Posbindu.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan rumah tangga contoh 2. Mengkaji pola konsumsi lansia wanita

3. Mengkaji status gizi lansia wanita 4. Mengkaji aktivitas fisik lansia wanita 5. Mengkaji kadar asam urat lansia wanita

6. Menganalisis hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat lansia wanita

Kegunaan

(13)

Kerangka Pemikiran

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun dan menyebabkan meningkatnya kejadian penyakit kronik dan akut dikalanagan lansia (Depsos 2007). Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik aspek psikologis, fisiologis, dan sosio ekonomi (Fatmah 2010).

Terjadi kemunduran sel-sel pada usia lanjut karena proses penuaan secara nyata yang menyebabkan kelemahan peda fisik, kelemahan pada organ dan timbulnya berbagai macam penyakit seperti peningkatan kadar asam urat yang dapat menimbulkan terjadinya penyakit seperti batu ginjal, gout, dan rematik (Efendi F et al. 2009).

Faktor penyebab terjadinya risiko penyakit asam urat adalah pola makan yang tinggi kandungan purin dan faktor genetik. Tinggi atau rendahnya kadar asam urat seseorang disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah pola makan dan pola aktivitas. Umumnya pola makan yang tidak seimbang (jumlah asupan protein sangat tinggi) menyebabkan tingginya kadar asam urat di dalam tubuh. Penurunan pengeluaran asam urat dapat terjadi karena adanya gangguan ginjal, pengaruh pemberian obat, atau adanya beberapa jenis zat gizi yang dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui ginjal (Uripi et al. 2002). Selain itu asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin. Dimana purin berasal dari metabolisme dalam tubuh/ faktor endogen (genetik) dan berasal dari luar tubuh/ faktor eksogen (sumber makanan).

(14)

Keterangan

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat lansia wanita peserta Posbindu Sinarsari.

Karakteristik individu - Usia

- Usia menopause

Karakteristik rumah tangga - Tingkat pendidikan - Pekerjaan

- Sumber pendapatan - Besar keluarga

Pola Konsumsi Pangan - Frekuensi, jenis &

jumlah konsumsi pangan

- Frekuensi makan sehari

Status Gizi

Kadar asam urat Aktivitas Fisik

-Kegiatan sehari-hari

-Kebiasaan olah raga

(15)

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah desain cross sectional. Desain ini merupakan pengamatan yang dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2013 bertempat di Posbindu Desa Sinarsari Kecamatan Dramaga Bogor.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh yang digunakan dalam penelitian adalah wanita usia lanjut yang memenuhi kriteria inklusi. Penarikan contoh dilakukan secara purposive dimana contoh adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun yang merupakan kriteria inklusi adalah wanita usia lanjut ≥50 tahun, tidak mengalami gangguan pendengaran, dapat di wawancarai dan tidak dalam keadaan sakit. Penentuan jumlah contoh minimal yang diambil berdasarkan perhitungan rumus cross sectional (estimasi proporsi) yaitu :

Keterangan : n = jumlah sampel

= tingkat kepercayaan 95% (1.96) p = prevalensi asam urat 11,7% q = 1-p

d = toleransi estimasi 10%

berdasarkan perhitungan didapatkan hasil minimal untuk contoh yaitu sebanyak 40 orang, dengan penambahan 10% menjadi 44 orang contoh. Jumlah lansia yang hadir di Posbindu Desa Sinarsari pada pemeriksaan kadar asam urat yaitu sebanyak 99 orang yang berusia 45-86 tahun. Lansia yang diambil sebagai contoh dalam penelitian ini hanya lansia wanita, yang terdiri dari 48 orang dengan rentang usia 50-81 tahun. Jumlah tersebut didapat setelah wanita lanjut usia dikenai kriteria inklusi.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(16)

lutut, sedangkan data kadar asam urat diukur dengan menggunakan alat Easy Touch® II Blood Uric Acid Test Strips.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan Data

1. Karakteristik individu (usia dan usia menopause)

Wawancara dengan

menggunakan kuesioner 2. Karakteristik rumah tangga

(tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, dan besar keluarga)

Wawancara dengan

menggunakan kuesioner

3. Pola konsumsi

(Frekuensi konsumsi pangan, frekuensi makan sehari, jenis konsumsi pangan, jumlah konsumsi pangan)

(jenis dan alokasi waktu untuk aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga)

6. Kadar asam urat Pemeriksaan dengan

menggunakan alat Easy Touch® II Blood Uric Acid Test Strips

Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entry, cleaning dan selanjutnya dianalisis. Untuk pengolahan dan analisis data, digunakan program Microsoft Excell dan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) versi 16.0 for Windows. Data karakteristik contoh (usia, usia menopause, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, dan besar keluarga), pola konsumsi, status gizi, aktivitas fisik, dan data kadar asam urat ditabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif dan di uji dengan menggunakan korelasi Spearman dan Pearson.

Karakteristik individu. Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (Middle Age) kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very old), diatas 90 tahun. Menurut Depkes RI (2005) usia perempuan yang memasuki masa menopause berkisar antara 45 – 55 tahun.

(17)

yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Data pekerjaan dikategorikan ke dalam enam kelompok, yaitu PNS, wiraswasta, IRT, buruh, tidak bekerja dan lainnya (jika ada). Sumber pendapatan dikategorikan menjadi enam yaitu sosial, anak, cucu, sendiri, pensiunan dan suami. Besar keluarga dikategorikan menjadi 3 yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (>7 orang) (BKKBN 1998).

Pola konsumsi. Pola konsumsi makan terdiri dari jenis, jumlah dan frekuensi konsumsi pangan yang diukur dengan menggunakan metode Food Frequencies Questionnaires (FFQ) semi kuantitatif. Data konsumsi pangan yang meliputi jenis dan jumlah pangan, kemudian dikonversikan ke dalam kandungan gizi yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat dan purin.

Asupan purin didapat dari makanan yang mengandung purin yang dikonsumsi oleh contoh. Kandungan makanan dikatakan tinggi purin jika ≥400 mg purin/100 g bahan makanan. Kandungan purin dalam bahan makanan mengacu pada Grahame et al. (2003) (Tabel 2).

Tabel 2 Kandungan purin dalam bahan makanan

Bahan Makanan Total purin (mg/100 g)

Kandungan tinggi purin (≥400 mg/100 g)

Usus 854

Ikan laut (smoked) 804

Ragi roti 680

Hati sapi 554

Jamur 488

Ikan sarden 480

Babat 470

Limpa 444

Kandungan purin sedang (100-400 mg/100g)

Daging sapi 385

Daun melinjo 366

Ikan tuna 297

Daging kuda 250

Hati ayam 243

Kangkung 236

Melinjo 223

Ayam 175

Ikan salmon 170

Udang 147

Makarel 145

Tempe 141

Bebek 138

Tahu 106

Sumber : Grahame HA, Simmonds, Carrey. 2003. Gout : The At Your Fingertips.

