• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan Sebagai Executing Agent (Studi Kasus: PT Bank Muamalat Tbk Cabang Bogor).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan Sebagai Executing Agent (Studi Kasus: PT Bank Muamalat Tbk Cabang Bogor)."

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Sudarsono (2004), awal mula dicetuskan ide pendirian bank syariah terjadi pada tahun 1970–an. Pembicaraan mengenai bank syariah muncul dalam sebuah seminar hubungan Indonesia–Timur Tengah pada tahun 1974 dan tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Bhineka Tunggal Ika dan Lembaga Studi Ilmu–Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Pengembangan pemikiran tentang perlunya bank syariah mulai melanda Indonesia sejak saat itu. Cikal bakal bank syariah di Indonesia dimulai dari berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 24 1 Nopember 1991 dan mulai beroperasi sejak 1 Mei 1992.

Pada akhir tahun 1990–an, Indonesia sempat dilanda krisis moneter hingga menyebabkan kondisi perekonomian menjadi tidak stabil. Bank Muamalat Indonesia juga terkena dampak dari krisis tersebut karena terjadi lonjakan persentase kredit macet. Persentase Non Performing Financing (NPF) meningkat tajam hingga mencapai angka 60% pada tahun 1998. Bank Muamalat Indonesia tercatat mengalami kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Pihak manajemen bank harus segera memperkuat permodalan dengan mencari pemodal potensial. Hal itu ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.1

Indonesia kembali terimbas krisis moneter sebagai dampak dari subprime mortgage di Amerika pada tahun 2008-2009. Tapi, krisis kali ini tidak terlalu berdampak terhadap pertumbuhan perbankan syariah dalam negeri. Hal ini mengingat tingkat pengembalian bank syariah tidak mengacu pada suku bunga melainkan bagi hasil, sehingga bank syariah dapat menjalankan kegiatannya tanpa terganggu kenaikan suku bunga.2 Menurut Dr. Rifki Ismal, peningkatan tren pertumbuhan bank syariah justru semakin pesat hingga akhir September 2011. Pertumbuhan aset bank syariah mencapai Rp 234,4 triliun, DPK mencapai Rp 97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Berikut disajikan tabel penyaluran dana BUS dan UUS selama dua tahun terakhir.

1

http://www.muamalatbank.com/home/about/profile

2

http://suryodesign.wordpress.com/tag/visi-misi-perbankan-syariah/ 3

(2)

4

http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Publikasi+Lain/Publikasi+Lainnya/Outlook+Perbankan+Sy ariah+2012.htm

Tabel 1. Penyaluran dana BUS dan UUS 2010–2011

(Rp Triliun) Penyaluran Dana Oktober 2010 Oktober 2011 Growth

Nominal Share (%)

Nominal Share (%)

Nominal (%) Total penyaluran dana 83,81 100 122,73 100 38,92 46,43 Pembiayaan 62,99 75,16 96,62 78,72 33,62 53,38 Piutang Murabahah 34,83 41,56 52,06 42,42 17,23 49,46 Piutang Qardh 3,29 3,93 13,02 10,61 9,72 295,17 Mudharabah 8,41 10,04 10,14 8,26 1,73 20,54 Musyarakah 13,42 16,01 17,73 14,45 4,31 32,11

Lainnya 3,04 3,62 3,67 2,99 0,64 20,92

Antar Bank 3,64 4,34 3,66 2,98 0,02 0,49

Penempatan di BI 11,19 13,35 16,21 13,21 5,02 44,89 Surat Berharga 5,67 6,76 5,94 4,84 0,27 4,78 Penyertaan 0,09 0,10 0,05 0,04 (0,04) (46,59) Tagihan Lainnya 0,24 0,28 0,26 0,21 0,02 9,32 Sumber: http://www.bi.go.id (Publikasi Outlook Perbankan Syariah 2012)

Pada Tabel 1. penyaluran dana Badan Usaha Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), pembiayaan murabahah paling mendominasi dengan jumlah mencapai Rp52,06 triliun atau 42,42%. Pembiayaan musyarakah menduduki peringkat kedua terbesar yang mencapai Rp17,73 triliun (14,45%), dan pembiayaan qardh sebesar Rp13,02 triliun (10,61%). Penyaluran dana berupa qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17%. Peningkatan pembiayaan qardh ini didisebabkan peningkatan qardh (gadai) emas.

(3)

Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan di Indonesia. Ancaman dampak krisis luar negeri dapat diatasi dengan memperbaiki infrastruktur khususnya di dalam organisasi perbankan syariah. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir banyak bank syariah yang telah melakukan pembenahan dengan memperkuat aspek regulasi dan koordinasi kebijakan dengan pihak terkait termasuk pelaku usaha sektor riil. Penyediaan produk–produk syariah juga dapat memberi nilai tambah tersendiri. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali (Pasal 3 UU Perbankan Syariah Tahun 2008).

BMI terus melakukan peningkatan portofolio penghimpunan dana dan pembiayaan. Hal itu dilakukan untuk mendiversifikasi risiko dan meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan. Penghimpunan dana Bank Mumalat mengalami peningkatan dari tahun 2008–2011. Pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat 14,5% pada akhir 2008 menuju 2009. Pada akhir 2009 ke 2010 peningkatan volume penghimpunan dana mencapai 17% dan pada akhir 2011 pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat hingga 31%dibandingkan posisi akhir 2010. Laju pertumbuhan dana pihak ketiga dihasilkan dari peningkatan jumlah rekening baru dan saldo rekening nasabah aktif.5

Seiring dengan peningkatan dana simpanan oleh para nasabah, bank syariah dapat lebih mengusahakan dana tersebut untuk pembiayaan. Keuntungan dari usaha dalam beberapa produk pembiayaan biasanya akan dibagi melalui nisbah bagi hasil. Mengingat sebagian besar DPK yang diterima oleh bank syariah nantinya akan diinvestasikan kepada mudharib, tidak salah jika risiko yang dialami oleh pihak bank juga semakin besar. Bank juga mengalami risiko pengurangan modal jika ternyata investasi yang dilakukan mengalami kegagagalan atau macet. Risiko yang dapat mengakibatkan pengurangan modal adalah munculnya unexpected loss (kerugian yang tidak diharapkan) dalam jumlah besar. Unexpected loss nantinya akan di–backup dari modal bank syariah.

5

(4)

Menurut Risk Management Guide IFSB Tahun 2004, bank syariah memiliki tiga risiko terkait dengan usaha pembiayaan yang dilakukan. Pertama, potensi munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan risiko reputasi seperti yang terjadi di bank konvensional. Kedua, equity investment risk yang timbul ketika bank melakukan partnership (syirkah). Ketiga, rate of return risk terkait dengan perubahan ekspektasi return pemilik dana investasi. Secara umum, potensi perbedaan karakteristik risiko pada bank syariah (dibandingkan bank konvensional) bersumber dari kewajiban memenuhi prinsip syariah maupun dampak dari variasi akad yang digunakan.

Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Prinsip mengenal nasabah merupakan prinsip yang harus diterapkan perbankan sekurang–kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Perlindungan nasabah antara lain dilakukan dengan cara adanya mekanisme pengaduan nasabah, meningkatkan transparansi produk, dan edukasi terhadap nasabah.

