OPTIMASI BAHAN EMULSI DARI MINYAK SAWIT
DENGAN TIGA JENIS
STABILIZER
DAN UJI MUTU
MINUMAN EMULSINYA
RAKI ARDI RUHIYATMAN
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Raki Ardi Ruhiyatman
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
ABSTRAK
RAKI ARDI RUHIYATMAN. Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya. Dibimbing oleh TIEN R MUCHTADI dan BUDI NURTAMA.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh bahan emulsi dari minyak sawit yang optimal dengan tiga jenis stabilizer, serta melakukan analisis mutu minuman emulsi yang mencakup uji hedonik, fisik, dan kimia. Terdapat tiga jenis stabilizer
yang digunakan, yaitu CMC, gelatin, dan gum arab. Optimasi ini menggunakan metode response surface methodology (RSM). Terdapat dua faktor formula yang digunakan yaitu minyak pada konsentrasi 30%-70% dan air 30%-70%, serta satu faktor proses, yaitu jenis stabilizer. Respon yang digunakan yaitu stabilitas emulsi dan viskositas. Berdasarkan hasil optimasi diperoleh bahan emulsi dengan komposisi minyak 70%, air 30% dan stabilizer gelatin 0.75%. Bahan emulsi optimum ini sudah terverifikasi. Bahan emulsi tersebut selanjutnya diolah menjadi minuman emulsi dengan pembedaan penambahan high fructose syrup (HFS) 10% dan 15%. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa minuman emulsi dengan penambahan HFS 15% lebih disukai panelis. Hasil uji fisik minuman emulsi HFS 15% memiliki stabilitas emulsi 97% dan viskositas 325 cP. Hasil uji kimia minuman emulsi HFS 15% mengandung kadar air 29.7%, kadar abu 0.04%, kadar lemak 59.76%, kadar protein 0.65%, kadar karbohidrat 9.85%, dan kadar -karoten 325.79 ppm.
Kata kunci: HFS, minuman emulsi, RSM, stabilizer
ABSTRACT
RAKI ARDI RUHIYATMAN. Optimation of Emulsified Palm Oil with Three Types of Stabilizers and Quality Tests of The Emulsion Beverage. Supervised by TIEN R MUCHTADI and BUDI NURTAMA.
The objective of this research was to obtain the optimal of emulsified palm oil with three types of stabilizers and to test the quality of emulsion beverage that include hedonic test, physical, and chemical. There were three stabilizers used: CMC, gelatin, and gum arabic. Optimation process used response surface methodology (RSM). This research has two factors of mixture, which were palm oil concentration 30%-70%, and water concentration 30%-70%, and one factor of process which was types of stabilizers. There were two responses in this research: emulsion stability and viscosity. Based on verified optimation result, the consentration of palm oil, water, and stabilizer of gelatin were 70%, 30%, and 0.75% respectively. Then the optimal of emulsified palm oil processed into emulsion beverage with addition of HFS 10% and HFS 15%. The result of hedonic test showed that emulsion beverage with HFS 15% was more liked than its HFS 10%. The result of physical test showed that emulsion beverage HFS 15% were emulsion stability 97% and viscosity 325 cP. The result of chemical test showed that emulsion beverage HFS 15% were moisture 29.7%, ash 0.75%, fat 59.76%, protein 0.65%, carbohydrates 9.85%, and -carotene 325.79 ppm.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
OPTIMASI BAHAN EMULSI DARI MINYAK SAWIT
DENGAN TIGA JENIS
STABILIZER
DAN UJI MUTU
MINUMAN EMULSINYA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Dr Nur Wulandari, STP, MSi Penguji
Judul Skripsi : Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis
Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya Nama : Raki Ardi Ruhiyatman
NIM : F24090082
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Tien R Muchtadi, MS Pembimbing I
Dr Ir Budi Nurtama, MAgr Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sehingga skripsi yang berjudul
“Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji
Mutu Minuman Emulsinya” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS dan Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, nasihat, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Nur Wulandari, STP, MSi selaku dosen penguji atas masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Siswandi dan Ibunda Arlisa Dyahmani yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih kepada adik-adikku Navisah Dyahmani dan Lailatul Ilhami, serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya yang tiada putus kepada penulis.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan konstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Minyak Sawit 2
Karotenoid 3
Homogenisasi 3
Emulsi 4
Minuman Emulsi Minyak Sawit 5
METODOLOGI PENELITIAN 6
Bahan 6
Alat 7
Metode Penelitian 7
Metode Analisis 11
Analisis Data 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Penelitian Pendahuluan 15
Penelitian Utama 15
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
PR SKRIPSI 36
2
DAFTAR TABEL
1 Faktor untuk setiap spindle dan speed 14
2 Komposisi kimia CPO sebelum dan setelah proses degumming 15 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon CMC 16 4 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon CMC 17 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon gelatin 18 6 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon gelatin 18 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon gum arab 19 8 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon gum arab 19 9 Bahan emulsi terpilih hasil optimasi menggunakan DX7 21 10 Perbandingan nilai pengukuran dengan nilai prediksi produk emulsi
---optimal 22
11 Komposisi kimia minuman emulsi (basis basah) 24
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur molekul karotenoid 3
2 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit ---
merah 6
3 Stabilizer CMC (a), gelatin (b), dan gum arab (c) 7
4 Diagram alir proses degumming CPO 8
5 Bagan alir proses pembuatan bahan emulsi dari minyak sawit 8 6 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit 9 7 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas minuman emulsi
---dengan stabilizer CMC 17
8 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas minuman emulsi
---dengan stabilizer gelatin 19
9 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas minuman emulsi
---dengan stabilizer gum arab 20
10 Produk emulsi optimal 21
11 Grafik skor rataan kesukaan pada berbagai atribut 23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer CMC 29 2 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer gelatin 29 3 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer gum arab 29
4 Contoh form uji hedonik 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit memegang peranan cukup strategis dalam perekonomian Indonesia, terutama dari sektor nonmigas. Komoditas ini mempunyai prospek yang cerah sebagai sumber devisa negara. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi negara setelah karet dan kopi (Sastrosayono 2009).
Sebagai penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, kelapa sawit kini menjadi tanaman primadona yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Potensi produksi minyak nabati tersebut per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih. Jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya (4.5 ton per tahun), tingkat produksi ini termasuk tinggi.
Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna atau jernih (Sastrosayono 2009). Produksi CPO di Indonesia menurut Ditjenbun (2010) telah mencapai 19.85 juta ton, adapun tahun 2012 diprediksi telah mencapai 23 juta ton. Dengan data-data tersebut di atas, maka strategi pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia di masa mendatang harus mengacu pada potensi keragaman yang dimiliki oleh minyak sawit itu sendiri.
Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya adalah kandungan mikronutriennya cukup tinggi serta biaya produksi yang rendah. Menurut Basiron (2004) minyak sawit mengandung 1% komponen minor, diantaranya adalah karotenoid, vitamin E, dan sterol.
