• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN

IKAN LELE SANGKURIANG

Clarias

sp. MELALUI

PENGATURAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN

JOSEPH BENEDICTUS

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI PENGATURAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(3)

ABSTRAK

JOSEPH BENEDICTUS. Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan LIES SETIJANINGSIH.

Target utama pada kegiatan pendederan ikan lele adalah untuk menghasilkan benih yang pertumbuhannya baik, tepat jumlah, serta berukuran seragam. Oleh karena itu, perlu terus dilakukan upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan lele dalam sistem pendederan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakanterhadap laju pertumbuhan pada pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. Pengaturan frekuensi pemberian pakan ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tentang pengosongan lambung, dan diketahui lambung ikan lele kosong dalam waktu 4 jam setelah proses makan dimulai. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan yaitu frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari dengan ulangan 3 kali pada setiap perlakuan. Benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan bobot rata-rata 0,79±0,01 g/ekor dan panjang rata-rata 3,94±0,44 cm/ekor dipelihara secara outdoor dalam bak fiber berkapasitas 96 liter dengan padat penebaran 2 ekor/l. Pakan yang digunakan berupa pelet apung berdiameter 1,2 - 2 mm dengan kandungan protein 38%. Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, tingkat konsumsi pakan, efisiensi pemberian pakan, koefisien keragaman, kualitas air, dan efisiensi ekonomi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan frekuensi pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap derajat kelangsungan hidup dan koefisien keragaman pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi pemberian pakan pada frekuensi pemberian pakan 5 dan 9 kali/hari tidak berbeda nyata. Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari memberikan pertumbuhan panjang mutlak terbaik dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari juga memberikan nilai profit dan rasio R/C terbaik dibandingan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari.

(4)

ABSTRACT

JOSEPH BENEDICTUS. Optimization of growth in Sangkuriang catfish

Clarias sp. rearing by feeding frequency arrangement. Supervised by IRZAL EFFENDI and LIES SETIJANINGSIH.

The main target of catfish nursery is to produce seeds with growing well, right amount, as well as uniform in size. Therefore, the need to continously efforts to increase the growth of catfish. The purpose of this research was to determine the influence of feeding frequency on growth rate of catfish Sangkuriang Clarias sp. nursery. Feeding frequency settings are determined based on preliminary research that the stomach was empty in 4 hours. The design of research used was a complete random design with four treatments (feeding frequency at 2, 3, 5, and 9 times/day) and three replicates. The seeds of Sangkuriang catfish with average body weights was 0.79±0.01 g/fish and the average of body length was 3,94±0,44 cm/fish kept in a fiber capacity 96 liters with stocking density of 2 fish/liter. Feed used was floating pellets which have a diameter of 1.2 - 2 mm and a protein content of 38%. Parameters observed were survival rate, absolutely growth, specific growth rate, feed intake, feeding efficiency, coefficient diversity, water quality, and economic efficiency. The research results showed that the arrangement of the feeding frequency on every treatment does not provide a significant effect to survival rate and coefficient diversity. Specific growth rate and feeding efficiency on feeding frequency 5 and 9 times/day does not provide a significant effect. Feeding frequency which is 9 times/day gives the best absolutely growth than treatments with 2, 3, and 5 times/day. Feeding frequency which is 9 times/day also gives the best profit and R/C ratio than treatments with 2, 3, and 5 times/day.

(5)

OPTIMALISASI PERTUMBUHAN PADA PENDEDERAN IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. MELALUI PENGATURAN FREKUENSI

PEMBERIAN PAKAN

JOSEPH BENEDICTUS

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)

Judul Skripsi : Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele

Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan.

Nama Mahasiswa : Joseph Benedictus

Nomor Pokok : C14080086

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Irzal Effendi, M.Si. Ir. Lies Setijaningsih, M.Si. NIP. 19640330 198903 1 003 NIP. 19610203 198703 2 004

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan. Karya tulis ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada 15 September hingga 10 Oktober 2012 di

Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung,

Bogor, Jawa Barat.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini:

1. Kedua orang tua Penulis Adrianus Widjaja dan Lili, adik-adik tercinta Edith

Lidwina, Francis Sebatianus, Kevin Laurentius, serta seluruh keluarga besar

atas doa dan dukungan yang sangat berarti bagi Penulis.

2. Ir. Irzal Effendi, M.Si dan Ir. Lies Setijaningsih, M.Si selaku Dosen

Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama

proses pembuatan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku Dosen Pembimbing Akademik atas nasihat, saran, dan dukungannya.

4. Pimpinan dan Staf Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan

Toksikologi Cibalagung, Bogor atas kesempatan yang telah diberikan.

5. Cecilia Wiranti atas segenap perhatian, dukungan serta motivasi.

6. Anindila, Adit, Anes, Burhan, Ima, Jeanni, Dilla, Nidya, Erriza, Wahyu, Titi,

Dandy, Ojan, Heru, Dessy, Rian, Lita, Randi, Sofyan yang telah membantu

dalam pengenalan lokasi penelitian, penelitian pendahuluan, sampling,

pengukuran kualitas air, hingga pengolahan data.

7. Rekan-rekan BDP 45, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi Penulis serta

pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2013

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 15 Desember 1989, merupakan anak

pertama dari empat bersaudara dari Ayah Adrianus Widjaja dan Ibu Lili.

Pendidikan formal yang telah ditempuh Penulis adalah SD Regina Pacis Bogor

pada 2002, SMP Regina Pacis Bogor pada 2005, dan SMA Regina Pacis Bogor

pada 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB dengan

memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah mengikuti kegiatan Pekan

Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai DIKTI

dengan judul “Akuakultur Kultur Aqua Ku” pada 2011. Pada tahun yang sama penulis juga mengikuti PIMNAS XXIV di Makassar melalui kegiatan Pekan

Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) dengan judul “Pemanfaatan

(9)

DAFTAR ISI

2.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung... 4

(10)

ix DAFTAR GAMBAR

1. Waktu pengosongan lambung ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada suhu antara 27oC – 28oC ... 12

2. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 13

3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 14

4. Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 15

5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 16

6. Efisiensi pemberian pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 16

7. Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp.dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 17

8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 18

9. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 18

10.Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari... ... 19

11.Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias

sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 20

12.Kandungan nitrit media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 20

13.Kandungan nitrat media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 21

14.Nilai profit pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Claria sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 22

(11)

ix 15.Nilai rasio R/C pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 22

16.Nilai harga pokok produksi (HPP) pemeliharaan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp.dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 23

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Denah wadah pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. ... 38

2. Hasil penelitian pendahuluan : waktu pengosongan lambung ... 39

3. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada perlakuan frekuensi pemberian paka 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 39

4. Analisis ragam derajat kelangsungan hidup benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 40

5. Data hasil sampling pertumbuhan panjang pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 41

6. Analisis ragam pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 41

7. Data hasil sampling biomassa pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5,

dan 9 kali/hari ... 42

8. Analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 42

9. Data pakan pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 43

10.Analisis ragam tingkat konsumsi pakan benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9

kali/hari. ... 43

11.Analisis ragam efisiensi pemberian pakan benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. ... 44

12.Analisis ragam koefisien keragaman benih ikan lele Sangkuriang

(13)

15.Analisis statistik harga pokok produksi benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. pada perlakuan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 46

16.Analisis ekonomi pada pemeliharaan ikan lele Sangkuriang dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari ... 47

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan Lele Clarias sp. merupakan salah satu komoditas unggulan ikan air tawar yang permintaannya tidak pernah surut bahkan cenderung meningkat setiap

tahunnya (KKP, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral

Perikanan Budidaya (2012), produksi nasional ikan lele pada 2007 sebesar 91.735

ton dan terjadi peningkatan produksi hingga 337.577 ton pada 2011 atau

meningkat 268% dalam 5 tahun terakhir. Ikan lele menempati urutan ke-3 setelah

rumput laut dan ikan patin dalam produksi komoditas perikanan budidaya

terbanyak di Indonesia. Harga ikan lele ukuran konsumsi di kalangan petani Jawa

Barat saat ini berkisar antara Rp. 10.000,00 - 13.000,00 / kg. Permintaan ikan lele

ukuran konsumsi yang terus meningkat ini akan terkait dengan kebutuhan benih

dalam jumlah banyak, seragam, dan berkesinambungan.