(18)

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan:

Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi I dari bahan makanan j BDD = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat Kecukupan meliputi Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dan Tingkat Kecukupan Protein (TKP). Untuk menghitung tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok umur) digunakan rumus sebagai berikut :

AKGI=(Ba/Bs) x AKG Keterangan :

AKGI = Angka kecukupan gizi lansia Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan acuan (kg)

AKG = Angka kecukupan gizi yang dianjurkan WKNPG (2004)

Perhitungan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menggunakan rumus dibawah ini :

TKG=(K/AKGI) x 100% Keterangan :

TKG = Tingkat kecukupan konsumsi

K = Konsumsi gizi (Food Frequencies Questionnaires semi kuantitatif) AKGI = Angka kecukupan gizi lansia

Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG), dan lebih (≥120% AKG) (Gibson 2005).

Aktivitas Fisik. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi dua yaitu olahraga dan tidak olahraga. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004) tercantum dalam tabel 3 . PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

(19)

Tabel 3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik

Aktivitas Physical Activity Ratio/satuan

waktu

Tidur 1.0

Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2

Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4

Makan 1.5

Duduk 1.5

Mengendarai mobil/berjalan 2.0

Memasak 2.1

Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2

Mandi dan berpakaian 2.3

Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2.3

Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2.8

Berjalan 3.2

Berkebun 4.1

Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

Transportasi dengan bus 1.2

Kegiatan ringan 1.4

Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Helath Organization; 2001.3

Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69

Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99

Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40

Status gizi. Pengolahan data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan. Tinggi lutut digunakan sebagai prediksi tinggi badan, menururt Fatmah (2010), dirumuskan sebagai berikut :

TB wanita = 62.682 + 1.889 TL

Status gizi lansia ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus :

IMT =

Status gizi dikategorikan menjadi tiga yaitu status gizi kurang (IMT < 18,5 kg/m2), status gizi normal (IMT 18.5-25 kg/m2) dan status gizi lebih (IMT >25 kg/m2) (Depkes RI 2005).

(20)

Definisi Operasional

Usia adalah lama hidup responden yang dihitung mulai dari tanggal kelahiran sampai dilakukan pengambilan data dengan dinyatakan dalam tahun penuh. Usia menopause adalah usia pada seorang perempuan yang mengalami

penurunan fungsi indung telur yang berakibat menurunnya produksi hormon estrogen. Keadaan ini antara lain mengakibatkan terhentinya haid untuk selamanya.

Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh contoh diukur dengan lamanya tahun pendidikan dan jenjang pendidikan.

Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan oleh lansia dengan tujuan mendapatkan uang.

Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang dihitung dari jumlah orang yang tinggal bersama dengan contoh.

Pola konsumsi adalah susunan jenis dan frekuensi konsumsi makan yang dapat dilihat dari kebiasaan mengonsumsi jenis-jenis pangan meliputi makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayur, buah, dan minuman dengan menggunakan FFQ semi kuantitatif (Food Frequencies Questionaires). Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang

menggunakan timbangan injak ketelitian 1 kg.

Tinggi lutut adalah prediksi tinggi badan yang digunakan pada seseorang yang berusia ±60 tahun, dengan cara berbaring atau duduk pada kaki kiri antara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90, alat ditempatkan di antara tumit sampai bagian proksimal dari tulang platea.

Aktivitas Fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik, yang meliputi jenis dan lama kegiatan sekarang selama 24 jam.

Kebiasaan olah raga adalah kegiatan olah fisik yang sengaja rutin dilakukan secara berulang-ulang.

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.

Asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal dari makanan yang di konsumsi.

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

UPTD Puskesmas Kecamatan Dramaga terletak di Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Bogor. Cakupan wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Dramaga adalah UPF Kampung Manggis, UPF Cangkurawok dan UPF Purwasari. UPF Kampung Manggis terletak di jalan Sinarsari no 46, dengan luas wilayah sebesar 4,40 km2. Cakupan wilayah kerja UPF Kampung Manggis terdiri dari 3 Desa yaitu Desa Sinarsari, Desa Neglasari dan Desa Dramaga. Untuk mempermudah pelayanan kesehatan, UPF Kampung Manggis memliliki 2 Posbindu (pos bimbingan terpadu) yaitu di Desa Sinarsari dan Dramaga.

Desa Sinarsari memiliki luas wilayah sebesar 171,24 ha. Batas wilayah Desa Sinarsari di sebelah Utara berbatasan dengan Dramaga, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukawening, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Neglasari, sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Ciherang. Jumlah penduduk Desa Sinarsari yaitu 8.633 jiwa, yang terdiri dari 3.769 orang laki-laki dan 3.769 orang perempuan, dengan jumlah KK sebanyak 2.027. Mayoritas penduduk di Desa Sinarsari beragama islam. Mata pencaharian penduduk yaitu pertanian, pegawai, peragang dan jasa.

Posbindu Desa Sinar Sari terletak di Kampung Setu Tengah RT 03 Desa Sinar Sari Kecamatan Dramaga. Jumlah lansia di Kampung Setu Tengah yaitu sebanyak 210 orang, terdiri dari 106 orang laki-laki dan 104 orang wanita yang tersebar di RT 01, 02, 03, 04, dan 05.

Kegiatan Posbindu dilakukan satu bulan sekali setiap hari kamis awal bulan. Kegiatan yang dilakukan setiap bulan ini meliputi penimbangan, pemeriksaan dan pengobatan. Jumlah kunjungan lansia pada Bulan April sebanyak 28 orang, dengan keluhan yang paling banyak yaitu pusing, sakit pinggang dan hipertensi. Sedangkan pada Bulan Mei sebanyak 34 orang, dengan keluhan rematik, sakit pinggang, pegal-pegal dan asam urat.

Karakteristik Individu Lansia

(22)

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

50-59 15 55.6 13 61.9 28 58.3

60-74 8 29.6 7 33.3 15 31.2

75-90 4 14.8 1 4.8 5 10.4

Total 27 100 21 100 48 100

Contoh yang memiliki kadar asam urat normal dengan rentang usia 50-59 tahun sebanyak 15 orang (55.6%), rentang usia 60-74 tahun sebanyak 8 orang (29.6%), dan rentang usia 75-90 tahun sebanyak 4 orang (14.8%). Contoh yang memiliki kadar asam urat tinggi dengan rentang usia 50-59 tahun sebanyak 13 orang (61.9%), rentang usia 60-74 tahun sebanyak 7 orang (33,3%), dan rentang usia 75-90 tahun sebanyak 1 orang (4.8%). Hasil uji beda menunjukkan usia pada kedua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.414).