(5)

Target penyaluran pembiayaan untuk setiap AM tidak sama. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian level/grade Sumber Daya Insani (SDI) pembiayaan yang berbeda–beda. Pada grade terendah atau grade 11 biasanya ditempati oleh SDI financing yang baru masuk dengan target pembiayaan Rp 1,25 miliar per bulan. Marketing financing yang termasuk dalam grade 12 memiliki target pembiayaan sebesar Rp 1,5 miliar per bulan, grade 13 sebesar Rp 1,75 miliar per bulan, dan grade 14 sebesar Rp 2,5 miliar per bulan (meningkat Rp 500 juta dari tahun–tahun sebelumnya yang hanya Rp 2 miliar).

Target penyaluran pembiayaan untuk setiap Account Manager dapat meningkat jika target pembiayaan yang dibebankan oleh pusat kepada Bank Muamalat di setiap cabang meningkat. Target pembiayaan yang tersebut nantinya akan dibagi untuk tiap–tiap Account Manager yang ada di setiap cabang. Namun, peningkatan target pembiayaan BMI umumnya tidak disertai dengan penambahan jumlah Account Manager di setiap cabang, seperti di BMI Cabang Bogor. Situasi seperti ini tentunya membuat beban kerja Account Manager menjadi lebih berat dan tidak menutup kemungkinan munculnya kesalahan dalam menganalisis Usulan Pembiayaan (UP).

Sebagian besar proses pembiayaan masih dilakukan oleh Account Manager Cabang Bogor sehingga membuat budget operasional dalam proses pembiayaan sering meningkat. Faktor waktu, tenaga, dan padatnya jadwal meeting dengan target pembiayaan yang lain juga menjadi pertimbangan dalam meranking calon mudharib. Account Manager lebih terfokus pada calon mudharib yang mengajukan pembiayaan dengan plafond besar, dibanding calon mudharib yang mengajukan pembiayaan dalam jumlah kecil dengan jarak tempuh trade checking yang cukup jauh. Hal ini mengingat faktor profitabilitas yang sekiranya akan diterima dari setiap mudharib sebelum melakukan proses pembiayaan lebih lanjut.

(6)

Account Manager juga mengalami kendala dalam melakukan tugasnya karena muncul kebijakan baru untuk produk pembiayaan, khususnya pembiayaan anggota koperasi. Tercatat sejak Juli 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset mengalami peningkatan dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta. Peningkatan plafond pembiayaan ini tidak disertai dengan penambahan jaminan atas pembiayaan yang diajukan. Calon mudharib yang mengajukan fasilitas pembiayaan hingga Rp 100 juta masih bisa diberikan akta perjanjian pemberian jaminan cessie. Dalam perjanjian cessie, mudharib tidak perlu memberikan jaminan tambahan seperti cash collateral maupun fix asset. Cessie yang dijaminkan adalah 125% dari jumlah total hutang (harga jual) seluruh karyawan (anggota koperasi) dan harus dilakukan pengikatan secara notariel dihadapan notaris yang ditunjuk oleh Bank Muamalat.

Tantangan kerja Account Manager kembali diuji dengan munculnya kebijakan baru yang menyebutkan bahwa anggota koperasi yang mengajukan pembiayaan dengan plafond Rp 100 juta harus melalui koperasi karyawan yang telah berbadan hukum syariah. Kebijakan tersebut akan mulai efektif per Juni 2012. Faktanya, banyak koperasi karyawan yang masih belum berbadan hukum syariah. Bentuk badan hukum syariah membuat koperasi harus merubah Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) juga perubahan pembukuan/akuntansi. Setelah berbadan hukum syariah, koperasi juga berfungsi sebagai institusi Zakat, Infaq, Sedekah, Waqaf, Fidyah (Ziswaf).

(7)

Kendala yang dialami oleh AM dan juga risiko yang ditimbulkan dari penyaluran produk pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing juga cessie membuat BMI harus lebih jeli dalam mengelola perkiraan kerugian yang akan muncul atas produk ini. Perkiraan kerugian yang muncul atas pembiayaan yang disalurkan dapat dihitung dengan menggunakan dua metode pengukuran risiko pembiayaan, yakni metode Standardized Approach dan Internal Ratings Based Approach. Pengukuran risiko pembiayaan berdasarkan metode Standardized Approach tidak diperkenankan oleh Bank Indonesia karena metode tersebut memberikan bobot yang sama terhadap risiko pembiayaan tanpa mempertimbangkan kondisi makro dan mikro perekonomian, jenis pembiayaan, kualitas pembiayaan, limit pembiayaan dan jatuh tempo pembiayaan. Bank Indonesia mengizinkan penggunaan Internal Ratings Based Approach sebagai metode pengukuran risiko pembiayaan karena besarnya risiko pembiayaan yang akan dibentuk lebih mendekati kenyataan kerugian yang terjadi selama proses pemberian pembiayaan berlangsung.

Metode pengukuran yang dikembangkan oleh Basel Committee adalah CreditRisk+ dari Credit Suisse Financial Products (CSFP), CreditMetrics dari JP Morgan, dan Portfolio Manager dari KMV. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Crouchy, et al (2001) terhadap 1800 bond dalam 13 mata uang di Amerika Utara, Eropa, dan Asia sampai pada suatu kesimpulan bahwa model perhitungan kredit dengan memakai pendekatan Credit Metrics, Credit Risk+, dan KMV model dianggap menghasilkan perhitungan VaR kredit yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Ketiga model tersebut ternyata cukup valid digunakan untuk menghitung regulatory capital yang dapat menyerap risiko kredit, khususnya untuk obligasi dan kredit-kredit tanpa option feature.

(8)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran dalam latar belakang masalah, secara lebih spesifik dalam skripsi ini akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Strategi apa saja yang harus ditempuh oleh BMI untuk mengatasi munculnya risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum?

2. Berapa besar kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor?

3. Berapa besar economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss)? 4. Apakah metode CreditRisk+ cocok diaplikasikan dalam mengukur risiko

pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson? 1.3. Tujuan Penelitian

Skripsi ini membahas tentang pengukuran risiko pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan berupa fix asset pada BMI Cabang Bogor. Analisis risiko pembiayaan anggota koperasi yang menggunakan satu–satunya sumber pengembalian pembiayaan hanya berasal dari gaji karyawan ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi strategi–strategi apa saja yang dapat dilakukan oleh BMI untuk mengatasi dan meminimalisir kerugian akibat munculnya risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum?

2. Menganalisis nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor.

3. Menganalisis nilai economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss).

(9)

1.4. Manfaat Penelitian

Secara garis besar, skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang manajemen risiko perbankan, khususnya perbankan syariah di Indonesia. Dengan mengetahui jenis–jenis risiko pembiayaan, proses analisis pembiayaan dan forecasting atas karakteristik mudharib akan dilakukan secara lebih hati–hati agar tidak meningkatkan kolektibilitas pembiayaan. Pembahasan penelitian dapat membantu proses perhitungan kerugian yang diharapkan (expected loss) dan kerugian yang tidak diharapkan (unexpected loss) dalam risiko penyaluran pembiayaan produk–produk perbankan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Terdapat beberapa faktor yang membatasi penelitian dalam skripsi ini, yaitu: 1. Obyek penelitian adalah produk pembiayaan anggota koperasi yang

merupakan salah satu jenis produk pembiayaan konsumtif BMI.

2. Periode penelitian adalah selama tiga tahun, yakni dari tahun 2009–2011. 3. Data penelitian yang digunakan adalah data tahunan karena akses pencarian

data yang relatif mudah dari pihak BMI Cabang Bogor.

4. Pembahasan dibatasi dalam ruang lingkup pengukuran besarnya nilai kerugian expected loss, unexpected loss, dan economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor.

5. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan metode CreditRisk+ karena jenis pembiayaan yang dipilih bersifat konsumtif.