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi telah berhasil

memperbaiki kualitas genetis ikan lele dumbo Clarias gariepinus melalui rekayasa kawin silang (cross breeding). Hasil dari rekayasa kawin silang tersebut diperoleh strain ikan lele Sangkuriang Clarias sp. (BBPBAT, 2005). Keunggulan ikan lele Sangkuriang dibandingkan dengan jenis ikan lele lainnya yaitu memiliki

daya tahan tubuh yang lebih baik, sifat kanibal yang lebih rendah, tingkat

kelangsungan hidup yang lebih tinggi, dan pertumbuhannya yang lebih cepat

(Nasrudin, 2010). Menurut Mahyuddin (2008), panjang mutlak benih ikan lele

Sangkuriang Clarias sp. berusia 40 hari dapat mencapai ukuran 5-8 cm/ekor, sedangkan pada ikan lele dumbo hanya berkisar antara 3-5 cm/ekor.

Menurut Effendi (2004), pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan

untuk menghasilkan benih yang siap untuk ditebar di unit produksi pembesaran,

atau benih yang siap di jual. Kegiatan pendederan dilakukan dalam upaya

mengadaptasikan benih sebelum dibesarkan hingga berukuran konsumsi.

Diharapkan setelah didederkan ikan lele memiliki laju pertumbuhan yang yang

(15)

2 produksi yang lebih singkat, dan biaya produksi yang lebih efisien di dalam

sistem pembesaran.

Upaya meningkatkan laju pertumbuhan merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan produksi. Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal

maupun faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah faktor keturunan,

jenis kelamin, dan usia. Faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol

yang terdiri dari faktor kualitas air dan pakan. Pakan merupakan salah satu faktor

penting dalam kegiatan akuakultur. Menurut Priyadi (2008), 60-80% biaya

produksi pada kegiatan akuakultur secara intensif besumber dari biaya pakan.

Pakan dimanfaatkan ikan sebagai sumber energi untuk beraktifitas,

selebihnya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Affandi, 2004). Menurut

Effendie (2002), pertumbuhan terjadi apabila pada tubuh ikan terdapat kelebihan

input energi (protein) yang berasal dari pakan. Menurut Vahl (1979) ada dua

parameter yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimal

dalam suatu sistem budidaya, yaitu jumlah maksimum pakan yang dikonsumsi

dalam satu kali makan dan laju pengosongan lambung yang terkait langsung

dengan frekuensi pengambilan pakan. Untuk meningkatkan efisiensi produksi

dipilih pakan dengan kandungan nutrisi yang tepat, serta teknik pemberian pakan

yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Pemberian pakan dengan frekuensi yang

lebih sering diharapkan dapat mempertahankan kondisi lambung agar selalu terisi

pakan, sehingga kelebihan input energi dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

Frekuensi pemberian pakan adalah banyaknya waktu ikan untuk makan dalam

sehari. Menurut Ghufran (2010), frekuensi pemberian pakan pada pendederan

ikan lele Sangkuriang adalah 3-4 kali/hari. Frekuensi pemberian pakan ditentukan

berdasarkan kebiasaan waktu makan serta interval laju pengosongan lambung.

Pengujian waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. dilakukan untuk mengetahui interval waktu yang dibutuhkan lambung hingga kembali kosong setelah proses makan dimulai. Interval pemberian pakan

merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk kembali memberikan pakan

secara terkontrol berdasarkan kapasitas maksimal lambung. Kapasitas maksimal

(16)

3 tergantung pada usia, ukuran, jenis, kualitas pakan, serta kondisi lingkungan

budidaya (Affandi, 2004). Menurut Fujaya (2002), laju pengosongan lambung

berkolerasi dengan laju metabolisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di

antaranya ukuran tubuh dan temperatur.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh frekuensi

pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari terhadap derajat kelangsungan hidup,

keseragaman ukuran, laju pertumbuhan bobot harian, efisiensi pemberian pakan,

dan pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp.dalam sistem pendederan. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah diperoleh informasi untuk

memperbaiki frekuensi pemberian pakan sehingga dicapai waktu produksi yang

(17)

4 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung

Pengamatan waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele

Sangkuriang Clarias sp. dilakukan sebagai penelitian pendahuluan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui interval waktu yang dibutuhkan lambung hingga

kembali kosong setelah proses makan dimulai. Manfaat dari pengamatan ini

untuk menentukan frekuensi pemberian pakan sebagai rancangan perlakuan.

Semakin cepat isi lambung berkurang akan semakin cepat ikan merasa lapar dan

akan lebih sering mengambil pakan. Cepat atau lambatnya pengambilan pakan

erat kaitannya dengan laju pengosongan lambung (Hastuti, 1984).

Pengamatan waktu pengosongan lambung dilakukan pada kisaran suhu

antara 27 – 28 oC sebanyak dua kali ulangan. Wadah yang digunakan adalah 20 unit baskom plastik yang diisi dengan air kolam sebanyak 9 liter/wadah. Setiap

wadah ditebar 18 ekor ikan uji berukuran panjang 3,94±0,44 cm/ekor dan bobot

0,79±0,01 g/ekor yang telah diberok selama 24 jam. Ikan uji diberi pakan apung

komersial berdiameter 1,2 – 2 mm/butir dengan kandungan protein 38%. Pakan

ditimbang sebelum dan sesudah pemberian pakan pada setiap wadah uji.

Pemberian pakan dilakukan serentak pada setiap wadah pemeliharaan dengan

metode sekenyangnya (at satiation) hingga respons ikan terhadap pakan menurun. Pakan yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang

jumlahnya. Pengukuran bobot lambung ikan dilakukan setiap 30 menit sekali

yang dimulai pada menit ke-0. Seluruh ikan uji pada salah satu wadah ditangkap

dan dibedah untuk dikumpulkan isi lambungnya. Isi lambung yang terkumpul

dijemur hingga kering lalu ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital

dengan ketelitian 0,001g. Persentase volume lambung diperoleh dari jumlah

pakan yang tersisa dibandingkan dengan pakan yang dikonsumsi dikalikan 100%.

Menurut Affandi (2004), laju pengosongan lambung pada pada setiap

jenis ikan berbeda-beda tergantung pada ukuran ikan, jenis ikan, usia ikan,

kuatitas dan kualitas pakan, serta kondisi lingkungan. Nilai kecernaan pada satu

(18)

5 Selain itu kondisi suhu dan oksigen terlarut yang berbeda pada setiap waktu

pengamatan juga berpengaruh terhadap laju metabolisme ikan.

