• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI CACING SUTERA (Tubifex sp) DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias Sp) Yurnaningsih Adam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI CACING SUTERA (Tubifex sp) DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias Sp) Yurnaningsih Adam"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI CACING SUTERA (Tubifex

sp) DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias Sp)

Yurnaningsih Adam 1), Yuniarti Koniyo 2), Hasim3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dengan dosis pakan alami cacing sutera (Tubifex Sp). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan masing – masing dengan 3 ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah Benih Lele Sangkuriang (Clarias Sp), sebanyak 900 ekor dengan rata – rata panjang cangkang awal 0,8 cm, dan berat awal tubuh 0,001 gram. Sebagai perlakuan digunakan pakan uji yaitu (A) Dosis 3%, (B) Dosis 5%, dan (C) Dosis7%. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 08.00 WITA, 12.00 WITA, 16.00 WITA dan 20.00 WITA. Wadah penelitian yang digunakan berupa 9 buah wadah plastik dengan padat tebar 100 ekor/wadah dan ditempatkan dalam sebuah gedung hatcheri yang dilengkapi dengan aerasi. Pengukuran panjang berat tubuh dilakukan setiap 2 hari sekali. Pemeliharaan benih berlangsung selama 10 hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p < 0,05) terhadap pertumbuhan panjang dan berat bennih lele sangkuriang (Clarias Sp). Rata-rata pertumbuhan panjang berat tertinggi ditunjukkan pada perlakuan C berturut-turut sebesar 0,951 cm, dan 0,01 g, disusul perlakuan B berturut-turut sebesar 0,859 cm, dan 0,007 g, dan terendah pada perlakuan A berturut-turut sebesar 0,827 mm, dan 0,006 g. Hasil ini menunjukkan bahwa ternyata dosis pakan alami 7% memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan benih lele sangkuriang (Clarias Sp).

Kata kunci : Clarias Sp, pakan, dosis, pertumbuhan

LATAR BELAKANG

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Ikan jenis ini sudah dibudidayakan secara komersial oleh

masyarakat Indonesia, dan

merupakan salah satu sumber penghasilan yang potensial di

kalangan pembudidaya ikan.

Perkembangan pesat kegiatan budidaya lele di tanah air tidak terlepas dari penerimaan masyarakat secara luas terhadap jenis ikan ini. (khairuman & Amri, 2008 : hal 3)

Ikan lele merupakan jenis ikan yang mudah dibudidayakan. Kemampuan adaptasinya pun cukup tinggi,

sehingga dalam proses

penyebarannya tidak mengalami

kesulitan, terutama dalam

perkembangbiakannya. Pada

(2)

2

Muktiani (2011 : hal 4-5) menyatakan, seiring perkembangan dunia perikanan serta aplikasi teknologi kini muncul varietas baru yang diberi nama lele sangkuriang. Lele sangkuriang memang belum setenar lele dumbo. Padahal lele sangkuriang ini adalah jenis lele yang dikembangkan dari varietas lele dumbo. Kehadiran lele sangkuriang ini difungsikan untuk memperbaiki kualitas lele dumbo yang mulai menurun akibat penanganan induk

yang kurang baik. Masa

pertumbuhan lele sangkuriang di tangarai lebih pesat dari lele dumbo, bahkan bisa mencapai dua kali lebih cepat dari pada lele dumbo.

Teknik pembenihan lele mengalami perkembangan dari pembenihan secara alami, pembenihan dengan perangsangan pemijahan, hingga pembenihan buatan yang sepenuhnya melibatkan campur tangan manusia dan aplikasi teknologi. Media pembenihan pun beragam, dari kolam tanah sederhana di lahan terbuka, penggunaan bak pemijahan khusus, hingga pemijahan terkontrol dalam ruangan tertutup. Walaupun perkembangan teknik pemijahan

semakin maju dan aplikasi

teknologinya pun semakin mudah dan praktis, tetap saja ada kendala yang ditemui. Para pembenih pemula umumnya butuh waktu yang lama untuk dapat menjalankan usahanya dengan mulus. Persoalan utamanya adalah resiko pada stadium benih

yang masih cukup tinggi.