6. Pembiayaan anggota koperasi dinyatakan sebagai default jika termasuk ke dalam kolektibilitas tiga atau kemacetan pembayaran lebih dari 90 hari. Kondisi default juga berlaku untuk tingkat kolektibilitas empat dan lima. 7. Nilai eksposur yang digunakan antara Rp 10,5 juta hingga Rp 10,5 miliar.

Nilai pembiayaan yang default dan kurang dari Rp 10,5 juta tidak dimasukkan dalam sampel karena tidak ada dalam data.

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bank

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh para bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi Bank (Rivai dan Veithzal, 2008). Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang (Karim, 2007).

Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Presentase tertentu ini biasanya diterapkan per tahun (Triandaru dan Budisantoso, 2007).

Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa bank memiliki beberapa definisi. Pertama, bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. Kedua, bank adalah pencipta uang dimaksudkan bahwa bank menciptakan uang giral dan mengedarkan uang kartal. Ketiga, bank adalah pengumpul dana dan penyalur kredit berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana mengumpulkan dana kepada Surplus Spending Unit (SSU) dan menyalurkan kredit kepada Defisit Spending Unit (DSU).

Bank secara etimologi memiliki arti tempat untuk menukarkan uang. Bank secara lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dan menyalurkan dana, atau kedua-duanya, menghimpun dan menyalurkan (Kasmir, 2000).

(11)

Martono (2010) menyimpulkan bahwa pengertian bank telah mengalami evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri. Fungsi bank pada umumnya adalah (1) menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; (2) memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; (3) memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telan diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatakan taraf hidup rakyat banyak.

2.2. Bank Syariah

Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Quran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW (Triandaru dan Budisantoso, 2007).

Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan atau penabung), karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah (Wiroso, 2005).

(12)

Arifin (2009) menyebutkan bahwa bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.

Berdasarkan Ketentuan Umum Undang-undang No. 21 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Islam adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah islam dengan mengacu kepada Al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam (Siamat, 2004).

2.3. Pembiayaan Syariah

Kredit atau Credit berasal dari kata credere artinya “kepercayaan.” Apabila kita memahami arti dasar ini maka orang akan berhati-hati dalam menerima atau mengajukan kredit. Karena orang tidak akan sembarangan asal ambil kredit tanpa perhitungan yang matang. Kenapa? Karena apabila si penerima kredit (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan secara tertulis dengan kreditur (pemberi kredit), yang bersangkutan berarti sudah wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban sesuai pada waktunya). Dengan dmikian “kepercayaan” kepada penerima kredit tersebut sudah mulai berkurang yang tentunya akan merugikan debitur juga (Tamin, 2012).

(13)

Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa kredit berasal dari kata Italia credere yang artinya kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman berserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Kreditor percaya bahwa kredit itu tidak akan macet. Menurut Suyatno (1991), kredit adalah suatu kepercayaan, maksudnya adalah seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.

Pengertian kredit dalam Buku Seri Manajemen Bank No. 5 (1997: 31) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Selain itu, kredit juga bisa berarti kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

(14)

Purnamasari (2011) mendefisinikan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, yang berupa:

1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah;

2. Transaksi sewa–menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bi al–Tamlik;

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; 4. Transaksi pinjam–meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

5. Transaksi sewa–menyewa jasa berbentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan/kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan fee/ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Berikut adalah gambar 1. yang menggambarkan skema penyaluran dana (pembiayaan) dan penyediaan layanan perbankan pada bank syariah menurut Purnamasari (2011).

Gambar 1. Penyaluran dana Bank Syariah (Purnamasari 2011)

BANK SYARIAH

Kegiatan Penyaluran Dana/Pembiayaan (Financing)

Prinsip Bagi Hasil/Kerja Sama

Fee Based Service (Service/Ujrah)

Qardh

Mudharabah

Prinsip Jual Beli

Murabahah Istishna Salam

Musyarakah

Prinsip Sewa (Ijarah)

Letter of Credit (L/C) Impor Syariah

Hawalah Rahn/ Gadai

(15)

2.3.1 Prosedur Pembiayaan Anggota Koperasi

Pembiayaan anggota koperasi adalah pembiayaan yang disalurkan kepada koperasi karyawan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya (kolektif) yang mengajukan pembiayaan di koperasi karyawan. Koperasi karyawan (Kopkar) adalah koperasi primer yang berada di lingkungan perusahaan swasta, lembaga pemerintah, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beranggotakan pegawai tetap yang memiliki standar penggajian baku di perusahaan tempat anggota bekerja. Pembiayaan anggota koperasi merupakan jenis pembiayaan konsumer pola indirect, yakni pembiayaan yang diberikan kepada perorangan (anggota koperasi) melalui Kopkar untuk keperluan konsumsi dan bersifat non komersial, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, ketertiban umum, dan memenuhi syarat/ketentuan syariah.

Nasabah dari pembiayaan anggota koperasi adalah koperasi karyawan yang telah mendapat persetujuan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan anggota koperasi dari bank dan telah menandatangani akad dan dokumen pembiayaan lain yang dipersyaratkan. Dalam konsep produk pembiayaan anggota koperasi, nasabah berperan sebagai executing agent karena bank tidak memiliki hubungan langsung dengan para anggota koperasi karyawan. Proses pembiayaan dari nasabah (Kopkar) kepada anggotanya dilakukan dan menjadi tanggung jawab penuh nasabah sendiri. Sebagai konsekuensi dari skim executing, berlaku beberapa ketentuan terkait dengan tanggung jawab nasabah (Kopkar).

(16)

Tujuan pembiayaan harus dicantumkan dalam usulan pembiayaan anggota koperasi untuk menghindari penyalahgunaan dana yang tidak sesuai dengan prinsip syariah atau tidak sesuai tujuan semula. Penentuan keputusan plafond pembiayaan juga dipengaruhi oleh tujuan penggunaan dana dengan kesesuaian kebutuhan pinjaman. Jika ternyata dana yang diajukan tidak sesuai dengan penggunaan, pihak BMI dapat menurunkan/menyesuaikan plafond pembiayaan sesuai analisis bank.

Penentuan besarnya alokasi pembiayaan (plafond) untuk nasabah (Kopkar) disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan anggota koperasi, berdasarkan potensi gaji anggota, mengacu pada analisis pembiayaan yang berlaku di BMI, juga skala usaha perusahaan. Limit penyaluran pembiayaan nasabah (Kopkar) kepada anggotanya maksimal adalah Rp 100 juta per anggota dan tidak dipersyaratkan adanya jaminan tambahan dari anggota. Pembiayaan di atas Rp 100 juta per anggota harus disertai dengan jaminan tambahan atas nama Kopkar yang dititipkan ke BMI.

(17)

Beberapa dokumen jaminan selain Surat Perintah transfer dari karyawan ke rekening Kopkar di BMI adalah dokumen jaminan yang berupa kesanggupan bayar dari pihak–pihak terkait seperti dokumen pemotongan gaji, dokumen jaminan atas kelancaran pembayaran dan pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI, dan dokumen penutupan asuransi.

Dokumen pemotongan gaji meliputi tunjangan–tunjangan ataupun hak–hak yang timbul dalam bentuk apapun juga dari anggota Kopkar kepada bendahara gaji perusahaan tempat anggota Kopkar bekerja. Selain itu, dibutuhkan juga dokumen surat pernyataan dari bendahara gaji tempat anggota Kopkar bekerja untuk menjamin kelancaran pemotongan gaji, tunjangan, ataupun hak yang timbul dalam bentuk apapun dalam rangka pembayaran angsuran hutang pokok, margin, denda, dan biaya–biaya lain yang menjadi kewajiban anggota Kopkar, serta untuk pelunasan kewajiban anggota Kopkar jika status anggota sebagai karyawan terputus hubungan kerjanya oleh sebab apapun juga.