2.2 Rancangan Percobaan

Berdasarkan hasil penelitianan pendahuluan (Gambar 1) diketahui bahwa

lambung benih ikan lele Sangkuriang kembali kosong pada menit 240 - 270 atau

4 – 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Berdasarkan data tersebut dirancang

penelitian dengan pengaturan frekuensi pemberian pakan antara pukul 08.00 –

24.00 sebagai berikut :

1. Pelakuan I : periode 16 jam yang diberikan pada pukul 08.00 dan

24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari.

2. Pelakuan II : periode 8 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 16.00,

dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari.

3. Pelakuan III : periode 4 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 12.00,

16.00, 20.00, dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari.

4. Pelakuan IV : periode 2 jam yang diberikan pada pukul 08.00, 10.00,

12.00, 14.00, 16.00, 18.00, 20.00, 22.00, dan 24.00 dengan frekuensi

pemberian pakan 9 kali/hari.

Pemberian pakan antara 08.00 – 24.00 merupakan kebiasaan praktis yang

pada umumnya dilakukan oleh pada pembudidaya ikan. Rancangan percobaan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, dengan

empat perlakuan dan tiga ulangan pada setiap perlakuan. Model rancangan yang

digunakan yaitu :

Keterangan: Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data pengamatan

I = pengaruh perlakuan ke-i

= galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

(19)

6 2.3 Prosedur Pendederan

2.3.1 Persiapan Wadah

Pendederan dilakukan pada sistem outdoor dengan tujuan agar lingkungan pemeliharaan sama seperti yang diaplikasikan para pembudidaya. Wadah

pemeliharaan dilengkapi oleh penutup terpal untuk menjaga kualitas dan kuantitas

air pada saat hujan. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak fiber

berukuran 60 x 40 x 50 cm sebanyak 12 unit (Lampiran 1). Wadah dicuci bersih,

dijemur, disusun sejajar di atas pematang kolam, dan dilakukan pengisian air

hingga ketinggian air 40 cm atau 96 liter/wadah. Air yang digunakan pada saat

penebaran benih berasal dari kolam dengan kualitas air yang ideal bagi

kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lele Sangkuriang. Menurut

Mahyuddin (2008), kualitas air yang ideal untuk ikan lele yaitu: kisaran suhu

25-30 oC, kisaran pH 6,5-8, DO >3 mg/l, amoniak < 1 mg/l, nitrit < 0,1 mg/l, dan nitrat < 2 mg/l. Pada penelitian ini tidak dilakukan pergantian air selama 21 hari

masa pemeliharaan.

2.3.2 Penebaran Benih

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benih lele Sangkuriang

yang merupakan hasil pembenihan dari Instalasi Riset Lingkungan Perikanan

Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor. Panjang total benih yang

digunakan yaitu 3,94±0,44 cm dengan bobot 0,79±0,01 g/ekor. Menurut

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2012), padat tebar yang baik untuk

benih berukuran 5-8 cm adalah 75-100 ekor/m2, tetapi sudah banyak pembudidaya yang menggunakan padat penebaran 1000-1500 ekor/m2. Padat tebar yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 ekor/liter, sehingga setiap bak

fiber dengan volume 96 liter dapat ditebar 192 ekor benih (800 ekor/m2). Benih yang ditebar bebas dari penyakit dan ukurannya seragam. Untuk diperoleh benih

tersebut dilakukan proses sortasi dan grading. Benih terlebih dahulu digrading

menggunakan baskom ukur untuk diperoleh ukuran yang seragam. Setelah itu

akan dipilih benih yang bebas dari penyakit (sortir). Ciri-ciri fisik benih ikan lele

yang bebas dari penyakit yaitu: aktif, berwarna cerah, tidak berselaput, tidak

(20)

7 makannya baik. Penebaran dilakukan pada saat suhu rendah yaitu pada pagi hari

melalui proses aklimatisasi untuk mengurangi stres pada benih.

2.3.3 Pemberian Pakan

Jenis pakan yang digunakan berupa pelet apung komersial berdiameter 1,2 – 2 mm/butir dengan kandungan protein sebesar 38%. Pemberian pakan pada setiap perlakuan disesuai dengan frekuensi yang telah ditentukan. Pemberian

pakan dilakukan sedikit demi sedikit hingga ikan kenyang (at satiation) yang ditandai menurunnya respons ikan terhadap pakan yang diberikan. Hal ini

dilakukan untuk menghindari sisa pakan yang dapat merusak kualitas air. Pakan

yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang jumlahnya.

Pemberian pakan dalam sehari dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berakhir

pada pukul 24.00 WIB. Pemberian pakan setelah pukul 24.00 WIB tidak

dilakukan karena kebutuhan oksigen pada ikan meningkat setelah makan,

sedangkan kadar oksigen di perairan pada dini hari mulai menurun sehingga dapat

merusak kualitas air dan membahayakan kelangsungan hidup benih.

2.4 Pengamatan

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah derajat kelangsungan hidup,

pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot spesifik, tingkat konsumsi

pakan, efisiensi pemberian pakan, kualitas air, dan efisiensi ekonomi. Sampling

dilakukan 7 hari sekali dengan mengambil 30 ekor ikan sampel pada

masing-masing wadah untuk diukur bobot dan panjangnya.

2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup merupakan perbandingan populasi ikan pada

akhir pemeliharaan dengan awal pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan

persen (%). Penghitungan derajat kelangsungan hidup ini dapat menggunakan

rumus Goddard (1996) yaitu:

dengan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

(21)

8 2.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak adalah besarnya peningkatan ukuran

panjang rata-rata pada benih selama masa pemeliharaan. Pertumbuhan panjang

mutlak dapat dihitung dengan rumus Effendie (1979) :

Lm = Lt – Lo

dengan : Lm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang benih pada akhir pengamatan (cm)

Lo = Panjang benih pada awal pengamatan (cm)

2.4.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Laju pertumbuhan bobot harian merupakan besarnya peningkatan bobot

rata-rata benih berdasarkan waktu pemeliharaan. Pengukuran bobot dilakukan

dengan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor setiap wadah pemeliharaan.

Pengukuran bobot menggunakan timbangan digital dengan ketelitian hingga 0,01

g. Laju pertumbuhan bobot harian dapat dihitung dengan rumus Huisman (1987):

dengan :GR = Laju pertumbuhan bobot harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir (g)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal (g)

t = Lama Pemeliharaan (hari)

2.4.4 Tingkat Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi pakan (feed intake) adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama masa pemeliharaan. Nilai konsumsi pakan diperoleh

dari total selisih antara jumlah pakan yang akan diberikan dengan jumlah pakan

sisa pada setiap waktu pemberian pakan. Untuk menghitung tingkat konsumsi

pakan dapat digunakan rumus (Sultoni et al., 2006) :

FI = Po – Pt

(22)

9 dengan : FI = Tingkat konsumsi pakan (g/ekor)

Po = Bobot pakan awal (g)

Pt = Sisa pakan pada waktu ke t (g)

Nt = Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) 2.4.5 Efisiensi Pemberian Pakan

Efisiensi pemberian pakan (EPP) merupakan perbandingan dari

pertumbuhan bobot ikan saat panen dengan jumlah pakan yang dihabiskan selama

masa pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Menurut

Zonneveld et al. (1991), penghitungan EPP dapat digunakan rumus sebagai berikut:

dengan: EPP = Efisiensi pakan (%)

Wt = Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g)

W0 = Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g)

Wd = Biomassa ikan mati pada waktu pemeliharaan (g)

F = Jumlah pakan yang diberikan (g)

2.4.6 Koefisien Keragaman Panjang

Keseragaman ukuran panjang pada saat panen dapat diketahui melalui

penghitungan koefisien keragaman panjang. Keragaman panjang merupakan

persentase dari simpangan baku panjang ikan sampel terhadap nilai tengahnya.