Usia menopause. Dalam pandangan medis, menopause didefinisikan sebagai masa penghentian haid untuk selamanya. Biasanya menopause terjadi pada wanita mulai usia 45-55 tahun. (Andira 2010). Sedangkan menurut Wirakusumah (2004), usia menopause berkisar antara 35-55 tahun. Usia memasuki menopause dapat berbeda-beda pada setiap wanita. Masalah yang timbul setelah menopause sebagian besar disebabkan karena kekurangan hormon estrogen. Kadar asam urat pada wanita tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen membantu meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar asam urat meningkat seperti pada pria (Sutanto 2013).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan usia menopause

Usia Menopause

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

<50 tahun 15 55.6 20 95.2 35 72.9

≥50 tahun 12 44.4 1 4.8 13 27.1

Total 27 100 21 100 48 100

(23)

Karakteristik Rumah Tangga Lansia

Tingkat Pendidikan. Menurut BPS (2004), tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan terakhir yang ditamatkan. Tingkatan pendidikan contoh hanya ada tiga kategori yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, dan SD/sederajat. Sebagian besar tingkat pendidikan contoh pada kedua kelompok tidak tamat SD, yaitu sebanyak 15 orang (55.6%) pada contoh dengan kadar asam urat normal dan sebanyak 9 orang (42.9%) pada contoh dengan kadar asam urat tinggi. Contoh yang memiliki kadar asam urat normal dengan tingkatan pendidikan tidak sekolah sebanyak 8 orang (29.6%), tidak tamat SD sebanyak 15 orang (55.6%), dan tamat SD/sederajat sebanyak 4 orang (14.8%). Contoh yang memiliki kadar asam urat tinggi dengan tingkatan pendidikan tidak sekolah sebanyak 7 orang (33.3%), tidak tamat SD sebanyak 9 orang (42,9%), dan tamat SD/sederajat sebanyak 9 orang (23.8%).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Tidak sekolah 8 29.6 7 33.3 15 31.2

Tidak tamat SD 15 55.6 9 42.9 24 50.0

SD/sederajat 4 14.8 5 23.8 9 18.8

Total 27 100 21 100 48 100

Pekerjaan. Bertambahnya usia lansia berdampak pada menurunnya kondisi fisik dan penurunan kemampuan bekerja. Pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu. Data pekerjaan dikategorikan ke dalam enam kelompok, yaitu PNS, wiraswasta, IRT, buruh, tidak bekerja dan lainnya (petani).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Wiraswasta 0 0 1 48 1 2.1

Ibu Rumah Tangga 20 74.1 15 71.4 35 72.9

Buruh 3 11.1 3 14.3 6 12.5

Tidak bekerja 3 11.1 1 4.8 4 8.3

Petani 1 3.7 1 4.8 2 4.2

Total 27 100 21 100 48 100

(24)

bekerja, dan 1 orang (4.8%) bekerja sebagai petani. Contoh yang tidak bekerja menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengurus rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci, menjaga cucu dan kegiatan pengajian.

Sumber pendapatan. Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber pendapatan dikategorikan menjadi enam yaitu sosial, anak, cucu, sendiri, pensiunan dan suami. Menurut Mutingatun (2006), lansia di Indonesia masih banyak bergantung pada orang lain terutama anak. Ketergantungan pada anak lebih banyak diderita oleh lansia wanita dan persentasenya naik dengan bertambahnya usia. Banyak faktor yang menentukan status ekonomi usia lanjut. Hal ini bisa disebabkan oleh produktivitas lansia yang semakin berkurang dengan bertambahnya usia sehingga pendapatan yang didapat tidak murni hasil kerja lansia.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan

Sumber Pendapatan

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Anak 21 77.8 10 47.6 31 64,6

Sendiri 0 0 7 33.3 7 14,6

Suami 6 22.2 4 19.0 10 20,8

Total 27 100 21 100 48 100

Sebagian besar kedua kelompok contoh memperoleh sumber pendapatan dari anak yaitu sebanyak 31 orang (64,6%). Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal terdapat 21 orang (77.8%) yang memperoleh sumber pendapatan dari anak, dan 6 orang (22.2%) memperoleh sumber pendapatan dari suami. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi terdapat 10 orang (47.6%) yang memperoleh sumber pendapatan dari anak, 7 orang (33.3%) yang memperoleh pendapatn sendiri dan 4 orang (19%) memperoleh sumber pendapatan dari suami.

Besar Keluarga. Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikategorikan

menjadi 3 yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (>7 orang). Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan, pola konsumsi dan konsumsi zat gizi seseorang (Sumarwaman 2004). Sebagian besar contoh pada kedua kelompok termasuk kedalam kategori keluarga sedang yaitu 21 orang (50%).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Kecil 13 48.1 8 38.1 21 43.8

Sedang 13 48.1 11 52.4 24 50.0

Besar 1 3.7 2 9.5 3 6.2

(25)

Contoh dengan kadar asam urat normal yang termasuk kedalam kategori keluarga kecil yaitu sebanyak 13 orang (48.1%), keluarga sedang sebanyak 13 orang (48.1%), dan keluarga besar sebanyak 1 orang (3.7%). Contoh dengan kadar asam urat tinggi yang termasuk kedalam kategori keluarga kecil yaitu sebanyak 8 (38.1%), keluarga sedang sebanyak 11 orang (52.4%), dan keluarga besar sebanyak 2 orang (9.5%). Contoh yang tergolong keluarga besar dan tinggal bersama anak, menantu dan cucu, sedangkan contoh yang tergolong kecil hidup terpisah dari anak dan hanya tinggal dengan suami saja. Hasil uji beda menunjukkan besar keluarga pada kedua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.374).