Komponen mikro tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh terutama untuk menjaga kesehatan mata karena menurut Sumarna (2006) keunikan minyak kelapa sawit dibandingkan dengan minyak lain adalah kandungan -karotennya yang sangat tinggi, setara dengan 60.000 IU aktifitas vitamin A. Adapun kandungan tokoferolnya bermanfaat sebagai antioksidan serta sebagai sumber vitamin E (Nagendran et al. 2000).
Menurut Ball (2000) -karoten merupakan karotenoid utama yang memiliki aktivitas provitamin A yang berfungsi untuk penglihatan, diferensiasi jaringan,
reproduksi, serta imunitas. Kandungan -karoten yang tinggi pada minyak sawit
menyebabkan minyak sawit potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu pangan fungsional sumber provitamin A. Data WHO (2009) menunjukkan bahwa di Indonesia tingkat prevalensi serum retinol <0.70 µmol/l cukup tinggi. Nilai tersebut merupakan indikator biokimia resiko defisiensi vitamin A yang mana dari jumlah total balita dan ibu hamil di Indonesia pravelensi defisiensi vitamin A masing-masing mencapai 4261000 balita (19.6%) dan 748000 ibu hamil (17.1%).
2
Upaya untuk memanfaatkan minyak sawit dapat dilakukan dengan mengolah menjadi produk pangan, salah satunya yaitu menjadi minuman emulsi. Minyak sawit sebagai bahan dasar pembuatan minuman emulsi diharapkan dapat berperan sebagai mediator atau pembawa -karoten yang efektif.
Pada pembuatan minuman emulsi digunakan penstabil/emulsifier untuk mencegah terjadinya pemisahan antara komponen penyusunnya (Mei et al. 2010). Perlunya kajian terhadap tiga jenis stabilizer, yaitu CMC, gelatin dan gum arab adalah untuk mengetahui efektifitasnya sebagai penstabil dalam pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit, serta melakukan optimasi terhadap bahan emulsi dengan penggunaan tiga jenis stabilizer sehingga diperoleh bahan emulsi yang optimal berdasarkan nilai stabilitas emulsi dan viskositas yang sesuai. Selain itu dilakukan uji hedonik, fisik, dan kimia untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap minuman emulsi, serta mengetahui kualitas bahan emulsi dan minuman emulsinya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan minuman emulsi, melakukan optimasi bahan emulsi dari minyak sawit dengan tiga jenis
stabilizer, serta menentukan mutu minuman emulsi yang mencakup uji hedonik, fisik, dan kimia.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai optimasi bahan emulsi dari minyak sawit dengan tiga jenis stabilizer, serta mengetahui mutu minuman emulsi yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) merupakan bahan baku pada pembuatan minyak sawit. Kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan minyak inti atau PKO (Palm Kernel Oil) dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) (Ketaren 2008).
3 asam oleat (37.4-44.1%). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain (Ketaren 2008).
Minyak sawit merupakan salah satu minyak nabati yang paling sulit dipucatkan karena mengandung karoten dalam jumlah besar (500 – 600 ppm) yang menyebabkan minyak berwarna kuning. Karoten diketahui mempunyai sifat tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan oksigen. Dalam proses pemurnian minyak sawit (CPO) banyak terjadi kerusakan komponen-komponen nutrisi yang berharga seperti karoten yang merupakan sumber pro-vitamin A (Sumarna 2006).
Karotenoid
Karotenoid merupakan merupakan sumber vitamin A yang berasal dari
tanaman dalam bentuk -karoten, α-karoten dan -karoten (Gambar 1), sedangkan
yang berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Senyawa ini sering disebut anti
xerophtalmia, karena kekurangan senyawa tersebut dapat menimbulkan gejala rabun mata (McClements 2008).
Gambar 1 Struktur molekul karotenoid (McClements 2008)
Provitamin A yang merupakan -karoten dalam minyak sawit dapat bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, mengurangi peluang terjadinya kanker, mencegah proses menua yang terlalu dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif (Widayanto 2007).
Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat pada bahan-bahan nabati seperti pada sayuran berwarna hijau, buah-buahan berwarna kuning seperti halnya dalam minyak sawit. Minyak sawit merupakan sumber karotenoid terbesar untuk bahan nabati. Kadar karotenoid dalam minyak sawit yaitu 60.000 µg/100 g atau 500-700 ppm di dalam minyak sawit mutu regular.
Karotenoid minyak sawit terdiri dari α-karoten (30-γ5%), -karoten (60-65%), dan
karoten lain seperti -karoten, likopen, xanthofil, -zeakaroten (5-10%) (Ketaren 2008).
Homogenisasi
4
Pada industri makanan, proses ini biasanya dilakukan menggunakan alat mekanik yang disebut homogenizer. Dalam membentuk emulsi, dimungkinkan dilakukan dengan homogenisasi antara minyak dengan air secara langsung, namun kedua fase tersebut dapat kembali ke dalam sistem yang terpisah (lapisan minyak yang berdensitas rendah di bagian atas, dan lapisan air yang berdensitas lebih berat di bagian bawah larutan). Hal ini dapat terjadi akibat droplet yang cenderung berikatan dengan molekul tetangga yang sejenis dengannya ketika dilarutkan di dalam suatu sistem. Gaya yang terjadi merupakan akibat kontak antara molekul minyak dan air yang secara termodinamika kurang baik (McClements 2004).
Menurut Widodo (2003) hal-hal yang perlu dipertimbangkan selama proses homogenisasi yaitu: (1) diameter globula lemak yang dihasilkan dari proses homogenisasi tidak boleh terlalu kecil (terlalu luas permukaan globula baru yang dihasilkan), (2) homogenisasi dilakukan pada suhu yang relatif tinggi (68-700C), semakin tinggi suhu homogenisasi maka bisa semakin sedikit material pembentuk membran yang diperlukan untuk membentuk membran baru, dan (3) penambahan material pembentuk membran.
Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran
droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi antara lain tipe emulsi yang digunakan, suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran droplet yang kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa terdispersi. Sebagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan emulsifier dapat meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-droplet bisa menyebabkan coalescence, yaitu penggabungan globula-globula menjadi globula yang lebih besar. Pengemulsian juga membutuhkan waktu homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata.
Pemilihan homogenizer untuk aplikasi bergantung beberapa faktor, yaitu volume sampel yang dihomogenisasi, keluaran yang diinginkan, konsumsi energi, karakteristik komponen fasanya, prediksi biaya, dan biaya proses. Setelah pemilihan homogenizer yang cocok, kemudian dicari kondisi operasi yang optimum untuk alat tersebut, di antaranya yaitu aliran, tekanan, perbedaan kekentalan, suhu, waktu homogenisasi dan kecepatan putaran (McClements 2004).
Prinsip kerja homogenizer rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor
(bergerak) dan stator (diam) menjadi partikel yang lebih kecil (McClements 2004). Menurut Coupland dan Tangsuphoom (2005) ukuran minimum droplet dalam emulsi yang dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor stator ± 2µm.