(18)

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam produk pembiayaan anggota koperasi adalah jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan kepada Kopkar disesuaikan dengan jangka waktu pembiayaan Kopkar kepada anggotanya. Terkait dengan hal itu, BMI memiliki aturan tersendiri, yakni khusus untuk Kopkar perusahaan swasta dengan aset kurang dari Rp 50 miliar periode pembiayaan hanya berlangsung antara 1 s/d 3 tahun. Periode tersebut dapat diperpanjang hingga 5 tahun jika pemohon pembiayaan adalah Kopkar dari instansi PNS, BUMN, TNI/POLRI, dan perusahaan swasta dengan aset ≥ Rp 50 miliar. Pembayaran angsuran pokok pembiayaan berikut bagi hasil dilakukan secara bulanan sesuai dengan jangka waktu dan jadwal yang telah disepakati antara BMI dan Kopkar. BMI tidak memberikan masa tenggang (grace period) setelah tanggal angsuran ditetapkan. Setelah mengetahui konsep/definisi pembiayaan anggota koperasi di BMI, tahap selanjutnya adalah penjelasan tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi yang harus dipahami oleh nasabah/Kopkar. Untuk mengetahui lebih jelas tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi di BMI, pada paragraf selanjutnya akan dibahas tentang tahapan pembiayaan anggota koperasi secara umum.

Nasabah yang telah memahami persyaratan pengajuan pembiayaan anggota koperasi di BMI, selanjutnya dapat langsung mengajukan permohonan pembiayaan dan mengisi form yang telah disediakan di bank. Pada tahap ini, nasabah (yang diwakili oleh pengurus Kopkar) menyampaikan keinginannya untuk melakukan kerjasama dengan BMI untuk memenuhi kebutuhan komsumtif anggota koperasi. Atas permohonan tersebut, account manager akan menggali informasi dan melakukan wawancara secara umum kepada pengurus koperasi tentang keperluan pembiayaan, jumlah dana yang diperlukan, dan berbagai hal lain yang nantinya akan dituangkan dalam UP.

(19)

Persyaratan untuk koperasi karyawan antara lain sebagai berikut:

1. Berbadan hukum (Surat pengesahan koperasi sebagai badan hukum dari Departemen Koperasi).

2. Anggaran Dasar koperasi dan Akta Perubahan koperasi.

3. Susunan pengurus koperasi yang sudah disahkan oleh Departemen Koperasi dan profil perusahaan Induk.

4. Mengajukan Surat permohonan pembiayaan ke BMI meliputi total pembiayaan, kegunaan, dan jangka waktu pembiayaan.

5. Merekap daftar nominatif anggota koperasi yang sudah diseleksi oleh Kopkar beserta plafond yang diminta oleh anggota koperasi.

6. Fotokopi rekening koran atas nama koperasi 3 (tiga) bulan terakhir.

7. Fotokopi KTP dan SK pengangkatan kepala Divisi SDM/Personnel Department Head Perusahaan Induk.

8. Surat pernyataan dari manajemen perusahaan dan pengurus koperasi untuk menjamin pembayaran atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh koperasi sampai dengan masa pelunasan dan apabila dalam RAT susunan pengurus berubah, kewajiban-kewajiban kepada bank tetap diteruskan oleh pengurus baru (bermaterai Rp 6000).

9. Nasabah yang dimaksud adalah Kopkar dari beberapa lembaga pemerintah, BUMN/BUMD, perusahaan multinasional, perusahaan besar yang telah masuk bursa (go public), atau perusahaaan swasta yang bonafit.

10. Akte Pendirian/Anggaran Dasar Nasabah telah mendapat pengesahan dari pejabat Kementrian Koperasi yang berwenang dan telah memiliki perizinan usaha lainnya seperti SIUP, TDP, dan NPWP.

(20)

Persyaratan untuk anggota koperasi antara lain sebagai berikut:

1. Tercatat sebagai karyawan tetap dengan masa kerja minimal dua tahun 2. Memiliki kondite yang baik

3. Mendapat rekomendasi dari atasan dan koperasi

4. Fotokopi kartu identitas (KTP suami-istri, KK, surat nikah, dan surat persetujuan suami/istri)

5. Surat kuasa pemotongan gaji dari anggota kepada Kepala Divisi SDM/HRD perusahaan induk

6. Besarnya angsuran/kewajiban anggota tidak melebihi 35% dari take home pay

7. Maksimal umur dan jangka waktu pembiayaan tidak melebihi usia pensiun 8. Pembiayaan karyawan wajib di–cover dengan asuransi jiwa

9. Menyerahkan bukti perjanjian antara karyawan dengan koperasi

10. Cakap hukum, yaitu mampu melaksanakan hal dan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum

11. Usia minimal 21 tahun dan pada saat jatuh tempo fasilitas usia maksimal 55 tahun atau sebelum pensiun

12. Status anggota koperasi adalah minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, dibuktikan dengan menyerahkan asli SK Pengangkatan pertama dan terakhir (atau copy SK dengan menunjukkan aslinya), atau surat keterangan dari instansi pemerintah yang berwenang (bagi PNS), atau Surat Keterangan dari manager personalia tempat kerja anggota yang menyatakan bahwa anggota nasabah masih tercatat sebagai karyawan tetap dan masih aktif (bagi pegawai swasta).

13. Khusus bagi PNS dan TNI/Polri, selain menyerahkan SK Pengangkatan (asli) pertama dan terakhir atau surat keterangan dan instansi pemerintah yang berwenang, juga menyerahkan kartu Peserta Taspen (KPT) atau Kartu Tanda Peserta Asabri (KTPA) dan Kartu Pegawai Negeri Sipil (Karpeg) atau Kartu Tanda Anggota (KTA) untuk disimpan oleh bank selama masa pembiayaan berlangsung.

(21)

Persyaratan badan usaha yang menaungi Kopkar antara lain:

1. Badan usaha tempat nasabah bernaung telah beroperasi minimal lima tahun. 2. Memiliki citra/reputasi badan usaha yang baik (tidak terdapat informasi

negatif) terkait badan usaha tersebut.

3. Bisnis badan usaha yang menaungi Kopkar tidak termasuk ke dalam sub sektor ekonomi yang tidak menarik.

4. Badan usaha sedang tidak dalam proses hukum (baik dalam permasalahan pajak maupun dengan pihak ketiga lainnya).

5. Bagi badan usaha yang berorientasi profit maka harus memiliki prospek usaha yang menguntungkan (profitable) dan minimal dua periode terakhir sudah menghasilkan profit, jika terjadi penurunan profit maka harus dijelaskan penyebabnya, harus memiliki laporan kaungan (minimal dua periode terakhir) dengan kinerja terbaik terkait analisis keuangan badan usaha.

Apabila kriteria instansi/perusahaan swasta tempat karyawan/anggota nasabah bekerja tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka account manager wajib memberitahukan kepada Komite Pembiayaan. Namun, sebelum semua dokumen masuk ke level komite, akan dilakukan risk assesment terlebih dulu terhadap proposal pembiayaan yang dibuat account manager. Proposal pembiayaan dengan limit tertentu sesuai ketentuan Risk Management Division wajib diproses oleh bagian Financing Risk, baik oleh Financing Risk Officer (FRO) ataupun oleh Financing Risk Staff (FRS), sesuai dengan limitasi kewenangan pemutusan pembiayaan yang berlaku. FRO/FRS melakukan proses asessment dan memberikan rekomendasi untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai dengan prosedur yang berlaku di Risk Management Division.