Pola Konsumsi

Pola konsumsi merupakan susunan jenis atau ragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di daerah tertentu. Pengelompokkan pola konsumsi pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber protein, pola konsumsi sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan (Nasoetion et al. 1992). Konsumsi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu karakteristik individu, karakteristik pangan, dan karakteristik lingkungan (Suhardjo 1989). Secara umum tujuan survey konsumsi makan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan (Sanjur 1982). Metode yang digunakan pada penelitian ini bersifat kualitatif, biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi dan kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut

Kebiasaan Makan. Berikut ini adalah tabel sebaran kedua keompok berdasarkan frekuensi makan sehari. Contoh dengan kadar asam urat normal yang memiliki frekuensi makan 2 kali/hari yaitu sebanyak 12 orang (44.4%) dan frekuensi makan 3 kali/hari sebanyak 15 orang (55.6%). Contoh dengan kadar asam urat tinggi yang memiliki frekuensi makan 2 kali/hari yaitu sebanyak 16 orang (76.3%) dan frekuensi makan 3 kali/hari sebanyak 5 orang (23.8%) (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan sehari

Frekuensi makan

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

2 kali/hari 12 44.4 16 76.2 28 58.3

3 kali/hari 15 55.6 5 23.8 20 41.7

Total 27 100 21 100 48 100

(26)

tubuh dan suhu lingkungan (Almatsier 2003). Asupan minimal cairan pada lansia yaitu sebesar 1500 ml perhari (Diantari et al. 2013).

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minum sehari

Konsumsi Air/hari

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

<8 gelas 15 55.6 10 47.6 25 52.1

≥8 gelas 12 44.4 11 52.4 23 47.9

Total 27 100 21 100 48 100

Sebagian besar kedua kelompok contoh mengonsumsi air kurang dari delapan gelas setiap harinya. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal terdapat 15 orang (55.6%) yang mengonsumsi air kurang dari 8 gelas perhari dan 12 orang (44.4%) yang mengkonsumi air lebih dari 8 gelas perhari. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi terdapat 10 orang (47.6%) yang mengonsumsi air kurang dari 8 gelas perhari dan 11 orang (52.4%) yang mengkonsumi air lebih dari 8 gelas perhari.

Menurut Santoso et al. (2011) air berperan penting dalam pembentukan berbagai cairan tubuh, seperti darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Tersedianya air dalam jumlah cukup akan membantu pembentukan enzim dan hormon yang dapat mengekskresikan asam urat sehingga asam urat yang ada pada tubuh akan terekskresikan melalui ginjal dan kadar asam urat dalam darah akan berkurang. Jika seseorang mengonsumsi cairan dalam jumlah tinggi, reabsorpsi air di ginjal menurun dan ekskresi zat terlarut air meningkat (Diantari et al. 2013).

Kebiasaan minum kopi. Kopi memiliki satu kandungan yang disebut polifenol. Senyawa polifenol yang terkandung di dalam kopi memiliki manfaat sebagai antioksidan. Jika tubuh mengonsumsi makanan dengan kandungan senyawa polifenol maka tubuh akan mendapatkan antioksidan. Kandungan kopi yang telah teridentifikasi sebagai antioksidan adalah chlorogenic acid dan merupakan kontributor utama antioksidan. Senyawa polifenol juga bersifat diuretik, sehingga asam urat akan larut dan terbuang bersama urine (Sutanto 2013).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum kopi

Kebiasaan minum kopi

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Ya 13 48.1 12 57.1 25 52.1

Tidak 14 51.9 9 42.9 23 47.9

Total 27 100 21 100 48 100

(27)

mengonsumsi kopi dan 9 orang (42.9%) tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi.

Jenis dan Frekuensi Konsumsi. Jenis pangan yang dianalisis berdasarkan golongan makanan yang paling sering dikonsumsi contoh. Golongan makanan tersebut dikelompokkan menjadi makanan pokok yang merupakan sumber karbohidrat, pangan hewani, pangan nabati, sayur, buah dan minuman. Frekuensi makan diambil dari frekuensi makan terbanyak dari setiap jenis makanan yang paling sering dikonsumsi. Jenis dan frekuensi makan dikelompokkan berdasarkan golongan makanan.

Terdapat lima jenis makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah nasi, ubi jalar, mie, kentang, dan biskuit. Nasi merupakan jenis makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh. Rata-rata konsumsi nasi pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal adalah (16.3±3.36) kali/minggu dan jumlah konsumsi nasi sebesar (4018.5±166.8) gram/minggu. Sedangkan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah (15.66±3.05) kali/minggu dan jumlah konsumsi nasi sebesar (3633.3±152.7) gram/minggu. Dari kelima jenis makanan pokok tersebut yang paling jarang dikonsumsi yaitu biskuit. Frekuensi makan biskuit pada contoh dengan kadar asam urat normal yaitu (0.97±1.59) kali/minggu dan jumlah konsumsi biscuit sebesar 98.9±141.2 gram/minggu. Pada contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu (0.72±1.64) kali/minggu dan jumlah konsumsi biskuit sebesar (49.3±46.3) gram/minggu.

Tabel 14 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi makanan pokok contoh

Jenis

Ubi jalar 2.01±2.73 135.6±187.1 1.38±0.66 63.1±98.7

Mie 1.01±0.88 115.6±155.8 0.90±0.80 89.7±135.7

Kentang 1.04±0.79 151.4±151.1 0.76±0.45 52.9±64.5

Biskuit 0.97±1.59 98.9±141.2 0.72±1.64 49.3±46.3

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Terdapat lima jenis pangan hewani yang dikonsumsi contoh, yaitu ikan asin, ikan laut, telur ayam, ikan teri dan daging ayam. pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh yaitu ikan asin. Rata-rata konsumsi ikan asin pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal adalah (2.18±1.02) kali/minggu dan jumlah konsumsi ikan asin sebesar (90.4±43.9) gram/minggu. Sedangkan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah (2.57±2.78) kali/minggu dan jumlah konsumsi ikan asin sebesar (102.4±27.3) gram/minggu.

(28)

asam urat tinggi yaitu (0.94±0.65) kali/minggu dan jumlah konsumsi daging ayam sebesar (111.6±102.7) gram/minggu. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi sudah tidak mengonsumsi pangan hewani seperti usus, tetelan, jeroan dan pangan hewani lainnya yang banyak mengandung lemak.

Tabel 15 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan hewani contoh

Jenis pangan

Ikan asin 2.18±1.02 90.4±43.9 2.57±2.78 102.4±27.3

Ikan laut 0.92±2.68 70.4±140.0 1.41±3.29 147.6±244.5

Telur ayam 2.11±1.31 222.4±177.7 2.16±1.82 200.9±193.7

Ikan teri 1.37±1.48 46.4±140.3 1.42±2.06 49.3±73.1

Daging ayam 0.90±0.84 137.5±177.9 0.94±0.65 111.6±102.7

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Pangan hewani merupakan jenis pangan yang mengandung protein. Protein berfungsi sebagai pengatur dan pemeliharaan sel, selain itu juga sebagai sumber energi dengan menyediakan 4 kalori per gram. Rekomendasi asupan protein pada lansia tidak berubah, beberapa studi menunjukkan bahwa asupan protein 1g/kg berat badan dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh. Akan tetapi konsumsi protein 1- 1,25g/kg berat badan secara umum aman untuk lansia. Asam urat sangat erat kaitannya dengan pola makan. Umumnya karena pola makan yang tidak seimbang (jumlah asupan protein sangat tinggi) (Festy 2010).