Emulsi
Definisi
Emulsi dapat didefinisikan sebagai campuran yang tidak stabil dari dua larutan yang immiscible (dua cairan yang tidak saling mencampur dan membentuk dua fase) yang terdiri dari fase terdispersi dan fase kontinyu (Yang et al. 2011). Salah satu dari cairan tersebut terdispersi dalam bentuk tetesan dalam cairan lainnya. Sistem yang terdiri atas tetesan minyak terdispersi dalam fase aqueous
disebut emulsi jenis oil in water (O/W), dimana fase terdispersinya adalah oil
5
mayonaise, dan minuman ringan. Sistem yang terdiri atas tetesan air yang terdispersi dalam fase minyak disebut emulsi jenis water in oil (W/O), contohnya adalah mentega dan margarin. Substansi yang membentuk tetesan di dalam emulsi disebut fase terdispersi/diskontinyu/internal, sedangkan substansi yang membentuk cairan di sekitarnya disebut fase kontinyu atau eksternal (McClements 2004). Stabilizer
Stabilizer merupakan bahan yang dapat digunakan untuk menaikkan stabilitas dari emulsi sehingga dapat diklasifikasikan sebagai emulsifier, atau texture modifier
bergantung pada tujuan kerjanya. Texture modifier dapat dibagi menjadi dua kategori tergantung pada jenis operasi dan karakter reologi dari larutan tersebut (thickening agent dan gelling agent). Thickening agent merupakan bahan yang digunakan untuk menaikkan viskositas dari fase kontinyu dalam emulsi, sedangkan
gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk membentuk gel pada fase kontinyu suatu emulsi. Texture modifier berfungsi dalam menaikkan stabilitas emulsi dengan memperlambat pergerakan dari droplet. Dalam industri pangan,
thickening agent dan gelling agent yang paling umum digunakan adalah polisakarida atau protein dalam emulsi O/W dan kristal lemak dalam emulsi W/O (McClements 2005).
Stabilitas Emulsi
Suryani (2000) menyebutkan bahwa suatu sistem emulsi pada dasarnya adalah suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi tersebut pecah. Kekuatan dan kekompakan lapisan antar muka adalah sifat yang penting yang dapat membentuk stabilitas emulsi.
Dickinson (2009) menyatakan bahwa kerusakan atau destabilisasi emulsi terjadi melalui tiga mekanisme utama yaitu creaming, flocculation, dan
coalescence. Creaming merupakan proses pemisahan yang terjadi karena gerakan-gerakan ke atas/ke bawah, hal ini terjadi karena gaya gravitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flocculation merupakan agregasi dari droplet. Pada flokulasi tidak terjadi pemutusan film antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula tetap, terjadinya flokulasi dapat mempercepat terjadinya creaming.
Coalescence adalah penggabungan globula-globula menjadi globula yang lebih besar. Pada tahap ini terjadi pemutusan film antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula berubah.
Ukuran partikel merupakan karakteristik kunci, karena memberi kontribusi pada stabilitas fisik dan sifat-sifat organoleptik minuman emulsi. Ada berbagai faktor dan parameter yang mempengaruhi sifat-sifat emulsi, termasuk pencampuran dan kondisi homogenisasi, serta proporsi dari komponen emulsi (Syah 2010).
Minuman Emulsi Minyak Sawit
6
pewarna. Formula dasar untuk pembuatan minuman emulsi terdiri dari air, minyak, dan bahan penstabil (stabilizer), sedangkan bahan lainnya tergantung kebutuhan sesuai dengan produk emulsi akhir yang diinginkan.
Penelitian terkait minuman emulsi dengan bahan dasar minyak sawit telah diteliti oleh Surfiana (2002) yang menghasilkan formulasi produk emulsi yang stabil sebagai berikut: pengemulsi tween-80 1% (rasio minyak dan air adalah 7:3) atau pengemulsi sukrosa ester asam lemak tipe S-1570, P-1570, dan campuran ester asam lemak ber-HLB 15 masing-masing 1% (rasio minyak dan air adalah 6:4); bahan tambahan lainnya adalah pengawet benxoat (0.2%), antioksidan BHT (200) ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10-15%), dan flavor jeruk (1-1.5%). Metode yang digunakan oleh Surfiana dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit merah (Surfiana 2002)
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit yang diperoleh dari PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia, sedangkan penstabil
Ditambahkan Perlahan-lahan
Minyak BHT
EDTA
Air
Na-benzoat
Emulsifier
Homogenisasi (3 menit, 8000 rpm)
Homogenisasi (4 menit, 8000 rpm)
Pembotolan
Penyimpanan Emulsi (minyak dalam air)
Homogenisasi (1 menit, 8000 rpm) Homogenisasi
(1 menit, 8000 rpm)
HFS
7 yang digunakan adalah carboxy methyl cellulose (CMC), gelatin dan gum arab (Gambar 3) yang semuanya diperoleh dari toko kimia di Bogor. Bahan-bahan lainnya adalah pengawet sodium benzoat, pengkelat etilen diamin tetra asetat (EDTA), antioksidan butyl hidroksi toluene (BHT), pemanis high fructose syrup
(HFS), dan flavor nanas yang semuanya diperoleh dari toko kimia di Bogor, serta air dalam kemasan yang diperoleh di swalayan Dramaga, Bogor.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogenizer (model L4R, Silverson Co., England) untuk pembuatan minuman emulsi, viscometer (model RTV, Brookfield Engineering Labs., Inc., Middleboro, MA, USA), timbangan analitik, oven, termometer, pemanas, sentrifus, desikator, stopwatch, dan alat-alat gelas.
Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk membandingkan karakteristik kimia minyak sawit awal dengan minyak sawit hasil
degumming. Sedangkan penelitian utama bertujuan untuk melakukan optimasi bahan emulsi minyak sawit dengan tiga jenis stabilizer yang berbeda (CMC, gelatin, dan gum arab). Setelah diperoleh bahan emulsi optimum kemudian diolah menjadi minuman emulsi dengan penambahan high fructose syrup (HFS) dan flavor nanas. Selanjutnya dilakukan uji mutu terhadap produk, yaitu uji hedonik, fisik, dan kimia. Minuman emulsi yang terpilih dari uji hedonik kemudian dilakukan uji fisik, yaitu analisis stabilitas emulsi dan viskositas, serta uji kimia, yaitu analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat) dan kadar -karotennya. Penelitian Pendahuluan
Proses Degumming
Sebanyak 1 liter minyak sawit kasar dipanaskan pada suhu 80oC, kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% (v/v). Kemudian dilakukan pengadukan selama 15 menit dengan kecepatan 56 rpm, didinginkan pada suhu ruang, dipisahkan, dan dihasilkan dua produk, yaitu endapan dan minyak sawit CPO hasil degumming (Gambar 4) (Mas’ud β007).
a b c
8
Penelitian Utama
Pembuatan Minuman Emulsi
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi dari metode penelitian yang telah dilakukan oleh Surfiana (2002). Pada penelitian ini dilakukan modifikasi berupa penggantian emulsifier dengan menggunakan stabilizer yaitu CMC, gelatin, dan gum arab dalam pembuatan bahan emulsi dari minyak sawit. Metode yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu pembuatan bahan emulsi minyak sawit dan pembuatan minuman emulsi minyak sawit.