(Khairuman dan Amri, 2012 : hal iii) Resiko pada stadium benih ini yang

mengakibatkan pemenuhan

kebutuhan masyarakat akan benih lele sangkuriang ini sudah mulai menurun, salah satunya di Balai

Pengembangan Benih Ikan Air

Tawar (BPBIAT), Provinsi

Gorontalo. Di Balai ini pembenihan

pada proses pendederan 1

(3)

3

menyukai hewan (Carnivora). Sebagian ahli menyatakan bahwa lele bersifat carnivora. Jenis makanan yang umum disantap ikan lele adalah cacing sutera (tubifex sp). Cacing sutera (Tubifex sp), merupakan salah satu jenis pakan alami yang berprotein yang cukup tinggi. Di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT), benih lele diberikan pakan alami arthemia secara adlibitum. Namun, tetap saja mengalami masalah yaitu nilai mortalitas benih cukup tinggi. Wibowo 2012 menyatakan bahwa pakan yang tidak sesuai dengan jenis dan ukuran standar justru memiliki efek samping yang berbahaya. Oleh karena itu perlu adanya penelitian tentang Pengaruh Pemberian Cacing Sutera (Tubifex sp), dengan Dosis

yang Berbeda Terhadap

Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp), Pada Proses Pendederan I di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air

Tawar (BPBIAT) Provinsi

Gorontalo.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013 bertempat di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT) Provinsi Gorontalo. Wadah yang digunakan dalam penelitian adalah wadah plastik atau toples plastik bervolume 15 liter ini dilengkapi dengan aerasi untuk mensuplai oksigen kedalam wadah penelitian dan wadah ini disediakan sebanyak 9 buah. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lele sangkuriang (Clarias sp) sebanyak 900 ekor. Dalam setiap wadah diisi sebanyak 100 ekor dengan panjang

0,8 cm dan berat masing – masing benih 0,001 gr/ekor.

Penelitian diawali dengan tahapan

persiapan, yaitu dengan

mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Sebelum alat dan bahan digunakan, disucihamakan dan dilengkapi aerasi. Kemudian menentukan rancangan penelitian yakni pada penelitian ini digunakan

rancangan Acak Lengkap

(RAL).dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan.adapun perlakuan dalam penelitan ini adalah:

A = Perlakuan dengan dosis 3 % berasal dari pembenihan sejumlah 900 ekor biota dengan berat 0,001 gr/ekor. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis pakan 3%, 5%, dan 7%. Frekwensi pemberian pakan yang digunakan yaitu 4x dalam shari.

Hewan uji di tempatkan kedalam setiap wadah, masing-masing sebanyak 100 ekor benih lele sangkuriang. Jumlah wadah yang digunakan sebanyak 9 buah sesuai perlakuan, yang telah di isi air dengan volume air masing-masing 15 liter. Kemudian di letakkan pada tempat yang telah di tentukan berdasarkan tata letak satuan percobaan.

(4)

4

dibersihkan terlebih dahulu kemudian ditimbang sesuai dosis pemberian pakan yang telah ditentukan. Pemberian Pakan disesuaikan dengan perlakuan meliputi : Perlakuan A, Perlakuan B dan Perlakuan C selain pemberian pakan dilakukan juga pengukuran beberapa parameter kualitas air meliputi : suhu, oksigen terlarut dan

pH dilakukan sekali dalam

seminggu. Begitu juga dengan penggantian airnya.

Pemeliharaan biota uji dilakukan selama 10 hri, kemudian dilakukan pengukuran panjang dan berat tubuh ikan lele sangkuriang. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan penggaris dan penimbangan berat tubuh dengan menggunakan timbangan. Selain itu juga dilakukan pengukuran kualitas air untuk parameter suhu, kandungan oksigen terlarut dan pH yang dilakukan dua kali dalam seminggu.

Metode yang digunakan

adalah metode eksperimetal. Metode eksperimental yaitu melakukan percobaan dan pengamatan pada suatu objek penelitian. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yang dimasukan dalam pengolahan data.

Beberapa variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan berat dan panjang serta sintasan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), dan pengukuran kualitas air.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing tiga kali ulangan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Y = µ + ti + eij percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Mengetahui pengaruh

perlakuan yang diuji cobakan maka dilakukan analisis ragam (ANAVA). Apabila hasil uji analisis ragam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata antar tiap perlakuan, maka dilakukan uji lanjut yaitu Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Pertumbuhan Mutlak

Laju pertumbuhan rata – rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang (Clarias sp), selama 10 hari dengan menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan A (3%), perlakuan B (5%) dan perlakuan C (7%) dapat ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Mutlak

Perlakuan Rata-Rata

(5)

5

Gambar 1. Pertumbuhan Mutlak Panjang Benih Lele Sangkuriang (Clarias sp), selama 10 Hari Pemeliharaan