Berikut ini adalah tabel rataan frekuensi konsumsi pangan nabati contoh pada kedua kelompok. Pangan nabati yang paling sering dikonsumsi kedua kelompok contoh yaitu tempe. Tempe memiliki kadar purin yang lebih tinggi dibandingkan tahu, karena adanya sumbangan purin yang berasal dari kapang sebagai inoculums pada pembuatan tempe. Semakin lama waktu fermentasi jumlah adenine pikrat dan RNA meningkat (Dwiyanti 1998).

Tabel 16 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan nabati contoh

Jenis pangan

Tahu 5.44±4.26 1003.7±177.9 4.42±3.10 1152.3±977.5

Tempe 5.55±4.16 525.926±178.9 5.33±4.66 538.1±464.1

Oncom 2.30±3.69 159.3±179.7 2.14±4.04 195.3±412.7

Kecap 1.63±2.98 9.2±10.8 1.07±3.03 11.6±30.4

Kacang tanah 0.73±1.41 18.10±17.7 0.45±0.58 7.9±13.6

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

(29)

sebesar (538.1±464.1)gram/minggu. Dari kelima jenis pangan nabati tersebut yang paling jarang dikonsumsi yaitu kacang tanah. Frekuensi makan kacang tanah pada contoh dengan kadar asam urat normal yaitu (0.73±1.41) kali/minggu dan jumlah konsumsi kacang tanah sebesar (18.10±17.7) gram/minggu sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu (0.45±0.58) kali/minggu dan jumlah konsumsi kacang tanah sebesar 7.9±13.6 gram/minggu.

Terdapat lima jenis sayur yang dikonsumsi oleh contoh yaitu sawi, wortel, daun melinjo, daun singkong dan daun katuk. Sayur yang paling sering dikonsumsi pada kedua kelompok contoh yaitu sawi. Menurut Khomsan (2005), bahwa sayuran yang dibatasi konsumsinya adalah bayam, kangkung, daun melinjo, buncis, kembang kol, jamur, dan asparagus. Jenis sayuran tersebut dapat memicu peningkatan kadar asam urat pada seseorang.

Tabel 17 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi sayur contoh

Jenis pangan

Daun singkong 0.85±1.39 65.7±85.3 0.47±0.67 22.02±36.2

Daun katuk 0.42±1.38 16.6±88.5 0.28±0.46 23.8±10.9

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Rata-rata konsumsi sawi pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal adalah (1.28±1.38) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (196.2±53.0) gram/minggu. Sedangkan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah (0.90±0.99) kali/minggu dan dan jumlah konsumsi sebesar (67.8±90.5) gram/minggu. Dari kelima jenis sayur tersebut yang paling jarang dikonsumsi yaitu daun katuk. Frekuensi konsumsi daun katuk pada contoh dengan kadar asam urat normal yaitu (0.42±1.38) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (16.6±88.5) gram/minggu. Sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu (0.28±0.46) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (23.8±10.9) gram/minggu.

Berikut ini adalah tabel rataan frekuensi konsumsi buah pada kedua kelompok contoh. Terdapat lima jenis buah yang dikonsumsi oleh contoh yaitu papaya, pisang, apel, jeruk dan jambu biji. Buah yang paling sering dikonsumsi pada kedua kelompok contoh yaitu pepaya.

(30)

urat tinggi yaitu (0±0) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (0±0) gram/minggu.

Tabel 18 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi buah contoh

Jenis pangan

Pepaya 1.26±1.52 235.5±73.3 1.04±0.70 116.6±199.4

Pisang 1.07±0.85 201.8±107.2 0.78±0.57 164.3±213.3

Apel 0.04±0.196 92.6±25.0 0.57±1.56 121.3±56.6

Jeruk 0.22±0.29 9.3±10.6 0.16±0.30 14.2±26.4

Jambu biji 0.01±0.04 92.3±35.7 0±0 0±0

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Berikut ini adalah tabel rataan frekuensi konsumsi minuman pada kedua kelompok contoh. Terdapat tiga jenis minuman yang dikonsumsi oleh contoh yaitu kopi, teh dan susu kental manis. Minuman yang paling sering dikonsumsi pada kedua kelompok contoh yaitu kopi.

Tabel 19 Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi jenis minuman contoh

Jenis pangan

Susu kental manis 0.55±1.47 19.1±10.8 0.53±0.86 24.64±62.5

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Rata-rata konsumsi kopi pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal adalah (2.91±3.33) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (148.2±10.8) gram/minggu. Sedangkan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah (2.65±4.54) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (127.6±29.4) gram/minggu. Dari ketiga jenis minuman tersebut yang paling jarang dikonsumsi yaitu susu kental manis. Frekuensi konsumsi susu kental manis pada contoh dengan kadar asam urat normal yaitu (0.55±1.47) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (19.1±10.8) gram/minggu sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu (0.53±0.86) kali/minggu dan jumlah konsumsi sebesar (24.64±62.5) gram/minggu.

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

(31)

asupan contoh dibagi dengan rataan Angka Kecukupannya berdasarkan AKG WKNPG VIII. Sedangkan untuk karbohidat dan lemak tidak dihitung tingkat kecukupannya dikarenakan zat gizi tersebut tidak memiliki angka kecukupan.

Konsumsi Energi. Energi yang dibutuhkan oleh lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh orang dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda. Asupan gizi seimbang sangat diperlukan tubuh jika ingin awet muda dan berusia lanjut dalam keadaan tetap sehat (Fatmah 2010).

Kebutuhan kalori untuk lansia menurun sekitar 5% pada usia 40-49 tahun dan 10% pada usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun. Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk wanita lanjut usia (>60 tahun) adalah 1850 kalori. Menurut WHO dalam Fatmah (2010), seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya menurunkan konsumsi energi sebanyak 5% dari kebutuhan sebelumnya, kemudian pada usia 50 tahun dikurangi 10%, dan setelah berusia diatas 70 tahun dikurangi 10%.