Pembuatan Bahan Emulsi Minyak Sawit
Minyak sawit ditambahkan BHT dan EDTA kemudian dihomogenisasi selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm. Kemudian air ditambahkan Na-Benzoat dan Stabilizer kemudian dihomogenisasi selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm. Selanjutnya minyak sawit yang sudah dihomogenisasi ditambahkan secara perlahan-lahan pada campuran air yang telah dihomogenisasi. Proses pencampuran minyak pada air dihomogenisasi pada selama 3 menit pada kecepatan 8000 rpm (Gambar 5).
Gambar 4 Diagram alir proses degumming CPO
Gambar 5 Bagan alir proses pembuatan bahan emulsi dari minyak sawit merah (Modifikasi Surfiana 2002)
1 liter CPO Pemanasan 80oC
Pengadukan 15 menit, 56 rpm
CPO hasil
degumming
Pendinginan pada suhu ruang Asam fosfat 85% sebanyak 0.15% (v/v)
Endapan
Pemisahan
Na-benzoat
Stabilizer
Minyak
BHT EDTA
Air
Homogenisasi (3 menit, 8000 rpm)
Homogenisasi (1 menit, 8000 rpm) Homogenisasi
(1 menit, 8000 rpm)
Ditambahkan Perlahan-lahan
9 Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit
Bahan emulsi minyak sawit yang sudah jadi dihomogenisasi selama 4 menit pada kecepatan 8000 rpm dengan penambahan high fructose syrup (HFS) dan flavor nanas, dihasilkan minuman emulsi minyak sawit. Kemudian dilakukan pembotolan dan penyimpanan pada suhu ruang (Gambar 6).
Proses Optimasi Bahan Emulsi
Proses optimasi dilakukan terhadap bahan emulsi minyak sawit untuk penelitian optimasi ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap perancangan
response surface methodology (RSM), analisis respon (pemodelan), optimasi, dan verifikasi bahan emulsi optimum. Tahap-tahap tersebut dilakukan menggunakan perangkat lunak Design Expert V.7.
Tahap Perancangan RSM
Pada penelitian ini digunakan metode response surface methodology
(RSM)-combined techniques dengan rancangan D-optimal untuk mencari bahan emulsi dari komponen-komponen yang dicampurkan sehingga dihasilkan respon yang optimal. Metode response surface merupakan sekumpulan metode matematika dan teknik-teknik statistik yang bertujuan membuat model dan melakukan analisis mengenai respon yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Padil et al. 2011). Dalam hal ini faktor adalah komponen dari bahan emulsi yang mempengaruhi respon yang diukur dan dioptimasi. Pada tahap perancangan bahan emulsi ini ditentukan faktor dan rentang nilainya. Terdapat dua faktor dalam pembuatan bahan emulsi ini, yaitu faktor formula dan proses. Minyak dan air sebagai faktor formula, sedangkan CMC, gelatin (GLT), ataupun gum arab (GAR) sebagai faktor proses. Batas minimum dan maksimum minyak adalah 30% hingga 70%, air sebesar 30% hingga 70%. Sedangkan stabilizer yaitu CMC, gelatin ataupun gum arab terdapat dua nilai yang berbeda yaitu 0.75% (CMC2, GLT2, dan GAR2) dan 1% (CMC1, GLT1, dan GAR1). Komponen-komponen tersebut merupakan penyusun dalam pembuatan Gambar 6 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit merah
(Modifikasi Surfiana 2002) Pembotolan
Penyimpanan
Homogenisasi (4 menit, 8000 rpm)
Emulsi (minyak dalam air)
HFS
10
bahan emulsi. Perpaduan antara kedua faktor tersebut kemudian dianalisis responnya, yaitu stabilitas emulsi dan viskositas. Terdapat tiga rancangan bahan emulsi, yaitu rancangan bahan emulsi dengan penambahan stabilizer CMC, gelatin, dan gum arab. Program DX7 memberikan 16 bahan emulsi pada tiap rancangan. Hal ini karena pemakaian stabilizer sifatnya sendiri-sendiri bukan gabungan, sehingga totalnya adalah 48 bahan emulsi. Rancangan RSM bahan emulsi dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3. Semua bahan emulsi kemudian dibuat dan diukur responnya.
Pemodelan
Data yang diperoleh dari analisis respon kemudian dilakukan analisis terhadap persamaan polinomial yang disediakan oleh program (DX7). Persamaan polinomial tersebut umumnya menggunakan ordo quadratic,namun tidak menutup kemungkinan juga program memilih ordo yang lain, yaitu mean, linier, main effect, ataupun cubic. Terdapat tiga jenis proses untuk mendapatkan persamaan polinomial yaitu berdasarkan sequential model of squares [Type I], lack of fit test, dan model summary statistics. Ketiga proses ini dapat dilihat pada kolom fit summary.
Proses pemilihan model yang pertama (sequential model of squares [Type I]) dan kedua (lack of fit) adalah berdasarkan nilai “prob>f”. Proses pertama model ordo yang dipilih adalah model yang memiliki nilai “prob>f” lebih kecil atau sama dengan 0.05 (signifikan). Pada proses kedua model ordo yang dipilih adalah model yang tidak memiliki lack of fit atau lebih besar atau sama dengan 0.1 (tidak signifikan). Proses yang ketiga berdasarkan model summary statistic. Parameter yang dilihat untuk menentukan model terbaik adalah model yang mempunyai
“Adjusted R-Squared” dan “Predicted R-Squared” maksimum (mendekati 1.0) Berdasarkan ketiga proses tersebut, program DX7 akan memberikan saran model polinomial dengan ordo terbaik untuk masing-masing respon. Program DX7 menggunakan tabel fit summary untuk memilih model terbaik. Selanjutnya program DX7 menampilkan hasil analisis ragam atau ANOVA. Suatu faktor respon dikatakan berbeda nyata (signifikan) pada taraf signifikansi 5% apabila nilai
“prob>f” hasil analisis lebih kecil atau sama dengan 0.05. Faktor respon yang signifikan dapat digunakan sebagai model prediksi pada tahap optimasi. Faktor-faktor respon tersebut selanjutnya digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan bahan emulsi yang optimal. Pada akhir analisis setiap respon akan ditampilkan grafik yang memberikan gambaran pengaruh komponen-komponen terhadap respon yang dihasilkan.
Tahap Optimasi
Tujuan dari optimasi adalah meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan yang diinginkan. Penelitian ini memiliki sasaran menghasilkan produk bahan emulsi yang memiliki stabilitas dan viskositas yang sesuai kisaran tertentu. Berdasarkan dua varibel respon tersebut, akan ada faktor yang dominan atau penting dan faktor yang kurang penting untuk menentukan bahan emulsi yang paling optimal. Terdapat kriteria-kriteria tertentu yang bisa dipilih antara lain, target (titik yang hendak dicapai), in range (dalam kisaran tertentu), maximize (maksimum atau batas atas limit), ataupun minimize
11 kolom importance terdapat pilihan tanda positif (+), mulai dari positif 1 (+) hingga positif 5 (+++++). Semakin tinggi skala kepentingan respon yang diukur terhadap produk, semakin banyak tanda (+) yang harus diberikan. Pada penelitian ini respon stabilitas emulsi dioptimalkan dengan kriteria in range (95-100), yaitu positif 3 (+++), begitu pula dengan respon viskositas yang dioptimalkan dengan kriteria
target (1000), yaitu positif 3 (+++). Alasan pemilihan tingkat kepentingan tersebut didasarkan pada sifat-sifat bahan emulsi yang stabil serta memiliki kekentalan yang medium. Semakin stabil suatu produk emulsi, maka semakin baik stabilizer tersebut bisa mempertahankan kondisi emulsi tetap menyatu.