(22)

Trade checking ditujukan untuk melakkan analisis kelayakan pembiayaan anggota koperasi. Pemeriksaan lapang sangat penting karena hasil dari pemeriksaan inilah yang nantinya akan dituangkan dalam Usulan Pembiayaan. Aspek–aspek kelayakan pembiayaan yang dianalisis menggunakan format standar Usulan Pembiayaan.

Tahap selanjutnya adalah penentuan keputusan pembiayaan berdasarkan hasil analisis pembiayaan menurut prinsip 5C yang dituangkan dalam Usulan Pembiayaan anggota koperasi. Hasil dari analisis pembiayaan yang dimuat dalam Usulan Pembiayaan akan disampaikan kepada Komite Pembiayaan. Komite Pembiayaan terdiri atas business manager, koordinator pembiayaan, dan senior account manager yang ditunjuk oleh kantor pusat sebagai komite pembiayaan.

Keputusan pembiayaan dapat berupa penolakan dan penerimaan. Jika pembiayaan ditolak, semua dokumen yang ada di BMI akan dikembalikan ke pengurus koperasi. BMI juga akan mengirim surat penolakan permohonan dan alasan tidak disetujuinya permohonan pembiayaan anggota koperasi. Jika pembiayaan diterima, account manager akan melakukan negosiasi ulang dengan pengurus koperasi berkenaan dengan hasil pemeriksaan dan notifikasi dari Komite Pembiayaan. Penentuan keputusan pemberian pembiayaan dapat ditentukan berdasarkan grading Kopkar dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Diterimanya Pembiayaan berdasarkan Grading Kopkar

Kriteria Grading Kopkar

Grade A Grade B Grade C

Maksimum eksposur per Kopkar

(Potensi

pembiayaaan = end users x estimasi end user limit facility)

80% dari potensi pembiayaan atau 10% dari

eksposur pembiayaan Kopkar

70% dari potensi pembiayaan atau 10% dari

eksposur pembiayaan Kopkar

60% dari potensi pembiayaan atau 10% dari

eksposur pembiayaan Kopkar Kolateral/piutang 100% O/S 100% O/S 100% O/S Maksimum plafond

per anggota

Rp 100 juta Rp 100 juta Rp 50 juta Anggota di–cover

asuransi jiwa

Wajib Wajib Wajib

(23)

Ketentuan/keputusan Komite Pembiayaan harus disetujui oleh nasabah agar account manager dapat segera membuat Offering Letter (OL). Dengan dibuatnya OL maka proses selanjutnya adalah pengikatan/akad. Pengikatan merupakan sebuah pertemuan (forum) yang dihadiri oleh beberapa pengurus koperasi, business manager, legal staff, notaris, dan saksi. Pengikatan dilakukan dengan saling berjabat tangan antara wakil dari BMI dan pengurus koperasi terkait dengan persetujuan atas akta–akta yang ditandangani seperti persetujuan pembiayaan dengan akad mudharabah, akta jaminan, dan akta pernyataan pengurus koperasi. Jika proses pengikatan sudah selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah pencairan pembiayaan yang akan dilakukan setelah nasabah memenuhi beberapa syarat pencairan fasilitas pembiayaan seeperti berikut:

1. Akad pembiayaan telah ditandatangani secara notariil oleh para pengurus nasabah (Kopkar) yang tercantum dan sesuai dengan RAT terakhir.

2. Pengurus Kopkar telah menyerahkan Surat Pernyataan Penjaminan dan Kuasa serta perintah pendebetan rekening (standing instruction), guna pembayaran angsuran pokok, nisbah biaya administrasi, biaya notaris, biaya asuransi, serta kewajiban lainnya yang akan timbul.

3. Syarat yang harus dipenuhi oleh para anggota Kopkar yang akan dibiayai meliputi status anggota minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, Cash Ratio (CR) maksimal 35% (bagi PNS) dan 50% (bagi pegawai swasta/BUMN) dari THP setelah dikurangi potongan–potongan yang menjdi kewajiban anggota Kopkar yang bersangkutan, anggota yang bersangkutan telah mendapatkan rekomendasi tertulis dari pimpinan kantor/atasannya, yang bersangkutan telah menyerahkan surat pernyataan dan kuasa yang telah ditandatangani di atas materai Rp 6.000, anggota yang akan mendapatkan pembiayaan wajib menyampaikan data lengkap, anggota yang memperoleh pembiayaan wajib membuka rekening bank (Tabungan Muamalat, tabunganKu, atau Giro Muamalat) untuk menampung penyaluran pembiayaan dari nasabah.

(24)

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran pembiayaan anggota koperasi seperti unit bisnis yang ditekankan untuk melakukan tindakan antisipasi dan berkewajiban melakukan monitoring terhadap nasabah secara intensif, seperti verifikasi setiap anggota yang mengajukan pembiayaan ke berbagai sumber yang tepat agar tidak terjadi pembiayaan fiktif (dapat dipercaya), serta selalu memonitor kinerja nasabah dan perusahaan tempat para anggota bekerja. Monitoring juga penting untuk mengawasi penggunaan dana yang dipinjam dari BMI yang harus sejalan dengan prinsip–prinsip syariah. Mengingat pembiayaan yang disalurkan adalah pembiayaan syariah, terdapat beberapa prinsip syariah yang harus diperhatikan seperti:

1. Akad antara bank dengan nasabah harus menggunakan skim mudharabah yang secara prinsip merupakan akad kerjasama antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib, dimana bank menyediakan kebutuhan modal 100% untuk dikelola oleh nasabah untuk disalurkan sebagai pembiayaan kepada anggotanya. Bagi hasil bank dihitung atas dasar expected return bank dari pembayaran angsuran anggota.

2. Nasabah sebagai mudharib harus memenuhi syarat sesuai prinsip dalam skema pembiayaan mudharabah, terutama dalam hal pengalaman manajemen serta keahlian para pengurus dalam mengelola usaha nasabah. 3. Akad antara nasabah dengan para anggotanya harus menggunakan prinsip

murabahah/ijarah multijasa, yang pada dasarnya harus memenuhi beberapa prinsip dasar seperti jual beli, barang/jasa yang diperjualbelikan memenuhi syarat halal, harga/jumlah yang harus dibayar pembeli telah disepakati bersama, cara pembayaran bisa sekaligus atau diangsur sesuai kesepakatan kedua belah pihak, dalam hal pembayaran dilakukan dengan cicilan maka uang muka diserahkan oleh para anggota nasabah, unit bisnis dapat memberikan petunjuk kepada pengurus nasabah (Kopkar) yang bersangkutan dalam menyusun akad murabahah dan ijarah multijasa. 4. Barang–barang yang diproduksi oleh perusahaan tempat para anggota

(25)

Tahap akhir dari proses pembiayaan anggota koperasi adalah realisasi pembiayaan dengan alur/proses realisasi sebagai berikut:

Keterangan:

Alur realisasi pembayaran angsuran secara teknis Alur realisasi pembayaran angsuran secara garis besar

Gambar 2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran (BMI 2012)

Pada Gambar 2 terdapat panah nomor 1 yang menunjukkan realisasi pembiayaan dari BMI ke Kopkar melalui rekening giro escrow Kopkar. Rekening giro escrow adalah rekening giro penampungan untuk realisasi penyaluran pembiayaan dan penampungan untuk sumber pengembalian pembiayaan. Rekening giro escrow tidak dilengkapi dengan cek dan bilyet giro sehingga pendebetan hanya dapat dilakukan oleh BMI. Panah nomor 2 menunjukkan bahwa BMI melakukan pemindahbukuan dari rekening giro escrow Kopkar ke rekening setiap anggota (berdasarkan daftar normatif anggota Kopkar yang telah ditandatangani pengurus dan diverifikasi BMI).