Tabel 20 Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi contoh

Variabel Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

Asupan energi (kkal) 1933±618 1740±673 1836±645

Angka Kecukupan Energi (kkal) 1637±74 1714±65 1675±69

Tingkat Kecukupan Energi (%) 111±36 101±38 106±37

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Rata-rata asupan energi kelompok contoh dengan kadar asam urat normal yaitu sebesar 1933 kkal dan contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu sebesar 1740 kkal. Tingkat kecukupan energi pada kelompok contoh kadar asam urat normal yaitu 111% dan contoh kadar asam urat tinggi yaitu 101%. Hal ini menunjukkan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) pada kedua kelompok contoh termasuk ke dalam kategori normal. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi energi pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.307).

Penderita gout harus benar-benar memperhatikan jumlah konsumsi energi sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan berat badan harus diturunkan dengan memperhatikan jumlah konsumsi energi. Jumlah energi juga dijaga agar tidak mengakibatkan kurang gizi atau berat badan di bawah normal. Kekurangan energi dapat meningkatkan asam urat serum karena adanya keton bodies yang dapat mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin (Uripi et al. 2002).

(32)

hewani lainnya karena kebutuhan asam amino esensial meningkat pada usia lanjut (Fatmah 2010).

Rekomendasi asupan protein pada lansia tidak berubah, beberapa studi menunjukkan bahwa asupan protein 1g/kg berat badan dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh. Akan tetapi konsumsi protein 1- 1,25g/kg berat badan secara umum aman untuk lansia. Kebutuhan akan protein akan meningkat sejalan dengan adanya penyakit akut dan kronis (Fatmah 2010).

Tabel 21 Asupan dan Tingkat Kecukupan Protein contoh

Variabel Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

Asupan protein (gram) 71±30 73±47 72±39

Angka Kecukupan Protein (gram) 47±2 49±2.1 48±2.3

Tingkat Kecukupan Protein (%) 149±63 148±94 148±78

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

Rata-rata asupan protein kelompok contoh dengan kadar asam urat normal yaitu sebesar 71 gram dan contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu sebesar 73 gram. Tingkat kecukupan protein pada kelompok contoh kadar asam urat normal yaitu 149% dan contoh kadar asam urat tinggi yaitu 149%. Hal ini menunjukkan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) pada kedua kelompok contoh termasuk ke dalam kategori lebih. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi protein pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.138).

Protein dapat meningkatkan produksi asam urat. Oleh karena itu, penderita gout diberi diet rendah protein, terutama protein yang berasal dari bahan pangan hewani. Sumber protein yang disarankan yang berasal dari susu, keju dan telur (Sutanto 2013). Menurut Khomsan (2005) asupan protein perlu dibatasi karena dapat merangsang biosintesis asam urat dalam tubuh.

Konsumsi Lemak. Kebutuhan lemak normal adalah 10-25% dari kebutuhan energi total. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin, dan lemak hewan. Selain itu juga ada kacang-kacangan, biji-bijian, daging sapi, krim, susu, keju dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sedangkan sumber utama kolesterol adalah hati, ginjal, dan kuning telur. Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, penghemat protein, pemberi rasa kenyang dan kelezatan, pelumas, pemelihara suhu tubuh, dan pelindung organ tubuh (Almatsier 2003).

Tabel 22 Asupan lemak contoh

Variabel Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

Asupan lemak (gram) 36±14 32±19 34±17

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi.

(33)

gram. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi lemak pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.273).

Asam urat memiliki kelarutan yang rendah dalam darah sehingga memerlukan batasan terhadap asupan makanan yang dapat menurunkan kelarutannya dalam darah. Salah satu zat gizi yang dapat menurunkan kelarutan asam urat dalam darah yaitu lemak. Konsumsi lemak pada penderita gout harus dibatasi terutam lemak jenuh. Lemak memiliki dampak negatif terhadap asam urat, karena dapat menghambat ekskresi atau pembuangan asam urat melalui urine. Semakin banyak mengonsumsi lemak maka gangguan pembuangan semakin besar (Sutanto 2013). Asupan lemak yang disarankan yaitu sebanyak 15% dari total kalori. Selain itu penderita gout harus membatasi konsumsi santan, daging berlemak, margarine, mentega dan makanan yang diolah dengan minyak.

Konsumsi Karbohidrat. Secara normal, karbohidrat yang dibutuhkan adalah 60-75% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. Fungsi karbohidrat selain sebagai sumber energi utama adalah pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, dan membantu pengeluaran feses. Sumber karbohidrat adalah serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula (Almatsier 2003).

Tabel 23 Asupan karbohidrat contoh

Variabel Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

Asupan karbohidrat (gram) 365±164 303±117 334±141

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi

Rata-rata asupan karbohidrat kelompok contoh dengan kadar asam urat normal yaitu sebesar 365 gram dan contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu sebesar 303 gram. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi karbohidrat pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.147).

Konsumsi karbohidrat yang berlebihan dan kelainan metabolisme akan meningkatkan laju pembersihan asam urat. Kelaianan metabolisme disebabkan oleh defisiensi enzim glukosa 6-phospatase. Defisiensi enzim ini akan menyebabkan glikogen tidak dapat digunakan sebagai cadangan sumber energi, sehingga tubuh menggunakan sumber energi lainnya yaitu lemak dan protein dengan hasil sampingan asam laktat dan keton. Non ketogenik merupakan reaksi metabolsime dari zat gizi tersebut tidak menghasilkan badan keton sebagai sampingannya yang dapat menimbulkan keracunan (Mayers 2003).

(34)

Konsumsi Bahan Makanan Yang Mengandung Purin

Purin adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi secara normal atau karena penyakit tertentu (Sutanto 2013). Purin yang berasal dari makanan merupakan hasil pemecahan nucleoprotein makanan yang dilakukan oleh dinding saluran cerna, sehingga mengonsumsi makanan tinggi purin akan meningkatkan kadar asam urat.

Tabel 24 Asupan purin contoh

Variabel Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

Asupan purin (mg) 358±286 354±267 365±277

Keterangan : data disajikan dalam bentuk rata-rata±standar deviasi

Rata-rata asupan purin pada kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Asupan purin pada kelompok contoh dengan kadar asam urat normal yaitu 358 mg dan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi yaitu 354 mg. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi protein pada kedua kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.970). Pada umumnya, contoh sudah tidak mengonsumsi makanan yang tinggi purin yang berasal dari pangan hewani. Bahan pangan hewani yang mengandung purin yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh yaitu daging ayam, telur ayam, ikan asin, ikan laut dan ikan teri. Sedangkan pangan nabati yaitu tempe, tahu, daun melinjo dan daun singkong.