Penghitungannya dapat dilakukan dengan rumus Steel dan Torrie (1991):

(

)

dengan : KKP = Koefisien keragaman panjang

S = Simpangan baku

Y = Rata-rata contoh

2.4.7 Fisika-Kimia Air

Parameter fisika-kimia air yang diukur adalah suhu, pH, oksigen

(23)

10 Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer.

Pengukuran suhu dilakukan dengan merendam thermometer dalam setiap wadah

pemeliharaan selama 10-15 detik. Pengukuran pH diukur menggunakan pH meter

dengan cara mencelupkan ujung pH meter ke dalam air yang akan diukur nilai

pHnya. Sebelum digunakan ujung pH meter dibilas terlebih dahulu dengan air

bersih dan dikering anginkan. Nilai yang tertera pada pH meter merupakan nilai

derajat keasaman perairan tersebut. Pengukuran oksigen terlarut dalam perairan

menggunakan DO meter dengan cara membilas ujung DO meter dengan air besih

lalu dicelupkan pada air yang oksigen terlarutnya akan diukur. Nilai yang tertera

pada DO meter merupakan nilai oksigen terlarut yang terkandung pada perairan

yang diukur.

Nilai amoniak diperoleh dari hasil pengukuran nilai TAN (Total Amoniak

Nitrogen) melalui metode spektrofotometri. Nilai TAN yang didapat dapat

dikonversi untuk mengetahui nilai dari amoniak dengan rumus Albert (1973):

NH3 = TAN (1 + 10 pKa-pH) Nilai pKa dapat dihitung dengan rumus Emerson (1975) :

pKa = 0,09018 + 2729,92

Pengukuran nitrit menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan

mengambil air sampel yang berada di kolom perairan menggunakan botol sampel,

kemudian diambil 25 ml air sampel ke dalam gelas Beaker, kemudian

ditambahkan 5 tetes sulfanilamide, 5 tetes NED, dihomogenkan, dan didiamkan

selama 15 menit selanjutnya dimasukkan pada spektrofotometri pada panjang

gelombang cahaya 543 nm. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran

(24)

11 menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan mengambil air sampel yang

berada di kolom perairan menggunakan botol sampel, kemudian diambil 5 ml air

sampel ke dalam gelas Beaker, kemudian ditambahkan 0,5 µl brucine + 5 ml

H2SO4, homogenkan, dan diamkan hingga dingin selanjutnya dimasukan pada spektrofotometri dengan gelombang cahaya 410 nm.

2.4.8 Analisis Ekonomi

Profit merupakan selisih lebih antara harga pokok dan biaya yang

dikeluarkan dengan penjualan. Keuntungan dapat dihitung menggunakan rumus

(Martin et al., 1991) :

Keuntungan = Penerimaan – Biaya Produksi Total

Rasio R/C merupakan perbandingan antara peneriamaan dan biaya total

yang dikeluarkan untuk menghitung kalayakan suatu usaha. Suatu usaha

dikatakan layak jika nilai rasio R/C bernilai diatas 1 (Rahardi et al., 1998). Penghitungan rasio R/C dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio R/C = Total Pendapatan Total Biaya

Harga pokok produksi adalah nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi 1 unit produk yang dapat dihitung menggunakan rumus berikut

(Rahardi et al., 1998) :

HPP = Biaya Produksi Total Nilai Hasil Produksi

2.5 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta

dianalisis secara statistika menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan

SPSS 16.0; Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F digunakan untuk

menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang

diamati pada masing-masing perlakuan. Apabila berpengaruh nyata, untuk

melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji

Tukey pada selang kepercayaan 85 dan 95%. Untuk parameter kualitas air dan

(25)

12

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung

Berdasarkan data (Gambar 1), volume lambung benih ikan lele Sangkuriang

pada menit ke-0 yaitu 94,3%. Berdasarakan data (Lampiran 2), jumlah pakan

yang termakan pada pengamatan menit ke-0 sebanyak 0,071 g, sedangkan pakan

yang berhasil dikumpulkan sebanyak 0,067 g. Volume lambung menurun secara

eksponensial seiring bertambahnya waktu pengamatan. Kondisi lambung benih

pada menit ke-90 sudah berkurang hingga 50%. Penurunan volume lambung terus

terjadi hingga 2,7% pada menit ke-240 atau 4 jam setelah proses makan dimulai.

Pada pengamatan menit ke-240 sudah terdapat benih yang lambungnya kosong.

Volume lambung benih pada menit ke-270 yaitu 0% atau sudah tidak terdapat

sisa pakan pada seluruh ikan uji. Berdasarakan data (Lampiran 2), jumlah pakan

yang termakan pada pengamatan menit ke-240 sebanyak 0,074 g, sedangkan

pakan yang berhasil dikumpulkan sebanyak 0,002 g. Kondisi ini menunjukkan

bahwa laju pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang mencapai

puncaknya pada menit ke 240 - 270 atau 4 – 4,5 jam setelah proses makan

dimulai. Berdasarkan data waktu pengosongan lambung, diperoleh persamaan

y = 0,001x2– 0,753x + 104,7.

(26)

13 3.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup pada ikan lele Sangkuriang dari yang

tertinggi hingga yang terendah selama 21 hari masa pemeliharaan secara

berurutan terdapat pada frekuensi pemberian pakan 5, 9, 2, dan 3 kali/hari dengan

nilai masing-masing 96, 94, 93, dan 92% (Gambar 2). Berdasarakan data

(Lampiran 3), diketahui jumlah ikan yang mati pada setiap perlakuan

berbeda-beda. Kondisi fisik ikan lele yang mati yaitu warnanya pudar dan mengambang

kaku di permukaan air. Kematian pada benih terjadi setelah proses penebaran

awal, sampling I, dan sampling II dikarenakan pengukuran yang terlalu lama.

Pengaturan frekuensi pemberian pakan yang berbeda tidak mempengaruhi derajat

kelangsungan hidup pada pendederan ikan lele Sangkuriang (Lampiran 4).

Gambar 2.Derajat kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang sama dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata.

3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan lele Sangkuriang bertambah

seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan. Frekuensi pemberian pakan 9

kali/hari memberikan pertumbuhan panjang mutlak ikan lele tertinggi yaitu

3,98±0,05 cm/ekor (Gambar 3). Pada frekuensi pemberian pakan 5 dan 3 kali/hari

terjadi pertumbuhan panjang mutlak ikan lele dengan nilai masing-masing

3,74±0,02 dan 3,34±0,05 cm/ekor. Nilai pertumbuhan panjang mutlak ikan lele

(27)

14 2,78±0,08 cm/ekor. Frekuensi pemberian pakan berbeda pada setiap perlakuan

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang

(P<0,05) (Lampiran 6).