Panah yang diberi nomor 3 menunjukkan pembayaran kewajiban angsuran dari anggota langsung disetorkan/ditransfer ke rekening giro escrow Kopkar oleh bagian personalia perusahaan yang berwenang melakukan pemotongan kewajiban angsuran dari masing–masing anggota Kopkar sebesar kewajiban Kopkar kepada BMI. Panah nomor 4 menunjukkan proses pendebetan rekening giro escrow sebesar kewajiban dari Kopkar, sedangkan panah nomor 5 menunjukkan kwajiban Kopkar untuk mengaktifkan mutasi keuangan usahanya melalui BMI dengan menggunakan rekening aktif Kopkar.

1 4 4

1 5

2

3 3

2

Bank Muamalat

Koperasi Karyawan

Badan Usaha yang Menaungi Kopkar

Anggota Kopkar Rek. Giro

Aktif Kopkar

Rekening Giro /Tabungan Aktif Anggota

Rek. Giro

(26)

2.3.2 Prinsip Penilaian Kelayakan Pembiayaan Anggota Koperasi

Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa plafond kredit mutlak harus ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) sebelum penyaluran kredit dilakukan. Plafond kredit ditetapkan secara objektif atas hasil analisis asas 5C, 7P, dan 3R oleh analis kredit.

Gambar 3. Analisis pembiayaan/kredit (Hasibuan 2011)

Asas 5C

1. Character (watak) calon debitur perlu diteliti oleh analis kredit apakah layak untuk menerima kredit. Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank–bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayang (willingness to pay) kewajibannya. Apabila karakter pemohon baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan.

2. Capacity (kemampuan) calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu memimpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri. Jika kemampuan calon debitur baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan.

1. Character 2. Capacity 3. Capital 4. Condition of

Economic 5. Collateral

1. Personality 2. Party 3. Purpose 4. Prospect 5. Payment 6. Profitability 7. Protection

1. Return 2. Repayment 3. Risk Bearing

Ability Asas 3R Asas 7P

Asas 5C

(27)

3. Capital (modal) dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan bersangkutan. Jika terlihat baik maka bank dapat memberikan kredit kepada pemohon bersangkutan, tetapi jika tidak maka pemohon tidak akan mendapatkan kredit yang diinginkannya.

4. Condition of Economic atau kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon kredit khususnya. Jika baik dan memiliki prospek yang baik maka permohonannya akan disetujui, sebaiknya jika jelek, permohonan kreditnya akan ditolak.

5. Collateral (agunan) yang diberikan pemohon kredit mutlak harus dianalisis secara yuridis dan ekonomis apakah layak dan memenuhi persyaratan yang ditentukan bank. Jika jawabannya ya maka kredit dapat diberikan, tetapi jika jawabannya tidak maka kredit tidak dapat diberikan.

Asas 7P

1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik, kredit dapat diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya jelek maka kredit tidak akan diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik akan berusaha membayar pinjamannya, sedangkan kepribadian yang jelek akan sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat diketahui dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan, pendidikan, dan pergaulannya.

2. Party adalah mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, karakter, dan loyalitasnya, dimana setiap klasifikasi nasabah akan mendapatkan fasilitas berbeda.

(28)

4. Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur, apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit ini menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur disetujui/ditolak. Apabila kredit digunakan untuk kegiatan sebagai modal kerja (produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analisis kredit harus mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan sehingga dapat mempertimbangkan apakah kredit akan diberikan atau ditolak.

5. Prospect adalah prospek perusahaan di masa datang, apakah akan menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek). Jika prospek terlihat baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek maka kredit ditolak. Oleh karena itu, analis kredit harus mampu mengestimasi masa depan perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi lancar.

6. Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan. Hal ini dapat diketahui jika analis kredit memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur sehingga dapat diperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali kredit tersebut sesuai dengan perjanjian. Asas payment ini harus dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit agar pengembalian kredit berjalan lancar.

7. Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang, atau jaminan asuransi.

Asas 3R

1. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjaman dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur maka kredit diberikan. Jika tidak maka kredit tidak diberikan. 2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu

(29)

3. Risk Bearing Ability adalah mempertimbangkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitur risikonya ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila risk bearing ability perusahaan kecil maka kredit diberikan.

Penilain untuk kredit konsumtif hanya dilakukan pada jumlah gaji yang diperoleh dimana angsuran ditambah dengan bagi hasil nantinya akan ditentukan sebesar take home pay (pendapatan). Umumnya jumlah pembiayaan konsumtif bernilai sekitar 60% dari pendapatan. Penentuan cash ratio fasilitas pembiayaanBMI didasarkan pada tiering berikut:

1. Maksimum cash ratio 35% dari pendapatan dan/atau 70% dari disposable incomejika pendapatan ≤ Rp 5 juta.

2. Maksimum cash ratio 40% dari pendapatan dan/atau 75% dari disposable income jika pendapatan > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta.

3. Maksimum cash ratio 50% dari pendapatan dan/atau 80% dari disposable income jika pendapatan ≥ Rp 10 juta.

2.3.3 Kualitas Pembiayaan

Martono (2010) menyebutkan bahwa hal yang tidak menggembirakan bagi bank sebagai pemberi kredit adalah apabila kredit yang diberikan menjadi bermasalah. Kredit bermasalah disebabkan sebitur dalam memenuhi kewajibannya yaitu membayar angsuran kredit sekaligus dengan bunganya tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian kredit. Beberapa pengertian mengenai kolektibilitas kredit yang dibuat menurut ketentuan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kredit lancar, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit.

(30)

3. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai 180 hari waktu yang disepakati.

4. Kredit diragukan,yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari dari waktu yang disepakati.

5. Kredit macet, adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran dan bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari.

Berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan judgement oleh Account Manager, serta sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia perihal penilaian kualitas aktiva bank umum, maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet menurut tiga kriteria, yakni prospek usaha (perlu juga memerhatikan upaya debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup), kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar. Kriteria tersebut diterapkan dengan pedoman umum yang dicantumkan dalam lampiran 1 skripsi ini.

Kredit bermasalah timbul sebagai akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban debitur untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit pada waktu yang sudah disepakati. Kredit bermasalah merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan bunganya telah melewati sembilan puluh hari atau telah melewati jatuh tempo atau pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesenjangan atau karena faktor ekternal diluar kemampuan debitur yang dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kredit bermasalah adalah kredit yang kolektibilitasnya tergolong kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet (Dendawijaya, 2005).

2.4. Risiko Pembiayaan

(31)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapatan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, menyatakan bahwa risiko kredit diartikan sebagai risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Berdasarkan counterparty, risiko kredit dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Risiko kredit pemerintahan (sovereign credit risk), yaitu risiko kredit yang berhubungan dengan pemerintah yang tidak mampu membayar pokok dan bunga pinjaman saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral antar negara. 2. Risiko kredit korporat (corporate credit risk), yaitu risiko gagal bayar dari

perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan memperoleh penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering terjadi di bank.

3. Risiko kredit konsumen (retail customer credit risk), adalah risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan pembayaran kreditnya.