Pada dasarnya, asam urat terbentuk dari pemecahan karbohidrat, lemak dan protein. Diet purin yang ketat tidak signifikan dapat menurunkan cadangan asam urat dalam tubuh. Hanya saja tetap dianjurkan bagi penderita gout untuk menghindari makanan yang mengandung tinggi purin (≥400 mg purin/100 gram bahan makanan) seperti ikan laut yang diawetkan, usus, babat, jamur, limpa, hati sapi, ikan sarden, ragi roti dan makanan yang diawetkan (Grahame et al. 2003). Menurut Choi et al. (2005) makanan tinggi purin yang meningkatkan resiko peningkatan kadar asam urat yaitu daging dan seafood.

Seseorang yang memiliki kadar asam urat serum lebih dari 10 mg/dl telah terjadi pembengkakan sendi dan makanan yang mengandung purin harus dibatasi. Orang normal umumnya mengonsumsi 600-1000 mg purin per hari. Oleh karena itu, diet bagi penderita gout harus dikurangi kandungan purinnya hingga hanya mengonsumsi sekitar 100-150 mg purin per hari (Uripi et al. 2002). Makanan dengan kandungan purin sedang (100-400 mg purin/100 gram bahan), contohnya kacang-kacangan, daging sapi, ayam asparagus, kangkung, bayam, wheat germ, daun melinjo, dan biji melinjo. Kandungan purin rendah (dapat diabaikan) dapat dimakan setiap hari. Contohnya adalah nasi, ubi, singkong, jagung, bihun, puding, telur, susu, keju, kopi, sereal, dan lain-lain (Grahame et al. 2003).

Status Gizi

(35)

Pengukuran IMT bertujuan untuk melihat tingkat obesitas responden. Hiperurisemia memiliki hubungan yang kuat dengan obesitas dan peningkatan berat badan. Keadaan obesitas merupakan faktor resiko hiperurisemia dan dapat dipakai untuk memprediksi kejadian gout pada seseorang (Akram et al. 2011). Sebagian besar contoh pada kedua kelompok memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 34 orang (70,8%).

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status Gizi Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Kurang 2 7.4 1 4.8 3 6.2

Normal 19 70.4 15 71.4 34 70.8

Lebih 6 22.2 5 23.8 11 22.9

Total 27 100 21 100 48 100

Contoh dengan kadar asam urat normal yang memiliki status gizi kurang sebanyak 2 orang (7.4%), yang memiliki status gizi normal sebanyak 19 orang (70.4%), dan yang memiliki status gizi lebih yaitu sebanyak 6 orang (22.2%). Contoh dengan kadar asam urat tinggi yang memiliki status gizi kurang sebanyak 1 orang (4.8%), yang memiliki status gizi normal sebanyak 15 orang (71.4%), dan yang memiliki status gizi lebih yaitu sebanyak 5 orang (23.8%). Hasil uji beda menunjukkan status gizi pada kedua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.946).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Namun, karena keterbatasan fisik yang dimilikinya akibat pertambahan usia serta perubahan dan penurunan fungsi fisiologis, maka lansia memerlukan beberapa penyesuaian dalam melakukan aktivitas fisik sehar-hari (Fatmah 2010). Aktivitas fisik dalam penelitian ini meliputi aktivitas individu dalam satu hari dan kebiasaan olahraga.

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik

Aktivitas Fisik

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Ringan 22 81.5 17 81 39 81.2

Sedang 5 18.5 4 19 9 18.8

Total 27 100 21 100 48 100

(36)

aktivitas fisik sedang. Pada contoh dengan kadar asam urat tinggi, terdapat 17orang (81%) yang memiliki aktivitas fisik ringan dan terdapat 4 orang (19%) yang memiliki aktivitas fisik sedang. Hasil uji beda menunjukkan aktivitas fisik pada kedua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.783).

Sebagian besar contoh melakukan aktivitas santai, mengurus cucu, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pengajian. Rata-rata contoh melakukan aktivitas santai selama (2.93±0.77) jam, mengurus cucu selama (2.47±2.25) jam, mengerjakan pekerjaan rumah tangga selama (2.16±1.02) jam, dan pengajian selama (1.75±0.5) jam. Ada beberapa alasan penting aktivitas fisik dapat menjaga kondisi tubuh tetap sehat, diantaranya meningkatkan kelenturan otot serta menguatkan dan memperpanjang daya tahan otot (Fatmah 2010). Hanya saja lansia pada umumnya mengurangi aktivitas fisik seiring dengan pertambahan usianya sehingga masih banyak contoh yang termasuk kedalam kategori aktivitas ringan.

Latihan aerobik dengan latihan beban juga dapat mempertahankan massa tulang. Karena seringnya masalah persendian pada lanjut usia, aktivitas dengan beban ringan seperti berjalan merupakan aktivitas aerobik yang mudah, praktis dan sering dilakukan. Untuk hasil yang positif, latihan sedang dianjurkan paling sedikit 30 menit tiga kali seminggu (Komnas Lansia 2010). Berikut ini adalah sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga.

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga

Kebiasaan Olahraga

Kadar asam urat

Normal Tinggi Total

n % n % n %

Olahraga 16 59.3 10 47.6 26 54.2

Tidak olahraga 11 40.7 11 52.4 22 45.8

Total 27 100 21 100 48 100

Sebanyak 16 orang (59.3%) contoh dari kelompok kadar asam urat normal memliki kebiasaan olahraga dan 11 orang (40.7%) yang tidak memiliki kebiasaan olahraga. Pada kelompok kadar asam urat tinggi terdapat 10 orang (47.6%) yang memiliki kebiasaan olahraga dan sebanyak 11 orang (52.4%) yang tidak memiliki kebiasaan olahraga. Alasan contoh tidak melakukan olahraga dikarenakan contoh tidak sempat dan merasa malas berolahraga. Gejala fisik seperti nyeri sendi, mudah letih dan capek menjadi alasan contoh menjadi malas berolahraga.

Sebagian besar contoh lebih memilih olahraga jalan kaki sebagai jenis olahraga rutin yang dilakukan. Waktu untuk kegiatan olahraga berkisar 30 menit sampai 1 jam dengan frekuensi 2-5 kali seminggu. Olahraga jalan kaki merupakan olahraga yang memiliki tingkat cidera paling rendah sehingga cocok untuk lansia. Menurut Wirakusumah (2004), pada masa menopause disarankan memilih olahraga yang tidak terlalu berat, seperti jalan kaki yang dilakukan secara teratur.

Hubungan Antar Variabel dengan kadar asam urat

(37)

kebiasaan olahraga. Variabel karakteristik individu contoh (usia dan usia menopause), pola konsumsi (konsumsi air dan kebiasaan minum kopi), status gizi, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman.