Gambar 3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

3.1.4 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Berdasarakan data (Lampiran 7), diketahui pertumbuhan biomassa ikan

lele Sangkuriang setiap minggu pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot

harian ikan lele Sangkuriang pada akhir pemeliharaan yang diberikan pakan

dengan frekuensi 5, 9, 3, dan 2 kali/hari adalah 4,39±0,14, 4,38±0,17, 3,37±0,12,

dan 1,92±0,38 %/hari (Gambar 4). Frekuensi pemberian pakan 9 dan 5 kali/hari

memberikan laju pertumbuhan bobot harian ikan lele tertinggi, kemudian diikuti

oleh frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari dan 2 kali/hari. Berdasarakan analisis

statistik diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari

tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan

(28)

15 Gambar 4.Laju pertumbuhan bobot harian ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

3.1.5 Tingkat Konsumsi Pakan

Berdasarkan data (Lampiran 9), diketahui jumlah pakan yang dihabiskan selama masa pemeliharaan. Tingkat konsumsi pakan tertinggi pada

akhir masa pemeliharaan terdapat pada perlakuan dengan frekuensi pemberian

pakan 9 kali/hari dengan nilai rata-rata 455,27 g. Berdasarakan grafik

(Gambar 5), tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang tertinggi pada

akhir masa pemeliharaan yakni sebesar 2,52±0,06 g/ekor pada frekuensi

pemberian pakan 9 kali/hari, sedangkan terendah pada pemberian pakan 2

kali/hari dengan nilai 2,05±0,13 g/ekor. Tingkat konsumsi pakan pada setiap

perlakuan meningkat seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan harian.

Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 10), frekuensi pemberian pakan 9

kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan 3 kali/hari, namun tidak

(29)

16 Gambar 5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,15).

3.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan

Berdasarkan data (Lampiran 9), diketahui bahwa rata-rata nilai efisiensi

pemberian pakan tertinggi terdapat pada frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari

dengan nilai 99,22±4,73 %. Berdasarakan analisis statistik (Lampiran 11),

diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak

berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan

perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15). Berdasarakan grafik (Gambar 6), diketahui

nilai efisiensi pemberian pakan pada perlakuan 2, 3, 5 dan 9 kali/hari adalah

71,68, 84,37, 99,22, dan 96,76 %.

(30)

17 3.1.7 Koefisien Keragaman Panjang

Berdasarakan grafik (Gambar 7), nilai koefisien keragaman panjang ikan

lele Sangkuriang pada frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari

masing-masing adalah 14±0,02, 13±0,01, 12±0,01, dan 11±0,01%. Berdasarakan grafik

(Gambar 7), terlihat bahwa keragaman panjang pada setiap perlakuan menurun

seiring meningkatnya frekuensi pemberian pakan harian. Berdasarakan analisis

statistik (Lampiran 12), diketahui bahwa frekuensi pemberian pakan harian tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai koefisien keragaman panjang benih ikan lele

(p>0,05).

Gambar 7.Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp.

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang sama dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (p>0,05).

3.1.8 Fisika-Kimia Air

Rata-rata nilai suhu pada setiap perlakuan cenderung stabil (Gambar 8),

berkisar antara 25 - 30 oC. Pengukuran suhu dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui

nilai suhu terendah terjadi antara pukul 04.00 - 06.00 WIB yaitu berkisar antara

(31)

18 Gambar 8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Berdasarkan data (Gambar 9), derajat keasaman pada setiap perlakuan tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan. Diketahui rata-rata nilai pH pada setiap

perlakuan cenderung stabil. Nilai pH tertinggi terjadi antara pukul 10.00 – 16.00

WIB dengan kisaran pH 7,2 – 7,6. Nilai pH terendah terjadi pada pukul

12.00-02.00 WIB dengan nilai ph di bawah 6,4. Pengukuran pH dalam 24 jam dilakukan

setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Kisaran pH pada setiap

perlakuan selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,2 –7,6. Fluktuasi nilai pH

dalam sehari tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan

pada setiap perlakuan.

Gambar 9. Nilai pH media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

(32)

19 Pengukuran oksigen terlarut dalam 24 jam dilakukan setiap 7 hari sekali dengan periode 2 jam sekali. Berdasarkan data (Gambar 10), diperoleh rata-rata

nilai oksigen terlarut pada setiap waktu pengamatan berkisar antara 2 - 8 mg/l.

Nilai oksigen terlarut tertinggi pada setiap perlakuan terjadi pada pukul 14.00

WIB dengan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 7 - 8 mg/l. Nilai oksigen

terlarut terendah pada setiap perlakuan berkisar antara 2 – 4 mg/l pada waktu

pengamatan pukul 04.00 WIB. Fluktuasi nilai oksigen terlarut pada wadah

pemeliharaan tidak mempengaruhi respon ikan terhadap pakan yang diberikan

pada setiap perlakuan.

Gambar 10. Oksigen terlarut media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias

sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Kandungan amoniak pada media pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang

dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari berkisar antara 0.0001 –

0.0229 ppm. Berdasarkan data (Gambar 11) diketahui pada frekuensi pemberian

yang semakin sering maka nilai amoniak pada setiap perlakuan cenderung

meningkat. Nilai amoniak tertinggi pada akhir masa pemeliharaan terjadi pada

frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 0,0229 mg/l. Nilai amoniak

yang berbeda pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon

(33)

20 Gambar 11.Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

Berdasarkan data pada minggu ke-I diketahui nilai nitrit tertinggi terdapat

pada perlakuan pemberian pakan 2 kali/hari dengan nilai 0,523 ppm (Gambar 12).

Kandungan nitrit pada media pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang dengan

frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari cenderung menurun hingga

akhir pemeliharaan yaitu di bawah 0,15 mg/l. Kandungan nitrit yang berbeda

pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap

pakan yang diberikan. Nilai nitrit terendah pada akhir masa pemeliharaan terdapat

pada frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari dengan nilai 0,041 ppm.

Gambar 12. Kandungan nitrit media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias

(34)

21 Berdasarakan data (Gambar 13) diketahui nilai nitrat pada setiap

perlakuan mengalami penurunan pada minggu ke-II. Nilai nitrat mengalami

peningkatan kembali pada minggu ke-III dan IV. Kandungan nitrat pada akhir

pemeliharaan benih ikan lele Sangkuriang berkisar antara 0,456 – 0,718 mg/l.

Nilai nitrat terendah pada akhir pemeliharaan terdapat pada frekuensi pemberian

pakan 2 kali/hari. Kandungan nitrat yang berbeda pada setiap perlakuan tidak

memberikan pengaruh terhadap respon ikan terhadap pakan yang diberikan.

Gambar 13. Kandungan nitrat media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari.

3.1.9 Analisis Ekonomi

Nilai profit merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya

produksi. Nilai pendapatan pada penelitian ini diperoleh dari data populasi pada

akhir masa pemeliharaan. Benih dikelompokan pada ukurannya masing-masing

lalu dikalikan dengan harga jual benih berdasarakan harga yang sesuai.

Sedangkan biaya produksi pada penelitian ini diperoleh dari data jumlah pakan

yang dikonsumsi. Nilai profit tertinggi terdapat pada perlakuan dengan frekuensi

pemberian pakan 9 kali/hari yaitu Rp. 17.498,00 dengan derajat kelangsungan

hidup 94% dan pertumbuhan panjang mutlak 3,98 cm/ekor. Nilai profit terendah

terdapat pada perlakuan 2 kali/hari dengan nilai Rp. 14.227,00 dengan derajat

(35)

22 Perlakuan dengan pemberian pakan 9 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 5,

3, dan 2 kali/hari (Lampiran 13). Nilai profit pada setiap perlakuan meningkat

seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan harian.