Tahap Verifikasi
Setelah program DX7 merekomendasikan bahan emulsi optimum terpilih dengan nilai desirability yang tertinggi, lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan nilai dari respon-respon yang diberikan program tersebut. Tujuan verifikasi ini adalah memberikan bukti bahwa tahapan proses dalam pembuatan bahan emulsi ini benar-benar menghasilkan nilai respon yang masuk dalam kisaran nilai yang ditentukan program DX7.
Tahap Analisis Fisikokimia Minuman Emulsi
Tahap analisis fisikokimia ini berupa analisis stabilitas emulsi, viskositas,
proksimat dan kadar -karoten pada minuman emulsi setelah dilakukan uji hedonik
minuman emulsi dengan penambahan HFS dan flavor nanas yang ditentukan menggunakan uji sensori berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Metode Analisis
Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)
Sampel sejumlah 3-5 g ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air (g 00g basis basah) ( β)x 00
Keterangan:
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot contoh + bobot cawan kosong sesudah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)
Analisis Kadar Abu, Metode Gravimetri (SNI 01-2891-1992)
12
Kadar abu (g 00g basis basah) ( β)x 00
Keterangan:
W = bobot contoh sebelum diabukan (g)
W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)
Analisis Kadar Protein, Metode Kjeldahl (AOAC 1995)
Sebanyak 0,1-0.25 g contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 g K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh
dididihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH
– 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi. Kemudian dilakukan destilasi selama
15 menit atau sampai volume larutan dalam wadah penampung mencapai 50 ml. Destilat ditampung dalam wadah penampung yang berisi 5 ml asam borat yang telah dicampur dengan 2 - 4 tetes indikator MB:MM. Larutan yang diperoleh dari proses destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Volume dicatat untuk digunakan dalam perhitungan kadar protein. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko, diperoleh dengan prosedur yang sama namun sampel diganti dengn air destilata. Kadar protein dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Kadar protein (%bb) ( Cl blanko) x Cl x 4.007 x FK Bobot contoh (mg) x 00
Keterangan:
FK = Faktor konversi yaitu 6.25
Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)
Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama sekitar 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas (W). Setelah itu selongsong kertas yang berisi contoh disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama ± 1 jam. Selongsong kertas yang sudah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Lemak dalam contoh diekstrak dengan heksana selama ± 6 jam. Heksana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105oC, didinginkan pada desikator, lalu ditimbang.
Kadar lemak g 00g basis basah β x 00
Keterangan:
W = bobot contoh (g)
13 Kadar Karbohidrat, Metode by difference (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menggunakan persamaan sebagai berikut:
Analisis β-Karoten, Metode HPLC (Parker 1999)
Sebanyak 0.5-2 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan 10 ml larutan KOH 5% dalam metanol kemudian divorteks. Setelah itu, gas nitrogen dihembuskan ke dalam tabung reaksi selama 30 detik lalu ditutup untuk mencegah terjadinya oksidasi -karoten. Larutan dipanaskan dalam
waterbath 65oC selama 30 menit, lalu didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 5 ml air, kemudian divorteks. Selanjutnya, ditambahkan 10 ml heksana kemudian vorteks selama 30 detik, ditunggu hingga larutan dalam tabung terpisah menjadi dua fraksi, lalu diambil larutan pada fraksi heksana (bagian atas) dan dipindahkan ke tabung reaksi lain sambil dilewatkan pada kertas saring yang telah diberi natrium sulfat anhydrous. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali. Fraksi heksana yang terkumpul diuapkan dengan gas nitrogen hingga kering. Analat kering yang diperoleh dilarutkan dengan 1000 µl fase gerak untuk menghindari terjadinya
tailing pada kromatogram.
Selanjutnya, larutan sampel diinjeksikan ke HPLC. Volume larutan sampel yang diinjeksi minimal 2 kali volume sampel loop (20 µl), yaitu 40 µl. Selanjutnya, dilakukan persiapan larutan standar dan pembuatan kurva standar, yaitu seri pengenceran 5x, 10x, 20x, 50x, dan 100x dibuat dari larutan standar -karoten konsentrasi 440 µg/ml dalam basis 1000 µl. Setiap larutan standar diinjeksikan ke HPLC, minimal 2 kali volume sampel loop (20 µl), yaitu 40 µl. Hubungan antara luas peak yang terbaca dengan konsentrasi larutan yang diinjeksikan kemudian diplotkan, dimana luas peak sebagai sumbu y dan konsentrasi larutan sebagai sumbu x. Kemudian peak -karoten pada sampel diidentifikasi dengan mencocokkan waktu retensi peak sampel dengan waktu retensi standar -karoten. Luas area peak -karoten pada sampel dicatat dan dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar untuk memperoleh konsentrasi -karoten sampel dari kurva standar (µg/ml).
Stabilitas Emulsi, Metode Yasumatsu (Shyu dan Sung 2010)
Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan pada kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2700 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:
Stabilitas emulsi % olume campuran yang teremulsi ml olume total campuran ml x 00
14
Viskositas, Metode Viskometri (Shyu dan Sung 2010)
Pengukuran viskositas bahan emulsi dan minumannya dilakukan dengan menggunakan alat Viskometer (Model RTV, Brookfield Engineering Labs., Inc., Middleboro, MA, USA). Sejumlah sampel (± 300 ml) dimasukkan ke dalam wadah khusus pada alat Viskometer. Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu 25oC. Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah mengukur besarnya hambatan akibat kekentalan suatu fluida yang dialami oleh silinder atau piringan ketika berputar dalam fluida yang diukur.
Silinder yang berputar dalam suatu fluida (sampel) disebut dengan spindle. Alat ini terdiri atas 4 jenis yang dibedakan berdasarkan ukurannya. Spindle nomor 1 merupakan spindle yang berukuran paling besar, sedangkan spindle nomor 4 berukuran paling kecil. Semakin kental suatu fluida, maka ukuran spindle yang digunakan semakin kecil. Perputaran pada viscometer dapat diatur sesuai dengan sampel yang digunakan. Pengaturan spindle dan speed harus sesuai agar dial reading dapat terbaca. Berikut ini persamaan untuk mengukur viskositas.
Viskositas (cP) = dial reading x faktor
Nilai faktor dipengaruhi oleh spindle dan speed yang digunakan. Berikut nilai faktor untuk setiap spindle dan speed yang digunakan (Tabel 1).