Tabel 28 Nilai p antar variabel

Variabel p value r

Usia 0.513 0.097

Konsumsi air 0.594 0.079

Kebiasaan minum kopi 0.546 -0.089

Status gizi 0.797 0.038

Aktivitas fisik 0.964 0.007

Kebiasaan olahraga 0.433 0.116

Hubungan usia dengan kadar asam urat

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kadar asam urat contoh (p=0.513). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fajarina (2012). Dalam hal ini tidak signifikannya penelitian mungkin lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor-faktor diatas yang tidak diteliti oleh peneliti, seperti stress dan lain-lain. Selain itu usia contoh hampir homogen dan berada dalam kategori yang sama.

Diketahui enzim urikinase yang mengoksidasi asam urat menjadi alotonin yang mudah dibuang akan menurun seiring dengan bertambah tuanya umur seseorang. Jika pembentukan enzim ini terganggu maka kadar asam urat darah menjadi naik (Andry 2009). Penelitian pada 50.000 laki-laki dan 30.000 wanita di Jepang non hiperurisemia yang menerima pemeriksaan tahunan pada instansi kesehatan tahun 1989-1998 menemukan bahwa selang beberapa waktu serum asam urat mengalami kenaikan pada semua kelompok. Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa tidak selalu orang yang berusia lebih tua cenderung memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi (Kuzuya et al. 1998 dalam Festy 2010).

Hubungan konsumsi air dengan kadar asam urat

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi air dengan kadar asam urat lansia wanita (p=0.594). Penelitian Diantari (2013) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara cairan dengan kadar asam urat pada wanita usia 50-60 tahun. Hal ini bertentangan dengan teori. Manusia memenuhi kebutuhan air dari luar tubuh melalui minuman dan makanan. Minuman memiliki kontribusi tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan air pada tubuh manusia. Cairan merupakan salah satu media pembuangan hasil metabolit tubuh. Jika seseorang mengonsumsi cairan dalam jumlah tinggi, reabsorpsi air diginjal menurun dan ekskresi zat terlarut air meningkat. Asupan minimal cairan pada lansia yaitu sebesar 1500 ml perhari (Diantari et al. 2013).

Hubungan kebiasaan minum kopi dengan kadar asam urat

(38)

(p=0.546). Hal ini sejalan dengan penelitian Fajarina (2012), tidak terdapat hubunhgan yang signifikan antara konsumsi kopi dengan kadar asam urat.

Menurut Choi et al. (2007) dalam sampel perwakilan nasional pada pria dan wanita di Amerika Serikat, tingkat serum asam urat memiliki korelasi yang signifikan terhadap konsumsi kopi, tingkat serum asam urat menurun dengan meningkatnya konsumsi kopi, tetapi tidak dengan asupan teh. Konsumsi 1-3 cangkir kopi per hari menurunkan risiko gout hingga 8%. Risiko itu menurun hingga 40% bila minum 4-5 kopi per hari. Bahkan pada pecandu kopi yang mengonsumsi 6 cangkir kopi atau lebih per hari penurunannya sekitar 60%. Penelitian prospektif lainnya yang dilakukan oleh Choi et al. (2010), menunjukkan bahwa konsumsi kopi dalam jangka panjang juga dapat menurunkan risiko insiden gout pada perempuan.

Hubungan status gizi dengan kadar asam urat

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kadar asam urat lansia wanita (p=0.797). Semakin tinggi IMT maka semakin tinggi risiko menderita obesitas. Hasil uji ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tyas (2009) yang menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar asam urat darah pada responden.

Menurut penelitian Catherine (2004), terdapat hubungan yang kuat antara berat badan dengan kadar asam urat orang dewasa di Amerika Serikat. Menurut Lyu et al. (2000) obesitas merupakan salah satu faktor risiko gout. Hal ini diduga karena terjadi peningkatan kadar leptin, yaitu zat yang berfungsi meregulasi konsentrasi asam urat dalam darah, sehingga memicu terjadinya hiperurisemia (Hayden et al. 2007). Hiperurisemia merupakan penyakit yang berhubungan dengan obesitas. Penderita obesitas akan mengalami hiperurisemia akibat peningkatan sintesis asam urat dan penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal. Keadaan obesitas merupakan faktor resiko hiperurisemia dan dapat dipakai untuk memprediksi kejadian gout pada seseorang (Akram et al. 2011). Tidak adanya hubungan antara status gizi dengan kadar asam urat diduga karena hampir sebagian contoh memiliki status gizi normal.

Hubungan aktivitas fisik dengan kadar asam urat

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar asam urat pada lansia wanita (p=0.964) dan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kadar asam urat lansia wanita (p=0.433). Aktivitas yang dilakukan oleh manusia erat kaitanya dengan kadar asam urat yang terdapat dalam darah. Beberapa pendapat menyatakan bahwa aktivitas yang berat dapat memperberat penyakit gout atau penyakit asam urat yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah. Olah raga atau gerakan fisik akan menyebabkan peningkatan kadar asam laktat. Meningkatnya kadar asam laktat dalam darah maka pengeluaran asam urat mengalami penurunan sehingga kandungan asam urat dalam tubuh meningkat (Wiliams 2008).

Gambar

Gambar 1  Skema kerangka pemikiran hubungan pola konsumsi, status gizi, dan
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Kandungan purin dalam bahan makanan
Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
+6

Referensi

Dokumen terkait

Menganalisis hubungan antara asupan gizi (karbohidrat, lemak, natrium, dan serat), pola konsumsi pangan (pencegah dan pemicu hipertensi), gaya hidup, dan status

Berdasarkan hasil analisis diperoleh tidak terdapat perbedaan karakteristik; tingkat konsumsi energi; tingkat konsumsi karbohidrat; tingkat konsumsi lemak; keluhan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di

Hubungan antara uang saku, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik dengan densitas energi konsumsi, status gizi dan daya ingat

Gambaran Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji ( Fast Food), Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Remaja di SMA Negeri 1 Padangsidimpuan..

Berdasarkan hasil analisis diperoleh terdapat perbedaan tingkat konsumsi energi; tingkat konsumsi protein; dan aktivitas fisik; namun tidak ada perbedaan tingkat

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola konsumsi pangan, status gizi, tingkat kecukupan energi, protein, kalsium, dan fosfor; mengkaji aktivitas fisik; mengkaji

Tingkat konsumsi zat gizi makro Berdasarkan hasil pengumpulan data tingkat konsumsi zat gizi makro energi, protein, lemak, dan karbohidrat pada sampel, diperoleh hasil yaitu rata-rata