Gambar 14. Nilai Profit pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Claria sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Nilai rasio R/C terbaik terdapat pada perlakuan dengan frekuensi

pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 2,6. Nilai rasio R/C pada perlakuan 5, 3,

dan 2 kali/hari yaitu 2,4. Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari

berbeda nyata dengan perlakuan 5, 3, dan 2 kali/hari (Lampiran 14).

(36)

23 Harga pokok produksi (HPP) pada perlakuan 9 kali/hari tidak berbeda

nyata dengan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari (Lampiran 15). Harga pokok

produksi tertinggi (Gambar 10), terdapat pada perlakuan 5 kali/hari dengan nilai

Rp. 62,04 /ekor, sedangkan nilai harga pokok produksi terendah terdapat pada

perlakuan 2 kali/hari dengan nilai Rp. 57,83 /ekor.

Gambar 16.Nilai harga pokok produksi (HPP) pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan frekuensi pemberian pakan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari. Huruf yang berbeda dalam bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

3.2 Pembahasan

Menurut Vahl (1979) dua hal yang mempengaruhi laju pertumbuhan

dalam suatu sitem budidaya yaitu jumlah maksimum pakan yang dikonsumsi

dalam satu kali makan dan laju pengosongan lambung yang terkait langsung

dengan frekuensi pengambilan pakan. Pada umumnya ikan akan mengkonsumsi

pakan yang diberikan karena faktor rasa lapar atau kondisi lambung yang kosong.

Faktor yang berperan dalam penundaan munculnya rasa lapar adalah kadar

metabolit dalam darah (Affandi, 2004). Metabolisme merupakan konversi nutrien

ke dalam energi melalui reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup

yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Fujaya, 2002).

Berdasarkan data (Gambar 1), dalam kisaran suhu 27 – 28oC waktu pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang mencapai puncaknya

pada menit 240 hingga 270 atau 4 - 4,5 jam setelah proses makan dimulai. Selain

(37)

24 dikonsumsi juga berpengaruh terhadap laju metabolisme. Waktu pengosongan

lambung merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan isi lambung

setelah proses makan dimulai. Waktu pengosongan lambung berhubungan erat

dengan laju metabolisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya

lingkungan (suhu dan DO), morfologi, ukuran, usia, jenis kelamin, jumlah pakan,

serta kualitas pakan (Handajani, 2010).

Frekuensi pemberian pakan adalah jumlah waktu ikan untuk makan dalam

sehari. Umumnya semakin kecil ukuran ikan frekuensi pemberian pakan harian

semakin banyak. Frekuensi pemberian pakan dihitung dalam waktu 24 jam.

Setiap jenis ikan mempunyai kebiasaan makan dan frekuensi pemberian pakan

yang berbeda (Gusrina, 2008). Menurut Affandi (2004), penetapan frekuensi

pemberian pakan pada satu jenis ikan harus didasarkan pada data tentang

kemampuan mencerna (laju pengosongan lambung) dan laju metabolisme ikan

tersebut. Frekuensi pemberian pakan pada ikan sangat penting diperhatikan pada

kegiatan budidaya karena akan berpengaruh terhadap jumlah pakan yang

dikonsumsi dan efisiensi pakan. Menurut Affandi (2004), dalam kondisi suhu

tertentu, besarnya tingkat konsumsi pakan berpengaruh terhadap laju

pengosongan lambung, semakin banyak makanan yang dikonsumsi semakin lama

lambung menjadi kosong.

Feeding periodicity dapat didefinisikan sebagai jeda/jangka waktu yang dibutuhkan untuk kembali memberikan pakan pada satu jenis ikan budidaya

secara terkontrol berdasarkan kapasitas daya tampung lambung. Berdasarkan data

penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, maka feeding periodicity yang sesuai dengan laju pengosongan lambung pada benih ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. adalah 4 - 4,5 jam sekali. Menurut Walsh dan Lindberg (1986) pagi hari hingga sore hari adalah waktu yang baik untuk memberikan pakan dan

sebaiknya ikan lele tidak diberikan pakan pada malam hari, karena kebutuhan

oksigen pada ikan akan meningkat setelah proses makan dan kandungan oksigen

dalam perairan pada malam hari umumnya menurun. Pada umumnya jumlah

pakan yang dikonsumsi ikan lele pada malam hari lebih banyak daripada pagi

(38)

25 Lindberg, 1986). Hal ini berdampak pada proses metabolisme pada ikan akan

berlangsung lebih lama. Pada penelitian ini pemberian pakan dilakukan mulai

pukul 08.00 hingga 24.00 WIB.

Sistem pemberian pakan dengan metode sekenyangnya (at satiation)

hingga respon ikan terhadap pakan menurun, merupakan suatu upaya para

pembudidaya untuk memberikan pakan pada ikan dalam jumlah yang dibutuhkan.

Metode pemberian pakan ini umumnya digunakan pada kegiatan budidaya

dengan jenis pakan apung atau pakan hidup. Menurut Schmidt (1990), usus yang

dimiliki ikan lele lebih pendek dari panjang badannya. Hal ini merupakan ciri

khas jenis ikan karnivora. Oleh karena itu dibutuhkan pakan berprotein tinggi

agar mudah terserap oleh usus yang pendek tersebut. Jenis pakan yang digunakan

pada pendederan ikan lele Sangkuriang adalah pakan dengan kandungan protein

minimal 30%.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4) dapat disimpulkan bahwa

pengaturan frekuensi pakan pada setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata

terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele Sangkuriang. Tingkat

kelangsungan hidup ikan lele Sangkuriang pada setiap perlakuan berkisar antara

92,36±2,41% hingga 96,18±1,2%. Kematian benih pada penelitian ini

dikarenakan lamanya waktu pengukuran pada saat penebaran dan sampling. Ikan

yang mati selama penelitian memiliki ciri-ciri warna kulit yang pudar, kaku, serta

mengambang di permukaan air. Faktor kematian dan kanibalisme yang rendah

selama masa pemeliharaan dikarenakan benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. merupakan benih unggulan yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk

serta sifat kanibalisme yang lebih rendah daripada jenis ikan lele lainnya. Selain

itupadat tebar yang digunakan pada awal pemeliharaan (800 ekor/m2) merupakan kepadatan yang jauh dari carrying capacity benih berukuran 3-4 cm. Menurut Mahyuddin (2013) padat tebar yang baik untuk benih lele berukuran 3-4 cm

adalah 1500 ekor/m2, sedangkan padat tebar untuk benih berukuran 5-6 cm adalah 800 ekor/m2.

Berdasarkan tabel analisis ragam (Lampiran 6), diketahui bahwa pengaturan

(39)

26 nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p<0,05). Berdasarkan data (Gambar

3), pertumbuhan panjang mutlak pada setiap perlakuan berkisar antara

3,98±0,046 - 2,78±0,076 cm/ekor. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian

pakan dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan laju pertumbuhan

panjang pada benih ikan lele Sangkuriang. Pengaturan frekuensi pemberian pakan

berdasarkan tingkat pengosongan lambung diharapkan akan menjaga kondisi

lambung ikan agar selalu memperoleh asupan makanan sebagi sumber energi

untuk beraktifitas serta pertumbuhan.