Tabel 1 Faktor untuk setiap spindle dan speed
Speed Spindle
Analisis Sensori, Uji Hedonik (Waysima dan Adawiyah 2011)
Pengujian organoleptik dilakukan setelah sampel dibuat atau pada awal penyimpanan dengan uji penerimaan berupa uji kesukaan (hedonik) terhadap kriteria mutu minuman emulsi. Atribut yang diuji adalah rasa, aroma, warna, tekstur (kekentalan), dan penampakan umum (overall). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih berjumlah 70 orang. Tingkat skala hedonik mulai dari sangat suka (skala numerik = 7), suka (6), agak suka (5), netral (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam tabel, kemudian dilakukan analisis uji t (paired sample test) menggunakan program statistik, yaitu SPSS 20.0 untuk melihat signifikansi perbedaan kedua sampel.
Analisis Data
Pengolahan data optimasi bahan emulsi menggunakan program Design Expert V.7, adapun uji hedonik dianalisis dengan uji t pada taraf signifikansi 5% menggunakan program SPSS 20.0, sedangkan data yang lainnya diolah
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan emulsi. Karakteristik kimia tersebut meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar -karoten minyak sawit.
Minyak sawit yang digunakan merupakan minyak sawit crude palm oil
(CPO) yang diperoleh dari PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia. Minyak CPO ini sebelum digunakan sebagai campuran dalam pembuatan bahan emulsi, terlebih dahulu dilakukan degumming (pemisahan gum).
Degumming merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin. Umumnya proses ini dilakukan dengan teknik dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses sentrifugasi (Ketaren 2008). Komponen-komponen fosfatida membentuk lendir (gum) pada CPO dan tidak dikehendaki karena trigliserida akan terhidrasi sehingga menimbulkan emulsi pada saat pengolahannya, mempersulit adsorbsi tanah pemucat. Fosfatida yang terlarut dalam minyak dapat dipisahkan dengan menyalurkan uap air panas ke dalam minyak sehingga terpisah dari minyak, sedangkan fosfatida yang tidak larut air dapat dipisahkan dengan penambahan asam fosfat (H3PO4). Hasil analisis
karakteristik kimia minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil analisis menunjukkan bahwa setelah proses degumming terjadi penurunan kadar protein, karbohidrat, dan -karotennya. Penurunan kadar protein, dan karbohidrat ini disebabkan karena lendir pada minyak awal yang juga mengandung kedua zat tersebut mengalami pemisahan dengan adanya proses
degumming, sedangkan penurunan jumlah -karoten disebabkan oleh proses pemanasan yang terjadi selama degumming. Beta karoten merupakan bagian dari karotenoid. Karotenoid memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang menyebabkan karotenoid sangat sensitif terhadap degradasi oksidatif ketika berhubungan dengan udara dan panas. Oksidasi karotenoid dipercepat dengan adanya sinar (Purnamasari
et al. 2013).
Tabel 2 Komposisi kimia CPO sebelum dan setelah proses degumming
Sampel Kadar
Keterangan: KH = Karbohidrat A. Minyak CPO awal B. Minyak CPO hasil degumming
Penelitian Utama
16
jenis-jenis stabilizer tersebut berdasarkan kemampuannya yang baik sebagai penstabil. CMC merupakan turunan selulosa yang larut dalam air, selain itu CMC juga memiliki kemampuan sebagai pengental, pengikat, penstabil, dan penahan air (Tan et al. 2008). Gelatin mempunyai sifat-sifat antara lain hampir tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna atau berwarna kuning kecoklatan, dan larut dalam air. Sifat-sifat yang dimiliki gelatin tersebut menyebabkan gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan pembentuk gel lain seperti karagenan (Maryani et al. 2010). Gum arab merupakan polisakarida komposit alami yang berasal dari pohon akasia. Di antara gum yang lain, gum arab merupakan jenis gum yang terbaik. Gum arab berfungsi sebagai penstabil yang baik dalam produk makanan, serta larut dalam air (Dror et al. 2006). Kemudian bahan emulsi optimal diolah menjadi minuman emulsi dan dilakukan uji hedonik (kesukaan) untuk mengetahui kesukaan panelis. Minuman emulsi yang terpilih dari uji hedonik selanjutnya dilakukan uji fisik yaitu analisis stabilitas emulsi dan viskositas, serta uji kimia yaitu analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan kadar -karotennya.
Tahap Analisis Respon Bahan Emulsi
Terdapat enam model polinomial pada program DX7 yang tersedia untuk setiap respon. Namun, model polinomial tersebut merupakan gabungan dari mix order (mean, linear, quadratic, dan cubic) dan process order (mean dan main effect). Program DX7 merekomendasikan model yang paling sesuai untuk setiap respon. Model tersebut dapat menampilkan hasil analisis ragam atau ANOVA. Suatu faktor respon dapat dikatakan berbeda nyata (signifikan) pada taraf
signifikansi 5% bila nilai “prob>f” hasil analisis lebih kecil atau sama dengan 0.05. Faktor-faktor respon tersebut selanjutnya digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan bahan emulsi optimal.
Analisis Respon Bahan Emulsi dengan Stabilizer CMC
Berdasarkan data hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4, diketahui bahwa hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu perpaduan antara cubic
dan main effectadalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil
dari 0.05 (<0.0001). Persamaan di atas terlihat bahwa nilai stabilitas emulsi akan meningkat seiring peningkatan minyak dan air, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai positif. Sedangkan interaksi antara minyak dan air dapat menurunkan stabilitas emulsi, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif. Adapun hasil uji ANOVA terhadap viskositas pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang digunakan, yaitu perpaduan antara modifikasi cubic dan main effectadalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari 0.05 (0.0024). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa nilai viskositas akan meningkat seiring dengan peningkatan air serta interaksi antara minyak, air, dan CMC, sedangkan minyak dan interaksi antara minyak dan CMC dapat menurunkan viskositas.
Tabel 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon untuk stabilizer CMC
Respon Jumlah
17
(%)
(c
P
)
Tabel 4 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon untuk stabilizer
CMC
Respon Model Ordo Model Matematika
Stabilitas
1352.95*A*C + 5066.76*B*C + 46731.90*A*B*C
Keterangan: Y1= Stabilitas emulsi, Y2= Viskositas, A= Minyak, B= Air, C= CMC
Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi mengalami penurunan dari perbandingan minyak-air 30:70 hingga 70:30. Artinya peningkatan jumlah minyak dan penurunan air menyebabkan terjadinya penurunan stabilitas emulsi, sedangkan viskositasnya mengalami peningkatan kemudian mengalami penurunan seiring peningkatan jumlah minyak dan penurunan jumlah airnya (Gambar 7). Menurut Tan et al. (2008) CMC merupakan polikasarida jenis anionik dengan beberapa struktur molekul yang berbeda-beda di antaranya adalah
amphipathic anhydrous glucopyranose (AHG; yang salah satu sisinya bersifat hidrofilik dan sisi lainnya bersifat hidrofobik) dan carboximethyl (CM) yang bersifat hidrofilik. Keberadaan kedua fraksi hidrofilik dan hidrofobik pada CMC menjadikannya sebagai penstabil yang kuat dalam sistem emulsi dan koloid. Karena kedua struktur tersebut sangat efektif dalam mengurangi tegangan interfasial minyak-air. Data stabilitas emulsi dan viskositas stabilizer CMC dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 7 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas bahan emulsi dengan stabilizer CMC
Analisis Respon Bahan Emulsi dengan Stabilizer Gelatin
Berdasarkan data hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6, diketahui bahwa hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu perpaduan antara cubic
dan mean adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari
18
meningkat seiring peningkatan minyak dan air, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai positif, sedangkan interaksi antara minyak dan air dapat menurunkan stabilitas emulsi, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif. Adapun hasil uji ANOVA terhadap viskositas pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang digunakan, yaitu perpaduan antara modifikasi cubic dan main effectadalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari 0.05 (<0.0001). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa nilai viskositas akan meningkat seiring dengan peningkatan minyak serta interaksi antara minyak dan gelatin, sedangkan air dan interaksi antara minyak dan air dapat menurunkan viskositas.