Perlakuan pemberian dosis pakan yang berbeda pada benih lele

sangkuriang (Clarias sp),

menunjukkan pertumbuhan rata-rata panjang mutlak yang berbeda pula (Gambar 6). Pertumbuhan rata-rata panjang mutlak perlakuan A (3%) sebesar 0,05 cm, perlakuan B (5%) sebesar 0,133 cm dan perlakuan C (7%) sebesar 0,533 cm. Dengan demikian perlakuan pemberian pakan

dengan dosis 7% memiliki

pertumbuhan rata-rata panjang tertinggi kemudian disusul dengan

dosis pakan 5% sedangkan

pemberian pakan dengan dosis 3 %,

menunjukkan nilai yang terendah. Hal ini sesuai dengan Khairuman dan Amri (2011 : hal 93), menyatakan bahwa pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air. Namun, disarankan pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan

Amri (2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami diberikan secara adlibitum (sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70), menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang cukup tinggi yaitu

diatas 50% dan merupakan

kandungan gizi yang baik terutama

bagi ikan lele pada masa

pertumbuhan. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan ikan lele sangkuriang. Sehingga pada perlakuan C, memiliki pertambahan panjang yang lebih baik dari perlakuan A dan perlakuan B.

Hasil analisis sidik ragam

panjang menunjukan bahwa

pemberian pakan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0,05) terhadap pertumbuhan panjang. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh masing – masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (Lampiran 5). Hasil Uji BNT diperoleh bahwa pertumbuhan 0

0,2 0,4 0,6

A B C

0,05

0,133

0,533

Ukuran (cm)

Perlakuan

(6)

6

panjang pada perlakuan C, berbeda sangat nyata pada taraf 5%.

Pertumbuhan Berat

Hasil penelitian rata- rata berat mutlak selama 10 hari dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan Berat Mutlak Selama 10 Hari Pemeliharaan

Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan pertumbuhan rata-rata berat mutlak yang berbeda pula (Gambar 7). Pertumbuhan rata-rata berat mutlak perlakuan A (3%) sebesar 0,005gr, perlakuan B (5%) sebesar 0,006gr dan perlakuan C (7%) sebesar 0,009gr, dengan demikian perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp),

dengan dosis 7% memiliki

pertumbuhan rata-rata berat mutlak tertinggi kemudian disusul dengan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), sedangkan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis 3% menunjukkan nilai yang terendah.

Hal ini sesuai dengan

Khairuman dan Amri (2011 : hal 93), menyatakan bahwa pemberian pakan

disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut

akan membusuk dan dapat

menurunkan kualitas air. Namun,

disarankan pemberian pakan

diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami diberikan secara adlibitum (sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70), menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang cukup tinggi yaitu

diatas 50% dan merupakan

kandungan gizi yang baik terutama

bagi ikan lele pada masa

pertumbuhan. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan ikan lele sangkuriang. Sehingga pada perlakuan C,

0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01

A B C

0,005 0,006

0,009

Berat (gr)

Perlakuan

(7)

7

memiliki pertambahan berat yang lebih baik dari perlakuan A dan perlakuan B.

Hasil analisis sidik ragam berat (Lampiran 7) menunjukan bahwa pemberian pakan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0,05) terhadap pertumbuhan berat. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh masing – masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (Lampiran 8). Hasil Uji BNT diperoleh bahwa pertumbuhan berat pada perlakuan C, berbeda sangat nyata pada taraf 5%.

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian panjang dan berat selama 10 hari dengan menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan A (3%), perlakuan B (5%) dan perlakuan C (7%) dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Laju Pertumbuhan Harian hari sesuai perlakuan dapat disajikan

pada Gambar 3.

Gambar 3. Laju Pertumbuhan Harian

Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan pertumbuhan rata – rata berat mutlak yang berbeda pula (Gambar 8). Laju pertumbuhan harian panjang tertinggi ditunjukkan pada pemberian pakan dengan dosis 7% dilanjutkan dengan pemberian pakan dengan dosis 5% masing-masing berturut - turut 1,253

cm/hari, 0,853 cm/hari dan paling rendah pada dosis 3%yaitu 0,77

cm/hari. Selanjutnya laju

(8)

8

Lele sangkuriang umumnya merupakan jenis karnivora yang lebih memilih makanan yang bergerak, dan berasal dari hewan karena lele sangkuriang lebih ke sifat karnivora. Pemberian pakan alami pada umur pendederan, karena bukaan mulut benih lele sangkuriang belum sesuai dengan besarnya pakan pellet selain itu juga Khairuman dan A. Khairul (2008: hal 40)

menyatakan selama masa

pemeliharaan larva diberi makanan tambahan yang jenis dan ukurannya disesuaikan dengan umur dan ukuran ikan yang di pelihara. Pada minggu pertama diberikan pakan alami berupa cacing sutera (Tubifex sp).