2.4.1 Jenis–jenis Risiko Pembiayaan

Martono (2010) menyebutkan bahwa risiko usaha bank dapat dibagi menjadi enam, yakni:

1. Risiko kredit (default risk), merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.

2. Risiko investasi (investment risk), berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu penurunan nilai pokok portofolio surat–surat berharga, misalnya: obligasi dan surat berharga lainnya yang dimiliki bank.

3. Risiko likuiditas (liquidity risk), adalah risiko yang dihadapi bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.

(32)

5. Risiko operasional (operational risk), merupakan risiko ketidakpastian mengenai usaha bank yang bersangkutan. Risiko operasional bank dapat berasal dari kemungkinan kerugian dari operasional bank bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa/produk baru yang diperkenalkan.

6. Risiko fidusia (fiduciary risk), akan timbul apabila bank dalam usahanya memberikan jasa bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), risiko perbankan dibagi menjadi delapan, yakni risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, hukum, reputasi, dan strategik. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset liquid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

(33)

2.4.2 Risiko Pembiayaan dengan Jaminan Cessie

Nurhayati (2009) menyebutkan bahwa salah satu jaminan yang tercantum dalam klausula akad pembiayaan al–mudharabah muqayyadah BMI adalah cessie piutang. Jaminan tersebut dibuat dalam bantuk akta notariil yang disebut Perjanjian Pemberian Jaminan Cessie. Oleh karenanya, muncul permasalahan yaitu bagaimana hubungan hukum antara shahibul maal dan mudharib pada pemberian jaminan cessie dalam pembiayaan mudharabah dan apakah perjanjian pemberian jaminan cessie dapat memberikan kepastian hukum bagi shahibul maal dalam upaya mendapatkan ganti rugi jika mudharib wanprestasi. Perjanjian pemberian jaminan cessie merupakan perjanjian accesoir (ikutan) dari perjanjian pembiayaan mudharabah sebagai perjanjian pokoknya. Perjanjian pemberian jaminan cessie tidak memberikan kepastian hukum bagi shahibul maal jika mudharib wanprestasi karena bukan perjanjian kebendaan, bentuk pembebanan jaminannya tidak diatur dalam Undang-undang dan tidak ada prinsip disclosure atau asas publisitas dalam perjanjian tersebut.

(34)

2.4.3 Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Muamalat telah melakukan

pengelolaan risiko untuk 10 jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar,

risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko strategi, risiko

reputasi, risiko hukum, risiko imbal hasil, dan risiko investasi. Khusus untuk

risiko imbal hasil (rate of return risk) dan risiko investasi (equity of investment

risk), merupakan tambahan atas delapan jenis risiko yang telah ada

sebelumnya, sebagaimana diatur terakhir melalui Peraturan Bank Indonesia

(PBI) No. 13/23/PBI/2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank

Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dalam hal ini, Bank Mumalat telah

melakukan upaya-upaya berupa identifikasi serta pengumpulan data dan

informasi secara sistematis mengenai kedua jenis risiko tersebut, namun belum

memperhitungkannya dalam penilaian profil risiko bank.

Sesuai ketentuan yang ada, sepanjang tahun 2011 Bank Muamalat telah

menyampaikan laporan Profil Risiko kepada Bank Indonesia setiap triwulan

secara tepat waktu dan sesuai format yang ditetapkan. Laporan Profil Risiko

untuk posisi 31 Desember 2011 disajikan pada Tabel 3. berikut.

Tabel 3. Profil risiko BMI posisi 31 Desember 2011

No.

Risiko

Inherent Risk (IR)

Skor IR Bobot Skor IR

Predikat IR Terbobot

1. Kredit 26,30 (Low to Moderate) 70% 18,41 2. Pasar 22,67 (Low to Moderate) 5% 1,13 3. Likuiditas 38,07 (Low to Moderate) 5% 1,90 4. Operasional 30,32 (Low to Moderate) 10% 3,03 5. Kepatuhan 0,07 (Low) 2,50% 0,002 6. Strategis 0,00 (Low) 2,50% 0,00 7. Hukum 38,83 (Low to Moderate) 2,50% 0,97 8. Reputasi 32,31 (Low to Moderate) 2,50% 0,81

9. Imbal Hasil - - -

10. Investasi - - -

(35)

Komponen dari profil risiko adalah Risiko Inheren, Sistem Pengendalian

Risiko, dan Risiko Komposit. Penilaian untuk profil Risiko Inheren Bank

Muamalat pada Triwulan IV tahun 2011 berada pada peringkat Low to

Moderate, sementara Sistem Pengendalian Risiko pada peringkat memadai

(Satisfactory). Dari hasil matriks antara Risiko Inheren dan Sistem

Pengendalian Risiko diperoleh hasil untuk Risiko Komposit yaitu di peringkat

Low to Moderate. Divisi Manajemen Risiko merupakan unit yang bertanggung

jawab untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan

pengendalian atas risiko-risiko yang timbul dari kegiatan usaha BMI, melalui

pendekatan berbasis jenis risiko yang ditangani (risk handled approach).

Jenis-jenis risiko menurut PBI No. 13/23/PBI/2011 adalah risiko

pembiayaan, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, strategik, reputasi,

hukum, imbal hasil, dan risiko investasi. Untuk itu, Bank Muamalat telah

melakukan penyempurnaan struktur organisasi Divisi Manajemen Risiko pada

tanggal 25 April 2011 sesuai dengan kebutuhan bisnis maupun organisasi BMI.

Gambar 4. Struktur organisasi divisi manajemen risiko (Annual report BMI

per 31 Desember 2011)

Divisi Manajemen Risiko adalah independen dari satuan kerja

operasional (risk taking unit) maupun terhadap satuan kerja yang

melaksanakan fungsi pengendalian intern. Unit-unit kerja yang ada di bawah

Divisi Manajemen Risiko adalah Financing Risk Management Department,

Market and Liquidity Risk Management Department, Operational and Other

Risk Management Department, dan Risk Profile and Monitoring Department.

Compliance & Risk Management Director

Risk Management Division

Market & Liq. Risk Management Dept.

Operational and Other Risk

Management Dept.

Financing Risk Management Dept. East

Financing Risk Management Dept. West

(36)

Financing Risk Management Department bertugas melakukan financing

risk assessment, yaitu penilaian secara independen dan transparan atas

risiko-risiko yang mungkin akan timbul (potential risk) dalam pengajuan pembiayaan.

Atas risiko–risiko yang diidentifikasi tersebut kemudian diusulkan

langkah-langkah mitigasi risiko yang sesuai. Market and Liquidity Risk Management

Department, yang bertugas menjalankan proses identifikasi dan pemantauan

risiko pasar dan risiko likuiditas yang timbul dari aktivitas fungsional Bank

Muamalat seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga

dan instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya.

Departemen ini juga memberikan risk opinion atas setiap pengajuan usulan

pembelian suratsurat berharga, pemberian counter-party credit limit untuk

transaksi trade finance, valuta asing dan pasar uang antar bank.

Operational and Other Risk Management Department, yang menjalankan

proses manajemen risiko operasional dan melakukan monitoring terhadap

risiko strategik, hukum, reputasi, dan risiko kepatuhan. Departemen ini juga

memberikan rekomendasi perbaikan proses operasional, baik untuk tujuan

efisiensi operasional, mengantisipasi adanya keluhan dari nasabah,

meningkatkan pengendalian internal, mencegah kemungkinan fraud, maupun

identifikasi potensi kelemahan dalam produk-produk baru yang akan

diluncurkan. Departemen yang terakhir adalah Risk Profile and Monitoring

Department yang membuat laporan profil risiko, memonitor profil risiko dan

mereview, mengusulkan Risk Measurement Tools atau SOP Risk Management.