Berdasarkan analisis data pertumbuhan bobot spesifik (Lampiran 8)

diketahui bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak

berbeda nyata dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari (p>0,05).

Pertumbuhan bobot spesifik pada setiap perlakuan berkisar antara 4,39±0,14 -

1,92±0,38 %/hari. Sumber energi yang diperoleh dari pakan akan dimanfaatkan

ikan terlebih dahulu untuk energi pemeliharaan, kelebihan input energi pada ikan

akan dimanfaatkan untuk energi pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Fujaya

(2002), pada kondisi tertentu tidak semua pakan yang termakan dimanfaatkan

oleh ikan untuk pertumbuhan melainkan sebagai energi untuk proses metabolisme

basal / pemeliharaan.

Pertumbuhan panjang mutlak pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari

berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun laju pertumbuhan bobot

harian pada perlakuan 9 kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5

kali/hari. Model pertumbuhan pada perlakuan 9 kali/hari bersifat allometrik

negatif pada akhir pemeliharaan, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat

dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Menurut Hepher dan Pruginin (1981),

pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal (keturunan, jenis

kelamin, usia) dan faktor eksternal (lingkungan dan pakan). Selain dipengaruhi

oleh frekuensi pemberian pakan, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kualitas

jumlah pakan yang dikonsumsi.

Menurut Webster dan Lin (2002), pemberian pakan dengan kandungan

protein yang tepat sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan yang optimal

(40)

27 yang juga berhubungan dengan jumlah pakan yang dimakan (food intake). Tingkat konsumsi pakan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak

berbeda nyata dengan perlakuan 5 kali/hari, namun berbeda nyata dengan

perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15) (Lampiran 10). Berdasarkan data (Gambar 5)

diketahui tingkat konsumsi pakan pada setiap perlakuan berkisar antara 2,05±0,13 – 2,52±0,06 g/ekor. Pada umumnya semakin banyak aktivitas ikan, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan

membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak

jumlahnya (Mujiman, 1984).

Nilai efisiensi pemberian pakan pada perlakuan dengan frekuensi 9

kali/hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan 5 kali/hari,

namun berbeda nyata dengan perlakuan 3 dan 2 kali/hari (p<0,15) (Lampiran 11).

Berdasarkan data (Gambar 6) diketahui nilai efisiensi pemberian pakan pada

setiap perlakuan berkisar antara 99,22±4,73 % - 71,68±9,77 %. Semakin tinggi

nilai efisiensi pemberian pakan maka nilai FCR akan semakin menurun.

Frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari memiliki nilai efisiensi pakan tertinggi.

Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari memiliki nilai efisiensi

pakan terendah, hal ini dikarenakan ikan sempat mengalami masa lapar yang

mengakibatkan energi yang ada dimanfaatkan untuk bertahan dan tidak ada

kelimpahan energi untuk pertumbuhan.

Ikan bersifat poikilotermal, sehingga pada temperatur air yang meningkat

maka laju metabolisme dan nafsu makan ikan mengalami peningkatan, sedangkan

apabila terjadi penurunan temperatur air maka nafsu makan ikan juga menurun

(Heath, 1995). Meningkatnya laju metabolisme ini harus diimbangi dengan

pasokan pakan yang diperoleh dari lingkungannya (Zonneveld et al., 1991). Umumnya suhu dan kandungan oksigen terlarut pada siang hari lebih tinggi dari

pada malam hari, karena dipengaruhi oleh faktor pencahayaan sinar matahari.

Selain meningkatkan suhu perairan, sinar matahari juga dapat memacu proses

fotosintesis fitoplankton yang dapat meningkatkan oksigen terlarut pada siang

hari. Menurut Peres (1981), suhu dan oksigen terlarut berpengaruh terhadap

(41)

28 Oksigen diperlukan oleh sel tubuh untuk berbagai reaksi metabolisme.

Kandungan oksigen yang rendah akan menghambat proses metabolisme pada

ikan. Rendahnya kadar oksigen pada suatu lingkungan perairan menyebabkan

ikan harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat pernafasannya untuk

proses respirasi. Volume air yang besar tentu membutuhkan energi yang jauh

lebih besar untuk memompa volume air ke permukaan alat pernafasan. Pada ikan

lele selain memiliki insang, ikan ini juga mempunyai alat pernafasan tambahan

yaitu arborescent organ yang berfungsi untuk mengambil langsung oksigen dari

udara pada saat nilai oksigen terlarut pada perairan rendah (Fujaya, 2008).

Menurut Salmin (2000), sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari proses

difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam

perairan tersebut.

Suhu optimum untuk kegiatan budidaya ikan lele sangkuriang Clarias sp. berkisar antara 25 - 300C (Mahyuddin, 2008). Berdasarkan data selama masa pemeliharaan diperoleh kisaran suhu antara 25,7 – 30,3 oC merupakan kisaran suhu yang dapat ditoleransi oleh benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. selama pemeliharaan. Sedangkan tingkat oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar

antara 2,83 mg/l – 7,35 mg/l. Nilai oksigen terlarut yang ideal untuk budidaya

ikan lele adalah >3mg/l (Mahyuddin, 2008). Semakin dalam perairan maka

oksigen terlarut akan semakin rendah, dikarenakan oksigen pada kolom perairan

sudah mulai dimanfaatkan untuk proses respirasi oleh organisme dan proses

oksidasi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005). Menurut Fujaya (2008)

yaitu kelarutan oksigen dalam perairan menurun dengan meningkatnya suhu dan

mencapai nol pada air mendidih.

Derajat keasaman (pH) selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,34 -

7,46. Menurut Darseno (2010) pH atau derajat keasaman perairan yang ideal

untuk budidaya ikan lele yaitu pada kisaran 6,5-8. Fluktuasi nilai derajat

keasaman harian selama pemeliharaan masih dalam batas toleransi bagi

pertumbuhan ikan lele Sangkuriang. Nilai pH yang tidak stabil akan mengganggu metabolisme dan daya tahan ikan terhadap serangan penyakit. Nilai pH pada

(42)

29 berfilamen semakin banyak, dan menurunnya keanekaragaman dan komposisi

jenis plankton, perifiton, dan benthos (Effendi, 2000).

Amoniak merupakan limbah perairan yang berasal dari sisa pakan maupun

zat buangan hasil metabolisme hewan akuatik. Menurut Gunanrdi dan Hafsari

(2008), pasokan amoniak ke dalam perairan budidaya sebesar 75% dari kadar

nitrogen dalam pakan. Kandungan amoniak dalam jumlah tinggi akan manjadi

toksik jika kandungan oksigen terlarut di perairan rendah (Budi, 2009). Nilai

amoniak pada setiap perlakuan canderung stabil dan meningkat pada hari ke-21

pemeliharaan. Semakin sering ikan diberikan pakan maka kandungan amoniak

pada perairan semakin tinggi. Peningkatan nilai amoniak ini disebabkan

meningkatnya bahan organik dan hasil metabolisme ikan yang tidak seimbang

dengan pertumbuhan bakteri nitrosomonas pada perairan sehingga proses

nitrifikasi berjalan lambat. Nilai amoniak tertinggi terjadi pada akhir

pemeliharaan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dengan nilai 0,0229

mg/l. Menurut Mahyuddin (2008), kandungan amoniak total yang baik pada

kegiatan budidaya lele tidak melebihi 1 mg/l. Menurut Wardoyo (1975), semakin

tinggi pH air maka semakin besar kandungan amoniak. Kadar amoniak yang

tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik (Effendi, 2003).