Pemberian pakan alami 3%, pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air. Namun, disarankan pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami diberikan secara adlibitum (sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : menyatakan bahwa lele mempunyai sifat yang sangat rakus terhadap makanannya. Tak jarang pada pembudidayaannya muncul sifat

kanibalisme. Jika pada

pembudidayaannya pemberian pakan tersebut kurang dari takarannya, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kanibalisme. Pemberian pakan alami 5% lebih baik dari pemberian pakan alami dengan dosis 3% karena 3% lebih sedikit dari pada yang 5% dan 7%. Selain itu juga ikan lele sangkuriang (Clarias sp) memiliki sifat nocturnal dimana ikan ini aktif pada malam hari. Sehingganya pada dosis 3% dapat dikatakan kekurangan artinya tidak dapat memenuhi kebutuhan ikan untuk aktivitas malamnya oleh karena itu akan terjadi persaingan

makan sehingga membuat

pertambahan panjang dan berat tidak seragam. Perbedaan ukuran pada suatu wadah sangat di pengaruhi oleh perberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan selanjutnya di nyatakan oleh Khairuman dan A. Khairul (2008 ), bahwa ikan lele

sangkuriang memiliki sifat

(9)

9

jika di bandingkan dengan pakan buatan pakan alami memiliki nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan. karena pemberian jenis pakan yang tepat dan mengandung nutrisi

merupakan pendukung dalam

pertumbuhan. Sesuai dengan

Dharmawan (2013 : hal iii),

menyatakan bahwa pakan yang diberikan harus berkualitas.

Sintasan

Sintasan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), pada akhir pengamatan dapat di lihat pada

Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Sintasan

Gambar di atas menunjukkan bahwa sintasan selama pengamatan dengan menggunakan pakan alami cacing sutera (Clarias sp), dengan dosis yang berbeda diperoleh sebesar masing-masing perlakuan A (25%), B (42,67%), dan perlakuan C (70%). Dilihat dari perolehan sintasan di atas maka, permasalahan yang dihadapi di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT), adalah manajemen pemberian pakan yang kurang baik. Oleh sebab itu sintasan hanya mencapai 25% hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan alami pada pendederan satu sebaiknya diberikan semaximal mungkin sehingga tidak terjadinya persaingan makanan, dan perbedaan ukuran benih ikan. Karena

kedua masalah ini akan

mengakibatkan mortalitas dalam

jumlah yang cukup besar bahakan dapat mencapai 75%. Hal ini sesuai dengan Dharmawan (2013 : hal 93), menyatakan bahwa pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut

akan membusuk dan dapat

menurunkan kualitas air. Namun,

disarankan pemberian pakan

diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele masih mau makan. Selain itu Fauzi (2013: hal 25), menyatakan bahwa lele mempunyai sifat yang sangat rakus terhadap makanannya. Tak jarang pada pembudidayaannya muncul sifat kanibalisme. Jika pada pembudidayaannya pemberian pakan tersebut kurang dari takarannya, maka tidak menutup kemungkinan

0 50 100

A B C 25

42,67

70

(%)

Perlakuan

(10)

10

akan terjadi kanibalisme. Pemberian pakan alami 5% lebih baik dari pemberian pakan alami dengan dosis 3% karena 3% lebih sedikit dari pada yang 5% dan 7%. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 41), menyatakan bahwa berdasarkan

pengalaman pembudidaya di

beberapa daerah, tingkat

kelangsungan hidup (SR) benih pada kegiatan pendederan dalam bak bisa mencapai 80% dari larva yang ditebar. Itu artinya jumlah benih yang mengalami kematian selama pemeliharaan sekitar 20%. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, memiliki kelangsungan hidup lebih baik dari Perlakuan A dan Perlakuan B.

Kualitas Air

Pada penelitian ini juga diukur kualitas air, hanya saja pengukuran kualitas air dilakukan 3 kali selama pemeliharaan 10 hari. Pengukuran kualitas air meliputi pengukuran suhu, pH dan kandungan oksigen terlarut (O2) yang dilakukan setelah 50% dari jumlah air yang ada dalam masing-masing wadah dibuang dan ditambahkan dengan air bersih yang baru sehingga sisa-sisa pakan dan kotoran yang masih tertinggal didasar wadah dibuang ataupun dikeluarkan.

Adapun nilai kualitas air yang masih pada taraf yang cukup baik yaitu suhu berkisar 28o – 31,6o C, pH 6,6-7,8, dan DO 4,4-5,6 ppm. Khairuman dan Amri (2011 : hal 10) menyatakan bahwa ikan lele memiliki sifat yang tahan terhadap kekurangan air dan kekurangan oksigen karena memiliki alat pernapasan tambahan (labyrinth).