Tabel 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon untuk stabilizer gelatin
Respon Jumlah
Emulsi 11313.07 3 3771.02 184.43 <0.0001 Signifikan
Viskositas 7.092x106 7 1.013x106 114.90 <0.0001 Signifikan
Tabel 6 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon untuk stabilizer
gelatin
Respon Model Ordo Model Matematika
Stabilitas
Viskositas Combined cubic x
Main effect
Y2 = 1441.48*A - 7.02*B – 3131.66*A*B +
497.34*A*C - 5.66*B*C – 1044.97*A*B*C – 3456.20*A*B*C*(A-B)
Keterangan: Y1= Stabilitas emulsi, Y2= Viskositas, A= Minyak, B= Air, C= Gelatin
Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi mengalami penurunan dari perbandingan minyak-air 30:70 hingga 50:50 kemudian mengalami peningkatan hingga 70:30. Artinya stabilitas emulsi mengalami penurunan pada perbandingan tertentu kemudian mengalami peningkatan, sedangkan viskositasnya mengalami penurunan kemudian mengalami peningkatan seiring peningkatan minyak dan penurunan jumlah airnya (Gambar 8). Menurut Maryani et al. (2010) gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. Menurut Hastuti dan Sumpe (2007) gelatin mengandung protein yang sangat tinggi dan rendah kadar lemaknya. Gelatin kering dengan kadar air 8-12% mengandung protein sekitar 84-86% protein, lemak hampir tidak ada dan 2-4% mineral. Oleh karena itu gelatin bersifat serba guna, yaitu berfungsi sebagai bahan pengisi, pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, pengatur elastisitas, dapat membentuk lapisan tipis yang elastis membentuk film yang transparan dan kuat kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi dan dapat diatur, sebagai pengawet, humektan, serta penstabil. Data stabilitas emulsi dan viskositas stabilizer
19 dengan stabilizer gelatin
Analisis Respon Bahan Emulsi dengan Stabilizer Gum Arab
Berdasarkan data hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8, diketahui bahwa hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu perpaduan antara linier
dan mean adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari
0.05 (<0.0042). Persamaan di atas terlihat bahwa nilai stabilitas emulsi akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak dan air, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai positif. Adapun hasil uji ANOVA terhadap viskositas pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang digunakan, yaitu perpaduan antara modifikasi cubic dan mean adalah signifikan, dengan nilai “prob>f”
stabilitas emulsi lebih kecil dari 0.05 (<0.0001). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa nilai viskositas akan meningkat seiring dengan peningkatan minyak dan air, serta interaksi antara minyak dan air. Di lain pihak interaksi minyak, air, dan selisih antara minyak dan air dapat menurunkan viskositas.
Tabel 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon untuk stabilizer gum
Viskositas 1.915x106 3 6.383x105 25.49 <0.0001 Signifikan
Tabel 8 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon untuk stabilizer
gum arab
Respon Model Ordo Persamaan Polinomial
Stabilitas Emulsi
Combined linier x
Mean Y1 = 22.34*A + 41.84*B
Viskositas Combined cubic x
Mean
Y2 = 495.4*A + 901.96*B + 1811.71*A*B –
3348.56*A*B*(A-B)
20
(c
P
)
(%)
Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi mengalami penurunan dari perbandingan minyak-air 30:70 hingga 70:30. Artinya peningkatan jumlah minyak dan penurunan air menyebabkan terjadinya penurunan stabilitas emulsi, sedangkan viskositasnya mengalami peningkatan hingga perbandingan 40:60 kemudian mengalami penurunan seiring peningkatan minyak dan penurunan jumlah airnya (Gambar 9). Gum arab merupakan molekul bercabang dan kompleks. Dengan bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah (Buffo et al. 2001). Menurut Mirhosseini et al. (2009) terdapatnya komponen kimia polisakarida arabinogalaktan dalam struktur kimia gum arab sehingga mempengaruhi stabilitas emulsinya. Hal inilah yang menyebabkan stabilitas emulsinya rendah. Data stabilitas emulsi dan viskositas
stabilizer gum arab dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 9 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas bahan emulsi dengan stabilizer gum arab
Tahap Optimasi
Program DX7 selanjutnya mengolah semua faktor respon berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa solusi bahan emulsi minyak sawit terpilih. Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut sebagai
desirability. Desirability memiliki nilai 0 sampai 1.0. Kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk mencapai nilai desirability maksimum. Namun demikian, tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1.0 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan.
21 lain bisa disebabkan oleh stabilizer CMC tersebut yang kurang sesuai jika digunakan dalam bahan emulsi karena nilai viskositas yang dihasilkan cenderung tinggi. Jumlah perbandingan antara minyak dan air juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tidak optimalnya bahan emulsi dengan jenis stabilizer CMC.
Hal yang sama terjadi pada bahan emulsi dengan stabilizer gum arab yang menunjukkan bahwa nilai stabilitas emulsi berkisar antara 9.17% hingga 54.17%, sedangkan nilai viskositasnya berkisar antara 518.8 cP hingga 1606.3 cP. Kisaran nilai yang ditunjukkan pada bahan emulsi ini tidak masuk kisaran yang disyaratkan, meskipun nilai viskositasnya bisa mencapai nilai 1000 cP, sehingga program tidak memberikan nilai optimalnya saat dilakukan optimasi. Hal ini dapat terjadi karena
stabilizer gum arab kurang sesuai jika digunakan dalam bahan emulsi serta perbandingan minyak dan air yang kurang tepat.
Adapun penambahan gelatin dalam bahan emulsi menunjukkan nilai stabilitas emulsi berkisar antara 25% hingga 100%, serta nilai viskositas yang berkisar antara 4 cP hingga 1980 cP. Nilai stabilitas emulsi maupun nilai viskositasnya masuk pada kriteria optimasi yang ditentukan yaitu stabilitas emulsi kisaran 95% hingga 100% dan viskositas maksimal 1000 cP. Berdasarkan data tersebut, program dapat memberikan nilai optimasinya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Bahan emulsi terpilih hasil optimasi menggunakan DX7
Minyak Air Gelatin Desirability
70% 30% GLT2 1.000 Selected
Bahan emulsi optimal adalah bahan emulsi yang menggunakan komposisi minyak 70%, air 30%, dan stabilizer gelatin GLT2 (0.75%) dengan nilai
desirability 1.000. Selanjutnya bahan emulsi terpilih ini diverifikasi, yaitu dilakukan pembuktian untuk memperoleh nilai dari respon yang diberikan program. Produk emulsi optimal dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Produk emulsi optimal
22
Tabel 10 Perbandingan nilai pengukuran dengan nilai prediksi produk emulsi optimal
Respon Aktual Prediksi 95% PI
Rendah Tinggi Stabilitas Emulsi (%) 99 100.441 89.44 111.45
Viskositas (cP) 940 944.143 679.30 1208.99
Hasil pengamatan dan pengukuran ini masih berada dalam selang 95% PI low
dengan 95% PI high. Nilai 95% PI (Prediction Interval) low menunjukkan nilai terendah dari kisaran yang diprediksikan, dimana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%, sedangkan nilai dari 95% PI (Prediction Interval) high menunjukkan nilai tertinggi dari kisaran yang diprediksikan, di mana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%. Karena hasil-hasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam kisaran prediksi, berarti produk emulsi optimum yang terpilih sesuai dengan yang direkomendasikan oleh program, dengan kata lain hasil optimasi penggunaan stabilizer pada produk emulsi tersebut terverifikasi.