Nitrit merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air yang bersifat

toksik walaupun dalam konsentrasi yang rendah (Metcalf dan Eddy, 1991).

Menurut Van Wyk dan Scarpa (1999), toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies,

ukuran, serta salinitas. Nitrit merupakan hasil proses nitrifikasi oleh bakteri

nitrosomonas dan sebagai bahan untuk dikonversi kembali menjadi nitrat oleh

bakteri dari kelompok nitrobacter. Pengukuran awal pada masing-masing

perlakuan diperoleh nilai nitrit berkisar antara 0,39 mg/l – 0,52 mg/l lalu menurun

hingga nilainya berkisar antara 0,04 mg/l – 0,12 mg/l pada saat akhir

pemeliharaan. Menururt Mahyuddin (2008), kandungan nitrit yang baik untuk

budidaya ikan lele adalah nitrit > 0,1 mg/l. Berdasarkan data yang diperoleh

selama pemeliharaan diperoleh nilai nitrit yang cenderung semakin menurun pada

setiap perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa proses denitrifikasi oleh bakteri

(43)

30 Nitrat merupakan produk akhir dari proses denitrifikasi nitrit yang

dihasilakan dalam bentuk nitrogen. Menurut Effendi (2003), nitrat mudah larut

dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan melalui proses oksidasi amonia

menjadi nitrit dan nitrat yang berlangsung dalam kondisi aerob. Berdasarkan data

yang diperoleh pada awal pemeliharaan diketahui nilai nitrat pada setiap

perlakuan berkisar antara 0,41 – 0,45 mg/l. Nilai nitrat pada setiap perlakuan

menurun pada hari ke 7 pemeliharaan dan meningkat kembali pada hari ke 14

hingga pada akhir pemeliharaan dengan kisaran 0,46 – 0,72 mg/l. Menururt

Effendi (2003) kadar nitrat yang melebihi 2 mg/l dapat mengakibatkan

eutrofikasi perairan yang akan memacu pertumbuhan algae menjadi pesat

(blooming).

Target pada kegiatan pendederan adalah kualitas dan kuantitas. Kualitas

benih ikan yang didederakan harus seragam dan pertumbuhannya baik, sedangkan

kuantitas lele yang dihasilkan harus tepat sesuai jumlah dan ukuran yang diminta.

Untuk mengetahui efisiensi produksi dapat dihitung nilai profit yang merupakan

selisih anatar nilai penjualan dengan total nilai produksi dalam 1 siklus.

Berdasarkan informasi dari beberapa petani pendederan ikan lele Sangkuriang

Clarias sp. di wilayah Bogor diperoleh harga jual rata-rata benih ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada saat ini adalah 2-3 cm = Rp. 30,- / ekor, 3-4 cm = Rp. 60,- / ekor, 4-5 cm = Rp. 90,- / ekor, 5-6 cm = Rp. 120,- / ekor, 6-7 cm = Rp.

135,- / ekor, 7-8 cm = Rp. 150,- / ekor, dan 8-10 cm = Rp. 175,- / ekor.

Nilai penjualan rata-rata pada perlakuan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari yaitu Rp.

24.560,00 , Rp. 26.433,00 , Rp. 28.001,00, dan Rp. 28.386,00 dengan total biaya

produksi Rp. 10.333,00 , Rp. 10.944,00 , Rp. 11.457,00 , dan Rp. 10.888,00.

Berdasarkan nilai tersebut diperoleh profit pada setiap perlakuan yaitu Rp.

14.228,00, Rp. 15.489,00, Rp. 16.545,00, dan Rp. 17.498,00. Perlakuan 9

kali/hari memiliki nilai profit yang paling baik, hal ini dipengaruhi oleh

pertumbuhan panjang pada perlakuan 9 kali/hari merupakan pertumbuhan yang

paling baik dibandingkan pertumbuhan perlakuan lainnya. Ukuran yang lebih

(44)

31 lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah, sehingga nilai profit yang

diperoleh lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Harga pokok produksi merupakan nilai yang diperoleh dari perbandingan

total nilai produksi dengan jumlah benih yang dihasilkan. Nilai HPP pada

perlakuan 2, 3, 5, dan 9 kali/hari adalah Rp. 57,83/ekor, Rp. 61,74/ekor, Rp.

62,04/ekor, dan Rp. 60,28/ekor. Selain dipengaruhi oleh tingkat efisiensi pakan,

harga pokok produksi pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh jumlah populasi

ikan pada saat panen. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 15) diketahui

bahwa nilai HPP pada perlakuan 2 kali/hari berbeda nyata dengan perlakuan 3

dan 5 kali/hari, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 9 kali/hari.

Suatu usaha dikatakan layak jika nilai rasio R/C bernilai di atas 1.

Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari merupakan perlakuan

dengan nilai rasio R/C terbaik. Rasio R/C 2,6±0,03 pada perlakuan 9 kali/hari

dapat diartikan dengan penambahan biaya sebesar Rp. 1,00 akan diperoleh

penerimaan sebesar Rp. 2,60. Peningkatan produksi harus mempertimbangkan

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang ekonomis dan produksi

yang maksimal tidak selamanya merupakan produksi yang tinggi atau sesuai

(45)

32 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan frekuensi pemberian

pakan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup dan koefisien

keragaman pada setiap perlakuan. Laju pertumbuhan bobot harian dan efisiensi

pemberian pakan pada frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari tidak berbeda nyata

dengan perlakuan 5 kali/hari. Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari pada

pendederan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. memberikan pertumbuhan panjang mutlak terbaik dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari. Perlakuan dengan

frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari juga memberikan nilai profit dan rasio R/C

terbaik dibandingan perlakuan 2, 3, dan 5 kali/hari.

4.2 Saran

Frekuensi pemberian pakan 9 kali/hari dapat digunakan pada pendederan

ikan lele Sangkuriang Clarias sp. untuk mencapai waktu produksi yang lebih singkat dan biaya produksi yang lebih efisien. Pemanfaatan sistem resirkulasi,

Gambar

Gambar 5. Tingkat konsumsi pakan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
Gambar 7.Koefisien keragaman panjang ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
Gambar 8. Suhu media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan
Gambar 11.Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan lele Sangkuriang
+3

Referensi

Dokumen terkait

jumlah pemberian pakan yang paling tepat terhadap pertumbuhan ikan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pakan berkadar protein rendah yang mengandung tepung hati cumi terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo ( Clarias sp.

yang Diperkaya Tepung Ikan untuk Meningkatkan Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Lele (Clarias sp.) ” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan lele sangkuriang (Clarias sp.) dengan panjang rata-rata 12±0,3 cm dan bobot rata-rata 16±0,35 gram yang berasal

Pemberian enzim bromelin dengan dosis berbeda berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian , efisiensi pakan, dan sintasan ikan lele dimana laju pertumbuhan

Fungsi produksi yang digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi pada usaha teknik pendederan ikan lele Sangkuriang

PENGARUH PEMBERIAN VITERNA PLUS DENGAN DOSIS YANG BERBEDA PADA PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG2.

Hasil penelitian menyimpulkan penyimponan terhadap pertumbuhan ikan Lele Sangkuriang Clarias gariepinus pada sistem bioflok berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan berat mutlak,