Sehingga ikan lele dapat

dibudidayakan diperairan yang kualitas airnya buruk. Walaupun ikan lele tergolong ikan yang toleran terhadap kondisi lingkungan air yang buruk tapi untuk memperoleh pertumbuhan yang baik maka kualitas airnya juga harus tetap diperhatikan.

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex Sp), dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan lele sangkuriang, namun dari ketiga perlakuan yang dilakukan selama penelitian, perlakuan c yang merupakan perlakukan tebaik. b. Berat akhir rata-rata untuk

masing-masing perlakuan yaitu perlakuan A sebesar 0,006 gr , perlakuan B sebesar 0,007 gr dan perlakuan C mencapai 0,01 gram dari berat awal tebar sebesar 0,001 gram.

c. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi mencapai 70% untuk perlakuan C dan 42,67% untuk perlakuan B dan dan 25% untuk perlakun A.

d. Hasil Uji F untuk panjang sebesar 33,27. Nilai F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 5% dan taraf 1% sehingga perlakuan berpengaruh sangat nyata. Begitu pula pada Hasil Uji F untuk berat sebesar 26,47. Nilai F hitung lebih besar pada taraf 5% dan 1 % sehingga perlakuan berpengaruh sangat nyata.

(11)

11

a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode yang berbeda.

b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pemberian pakan dengan jenis pakan yang berbeda dengan menggunakan dosis dan frekwensi yang seragam untuk mengetahui

pengaruh pada laju

pertumbuhannya pada jenis ikan yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, Bagas.2013. Usaha Pembutn Pakan Ikan konsumsi. Puataka Baru Press. Yogyakarta. Cholik, F., Ateng, G.J., R.P. Purnomo dan Ahmad, Z. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan. Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar.

Darseno, SP. 2013. Budidaya Lele. Agromedia. Jakarta

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Fauzi, Faisal Nur. 2013. Pasti Panen Lele. Sahabat. Klaten

Ghufran, M. dan H. Kordi K., 2010.

Konsumsi. Agromedia Pustaka. Tanggerang.

. 2008b Peluang Usaha dan Teknik Budidaya Lele Sangkuriang (Clarias sp). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

. 2012a. Pembenihan Lele di Kolam Terpal. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Shihombing, T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra. Agromedia Pustaka. Jakarta. Muktiani. 2011. Budidaya Lele

Sangkuriang di Kolam Terpal.

Pustaka Paru Press.

Yogyakarta

Naue, Trisnadyah H. 2011. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Snagkuriang (Clarias Sp). Skripsi. Prodi Budidaya Perairan Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

(12)

12 LEMBAR PENGESAHAN

ARTIKEL JURNAL

PENGARUH PEMBERIAN CACING SUTERA (Tubifex sp) DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN

LELE SANGKURIANG (Clarias sp), di BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR (BPBIAT) PROVINSI GORONTALO

OLEH :

YURNANINGSIH ADAM NIM. 631 409 022

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan Mutlak Panjang Benih Lele Sangkuriang (Clarias sp), selama 10 Hari Pemeliharaan
Gambar 2. Pertumbuhan Berat Mutlak Selama 10 Hari Pemeliharaan
Gambar 3. Laju Pertumbuhan Harian
Gambar 4

Referensi

Dokumen terkait

Azza Kurniawati, D0113016, “ Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten Kediri

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal dengan sebagai Hipertensi.. merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

Menu pilih susu akan menampilkan form pilih susu, dimana pengguna dapat memilih susu sesuai dengan kriteria yang diinginkan yaitu usia Balita, harga susu, berat, kemasan,

Hasil evaluasi yang didapatkan penulis mengenai asuhan yang sudah diberikan antara lain: Ibu dan suami menerima dan merasa senang dengan informasi yang

Kelompok penutur bahasa Kui dapat dianggap sebagai komunitas bahasa karena memenuhi persyaratan, yakni terdiri atas kelompok manusia pemakai bahasa Kui; mereka

Agama mempengaruhi dan sistem nilai budaya faktor-faktor ekonomi dan sosial (Suseno 2001: 83). Disamping itu menurut beberapa penelitian, agama dinilai berpengaruh terhadap

Uraian tersebut didukung oleh penelitian Setiawan (2015) yang menyatakan bahwa. adanya sistem pengendalian internal juga dimaksudkan untuk

Poros hasil perancangan perlu dilakukan pengujian menggunakan perangkat lunak elemen hingga untuk mengetahui hasil deformasi maksimum poros, tegangan maksimum dan