Selain Divisi Manajemen Risiko, perangkat manajemen risiko di Bank

Muamalat juga dilengkapi dengan struktur Komite Manajemen Risiko, Komite

Pemantau Risiko, dan Dewan Pengawas Syariah. Komite Pemantau Risiko

merupakan Komite di bawah Dewan Komisaris yang membantu Dewan

Komisaris dalam mengevaluasi kebijakan manajemen risiko, kesesuaian antara

kebijakan manajemen risiko dan pelaksanaan kebijakan tersebut, serta

efektivitas pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Divisi

Manajemen Risiko. Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas dan tanggung

jawab dalam memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi

(37)

Komite Manajemen Risiko merupakan komite eksekutif yang

beranggotakan seluruh anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif terkait di Bank

Muamalat. Tugas, tanggung jawab dan wewenang Komite Manajemen Risiko

antara lain adalah dalam penyusunan kebijakan manajemen risiko; perbaikan

penerapan manajemen risiko secara berkala maupun yang bersifat insidentil

akibat dari perubahan kondisi eksternal maupun internal Bank; serta penetapan

(justification) atas hal–hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang

menyimpang dari prosedur normal (irregularities).

Komite Manajemen Risiko mengadakan pertemuan berkala minimal satu

kali tiap bulan untuk mengevaluasi perkembangan manajemen risiko di

lingkungan BMI. Agenda rapat komite antara lain pembahasan laporan profil

risiko bulanan, penjelasan tindak-lanjut unit terkait terhadap isu risiko

sebagaimana telah dibahas dalam rapat komite sebelumnya, serta pembahasan

kejadian risiko operasional serta analisa dan rekomendasi pengendalian risiko.

Bank Muamalat secara berkelanjutan terus mengembangkan dan

meningkatkan kerangka manajemen risiko dan struktur pengendalian internal

yang terpadu dan komprehensif, sehingga dapat memberikan informasi sedini

mungkin akan adanya potensi risiko, dan selanjutnya mengambil

langkah-langkah yang memadai untuk meminimalkan dampak risiko. Kerangka

manajemen risiko dibuat untuk menyelaraskan antara sasaran–sasaran bisnis

dan organisasi dengan penerapannya, sehingga terbentuk tata kelola

manajemen risiko yang terarah dalam proses pelaksanaannya. Kerangka ini

kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan, prosedur, limit transaksi,

kewenangan dan ketentuan lain serta berbagai perangkat manajemen risiko

yang berlaku di seluruh lingkup aktivitas usaha.

Evaluasi terhadap parameter risiko dalam kerangka manajemen risiko

dilakukan secara berkala sesuai dengan perkembangan yang ada dalam bisnis

dan lingkungan usaha BMI. Mengingat adanya karakteristik khas pada

produk/jasa dan kegiatan usaha perbankan syariah, mitigasi risiko juga

senantiasa mempertimbangkan kesesuaian dengan prinsip syariah yang dianut.

Pengembangan infrastruktur pengelolaan risiko dilakukan untuk meningkatkan

(38)

1. Penyusunan kebijakan dan pedoman manajemen risiko;

2. Evaluasi metodologi pengukuran parameter profil risiko;

3. Peningkatan kompetensi SDI dan pengembangan budaya sadar risiko;

4. Peningkatan peran dari Divisi Manajemen.

Pengelolaan risiko di Bank Muamalat mencakup keseluruhan lingkup

aktivitas usaha berdasarkan kebutuhan akan keseimbangan antara fungsi

operasional bisnis dan pengelolaan risikonya. Melalui pelaksanaan fungsi

manajemen risiko yang baik, Divisi Manajemen Risiko akan menjadi mitra

strategis bagi unit bisnis dalam mendapatkan hasil optimal dari aktivitas

operasional Bank Muamalat yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Evaluasi

atas pelaksanaan manajemen risiko dilakukan secara terus-menerus, termasuk

juga penyusunan kebijakan dan pedoman atas pengelolaan risiko pembiayaan,

risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko operasional.

1. Risiko Pembiayaan

Pengelolaan risiko pembiayaan telah dijalankan dengan pelaksanakan

financing risk assessment, yaitu penilaian atas risiko yang mungkin akan

timbul (potential risk) dari disalurkannya pembiayaan oleh Bank Muamalat

kepada nasabah. Untuk memastikan efektivitas hasil risk assessment,

dibutuhkan pihak independen yang tidak terlibat dalam pengambilan

keputusan pembiayaan. Tujuan utama dari financing risk assessment adalah:

a. Mengendalikan risiko pembiayaan dengan identifikasi risiko terkait

usulan pembiayaan dan pemberian saran mitigasi terhadap risiko;

b. Menerapkan azas pembiayaan yang sehat dengan prinsip kehati-hatian;

c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan risiko pembiayaan;

d. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan sesuai syariah.

Pengambilan keputusan pembiayaan dilakukan melalui mekanisme

komite pembiayaan yang berjenjang sesuai limit kewenangan anggota

komite pembiayaan yang ditunjuk, dengan mempertimbangkan kemampuan

dan pengalaman dari pejabat yang bersangkutan di bidang pembiayaan.

Bank Muamalat telah melakukan stress test terhadap skenario terburuk

khususnya untuk risiko kredit atau pembiayaan, yang selanjutnya akan

(39)

2. Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas

Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan

variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat

berpotensi merugikan (adverse movement). Risiko semacam ini antara lain

terdapat pada aktivitas tresuri dan investasi dalam surat berharga dan

instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya.

Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh

ketidakmampuan Bank dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.

Pengelolaan likuiditas sangat penting karena kekurangan likuiditas bukan

saja dapat mengganggu Bank namun juga sistem perbankan secara

keseluru

Gambar

Gambar 1. Penyaluran dana Bank Syariah  (Purnamasari 2011)
Tabel 2. Kriteria Diterimanya Pembiayaan berdasarkan Grading Kopkar
Gambar 2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran (BMI 2012)
Gambar 3. Analisis pembiayaan/kredit (Hasibuan 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

termasuk pemanasan global. Dengan berbagai tayangan tersebut, membuat siswa menyadari pentingnya menjaga kelestarian alam ini. Di dalam video pembelajaran ini,

Namun, ikan memiliki beberapa jaringan endokrin yang tidak didapatkan pada vertebrata yang lebih tinggi, misalnya Badan Stanius yang memiliki fungsisebagai kelenjar endokrin

Tabel 1 menunjukkan tiga isolat (Swn-1, Ksn, dan Psr-2) diperoleh dari jenis pisang Ambon dengan lokasi yang berbeda, dan tiga isolat lainnya (Swn-2, Psr-1, dan Psr-3) diperoleh

Kedua hasil tersebut nampak berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan dimana, anggaran berbasis kinerja berpengaruh secara positif dan simultan terhadap

Pengaturan recall partai politik dalam peraturan perundang- undangan sebaiknya dihapuskan, hal ini untuk menghilangkan dasar kewenangan partai politik dalam

Studi ini mencoba untuk menjawab beberapa pertanyaan sekitar faktor-faktor yang mempengaruhi return saham di Bursa Efek Indonesia yang bertujuan untuk menemukan bukti

jaringan saraf tiruan adalah untuk mengaktifkan keluaran dari jaringan dan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain atau tidak. Oleh karena

menyusun program kerja rumpun tugas Objek Wisata;b. menyusun program kerja rumpun tugas Kebersihan