Uji Mutu Minuman Emulsi
Bahan emulsi yang terpilih tersebut selanjutnya digunakan dalam pembuatan minuman emulsi dengan penambahan high fructose syrup (HFS) sebagai pemanis dan flavor nanas sebagai penyedap rasa dan aroma. Menurut Cahyadi (2006) bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan, sedangkan bahan penyedap rasa dalam pengolahan pangan salah satunya bertujuan untuk menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai. Menurut Prahastuti (2011) fruktosa digunakan sebagai pemanis oleh industri makanan karena mempunyai rasa paling manis diantara jenis karbohidrat lainnya, bahkan 1.7 kali lebih manis bila dibandingkan sukrosa dengan harga yang relatif murah. Adanya warna pada pangan juga dapat dikaitkan dengan aroma yang khusus. Seperti pada pembuatan minuman emulsi ini digunakan flavor nanas. Penentuan mutu minuman emulsi dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu uji hedonik, fisik, dan kimia.
Uji Hedonik
Minuman emulsi dilakukan uji hedonik atau tingkat kesukaan kepada 70 panelis tidak terlatih. Pada uji sensori ini dilakukan pembedaan penambahan high fructose syrup (HFS) sebesar 10% dan 15%, serta penambahan flavor nanas sebesar 1.5% pada tiap minuman emulsi yang diujikan. Atribut yang diujikan pada uji sensori ini antara lain rasa, warna, aroma, tekstur (kekentalan), dan overall, serta perbandingan tingkat kesukaan panelis terhadap dua minuman emulsi yang disajikan. Analisis yang dilakukan pada adalah uji t menggunakan analisis statistik SPSS 20.0. Hasil uji sensori minuman emulsi ini akan menjadi saran perbaikan produk. Data rataan hasil uji sensori dapat dilihat pada Gambar 11.
23 kesukaan tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa posisi kesukaan panelis terhadap rasa minuman emulsi HFS 10% lebih kecil terhadap minuman emulsi HFS 15%.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap atribut warna adalah 4.57 (mendekati agak suka) untuk produk minuman emulsi HFS 10% dan 4.54 (mendekati agak suka) untuk produk minuman emulsi HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan untuk atribut aroma tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Artinya kedua produk minuman emulsi tersebut memiliki aroma yang sama.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap atribut aroma adalah 4.54 (mendekati agak suka) untuk minuman emulsi HFS 10% dan 4.63 (mendekati agak suka) untuk minuman emulsi HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal ini terjadi karena adanya penambahan flavor nanas pada kedua produk dengan konsentrasi yang sama.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap tekstur (kekentalan) adalah 4.29 (biasa) untuk minuman emulsi HFS 10% dan 4.41 (biasa) untuk minuman emulsi HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Artinya kekentalan kedua produk tersebut sama.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap overall atau secara keseluruhan baik rasa, warna, aroma, dan tekstur (kekentalan) adalah 3.77 (mendekati biasa) untuk minuman emulsi HFS 10% dan 4.31 (biasa) untuk minuman emulsi HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Nilai kesukaan terhadap overall minuman emulsi HFS 10% lebih kecil dibanding skor kesukaan panelis terhadap minuman emulsi HFS 15%. Nilai yang berbeda nyata ini terutama dikarenakan atribut rasa yang berbeda nyata, sedangkan nilai dari atribut lainnya cenderung lebih tinggi sedikit pada minuman emulsi HFS 15% sehingga berdampak pada perolehan nilai overall.
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).
Gambar 11 Grafik skor rataan kesukaan pada berbagai atribut 3.33a
4.57a 4.54a
4.29a
3.77a
3.96b
4.54a 4.63a
4.41a
4.31b
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Rasa Warna Aroma Tekstur Overall
24 Uji Fisik
Stabilitas Emulsi dan Viskositas Minuman Emulsi
Stabilitas emulsi pada minuman emulsi ini adalah 97% dan viskositasnya 325 cP. Terjadi penurunan nilai stabilitas emulsi dan viskositas pada produk ini dibandingkan bahan emulsi aktualnya, hal ini terjadi karena pada minuman emulsi sudah ditambahkan beberapa bahan tambahan pangan (BTP), yaitu HFS sebagai pemanis dan flavor nanas sebagai penyedap rasa. BTP yang ditambahkan sifatnya cairan sehingga mempengaruhi nilai stabilitas emulsi dan viskositasnya. Penambahan BTP ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas minuman emulsi tersebut agar diterima oleh konsumen.
Uji Kimia
Analisis Proksimat
Minuman emulsi yang dilakukan analisis proksimat adalah minuman emulsi dengan nilai overall yang tinggi berdasarkan uji hedonik, yaitu minuman emulsi dengan penambahan HFS 15% serta flavor nanas 1.5%. Hasil proksimat minuman emulsi dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Komposisi kimia minuman emulsi (basis basah)
Sampel Kadar
Minuman emulsi 29.70±0.18 0.04±0.00 59.76±0.05 0.65±0.00 9.85±0.00
Keterangan: KH = Karbohidrat
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa kadar air dalam minuman emulsi cukup tinggi yaitu 29.70%. Nilai kadar air yang cukup tinggi ini berasal dari komposisi minuman emulsi yaitu air, sirup fruktosa, dan flavor nanas. Ketiga bahan tersebut sifatnya adalah cairan sehingga menyebabkan tingginya kadar air dalam minuman emulsi. Kadar air yang tinggi ini cukup merugikan karena bisa menjadi medium pertumbuhan mikroba sehingga dapat merusak minuman emulsi tersebut. Namun untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan mikroba, perlu dilakukan proses lanjutan seperti pasteurisasi.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kadar abu minuman emulsi adalah 0.04%. Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukkan unsur-unsur mineral atau zat-zat anorganik (Winarno 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam minuman emulsi ini tergolong sangat rendah karena hampir tidak ada komponen mineralnya. Menurut SNI 01-2985-1992, sirup fruktosa mengandung kadar abu sebesar 0.05%. Kadar abu minuman emulsi ini lebih rendah dari standar maksimal yang ditentukan SNI terhadap HFS yang merupakan komponen penyusun minuman emulsi.